Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Pendidikan Dan Nilai-Nilai Budaya: Perbandingan Pendidikan Antara Indonesia, Australia,


Usa dan Jepang

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Ilmu Pendidikan

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3

Auliani Arafah

Eria Marina Sepriyani

Tomi Apra Santosa

DOSEN PEMBIMBING

Prof. Dr. Azwar Ananda, MA

MAGISER PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang
lingkup kebudayaan. Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang
sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-
nilai. Nilai-nilai kebubudayaan tersebut adalah nilai-nilai yang melekat di masyarakat
yang mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam konteks kebudayaan, pendidikan memainkan peranan sebagai
agen pengajaran nilai- nilai budaya. Dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan
sendiri, secara proses mentransfernya yang paling efektif dengan cara pendidikan.
Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena saling melengkapi dan mendukung
antara satu sama lainnya.
Kebudayaan sebagai dinamika kehidupan manusia akan terus berkembang
sejalan dengan perkembangan zaman, percepatan perkembangan ilmu dan teknologi,
serta perkembangan proses pemikiran manusia. Perkembangan-perkembangan
tersebut tidak dapat disangkal dipengaruhi oleh pendidikan. Bila kebudayaan
berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat
mengubah kebudayaan. Tampak bahwa pendidikan berperan dalam mengembangkan
kebudayaan.
Pendidikan adalah medan manusia dibina, ditumbuhkan, dan dikembangkan potensi-
potensinya. Semakin potensi seseorang dikembangkan semakin ia mampu
menciptakan atau mengembangkan kebudayaan.
Untuk itulah diperlukan suatu kajian yang dapat dijadikan sebagai salah satu
gambaran arah konsep dan kebijakan pendidikan yang baik. Salah satu caranya adalah
dengan komparasi pendidikan di Indonesia dengan pendidikan di negara yang mutu
pendidikannya lebih baik. Komponen pendidik di Indonesia seharusnya juga
membandingkan diri dengan bangsa lain, dalam rangka mengembangkan kualitas diri
tersebut. Maka dalam hal ini penulis membahas tentang pendidikan dan nilai-nilai
budaya melalui perbandingan pendidikan antara indonesia, Australia, USA dan
Jepang. Penulis memilih beberapa Negara tersebut karena perkebangan pendidikan di
negara tersebut tidak terlepas dari nilai-nilai kebudayaan yang melekat dalam diri
bangsannya dan Negara-Negara tersebut juga memiliki kualitas tingkat pendidikan
yang tinggi dan diakui oleh dunia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan Pendidikan ?
2. Apa yang di maksud Nilai-Nilai Budaya ?
3. Apa yang di maksud Sistem Pendidikan?
4. Apa saja Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sistem Pendidikan Suatu Negara?
5. Apa Perbandingan Pendidikan Antara Indonesia, Australia, Usa Dan Jepang
Pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Pendidikan Dan Nilai-Nilai
Budaya: Perbandingan Pendidikan Antara Indonesia, Australia, Usa dan Jepang
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENDIDIKAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat. Pendidikan bertujuan membentuk agar manusia dapat menunjukkan
perilakunya sebagai makhluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam
masyarakatnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam upaya
mempertahankan kelangsungan hidup, baik secara pribadi, kelompok, maupun
masyarakat secara keseluruhan (Yayatharyati, 2011).
Carter V.Good dalam Dictinary of Education bahwa pendidikan itu mengandung
pengertian sebagai berikut.
a. Proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang
berlaku dalam masyarakatnya.
b. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang
terpimpin (misalnya sekolah) sehingga ia dapat mencapai kecakapan sosial dan
mengembangkan pribadinya.

Menurut Manan (1989 : 17) pendidikan adalah sebuah proses melalui kebudayaan
yang mengontrol orang dan membentuknya sesuai dengan tujuan kebudayaan.
Pendidikan sebagai upaya pengembangan sumber daya manusia dalam arti seluas-
luasnya dan kebudayaan sebagai milik seluruh bangsa, pada hakekatnya merupakan
dua hal yang berkaitan erat. Dinyatakan demikian karena pendidikan berlangsung
dalam suatu iklim budaya tertentu. Pendidikan yang dimaksud adalah suatu proses
kehidupan di dalam masyarakat.

Menurut Tatang (2010), pada dasarnya terdapat dua fungsi pokok pendidikan,
yaitu sebagai berikut.
a. Fungsi konservasi. Pendidikan berfungsi untuk mentransmisikan, mewariskan
atau melestarikan nilai- nilai budaya masyarakat atau mempertahankan
kelangsungan eksistensi masyarakat.
b. Fungsi inovasi/kreasi/transformasi. Pendidikan berfungsi untuk melakukan
perubahan dan pembaharuan masyarakat beserta nilai-nilai budayanya.

Kedua fungsi pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas, dapat kita pahami


dan riil terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat terdapat nilai-nilai,
pengetahuan, dan kelakuan-kelakuan berpola yang masih relevan dan dipandang baik
yang harus tetap dilestarikan. Sebaliknya, terdapat pula nilai-nilai, pengetahuan dan
kelakuan berpola yang sudah dipandang tidak relevan lagi dan tidak bernilai yang
perlu diubah atau diperbaharui. Adapun untuk melestarikan dan melakukan
pembaharuan atau perubahan tersebut masyarakat perlu melakukannya melalui
pendidikan.

Berdasarkan deskripsi pendidikan diatas, maka pendidikan sebagai upaya


menanamkan sikap dan keterampilan pada anggota masyarakat agar mereka kelak
mampu memainkan peranan sesuai dengan kedudukan dan peran sosial masing-
masing dalam masyarakat. Secara tidak langsung, pola ini menjadi proses
melestarikan suatu kebudayaan. Selain itu, pendidikan dapat dikatakan sebagai usaha
sadar dan terencana dalam upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang dilakukan sepanjang hayat. Pendidikan juga
sebagai upaya membangun budaya suatu masyarakat dalam menciptakan kehidupan
yang modern, maju, dan harmoni yang didasari oleh nilai-nilai budaya yang diyakini
bersama oleh suatu masyarakat.

B. NILAI-NILAI BUDAYA
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam
suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada
suatu kebiasaan, kepercayaan, simbol-simbol dengan karakteristik tertentu yang dapat
dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan
terjadi atau sedang terjadi. Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol,
slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu
lingkungan atau organisasi. Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini
yaitu :
a. Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)
b. Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut
c. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi
kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).

Nilai-nilai budaya adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap
wujud kebudayaan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia. Tata
hidup merupakan pencerminan yang konkret dari nilai budaya yang bersifat abstrak,
yaitu:

a. Kegiatan manusia dapat ditangkap oleh panca indera sedangkan nilai budaya
hanya tertangguk oleh budi manusia,
b. Nilai budaya dan tata hidup manusia ditopang oleh perwujudan kebudayaan
c. Sarana kebudayaan yang bersifat fisik yang merupakan produk dari kebudayaan
atau alat yang memberikan kemudahan dalam berkehidupan.

Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan


meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. E. B. Taylor (1871)
dalam bukunya Primitive Culture mendefenisikan kebudayaan sebagai keseluruhan
yang mencakup pengetahuan, kepercayaan seni, moral, hukum, adat serta kemampuan
dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Secara
lebih terperinci, Kuntiaraningrat (1974) membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur
yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi
kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta
sistem teknologi dan peralatan.

Sedangkan menurut Astrley Montagu (1961), suatu kebudayaan akan


mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Karena
dengan kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melahrkan berbagai
tindakan untuk menenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaan merupakan sebuah
konsep yang menyatu dalam kehidupan manusia dan merupakan seperangkat sistem
pengetahuan atau gagasan yang berfungsi menjadi blue print bagi sikap dan perilaku
manusia sebagai warga kesatuan sosialnya. Menurut Usman (2003) komponen-
komponen budaya terdiri dari:

a. Pranata sosial atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang tumbuh dikalangan


masyarakat,
b. Adat istiadat dan pola kebiasaan yang berlaku,
c. Proses sosial (kerjasama, akomodasi, konflik) di kalangan masyarakat,
d. Akulturasi, asimilasi dan integrasi dari berbagai kelompok masyarakat,
e. Kelompok dan organisasi sosial,
f. Pelapisan (strata) sosial di kalangan masyarakat,
g. Sikap dan persepsi masyarakat terhadap program dan kegiatan.

Dapat disimpulkan bahwa nilai- nilai budaya merupakan dasar bagi tatanan
kebidupan masyarakat. Artinya, dalam aspek kehidupan apapun, maka nilai-nilai
budaya merupakan acuan untuk bertindak terutama dalam masalah pendidikan.
Adapun nilai-nilai budaya yang berharga untuk diperjuangkan adalah:

a. Nilai Kejujuran
b. Nilai Patriotisme
c. Nilai Persaingan
d. Nilai Harmonis dan Kerjasama

C. SISTEM PENDIDIKAN
Sistem pendidikan adalah penyusunan standar proses pendidikan untuk
menentukan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sebagai upaya
ketercapaian Standar Kompetensi Lulusan. Dengan demikian, standar proses dapat
dijadikan pedoman oleh setiap guru dalam pengelolaan proses pembelajaran serta
menentukan komponen-komponen yang dapat mempengaruhi proses pendidikan.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas proses
pendidikan adalah pendekatan sistem. Melalui pendekatan sistem kita dapat melihat
berbagai aspek yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu proses.
Sistem pendidikan nasional merupakan keseluruhan komponen pendidikan
yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Komponen-komponen pendidikan tersebut diantaranya meliputi tujuan pendidikan,
struktur dan jenis pendidikan, dan manajemen pendidikan. Komponen-komponen
tersebut telah dipertimbangkan, diputuskan dan diterapkan oleh suatu bangsa untuk
mencapai kualitas dan tujuan yang telah ditetapkan (Sugiharty, 2011).

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM PENDIDIKAN


SUATU NEGARA
Frederich harbison dan Charles A Myers dalam bukunya yang berjudul “education
Manpower and Economic Growth Stategis of Human Resource Development”
mengemukakan beberapa factor-faktor yang mempengaruhi sistem pendidikan adalah
sebagai berikut:
a. Factor Historis
Menurut harbison dan mayer, faktor sejarah pertumbuhan masyarakat ditentukan
oleh tiga hal yang saling berkaitan, yaitu pendidikan, kemampuan manusia dan
pertumbuhan ekonomi. Atas pembagian di atas, harbison dan mayer membagi
negara-negara di dunia ini menjadi empat tingkat pertumbuhan sebagai berikut:
1. Negara yang belum berkembang
2. Negara-negara yang sebagian bidang kehidupannya telah mengalami
kemajuan
3. Negara-negara yang sedang mengalami setengah kemajuan, seperti Argentina,
Mesir, Mexico, India, Arab Saudi, Indonesia, dan Afrika Selatan.
4. Negara-negara yang telah mengalami kemajuan, seperti Jepang, Singapura,
Inggris, Amerika Serikat, China, Jerman, Perancis, Kanada, Australia, dan
Selandia Baru.

b. Faktor Geografis
Manusia atau bangsa hidup di suatu lingkungan alam tertentu yang berbeda-beda
situasi dan kondisi alamiahnya. Maka berbeda pula tuntutan hidup akibat
pengaruh faktor geografis, dan itu juga mempengaruhi sistem pendidikan yang
diperlukan di negara- negara yang bersangkutan. Pengaruh tersebur terlihat dari
dua aspek yaitu:
1. Aspek klimatologis atau iklim
2. Aspek lingkungan alam dan sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
c. Faktor Kehidupan Ekonomi
Faktor ekonomi sangat erat kaitannya dengan faktor geografis, karena
pembangunan ekomoni suatu negara bergantung pada faktor geografis, oleh
karena faktor geografis mengandung sumber kekuatan baik yang berupa modal
materil maupun modal dasar mental spiritual penduduknya. Sesungguhnya
pembangunan di bidang ekonomi merupakan refleksi dari kombinasi antara
sumber kemampuan manusia alam sekitar dan sistem kemasyarakatan serta
kebudayaannya. Kombinasi dari ketiga unsur ini sangat bertumpu pada faktor
geografis dimana proses kehidupan sehari- hari manusia berada dalam lingkupnya.

d. Politik Negara
Antara ekonomi dan politik hampir tak dapat dipisahkan, karena pembangunan
ekonomi memerlukan politik yang stabil, sedangkan stabilitas politik juga
memerlukan stabilitas ekonomi, satu sama lain saling mempengaruhi dan saling
memperkokoh. Bilamana dalam suatu negara kehidupan politiknya sedang kacau,
mustahil dapat diciptakan suatu keseimbangan yang serasi di dalam sistem
pendidikan. Politik negara merupakan kompas yang harus dijadikan pedoman
dalam langkah- langkah pengelolaanya.

e. Faktor Kehidupan Agama


Agama yang dipeluk oleh rakyat suatu negara menduduki tempat penting dalam
sistem kehidupan masyarakat. Mengingat peranan dan pengaruh agama dalam
kehidupan masyarakat di suatu negara, maka jika dikaitkan dengan sistem
pendidikan yang dikembangkan dalam suatu masyarakat, dapat menimbulkan
dampak seperti, di negara yang menindas kehidupan beragama secara mutlak
menguasai sistem pendidikan.

f. Faktor Kesukuan
Pengaruh kesukuan di beberapa negara terhadap sistem pendidikan menyebabkan
timbulnya pemisahan dan perpecahan kehidupan masyarakat atau bangsa kedalam
golongan-golongan yang saling berkonfrontasi antara satu sama lain. Di beberapa
negara seperti Amerika perbedaan warna kulit menyebabkan pemisahan sistem
pendidikan yang dapat menimbulkan sentiment rasialis.
g. Tingkat Kemajuan Peradaban
Setiap negara atau bangsa di dunia ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam
membangun dirinya sendiri untuk mencapai tingkat kemajuan peradaban bangsa
itu sendiri. Namun ada tiga faktor utama yang menjadi modal dasar kemajuan itu
yaitu:
1. Kemampuan manusia sendiri
2. Tingkat pendidikan
3. Pertumbuhan sistem kelembagaan masyarakat.

E. PERBANDINGAN PENDIDIKAN ANTARA INDONESIA, AUSTRALIA,


USA DAN JEPANG
Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia lndonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Karakteristik Sistem Pendidikan Nasional Indonesia Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 sebagai induk peraturan perundang- undangan pendidikan yang mengatur
pendidikan pada umumnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan mulai
dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi. Pada pasal 1 ayat 2 UU Sisdiknas
berbunyi: “Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayan nasional Indonesia, dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. Ini berarti bahwa teori-teori dan
praktik-praktik pendidikan yang diterapkan di Indonesia, haruslah berakar pada
kebudayaan Indonesia dan agama.
Dalam buku Pengantar Pendidikan, Redja Mudyahardjo (hal.191) membagi
empat bagian Karakteristik Pendidikan Nasional Indonesia, yaitu:
a. Karakteristik sosial budaya Sistem Pendidikan Nasional Indonesia berakar pada
kebudayan bangsa Indonesia yaitu kebudayan yang timbul sebagai usaha budi
daya rakyat Indonesia yang berbentuk kebudayaan lama dan asli,
kebudayaan baru yang dikembangkan menuju ke arah kemajuan adab, budaya,
dan persatuan dengan tidak menolak kebudayaan asing yang dapat
mengembangkan dan memperkaya kebudayaan sendiri serta mempertinggi
derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Sistem Pendidikan Nasonal Indonesia
berakar pada Bhineka TunggaL Ika yang harus menyerap dan mengembangkan
karakteristik geografi, demografis, sosial budaya, sosial politik, dan sosial
ekonomi daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia.
b. Karakteristik dasar dan fungsi Dasar yuridis formal dari sistem pendidikan
nasional Indonesia yang bersifat idiil adalah pancasila sebagai dasar negara
seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan yang bersifat
regulasi/mengatur bersumber pada pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945. Pasal 31
ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.” Ayat ini secara khusus berbicara tentang
pendidikan dasar 9 tahun (tingkat SD dan SLTP), bahwa target yang dikehendaki
adalah warga negara yang berpendidikan minimal setingkat SLTP.
c. Karakteristik tujuan Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dalam segala sektor, politik, ekonomi, keamanan, kesehatan dan
sebagainya. Yang makin menjadi kuat dan berkembang dalam memberikan
keadilan dan kemakmuran bagi setiap warga negara dan negara sehingga mampu
menghadapi gejolak apapun. Tujuan yang kedua adalah mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan YME dan berbudi luhur. Memiliki pengetahuan dan keterampilan.
Memiliki kesehatan jasmani dan rohani. Memiliki kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebanggaan.
d. Karakteristik Kesisteman (sistemik) Pendidikan Nasional merupakan satu
keseluruhan kegiatan dan satuan pendidikan yang dirancang dilaksanakan dan
dikembangkan untuk ikut berusaha mencapai tujuan nasional. Pendidikan
nasional mempunyai tugas utama agar tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran (Pasal 31 UUD 1945). Untuk membuka kesempatan
yang seluas-luasnya lewat jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah yang
menganut asas pendidikan seumur hidup. Pendidikan Nasional mengatur bahwa
jalur pendidikan sekolah terdiri atas tiga jalur utama yakni pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Kurikulum, peserta didik, dan
tenaga kependidikan tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan belajar mengajar.
Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional memuat penjelasan tentang satuan pendidikan, jalur pendidikan, jenis
pendidikan, dan jenjang pendidikan yang secara satu persatu akan di jelaskan.
a. Satuan Pendidikan Satuan pendidikan (sekolah atau luar sekolah)
menyelenggarakan kegiatan belajar- mengajar yang dilaksanakan di sekolah
atau di luar sekolah.
b. Jalur Pendidikan Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur
yaitu jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah. Jalur Pendidikan sekolah
merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan
belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan
luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah
melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan
berkesinambungan. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur
pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga yang
memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.
c. Jenis Pendidikan Sistem pendidikan nasional terdiri dari tujuh jenis pendidikan
yaitu pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa,
pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan
pendidikan profesional.

Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas:

a. Pendidikan Dasar
b. Pendidikan Menengah
c. Pendidikan Tinggi.

Selain jenjang pendidikan di atas, diselenggarakan pendidikan prasekolah.


Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan luar sekolah adalah
pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik di lembaga pemerintah,
nonpemerintah, maupun sektor swasta dan masyarakat.

F. PENDIDIKAN DI AUSTRALIA
Australia tidak dapat menahan masuknya orang Asia sehingga dia tidak dapat
menutup ekonominya bagi bangsa- bangsa Asia dan Pasifik, karena karena imigran
dari kedua benua itu masuk dengan jumlah dan waktu yang sangat cepat. Akibatnya,
Australia mengubah kebijakannya dari White Australia Policy ke multicultural policy.
Dampak dari perubahan kebijakan itu membuat orang Aborigin meningkatkan
kepercayaan dirinya. Pelaksanaan Pendidikan Multikultural dapat dibedakan tiga fase
perkembangan yaitu dari politik pasif ke arah asimilasi aktif (1945-1972), pendidikan
untuk kaum migran bersifat pasif. Artinya anak kaum imigran menyesuaikan diri
dengan sistem pendidikan yang ada. Karena ada kesulitan dalam penggunaan bahasa
Inggris bagi anak imigran diberikanlah bantuan laboratorium bahasa. Hingga tahun
1970-ankurikulum masih terpusat hingga menyulitkan di dalam menyesuaikan dengan
kebutuhan multietnis Australia.

a. Tujuan Pendidikan Multikultural adalah:


 Pengertian dan menghargai bahwa Australia pada hakekatnya adalah
masyarakat multibudaya di dalam sejarah, baik sebelum maupun sesudah
kolonisasi bangsa Eropa.
 Menemukan kesadaran dan kontribusi dari berbagai latar kebudayaan untuk
membangun Australia.
 Pengertian antar budaya melalui kajian-kajian tentang tingkah laku,
kepercayaan, nilai-nilai yang berkaitan dengan multikulturalisme.
 Tingkah laku yang memperkuat keselarasan antar etnis.
 Memperluas kesadaran akan penerimaannya sebagai seseorang yang
mempunyai identitas nasional Australia tetapi juga akan identitas yang spesifik
di dalam masyarakat multi budaya Australia.

Jenjang Pendidikan Formal Rentang persekolahan (spend of schooling) di


berbagai negara bagian dan wilayah terdapat persamaan dan sekaligus perbedaan,
baik dari segi penamaan maupun penjejangannya. Rentang persekolahan di Australia
yakni mulai dari TK (Kindergarten) sampai ke tahun ke-12 (pendidikan menengah),
dilanjutkan ke pendidikan tinggi. Nama-nama jenjang persekolahan di Australia
adalah Taman Kanak-kanak (Kindergarten) atau Prasekolah, Sekolah Dasar (Primary
School), dan Sekolah Menengah (Junior Secondary School dan Senior High School).
Pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah terdapat perbedaan lama.

Pendidikan dari masing-masing negara bagian dan wilayah daratan, ada yang
pendidikan dasarnya 6 tahun dan pendidikan menengah juga 6 tahun, serta ada yang
pendidikan dasarnya 7 tahun dan pendidikan menengahnya 5 tahun. Ini dikarenakan
berdasarkan Konstitusi Australia, pendidikan adalah tanggung jawab negara bagian.
Pada setiap negara bagian, seorang Menteri Pendidikan dengan sebuah departemen
Pendidikan melaksanakan Pendidikan dasar dan menengah, dan adakalanya juga
Pendidikan Prasekolah pada daerah itu. Sehingga masing-masing negara bagian dan
wilayah daratan mempunyai otoritas sendiri dalam pelaksanaan pendidikannya. Untuk
negara bagian dan wilayah daratan New South Wales, Victoria, Tasmania dan
Australian Capital Territory, jenjang pendidikan dasar 6 tahun dan pendidikan
menengah 6 tahun, terdiri dari: Jenjang Pendidikan Pendidikan Dasar (Primary
School) Pendidikan Menengah (Junior Secondary SchoolSenior High School) Untuk
negara bagian dan wilayah daratan Queensland, Lama pendidikan 6 tahun 4 tahun 2
tahun Australia Selatan, Australia Barat dan Northern Territory, jenjang pendidikan
dasar 7 tahun dan pendidikan menengah 5 tahun, terdiri dari: Jenjang Pendidikan
Pendidikan Dasar (Primary School) Pendidikan Menengah (Junior Secondary School
Senior High School) Lama pendidikan 7 tahun 3 tahun 2 tahun Jenjang pada
pendidikan tinggi, lama pendidikan untuk memperolah gelar sarjana masingmasing
perguruan tinggi atau universitas mungkin sedikit berbeda. Berikut adalah lama
pendidikan tinggi secara umum di Australia, adalah sebagai berikut : Tingkat
kualifikasi Sertifikat Diploma Bachelors degree Graduate Certificate Graduate
Diploma Masters degree PhD Durasi waktu 6-24 bulan 1,5 tahun-3 tahun 3-5 tahun 6
bulan 1 tahun 1-2 tahun 4-5 tahun.

G. PENDIDIKAN DI USA
Karakteristik utama sistem pendidikan Amerika Serikat adalah berkarakter
desentralisasi. Pemeintah federal, negara bagian, dan pemerintah daerah memiliki
aturan dan tanggung jawab administrasi masing-masing yang sangat jelas. Amerika
Serikat tidak mempunyai sistem pendidikan yang terpusat atau yang bersifat nasional.
Namun bukan berarti pemerintah federal tidak memberikan arah dan pengaruhnya
terhadap masalah pendidikan. Badan legislatif, yudikatif dan eksekutif federal sangat
aktif dalam proses pembuatan keputusan mengenai pendidikan. Pemerintah federal
menyamakan alokasi pendanaan sekolah, menyediakan akses pendidikan bagi orang
miskin dan orang cacat. Tujuan sistem pendidikan di Amerika antara lain : 1) untuk
mencapai kesatuan dalam kebhinekaan 2) untuk mengembangkan cita-cita dan
praktek demokrasi 3) untuk membantu pengembangan individu 4) untuk memperbaiki
kondisi sosial masyarakat 5) untuk mempercepat kemajuan nasional
Pengangkatan guru adalah wewenang pemerintah negara bagian. Masing-
masing negara bagian mempunyai ketentuan sendiri mengenai persyaratan untuk
memperoleh sertifikat mengajar. Ada negara bagian yang meminta persyaratan
mengajar, seperti menguasai tentang penyuluhan narkoba, menguasai bidang
komputer dan sebagainya. Ada pula negara bagian yang memberikan sertifikat
mengajar untuk lulusan sarjana (S.1), tahap sertifikat kedua untuk lulusan Magister
(S.2). Kemudian memberikan ujian tertulis dan praktek mengajar sebagai syarat
pengangkatan guru. Negara bagian juga mengeluarkan sertifikat untuk staf
administrasi sekolah- kepala sekolah dan kakanwil pendidik.
Tentang kurikulum dan metodologi pengajaran di Amerika Serikat, bahwa
pemikir pendidik selalu mengembangkan inovasi baru. Maka muncullah kurikulum
terintegrasi (integrated curriculum), metode mengajar yag berpusat pada siswa
(student centered teaching method), pengajaran atas dasar kemampuan dan minat
individu (individualized instruction), dan sekolah alternative.
Sistem pendidikan di Amerika mempunyai sifat yang khas yang berbeda dari
sistem pendidikan di negara-negara lain. Hal ini terutama karena sistem
pemerintahannya yang mendelegasikan kebanyakan wewenang kepada negara bagian
dan pemerintahan lokal (distrik atau kota). Amerika tidak memiliki sistem pendidikan
nasional yang ada adalah sistem pendidikan dalam artian terbatas pada masing-masing
negara bagian. Hal ini berdasarkan pada filosofi bahwa pemerintah (federal/pusat)
harus dibatasi perannya, terutama dalam pengendalian kebanyakan fungsi-fungsi
publik seperti sekolah, pelayanan sosial dan lain-lain. Karena itu di Amerika dalam
pendidikan dasar dan menengah tidak ada kurikulum nasional bahkan tidak ada
kurikulum negara bagian. Apa yang ada hanyalah semacam standar-standar
kompetensi lulusan yang ditetapkan pemerintahan negara bagian ataupun
pemerintahan lokal.
Di Amerika Serikat sendiri terdapat beberapa lembaga akreditasi baik
regional maupun nasional yang mengakreditasi berbagai bidang pendidikan maupun
bidang profesional. Tetapi lembaga akreditasi itu tidak terkait dengan pemerintah baik
pusat maupun pemerintahan negara bagian. Lembaga akreditasi tersebut memperoleh
pengakuan melalui dua lembaga yaitu: Council Of Higher Education Accreditation
(CHEA) dan US. Department of Education. AS ketika ingin membentuk masyarakat
baru-pasca kemerdekaannya (4 Juli 1776) baru disadari bahwa masyarakatnya terdiri
dari berbagai ras dan asal negara yang berbeda. Oleh karena itu, dalam hal ini
Amerika mencoba mencari terobosan baru yaitu dengan menempuh strategi
menjadikan sekolah sebagai pusat sosialisasi dan pembudayaan nilai-nilai baru yang
dicita-citakan. Melalui pendekatan inilah, dari SD sampai Perguruan Tinggi, AS
berhasil membentuk bangsanya yang dalam perkembangannya melampaui
masyarakat induknya yaitu Eropa.
Kaitannya dengan nilai-nilai kebudayaan yang perlu diwariskan dan
dikembangkan melalui sistem pendidikan pada suatu masyarakat, maka AS memakai
sistem demokrasi dalam pendidikan yang dipelopori oleh John Dewey. Intinya adalah
toleransi tidak hanya diperuntukkan untuk kepentingan bersama akan tetapi juga
menghargai kepercayaan dan berinteraksi dengan anggota masyarakat.

H. PENDIDIKAN DI JEPANG
Jepang merupakan suatu negara yang mengalami perkembangan sangat pesat
dalam bidang IPTEK. Meskipun pada awalnya pendidikan Jepang meniru AS, namun
pada bentuk akhir yang dipakai sampai saat ini ternyata berbeda. AS menerapkan
sistem pendidikan modern, sedangkan Jepang bersifat konservatif. Dalam hal ini
Jepang melakukan penyesuaian terhadap budaya bangsa sendiri. Pendidikan Jepang
adalah egalitarian (persamaan derajat dan kognitif), dimana Jepang mengabaikan
perbedaan latar belakang, semua dianggap sama dan tidak diskrimninasi antara
keluarga kaya dengan miskin, dalam memuji murid yang (dianggap) pandai dengan
yang (dianggap) bodoh. Semuanya adalah sama. Dalam hal biaya pendidikan, praktis
tidak ada perbedaan biaya yang dikeluarkan oleh setiap murid dalam jenjang yang
sama, meskipun yang satu berada dalam sekolah yang ada teknologi TV, LCD,
komputer dan yang satu hanya menggunakan papan tulis biasa.
Tujuan Pendidikan Nasional di Jepang adalah untuk meningkatkan perkembangan
kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individu, dan menanamkan jiwa yang
bebas. Pendidikan di Jepang mulai mengalami kemajuan sejak dilakukannya
reformasi pendidikan pada masa Restorasi Meiji (Meiji Ishin) dan bertambah pesat
setelah masa pendudukan AS, setelah kekalahan Jepang dalam PD II. Reformasi
pendidikan Jepang dilakukan dengan mengikuti konstitusi baru yang
diterapkan AS pada tahun 1947. Reformasi pendidikan tersebut memiliki tujuan untuk
menciptakan masyarakat yang demokratis. Dalam reformasi tersebut ditetapkan UU
Pendidikan yang pokok-pokoknya mengandung:
a. Prinsip Legalisme, bahwa mekanisme pengelolaan diatur dengan UU dan
peraturan.
b. Prinsip Administrasi yang Demokratis, bahwa system administrasi pendidikan
harus dibangun berdasarkan konsensus nasional dan mencerminkan kebutuhan
masyarakat dalam membuat formulasi kebijakan pendidikan dan prosesnya.
c. Prinsip Netralitas, bahwa pewenangan pendidikan harus independen dan tidak
dipengaruhi dan diinterfensi oleh kekuatan politik.
d. Prinsip Penyesuaian dan Penetapan Kondisi Pendidikan, bahwa pemegang
kewenangan pusat dan lokal mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan
kesempatan pendidikan yang sama bagi semua dengan menyediakan fasilitas
pendidikan yang cukup.
e. Prinsip Desentralisasi, bahwa pendidikan harus dikelola berdasarkan
otonomi pemerintahan lokal.

Untuk menyempurnakan tujuan pendidikan, tahun 2001 Kemenpen Jepang


mengeluarkan rencana reformasi pendidikan (Rainbow Plan) yang sesuai dengan
problematika di Jepang, antara lain berisi:

a. Mengembangkan kemampuan dasar skholastik siswa dalam model pembelajaran


yang menyenangkan. Ada 3 pokok arahan yaitu, pengembangan kelas kecil terdiri
atas 20 anak/kelas, pemanfaatan TIK dalam proses belajar mengajar, dan
pelaksanaan evaluasi belajar secara nasional.
b. Mendorong pengembangan kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat dan
terbuka melalui aktifnya siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga perbaikan
mutu pembelajaran moral di sekolah.
c. Mengembangkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan jauh dari tekanan,
dengan melakukan kegiatan ekstrakurikuler OR, seni, dan sosial lainnya.
d. Menjadikan sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan
masyarakat. Dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah secara mandiri,
evaluasi sekolah oleh pihak luar, pembentukan school councillor, komite sekolah
yang beranggotakan orang tua, dan pengembangan sekolah berdasarkan keadaan
dan permintaan masyarakat setempat.
e. Melatih guru menjadi tenaga profesional.
f. Pengembangan universitas bertaraf internasional.
g. Pembentukan filosofi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru,
melalui reformasi konstitusi pendidikan.

Sistem pendidikan di Jepang dibangun atas empat tingkat, yaitu: pusat,


perfektual (antara Provinsi dan Kabupaten), municipal (antara Kabupaten dan
Kecamatan), dan sekolah. Sistem administrasi tersebut menerapkan kombinasi antara
sentralisasi, desentralisasi, Manajemen Berbasis Sekolah (School Based
Management), dan partisipasi masyarakat. Di samping itu, terdapat asosiasiasosiasi
kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua yang mendukung pengembangan sekolah.

Pengembangan Kurikulum di Jepang Panduan tentang muatan pembelajaran


termuat dalam GAKUSYUUSHIDOUYOURYOU (dokumen lengkap tentang tujuan
PBM sekolah, materi pelajaran, pendidikan moral dan kegiatan khusus sebagai
standar minimum yang harus dicapai oleh sekolah negeri, publik, dan swasta) yang
pertama kali dibuat pada tahun 1947 bertepatan dengan lahirnya UU Pendidikan di
Jepang. Perubahan kurikulum mengikuti pola 10 tahunan dengan memperhatikan
perubahan sosial dan ekonomi masyarakat Jepang dan dunia. Dengan demikian
pendidikan tidak lagi hanya sekedar jiplakan dari hal-hal yang tertera dalam
kurikulum, tetapi merupakan pengembangan standar minimal program yang
berorientasi kesiswaan.

Pendidikan Jepang tidak lepas dari pendidikan moral (karakter) yang diberikan
pada setiap jenjang kelas sekolah yang diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan
sehingga tercipta karakter bangsa Jepang (ulet, pekerja keras, gigih, jujur, toleransi
dan kesetiakawanan yang tinggi).

Kurikulum Jepang terdiri atas tiga kategori:

1. Mata pelajaran akademik (wajib dan pilihan)


2. Pendidikan moral
3. Kegiatan khusus.

Di Jepang sendiri, meskipun ada pelajaran moral (doutoku) dan ada


kurikulumnya secara spesifik apa yang harus diajarkan, namun apa definisi moral,
baik-buruk, benar-salah, sama sekali tidak ada batasannya. Penekanannya lebih
kepada nilai-nilai yang dianggap baik secara universal, seperti nilai-nilai kejujuran,
kerja keras, menghormati hak orang lain, disiplin, rasa malu ketika tidak memenuhi
kewajiban, dan sebagainya. Di Jepang sendiri, dengan kualitas guru-guru yang sangat
baik, pendidikan moral yang didukung dengan sistem pendidikan, serta undang-
undang yang fokus pada pembentukan karakter di sekolah dasar dan menengah, bisa
sukses menanamkan nilai-nilai yang diajarkan tadi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya sistem pendidikan di Indonesia Australia, USA, dan Jepang dalam hal
jenjang pendidikan hampir sama, yang membedakannya adalah jenis- jenis sekolah
atau keterampilan yang diajarkannya terdapat perbedaan. Kultur budaya yang sangat
mengakar dalam sejarah AS bahwa pendidikan menjadi tugas bagi keluarga dan
masyarakat. Pendidikan antara Indonesia dan Australia tidaklah terlalu berbeda, yang
membedakannya adalah perbedaan tingkat satuan pendidikan dari sistem kedua
negara tersebut. Perbedaan lainnya adalah sistem pendidikan Australia sedikit lebih
fleksibel dari Indonesia. Bila Jepang menganut prinsip pendidikan humanis, maka
Indonesia nampak sekali menganut prinsip behavioristik yang sangat dehumanis
dalam sistem pendidikannya. Namun demikian, sistem pendidikan Jepang tersebut
telah terbukti memberikan dampak positif terhadap optimalisasi prestasi peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tatang M.(2011). “Pengertian Sarana dan Prasarana Pendidikan.”[Online].


Tersedia : Tatangmanguny.wordpress.com. Diakses: tanggal 20 Oktober 2016

Frederick Harbison & Charles A. Myers. 1984. Manpower and Education: Country Studies in

Economic Development. New York: McGraw-Hill Book Company.

Ichsan. 2008. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan Nasional.

Karim, I.H. 2012. Perbedaan Tingkat Satuan Pendidikan Indonesia Dan Australia.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Lhani, M. 2009. Potret Pendidikan Amerika Serikat.

Lubis, I. 2012. Perbandingan Sistem Pendidikan Jepang Dengan Indonesia.

Montagu, A.M.F., 1960, An Introduction to Physical Anthropology, 3rdedn, Charles C

Thomas Publisher, U.S.

Nababan. 2009. Peranan Sistem Pendidikan Nasional dalam Mengembangkan Nilai-Nilai

Budaya. Medan: Universitas HKBP Nommensen. Makalah ini disampaikan


pada The 1st International Symposium on Education tanggal 20 Oktober 2016.

Nur, Agustiar Syah. (2001). Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara. Bandung : Lubuk
Agung.

Redja Mudyahardjo, (2002). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Smith, Dan. (1999). The State of the World Atlas. London: Penguin Reference

Suparyo, Yossy. 2005. Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) UU

No.20 Tahun 2003 beserta Penjelasannya. Yogyakarta:Media Abadi

Yayatharyati. 2011. Kaitan Antara Kebudayaan Dan Pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai