Anda di halaman 1dari 10

PAPER

METODE DETEKSI INFEKSI VIRUS

Disusun Oleh (2B) :


1. Alya Cidar Munajilan P27903116045
2. Fikri Ardiansyah Novian P27903116052
3. Novi Sri Wahyuni P27903116066
4. Nurkholifah P27903116067

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


POLTEKKES KEMENKES BANTEN
2018
METODE DETEKSI INFEKSI VIRUS

A. Metode Serologi
Uji serologi adalah suatu diagnosa laboratorium yang melibatkan suatu
serum yang berfungsi mendeteksi adanya suatu suatu antigen. Antigen dideteksi
karena adanya suatu reaksi dengan antibody atau antiserum yang terdapat pada
suatu serum. Dalam mendeteksi suatu antigen virus, uji ini didasarkan pada
interaksi langsung antara virion dan antigen virus.
1. Rapid Diagnosis
Merupakan metode uji serologis yang sesuai dan mudah digunakan
untuk mendeteksi antobodi yang dihasilkan saat ada infeksi atau vaksinasi bakteri
Mycoplasma sp. dan Salmonella sp. Metode uji ini juga relatif fleksibel karena
dapat dilakukan di laboratorium maupun langsung
Cara metode uji ini juga sangat mudah, hanya dengan mencampur satu
tetes serum dengan satu tetes antigen kemudian dikocok selama 2 menit. Jika
terjadi aglutinasi (penggumpalan) maka reaksi dinyatakan positif dan sebaliknya
jika tidak terjadi aglutinasi hasil uji serologis dinyatakan negatif. Oleh karena itu,
metode uji serologis ini hanya menunjukkan ada tidaknya titer antibodi, namun
tidak bsia menentukan tinggi rendahnya (nilai) dari antibodi yang terdapat dalam
tubuh ayam.
2. Uji Hambatan Aglutinasi
Uji aglutinasi merupakan salah satu uji serologi yang digunakan untuk
mendiagnosa suatu penyakit. Teknik ini merupakan sebuah metode klasik dalam
penetapan antibodi atau antigen. Antigen bentuk partikel direaksikan dengan
Antibodi spesifik membentuk Aglutinasi/gumpalan daripada partikel atau sel
tersebut. Teknik ini disebut aglutinasi direk. Akan tetapi karena pada umumnya
Antibodi mempunyai lebih dari satu reseptoe terhadap antigen, maka Ab dapat
bereaksi dengan molekul antigen lain yang mungkin sudah berikatan dengan Ab,
sehingga berbentuk gumpalan kompleks Ag-Ab.
Contoh pemeriksaan :
a) Widal
b) Golangan darah
c) Tes kehamilan
 Macam – macam Pemeriksaan Aglutinasi
1. Aglutinasi Indirect
Menggunakan Antibodi yang tidak berlabel (yang berikatan
spesifik dengan antibodi pertama) semakin banyak ikatan antibodi
sekunder sinyal floresen semakin meningkat. Faktor yang
mempengaruhi : afinitas konjugat antigen terhadap carrier, waktu
inkubasi dengan serum penderita dan interaksi yang terjadi pada
lingkungan mikro (pH dan konsentrasi protein). Contoh
pemeriksaan : tes streptococcus grup A, Treponema pallidum,
hormon tiroid, dan deteksi anti-Hbs
2. Aglutinasi Direk
Hambatan aglutinasi antara human chorionic gonadotropoin (HCG)
dalam urin selama proses kehamilan berlangsung dengan lateks
yang secara kimiawi dengan adanya HCG bebas dalam urin maka
antibodi akan dinetralkan sehingga tidak terjadi penggumpalan.
Salah satu contoh teknik aglutinasi direk adalah reaksi widal. Yang
merupakan uji serologi untuk menenggakan diagnosis penyakit
typhus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella. Uji serologi ini
menyatakan adanya antibodi terhadap antigen salmonella. Untuk
menetapkan antibodi terhadap antigen yang berupa partikel atau sel
contoh pemeriksaan : reaksi Widal (deteksi antibodi terhadap
S.tiphy), penyakit hemolitik, tes rheumatoid faktor (IgM dan IgG),
tes syphilis dan tes kehamilan.
3. Uji Netralisasi
Uji netralisasi virus dapat digunakan untuk mengukur titer antibodi
secara kuantitatif. Selain itu uji netralisasi dilakukan juga dalam identifikasi virus
yang tidak diketahui dengan menggunakan antisera yang sudah diketahui. Uji
netralisasi terdiri dari dua tahap.
 Tahap pertama adalah virus dengan titer tertentu direaksikan dengan serum
pada beberapa titer tertentu didalam sebuah tabung uji. Campuran virus
dan serum diinkubasi bersama pada temperatur standar untuk jangka
waktu tertentu.
 Tahap kedua, dilakukan pembiakan virus-virus yang tidak ternetralisasi ke
sistem indikator (media biakan). Setelah diinkubasikan dilakukan
pengamatan terhadap hasil pembiakan. Serum yang akan diuji netralisasi
harus disterilkan dahulu, bebas bahan kimia dalam penyimpanannya
(phenol, formalin dan lainnya) serta telah diinaktivasi. Inaktivasi
dilakukan dengan pemanasannya 560C selama 30 menit, pemanasan
tersebut akan merusak substansi nonspesifik penghambatnya yang
menghambat reaksi Ab dengan virus. Strain virus yang digunakan untuk
uji netralisasi harus mempunyai titer yang tinggi, tidak serumpun dengan
virus uji, serta adaptasinya sangat baik dengan metode yang digunakan.
Virus yang digunakan juga harus murni dan bebas dari bakteri, fungi
atau mikoplasma. Sebagai pelarut dapat digunakan media kultur sel. Prosedur uji
netralisasi yang digunakan atau dikenal saat ini yaitu prosedur uji netralisasi-ß dan
prosedur uji netralisasi-α (Swayne et al.1998). Pada uji netralisasi-ß serum yang
diuji diencerkan secara seri atau desimal dan virus standarnya bertiter tetap. Uji
ini memiliki keuntungan yaitu volume serum uji yang digunakan sedikit. Pada uji
netralisasi-α virus diencerkan secara serial serta diencerkan dengan serum tetap
pada titer tertentu (tampa pengencer).
Campuran virus dan serum diinkubasi dan dihitung untuk residual
virus yang terkandung didalamnya yang dinyatakan dengan Lethal Dose50
(LD50) atau Infectious Dose50 (ID50)

4. Tes Fiksasi Komplemen (Complement Fixation Test)


Tes fiksasi komplemen merupakan teknik imunologi yang digunakan
untuk menentukan antigen spesifik atau antibody apabila ada dalam serum pasien.
Metode ini sangat umum digunakan untuk membedakan dan menemukan
penyebab infeksi. Pada umumnya digunakan untuk pemeriksaan mikroorganisme
yang sulit di identifikasi melalui metode pembiakan. Akan tetapi metode ini telah
tergantikan oleh metode serological lainnya dalam dignosa klinik seperti
ELISA dan metoda identifikasi patogen yang didasarkan pada DNA khususnya
polymerase chain reaction (PCR)
Pada teknik fiksasi komplemen, komplemen digunakan ketika antigen
bereaksi dengan antibodi. Komplemen dapat ditemukan pada serum babi Guinea.
Ketika sel darah merah ditambahkan dengan anti-red-cell-antibody, sel darah
merah akan lisis ketika ditambahkan komplemen (hasil tes negatif). Apabila
dalam serum mengandung antibodi maka complemen akan menfiksasi ikatan
antigen dan antibodi sehingga ketika ditambahkan anti-red-cell antibodi tidak
menghasilkan hemolisis sehingga tes menunjukkan hasil positif.
5. Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Metode yang cepat dan sensitif untuk identifikasi atau mengukur
jumlah kecil dari virus antigen atau antivirus antibodi. Mungkin antigen yang
spesifik (dalam kasus ELISA untuk mendeteksi antibodi) atau antibodi (dalam
kasus yang spesifik antigen ELISA) itu ke perkembangan lebih baik. Sebuah
antibodi spesifik untuk tes spesifik antigen, yang telah dikonjugasikan dengan
enzim molekul (seperti alkali phosphatase atau peroksidase horseradish ),
kemudian ditambahkan.

ELISA sebagai salah satu metode uji serologis mempunyai satu


kelebihan yaitu mampu mendeteksi beberapa jenis antibodi dari 1 sampel serum
(tergantung dari kit ELISA yang digunakan). ELISA juga memiliki tingkat
spesifikasi (yaitu kemampuan mendeteksi ayam yang tidak terinfeksi atau ayam
yang tidak terinfeksi dinyatakan negatif) yang tinggi. Peralatan yang digunakan
dalam uji serologis melalui ELISA salah satunya ialah microreader

Metode uji ini banyak digunakan untuk mendeteksi infeksi virus (IB
atau IBD) maupun bakteri, seperti Salmonella sp. dan Pasteurella multocida.
ELISA juga merupakan metode uji serologis yang cepat untuk menguji sampel
dalam jumlah besar. Namun peralatannya, seperti reader, washer dan komputer
relatif mahal.
Seperti immunofluorescence, ELISA assays dapat mengandalkan
langsung atau tidak langsung deteksi tes spesifik antigen. Selama waktu inkubasi,
substrat berwarna untuk enzim yang diubah menjadi ' produk, sehingga
memperkuat sinyal yang dihasilkan oleh jumlah yang sangat kecil dari spesifik
antigen. Intensitas produk dengan mudah dapat diukur dalam secara khusus
spectrophotometer (' piring pembaca '). ELISA assays bisa menjadi mekanik dan
karena itu cocok untuk tes pada jumlah klinik besar.

6. Pemeriksaan HIV/AIDS
Tes HIV adalah tes yang dilakukan untuk memastikan apakah
individu yang bersangkutan telah dinyatakan terkena HIV atau tidak, tes HIV
berfungsi untuk mengetahui adanya antibodi terhadap HIV/mengetes adanya
antigen HIV dalam darah. Ada beberapa jenis tes yang biasa dilakukan
diantaranya yaitu, tes ELISA, tes Dipstick, dan tes Western blood. Masing-masing
alat tes memiliki sensitifitas atau kemampuan untuk menemukan orang yang
mengidap HIV dan spesifitas atau kemampuan untuk menemukan individu yang
tidak mengidap HIV.
Untuk tes antibodi HIV semacam ELISA memiliki sensitifitas yang
tinggi. Dengan kata lain presentase pengidap HIV yang memberikan hasil negatif
palsu sangat kecil. Sedangkan spesifitasnya adalah antara 99,7 %- 99,90% dalam
arti 0,1 % - 0,3 % dari semua orang yang tidak berantibodi akan dites positif
untuk antibodi tersebut. Hasil ELISA positif perlu diperiksa ulang (dikonfirmasi)
dengan metode western blood yang mempunyai spesifitas yang lebih tinggi.
a) Syarat dan prosedur tes darah HIV/AIDS :
 Bersifat rahasia
 Harus dengan konseling pra tes
 Tidak ada unsur paksaan
b) Tahapan HIV/AIDS :
Pretes konseling
 Identifikasi resiko perilaku seksual (pengukuran tingkat resiko
perilaku)
 Penjelasan arti hasil test dan prosedurnya (positif / negatif)
 Identifikasi kebutuhan pasien setelah mengetahui hasil tes
 Rencana perubahan perilaku
c) Pengobatan HIV/AIDS
Pengobatan HIV/AIDS belum dapat disembuhkan, sampai saat ini
belum ada obat-obatan yang dapat menghilangkan HIV dari dalam tubuh individu.

B. Metode PCR
PCR merupakan suatu amplifikasi DNA enzimatik yang sangat sensitif
dan spesifik terhadap suatu organisma tertentu berdasarkan target gen primer yang
dimiliki. Kelebihan dari pemeriksaa PCR adalah dapat mendeteksi DNA
organisma tertentu walaupun dengan spesimen dalam jumlah yang sangat sedikit
dan pengambilan spesimen dapat diambil dari tempat mana saja yang kita duga
mempunyai suatu kelainan.

Prinsip pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah untuk


mengamplifikasi DNA/RNA target yang spesifik (contoh: virus hepatitits B) dari
suatu spesimen. Sebelum dilakukan PCR, DNA diekstraksi dari spesimen tersebut
(dapat menggunakan kit komersial). setelah diekstraksi asam nukleat target
(spesifik untuk virus hepatitis B) ditambahkan dalam suatu tabung ependorf yang
mengandung campuran reaksi yang mengandung semua komponen yang
diperlukan untuk PCR (pasang primer yang spesifik, dNTP, enzim polymerase,
buffer). campuran tersebut kemudian dimasukkan kedalam suatu thermal cycler.
Pada prosedur pemeriksaan PCR, terdiri dari 3 tahap :
1) Denaturasi
Proses pemisahan double stranded DNA menjadi single stranded. Suhu
denaturasi bisanya sekitar 94%C.
2) Annealing
Proses penempelan primer pada single stranded DNA. Primer adalah
urutan asam nukleat single stranded (sekitar 20-30 nukleotida) yang spesifik untuk
target asam nukleat (contoh hepatitis B). target primer biasanya sekitar 50-1000
pasang basa. Suhu annealing disesuaikan dengan susunan asam nukleat pada
primer, biasanya sekitar 50oC-58oC, atau lebih tinggi. Begitu primer menempel
pada asam nukleat target maka replikasi DNA secara invitro dimulai.
3) Extension
Proses pemanjangan sekuens yang komplementer dengan template
target. Begitu terjadi annealing, DNA ploymerase bekerja melakukan extension.
Taq poymerase adalah enzim yang biasanya dipakai untuk primer extension pada
suhu72oC. PCR dapat dilakukan sebanyak 25-30 siklus, atau lebih, tergantung
perkiraan jumlah asam nukleat target dalam suatu DNA hasil ekstraksi.
DAFTAR PUSTAKA

http://masselekang.blogspot.co.id/2010/12/imunodiagnostik-dan-serologi-
pada.html (diakses pada tanggal 27 Maret 2018)
http://riset.fk.unsoed.ac.id/2017/04/16/prinsip-elisa/ (diakses pada tanggal 27
Maret 2018)

Anda mungkin juga menyukai