ELISA
(Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)
DISUSUN OLEH :
Linda Asnasari
148114031
148114032
Bella Anggelina
148114033
148114034
148114035
148114036
Nourmalita Pertamasari
148114037
LABORATORIUM BIOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
ELISA
(Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)
PENDAHULUAN
A. Sejarah
Di tahun 1961 Peter Perlmann mengembang suatu proyek mengenai kuantitatif
immunoassay. Di waktu itu radioimmunassay berada pada masa kejayaannya, tetapi Peter
Perlmann dan kawan kawan percaya bahwa teknik immunologi yang sangat sensitive ini
memiliki potensi yang sangat besar. Teknik ini adalah teknik untuk pelabelahan antibodi
dengan enzim untuk tujuan imunohistokimia (Perlmann, Peter dan Engval, 1987)
Di tahun 1970 Peter Perlmann dan kawan kawan menemukan cara kuantitatif enzim
yang disebut ELISA ( Enzim Linked Immunosorbent Assays) telah banyak mengalami
modifikasi sejak pertamakali teknik ini diperkenalkan. Ciri utama ELISA adalah
digunakannya enzim ( alkalin fosfatase atau peroksidase )untuk reaksi imunologi. ELISA
digunakan pertama kali pada tahun 1969 untuk deteksi virus. Ikatan kovalen antara molekul
immunoglobulin dan enzim dapat digunakan untuk mengamplifikasi reaksi antigen- antibody
(Atkin, 2006 ).
Enzim-Linked Immunosorbent assay (ELISA) adalah salah satu yang paling sensitif dan
teknologi direproduksi tersedia. Tes ini cepat, sederhana untuk melakukan dan mudah
otomatis. Di tahun 1985 pertama kali ELISA digunakan untuk penyakit menular bursal (IBD)
dan ELISA untuk ternak komersial pertama untuk penyakit Aujeszky.Seperti halnya uji,
reproduktifitas dan keandalan ELISA bergantung pada teknik yang tepat dan perhatian
terhadap detail (IDEXX, 2013).
B. Teknologi ELISA
ELISA adalah tes cepat yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur antibodi atau
antigen terhadap virus, bakteri dan bahan lainnya. Metode ini dapat digunakan untuk
mendeteksi berbagai agen infeksi yang menginfeksi unggas dan ternak.
C. Prinsip ELISA
Antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu permukaan yang
berupa microtiter. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara
penempelan secara non spesifik dengan adorbsi ke permukaan microtiter, dan penempelan
secara spesifik dengan menggunakan antibodi yang diuji (cara ini digunakan pada teknik
ELISA sandwich). Antibodi atau antigen spesifik yang telah ditautkan dengan suatu enzim
signal (disesuaikan dengan sampel bila sampel berupa antigen, maka digunakan antigen
spesifik, sedangkan bila sampel berupa antibodi, maka digunakan antigen spesifik),
dicampurkan ke atas permukaan tersbut, sehingga dapat terjadi interaksi antara antibodi
dengan antigen yang bersesuaian. Kemudian, ke atas permukaan tersebut dicampurkan suatu
substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat tersebut dicampurkan ke
permukaan, enzim yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang beinteraksi dengan
antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan suatu signal
yang dapat dideteksi. Pada saat ELISA flouresence misalnya, enzim yang bertaut dengan
antibodi atau antigen spesifik akan berekasi dengan substrat dan menimbulkan signal yang
berupa pendaran flouresence.
ISI
A. Format Elisa
ELISA dibagi menjadi beberapa format, yaitu :
1. Format Tidak Langsung :
Format ELISA tidak langsung merupakan teknik ELISA yang paling sederhana.
Dalam ELISA tidak langsung yang dideteksi dan diukur konsentrasinya merupakan
antibodi. Format ini menggunakan suatu antigen spesifik (monoklonal) serta antibodi
sekunder spesifik tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang
diinginkan pada sampel yang diuji.
Prosedur kerjanya yaitu :
1. Mikrotiter diisi dengan larutan yang mengandung antigen spesifik sehingga antigen
spesifik tersebut dapat menempel pada bagian dinding lubang microtiter.
2. Mikrotiter dibersihkan untuk membuang antigen yang tidak menempel pada dinding
lubang mikrotiter
3. Larutan sampel yang mengandung antibodi yang diinginkan, dimasukkan ke dalam
lubang-lubang mikrotiter sehingga terjadi interaksi antara antigen spesifik dengan
antibodi yang diinginkan
4. Mikrotiter kembali dibilas untuk membuang antibodi yang yang tidak berinteraksi
dengan antigen spesifik
5. Ke dalam lubang mikrotiter dimasukkan larutan yang berisi antibodi sekunder spesifik
tertaut enzim signal sehingga pada lubang mikrotiter tersebut terjadi interaksi antara
antibodi yang diinginkan dengan antibodi sekunder spesifik tertaut enzim ginjal.
6. Mikrotiter dibilas kembali untuk membuang antibodi sekunder tertaut enzim signal
yang tidak bereaksi dengan antibodi spesifik.
7. Ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal lalu enzim yang tertaut
dengan antibodi sekunder spesifik yang telah berinteraksi dengan antibodi yang
diinginkan akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat
dideteksi.
Penambahan substrat menyebabkan pembentukan warna. Warna ini berbanding lurus
dengan jumlah ikatan antibodi dalam sampel. Semakin banyak antibodi yang ada dalam
sampel, semakin kuat warna yang terbentuk. Format ini cocok untuk menentukan total
tingkat antibodi sampel. Berikut adalah skema dalam Elisa Tidak Langsung :
Terdapat berbagai macam variasi antibodi sekunder yang terjual secara komersial di
pasar
Imunoreaktivitas dari antibodi yang diinginkan (target) tidak terpengaruh oleh penautan
enzim signal kembali ke antibodi sekunder karena penautan dilakukan pada wadah
berbeda
Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibodi yang diinginkan memiliki
beberapa epitop yang bisa berinteraksi dengan antibodi sekunder.
Membutuhkan waktu pengujian yang relatif lama karena membutuhkan dua kali waktu
inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen spesifik dengan antibodi yang
diinginkan dan antara antibodi yang diinginkan dengan antibodi sekunder tertaut enzim
signal.
antara antigen spesifik tertaut enzim signal dengan antigen yang diinginkan
untuk dapat berinteraksi dengan antibodi spesifik
4. Mikrotiter dibilas untuk membuang antigen spesifik tertaut enzim signal atau
antigen yang tidak berinteraksi dengan antibodi spesifik.
5. Ke dalam lubang-lubang mikrotiter ditambahkan substrat yang dapat beraksi
dengan enzim signal yang tertau pada antigen spesifik sehingga enzim yang
tertaut dengan antigen yang telah berinteraksi dengan antibodi spesifik akan
bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat dideteksi.
6. Pendeteksian positif ditandai dengan tidak adanya signal yang ditimbulkan
yang menandakan antigen yang diinginkan telah menang berkompetisi dengan
antigen spesifik tertaut enzim signal dan berinteraksi dengan antibodi spesifik.
b. Untuk pendeteksian antibodi :
1. Mikrotiter diisi antigen spesifik yang dapat berinteraksi dengan antibodi yang
diinginkan maupun antibodi spesifik tertaut enzim signal sehingga antigen
spesifik tersebut dapat menempel pada bagian dinding-dinding lubang
mikrotiter
2. Mikrotiter dibilas untuk membuang antigen spesifik yang tidak menempel pada
dinding lubang mikrotiter
3. Larutan yang mengandung antibodi spesifik yang telah ditautkan dengan enzim
signal dan larutan sampel yang mengandung antibodi yang diinginkan
dimasukkan ke dalam lubang-lubang mikrotiter sehingga terjadi kompetisi
antara antobodi spesifik tertaut enzim signal dengan antibodi yang diinginkan
untuk dapat berinteraksi dengan antigen spesifik
4. Mikrotiter dibilas untuk membuang antibodi spesifik tertaut enzim signal atau
antibodi yang tidak berinteraksi dengan antigen spesifik.
5. Ke dalam lubang-lubang mikrotiter ditambahkan substrat yang dapat bereaksi
dengan enzim signal yang tertaut pada antibodi spesifik sehingga enzim yang
tertaut dengan antibodi yang telah berinteraksi dengan antigen spesifik akan
berinteraksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat dideteksi
6. Pendeteksian positif ditandai dengan tidak adanya signal yang ditimbulkan
yang menandakan antibodi yang diinginkan telah menang berkompetisi dengan
antibodi spesifik tertaut enzim signal dan berinteraksi dengan antigen spesifik.
Penambahan substrat menyebabkan pembentukan warna. Warna ini berbanding
terbalik dengan jumlah ikatan antibodi dalam sampel. Semakin banyak antibodi yang ada
dalam sampel, pembentukan warna dalam tabung uji akan berkurang. Berikut adalah
skema Elisa Bloking/Competitif :
Tidak diperlukan purifikasi terhadap larutan sampel yang mengandung antibodi atau
antigen yang diinginkan tetapi hasil yang diperoleh tetap memiliki tingkat sensitivitas
tinggi akibat sifat spesifisitas dari antibodi dan antigen.
yang telah berinteraksi dengan antigen yang diinginkan akan bereaksi dengan
substrat dan menimbulkan signal yang dapat dideteksi
6. Pendeteksian interaksi antara antibodi dengan antigen tersebut dapat dihitung
dengan kolorimetri, chemiluminescent, atau fluorescent end-point
Dalam format antigen-capture, antigen dalam sampel disisipkan di antara antibodi
berlapis pada pelat dan konjugat enzim berlabel. Konjugat antibodi dapat berupa
monoklonal atau poliklonal. Penambahan reagen enzim substrat-kromogen menyebabkan
pembentukan warna. Warna ini berbanding lurus dengan jumlah target antigen yang ada
dalam sampel.
Kelebihan ELISA langsung adalah :
- Cepat karena hanya menggunakan satu jenis antibodi
- Kemungkinan terjadinya kegagalan akibat reaksi silang dengan antibodi lain (antibodi
sekunder) dapat diminimalisasi
Kelemahan ELISA langsung adalah :
-
4. Format Sandwich
Format ini menggunakan antibodi primer spesifik untuk menangkap antigen yang
diinginkan dan antibodi sekunder tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan
antigen yang diinginkan. Prinsip kerjanya hampir menyerupai ELISA langsung namun
pada format ini, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi. Format ini
dikhususkan untuk antigen yang memiliki minimal 2 sisi antigenik (sisi interkasi dengan
antibodi) atau antigen yang bersifat multivalent seperti polisakarida atau protein.
Prosedur kerjanya yaitu :
1. Mikrotiter diisi dengan larutan yang mengandung antibodi penangkap sehingga
antibodi penangkap dapat menempel pda bagian dinding lubang mikrotiter
2. Mikrotiter dibilas untuk membuang antibodi penangkap yang tidak menempel
3.
Tingkat sensitifitas relatif tinggi karena antigen yang diinginkan harus dapat
berinteraksi dengan dua jenis antibodi (antibodi penangkap dan antibodi sekunder)
Hanya dapat diaplikasikan untuk mendeteksi antigen yang bersifat multivalent serta
sulitnya mencari dua jenis antibodi yang dapat berinteraksi dengan antigen yang sama
pada sisi antigenik yang berbeda (epitopnya harus berbeda)
B. Komponen Elisa
Untuk single-channel pipette, volumenya yaitu 1-20 uL, 10-100 uL, dan 20-200 uL.
Untuk multi-channel pipette, dalam satu alat terdapat 8-12 pipet.
2. Dilutor
Berfungsi untuk mengencerkan zat. Tujuan dilutor adalah untuk mempersiapkan
campuran zat sampai mencapai konsentrasi yang ditentukan. Dapat digunakan untuk
single-channel dan multi-channel
3. Washer System
Berfungsi untuk mencuci atau membersihkan satu baris atau kolom pada plate secara
bersamaan.
4. Plate Reader
Berfungsi untuk membaca sampel pada plate dalam satu baris secara bersamaan.
D. Penanganan Sampel
1. Incoming Sample Quality
Kualitas suatu sampel akan mempengaruhi hasil akhir pengukuran. Sampel yang
digunakan harus terhindar dari bakteri atau pengotor yang lain.
a. Sampel Plasma/Serum
Sampel serum dengan tanda hemolisis (warna merah cerah) dan lipemia (warna
sesperti susu) tidak akan mempengaruhi hasil pada Elisa. Namun, perlu juga
dihindari penggunaan sampel yang berwarna merah gelap. Ketika ada gumpalan di
dalam serum, pengambilan serum harus dilakukan dengan hati-hati agar gumpalan
tersebut tidak ikut terambil.
c. Sampel Susu
Sampel susu dapat digunakan setelah disentrifugasi selama 15 menit dengan 2000x
g, atau setelah dididingkan semalaman pada suhu 2-8oC.
Sampel beku dapat dicairkan pada suhu kamar atau dalam pendingin. Sampel yang
dicairkan harus dicampur sebelum pengenceran untuk memastikan bahwa protein
tersebar di seluruh sampel. Campur dengan di vortex. Pencampuran yang berlebihan
akan menyebabkan denaturasi serum protein.
E. Metode Pipeting
Dua metode pipetting yang digunakan untuk ELISA adalah standar (maju) dan reverse
(terbalik). Tidak semua pipet mampu digunakan untuk pipetting reverse (terbalik). Maka perlu
dilihat petunjuk yang disertakan dalam penggunaan pipet. Gunakan standar (maju) pipetting
untuk persiapan pengenceran sampel, dan gunakan pipetting reverse (terbalik)
untuk
penambahan pengencerkan sampel, kontrol, dan reagen. Dalam pengunaan pipet perlu hati
hati karena dapat mempengaruhi hasil tes.
F. Quality Control
Pemantauan Suhu
ELISA sensitif terhadap suhu ekstrim sehingga dalam penggunaannya perlu
diperhatikan suhu ruangan yaitu mempertahankan suhu ruangan pada suhu sekitar 18-25C.
Hindari untuk meletakkan alat di dekat ventilasi udara karena ini dapat menyebabkan
pendinginan berlebihan, pemanasan, dan/atau penguapan. Selain itu, sebaiknya tidak
menjalankan tes di bawah sinar matahari langsung karena dapat menyebabkan panas yang
berlebihan dan penguapan.
G. Kelebihan dan Kelemahan
Teknik ELISA memiliki beberapa kelebihan diantaranya
-
Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya jenis
DAFTAR PUSTAKA
Atkin, Hasriadi Mat, 2006, Virologi Tumbuhan, Kanisius, Yogyakarta, hal. 125.
Engval and Perlmann, Peter, 1987, This Weeks Citation Classice, Wenner-Gren Inst., Dept.
Immunology. Univ. Stockhohn, Sweden, p. 16.
IDEEX,
2013,
Elisa
Technical
Guide,
https://www.idexx.com/pdf/en_us/livestock