Disusun oleh :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017
1. Golongan Penisilin
1.1 Asal
Fungi Penicillinum chrysognum
1.2 Mekanisme
Antibiotik -laktam bekerja dengan menghambat
pembentukan peptidoglikan pada dinding sel. -laktam akan terikat pada enzim
transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan bakteri, hal ini akan
menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelah diri.
Pada bakteri Gram positif yang kehilangan dinding selnya akan menjadi protoplas,
sedangkan Gram negatif menjadi sferoplas. Protoplas dan sferoplas kemudian akan
pecah atau lisis.
1.4 Spektrum:
a) Sempit
Benzil penisilin (penisilin G)
Fenoksimetilpenisilin (penisilin V)
Penisilin tahan penisilinase, contoh: kloksasin, diklosasin, flukloksasilin.
b) Luas
Ampisilin
Amoksisilin (keefektifan sama seperti ampisilin namu absorbsinya lebih cepat)
Co-amoxiclav
1.5 Resistensi
Bakteri memiliki kemampuan untuk memproduksi -laktamase, yang akan
menghidrolisis ikatan pada cincin -laktam molekul penisilin dan mengakibatkan
inaktivasi antimikroba. Terdapat 3 kelas besar -laktamase, yaitu penisilinase,
oksasilinase, dan karbenisilinase. Penisilinase memiliki kisaran aktivitas yang luas
terhadap penisilin dan selafosporin, sedangkan oksasilinase dan karbenisilinase
memiliki aktivitas yang lebih terbatas.
Pada bakteri enteric (bakteri fakultatif anaerob gram negative yang terdapat
dalam intestinal manusia), -laktamase dihasilkan dalam konsentrasi rendah dan
terikat pada membrane luar. Enzim ini mencegah antimikroba -laktam untuk
mencapai tapak target pada membrane sitoplasma dengan cara merusaknya saat
antimikroba tersebut melewati membrane luar dan lapisan periplasma (periplasma
space).
Sebagian besar bakteri resisten penisilin juga memilki gen -laktamase pada
plasmid terutama plasmid R dan tranposon. Gen -laktamase yang paling banyak
terdapat secara luas adalah TEM-1 yang terdapat pada transposon Tn4.
b) Distribusi
Penisilin G terdistribusi luas dalam tubuh. Ikatan proteinnya 65%. Kadar obat
yang memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usus dan limfe. Namun CSS
nya sulit untuk tercapai.
Ampisilin dan amoksisilin didistribusi luas di dalam tubuh dan pengikatannya
oleh protein plasma hanya 20%. Penetrasi ke CSS dapat mencapai kadar efektif pada
keadaan peradangan meningen. Pada bronkitis atau pneumonia ampisilin disekresi ke
dalam sputum sekitar 10% kadar serum.
c) Biotransformasi dan Ekskresi
e) Penisilin Antipseudomonas
1. Piperasilin
Indikasi: Infeksi Pseudomonas aeruginosa.
Peringatan: Idem benzilpenisilin, gangguan fungsi ginjal, kehamilan, menyusui.
Kontraindikasi: Idem benzilpenisilin.
Efek Samping: Idem benzilpenisilin; mual, muntah, diare; kurang sering terjadi:
stomatitis, dispepsia, konstipasi, jaundice, hipotensi, sakit kepala, insomnia, dan
reaksi pada tempat penyuntikan; jarang terjadi: nyeri lambung, hepatitis, edema,
fatigue, dan eusinofilia; sangat jarang terjadi: hipoglikemia, hipokalemia,
pansitopenia, sindroma Steven Johnson, dan nekrolisis epidermal toksik.
Dosis: Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus intravena: 100-
150 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi. Pada infeksi berat 200-300 mg/kg bb/hari.
Pada infeksi lebih berat: 16 g/hari; dosis tunggal di atas 2 g hanya diberikan secara
intra vena.
2. Piperasilin + tazobaktam
Indikasi: Infeksi sedang dan berat pada pasien yang resisten terhadap piperasilin;
appendicitis, infeksi kulit termasuk selulitis, abses kutan dan iskemia/infeksi kaki
karena diabetes melitus; endometritis postpartum atau penyakit inflamasi pelvic;
pneumonia dapatan dari lingkungan (hanya sedang sampai berat).
Peringatan: Gangguan fungsi ginjal, kehamilan, wanita menyusui.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap beta-laktam (termasuk penisilin dan
sefalosporin) atau terhadap penghambat beta-laktamase.
Efek Samping: Diare, mual, muntah, kemerahan pada kulit.
Dosis:
Piperasilin/tazobaktam harus diberikan melalui infuse intravena secara perlahan
(contohnya 20-30 menit) atau injeksi intravena secara perlahan (lebih atau paling
tidak 3-5 menit).
Dewasa dan anak-anak (lebih dari 12 tahun): dosis total perhari 12 g
piperasilin/1,5 g tazobaktam dengan dosis terbagi tiap 6 atau 8 jam.
Pada infeksi berat dapat diberikan dosis sebesar 18 g piperasilin/2,25 g
tazobaktam perhari dalam dosis terbagi.
3. Sulbenisilin
Indikasi: Infeksi Pseudomonas aeruginosa.
Peringatan, kontraindikasi, efek samping: Idem benzilpenisilin.
Dosis: Dewasa: 2-4 g/hari. Anak: 40-80 mg/kg bb/hari. Kemudian diberikan secara
intramuskular atau intravena, dibagi dalam dua kali pemberian.
4. Tikarsilin
Indikasi: Infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas dan Proteus spp.
Peringatan dan kontraindikasi: Idem benzil penisilin.
Efek Samping: Idem benzil penisilin; mual, muntah, gangguan koagulasi,
haemorrhagic cystitis (lebih sering terjadi pada anak-anak), reaksi pada tempat
penyuntikan, sindroma Steven Johnson, nekrolisis, hipokalemia, eosinofilia.
Dosis:
Injeksi intravena lambat atau infus: 15-20 g per hari dalam dosis terbagi.
Anak: 200-300 mg/kg bb per hari dalam dosis terbagi.
Untuk infeksi saluran kemih secara injeksi intramuskular atau injeksi intravena
lambat: Dewasa: 3-4 g per hari dalam dosis terbagi, Anak: 50-100 mg/kg bb/hari
dalam dosis terbagi.
5. Tikarsilin + asam klavulanat
Indikasi: Infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas dan Proteus spp.
Peringatan dan kontraindikasi: Idem benzil penisilin.
Efek Samping: Idem benzil penisilin, mual, muntah, gangguan koagulasi
darah, sistitis hemoragik (lebih sering pada anak), reaksi tempat suntik,
sindrom Stevens- Johnson, toxic epidermal necrolysis, hipokalemia, eosinofil.
Dosis:
Injeksi infus intravena: 3,2 g setiap 6-8 jam ditingkatkan hingga setiap 4 jam pada
infeksi berat.
Anak: 80 mg/kg bb setiap 6-8 jam (setiap 12 jam pada neonatal).
f) Mesilinam
1. Pivmesilinam
Indikasi: Sistitis akut tanpa komplikasi, bakteriuria kambuhan atau kronis, infeksi
saluran.
Peringatan: Idem benzil penisilin, pada penggunaan jangka panjang, perlu dipantau
fungsi hati dan fungsi ginjal; hindari pada porfiria.
Kontraindikasi: Idem benzilpenisilin, defisiensi karnitin, stricture esofageal,
obstruksi saluran cerna, bayi di bawah 3 bulan.
Efek Samping: Idem benzil penisilin, mual, muntah, dispepsia, menurunkan kadar
karnitin dalam darah dan seluruh tubuh (terutama pada penggunaan lama dan
berulang).
Dosis:
Sistitis akut tanpa komplikasi:
Dewasa dan anak (di atas 40 kg): awal 400 mg, kemudian 200 mg setiap 8 jam
selama 3 hari.
Bakteriuria kambuhan atau kronis:
Dewasa dan anak (di atas 40 kg): 400 mg setiap 6-8 jam.
Infeksi saluran kemih:
Anak (di bawah 40 kg): 20-40 mg/kg bb sehari dalam 3-4 dosis terbagi.
Penggunaan (Konseling): Tablet sebaiknya ditelan utuh dengan banyak air pada saat
makan, dengan posisi duduk atau berdiri.
2. Golongan Sefalosporin
2.1 Asal
Jamur Cephalosporium acremonium
2.2 Mekanisme
Antibiotik -laktam bekerja dengan menghambat
pembentukan peptidoglikan pada dinding sel. -laktam akan terikat pada enzim
transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan bakteri, hal ini akan
menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelah diri.
Pada bakteri Gram positif yang kehilangan dinding selnya akan menjadi protoplas,
sedangkan Gram negatif menjadi sferoplas. Protoplas dan sferoplas kemudian akan
pecah atau lisis.
2.3 Spectrum
Luas, tetapi spektrum masing-masing derivate bervariasi.
2.4 Kegunaan
Secara umum untuk terapi septikemia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran
empedu, peritonitis, dan infeksi saluran urin.
2.5 Resistesi
Memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan -
laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan
dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat
tersebut dengan senyawa antibiotik.
Mekanismenya yaitu diawali dengan pemutusan ikatan C-N pada cincin -
laktam dan mengakibatkan antibiotik tidak dapat berikatan dengan protein
transpeptidase sehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk menginhibisi
pembentukan dinding sel bakteri.
b. Generasi kedua
Sefalosporin generasi kedua kurang aktif terhadap bakteri gram positif jika
dibandingkan dengan generasi pertama, tapi lebih aktif terhadap bakteri gram negative
misalnya Hemophilus influenzae, Pr. mirabilis, Escherichia coli, Klebsiella dan kuman
anaerob.
Tidak efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa dan enterokokus
Sefuroksim dan sefamandol lebih tahan terhadap penisilinase dibandingkan dengan
generasi pertama dan memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap Hemophilus
influenzae dan N. gonorrhoeae.
Contoh pemberian secara oral: sefaklor dan sefprozil.
c. Generasi ketiga
Kurang aktif terhadap kokus gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tapi
jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae (termasuk strain penghasil penisilinase).
Seftazidim aktif terhadap pseudomonas dan beberapa kuman gram negatif lainnya.
Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin yang
lain, sehingga cukup diberikan satu kali sehari.
Indikasi: Infeksi berat seperti septikemia, pneumonia dan meningitis.
Sefotaksim, seftazidim dan seftriakson mempunyai aktivitas yang lebih luas terhadap
bakteri Gram negatif dibandingkan dengan generasi kedua. Namun, antibiotik ini
kurang aktif dibandingkan sefuroksim terhadap bakteri Gram positif
(terutama Staphylococcus aureus).
Seftazidim memiliki aktivitas yang baik terhadap pseudomonas. Juga aktif terhadap
bakteri Gram negatif.
Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang sehingga dapat diberikan satu kali
sehari.
URAIAN:
1. Sefaklor
Indikasi: Infeksi bakteri gram positif dan gram negative, infeksi saluran kemih, yang
tidak memberikan respon terhadap antibiotik lain atau yang terjadi pada waktu hamil,
infeksi saluran pernafasan, otitis media, sinusitis serta infeksi kulit dan jaringan
lunak.
Peringatan: Sensitivitas terhadap antibakteri beta-laktam (hindari jika ada riwayat
hipersensitivitas), gangguan ginjal (lampiran 3), kehamilan dan menyusui (tetapi
boleh digunakan), positif palsu untuk glukosa urin (jika diuji untuk penurunan
glukosa), positif palsu pada uji Coombs.
Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap sefalosporin.
Efek Samping: Diare dan colitis (karena penggunaan dosis tinggi), mual dan muntah,
rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus,
urtikaria, serum sickness-like reactions dengan ruam, demam dan artralgia,
anafilaksis, sindroma Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksis, gangguan fungsi
hati, hepatitis transien dan kolestatik jaundice; eosinofil, gangguan darah
(trombositopenia, leukopenia, agranulositosis, anemia aplastik, anemia hemolitik);
nefritis interstisial reversibel, gangguan tidur, hiperaktivitas, bingung, hipertonia dan
pusing, nervous.
Dosis: 250 mg tiap 8 jam (untuk infeksi berat dosis dapat dinaikkan dua kali lipat)
maksimum 4 g per hari.
Anak (di atas 1 bulan): 20 mg/kg bb/hari dalam tiga dosis terbagi (1 g sehari).
Anak (1 bulan-1 tahun): 62,5 mg tiap 8 jam.
Anak (1-5 tahun): 125 mg.
Di atas 5 tahun: 250 mg.
2. Sefadroksil
Indikasi: Idem sefaklor dan aktif terhadap Hemophilus influenza.
Peringatan: Idem sefaklor dan menyebabkan reaksi kulit yang lebih lama dari
biasanya, terutama pada anak-anak.
Kontraindikasi: Idem sefaklor
Efek Samping: Idem sefaklor
Dosis:
BB lebih dari 40 kg: 0,5-1 g dua kali sehari.
Infeksi jaringan lunak, kulit, dan saluran kemih tanpa komplikasi: 1 g/hari.
Anak (kurang dari 1 tahun): 25 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi.
Anak (1-6 tahun): 250 mg dua kali sehari.
Anak (lebih dari 6 tahun): 500 mg dua kali sehari.
3. Sefaleksin
Indikasi: Idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Idem sefaklor.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis: 250 mg tiap 6 jam atau 500 mg tiap 8-12 jam. Dapat dinaikkan sampai 1-1,5
g tiap 6-8 jam untuk infeksi berat.
Anak: 25 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi (100 mg/kg bb/hari untuk infeksi berat).
Anak (di bawah 1 tahun): 125 mg tiap 12 jam.
Anak (1-5 tahun): 125 mg tiap 8 jam.
Anak (6-12 tahun): 250 mg tiap 8 jam.
Profilaksis infeksi saluran kemih berulang: Dewasa: 125 mg pada malam hari.
4. Sefamandol
Indikasi: Profilaksis pada tindakan pembedahan dan idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Injeksi intramuskuler atau intravena 3-5 menit atau infus intravena: 0,5-2 g tiap 4-8
jam.
Bayi (di atas 1 bulan): 50-100 mg/kg bb/hari dibagi dalam 3-6 dosis.
Untuk infeksi berat: 150 mg/kg bb/hari.
Profilaksis bedah: 1-2 g 30-60 menit sebelum operasi, dilanjutkan dengan 1-2 g tiap
6 jam selama 24-48 jam (sampai 72 jam untuk implantasi protesis).
5. Sefazolin
Indikasi: Profilaksis bedah dan idem sefaklor
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Injeksi intramuskular atau injeksi intravena atau infuse: 0,5 g-1 g setiap 6-12 jam
Anak: 25-50 mg/kg bb setiap hari (dalam dosis terbagi) dan dapat ditingkatkan
sampai 100 mg/kg bb per hari pada infeksi berat.
6. Sefditoren pivoksil
Indikasi: Terapi infeksi yang disebabkan oleh strain yang peka pada Community
acquired pneumoniae (CAP), eksaserbasi akut pada bronkitis kronis,
faringotonsilitis, sinusitis akut, infeksi kulit dan jaringan lunak yang tidak kompleks.
Peringatan: Pasien dengan sejarah hipersensitif penisilin, pasien dengan predisposisi
personal atau keluarga terhadap gejala alergi seperti asma bronkial, exanthema, atau
urtikaria; gangguan fungsi ginjal berat, pasien lansia, pasien dengan asupan makanan
yang kurang atau sedang diberi infus makanan dan pasien dalam kondisi kesehatan
yang buruk, pasien yang kurang sehat, wanita hamil dan menyusui.
Kontraindikasi: Pasien dengan riwayat syok anafilaksis terhadap zat aktif atau
komponen lain dari obat.
Efek Samping: Diare, mual, perasaan tidak nyaman pada perut, exanthema,
peningkatan SGOT, SGPT dan eosinophilia. Selain itu efek samping yang secara
klinis bermakna adalah gejala shok anafilaksis, kolitis serius, sindroma Steven
Johnson dan nekrolisis epidermal toksik, pneumonia interstisial, gangguan fungsi
hati, disfungsi ginjal serius, agranulositosis.
Dosis:
Infeksi pneoumoniae karena lingkungan: 400 mg dua kali sehari selama 14 hari.
Eksaserbasi akut dari bronkitis kronik: 200 mg dua kali sehari selama 10 hari.
Faringotonsilitis: 200 mg dua kali sehari selama 10 hari
Infeksi ringan dari kulit dan jaringan lunak: 200 mg dua kali sehari selama 10 hari.
(Diberikan sesudah makan).
7. Sefepim hidroklorida
Indikasi: Infeksi saluran napas bawah termasuk pneumonia dan bronkhitis, infeksi
saluran kemih dan komplikasinya, termasuk pyelonepritis dan infeksi yang lebih
berat, infeksi kulit dan jaringan kulit. infeksi intra abdomen, termasuk infeksi saluran
empedu dan peritonitis, infeksi ginekologik, septikemia, pengobatan empiris pada
febrile neutropenia.
Peringatan: Hati-hati pemakaian pada pasien yang hipersensitif terhadap obat ini,
antibiotik penisilin atau beta-laktam lainnya, dan golongan sepalosporin. Jika terjadi
alergi, pemakaian obat dihentikan, gangguan fungsi ginjal. Tidak dianjurkan
pemakaian pada lansia, wanita hamil dan menyusui. Jangan digunakan untuk anak-
anak di bawah 13 tahun.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap antibiotik penisilin, dan beta-laktam lainnya,
golongan sepalosporin dan hipersensitif terhadap obat ini.
Efek Samping: Hipersensitif: kemerahan, pruritus, demam. Saluran cerna: mual,
muntah, diare, konstipasi, nyeri abdomen, dispepsia Kardiovaskular: takikardia, nyeri
dada.
Pernapasan: batuk, nyeri di tenggorokan, dispnea.
SSP: sakit kepala, pusing, insomania, paretesia, ansietas, bingung.
Lainnya: astenia, berkeringat, vaginitis, edema perifer, nyeri, nyeri punggung.
Kadang terjadi reaksi lokal seperti flebitis dan radang pada tempat injeksi intravena.
Dosis:
Intravena atau intramuskular: 1 g setiap 12 jam selama 7-10 hari tergantung infeksi.
Pasien dengan gangguan fungsi hati: tidak diperlukan penyesuaian dosis.
Pasien dengan kelainan fungsi ginjal: Bersihan kreatinin kurang atau sama dengan 10
mL/menit: 250 mg/hari; Bersihan kreatinin 11-30 mL/menitL: 500 mg/hari; Bersihan
kreatinin 30-60 mL/menit: 1 g setiap 12 jam.
8. Sefetamet
Indikasi: Infeksi telinga, hidung dan tenggorokan (otitis media,
sinusitis, pharyngotonsilitis); infeksi saluran pernafasan bagian bawah (serangan akut
bronkitis kronis, trakeobronkitis, pneumonia); infeksi saluran urin (infeksi saluran
urin yang tidak berkomplikasi, infeksi saluran urin yang berkomplikasi (termasuk
pielonefritis akut primer), uretritis gonokok akut pada pria.
Peringatan: Diare berat, kolitis dan kolitis pseudomembran; komplikasi yang
ditimbulkan oleh toksigenik Clostridium difficile dapat terjadi selama atau sesudah
pengobatan, gangguan fungsi ginjal, kehamilan, neonatus dan menyusui.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap sefalosporin dan penisilin.
Efek Samping: Diare, mual, muntah, nyeri abdomen, rasa tidak enak pada perut,
nyeri perut, flatulensi, panas dalam perut, peningkatan bilirubin, peningkatan
transaminase yang bersifat sementara, perasaan gatal, urtikaria, udem lokal, kulit
merah, eksantema, purpura, lemah, letih, sakit kepala, pusing, leukopenia yang
bersifat sementara atau eosinofilia, peningkatan platelet yang bersifat sementara,
gingivitis, proktitis, vaginitis, dan konjungtivis.
Dosis:
Dewasa dan anak (lebih dari 12 tahun): secara oral 500 mg 2 kali sehari
Anak (hingga usia 12 tahun): secara oral 10 mg/kg bb 2 kali sehari.
Infeksi saluran urin yang berkomplikasi: dosis total per hari sebagai dosis tunggal:
1 jam sebelum atau sesudah makan malam.
Uretritis gonokokal pada pria dan sistitis yang tidak berkomplikasi pada wanita:
dosis tunggal 1500-2000 mg diberikan 1 jam sebelum atau sesudah makan (pada
kasus sistitis, lebih baik diberikan pada malam hari).
Instruksi dosis khusus: dosis yang dianjurkan untuk dewasa tidak perlu
dimodifikasi pada pasien lansia, dosis untuk anak (dosis standar 10 mg/kg bb), BB
< 15 kg: dosis 125 mg, BB 16-30 kg: dosis 250 mg, BB 31-40 kg: dosis 375 mg,
BB > 40 kg: dosis 500 mg; anak (hingga usia 12 tahun): dosis tidak melebihi 500
mg 2 kali sehari.
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal: penyesuaian dosis sedang sampai berat
(bersihan kreatinin kurang dari 40 mL/min)
Dewasa: Bersihan kreatinin lebih besar dari 40 mL/menit: 500 mg tiap 12 jam;
Bersihan kreatinin 10-40 mL/menit: 125 mg tiap 12 jam; Bersihan kreatinin lebih
kecil atau sama dengan 10 mL/menit: dosis permulaan 500 mg kemudian 125 mg
tiap 12 jam; Pasien dengan bersihan kreatinin lebih kecil dari 10 mL/menit, yang
sering mengalami hemodialisa, dan pasien dengan gangguan fungsi hati tanpa
asites: dosis standar normal (500 mg).
9. Sefiksim
Indikasi: Infeksi saluran kemih ringan (uncomplicated) yang disebabkan
oleh Escherichia coli dan Proteus mirabilis, otitis media disebabkan
oleh Haemophilus influenza (strain beta-laktamase positif dan
negatif), Moraxella (Branhamella), catarrhalis (kebanyakan merupakan strain beta-
laktamase positif), dan Sterptococcus pyogenes; pharingitis dan tonsilitis yang
disebabkan Streptococcus pyogenes; bronkitis akut dan bronkitis kronik dari
eksaserbasi akut, yang disebabkan oleh Streptococcus pneuoniae dan Hemophilus
influenzae (strain beta-laktamase positif dan negatif); pengobatan demam tifoid pada
anak-anak dengan multi resisten terhadap regimen standar.
Peringatan: Idem sefaklor.
Interaksi: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Idem sefaklor.
Efek Samping: Konstipasi.
Dosis:
Dewasa dan anak >30 kg: dosis umum 50100 mg oral dua kali sehari.
Infeksi parah atau infeksi yang sulit disembuhkan (intractable): dosis ditingkatkan
sampai 200 mg dua kali sehari.
Demam tifoid pada anak: 1015 mg/kg bb/ hari selama 2 pekan.
(Dosis disesuaikan dengan umur, berat badan, kondisi pasien).
10. Sefodizim
Indikasi: Dilihat pada dosis.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Infeksi saluran napas bawah: dengan injeksi intramuskuler atau intravena lambat
atau infus: 1 g tiap 12 jam.
Infeksi saluran kemih atas dan bawah (termasuk pielonefritis akut dan kronis dan
sistitis): 1 g tiap 12 jam atau 2 g per hari dalam dosis tunggal.
11. Sefoperazon
Indikasi: Infeksi saluran napas bawah dan atas, infeksi saluran urin, peritonitis,
kolesistitis, kolangitis, dan infeksi intra abdomen lainnya, septikemia, infeksi kulit
dan jaringan kulit, infeksi tulang dan sendi. penyakit inflamasi pelvis, endometritis,
gonore, dan infeksi saluran genital lainnya.
Peringatan: Hati-hati pemakaian obat pada wanita menyusui,p emakaian obat untuk
wanita hamil hanya jika sangat diperlukan, keamanan dan efektivitas obat pada anak-
anak belum dibuktikan, pemakaian obat pada bayi prematur dan bayi baru lahir harus
mempertimbangkan manfaat resiko pemberian obat.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Hipersensitivitas: kemerahan makulopapular, urtikaria, eosinofilia,
dan demam. Efek pada darah: penurunan neutrofil (neutropenia), pengurangan
hemoglobin dan hematokrit, eosinofilia transient, hipoprotombinemia; Hati:
penurunan kadar alkali fosfatase, SGOT, dan SGPT; Saluran cerna: Altered bowel
habit (loose stools dan diare), efek ini akan hilang jika terapi dihentikan; Reaksi
lokal: flebitis dan rasa nyeri pada tempat penyuntikan.
Dosis:
Dewasa: 2-4 g perhari dalam dosis terbagi setiap 12 jam.
Infeksi berat: ditingkatkan menjadi 8 g perhari dalam dosis terbagi setiap 12 jam
atau 12 g perhari diberikan dalam dosis terbagi setiap 8 jam, dengan dosis
maksimum 16 g perhari.
Uretritis gonokokal: 500 mg secara intramuskular dalam dosis tunggal.
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal: dosis 2-4 g perhari.
Bayi (kurang dari 8 hari) dan anak-anak: 50-200 mg/kg bb perhari setiap 12 jam.
Dosis dapat dinaikkan menjadi 300 mg/kg bb per hari untuk pengobatan
meningitis tanpa komplikasi.
12. Sulperazon (sefoperazon sulbaktam)
Indikasi: Infeksi saluran napas atas dan bawah, infeksi saluran urin atas dan bawah,
infeksi peritonitis, kolesistisis, kolangitis, dan infeksi intra abdomen lainnya, infeksi
kulit dan jaringan lunak.
Peringatan: Pada pasien dengan kelaianan fungsi hati dan ginjal, kadar sefoperazon
dalam darah sebaiknya dimonitor dan dilakukan penyesuaian dosis. Dosis tidak boleh
lebih dari 2 g/kg bb per hari. Pemakaian obat ini dapat menyebabkan defisiensi
vitamin K pada beberapa pasien.
Kontraindikasi: Pasien yang alergi terhadap penisilin, sulbaktam, sefoperazon atau
sefalosporin lainnya.
Efek Samping:
Efek pada saluran cerna: diare, mual dan muntah.
Reaksi dermatologi: kemerahan, urtikaria, eosinofil dan demam
Hematologi: neutropenia, penurunan hemoglobin dan hematokrit, eosinofilia
trombositopenia, anemia hemolitik.
Lain-lain: sakit kepala, demam, nyeri di tempat injeksi, chills.
Kelainan uji laboratorium: pengurangan angka SGOT, SGPT, alkali fosfatase, dan
kadar bilirubin.
Reaksi lokal: rasa nyeri dan plebitis pada tempat injeksi intramuscular.
Dosis:
Dewasa: Rasio 1:1, sulperazon 2-4 g (Aktivitas sulbaktam 1-2 g; Aktivitas
sefoperazon 1-2 g) yang diberikan setiap 12 jam dalam dosis terbagi yang sama.
Infeksi yang parah dosis per hari dapat ditingkatkan mencapai 8 g dengan rasio
1:1 (4 g aktivitas sefoperazon) yang diberikan setiap 12 jam dalam dosis terbagi
yang sama.
Dosis maksimum: 4 g.
Pasien dengan kelainan fungsi ginjal: Dosis disesuaikan tergantung penurunan
fungsi ginjal (bersihan kreatinin kurang dari 30 mg/menit) sebagai kompensasi
terjadinya penurunan bersihan sulbaktam. Pasien dengan bersihan kreatinin 15-30
mL/menit: dosis maksimum 1 g sulbaktam setiap 12 jam (dosis maksimum
perhari 2 g sulbaktam); Bersihan kreatinin kurang dari 15 mL/menit: 500 mg
sulbaktam setiap 12 jam (dosis maksimum perhari 1 g sulbaktam).
Pada infeksi yang berat: penambahan sefoperazon dengan dosis perhari dapat
ditingkatkan mencapai 160 mg/kg bb per hari dengan rasio 1:1. Obat dapat
diberikan dalam dosis terbagi 2-4 yang sama.
Anak-anak: Rasio 1:1, sulperazon 40-80 mg/kg bb per hari (Aktivitas sulbaktam
20-40 mg/kg bb per hari; Aktivitas sefoperazon 20-40 mg/kg bb per hari). Dosis
dapat diberikan setiap 6 sampai 12 jam dalam dosis terbagi yang sama.
Bayi baru lahir: Minggu pertama kelahiran diberikan obat setiap 12 jam (Dosis
maksimum perhari: 80 mg/kg bb per hari).
13. Sefotaksim
Indikasi: Idem sefaklor, profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus,
dan meningitis.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Injeksi intramuskuler, intravena atau infus:1 g tiap 12 jam atau dapat ditingkatkan
sampai 12 g per hari dalam 3-4 kali pemberian. (Dosis di atas 6 g/hari diperlukan
untuk infeksi pseudomonas).
Neonatus: 50 mg/kg bb/hari dalam 2-4 kali pemberian. Jika dengan infeksi berat:
dosis ditingkatkan jadi 150-200 mg/kg bb/hari.
Anak: 100-150 mg/kg bb/hari dalam 2-4 kali pemberian. Jika dengan infeksi berat
dosis ditingkatkan jadi 200 mg/kg bb/hari).
Gonore: 1 g dosis tunggal.
14. Sefotiam
Indikasi: Infeksi yang disebabkan oleh kuman yang peka terhadap sefotiam yaitu
Staphylococcus sp., Streptococcus sp. (tidak untuk enterokokus), Streptokokus
pneumoniae, Neisseria gonorrhoeae, Branhamella catarrhalis, Eschrichia coli,
Citrobacter, Klebsiella sp., Proteus mirabilis, dan Hemophilus influenzae;
faringolaringitis, bronkitis akut, tonsilitis, bronkitis kronis, bronkietaksis (yang
disertai dengan infeksi), infeksi sekunder yang disebabkan oleh penyakit-penyakit
pada saluran pernafasan dan pneumonia, pielonefritis, sistitis, uretritis, folikulitis,
aknepustoloma, furunkel, furunkulosis, karbunkel, erisipelas, selulitis, limfangitis
(limfadenitis), felon, perionisia supuratif (paronichia), abses subkutan, hidradenitis,
infeksi ateroma, abses perianal, mastitis, infeksi superfisial sekunder yang
disebabkan oleh trauma atau luka karena operasi, blefaritis, hordeolum, dakriosistitis,
tarsadenitis, ulkus korneal, otitis media, dan sinusitis.
Peringatan: Alergi, alergi terhadap sefalosporin atau penisilin; pada pemberian
sefalosporin yang lain, dapat terjadi potensial alergi terhadap beta-laktam lain karena
kemungkinan terjadinya alergi silang (Cross alergy); sefotiam diberikan sebelum
makan untuk mencegah gangguan lambung; kehamilan; hati-hati pada pasien atau
orang tua ataupun saudara yang mempunyai riwayat alergi seperti asma bronkial,
ruam kulit, dan urtikaria; pasien gangguan saluran cerna; pasien yang sedang
menjalani puasa, pasien yang dalam masa perawatan dan pemberian makanan
dilakukan dengan menggunakan suntikan, pasien lansia atau dalam kondisi lemah
(karena dapat menimbulkan gejala-gejala kekurangan vitamin K); menyusui karena
dapat dieksresi melalui ASI.
Interaksi: Menambah kerja ginjal terjadi dengan pemberian antibiotik golongan yang
sama, aminoglikosida atau diuretik kuat.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap antibiotik golongan sefalosporin; gagal ginjal,
dan gagal hati.
Efek Samping: Syok, hipersensitif, eritopenia, trombositopenia, eosinofilia,
granulositopenia, anemia hemolitik; peningkatan SGPT, SGOT, alkalin fosfatase, dan
LDH atau Y-GPT, jaundice; kolitis yang berat, diare, panas, sakit perut, leukositosis,
feses dan mukus berdarah dengan pseudomembran, mual, muntah, jantung berdebar,
anoreksia, rasa tidak enak pada lambung, sembelit; stomatitis, kandidiasis,
gejala mucocutaneous ocular (Steven Johnson Syndrome), nekrosis epidermal (Lylell
Syndrome), peningkatan BUN, keratinin, pneumonia atau pulmonary
infiltration disertai eosinofilia, demam, batuk, dyspnea, gambaran foto rontgen yang
tidak normal, eosinofilia; defisiensi vitamin K (hipoprotrombinemia, perdarahan,
dll), gejala defisiensi vitamin B (glositis, stomatitis, anoreksia, neuritis, dll);
kelelahan; pusing, sakit kepala, paraestesia, nyeri dada, lemas, dan udem di wajah.
Dosis:
Infeksi faringolaringitis, bronkitis akut, tonsilitis, pneumonia, pielonefritis, sistitis,
uretritis karena gonore, folikulitis, aknepustolosa, furunkel, furunkulosis,
karbunkel, erisipelas, selulitis, limfangitis (limfadenitis), felon, perionisia
supuratif (paronichia), abses subkutan, hidradenitis, infeksi ateroma, abses
perianal, mastitis, infeksi superfisial sekunder yang disebabkan oleh trauma atau
luka karena operasi, blepharitis, hordeolum, dakriosistitis, tarsadenitis, ulkus
korneal, otitis media, dan sinusitis: dosis oral 200 mg 3 kali sehari.
Infeksi bronkitis, bronkietaksis (yang disertai dengan infeksi), infeksi sekunder
yang disebabkan oleh penyakit pada saluran pernafasan: dosis oral 200-400 mg 3
kali sehari (dosis dapat disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien).
Infeksi berat dosis per hari dapat ditingkatkan sampai 1200 mg dalam 3 dosis
terbagi.
Pasien gagal ginjal dengan bersihan kreatinin > 20 mL/ menit: tidak diperlukan
penyesuaian dosis bila diberikan tidak lebih dari 400 mg per hari.
15. Sefpirom
Indikasi: Idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis: Injeksi intravena atau infus.
Infeksi saluran kemih atas dan bawah dengan komplikasi, infeksi kulit dan
jaringan lunak: 1 g tiap 12 jam dan dapat naik sampai 2 g tiap 12 jam pada infeksi
sangat berat.
Infeksi saluran napas bawah: 1-2 g tiap 12 jam. Infeksi berat, termasuk
bakteremia: 2 g tiap 12 jam.
Tidak dianjurkan untuk anak di bawah 12 tahun.
16. Sefpodoksim
Indikasi: Infeksi saluran napas tetapi penggunaan pada faringitis dan tonsilitis, hanya
yang kambuhan, infeksi kronis atau resisten terhadap antibiotik lain.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Infeksi saluran napas atas: 100 mg dua kali sehari bersama makanan (200 mg dua
kali sehari pada sinusitis).
Infeksi saluran napas bawah (termasuk bronkitis dan pneumonia): 100-200 mg
dua kali sehari bersama makanan.
Anak (di bawah 15 hari): tidak dianjurkan
Anak (15 hari-16 bulan): 8 mg/kg bb per hari terbagi dalam 2 dosis.
Anak (6 bulan-2 tahun): 40 mg 2 kali sehari.
Anak (3-8 tahun) 80 mg 2 kali sehari.
Anak (di atas 9 tahun): 100 mg 2 kali sehari.
17. Sefprozil
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Idem sefaklor.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Infeksi saluran pernapasan atas, kulit dan infeksi jaringan lunak: 500 mg sekali
sehari.
Anak (6 bulan-12 tahu): 20 mg/kg bb (maksimum 500 mg) sekali sehari.
Eksaserbasi akut dari bronkitis kronik: 500 mg setiap 12 jam.
Otitis media anak (6 bulan-12 tahun): 20 mg/kg bb (maksimum 500 mg) setiap 12
jam.
18. Sefradin
Indikasi: profilaksis bedah. Lihat juga sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Oral: 250-500 mg tiap 6 jam atau 0,5-1 g tiap 12 jam.
Anak: 25-50 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi.
Injeksi intramuskuler atau intraven: 0,5-1 g tiap 6 jam.
Infeksi berat: dapat ditingkatkan sampai 8 g/hari.
Anak: 50-100 mg/kg bb/hari dibagi dalam 4 kali pemberian.
Profilaksis bedah: 1-2 g sesaat sebelum operasi.
19. Sefsulodin
Indikasi: Infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa yang peka terhadap
sefsulodin, terutama pada infeksi saluran kemih kronik yang kambuh pada
pielonefritis, prostatitis, infeksi saluran kemih yang disertai kerusakan (adanya
neoplasma, calculi pada saluran kemih atau karena tindakan bedah), infeksi saluran
nafas (pneumonia, bronkitis purulen kronik dan infeksi yang berhubungan
dengan mucoviscidosis); infeksi pada tulang dan jaringan (misal: osteomilitis);
infeksi sekunder setelah luka atau luka bakar; septikemia; dan peritonitis; pada
infeksi berat dianjurkan untuk dikombinasikan dengan anti pseodomonas lain (misal:
aminoglikosida) karena akan sangat mudah terjadi resistensi.
Peringatan: terdapat kemungkinan timbulnya syok atau reaksi hipersensitif pada
pasien, sebaiknya dilakukan pemeriksaan pendahuluan dengan tes pada kulit; harus
diberikan dengan hati-hati kepada pasien yang hipersensitif terhadap antibiotik
golongan sefalosporin atau penisilin, atau pasien atau orang tua pasien atau kakak
adik pasien yang mudah terkena alergi (seperti bronkial asma, ruam kulit, urticaria,
dsb); kehamilan; efek pada hasil pemeriksaan laboratorium; selama pengobatan
dengan sefsulodin pemeriksaan terhadap hati, ginjal dan darah sebaiknya dilakukan
secara periodik.
Interaksi: Terjadinya perburukan keadaan ginjal pada pemakaian bersama diuretik
(seperti furosemid) dengan antibiotik golongan sefalosporin, perhatikan fungsi ginjal
bila sefsulodin digunakan bersama dengan diuretika.
Kontraindikasi: Tidak boleh diberikan kepada pasien yang pernah mengalami syok
akibat natrium sefsulodin.
Efek Samping: Syok, reaksi terlalu peka, meningkatkan BUN dan serum kreatinin;
trombositopenia; eosinofilia; kenaikan sementara SGOT, SGPT, dan ALP; mual,
muntah; sakit perut; dan bacterial alternation stomatitis atau kandidiasis.
Dosis:
Dewasa
Intravena atau intramuscular: 1 - 4 gram sehari dalam 2-4 dosis terbagi
Dosis harus disesuaikan menurut umur dan beratnya infeksi.
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal: dosis awal sama seperti pasien dengan
fungsi ginjal yang normal/sehat, dosis selanjutnya harus disesuaikan menurut
bersihan kreatinin yaitu:
Bersihan kreatinin 50 mL/menit: interval pemberian 8 jam dosis yang
dianjurkan 90% terhadap dosis permulaanl; interval pemberian 12 jam, dosis
yang dianjurkan 95% terhadap dosis permulaan.
Bersihan kreatinin 30 mL/menit: interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 80% terhadap dosis permulaan; interval pemberian 12 jam, dosis
yang dianjurkan 90 % terhadap dosis permulaan.
Bersihan kreatinin 20 mL/menit: interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 70% terhadap dosis permulaan; interval pemberian 12 jam, dosis
yang dianjurkan 80 % terhadap dosis permulaan.
Bersihan kreatinin 10 mL/menit: interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 60% terhadap dosis permulaan; interval pemberian 12 jam, dosis
yang dianjurkan 70 % terhadap dosis permulaan
Bersihan kreatinin 5 mL/menit: interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 55% terhadap dosis permulaan; interval pemberian 12 jam, dosis
yang dianjurkan 65% terhadap dosis permulaan.
Bersihan kreatinin 2,5 mL/menit, interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 45% terhadap dosis permulaan; interval pemberian 12 jam, dosis
yang dianjurkan 60 % terhadap dosis permulaan.
Fungsi ginjal yang parah dengan bersihan kreatinin 0 mL / min, 75 % dari dosis
yang dianjurkan selama 24 jam.
20. Seftazidim
Indikasi: Idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Injeksi intramuskuler dalam, intravena atau infuse: 1 g tiap 8 jam, 2 g tiap 12 jam.
Infeksi berat: 2 gram tiap 8-12 jam.
Lansia: dosis maksimum 3 g/hari.
Bayi (sampai 2 bulan): 25-60 mg/kg bb/hari dalam 2 kali pemberian.
Bayi (di atas 2 bulan): 30-100 mg/kg bb/hari dibagi dalam 2-3 kali pemberian.
Pasien meningitis atau imunodefisiensi: maksimum 6 g/hari dibagi dalam 3 kali.
Infeksi saluran kemih dan infeksi tidak terlalu berat: 0,5-1 g tiap 12 jam.
Anak: 150 mg/kg bb/hari (maksimum 6 g/hari) dibagi dalam tiga kali pemberian.
Profilaksis pada operasi prostat: 1 g pada saat induksi anestesi, dapat diulangi
pada saat pengangkatan kateter.
21. Seftibuten
Indikasi: Idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor
Dosis:
Dewasa dan anak (di atas 10 tahun) (BB lebih dari 45 kg): 400 mg/hari dosis tunggal.
Anak (di atas 6 bulan): suspensi oral, 9 mg/kg bb/hari dosis tunggal.
22. Seftizoksim
Indikasi: Infeksi saluran pernafasan bagian bawah, infeksi saluran kemih, infeksi
intraabdominal, infeksi kulit dan jaringan, infeksi tulang dan sendi, septikemia dan
meningitis.
Peringatan: Riwayat penyakit pada saluran cerna; penggunaan jangka panjang
(menyebabkan superinfeksi); kehamilan; menyusui; penggunaan pada anak-anak
(peningkatan kadar eosinofil), SGOT, SGPT, dan CPK; bayi berusia di bawah 6
bulan; lansia (turunkan dosis); pasien sensitif terhadap penisilin; pantau fungsi ginjal
terutama pada pasien yang menerima dosis terapi maksimum dan pemberian bersama
antibiotik aminoglikosida; dapat terjadi gejala defisiensi vitamin K; positif palsu
pada tes glukosa dalam urin dengan pereaksi benedict dan clinitest serta pada direct
coombs test.
Interaksi: Dapat terjadi nefrotoksisitas apabila sefalosporin diberikan bersama
dengan antibiotik aminoglikosida.
Kontraindikasi: Hipersensitif pada seftizoksim dan sefalosporin lainnya.
Efek Samping: Ruam kulit, pruritus, selulitis, nyeri abdomen, demam, peningkatan
sementara SGOT, SGPT, alkalin fosfatase dan eosinofilia, rasa terbakar pada tempat
penyuntikan, plebitis (pada pemberian secara intramuskular), rasa kaku, paraestesia,
peningkatan bilirubin, vaginitis, neutropenia, trombositopenia, diare, mual dan
muntah.
Dosis:
Dewasa:
Intra vena atau intra muscular: 0,5-2 gram per hari terbagi dalam 2-4 dosis.
Infeksi berat atau berdasarkan umur dan keadaan dari pasien: 4 gram per hari.
Anak 6 bulan
Intravena atau intramuscular: 40-80 mg/kg bb per hari terbagi dalam 2-4 dosis.
Infeksi yang berat: 120 mg/kg bb per hari
Dosis total: tidak boleh melebihi dosis untuk orang dewasa.
Dosis pada orang dewasa dengan gangguan fungsi ginjal:
Ringan dengan bersihan kreatinin 79-50 mL/menit: infeksi yang tidak terlalu
berat 500 mg 3 kali sehari, infeksi yang mengancam jiwa 0,75-1,5 gram 3 kali
sehari
Gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat dengan bersihan kreatinin 49-5
mL/menit: infeksi yang tidak terlalu berat 250-500 mg 2 kali sehari, infeksi
yang mengancam jiwa 0,5-1 gram 2 kali sehari.
Pasien dialisa dengan bersihan kreatinin 4-0 mL/menit: infeksi yang tidak
terlalu berat 500 mg tiap 2 hari atau 250 mg 1 kali sehari, infeksi yang
mengancam jiwa 0,5-1 gram tiap 2 hari atau 0,5 gram 1 kali hari.
23. Seftriakson
Indikasi: Idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor. Pada gangguan fungsi hati yang disertai gangguan fungsi
ginjal dapat terjadi penggeseran bilirubin dari ikatan plasma. Seftriakson kalsium
dapat menimbulkan presipitasi di ginjal atau empedu.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin. Kontraindikasi
untuk bayi di bawah 6 bulan.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
injeksi intramuskular dalam, bolus intravena atau infuse: 1 g/hari dosis tunggal.
Pada infeksi berat: 2-4 g/hari dosis tunggal.
Anak (di atas 6 minggu): 20-50 mg/kg bb/ hari sampai 80 mg/kg bb/hari dengan
dosis tunggal
Gonore tanpa komplikasi: 250 mg dosis tunggal.
Profilaksis bedah: 1 g dosis tunggal.
Profilaksis bedah kolorektal: 2 g.
24. Sefuroksim
Indikasi: Profilaksis tindakan bedah, lebih aktif terhadap Hemophilus
influenzae dan N. gonorrhoeae. Idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Oral
Infeksi saluran napas atas dan bawah: 250 mg dua kali sehari (jika berat maka
ditingkatkan dua kali lipat)
Infeksi saluran kemih: 125 mg dua kali sehari
Pielonefritis: 250 mg dua kali sehari
Gonore: 1 gram dosis tunggal.
Anak (di atas 3 bulan): 125 mg dua kali sehari.
Otitis media pada anak lebih dari 2 tahun dapat diberikan 250 mg dua kali sehari.
Parenteral
Injeksi intramuskuler, bolus intravena atau infuse: 750 mg tiap 6-8 jam. pada
infeksi berat: 1,5 g tiap 6-8 jam. Pemberian lebih dari 750 mg hanya boleh secara
intravena.
Anak: 30-100 mg/kg bb/hari (rata-rata 60 mg/kg bb/hari), dibagi dalam 3-4 dosis.
Gonore: 1,5 g injeksi intramuskuler, dosis tunggal, pada dua tempat suntikan.
Profilaksis bedah: 1,5 g injeksi intravena, pada saat induksi. Dapat ditambahkan
750 mg intramuskuler 8-16 jam kemudian (bedah abdomen, pelvis dan ortopedi),
atau 750 mg, intramuskular tiap 8 jam selama 24-48 jam berikutnya (bedah
jantung, paru dan esofagus). Meningitis: 3 g, injeksi intravena, tiap 8 jam.
Anak: 200-240 mg/kg bb/hari dibagi dalam 3-4 dosis.
Dosis diturunkan menjadi 100 mg/ kg bb/hari setelah 3 hari atau setelah adanya
perbaikan klinis.
Neonatus: 100 mg/kg bb/hari, kemudian diturunkan menjadi 50 mg/kg bb/hari.
3. Golongan Tetrasiklin
3.1 Asal
Streptomyces aureofaciens & Streptomyces rimosus
3.2 Mekanisme
Menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya dengan memblock terikatnya asam
amino ke ribosom bakteri.
Tetrasiklin menghambat masuknya aminoasil-tRNA ke tempat aseptor A pada kompleks
mRNA-ribosom, sehingga menghalangi penggabungan asam amino ke rantai peptide.
Tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri gram negative dengan cara difusi pasif melalui
kanal hidrofilik dan dengan sistem transportasi aktif.
3.3 Spektrum
Luas terhadap gram positif, gram negatif, chlamydia, mycoplasma, bahkan rickettsia
(kecuali terhadap pseudomonas).
3.6 Resistensi
Bakteri memproduksi protein pompa yang akan mengeluarkan obat dari dalam sel bakteri
Resistensi satu jenis tetrasiklin disertai resistensi tetrasiklin lainnya, kecuali minosiklin
pada resistensi S. aureus dan dosisiklin pada resistensi B. fragilis
Bakteri yang sudah resisten adalah:
Streptococcus beta hemoliticus
E.coli,
Pseudomonas aeroginosae,
Streptomyses pneumoniae,
Staphyllococus aureus dan
Sebagian N.gonorrhoeae.
4. Golongan Aminoglikosida
4.1 Asal
Fungi Streptomyces & Micromonospora
4.2 Mekanisme
Bakterisida.
Aminoglikosida terikat pada sub unit 30 S dari ribosom, maka sub unit 70 S nya tidak
terbentuk sehingga terjadi inhibisi sintesis protein karena terjadi kesalahan dalam membaca
kode genetik.
Asam amino yang salah kemudian disambungkan pada rantai polipeptida sehingga
terbentuk protein yang berbeda.
Mekanisme tersebut merusak membran sel bakteri sehingga bakteri mati.
4.3 Spectrum
Terutama aktif terhadap kuman bakteri gram negatif.
Secara in vitro senyawa aminoglikosida aktif terhadap bakteri gram negatif aerob.
Diantara bakteri Gram positif, hanya Staphylococcus yang dapat diinhibisi oleh
aminoglikosida.
Tidak aktif terhadap bakteri anaerob seperti Clostridia, Rickettsia, jamur dan virus.
4.4 Perhatian
Aminoglikosida dapat mengganggu transmisi neuromuskular dan sebaiknya dihindari pada
pasien miastenia gravis. Dosis besar yang diberikan pada waktu pembedahan dapat
menimbulkan sindrom miastenia yang bersifat sementara pada pasien dengan fungsi
neuromuskular normal.
Aminoglikosida sebaiknya tidak diberikan bersama diuretika yang potensial ototoksik
(misalnya furosemid). Bila pemberian bersama tidak dapat dihindarkan, jarak pemberian
kedua obat sebaiknya diusahakan sepanjang mungkin.
Pemantauan kadar obat dalam serum dapat menghindari kadar yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah, sehingga dapat mencegah toksisitas dan juga menjamin efikasi. Pada pasien
dengan fungsi ginjal normal, kadar aminoglikosida sebaiknya diukur setelah 3 atau 4
regimen dosis ganda harian. Pasien dengan gangguan ginjal memerlukan pengukuran
kadar aminoglikosida yang lebih awal dan lebih sering.
Aminoglikosida umumnya diberikan 2-3 kali sehari dalam dosis terbagi, namun sekarang
lebih sering digunakan dosis satu kali sehari asalkan kadar serum memadai. Namun
demikian sebaiknya mengacu pada panduan lokal mengenai kesetaraan dosis dengan kadar
dalam serum.
Untuk anak dengan fibrosis sistik kadang diperlukan aminoglikosida secara parenteral
dalam dosis yang lebih tinggi karena klirens aminoglikosida meningkat. Tobramisin dalam
sediaan nebulizer dapat digunakan untuk infeksi paru oleh pseudomonas pada fibrosis
sistik, namun resistensi dapat terjadi dan pada beberapa anak tidak responsif terhadap obat.
d. Neomisin
Terlalu toksik bila diberikan secara parenteral.
Dihasilkan dari kultur Streptomyces fradiae. Untuk pemakaian setempat,
neomisinsering dikombinasikan dengan Zn-basitrain untuk pengobatan infeksi
Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp.
Obat ini hanya digunakan untuk infeksi kulit, mukosa dan untuk mengurangi populasi
bakteri di kolon sebelum operasi atau pada kegagalan fungsi hati.
Pemberian per oral dapat menyebabkan malabsorpsi. Pada pasien dengan kegagalan
fungsi hati, sebagian kecil neomisin akan diabsorpsi. Karena pasien seperti ini juga akan
mengalami uremia, dapat terjadi akumulasi yang pada akhirnya menyebabkan
ototoksisitas.
Indikasi: Sterilisasi usus sebelum operasi. Lihat juga keterangan di atas.
Peringatan: Idem gentamisin dan terlalu toksik untuk penggunaan sistemik.
Kontraindikasi: Idem gentamisin
Efek Samping: Idem gentamisin dan hindari penggunaan pada obstruksi usus dan
gangguan fungsi ginjal.
Dosis: oral, 1 gram tiap 4 jam.
e. Netilmisin
Memiliki aktivitas yang sama dengan gentamisin, namun ototoksisitas lebih jarang
terjadi pada pasien yang memerlukan terapi lebih dari 10 hari.
Aktif terhadap sejumlah basilus Gram-negatif yang resisten terhadap gentamisin namun
dibandingkan gentamisin atau tobramisin, kurang efektif terhadap Pseudomonas
aeruginosa.
Indikasi: Infeksi berat kuman gram negatif yang resisten terhadap gentamisin.
Peringatan, kontraindikasi dan efeksamping: Idem gentamisin
Dosis:
injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infus: 4-6 mg/kg bb/hari sebagai dosis
tunggal atau dosis terbagi tiap 8 -12 jam.
Infeksi berat dosis dapat naik sampai 7,5 mg/kg bb/hari dalam tiga kali pemberian
(dosis segera diturunkan bila terdapat perbaikan klinis, biasanya setelah 48 jam).
Neonatus kurang dari 1 minggu: 3 mg/kg bb tiap 12 jam; di atas 1 minggu, 2,5-3
mg/kg bb tiap 12 jam; Anak 2-2,5 mg/kg bb tiap 8 jam.
Infeksi saluran kemih, 150 mg/hari (dosis tunggal) selama 5 hari. Gonore: 300 mg
dosis tunggal.
Keterangan: Kadar puncak (1 jam) tidak boleh lebih dari 12 mg/liter dan kadar lembah
tidak boleh lebih dari 2 mg/liter.
f. Tobramisin
Didapatkan melalui fermentasi dari Streptomyces tenebrarius.
Memiliki aktivitas yang serupa dengan gentamisin. Dibandingkan dengan gentamisin,
tobramisin sedikit lebih aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa, tapi kurang aktif
terhadap kuman gram negatif lainnya.
Dapat diberikan melalui nebulizer berdasarkan siklus dasar (28 hari diberi tobramisin
diikuti dengan periode 28 hari bebas tobramisin) untuk terapi infeksi paru kronis
fibrosis sistik karena Pseudomonas aeruginosa. Namun, resistensi dapat muncul
sehingga beberapa pasien tidak responsif terhadap terapi.
Indikasi, peringata, kontraindikasi dan efek samping: Idem gentamisin
Dosis:
Injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infus 3 mg/kg bb/hari dalam dosis
terbagi tiap 8 jam.
Pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 5 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi
tiap 6-8 jam (turunkan menjadi 3 mg/kg bb/hari setelah terjadi perbaikan klinis).
Neonatus: 2 mg/kg bb tiap 12 jam.
Bayi / anak (di atas 1 minggu): 2-2,5 mg/kg bb tiap 8 jam.
Infeksi saluran kemih, 2-3 mg/kg bb/hari, intramuskular, dosis tunggal.
Keterangan: Kadar puncak (1 jam) tidak boleh lebih dari 10 mg/liter dan kadar lembah
tidak boleh lebih dari 2 mg/liter.
5. Golongan Makrolida
Makrolida merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan ciri
suatu cincin lakton (biasanya terdiri dari 14 atau 16 atom) di mana terkait gula-gula deoksi.
Antibiotika golongan makrolida yang pertama ditemukan adalah Pikromisin, diisolasi pada
tahun 1950.
Makrolida merupakan salah satu golongan obat antimikroba yang menghambat
sintesis protein mikroba. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai
protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada
bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi
dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua
komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Kerja dari
makrolida ini adalah berikatan pada ribosome sub unit 50S dan mencegah pemanjangan rantai
peptida.
Golongan makrolida menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya dengan
jalan berikatan secara reversibel dengan Ribosom subunit 50S. Sintesis protein terhambat
karena reaksi-reaksi translokasi aminoasil dan hambatan pembentuk awal sehingga
pemanjangan rantai peptide tidak berjalan. Makrolida bisa bersifat sebagai bakteriostatik atau
bakterisida, tergantung antara lain pada kadar obat serta jenis bakteri yang dicurigai. Efek
bakterisida terjadi pada kadar antibiotika yang lebih tinggi, kepadatan bakteri yang relatif
rendah, an pertumbuhan bakteri yang cepat. Aktivitas antibakterinya tergantung pada pH,
meningkat pada keadaan netral atau sedikit alkali. Meskipun mekanisme yang tepat dari
tindakan makrolid tidak jelas, telah dihipotesiskan bahwa aksi makrolid dengan menghambat
sintesis protein pada bakteri dengan cara berikut:
1) Mencegah Transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs P.
2) Mencegah pembentukan peptida tRNA
3) Memblokir peptidil transferase
4) Mencegah perakitan ribosom
Antibiotik makrolida terikat di lokasi P-dari subunit 50S ribosom. Hal ini
menyebabkan selama proses transkripsi, lokasi P ditempati oleh makrolida. Ketika t-RNA
terpasang dengan rantai peptida dan mencoba untuk pindah ke lokasi P, t-RNA tersebut tidak
dapat menuju ke lokasi P karena adanya makrolida, sehingga akhirnya dibuang dan tidak
dipakai. Hal ini dapat mencegah transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs-P dan memblok
sintesis protein dengan menghambat translokasi dari rantai peptida yang baru terbentuk.
Makrolida juga memnyebabkan pemisahan sebelum waktunya dari tRNA peptidal di situs A.
Mekanisme kerja makrolida, selain terikat di lokasi P dari RNA ribosom 50S, juga memblokir
aksi dari enzim peptidil transferase. Enzim ini bertanggung jawab untuk pembentukan ikatan
peptida antara asam amino yang terletak di lokasi Adan P dalam ribosom dengan cara
menambahkan peptidil melekat pada tRNA ke asam amino berikutnya. Dengan memblokir
enzim ini, makrolida mampu menghambat biosintesis protein dan dengan demikian
membunuh bakteri.
Antibiotik golongan makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat
menghambat beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian besar Gram-negatif
aerob resisten terhadap makrolida, namun azitromisin dapat menghambat Salmonela.
Azitromisin dan klaritromisin dapat menghambat H. influenzae, tapi azitromisin mempunyai
aktivitas terbesar. Keduanya jugaaktif terhadap H. Pylori.
Antibiotik Makrolida dihasilkan oleh beberapa bakteri : Eritromisin berasal dari
Streptomyces erythreus, Saccharopolyspora erythraea dan Sarcina lutea. Oleandomisin
berasal dari Streptomyces antibioticus, karbamisin berasal dari Streptomyces halstedii dan
Spiramisin berasal dari Streptomyces ambofaciens.
Contoh produk golongan makrolida yang beredar dipasaran diantaranya yaitu
eritromisin, klaritromisin, roxitromisin, azitromisin, diritromisin serta spiramisin.
5.1 Farmakokinetika
Dalam penjelasan farmakokinetik berikut akan dijelaskan mekanisme farmakokinetik
3 antibiotik turunan makrolida yaitu eritromisin.
1) Eritromisin
Ertromisin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus diberikan dengan salut
enteric. Stearat dan ester cukup tahan pada keadaan asam dan diabsorbsi lebih baik.
Garam lauryl dan ester propionil ertromycin merupakan preprata oral yang paling baik
diabsorbsi. Dosis oral sebesar 2 g/hari menghasilkan konsentrasi basa ertromisin serum
dan konsentrasi ester sekitar 2 mg/mL. Akan tetapi, yang aktif secara mikrobiologis
adalah basanya, sementara konsentrasinya cenderung sama tanpa memperhitungkan
formulasi.
Waktu paruh serum adalah 1,5 jam dalam kondisi normal dan 5 jam pada pasien
dengan anuria. Penyesuaian untuk gagal ginjal tidak diperlukan. Ertromisin tidak dapat
dibersihkan melalui dialysis. Jumlah besar dari dosis yang diberikan diekskresikan dalam
empedu dan hilang dalam fases, hanya 5% yang diekskresikan dalam urine. Obat yang
telah diabsorbsi didistribusikan secara luas, kecuali dalam otak dan cairan serebrospinal.
Ertromycin diangkut oleh leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Obat ini melintasi
sawar plasenta dan mencapai janin.
6. Golongan Sulfonamida
Sulfonamida merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar yang
sama, yaitu H2N-C2H-SO2NHR, dan R adalah bermacam- macam substituen. Pada
prinsipnya senyawa- senyawa ini dapat digunakan untuk menghadapi berbagai infeksi.
6.1 Aktifitas dan Mekanisme kerja
Obat ini memilik kerja bakteriostatis yang luas terhadap bakteri gram postif dan gram
negatif; terhadap Pseudomonas , Proteus dan Streptococcus faecalis tidak aktif.
Mekanisme kerjanya berdasarkan pencegahan sintesis (dihidro)folat dalam kuman dengan
cara antagonisme saingan denga PABA. Banyak jenis bakteri membutuhkan asam folat
untuk membangun asam-asam intinya DNA dan RNA. Asam folat ini dibentuknya sendiri
dari bahan-pangkal PABA(=para-aminobenzoid acid) yang terdapat dimana-mana dalam
tubuh manusia.
7. Golongan Kuinolon
Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika golongan Kuinolon lama yang dipasarkan
sekitar tahun 1960. Walaupun obat ini mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman
gram negatif, tetapi eliminasinya melalui urin berlangsung terlalu cepat sehingga sulit dicapai
kadar pengobatan dalam darah. Karena itu penggunaan obat Kuinolon lama ini terbatas
sebagai antiseptik saluran kemih saja.
Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor
pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini
secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri,
memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat.
Daya antibakteri Flurokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan dengan kelompok
kuinolon, selain itu kelompok obat ini juga diserap dengan baik pada pemberian oral, dan
beberapa derivatnya tersedia juga dalam bentuk perenteral sehingga dapat digunakan untuk
penanggulangan infeksi berat, khususnya yang disebabkan oleh kuman Gram-Negatif. Daya
antibakterinya terhadap kuman Gram-Positif relatif Lemah. Yang termasuk golongan ini
adalah Siprofloksasin, Ofloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Enoksasin,
Levofloksasin, dan Flerofloksasin.
Flurokuinolon Baru mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman Gram-
Positif, serta kuman atipik penyebab infeksi saluran nafas bagian bawah. Yang termasuk
golongan ini adalah Moksifloksasin, Gatifloksasin, dan Gemifloksasin.
Pada saat perkembangbiakkan kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi
dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini
akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah.
Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase. Peranan
antibiotika golongan Kuinolon & Flurokuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada
kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.
Kuinolon aktif terhadap beberapa kuman Gram-Negatif antara lain : E. Coli, Proteus,
Klebsiella, dan Enterobacter. Kuinolon ini bekerja dengan menghambat subunit A dari Enzim
DNA graise Kuman, Akibatnya reflikasi DNA terhenti.
Flurokuinolon lama (Siproflaksin, Ofoflaksin, Norfloksasin) mempunyai daya
antibakteri yang sangat kuat terhadap E. Coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H.
Influenzae, Providencia, Serratia, Salmonelle, N. Meningitis, N. Gonorrhoeae, B. Catarrhalis
dan Yersinia Entericolitia, tetapi terhadap kuman Gram-Fositif daya antibakteinya kurang
baik.
Flurokuinolon Baru (Moksifloksasin, Levloksasin) mempunyai daya antibakteri yang
baik terhadap kuman Gram Positif dan kuman Gram-Negatif, serta kuman atipik. Uji klinik
menunjukan bahwa flurikuinolon baru ini efektif untuk bakterial bronkitis kronis.
7.4 Resistensi
Resistensi terhadap kinolon dapat trejadi melalui 3 Mekanisme, yaitu :
Mutasi Gen gyr A yang menyababkan subunit A dari DNA graise kuman berubah
sehingga tidak dapat diduduki molekul obat lagi.
Perubahan pada permukaan sel kuman yang mempersulit penetrasi obat kedalam sel.
Peningkatan Mekanisme Pemompaan obat keluar sel (efflux).
7.5 Farmakokinetik
Asam Nalidiksat diserap baik melalui saluran cerna tetapi dengan cepat
dieksresikan dengan cepat melaliu Ginjal. Flurokinolon diserap lebih baik melalui saluran
cerna dibandingkan dengan asam nalidiksat. Pefloksasin adalah Flurokuinolon yang
absorpsinya paling baik dan masa paruh eliminasinya paling panjang. Bioavailabilitasnya
pada pemberian peroral sama dengan pemberian parenteral. Penyerapan Siproflaksin dan
Flurokiunolon lainnya akan terhambat bila diberikan bersama Antasida. Sifat
Flurokuinolon yang menguntungkan ialah bahwa golongan obat ini mampu mencapai
kadar tinggi dalam prostat, dan cairan serebrospinalis bila ada Meningitis, Sifat lainnya
yang mengunutngkan adalah masa paruh eliminasinya panjang sehingga obat cukup
diberikan 2 kali dalam sehari.
7.6 Indikasi
Asam Nalidiksat hanya digunakan sebagai antiseptik saluran Kemih,
sedangkan Flurokuinolon digunakan untuk indikasi yang jauh lebih luas, antara lain :
Secara Umum dapat dikatakan bahwa efek samping golongan kuinolon sepadan
dengan antibiotik golongan lain. Beberapa Efek samping yang dihubungkan dengan
penggunaan obat ini adalah :
Saluran Cerna
Efek samping ini paling sering timbul akibat penggunaan golongan kuinolon, dan
bermanifestasi dalam bentuk mual, dan rasa tidak enak diperut.
Susunan Saraf Pusat
Yang paling sering terjadi adalah Sakit kepala dan Pusing. Bentuk yang jarang timbul
ialah Halusinasi. Kejang dan delirium
Hepatotoksisitas
Efek samping ini jarang terjadi.
Kardiotoksisitas
Akumulasi kalium dalam miosit, akibatnya terjadi aritmia Ventrikel.
Disglikemia
Dapat Menimbulkan hiper atau hipoglikemia. Akibatnya akan memperparah penyakit
diabetes Melitus.
A.Azetronam (Monobactam/Monosiklik)
Merupakan antibiotik beta-laktam monosiklik (monobaktam) dengan spektrum
antibakteri terbatas pada kuman aerob Gram negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa,
Neisseria meningitidis dan Hemophilus influenzae. Tidak boleh diberikan tunggal untuk terapi
tanpa dasar diagnosa, karena obat ini tidak efektif untuk kuman Gram positif. Aztreonam juga
efektif untuk Neisseria gonorrhoeae, tapi tidak untuk infeksi klamidia yang menyertainya.
8.1 Mekanisme Kerja
Antibiotik monobaktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat
langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas
mekanik pada dinding sel bakteri.
8.2 Indikasi
8.3 Peringatan
Alergi terhadap antibiotik beta-laktam, ganguan fungsi hati, pada gangguan fungsi
ginjal dosis perlu disesuaikan.
8.4 Kontraindikasi
Alergi terhadap aztreonam, wanita hamil atau menyusui.
Mual, muntah, diare, kram abdomen, gangguan pengecapan, ulkus mulut, ikterus dan
hepatitis, gangguan darah (trombositopenia dan netropenia), urtikaria dan ruam.
8.6 Dosis
Injeksi intramuskuler atau injeksi intravena selama 3-5 menit atau infus intravena. 1 g
tiap 8 jam atau 2 g tiap 12 jam untuk infeksi berat. Dosis lebih dari 1g hanya diberikan
secara intravena.
BAYI di atas 1 minggu: 30 mg/kg bb, intravena tiap 8 jam. ANAK di atas 2 tahun atau
infeksi berat, 50 mg/kg bb tiap 6-8 jam, maksimum 8 g per hari.
Infeksi saluran kemih, 0,5-1 g tiap 8-12 jam. Gonore dan sistitis, 1 g dosis tunggal.
9.1 Spectrum
9.2 Mekanisme
Ada rasio konsentrasi optimal bagi kedua senyawa agar mencapai sinergisme, dan
nilai ini sama dengan rasio konsentrasi hambatan minimal kedua obat jika bekerja terpisah.
Meskipun reaksi inibervariasi untuk bakteri-bakteri yang berbeda, rasio yang paling efektif
untuk sebagian besar mikroorganisme adalah 20 bagian sulfametoksazol dengan satu bagian
trimetoprim. Karenanya kombinasi ini di formulasikan untuk mencapai konsentrasi
sulfametoksazol in vivo yang 20 kali lebih besar dari pada trimetoprim. Oleh karena itu,
penting uuntuk mempertimbangkan sifat farmakokinetik dalam memilih sulfonamide untuk
dikombinasikan dengan trimetoprim agar konsentrasi kedua senyawa ini di dalam tubuh
relative konstan.
9.3 Resistensi
Sulfametoksazol dan trimetoprim hampir mirip namun tidak benar-benar cocok untuk
mencapai rasio konstan 20:1 untuk konsentrasinya didalam darah dan jaringan. Rasio dalam
darah sring kali lebih besar dari pada 20:1 sedangkan rasionya dalam jaringan seringkali lebih
kecil. Setelah pemberian sediaan kombinasi dalam dosis oral tunggal, trimetoprim diabsorpsi
lebih cepat daripada sulfametoksazol. Pemberian kedua obat tersebut se=cara bersamaan
tampaknya memperlambat absorpsi sulfametoksazol. Konsentrasi puncak trimetoprim dalam
darah biasanya terjadi dalam waktu 2 jam padan sebagian besar pasien, smentara konsentrasi
puncak sulfametoksazol terjadi dalam waktu 4 jam setelah dosis oral tunggal. Waktu paruh
trimetoprim sekitar 11 jam dan sulfametoksazol sekitar 10 jam.
Trimetoprim dengan cepat terdistribusi dan terkonsentrasi dalam jaringan, dan sekitar
40% terikat pada protein plasma dengan adanya sulfametoksazol. Volume distribusi
trimetoprim hampir 9 kali volume distribusi sulfametoksazol. Obat ini dengan mudah
memasuki sairan serebrospinal dan sputum. Masing-masing komponen dalam konsentrasi
tinggi juga ditemukan dalam empedu. Kurang lebih 65% sulfametioksazol terikat pada protein
plasma.
Sekitar 60% trimetoprim dan 25% h5ngga 50% sulfametoksazol diekskresikan di
dalam urin malam waktu 24 jam. Dua pertiga sulfonamide berada dalam bentuk tidak
terkonjugasi. Metabolit trimetoprim juga dieksresikan. Kecepatan ekskresi dan konsentrasi
kedua senyawa dalam urin menurun secara signifikan pada pasien yang mengalami uremia.
10.1 Indikasi:
Infeksi saluran kemih; infeksi saluran napas termasuk bronkitits, pneumonia, infeksi
pada cystic fibrosis; demam tifoid; meliodosis; brucellosis; granuloma inguinale;
konjungtivitis klamidia pada neonates; otitis media; infeksi kulit, gigitan binatang;pneumonia
oleh Pneumocystis carinii (Pneumocystis jiroveci)
10.2 Peringatan
Gangguan fungsi ginjal, ibu menyusui, pasien dengan risiko defisiensi folat, porfiria.
Untuk pengobatan jangka panjang diperlukan hitung jenis sel darah.
10.3 Kontraindikasi
Gangguan fungsi ginjal berat, wanita hamil, neonatus dan diskrasia darah.
Gangguan saluran cerna, mual dan muntah, ruam, pruritus, eritema multiforme
(jarang-jarang), nekrolisis epidermal toksik, gangguan hematopoesis, meningitis aseptik.
10.5 Dosis
Oral: infeksi akut, 200 mg tiap 12 jam. anak dua kali sehari: 2-5 bulan, 25 mg; 6
bulan-5 tahun, 50 mg; 6-12 tahun, 100 mg.Infeksi kronik dan profilaksis, 100 mg malam hari;
anak 1-2 mg/kg bb malam hari. Injeksi intravena lambat atau infus: 150-250 mg tiap 12 jam;
anak di bawah 12 tahun, 6-9 mg/kg bb/hari dibagi 2 atau 3 dosis.
11.2 Mekanisme
Bekerja menghambat sintesis protein bakteri. Antibiotik ini memberikan efek dengan
cara bereaksi pada sub unit 50S ribosom dan menghalangi aktivitas enzim peptidal
transferase. Enzim ini berfungsi untuk membentuk ikatan peptida antara asam amino baru
yang masih melekat pada tRNA dengan asam amino terakhir yang sedang berkembang.
Sebagai akibatnya, sintesis protein bakteri akan terhenti seketika.
11.3 Spectrum:
Luas, namun bersifat toksik. Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat
akibat haemophilus influenzae, deman tifoid, meningitis dan abses otak, bakteremia dan
infeksi berat lainnya. Karena toksisitasnya, obat ini tidak cocok untuk penggunaan sistemik.
a. Absorpsi
Ketersediaan hayati kloramfenikol lebih besar dari pada bentuk esternya, karena
hidrolisis esternya tidak sempurna.
Pemakaian parenteral digunakan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis di
jaringan menjadi kloramfenikol.
Pemberian i.v kadar maksimum kloramfenikol aktif sama seperti pada pemberian oral.
b. Distribusi
Distribusinya luas.
c. Ekskresi
11.5 Resistensi
Mayoritas disebabkan oleh adanya enzim yang menambahkan gugus asetil ke dalam
antibiotik. Kloramfenikol yang terasetilasi tidak akan dapat terikatnpada subunit 50S ribosom
bakteri. Terasetilasi tidak akan terikat pada subunit 50S ribosom bakteri, sehingga tidak
mampu menghambat sintesis protein.
b. Peringatan
Hindari pemberian berulang dan jangka panjang. Turunkan dosis pada gangguan
fungsi hati dan ginjal. Lakukan hitung jenis sel darah sebelum dan secara berkala selama
pengobatan. Pada neonatus dapat menimbulkan grey baby syndrome. (Periksa kadar
dalam plasma).
c. Kontraindikasi
d. Efek Samping
Kelainan darah yang reversibel dan ireversibel seperti anemia aplastik (dapat
berlanjut menjadi leukemia), neuritis perifer, neuritis optik, eritema multiforme, mual,
muntah, diare, stomatitis, glositis, hemoglobinuria nokturnal.
e. Dosis
Secara oral, injeksi intravena atau infus: 50 mg/kg bb/hari dibagi dalam 4 dosis
(pada infeksi berat seperti septikemia dan meningitis, dosis dapat digandakan dan segera
diturunkan bila terdapat perbaikan klinis).
12.1 Mekanisme
Mekanisme kerja klindamisin sama dengan eritromisin yaitu mengikat secara
ireversibel pada tempat sub unit 50S ribosom bakteri, sehingga menghambat langkah
translokasi sintesis protein.
12.2 Spektrum
Klindamisin aktif terhadap kokus Gram positif, termasuk stafilokokus yang resisten
terhadap penisilin, juga terhadap bakteri anaerob seperti Bacteroides fragilis. Obat ini
terkonsentrasi dalam tulang dan diekskresi di urin dan empedu.
Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberiaan oral. Adanya makanan dalam
lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Klindamisin palmitat yang digunakan
sebagai preparat oral pediiatrik, tidak aktif secara in vitro. Tetapi setelah mengalami hidrolisis
akan dibebakan klindamisin yang aktif. Klindamisin didistribusi dengan baik, ke berbagai
cairan tubuh, jaringan dan tulang, kecuali CSS walaupun sedang terjadi meningitis. Dapat
menembus sawar uri dengan baik. Kira-kira 90% klindamisin dalam serum terikat dengan
albumin. Hanya sekitar 10% klindamisin diekskresi dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah
kecil klindamisin ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-
demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan
empedu.
12.4 Indikasi
Infeksi serius akibat bakteri anaerob atau bakteri aerob gram positif. Infeksi serius
saluran nafas (emfiema, pnemonitis anaerob, abses paru), infeksi serius jaringan lunak dan
kulit, septikemia, infeksi intra-abdomen (peritonitis, abses intra-abdomen), infeksi ginekologi
(endometritis, selulitis pelvis pasca operasi vagina, abses tuboovarium non-gonokokal,
salpingitis, atau inflamasi pelvis ketika diberikan bersamaan dengan antibiotik untuk bakteri
aerob gram negatif), servisitis karena Chlamydia trachomatis, infeksi mulut (abses
periodontal, periodontitis), terapi toksoplasmik ensefalitis pada pasien dengan AIDS
(kombinasi bersama pirimetamin). Klindamisin dapat menjadi pilihan untuk pasien alergi
golongan penisilin.
12.5 Peringatan
12.6 Interaksi
12.7 Kontraindikasi
Hipersensitivitas.
Secra umum yaitu kolitis pseudomembran, diare, nyeri abdomen, gangguan pada tes
fungsi hati, ruam makulopapular. Tidak umum: eosinofilia, dysgeusia,
hipotensi, cardiorespiratory arrest, mual, muntah, urtikaria, pada pemberian injeksi: nyeri dan
abses. Jarang: eritema multiforme, poliartritis, pruritus. Frekuensi tidak
diketahui: agranulositosis, leukopenia, neutropenia, trombositopenia, reaksi anafilaktik, Drug
reaction with eoshiphilia and systemic symptoms (DRESS), esofagitis, ulkus esofagus,
ikterus, nekrolisis epidermal toksis, sindroma Steven Johnson, dermatitis eksfoliatif,
dermatitis bulosa, infeksi vagina, Acute Generalised Exanthematous Pustulosis (AGEP),
iritasi pada tempat penyuntikan.
12.9 Dosis
Secara oral: Infeksi serius. Dewasa, 150-300 mg tiap 6 jam. Infeksi lebih serius. 300-
450 mg tiap 6 jam. Anak, 8-16 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Sebaiknya diminum
dengan segelas air.
Penyakit inflamasi pelvis. Klindamisin fosfat 900 mg secara intravena tiap 6 jam
ditambah gentamisin intravena/intramuskular dengan dosis awal 2 mg/kg dilanjutkan 1,5
mg/kg tiap 8 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal dilanjutkan sampai 48 jam hingga
pasien membaik. Selanjutnya diberikan doksisiklin oral 100 mg, 2 kali sehari untuk
melengkapi durasi terapi hingga 10-14 hari. Sebagai terapi alternatif, diberikan klindamisin
oral 450 mg, 4 kali sehari untuk melengkapi durasi terapi hingga 10-14 hari.
Servisitis karena Chlamydia trachomatis. 450 mg 4 kali sehari selama 10-14 hari.
Terapi toksoplasmik ensefalitis pada pasien AIDS. Intravena: 600-1200 mg tiap 6 jam selama
3 minggu, dilanjutkan dengan klindamisin 300 mg tiap 6 jam atau 450 mg tiap 8 jam selama 3
minggu. Dikombinasi dengan pirimetamin: 100-200 mg dibagi dalam 2 dosis selama 1-2 hari,
dilanjutkan dengan 75 mg/hari. Asam folinat 10-20 mg/hari harus diberikan pada pirimetamin
dosis tinggi. Infeksi streptokokus -hemolitik. Terapi klindamisin selama minimal 10 hari.
13.1. Asal
Dihasikan oleh Streptomyces orientalis. Bersifat bakterisid thp kuman gram positif
aerob dan anaerob.Merupakan antibiotik terakhir jika obat-obat lain tidak ampuh lagi.
13.2 Mekanisme
13.3 Spektrum
Sementara itu data ikatan protein vankomisin bervariasi, 50-55% merupakan nilai
yang paling sering dinyatakan dalam literatur. Penetrasi vankomisin kedalam jaringan juga
bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh keadaan penyakit dan adanya peradangan. Misal pada
meninges yang tidak mengalami inflamasi, konsentrasi vankomisin pada cairan otak mencapai
4 mg/dL, sedangkan dengan adanya inflamasi konsentrasinya 6,4-11,1 mg/dL. Penetrasi ke
jaringan kulit secara signifikan lebih rendah pada pasien dengan diabetes melitus (median 0,1
mg/dL dengan rentang 0,01-0,45 mg/dL) dibandingkan dengan pasien nondiabetes (median
0,3 mg/dL dengan rentang 0,46-0,96 mg/dL). Konsentrasi vankomisin dalam jaringan paru-
paru berkisar antara 5-41% dari konsentrasi vankomisin serum baik pada pasien mupun
sukarelawan sehat. Penetrasi vankomisin ke dalam cairan epitelial pada pasien yang terluka
sangat bervariasi. Rasio konsentrasi vankomisin dalam seluruh darah dengan vankomisin
dalam cairan epitelial adalah 6:1.
13.5 Resistensi
Resistensi terhadap vankomisin berkembang akibat adanya enzim pada sel bakteri
yang resisten, yang akan membuang residu alanin dari bagian peptida peptidoglikan.
Vankomisin tidak dapat terikat pada peptida yang berubah, namun peptida yang berubah
tersebut dapat tetap berfungsi dslsm formasi ikatan silang sintesis peptidoglikan, sehingga
bakteri resisten vankomisin tetap dapat membuat dinding sel fungsional.
13.6 Indikasi
Parenteral: Pengobatan infeksi serius atau parah karena rentan bakteri tidak dapat diobati
dengan antimikroba lain (misalnya, staphylococcus).
Off label: IV profilaksis terhadap endokarditis bakteri pada pasien alergi penisilin.
13.7 Peringatan
Hindari penyuntikan yang cepat (risiko reaksi anafilaktoid); gangguan fungsi ginjal,
lansia, pasien dengan riwayat gangguan pendengaran. Perlu dilakukan uji fungsi ginjal dan
urinalisis, hitung jenis sel darah. Pada lansia atau pasien gangguan fungsi ginjal, periksa
fungsi pendengaran dan kadar vankomisin dalam plasma; kehamilan dan menyusui. Absorpsi
sistemik dapat terjadi pada pemberian berulang atau bila ada peradangan saluran cerna.
13.9 Dosis:
Oral: 125 mg tiap 6 jam selama 7-10 hari,untuk kolitis pseudo membranosa. Anak di atas 5
tahun, 5 mg/kg bb tiap 6 jam.
Injeksi intravena: 500 mg selama 60 menit atau lebih, tiap 6 jam; atau 1 g selam 100 menit
tiap 12 jam. neonatus sampai 1minggu, dosis awal 15 mg/kg bb dilanjutkan 10 mg/kg bb tiap
12 jam. bayi 1-4 minggu, mula-mula 15 mg/kg bb dilanjutkan dengan 10 mg/kg bb tiap 8 jam.
Di atas 1 bulan, 10 mg/kg bb tiap 8 jam.
14.1 Pengertian
14.2 Asal
a. Absorbsi
b. Distribusi
Teicoplanin terikat pada serum protein manusia, terutama pada albumin sekitar 87,6-
90,8% . Teicoplanin tidak didistribusikan dalam sel darah merah.Volume distribusi (VSS)
bervariasi 0,7-1,4 L / kg. Teicoplanin didistribusikan terutama di paru-paru, miokardium
dan tulang. Dalam cairan sinovial dan peritoneal. pengosongan Teicoplanin dari cairan
peritoneum terjadi pada tingkat yang sama dari serum. Dalam jaringan lemak dan
subkutan pleura rasio jaringan / serum terdiri antara 0,2 dan 0,5. Teicoplanin tidak mudah
menembus ke dalam cairan cerebrospinal (CSF).
c. Biotransformasi
Bentuk yang tidak berubah dari Teicoplanin adalah senyawa utama yang
diidentifikasi dalam plasma dan urin, menunjukkan metabolisme minimal. Dua metabolit
terbentuk pada saat hidroksilasi dan mewakili 2 sampai 3% dari dosis yang diberikan.
d. Eliminasi
Teicoplanin yang telah digunakan oleh hanya sedikit wanita hamil dan wanita usia
subur , tanpa mengalami peningkatan frekuensi malformasi atau efek berbahaya langsung
atau tidak langsung lainnya pada janin manusia yang telah diamati . Studi pada hewan
telah menunjukkan bukti terjadinya peningkatan kerusakan janin , tetapi signifikansinya
dianggap tidak pasti pada manusia.
15.1 Pengertian
Spectomycin merupakan golongan obat antibiotik yang aktif terhadap bakteri gram
negatif dan digunakan untuk pengobatan uretritis akut gonorrheal dan proctitis pada pria dan
servisitis gonore akut dan proctitis pada wanita yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.
(drugs.com dan drugbank.com).
Spectinomycin bekerja dengan cara mennghambat inhibitor sintesis protein dalam sel
bakteri; terutama pada 30S subunit ribosom.
Spectinomycin diserap dengan baik bila diberikan secara i.m., tetapi sulit diserap
ketika digunakan secara P.O. Sebagian besar obat disuntikkan dan ketika diekskresikan tidak
berubah dalam urin dalam waktu 48 jam. Sangat sedikit dari dosis yang diberikan yang dapat
terikat dengan protein plasma. Micromedex (2003), Kucers et al (1997).
a. Aceclofenac
b. Acetyldigitoxin
c. Alendronic asam S
Nyeri di tempat suntikan, urtikaria, ruam transient, pruritus, pusing, sakit kepala,
mual, muntah, menggigil, demam, gugup, insomnia.
16.1 Pengertian
16.2 Asal
Linezolid adalah antibiotik yang disintesis dari kelas oksazolidinon,Obat ini
bekerja dengan menghambat inisiasi sintesis protein bakteri.
Memiliki aktivitas in vitro terhadap bakteri positif Gram aerobik, bakteri gram negatif
tertentu dan mikroorganisme anaerob. Selektif menghambat sintesis protein bakteri
dengan cara mengikat situs bakteri pada ribosom dan mencegah pembentukan kompleks
fungsional 70S . Secara khusus, linezolid mengikat situs 23S pada RNA ribosom bakteri
pada subunit 50S dan mencegah pembentukan kompleks fungsional 70S yang
merupakan komponen penting dari proses penerjemahan bakteri. Linezolid bersifat
reversibel, inhibitor selektif dari monoamine oxidase. Oleh karena itu, linezolid memiliki
potensi interaksi dengan agen adrenergik dan serotonergik.
16.4 Farmakodinamik
Linezolid adalah agen antibakteri yang disintetis dari oksazolidinon, digunakan untuk
pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif aerobik. Bakteri Gram-
negatif tertentu dan bakteri anaerob. Oksazolidinon menghambat sintesis protein dengan
mengikat di situs P pada ribosom di subunit 50S. Resistensi terhadap inhibitor sintesis
protein lainnya tidak mempengaruhi aktivitas oksazolidinon, Oleh karena itu, resistensi
silang antara linezolid dan antibiotik lain tidak mungkin.
a. Absobrsi
Linezolid diabsorbsi cepat dan ekstensif setelah pemberian dosis oral. konsentrasi
plasma maksimum mencapai sekitar 1 sampai 2 jam setelah pemberian dosis, dan
bioavailabilitas absolut adalah sekitar 100%.
b. Volume distribusi
40 sampai 50 L ,Binding protein 31%
c. Metabolisme
Antizolid,Linosept,Linozid,Lizbid,Lizemox,Lizolid,Zenix
Time Dependent Antibiotic (Antibiotik TD) memiliki efek optimal bakterisida ketika
konsentrasi tetap dijaga diatas Konsentrasi Hambat Minimum (Minimum Inhibitory
Concentration /MIC). Konsentrasi antibiotik kategori ini dijaga 2-4 kali diatas MIC sepanjang
interval pemberian. Untuk agen ini, konsentrasi lebih tinggi tidak menambah daya bunuh
terhadap organisme. Lagi pula kecenderungan agen ini secara minimum hingga tidak
menghasilkan Post Antibiotic Effect* (PAE) / Efek Paska Antibiotik. contoh antibioik TD
yaitu antibiotik penisilin, sefalosporin, linezoid, makrolida, -lactam, klindamisin,
azitromisin, tetrasiklin, vancomisin, dan eritromisin.
Perbedaan antara kedua antibiotik di atas yaitu bila antibiotik TD intensitas bakterisid
(membunuh populasi kuman) ditentukan oleh lama kadar di atas MIC sedangkan antibiotik
CD intensitas bakterisid ditentukan oleh tinggi kadarnya dalam darah atau jaringan. Berikut
gambar perbedaan dari kedua antibiotik di atas :
DAFTAR PUSTAKA
2. Drs. Tan Hoan Tjay., Drs kirana Rahardja. Khasiat, Penggunaan dan Efek- efek Sampingnya.
Edisi 5.kelompok gramedia,jakarta,2002
4. http://pionas.pom.go.id/antibiotik-beta-laktam-lainnya/5122
5. Levison ME. Pharmacodynamics of antimicrobial drugs. Infect Dis Clin North Am.
2004Sep;18:451-465
7. Stein GE, Craing WA. Tigecycline: a critical analysis. Clin Infect Dis. 2006;43:518-
524. Abstract
8. Slover CM, Rodvold KA, Danziger LH. Tigecycline: a novel broad-spectrum antimicrobial.
Ann Pharmacother. 2007;41:965-972. Abstract