Anda di halaman 1dari 76

TUGAS FARKOTERAPI II

PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK, JENIS-JENIS ANTIBIOTIK, MEKANISME


KERJA, DAN SIFAT FARMAKOKINETIK ANTIBIOTIK SERTA DOSE
DEPENDENT ANTIBIOTIC DAN TIME DEPENDENT ANTIBIOTIC

Disusun oleh :

1. Diah Nurmala Sari 122210101016


2. Syafira Nur Hayati 142210101001
3. Fitri Valentina Santoso 142210101003
4. Yuliana Ayu Puspitasari 142210101007
5. Siti Nurrosyidah 142210101011

BAGIAN FARMASI KLINIK DAN KOMUNITAS

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

2017

1. Golongan Penisilin
1.1 Asal
Fungi Penicillinum chrysognum

1.2 Mekanisme
Antibiotik -laktam bekerja dengan menghambat
pembentukan peptidoglikan pada dinding sel. -laktam akan terikat pada enzim
transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan bakteri, hal ini akan
menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelah diri.
Pada bakteri Gram positif yang kehilangan dinding selnya akan menjadi protoplas,
sedangkan Gram negatif menjadi sferoplas. Protoplas dan sferoplas kemudian akan
pecah atau lisis.

1.3 Kegunaan secara umum


Untuk mengobati infeksi akibat bakteri pada saluran napas bagian atas (hidung
dan tenggorokan) seperti sakit tenggorokan, infeksi pada telinga, bronchitis.

1.4 Spektrum:
a) Sempit
Benzil penisilin (penisilin G)
Fenoksimetilpenisilin (penisilin V)
Penisilin tahan penisilinase, contoh: kloksasin, diklosasin, flukloksasilin.
b) Luas
Ampisilin
Amoksisilin (keefektifan sama seperti ampisilin namu absorbsinya lebih cepat)
Co-amoxiclav

1.5 Resistensi
Bakteri memiliki kemampuan untuk memproduksi -laktamase, yang akan
menghidrolisis ikatan pada cincin -laktam molekul penisilin dan mengakibatkan
inaktivasi antimikroba. Terdapat 3 kelas besar -laktamase, yaitu penisilinase,
oksasilinase, dan karbenisilinase. Penisilinase memiliki kisaran aktivitas yang luas
terhadap penisilin dan selafosporin, sedangkan oksasilinase dan karbenisilinase
memiliki aktivitas yang lebih terbatas.
Pada bakteri enteric (bakteri fakultatif anaerob gram negative yang terdapat
dalam intestinal manusia), -laktamase dihasilkan dalam konsentrasi rendah dan
terikat pada membrane luar. Enzim ini mencegah antimikroba -laktam untuk
mencapai tapak target pada membrane sitoplasma dengan cara merusaknya saat
antimikroba tersebut melewati membrane luar dan lapisan periplasma (periplasma
space).
Sebagian besar bakteri resisten penisilin juga memilki gen -laktamase pada
plasmid terutama plasmid R dan tranposon. Gen -laktamase yang paling banyak
terdapat secara luas adalah TEM-1 yang terdapat pada transposon Tn4.

1.6 Sifat farmakokinetika:


A) Absorbsi
Penisilin G mudah rusak dalam suasana asam (pH 2) sehingga cairan lambung
dengan dengan pH 4 tidak dapat terlalu merusak penisilin. Adanya makanan mungkin
akan menghambat absorbsi penisilin karena disebabkan oleh absorbsi penisilin pada
makanan. Sisa 2/3 dari dosis oral diteruskan ke kolon. Di sini terjadi pemecahan oleh
bakteri dan hanya sebagian kecil obat yang keluar bersama tinja. Bila dibandingkan
dosis oral terhadap IM, maka untuk mendapatkan kadar efektif dalam darah, dosis
penisilin G oral haruslah 4 - 5 kali lebih besar daripada dosis IM. Oleh karena itu,
penisilin G tidak dianjurkan untuk diberikan oral. Untuk memperlambat absorbsinya,
penisilin G dapat diberikan dalam bentuk repositori yaitu penisilin G benzatin dan
penisilin G prokain sebagai suspensi dalam air atau minyak.
Ampisilin dan senyawa sejenisnya yang diabsorbsi pada pemberian oral
dipengaruhi oleh dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna. Dengan dosis
lebih kecil, maka persentase yang diabsorbsi relatif lebih besar.

Amoksisilin yang diabsorbsi di saluran cerna jauh lebih baik daripada


ampisilin. Karena dengan dosis oral yang sama, amoksisilin mencapai kadar dalam
darah yang tingginya kira-kira 2 kali labih tinggi daripada yang dicapai ampisilin,
sedangkan masa paruh eliminasi kedua obat ini hampir sama. Selain itu penyerapan
ampisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedang amoksisilin tidak
dipengaruhi oleh ada tidaknya makanan di lambung.

b) Distribusi
Penisilin G terdistribusi luas dalam tubuh. Ikatan proteinnya 65%. Kadar obat
yang memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usus dan limfe. Namun CSS
nya sulit untuk tercapai.
Ampisilin dan amoksisilin didistribusi luas di dalam tubuh dan pengikatannya
oleh protein plasma hanya 20%. Penetrasi ke CSS dapat mencapai kadar efektif pada
keadaan peradangan meningen. Pada bronkitis atau pneumonia ampisilin disekresi ke
dalam sputum sekitar 10% kadar serum.
c) Biotransformasi dan Ekskresi

Biotransformasi penisilin umumnya dilakukan oleh mikroba. Proses


biotransformasi oleh hospes tidak selalu berdasarkan oleh pengaruh enzim penisilinase
dan amidase. Amidase memecah rantai samping (radikal ekor), akibat dari penurunan
potensi antimikroba yang sangat mencolok.

Penisilin umumnya diekskresi melalui proses sekresi di tubuli ginjal yang


dihambat oleh probenesid (masa paruh eliminasi penisilin dalam darah diperpanjang
oleh probenesid menjadi 2-3 kali lebih lama). Selain probenesid, beberapa obat lain
juga menngkatkan masa paruh waktu eliminasi penisislin seperti fenilbutazon,
sulfinpirazon, asetosal dan indometasin. Kegagalan fungsi ginjal akan memperlambat
ekskresi penisilin.

1.7 Sub golongan:


a) Benzilpenisilin (penisilin G)
Diberikan melalui intra vena atau injeksi (karena tak stabil di lambung).
Indikasi: Infeksi tenggorokan, otitis media, endokarditis, penyakit meningokokus,
pnemonia, selulitis, antraks, profilaksis amputasi pada lengan atau kaki.
Peringatan: Riwayat alergi, hasil tes glukosa urin positif palsu, gangguan fungsi ginjal.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas (alergi) terhadap penisilin.
Efek Samping: Reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem,
anafilaksis, serum sickness-like reaction, toksisitas sistem saraf pusat (jarang) termasuk
konvulsi (terutama pada dosis tinggi atau pada gangguan ginjal berat), nefritis
interstisial, anemia hemolitik, leukopenia, trombositopenia dan gangguan pembekuan
darah dan diare (termasuk kolitis karena antibiotik).
Dosis:
Injeksi intramuskular atau intravena lambat atau infuse: 2,4-4,8 g sehari dalam 4
dosis terbagi.
Pada infeksi yang lebih berat: dapat ditingkatkan (dosis tunggal di atas 1,2 g injeksi
intravena saja).
Bayi prematur dan neonatal (di bawah 1 minggu): 50 mg/kg bb dalam 2 dosis
terbagi.
Bayi (1-4 minggu): 75 mg/kg bb/hari dalam 3 dosis terbagi.
Anak (1 bulan-12 tahun): 100 mg/kg bb/hari dalam 4 dosis terbagi.
Rute intravena direkomendasikan pada neonatal dan bayi.
Endokarditis (dalam kombinasi dengan bakteri lain jika diperlukan): infus atau
injeksi intravena lambat 7,2 gram/hari dalam 6 dosis terbagi (ditingkatkan apabila
dalam endokarditis enterokokus atau jika benzilpenisilin digunakan tunggal)
menjadi: 14,4 g sehari dalam 6 dosis terbagi.
Antraks (dalam kombinasi dengan antibakteri lain), infus atau injeksi intravena
lambat: 2,4 g setiap 4 jam.
Anak: 150 mg/kg bb sehari dalam 4 dosis terbagi.
Profilaksis infeksi streptokokus grup B intrapartum, infus atau injeksi intravena
lambat: dosis awal 3 g selanjutnya 1,5 g setiap 4 jam hingga saat melahirkan.
Penyakit meningokokus
Injeksi intravena lambat atau infuse: 2,4 gram setiap 4 jam.
Bayi premature dan neonatal (di bawah 1 minggu): 100 mg/kg bb/hari dalam 2 dosis
terbagi.
Neonatal (1-4 minggu): 150 mg/kg bb/hari dalam 3 dosis terbagi.
Anak (1 bulan - 12 tahun): 180-300 mg/kg bb/hari dalam dosis 4 - 6 terbagi.
Jika diduga menderita meningitis bakterial dan terutama penyakit meningokokus:
injeksi tunggal benzilpenisilin secara intramuskular atau intravena sebelum
membawa pasien ke Rumah Sakit dengan dosis:
Dewasa (mulain anak usia 10 tahun): 1,2 g
Bayi (di bawah 1 tahun): 300 mg
Anak (1-9 tahun): 600 mg.
Pada pasien alergi penisilin, maka diberi sefotaksim sebagai alternatif; kloramfenikol
dapat digunakan bila ada riwayat anafilaksis pada penisilin. Namun injeksi intratekal
tidak direkomendasikan.
Contoh nama dagang: Benzatin Penisilin G (Prokain Penisilin G Meiji), Prokain
Benzil Penisillin 3000000 IU.
b) Fenoksimetilpenisilin (penisilin V)
Indikasi: Infeksi pada mulut, tonsilitis, otitis media, erysipelas, selulitis, demam
rematik, profilaksis infeksi pneumokokus.
Peringatan, kontraindikasi, efek samping: Idem benzilpenisilin.
Dosis:
500 mg tiap 6 jam, dapat ditingkatkan hingga 1 g tiap 6 jam pada infeksi berat.
Anak (sampai 1 tahun): 62,5 mg tiap 6 jam dapat ditingkatkan hingga 12,5 mg/kg bb
tiap 6 jam pada infeksi berat
Anak (1-5 tahun): 125 mg tiap 6 jam dapat ditingkatkan hingga 12,5 mg/kg bb tiap 6
jam pada infeksi berat.
Anak (6-12 tahun): 250 mg tiap 6 jam dapat ditingkatkan hingga 12,5 mg/kg bb tiap
6 jam pada infeksi berat.
Contoh nama dagang: Fenocin (Penpraf), Ospen (Phenoxymethyl Penicillin, Ven Pee,
Ven Pee D, Ven Pee K), Penicillin-V.
c) Penisilin Tahan Penisilinase
1. Flukloksasilin
Indikasi: Infeksi karena stafilokokus penghasil penisilinase, termasuk otitis eksterna;
terapi tambahan pada pneumonia, impetigo, selulitis, endokarditis.
Peringatan: Idem benzilpenisilin dan gangguan hati, risiko kernikterus pada jaundice
neonatal jika diberikan dosis tinggi secara parenteral.
Flukloksasilin tidak boleh digunakan pada pasien yang memiliki riwayat disfungsi
hati terkait dengan flukloksasilin.
Kontraindikasi: Idem benzilpenisilin.
Efek Samping: Idem benzilpenisilin dan gangguan saluran cerna, hepatitis dan
kolestatik jaundice (sangat jarang).
Dosis:
Per oral: 250-500 mg tiap 6 jam diberikan sekurang-kurangnya 30 menit sebelum
makan.
Anak (di bawah 2 tahun): dosis dewasa; (210 tahun): dosis dewasa
Injeksi intramuskular: 250 - 500 mg tiap 6 jam.
Anak (di bawah 2 tahun): dosis dewasa; (210 tahun): dosis dewasa
Injeksi intravena secara lambat atau infus: 0,25-2 g tiap 6 jam.
Anak (di bawah 2 tahun): dosis dewasa; (210 tahun): dosis dewasa.
Endokarditis yang dikombinasi dengan antibakteri lain (BB kurang dari 85 kg): 8
g sehari dalam 4 dosis terbagi; (BB lebih dari 85 kg): 12 g sehari dalam 6 dosis
terbagi.
Osteomielitis: hingga 8 g sehari dalam 3-4 dosis terbagi.
2. Kloksasilin
Indikasi: Infeksi karena stafilokokus yang memproduksi penisilinase.
Peringatan dan edek samping: Idem benzilpenisilin.
Dosis:
Oral: 500 mg tiap 6 jam, diberikan 30 menit sebelum makan.
Injeksi intramuskuler: 250 mg tiap 4-6 jam.
Injeksi intravena lambat atau infus: 500 mg tiap 4-6 jam
Dalam kasus yang berat dosis dapat dinaikkan dua kali.
Anak (kurang dari 2 tahun): seperempat dosis dewasa.
Anak (2-10 tahun): setengah dosis dewasa.
d) Penisilin Spektrum Luas
1. Amoksisilin
Indikasi: Idem ampisilin dan untuk profilaksis endokarditis, terapi tambahan pada
listerial meningitis, eradikasi Helicobacter pylori.
Peringatan: Idem ampisilin; mempertahankan hidrasi yang tepat pada pemberian
dosis tinggi (terutama selama terapi parenteral).
Kontraindikasi dan efek samping: Idem ampisilin.
Dosis:
Oral: 250 mg tiap 8 jam (dosis digandakan pada infeksi berat).
Anak (hingga 10 tahun): 125 - 250 mg tiap 8 jam (dosis digandakan pada infeksi
berat).
Otitis media: 1 g setiap 8 jam.
Anak: 40 mg/kg bb sehari dalam 3 dosis terbagi (maksimum 3 g sehari).
Pneumonia: 0,5 1 g setiap 8 jam.
Antrax (terapi dan profilaksis setelah paparan): 500 mg setiap 8 jam.
Anak (BB kurang dari 20 kg): 80 mg/kg bb sehari dalam 3 dosis terbagi; (BB
lebih dari 20 kg): dosis dewasa.
Terapi oral jangka pendek:
Abses gigi: 3 g, diulangi setelah 8 jam.
Infeksi saluran kemih: 3 g diulangi setelah 10-12 jam
Injeksi intramuskular: 500 mg tiap 8 jam.
Anak: 50-100 mg/kg bb sehari dalam dosis terbagi.
Injeksi intravena atau infus: 500 mg tiap 8 jam (dapat dinaikkan sampai 1 g tiap 6
jam pada infeksi berat)
Anak: 50-100 mg/hari dalam dosis terbagi.
Listerial meningitis (dalam kombinasi dengan antibiotik lain), Infus intravena: 2 g
setiap 4 jam untuk 10 -14 jam.
Endokarditis (dalam kombinasi dengan antibiotik lain jika diperlukan), infus
intravena: 2 g setiap 6 jam (ditingkatkan hingga 2 g setiap 4 jam) seperti dalam
endokarditis enterokokus atau jika amoksisilin digunakan tunggal.
2. Ampisilin
Indikasi: Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, infeksi pada mulut,
bronkitis, uncomplicated community- acquired pneumonia, infeksi Haemophillus
influenza, Salmonellosis invasive, Listerial meningitis.
Peringatan: Riwayat alergi, gangguan ginjal, ruam eritematous umumnya
pada glandular fever, infeksi sitomegalovirus, dan leukemia limfositik akut atau
kronik. Pemakaian dosis tinggi atau jangka lama dapat menimbulkan superinfeksi
terutama pada saluran pencernaan. Jangan diberikan pada bayi baru lahir dan ibu
yang hipersensitif terhadap penisilin. Pada penderita payah ginjal, takaran harus
dikurangi. Keamanan pemakaian pada wanita hamil belum diketahui dengan pasti.
Hati-hati kemungkinan terjadi syok anafilaktik.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap penisilin.
Efek Samping: Mual, muntah, diare; ruam (hentikan penggunaan), jarang terjadi
kolitis karena antibiotik; Idem Benzilpenisilin.
Dosis:
Oral: 0,25-1 gram tiap 6 jam, diberikan 30 menit sebelum makan.
Anak (di bawah 10 tahun): dosis dewasa.
Infeksi saluran kemih: 500 mg tiap 8 jam.
Anak (di bawah 10 tahun): setengah dosis dewasa.
Injeksi intramuskular atau injeksi intravena atau infuse: 500 mg setiap 4-6 jam
Anak (di bawah 10 tahun): dosis dewasa.
Endokarditis (dalam kombinasi dengan antibiotik lain jika diperlukan)
Infus intravena: 2 g setiap 6 jam (ditingkatkan hingga 2 g setiap 4 jam) dalam
endokarditis enterokokus atau jika ampisilin digunakan tunggal.
Listerial meningitis (dalam kombinasi dengan antibiotik lain), infus intravena: 2 g
setiap 4 jam selama 1014 hari.
Neonatal: 50 mg/kg bb setiap 6 jam.
Bayi (1-3 bulan): 50-100 mg/kg bb setiap 6 jam.
Anak (3 bulan 12 tahun): 100 mg/kg bb setiap 6 jam (maksimal 12 g sehari).
3. Bakampisilin
Indikasi, peringatan, kontraindikasi, efek samping: Idem ampisilin.
Dosis: 400 mg, 2-3 kali sehari.
Pada infeksi berat dapat diberikan dua kali lebih tinggi.
Anak (lebih dari 5 tahun): 200 mg, tiga kali sehari.
Gonore tanpa komplikasi: 1,6 g dosis tunggal, ditambah 1 g probenesid.
4. Co amoksiklav (amoksisilin-asam klavulanat)
Indikasi: Idem ampisilin.
Peringatan: Idem Ampisilin juga peringatan pada gangguan hati (pengawasan fungsi
hati), kehamilan, mempertahankan hidrasi yang tepat pada penggunaan dosis tinggi
(terutama selama terapi parenteral).
Cholestatic jaundice dapat terjadi selama atau segera setelah penggunaan co
amoksiklav. Risiko toksisitas hati akut dari co amoksiklav adalah enam kali lebih
besar daripada amoksisilin. Cholestatic jaundice lebih sering terjadi pada pasien usia
di atas 65 tahun dan pada laki- laki; reaksi jarang terjadi pada anak- anak. Jaundice
biasanya dapat hilang dengan sendirinya dan jarang sekali fatal. Lama terapi
sebaiknya tepat sesuai dengan indikasi dan tidak boleh melebihi dari 14 hari.
Kontraindikasi: Hipersensitifitas pada penisilin, riwayat jaundice karena co
amoksiklav atau jaundice karena penisilin atau disfungsi hati.
Efek Samping: Idem ampisilin; hepatitis, kolestatik jaundice; sindrom Steven-
Johnson, nekrolisis epidermal toksik, dermatitis exfoliatif, vaskulitis;
memperpanjang waktu perdarahan, pusing, sakit kepala, konvulsi (terutama pada
dosis tinggi atau pada gangguan ginjal); pewarnaan permukaan gigi dengan
penggunaan suspensi, flebitis pada tempat injeksi. Hati-hati pada pasien gangguan
fungsi hati, hepatitis, ikterus kolestatik, termasuk kehamilan.
Dosis:
Oral dinyatakan sebagai amoksisilin: 250 mg setiap 8 jam (dosis digandakan pada
infeksi berat).
Anak (di bawah 6 tahun): 125 mg; (6-12 tahun): 250 mg atau untuk terapi jangka
pendek dengan dosis dua kali sehari.
Infeksi dental berat (tapi umumnya bukan pilihan pertama) dinyatakan sebagai
amoksisilin: 250 mg setiap 8 jam selama 5 hari.
Injeksi intravena selama 3-4 menit atau infus intravena yang dinyatakan sebagai
amoksisilin: 1 g setiap 8 jam (ditingkatkan hingga 1 g setiap 6 jam pada infeksi
yang lebih berat)
Bayi (hingga 3 bulan): 25 mg/kg bb setiap 8 jam (setiap 12 jam pada saat perinatal
atau bayi prematur).
Anak (3 bulan 12 tahun): 25 mg/kg bb setiap 8 jam ditingkatkan hingga 25
mg/kg bb setiap 6 jam pada infeksi yang lebih berat.
Profilaksis bedah, dinyatakan sebagai amoksisilin: 1 g saat induksi; untuk bedah
dengan risiko tinggi (seperti operasi kolorektal) sampai dengan 2-3 dosis
berikutnya 1 g dapat diberikan setiap 8 jam.
Keterangan: Campuran dari amoksisilin (dalam bentuk trihidrat atau garam natrium)
dan asam klavulanat (sebagai kalium klavulanat).
5. Pivampisilin
Indikasi, peringatan, kontraindikasi: Idem ampisilsin.
Efek Samping: Idem ampisilin; uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal diperlukan pada
penggunaan jangka panjang; hindari pada porfiria dan dalam defisiensi karnitin.
Dosis: 500 mg setiap 12 jam (gandakan pada infeksi berat)
Anak (3 bulan-1 tahun): 40-60 mg/kg bb/hari dalam 2 -3 dosis terbagi; (1-5 tahun):
350-525 mg/hari; (6-10 tahun): 525-700 mg/hari (dosis bisa digandakan pada infeksi
berat).
6. Sultamisilin
Indikasi: Infeksi mikroorganisme yang mudah menyebar seperti infeksi saluran
napas bagian atas (termasuk sinusitis, otitis media dan tonsilitis); infeksi saluran
napas bagian bawah (termasuk pneumonia karena bakteri dan bronkitis); infeksi
saluran kemih dan pyelonephritis; infeksi kulit dan jaringan lunak;
infeksi gonococcal.
Peringatan: Superinfeksi, diare terkait Clostridium difficile, pantau fungsi ginjal, hati
dan darah pada pemberian dalam jangka waktu lama, menyusui, neonatus.
Interaksi: Alopurinol meningkatkan kejadian kemerahan pada kulit; antikoagulan,
sultamisilin meningkatkan agregasi platelet dan pemeriksaan koagulasi;
bakteriostatik (kloramfenikol, eritromisin, sulfonamida dan tetrasiklin) dapat
mengganggu efek bakterisida dari sultamisilin; kontrasepsi estrogen, sultamisilin
dapat menurunkan efektivitas kontrasepsi oral; metotreksat, sultamisilin menurunkan
bersihan metotreksat dan dapat meningkatkan toksisitas metotreksat; probenesid
menurunkan sekresi renal tubular dari ampisilin dan sulbaktam.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap penisilin.
Efek Samping: Alergi, syok anafilaksis, reaksi anafilaktoid, pusing, diare, dispnea,
kemerahan, gatal, black hairy tongue, glositis, stomatitis, anemia, anemia hemolitik,
trombositopenia, trombositopenia purpura, eosinofilia, leukopeni, neutropenia,
agranulositosis, abnormalitas agregasi platelet.
Dosis:
Dewasa: 375 mg 750 mg sehari 2 kali selama 5-14 hari, tapi lama pemberian dapat
ditambah jika dibutuhkan.
Anak (BB <30 kg): 25 50 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi
Anak (BB 30 kg atau lebih): mengikuti dosis dewasa.
Untuk gonore tanpa komplikasi: 2,25 g sebagai dosis tunggal selama 10 hari. Disarankan
untuk diberikan bersama dengan probenesid 1g untuk mempertahankan kadar plasma
sulbaktam dan ampisilin.
Catatan: Sultamisilin merupakan pro-drug dari ampisilin dan sulbaktam.

e) Penisilin Antipseudomonas
1. Piperasilin
Indikasi: Infeksi Pseudomonas aeruginosa.
Peringatan: Idem benzilpenisilin, gangguan fungsi ginjal, kehamilan, menyusui.
Kontraindikasi: Idem benzilpenisilin.
Efek Samping: Idem benzilpenisilin; mual, muntah, diare; kurang sering terjadi:
stomatitis, dispepsia, konstipasi, jaundice, hipotensi, sakit kepala, insomnia, dan
reaksi pada tempat penyuntikan; jarang terjadi: nyeri lambung, hepatitis, edema,
fatigue, dan eusinofilia; sangat jarang terjadi: hipoglikemia, hipokalemia,
pansitopenia, sindroma Steven Johnson, dan nekrolisis epidermal toksik.
Dosis: Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus intravena: 100-
150 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi. Pada infeksi berat 200-300 mg/kg bb/hari.
Pada infeksi lebih berat: 16 g/hari; dosis tunggal di atas 2 g hanya diberikan secara
intra vena.
2. Piperasilin + tazobaktam
Indikasi: Infeksi sedang dan berat pada pasien yang resisten terhadap piperasilin;
appendicitis, infeksi kulit termasuk selulitis, abses kutan dan iskemia/infeksi kaki
karena diabetes melitus; endometritis postpartum atau penyakit inflamasi pelvic;
pneumonia dapatan dari lingkungan (hanya sedang sampai berat).
Peringatan: Gangguan fungsi ginjal, kehamilan, wanita menyusui.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap beta-laktam (termasuk penisilin dan
sefalosporin) atau terhadap penghambat beta-laktamase.
Efek Samping: Diare, mual, muntah, kemerahan pada kulit.
Dosis:
Piperasilin/tazobaktam harus diberikan melalui infuse intravena secara perlahan
(contohnya 20-30 menit) atau injeksi intravena secara perlahan (lebih atau paling
tidak 3-5 menit).
Dewasa dan anak-anak (lebih dari 12 tahun): dosis total perhari 12 g
piperasilin/1,5 g tazobaktam dengan dosis terbagi tiap 6 atau 8 jam.
Pada infeksi berat dapat diberikan dosis sebesar 18 g piperasilin/2,25 g
tazobaktam perhari dalam dosis terbagi.

3. Sulbenisilin
Indikasi: Infeksi Pseudomonas aeruginosa.
Peringatan, kontraindikasi, efek samping: Idem benzilpenisilin.
Dosis: Dewasa: 2-4 g/hari. Anak: 40-80 mg/kg bb/hari. Kemudian diberikan secara
intramuskular atau intravena, dibagi dalam dua kali pemberian.
4. Tikarsilin
Indikasi: Infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas dan Proteus spp.
Peringatan dan kontraindikasi: Idem benzil penisilin.
Efek Samping: Idem benzil penisilin; mual, muntah, gangguan koagulasi,
haemorrhagic cystitis (lebih sering terjadi pada anak-anak), reaksi pada tempat
penyuntikan, sindroma Steven Johnson, nekrolisis, hipokalemia, eosinofilia.
Dosis:
Injeksi intravena lambat atau infus: 15-20 g per hari dalam dosis terbagi.
Anak: 200-300 mg/kg bb per hari dalam dosis terbagi.
Untuk infeksi saluran kemih secara injeksi intramuskular atau injeksi intravena
lambat: Dewasa: 3-4 g per hari dalam dosis terbagi, Anak: 50-100 mg/kg bb/hari
dalam dosis terbagi.
5. Tikarsilin + asam klavulanat
Indikasi: Infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas dan Proteus spp.
Peringatan dan kontraindikasi: Idem benzil penisilin.
Efek Samping: Idem benzil penisilin, mual, muntah, gangguan koagulasi
darah, sistitis hemoragik (lebih sering pada anak), reaksi tempat suntik,
sindrom Stevens- Johnson, toxic epidermal necrolysis, hipokalemia, eosinofil.
Dosis:
Injeksi infus intravena: 3,2 g setiap 6-8 jam ditingkatkan hingga setiap 4 jam pada
infeksi berat.
Anak: 80 mg/kg bb setiap 6-8 jam (setiap 12 jam pada neonatal).
f) Mesilinam
1. Pivmesilinam
Indikasi: Sistitis akut tanpa komplikasi, bakteriuria kambuhan atau kronis, infeksi
saluran.
Peringatan: Idem benzil penisilin, pada penggunaan jangka panjang, perlu dipantau
fungsi hati dan fungsi ginjal; hindari pada porfiria.
Kontraindikasi: Idem benzilpenisilin, defisiensi karnitin, stricture esofageal,
obstruksi saluran cerna, bayi di bawah 3 bulan.
Efek Samping: Idem benzil penisilin, mual, muntah, dispepsia, menurunkan kadar
karnitin dalam darah dan seluruh tubuh (terutama pada penggunaan lama dan
berulang).
Dosis:
Sistitis akut tanpa komplikasi:
Dewasa dan anak (di atas 40 kg): awal 400 mg, kemudian 200 mg setiap 8 jam
selama 3 hari.
Bakteriuria kambuhan atau kronis:
Dewasa dan anak (di atas 40 kg): 400 mg setiap 6-8 jam.
Infeksi saluran kemih:
Anak (di bawah 40 kg): 20-40 mg/kg bb sehari dalam 3-4 dosis terbagi.
Penggunaan (Konseling): Tablet sebaiknya ditelan utuh dengan banyak air pada saat
makan, dengan posisi duduk atau berdiri.

1.8 ESO secara umum:


Reaksi alergi (terhadap antibiotika -laktam dapat terjadi pada 10% pasien dan 0.01%
dapat menderita anafilaksis), gangguan lambung dan usus, pada dosisi tinggi dapat
menyebabkan reaksi nefrotoksik dan meurotoksik
1% pasien: Diare, urtikaria, nausea, dan superinfeksi dari Candidiasis.
0.11% pasien: Demam, muntah, dermatitis, angiodema atau kolitis pseudomembarnosus,
kronik, pneumonia, dan infeksi saluran kemih (kandung kemih dan ginjal).

1.9 Info lain:


Dalam pengobatan terbagi menjadi dua, yaitu Penisilin alam dan Penisilin semisintetik.
Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara mengubah struktur kimia Penisilin alam atau
dengan cara sintesis dari inti Penisilin.
Beberapa Penisilin akan berkurang aktivitas mikrobanya dalam suasana asam sehingga
Penisilin kelompok ini harus diberikan secara parenteral. Penisilin lain hilang aktivitasnya
bila dipengaruhi enzim -laktamase (Penisilinase) yang memecah cincin -laktam.

2. Golongan Sefalosporin

2.1 Asal
Jamur Cephalosporium acremonium

2.2 Mekanisme
Antibiotik -laktam bekerja dengan menghambat
pembentukan peptidoglikan pada dinding sel. -laktam akan terikat pada enzim
transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan bakteri, hal ini akan
menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelah diri.
Pada bakteri Gram positif yang kehilangan dinding selnya akan menjadi protoplas,
sedangkan Gram negatif menjadi sferoplas. Protoplas dan sferoplas kemudian akan
pecah atau lisis.

2.3 Spectrum
Luas, tetapi spektrum masing-masing derivate bervariasi.

2.4 Kegunaan
Secara umum untuk terapi septikemia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran
empedu, peritonitis, dan infeksi saluran urin.

2.5 Resistesi
Memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan -
laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan
dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat
tersebut dengan senyawa antibiotik.
Mekanismenya yaitu diawali dengan pemutusan ikatan C-N pada cincin -
laktam dan mengakibatkan antibiotik tidak dapat berikatan dengan protein
transpeptidase sehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk menginhibisi
pembentukan dinding sel bakteri.

2.6 Sifat farmakokinetika


Dari sifat farmakokinetik, sefalosporin dibedakan menjadi 2 golongan yaitu
sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil yang dapat diberikan secara per oral karena
diabsorpsi melalui saluran cerna dan sefalosporin lainnya yang hanya dapat diberikan
parenteral.
Sefalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara intravena karena menimbulkan
iritasi pada pemberian intramuskular. Beberapa sefalosporin generasi ketiga
(moksalaktam, sefotaksim, seftizoksim dan seftriakson) mencapai kadar yang tinggi
dalam cairan serebrospinal, sehingga bermanfaat untuk pengobatan meningitis
purulenta.
Sefalosporin melewati sawar plasenta, mencapai kadar tinggi dalam cairan
sinovial dan cairan perikardium. Kadar dalam empedu umumnya tinggi, terutama
sefoperazon. Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh ke urin, kecuali
sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu. Oleh karena itu dosisnya
sebaiknya disesuaikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

2.7 Efek samping secara umum


Reaksi alergi
Reaksi anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi.
Reaksi silang yang terjadi pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada
alergi penisilin yang ringan dan sedang hanya kemungkinannya kecil.
Kombinasi sefalosporin dengan aminoglikosida memper-mudah terjadinya
nefrotoksisitas. Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia jarang terjadi.

2.8 Sub golongan:


a. Generasi pertama
Aktif terhadap kuman Gram positif
Efektif terhadap sebagian besar Staphylococcus aureus dan streptokoku (termasuk
Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridians dan Streptococcus pneumonia). Selain
itu juga Streptococcus anaerob, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes dan
Corynebacterium diphteria.
Resisten terhadap: MRSA, Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus faecalis.
Sefaleksin, sefradin, sefadroksil aktif pada pemberian per oral.
Indikasi: Infeksi saluran kemih yang tidak memberikan respons terhadap obat lain atau
yang terjadi selama hamil, infeksi saluran napas, sinusitis, infeksi kulit dan jaringan
lunak.
Contoh pemberian secara oral: Sefaleksin, sefradin, dan sefadroksil

b. Generasi kedua
Sefalosporin generasi kedua kurang aktif terhadap bakteri gram positif jika
dibandingkan dengan generasi pertama, tapi lebih aktif terhadap bakteri gram negative
misalnya Hemophilus influenzae, Pr. mirabilis, Escherichia coli, Klebsiella dan kuman
anaerob.
Tidak efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa dan enterokokus
Sefuroksim dan sefamandol lebih tahan terhadap penisilinase dibandingkan dengan
generasi pertama dan memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap Hemophilus
influenzae dan N. gonorrhoeae.
Contoh pemberian secara oral: sefaklor dan sefprozil.

c. Generasi ketiga
Kurang aktif terhadap kokus gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tapi
jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae (termasuk strain penghasil penisilinase).
Seftazidim aktif terhadap pseudomonas dan beberapa kuman gram negatif lainnya.
Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin yang
lain, sehingga cukup diberikan satu kali sehari.
Indikasi: Infeksi berat seperti septikemia, pneumonia dan meningitis.
Sefotaksim, seftazidim dan seftriakson mempunyai aktivitas yang lebih luas terhadap
bakteri Gram negatif dibandingkan dengan generasi kedua. Namun, antibiotik ini
kurang aktif dibandingkan sefuroksim terhadap bakteri Gram positif
(terutama Staphylococcus aureus).
Seftazidim memiliki aktivitas yang baik terhadap pseudomonas. Juga aktif terhadap
bakteri Gram negatif.
Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang sehingga dapat diberikan satu kali
sehari.

URAIAN:
1. Sefaklor
Indikasi: Infeksi bakteri gram positif dan gram negative, infeksi saluran kemih, yang
tidak memberikan respon terhadap antibiotik lain atau yang terjadi pada waktu hamil,
infeksi saluran pernafasan, otitis media, sinusitis serta infeksi kulit dan jaringan
lunak.
Peringatan: Sensitivitas terhadap antibakteri beta-laktam (hindari jika ada riwayat
hipersensitivitas), gangguan ginjal (lampiran 3), kehamilan dan menyusui (tetapi
boleh digunakan), positif palsu untuk glukosa urin (jika diuji untuk penurunan
glukosa), positif palsu pada uji Coombs.
Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap sefalosporin.
Efek Samping: Diare dan colitis (karena penggunaan dosis tinggi), mual dan muntah,
rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus,
urtikaria, serum sickness-like reactions dengan ruam, demam dan artralgia,
anafilaksis, sindroma Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksis, gangguan fungsi
hati, hepatitis transien dan kolestatik jaundice; eosinofil, gangguan darah
(trombositopenia, leukopenia, agranulositosis, anemia aplastik, anemia hemolitik);
nefritis interstisial reversibel, gangguan tidur, hiperaktivitas, bingung, hipertonia dan
pusing, nervous.
Dosis: 250 mg tiap 8 jam (untuk infeksi berat dosis dapat dinaikkan dua kali lipat)
maksimum 4 g per hari.
Anak (di atas 1 bulan): 20 mg/kg bb/hari dalam tiga dosis terbagi (1 g sehari).
Anak (1 bulan-1 tahun): 62,5 mg tiap 8 jam.
Anak (1-5 tahun): 125 mg.
Di atas 5 tahun: 250 mg.
2. Sefadroksil
Indikasi: Idem sefaklor dan aktif terhadap Hemophilus influenza.
Peringatan: Idem sefaklor dan menyebabkan reaksi kulit yang lebih lama dari
biasanya, terutama pada anak-anak.
Kontraindikasi: Idem sefaklor
Efek Samping: Idem sefaklor
Dosis:
BB lebih dari 40 kg: 0,5-1 g dua kali sehari.
Infeksi jaringan lunak, kulit, dan saluran kemih tanpa komplikasi: 1 g/hari.
Anak (kurang dari 1 tahun): 25 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi.
Anak (1-6 tahun): 250 mg dua kali sehari.
Anak (lebih dari 6 tahun): 500 mg dua kali sehari.
3. Sefaleksin
Indikasi: Idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Idem sefaklor.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis: 250 mg tiap 6 jam atau 500 mg tiap 8-12 jam. Dapat dinaikkan sampai 1-1,5
g tiap 6-8 jam untuk infeksi berat.
Anak: 25 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi (100 mg/kg bb/hari untuk infeksi berat).
Anak (di bawah 1 tahun): 125 mg tiap 12 jam.
Anak (1-5 tahun): 125 mg tiap 8 jam.
Anak (6-12 tahun): 250 mg tiap 8 jam.
Profilaksis infeksi saluran kemih berulang: Dewasa: 125 mg pada malam hari.
4. Sefamandol
Indikasi: Profilaksis pada tindakan pembedahan dan idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Injeksi intramuskuler atau intravena 3-5 menit atau infus intravena: 0,5-2 g tiap 4-8
jam.
Bayi (di atas 1 bulan): 50-100 mg/kg bb/hari dibagi dalam 3-6 dosis.
Untuk infeksi berat: 150 mg/kg bb/hari.
Profilaksis bedah: 1-2 g 30-60 menit sebelum operasi, dilanjutkan dengan 1-2 g tiap
6 jam selama 24-48 jam (sampai 72 jam untuk implantasi protesis).
5. Sefazolin
Indikasi: Profilaksis bedah dan idem sefaklor
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Injeksi intramuskular atau injeksi intravena atau infuse: 0,5 g-1 g setiap 6-12 jam
Anak: 25-50 mg/kg bb setiap hari (dalam dosis terbagi) dan dapat ditingkatkan
sampai 100 mg/kg bb per hari pada infeksi berat.
6. Sefditoren pivoksil
Indikasi: Terapi infeksi yang disebabkan oleh strain yang peka pada Community
acquired pneumoniae (CAP), eksaserbasi akut pada bronkitis kronis,
faringotonsilitis, sinusitis akut, infeksi kulit dan jaringan lunak yang tidak kompleks.
Peringatan: Pasien dengan sejarah hipersensitif penisilin, pasien dengan predisposisi
personal atau keluarga terhadap gejala alergi seperti asma bronkial, exanthema, atau
urtikaria; gangguan fungsi ginjal berat, pasien lansia, pasien dengan asupan makanan
yang kurang atau sedang diberi infus makanan dan pasien dalam kondisi kesehatan
yang buruk, pasien yang kurang sehat, wanita hamil dan menyusui.
Kontraindikasi: Pasien dengan riwayat syok anafilaksis terhadap zat aktif atau
komponen lain dari obat.
Efek Samping: Diare, mual, perasaan tidak nyaman pada perut, exanthema,
peningkatan SGOT, SGPT dan eosinophilia. Selain itu efek samping yang secara
klinis bermakna adalah gejala shok anafilaksis, kolitis serius, sindroma Steven
Johnson dan nekrolisis epidermal toksik, pneumonia interstisial, gangguan fungsi
hati, disfungsi ginjal serius, agranulositosis.
Dosis:
Infeksi pneoumoniae karena lingkungan: 400 mg dua kali sehari selama 14 hari.
Eksaserbasi akut dari bronkitis kronik: 200 mg dua kali sehari selama 10 hari.
Faringotonsilitis: 200 mg dua kali sehari selama 10 hari
Infeksi ringan dari kulit dan jaringan lunak: 200 mg dua kali sehari selama 10 hari.
(Diberikan sesudah makan).
7. Sefepim hidroklorida
Indikasi: Infeksi saluran napas bawah termasuk pneumonia dan bronkhitis, infeksi
saluran kemih dan komplikasinya, termasuk pyelonepritis dan infeksi yang lebih
berat, infeksi kulit dan jaringan kulit. infeksi intra abdomen, termasuk infeksi saluran
empedu dan peritonitis, infeksi ginekologik, septikemia, pengobatan empiris pada
febrile neutropenia.
Peringatan: Hati-hati pemakaian pada pasien yang hipersensitif terhadap obat ini,
antibiotik penisilin atau beta-laktam lainnya, dan golongan sepalosporin. Jika terjadi
alergi, pemakaian obat dihentikan, gangguan fungsi ginjal. Tidak dianjurkan
pemakaian pada lansia, wanita hamil dan menyusui. Jangan digunakan untuk anak-
anak di bawah 13 tahun.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap antibiotik penisilin, dan beta-laktam lainnya,
golongan sepalosporin dan hipersensitif terhadap obat ini.
Efek Samping: Hipersensitif: kemerahan, pruritus, demam. Saluran cerna: mual,
muntah, diare, konstipasi, nyeri abdomen, dispepsia Kardiovaskular: takikardia, nyeri
dada.
Pernapasan: batuk, nyeri di tenggorokan, dispnea.
SSP: sakit kepala, pusing, insomania, paretesia, ansietas, bingung.
Lainnya: astenia, berkeringat, vaginitis, edema perifer, nyeri, nyeri punggung.
Kadang terjadi reaksi lokal seperti flebitis dan radang pada tempat injeksi intravena.
Dosis:
Intravena atau intramuskular: 1 g setiap 12 jam selama 7-10 hari tergantung infeksi.
Pasien dengan gangguan fungsi hati: tidak diperlukan penyesuaian dosis.
Pasien dengan kelainan fungsi ginjal: Bersihan kreatinin kurang atau sama dengan 10
mL/menit: 250 mg/hari; Bersihan kreatinin 11-30 mL/menitL: 500 mg/hari; Bersihan
kreatinin 30-60 mL/menit: 1 g setiap 12 jam.
8. Sefetamet
Indikasi: Infeksi telinga, hidung dan tenggorokan (otitis media,
sinusitis, pharyngotonsilitis); infeksi saluran pernafasan bagian bawah (serangan akut
bronkitis kronis, trakeobronkitis, pneumonia); infeksi saluran urin (infeksi saluran
urin yang tidak berkomplikasi, infeksi saluran urin yang berkomplikasi (termasuk
pielonefritis akut primer), uretritis gonokok akut pada pria.
Peringatan: Diare berat, kolitis dan kolitis pseudomembran; komplikasi yang
ditimbulkan oleh toksigenik Clostridium difficile dapat terjadi selama atau sesudah
pengobatan, gangguan fungsi ginjal, kehamilan, neonatus dan menyusui.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap sefalosporin dan penisilin.
Efek Samping: Diare, mual, muntah, nyeri abdomen, rasa tidak enak pada perut,
nyeri perut, flatulensi, panas dalam perut, peningkatan bilirubin, peningkatan
transaminase yang bersifat sementara, perasaan gatal, urtikaria, udem lokal, kulit
merah, eksantema, purpura, lemah, letih, sakit kepala, pusing, leukopenia yang
bersifat sementara atau eosinofilia, peningkatan platelet yang bersifat sementara,
gingivitis, proktitis, vaginitis, dan konjungtivis.
Dosis:
Dewasa dan anak (lebih dari 12 tahun): secara oral 500 mg 2 kali sehari
Anak (hingga usia 12 tahun): secara oral 10 mg/kg bb 2 kali sehari.
Infeksi saluran urin yang berkomplikasi: dosis total per hari sebagai dosis tunggal:
1 jam sebelum atau sesudah makan malam.
Uretritis gonokokal pada pria dan sistitis yang tidak berkomplikasi pada wanita:
dosis tunggal 1500-2000 mg diberikan 1 jam sebelum atau sesudah makan (pada
kasus sistitis, lebih baik diberikan pada malam hari).
Instruksi dosis khusus: dosis yang dianjurkan untuk dewasa tidak perlu
dimodifikasi pada pasien lansia, dosis untuk anak (dosis standar 10 mg/kg bb), BB
< 15 kg: dosis 125 mg, BB 16-30 kg: dosis 250 mg, BB 31-40 kg: dosis 375 mg,
BB > 40 kg: dosis 500 mg; anak (hingga usia 12 tahun): dosis tidak melebihi 500
mg 2 kali sehari.
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal: penyesuaian dosis sedang sampai berat
(bersihan kreatinin kurang dari 40 mL/min)
Dewasa: Bersihan kreatinin lebih besar dari 40 mL/menit: 500 mg tiap 12 jam;
Bersihan kreatinin 10-40 mL/menit: 125 mg tiap 12 jam; Bersihan kreatinin lebih
kecil atau sama dengan 10 mL/menit: dosis permulaan 500 mg kemudian 125 mg
tiap 12 jam; Pasien dengan bersihan kreatinin lebih kecil dari 10 mL/menit, yang
sering mengalami hemodialisa, dan pasien dengan gangguan fungsi hati tanpa
asites: dosis standar normal (500 mg).
9. Sefiksim
Indikasi: Infeksi saluran kemih ringan (uncomplicated) yang disebabkan
oleh Escherichia coli dan Proteus mirabilis, otitis media disebabkan
oleh Haemophilus influenza (strain beta-laktamase positif dan
negatif), Moraxella (Branhamella), catarrhalis (kebanyakan merupakan strain beta-
laktamase positif), dan Sterptococcus pyogenes; pharingitis dan tonsilitis yang
disebabkan Streptococcus pyogenes; bronkitis akut dan bronkitis kronik dari
eksaserbasi akut, yang disebabkan oleh Streptococcus pneuoniae dan Hemophilus
influenzae (strain beta-laktamase positif dan negatif); pengobatan demam tifoid pada
anak-anak dengan multi resisten terhadap regimen standar.
Peringatan: Idem sefaklor.
Interaksi: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Idem sefaklor.
Efek Samping: Konstipasi.
Dosis:
Dewasa dan anak >30 kg: dosis umum 50100 mg oral dua kali sehari.
Infeksi parah atau infeksi yang sulit disembuhkan (intractable): dosis ditingkatkan
sampai 200 mg dua kali sehari.
Demam tifoid pada anak: 1015 mg/kg bb/ hari selama 2 pekan.
(Dosis disesuaikan dengan umur, berat badan, kondisi pasien).
10. Sefodizim
Indikasi: Dilihat pada dosis.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Infeksi saluran napas bawah: dengan injeksi intramuskuler atau intravena lambat
atau infus: 1 g tiap 12 jam.
Infeksi saluran kemih atas dan bawah (termasuk pielonefritis akut dan kronis dan
sistitis): 1 g tiap 12 jam atau 2 g per hari dalam dosis tunggal.
11. Sefoperazon
Indikasi: Infeksi saluran napas bawah dan atas, infeksi saluran urin, peritonitis,
kolesistitis, kolangitis, dan infeksi intra abdomen lainnya, septikemia, infeksi kulit
dan jaringan kulit, infeksi tulang dan sendi. penyakit inflamasi pelvis, endometritis,
gonore, dan infeksi saluran genital lainnya.
Peringatan: Hati-hati pemakaian obat pada wanita menyusui,p emakaian obat untuk
wanita hamil hanya jika sangat diperlukan, keamanan dan efektivitas obat pada anak-
anak belum dibuktikan, pemakaian obat pada bayi prematur dan bayi baru lahir harus
mempertimbangkan manfaat resiko pemberian obat.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Hipersensitivitas: kemerahan makulopapular, urtikaria, eosinofilia,
dan demam. Efek pada darah: penurunan neutrofil (neutropenia), pengurangan
hemoglobin dan hematokrit, eosinofilia transient, hipoprotombinemia; Hati:
penurunan kadar alkali fosfatase, SGOT, dan SGPT; Saluran cerna: Altered bowel
habit (loose stools dan diare), efek ini akan hilang jika terapi dihentikan; Reaksi
lokal: flebitis dan rasa nyeri pada tempat penyuntikan.
Dosis:
Dewasa: 2-4 g perhari dalam dosis terbagi setiap 12 jam.
Infeksi berat: ditingkatkan menjadi 8 g perhari dalam dosis terbagi setiap 12 jam
atau 12 g perhari diberikan dalam dosis terbagi setiap 8 jam, dengan dosis
maksimum 16 g perhari.
Uretritis gonokokal: 500 mg secara intramuskular dalam dosis tunggal.
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal: dosis 2-4 g perhari.
Bayi (kurang dari 8 hari) dan anak-anak: 50-200 mg/kg bb perhari setiap 12 jam.
Dosis dapat dinaikkan menjadi 300 mg/kg bb per hari untuk pengobatan
meningitis tanpa komplikasi.
12. Sulperazon (sefoperazon sulbaktam)
Indikasi: Infeksi saluran napas atas dan bawah, infeksi saluran urin atas dan bawah,
infeksi peritonitis, kolesistisis, kolangitis, dan infeksi intra abdomen lainnya, infeksi
kulit dan jaringan lunak.
Peringatan: Pada pasien dengan kelaianan fungsi hati dan ginjal, kadar sefoperazon
dalam darah sebaiknya dimonitor dan dilakukan penyesuaian dosis. Dosis tidak boleh
lebih dari 2 g/kg bb per hari. Pemakaian obat ini dapat menyebabkan defisiensi
vitamin K pada beberapa pasien.
Kontraindikasi: Pasien yang alergi terhadap penisilin, sulbaktam, sefoperazon atau
sefalosporin lainnya.
Efek Samping:
Efek pada saluran cerna: diare, mual dan muntah.
Reaksi dermatologi: kemerahan, urtikaria, eosinofil dan demam
Hematologi: neutropenia, penurunan hemoglobin dan hematokrit, eosinofilia
trombositopenia, anemia hemolitik.
Lain-lain: sakit kepala, demam, nyeri di tempat injeksi, chills.
Kelainan uji laboratorium: pengurangan angka SGOT, SGPT, alkali fosfatase, dan
kadar bilirubin.
Reaksi lokal: rasa nyeri dan plebitis pada tempat injeksi intramuscular.
Dosis:
Dewasa: Rasio 1:1, sulperazon 2-4 g (Aktivitas sulbaktam 1-2 g; Aktivitas
sefoperazon 1-2 g) yang diberikan setiap 12 jam dalam dosis terbagi yang sama.
Infeksi yang parah dosis per hari dapat ditingkatkan mencapai 8 g dengan rasio
1:1 (4 g aktivitas sefoperazon) yang diberikan setiap 12 jam dalam dosis terbagi
yang sama.
Dosis maksimum: 4 g.
Pasien dengan kelainan fungsi ginjal: Dosis disesuaikan tergantung penurunan
fungsi ginjal (bersihan kreatinin kurang dari 30 mg/menit) sebagai kompensasi
terjadinya penurunan bersihan sulbaktam. Pasien dengan bersihan kreatinin 15-30
mL/menit: dosis maksimum 1 g sulbaktam setiap 12 jam (dosis maksimum
perhari 2 g sulbaktam); Bersihan kreatinin kurang dari 15 mL/menit: 500 mg
sulbaktam setiap 12 jam (dosis maksimum perhari 1 g sulbaktam).
Pada infeksi yang berat: penambahan sefoperazon dengan dosis perhari dapat
ditingkatkan mencapai 160 mg/kg bb per hari dengan rasio 1:1. Obat dapat
diberikan dalam dosis terbagi 2-4 yang sama.
Anak-anak: Rasio 1:1, sulperazon 40-80 mg/kg bb per hari (Aktivitas sulbaktam
20-40 mg/kg bb per hari; Aktivitas sefoperazon 20-40 mg/kg bb per hari). Dosis
dapat diberikan setiap 6 sampai 12 jam dalam dosis terbagi yang sama.
Bayi baru lahir: Minggu pertama kelahiran diberikan obat setiap 12 jam (Dosis
maksimum perhari: 80 mg/kg bb per hari).

13. Sefotaksim
Indikasi: Idem sefaklor, profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus,
dan meningitis.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Injeksi intramuskuler, intravena atau infus:1 g tiap 12 jam atau dapat ditingkatkan
sampai 12 g per hari dalam 3-4 kali pemberian. (Dosis di atas 6 g/hari diperlukan
untuk infeksi pseudomonas).
Neonatus: 50 mg/kg bb/hari dalam 2-4 kali pemberian. Jika dengan infeksi berat:
dosis ditingkatkan jadi 150-200 mg/kg bb/hari.
Anak: 100-150 mg/kg bb/hari dalam 2-4 kali pemberian. Jika dengan infeksi berat
dosis ditingkatkan jadi 200 mg/kg bb/hari).
Gonore: 1 g dosis tunggal.
14. Sefotiam
Indikasi: Infeksi yang disebabkan oleh kuman yang peka terhadap sefotiam yaitu
Staphylococcus sp., Streptococcus sp. (tidak untuk enterokokus), Streptokokus
pneumoniae, Neisseria gonorrhoeae, Branhamella catarrhalis, Eschrichia coli,
Citrobacter, Klebsiella sp., Proteus mirabilis, dan Hemophilus influenzae;
faringolaringitis, bronkitis akut, tonsilitis, bronkitis kronis, bronkietaksis (yang
disertai dengan infeksi), infeksi sekunder yang disebabkan oleh penyakit-penyakit
pada saluran pernafasan dan pneumonia, pielonefritis, sistitis, uretritis, folikulitis,
aknepustoloma, furunkel, furunkulosis, karbunkel, erisipelas, selulitis, limfangitis
(limfadenitis), felon, perionisia supuratif (paronichia), abses subkutan, hidradenitis,
infeksi ateroma, abses perianal, mastitis, infeksi superfisial sekunder yang
disebabkan oleh trauma atau luka karena operasi, blefaritis, hordeolum, dakriosistitis,
tarsadenitis, ulkus korneal, otitis media, dan sinusitis.
Peringatan: Alergi, alergi terhadap sefalosporin atau penisilin; pada pemberian
sefalosporin yang lain, dapat terjadi potensial alergi terhadap beta-laktam lain karena
kemungkinan terjadinya alergi silang (Cross alergy); sefotiam diberikan sebelum
makan untuk mencegah gangguan lambung; kehamilan; hati-hati pada pasien atau
orang tua ataupun saudara yang mempunyai riwayat alergi seperti asma bronkial,
ruam kulit, dan urtikaria; pasien gangguan saluran cerna; pasien yang sedang
menjalani puasa, pasien yang dalam masa perawatan dan pemberian makanan
dilakukan dengan menggunakan suntikan, pasien lansia atau dalam kondisi lemah
(karena dapat menimbulkan gejala-gejala kekurangan vitamin K); menyusui karena
dapat dieksresi melalui ASI.
Interaksi: Menambah kerja ginjal terjadi dengan pemberian antibiotik golongan yang
sama, aminoglikosida atau diuretik kuat.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap antibiotik golongan sefalosporin; gagal ginjal,
dan gagal hati.
Efek Samping: Syok, hipersensitif, eritopenia, trombositopenia, eosinofilia,
granulositopenia, anemia hemolitik; peningkatan SGPT, SGOT, alkalin fosfatase, dan
LDH atau Y-GPT, jaundice; kolitis yang berat, diare, panas, sakit perut, leukositosis,
feses dan mukus berdarah dengan pseudomembran, mual, muntah, jantung berdebar,
anoreksia, rasa tidak enak pada lambung, sembelit; stomatitis, kandidiasis,
gejala mucocutaneous ocular (Steven Johnson Syndrome), nekrosis epidermal (Lylell
Syndrome), peningkatan BUN, keratinin, pneumonia atau pulmonary
infiltration disertai eosinofilia, demam, batuk, dyspnea, gambaran foto rontgen yang
tidak normal, eosinofilia; defisiensi vitamin K (hipoprotrombinemia, perdarahan,
dll), gejala defisiensi vitamin B (glositis, stomatitis, anoreksia, neuritis, dll);
kelelahan; pusing, sakit kepala, paraestesia, nyeri dada, lemas, dan udem di wajah.
Dosis:
Infeksi faringolaringitis, bronkitis akut, tonsilitis, pneumonia, pielonefritis, sistitis,
uretritis karena gonore, folikulitis, aknepustolosa, furunkel, furunkulosis,
karbunkel, erisipelas, selulitis, limfangitis (limfadenitis), felon, perionisia
supuratif (paronichia), abses subkutan, hidradenitis, infeksi ateroma, abses
perianal, mastitis, infeksi superfisial sekunder yang disebabkan oleh trauma atau
luka karena operasi, blepharitis, hordeolum, dakriosistitis, tarsadenitis, ulkus
korneal, otitis media, dan sinusitis: dosis oral 200 mg 3 kali sehari.
Infeksi bronkitis, bronkietaksis (yang disertai dengan infeksi), infeksi sekunder
yang disebabkan oleh penyakit pada saluran pernafasan: dosis oral 200-400 mg 3
kali sehari (dosis dapat disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien).
Infeksi berat dosis per hari dapat ditingkatkan sampai 1200 mg dalam 3 dosis
terbagi.
Pasien gagal ginjal dengan bersihan kreatinin > 20 mL/ menit: tidak diperlukan
penyesuaian dosis bila diberikan tidak lebih dari 400 mg per hari.
15. Sefpirom
Indikasi: Idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis: Injeksi intravena atau infus.
Infeksi saluran kemih atas dan bawah dengan komplikasi, infeksi kulit dan
jaringan lunak: 1 g tiap 12 jam dan dapat naik sampai 2 g tiap 12 jam pada infeksi
sangat berat.
Infeksi saluran napas bawah: 1-2 g tiap 12 jam. Infeksi berat, termasuk
bakteremia: 2 g tiap 12 jam.
Tidak dianjurkan untuk anak di bawah 12 tahun.
16. Sefpodoksim
Indikasi: Infeksi saluran napas tetapi penggunaan pada faringitis dan tonsilitis, hanya
yang kambuhan, infeksi kronis atau resisten terhadap antibiotik lain.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Infeksi saluran napas atas: 100 mg dua kali sehari bersama makanan (200 mg dua
kali sehari pada sinusitis).
Infeksi saluran napas bawah (termasuk bronkitis dan pneumonia): 100-200 mg
dua kali sehari bersama makanan.
Anak (di bawah 15 hari): tidak dianjurkan
Anak (15 hari-16 bulan): 8 mg/kg bb per hari terbagi dalam 2 dosis.
Anak (6 bulan-2 tahun): 40 mg 2 kali sehari.
Anak (3-8 tahun) 80 mg 2 kali sehari.
Anak (di atas 9 tahun): 100 mg 2 kali sehari.
17. Sefprozil
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Idem sefaklor.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Infeksi saluran pernapasan atas, kulit dan infeksi jaringan lunak: 500 mg sekali
sehari.
Anak (6 bulan-12 tahu): 20 mg/kg bb (maksimum 500 mg) sekali sehari.
Eksaserbasi akut dari bronkitis kronik: 500 mg setiap 12 jam.
Otitis media anak (6 bulan-12 tahun): 20 mg/kg bb (maksimum 500 mg) setiap 12
jam.
18. Sefradin
Indikasi: profilaksis bedah. Lihat juga sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Oral: 250-500 mg tiap 6 jam atau 0,5-1 g tiap 12 jam.
Anak: 25-50 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi.
Injeksi intramuskuler atau intraven: 0,5-1 g tiap 6 jam.
Infeksi berat: dapat ditingkatkan sampai 8 g/hari.
Anak: 50-100 mg/kg bb/hari dibagi dalam 4 kali pemberian.
Profilaksis bedah: 1-2 g sesaat sebelum operasi.
19. Sefsulodin
Indikasi: Infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa yang peka terhadap
sefsulodin, terutama pada infeksi saluran kemih kronik yang kambuh pada
pielonefritis, prostatitis, infeksi saluran kemih yang disertai kerusakan (adanya
neoplasma, calculi pada saluran kemih atau karena tindakan bedah), infeksi saluran
nafas (pneumonia, bronkitis purulen kronik dan infeksi yang berhubungan
dengan mucoviscidosis); infeksi pada tulang dan jaringan (misal: osteomilitis);
infeksi sekunder setelah luka atau luka bakar; septikemia; dan peritonitis; pada
infeksi berat dianjurkan untuk dikombinasikan dengan anti pseodomonas lain (misal:
aminoglikosida) karena akan sangat mudah terjadi resistensi.
Peringatan: terdapat kemungkinan timbulnya syok atau reaksi hipersensitif pada
pasien, sebaiknya dilakukan pemeriksaan pendahuluan dengan tes pada kulit; harus
diberikan dengan hati-hati kepada pasien yang hipersensitif terhadap antibiotik
golongan sefalosporin atau penisilin, atau pasien atau orang tua pasien atau kakak
adik pasien yang mudah terkena alergi (seperti bronkial asma, ruam kulit, urticaria,
dsb); kehamilan; efek pada hasil pemeriksaan laboratorium; selama pengobatan
dengan sefsulodin pemeriksaan terhadap hati, ginjal dan darah sebaiknya dilakukan
secara periodik.
Interaksi: Terjadinya perburukan keadaan ginjal pada pemakaian bersama diuretik
(seperti furosemid) dengan antibiotik golongan sefalosporin, perhatikan fungsi ginjal
bila sefsulodin digunakan bersama dengan diuretika.
Kontraindikasi: Tidak boleh diberikan kepada pasien yang pernah mengalami syok
akibat natrium sefsulodin.
Efek Samping: Syok, reaksi terlalu peka, meningkatkan BUN dan serum kreatinin;
trombositopenia; eosinofilia; kenaikan sementara SGOT, SGPT, dan ALP; mual,
muntah; sakit perut; dan bacterial alternation stomatitis atau kandidiasis.
Dosis:
Dewasa
Intravena atau intramuscular: 1 - 4 gram sehari dalam 2-4 dosis terbagi
Dosis harus disesuaikan menurut umur dan beratnya infeksi.
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal: dosis awal sama seperti pasien dengan
fungsi ginjal yang normal/sehat, dosis selanjutnya harus disesuaikan menurut
bersihan kreatinin yaitu:
Bersihan kreatinin 50 mL/menit: interval pemberian 8 jam dosis yang
dianjurkan 90% terhadap dosis permulaanl; interval pemberian 12 jam, dosis
yang dianjurkan 95% terhadap dosis permulaan.
Bersihan kreatinin 30 mL/menit: interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 80% terhadap dosis permulaan; interval pemberian 12 jam, dosis
yang dianjurkan 90 % terhadap dosis permulaan.
Bersihan kreatinin 20 mL/menit: interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 70% terhadap dosis permulaan; interval pemberian 12 jam, dosis
yang dianjurkan 80 % terhadap dosis permulaan.
Bersihan kreatinin 10 mL/menit: interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 60% terhadap dosis permulaan; interval pemberian 12 jam, dosis
yang dianjurkan 70 % terhadap dosis permulaan
Bersihan kreatinin 5 mL/menit: interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 55% terhadap dosis permulaan; interval pemberian 12 jam, dosis
yang dianjurkan 65% terhadap dosis permulaan.
Bersihan kreatinin 2,5 mL/menit, interval pemberian 8 jam, dosis yang
dianjurkan 45% terhadap dosis permulaan; interval pemberian 12 jam, dosis
yang dianjurkan 60 % terhadap dosis permulaan.
Fungsi ginjal yang parah dengan bersihan kreatinin 0 mL / min, 75 % dari dosis
yang dianjurkan selama 24 jam.
20. Seftazidim
Indikasi: Idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Injeksi intramuskuler dalam, intravena atau infuse: 1 g tiap 8 jam, 2 g tiap 12 jam.
Infeksi berat: 2 gram tiap 8-12 jam.
Lansia: dosis maksimum 3 g/hari.
Bayi (sampai 2 bulan): 25-60 mg/kg bb/hari dalam 2 kali pemberian.
Bayi (di atas 2 bulan): 30-100 mg/kg bb/hari dibagi dalam 2-3 kali pemberian.
Pasien meningitis atau imunodefisiensi: maksimum 6 g/hari dibagi dalam 3 kali.
Infeksi saluran kemih dan infeksi tidak terlalu berat: 0,5-1 g tiap 12 jam.
Anak: 150 mg/kg bb/hari (maksimum 6 g/hari) dibagi dalam tiga kali pemberian.
Profilaksis pada operasi prostat: 1 g pada saat induksi anestesi, dapat diulangi
pada saat pengangkatan kateter.
21. Seftibuten
Indikasi: Idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor
Dosis:
Dewasa dan anak (di atas 10 tahun) (BB lebih dari 45 kg): 400 mg/hari dosis tunggal.
Anak (di atas 6 bulan): suspensi oral, 9 mg/kg bb/hari dosis tunggal.
22. Seftizoksim
Indikasi: Infeksi saluran pernafasan bagian bawah, infeksi saluran kemih, infeksi
intraabdominal, infeksi kulit dan jaringan, infeksi tulang dan sendi, septikemia dan
meningitis.
Peringatan: Riwayat penyakit pada saluran cerna; penggunaan jangka panjang
(menyebabkan superinfeksi); kehamilan; menyusui; penggunaan pada anak-anak
(peningkatan kadar eosinofil), SGOT, SGPT, dan CPK; bayi berusia di bawah 6
bulan; lansia (turunkan dosis); pasien sensitif terhadap penisilin; pantau fungsi ginjal
terutama pada pasien yang menerima dosis terapi maksimum dan pemberian bersama
antibiotik aminoglikosida; dapat terjadi gejala defisiensi vitamin K; positif palsu
pada tes glukosa dalam urin dengan pereaksi benedict dan clinitest serta pada direct
coombs test.
Interaksi: Dapat terjadi nefrotoksisitas apabila sefalosporin diberikan bersama
dengan antibiotik aminoglikosida.
Kontraindikasi: Hipersensitif pada seftizoksim dan sefalosporin lainnya.
Efek Samping: Ruam kulit, pruritus, selulitis, nyeri abdomen, demam, peningkatan
sementara SGOT, SGPT, alkalin fosfatase dan eosinofilia, rasa terbakar pada tempat
penyuntikan, plebitis (pada pemberian secara intramuskular), rasa kaku, paraestesia,
peningkatan bilirubin, vaginitis, neutropenia, trombositopenia, diare, mual dan
muntah.
Dosis:
Dewasa:
Intra vena atau intra muscular: 0,5-2 gram per hari terbagi dalam 2-4 dosis.
Infeksi berat atau berdasarkan umur dan keadaan dari pasien: 4 gram per hari.
Anak 6 bulan
Intravena atau intramuscular: 40-80 mg/kg bb per hari terbagi dalam 2-4 dosis.
Infeksi yang berat: 120 mg/kg bb per hari
Dosis total: tidak boleh melebihi dosis untuk orang dewasa.
Dosis pada orang dewasa dengan gangguan fungsi ginjal:
Ringan dengan bersihan kreatinin 79-50 mL/menit: infeksi yang tidak terlalu
berat 500 mg 3 kali sehari, infeksi yang mengancam jiwa 0,75-1,5 gram 3 kali
sehari
Gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat dengan bersihan kreatinin 49-5
mL/menit: infeksi yang tidak terlalu berat 250-500 mg 2 kali sehari, infeksi
yang mengancam jiwa 0,5-1 gram 2 kali sehari.
Pasien dialisa dengan bersihan kreatinin 4-0 mL/menit: infeksi yang tidak
terlalu berat 500 mg tiap 2 hari atau 250 mg 1 kali sehari, infeksi yang
mengancam jiwa 0,5-1 gram tiap 2 hari atau 0,5 gram 1 kali hari.
23. Seftriakson
Indikasi: Idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor. Pada gangguan fungsi hati yang disertai gangguan fungsi
ginjal dapat terjadi penggeseran bilirubin dari ikatan plasma. Seftriakson kalsium
dapat menimbulkan presipitasi di ginjal atau empedu.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin. Kontraindikasi
untuk bayi di bawah 6 bulan.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
injeksi intramuskular dalam, bolus intravena atau infuse: 1 g/hari dosis tunggal.
Pada infeksi berat: 2-4 g/hari dosis tunggal.
Anak (di atas 6 minggu): 20-50 mg/kg bb/ hari sampai 80 mg/kg bb/hari dengan
dosis tunggal
Gonore tanpa komplikasi: 250 mg dosis tunggal.
Profilaksis bedah: 1 g dosis tunggal.
Profilaksis bedah kolorektal: 2 g.
24. Sefuroksim
Indikasi: Profilaksis tindakan bedah, lebih aktif terhadap Hemophilus
influenzae dan N. gonorrhoeae. Idem sefaklor.
Peringatan: Idem sefaklor.
Kontraindikasi: Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek Samping: Idem sefaklor.
Dosis:
Oral
Infeksi saluran napas atas dan bawah: 250 mg dua kali sehari (jika berat maka
ditingkatkan dua kali lipat)
Infeksi saluran kemih: 125 mg dua kali sehari
Pielonefritis: 250 mg dua kali sehari
Gonore: 1 gram dosis tunggal.
Anak (di atas 3 bulan): 125 mg dua kali sehari.
Otitis media pada anak lebih dari 2 tahun dapat diberikan 250 mg dua kali sehari.
Parenteral
Injeksi intramuskuler, bolus intravena atau infuse: 750 mg tiap 6-8 jam. pada
infeksi berat: 1,5 g tiap 6-8 jam. Pemberian lebih dari 750 mg hanya boleh secara
intravena.
Anak: 30-100 mg/kg bb/hari (rata-rata 60 mg/kg bb/hari), dibagi dalam 3-4 dosis.
Gonore: 1,5 g injeksi intramuskuler, dosis tunggal, pada dua tempat suntikan.
Profilaksis bedah: 1,5 g injeksi intravena, pada saat induksi. Dapat ditambahkan
750 mg intramuskuler 8-16 jam kemudian (bedah abdomen, pelvis dan ortopedi),
atau 750 mg, intramuskular tiap 8 jam selama 24-48 jam berikutnya (bedah
jantung, paru dan esofagus). Meningitis: 3 g, injeksi intravena, tiap 8 jam.
Anak: 200-240 mg/kg bb/hari dibagi dalam 3-4 dosis.
Dosis diturunkan menjadi 100 mg/ kg bb/hari setelah 3 hari atau setelah adanya
perbaikan klinis.
Neonatus: 100 mg/kg bb/hari, kemudian diturunkan menjadi 50 mg/kg bb/hari.

3. Golongan Tetrasiklin
3.1 Asal
Streptomyces aureofaciens & Streptomyces rimosus

3.2 Mekanisme
Menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya dengan memblock terikatnya asam
amino ke ribosom bakteri.
Tetrasiklin menghambat masuknya aminoasil-tRNA ke tempat aseptor A pada kompleks
mRNA-ribosom, sehingga menghalangi penggabungan asam amino ke rantai peptide.
Tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri gram negative dengan cara difusi pasif melalui
kanal hidrofilik dan dengan sistem transportasi aktif.

3.3 Spektrum
Luas terhadap gram positif, gram negatif, chlamydia, mycoplasma, bahkan rickettsia
(kecuali terhadap pseudomonas).

3.4 Kegunaan secara umum


Infeksi yang disebabkan oleh klamidia (trakoma, psitakosis, salpingitis, uretritis dan
limfogranuloma venereum), riketsia (termasuk Q-fever), brusela (doksisiklin dengan
streptomisin atau rifampisin) dan spiroketa, Borellia burgdorferi (Lyme disease).
Tetrasiklin juga digunakan pada infeksi saluran pernafasan dan mikoplasma genital,
akne, destructive (refractory) periodontal disease, eksaserbasi bronkitis kronis (karena
aktivitasnya terhadap Hemophilus influenzae), dan untuk leptospirosis pada pasien yang
hipersensitif terhadap penisilin (sebagai alternatif dari eritromisin).

3.5 Sifat farmakokinetika


a. Absorpsi
Umumnya 30-80% tetrasiklin diabsorpsi dari saluran cerna (sebagian besar di lambung dan
usus halus bagian atas).
Adanya makanan akan mengganggu absorpsi gol tetrasiklin.
Doksisiklin dan minosiklin diabsorpsi lebih banyak yaitu 90% dan absorpsinya tidak
dipengaruhi makanan.
Absorpsi berbagai tetrasiklin dihambat oleh suasana basa dan pembentukan senyawa
khelat yaitu ikatan kompleks tetrasiklin dengan zat lain yang sukar diserap seperti
Al(OH)2, garam Ca, garam Mg yang sering tdpt pada antasida, dan zat besi.
b. Distribusi
Dalam cairan serebrospinal kadar gol tetrasiklin hanya 10-20%, penetrasi pada bagian
tubuh lain baik.
Tetrasiklin tertimbun dalam hati, limpa, sumsum tulang dan gigi.
Gol tetrasiklin dapat melewati barier plasenta dan terdapat dalam ASI.
t doksisiklin tidak berubah pada insufisiensi ginjal shg dpt diberikan pd pasien gagal
ginjal
c. Ekskresi
Gol.tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerulus dan melalui empedu.
Pada pemberian oral 20-55% tetrasiklin diekskresi melalui urin.

Berdasarkan farmakokinetik gol.tetrasiklin dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :


Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin: Absorpsinya tidak lengkap dengan waktu
paruh 6-12 jam.
Dimetiklortetrasiklin: Absorpsinya lebih baik, waktu paruh 16 jam (sehingga cukup
diberikan dengan dosis 150 mg peroral setiap 6 jam saja).
Doksisiklin dan minosiklin: Absorpsinya 90%, waktu paruh 17-20 jam, cukup diberikan
sehari 1 atau 2 kali 100mg.

3.6 Resistensi
Bakteri memproduksi protein pompa yang akan mengeluarkan obat dari dalam sel bakteri
Resistensi satu jenis tetrasiklin disertai resistensi tetrasiklin lainnya, kecuali minosiklin
pada resistensi S. aureus dan dosisiklin pada resistensi B. fragilis
Bakteri yang sudah resisten adalah:
Streptococcus beta hemoliticus
E.coli,
Pseudomonas aeroginosae,
Streptomyses pneumoniae,
Staphyllococus aureus dan
Sebagian N.gonorrhoeae.

3.7 Peringatan umum


Tetrasiklin sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi
hati atau yang menerima obat yang bersifat hepatotoksik. Tetrasiklin dapat meningkatkan
kelemahan otot pada pasien miastenia gravis dan eksaserbasi lupus eritematosus sistemik.
Antasida dan garam Al, Ca, Fe, Mg dan Zn menurunkan absorpsi tetrasiklin. Susu
menurunkan absorpsi demeklosiklin, oksitetrasiklin dan tetrasiklin. Interaksi lain: Lampiran 1
(tetrasiklin).

3.8 Kontraindikasi umum


Tetrasiklin dideposit di jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh (terikat pada
kalsium) sehingga menyebabkan pewarnaan dan kadang-kadang hipoplasia pada gigi. Obat ini
tidak boleh diberikan pada anak-anak di bawah 12 tahun, ibu hamil, dan menyusui.
Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal karena
dapat menyebabkan eksaserbasi penyakit ginjal, kecuali doksisiklin dan minosiklin.

3.9 ESO umum


Mual, muntah, diare (kolitis akibat antibiotik jarang dilaporkan), disfagia dan iritasi
esofagus. Sedangkan yang jarang terjadi adalah hepatotoksisitas, pankreatitis, gangguan
darah, fotosensitivitas (terutama dengan demeklosiklin) dan reaksi hipersensitivitas (ruam,
dermatitis eksfoliatif, sindrom Steven-Johnsons, urtikaria, angioedema, anafilaksis,
perikarditis). Sakit kepala dan gangguan penglihatan dapat sebagai pertanda adanya benign
intracranial hypertension (terapi dihentikan). Jika pada bayi akan muncul Bulging
fontanelles.

3.10 Sub golongan:


a. Tetrasiklin
Indikasi: Eksaserbasi bronkitis kronis, bruselosis, klamidia, mikoplasma dan riketsia,
efusi pleura karena keganasan atau sirosis, akne vulgaris.
Peringatan: Gangguan fungsi hati (hindari pemberian secara intravena), gangguan
fungsi ginjal, kadang-kadang menimbulkan fotosensitivitas.
Efek Samping: Mual, muntah, diare, eritema, sakit kepala dan gangguan penglihatan
dapat merupakan petunjuk peningkatan tekanan intrakranial, hepatotoksisitas,
pankreatitis dan kolitis.
Dosis:
Oral: 250 mg tiap 6 jam.
Infeksi berat: sampai 500 mg tiap 6-8 jam.
Sifilis primer, sekunder dan laten: 500 mg tiap 6-8 jam selama 15 hari.
Uretritis non gonokokus: 500 mg tiap 6 jam selama 7-14 hari (21 hari bila
pengobatan pertama gagal atau bila kambuh).
Injeksi intravena: 500 mg tiap 12 jam (maksimum 2 g per hari)
Untuk efusi pleura: infus intrapleural 500 mg dalam 30-50 mL NaCl fisiologis.
b. Demeklosiklin
Indikasi: Idem tetrasiklin secara umum dan gangguan sekresi hormon antidiuretik.
Peringatan: Idem tetrasiklin secara umum
Kontraindikasi: Idem tetrasiklin secara umum
Efek Samping: Fotosensitivitas lebih sering terjadi, pernah dilaporkan terjadinya
diabetes insipidus nefrogenik.
Dosis: 150 mg tiap 6 jam atau 300 mg tiap 12 jam.
c. Doksisiklin
Indikasi:
Infeksi Rocky Mountain spotted fever, demam tiphoid dan golongan thyphosa,
demam Q, demam rickettsialpox and tick yang disebabkan oleh Rickettsiae.
Infeksi saluran nafas yang disebabkan Mycoplasma pneumonia.
Psittacosi yang disebabkan oleh Chlamydia psittaci.
Lymphogranuloma venereum, yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis
Iinfeksi uretra, endocervical, atau rektal tanpa komplikasi pada dewasa yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis.
Trachoma yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis walau penyebab infeksi
tidak selalu dapat dihilangkan, yang dijustifikasi oleh immunoflourescence.
Konjungtivitis inklusi yang disebabkan ole Chlamydia trachomatis dapat diterapi
dengan doksisiklin oral tunggal atau kombinasi dengan obat topikal. Acute
epididymo- orchitis yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis atau Neisseria
gonorrhoeae. Granuloma inguinale (donovanosis) yang disebabkan
oleh Calymmatobacterium granulomatis.
Louse-borne elapsing fever yang disebabkan oleh Borrelia recurrentis; Tick-borne
relapsing fever yang disebabkan oleh Borrelia duttonii.
Nongonococcal urethritis (NGU) yang disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum (T-
Mycoplasma).
Doksisiklin diindikasikan untuk profilaksis dan terapi infeksi Malaria yang
disebabkan oleh Plasmodium falciparum (bila P. falciparum resiten terhadap
klorokuin); Penyakit Lyme awal (tahap 1 dan 2) yang disebabkan oleh Borrelia
burgdorferi.
Infeksi yang disebabkan bakteri Gram negatif (Acinetobacter
species, Brucellosis; Bartonellosis); bila uji bakteriologi mengindikasikan
penggunaan obat sesuai.
Gonorrhoe tanpa komplikasi yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae; doksisiklin diindikasikan untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri gram positif bila uji bakteriologi menunjukkan peka terhadap doksisiklin.
Antraks yang disebabkan oleh Bacillus anthracis, termasuk Antraks (setelah
penggunaan) inhalasi: untuk menurunkan kejadian atau perkembangan penyakit
setelah penggunaan Bacillus anthracis aerosol.
Infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh kelompok streptococci
betahemolitik, penisilin merupakan obat pilihan yang biasa digunakan, termasuk
profilaksis demam rematik. Hal ini termasuk: Infeksi saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia.
Infeksi pernafasan, kulit dan jaringan lunak yang disebabkan oleh Staphylococcus
aureus; Tetrasiklin bukan merupakan obat pilihan pada terapi
infeksi Staphylococcus. (Bila penisilin dikontraindikasikan, doksisiklin merupakan
alternative pada terapi Actinomycosis yang disebabkan oleh spesies Actinomyces
Infeksi yang disebabkan oleh Clostridium species; Syphilis yang disebabkan
oleh Treponema pallidum dan yang disebabkan oleh Treponema pertenue; Listeriosis
yang disebabkan oleh Listeria monocytogene.
Vincents infection (acute necrotizing ulcerative gingivitis) yang disebabkan
oleh Leptotrichia buccalis (sebelumnya, Fusobacterium fusiform).
Pada amebiasis usus halus akut, doksisiklin mungkin merupakan terapi pendukung
untuk amebiasis.
Pada akne berat yang disebabkan oleh acne vulgaris, doksisiklin mungkin berguna
debagai terapi pendukung. Leptospirosis yang disebabkan oleh genus Leptospira.
Kolera yang disebabkan oleh Vibrio cholerae.
Doksisiklin diindikasikan untuk profilaksis pada keadaan sebagai berikut: Scrub
typhus yang disebabkan oleh Rickettsia tsutsugamushi; Travelers diarrhea yang
disebabkan oleh enterotoxigenic Eschericia coli.
Peringatan: Boleh digunakan pada gangguan fungsi ginjal; ketergantungan alkohol,
fotosensitifitas (hindari paparan dengan sinar matahari atau sinar lampu); hindarkan
pada porfiria.
Efek Samping: Anoreksia, kemerahan, dan tinnitus.
Dosis:
Dosis lazim dewasa: 200 mg pada hari pertama (diberikan sebagai dosis tunggal atau
100 mg setiap 12 jam) diikuti dengan dosis pemeliharaan 100 mg/hari (diberikan
sebagai dosis tunggal atau sebagai dosis 50 mg setiap 12 jam).
Untuk mengatasi infeksi yang lebih berat (terutama infeksi saluran kemih kronis),
200 mg sehari selama perioda terapi.
Anak di atas 8 tahun: Dosis yang dianjurkan pada anak BB kurang dari atau sama
dengan 45 kg adalah 4,4 mg/kg bb (sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi dua pada
hari pertama), diikuti dengan 2,2 mg/kg bb (dosis tunggal atau dosis terbagi dua)
pada hari yang berurutan. Pada infeksi yang lebih berat, bisa hingga 4,4 kg/bb.Anak
dengan berat badan lebih dari 45 kg: sama dengan dosis dewasa.
Akne Vulgaris: 50-100 mg per hari hingga 12 minggu.
Infeksi gonokokus tanpa komplikasi pada serviks, rektum atau uretra dimana
gonokokus masih sensitif: doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 7 hari
dianjurkan ditambah dengan sefalosporin yang sesuai atau kuinolon, seperti berikut
ini: sefiksim oral 400 mg dalam dosis tunggal atau seftriakson 125 mg intramuskular
dalam dosis tunggal atau siprofloksasin oral 500 mg dalam dosis tunggal atau
ofloksasin oral 400 mg dalam dosis tunggal.
Infeksi gonokokus tanpa komplikasi pada faring, dimana gonokokus masih sensitif:
Doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 7 hari, dianjurkan ditambah dengan
sefalosporin yang sesuai atau kuinolon, seperti berikut ini: seftriakson 125 mg
intramuskular dalam dosis tunggal atau siprofloksasin oral 500 mg dalam dosis
tunggal atau ofloksasin oral 400 mg dalam dosis tunggal.
Tipus atau demam berulang yang disebarkan oleh kutu dapat diatasi dengan dosis
oral tunggal 100 atau 200 mg, tergantung pada keparahan.
Terapi alternatif untuk mengurangi risiko tidak teratasinya atau berulangnya penyakit
demam berulang yang disebarkan oleh kutu, dianjurkan doksisiklin 100 mg setiap 12
jam selama 7 hari. Early Lyme disease (Tahap 1 dan 2): doksisiklin oral 100 mg dua
kali sehari selama 14-60 hari, tergantung dari gejala klinis dan respon.
Infeksi rektal, endoservikal dan uretra tanpa komplikasi, pada dewasa yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis: Oral, 100 mg, dua kali sehari selama tujuh
hari.
Epididymo-orchitis akut yang disebabkan oleh Chlamydia trachomati atau Neisseria
gonorrhoeae: seftriakson 250 mg IM atau sefalosporin lain yang sesuai dalam dosis
tunggal, plus doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 10 hari.
Non gonococcal urethritis (NGU) yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis atau
Ureaplasma urealyticum: oral, 100 mg, dua kali sehari selama tujuh hari.
Sifilis primer dan sekunder: Pasien alergi penisilin yang tidak hamil dan menderita
sifilis primer atau sekunder dapat diterapi dengan regimen berikut: doksisiklin oral
100 mg dua kali sehari selama dua minggu, sebagai alternatif terapi penisilin.
Sifilis laten dan tersier: Pasien alergi penisilin yang tidak hamil dan menderita sifilis
sekunder atau tersier dapat diterapi dengan regimen berikut: doksisiklin oral 100 mg
dua kali sehari selama dua minggu, sebagai alternatif dari terapi penisilin jika lama
infeksi diketahui kurang dari satu tahun.Jika tidak, doksisiklin harus diberikan
selama empat minggu.
Acute pelvic inflammatory disease (PID): Pasien rawat inap - Doksisiklin 100 mg
setiap 12 jam, plus sefoksitin 2 g intravena setiap enam jam atau sefotetan 2 g IV
setiap 12 jam selama minimal empat hari dan sekurang- kurangnya 24-48 jam setelah
kondisi membaik. Kemudian lanjutkan dengan doksisiklin oral 100 mg dua kali
sehari untuk melengkapi total terapi selama 14 hari.
Pasien rawat jalan Doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari selama 14 hari sebagai
terapi tambahan pada seftriakson 250 mg intramuskular sekali sehari atau sefoksitin
2 g intramuskular, plus probenesid oral 1 g dosis tunggal diminum bersamaan, atau
injeksi sefalosporin generasi ketiga lainnya (misal, seftizoksim atau sefotaksim).
Terapi malaria falsiparum yang resisten pada klorokuin: 200 mg perhari selama
sekurang-kurangnya tujuh hari. Karena adanya potensi infeksi yang semakin parah,
suatu schizonticide dengan kerja cepat seperti kuinin harus selau diberikan dalam
kombinasi dengan doksisiklin, rekomendasi dosis kuinin bervariasi pada area yang
berbeda.
Profilaksis malaria: Dewasa, 100 mg per hari; Anak di atas 8 tahun, 2 mg/kg bb
diberikan sekali sehari, dapat hingga dosis dewasa. Profilaksis dapat dimulai pada 1-
2 hari sebelum perjalanan menuju area pandemik malaria. Dilanjutkan selama di sana
dan empat minggu setelah meninggalkan area tersebut. Lymphogranulomavenereum
yangdisebabkan oleh Chlamydia trachomatis: doksisiklin oral 100 mg dua kali sehari
selama minimum 21 hari.
Profilaksis selektif kolera: Dewasa, 300 mg dosis tunggal.
Pencegahan scrub typhus: Oral, 200 mg sebagai dosis tunggal.
Pencegahan travelers diarrhea: Dewasa, 200 mg pada hari pertama perjalanan
(diberikan sebagai dosis tunggal atau 100 mg setiap 12 jam) diikuti dengan 100 mg
sehari selama tinggal diarea tersebut. Penggunaan di atas 21 hari untuk tujuan
profilaksis belum ada datanya. Pencegahan leptospirosis: Oral, 200 mg setiap
minggu selama tinggal diarea yang berrisiko dan 200 mg pada akhir perjalanan.
Penggu- naan di atas 21 hari untuk tujuan profilaksis belum diketahui pasti
efektifitasnya.
Terapi Leptospirosis: Oral, 100 mg dua kali sehari selama 7 hari.
Inhalational anthrax (pasca terpapar): Dewasa: Doksisiklin oral, 100 mg dua kali
sehari selama 60 hari.
Anak: Berat badan kurang dari 45 kg: 2,2 mg/kg bb, oral, dua kali sehari selama 60
hari. BB lebih dari atau sama dengan 45 kg sama dengan dosis dewasa.
Catatan: kapsul harus ditelan dalam bentuk utuh bersama dengan makanan dan air yang
cukup, dalam posisi duduk atau berdiri. Jika terjadi iritasi lambung, dianjurkan untuk
diminum dengan makanan atau susu. Absorpsi doksisiklin tidak dipengaruhi oleh adanya
makanan atau susu.
d. Minosiklin
Indikasi: Idem tetrasiklin secara umum
Peringatan: Idem tetrasiklin secara umum
Kontraindikasi: Idem tetrasiklin secara umum, tapi boleh digunakan pada gangguan
fungsi ginjal.
Efek samping: Idem tetrasiklin secara umum, sakit kepala dan vertigo (lebih sering pada
wanita); dermatitis eksfoliatif, pigmentasi (kadang-kadang ireversibel), SLE dan
kerusakan hepar.
Dosis: 100 mg dua kali sehari.
Akne: 50 mg dua kali sehari atau 100 mg sekali sehari selama 6 minggu atau lebih.
Gonore: dosis awal 200 mg, dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam selama paling sedikit 4 hari
untuk laki-laki. Untuk wanita perlu lebih lama.
e. Oksitetrasiklin
Indikasi dan efek samping: Idem tetrasiklin secara umum
Kontraindikasi: Idem tetrasiklin secara umum, hindari pada porfiria.
Dosis: 250-500 mg tiap 6 jam.
f. Tigesiklin
Indikasi:
Komplikasi infeksi pada kulit yang disebabkan Escherichia coli, Enterococcus
faecalis (hanya isolat rentan vankomisin), Staphylococcus aureus (isolat rentan
metisilin dan resisten ), termasuk kasus bakteremia konkuren, Streptococcus
agalactiae, Streptococcus anginosus grp. (termasuk S. anginosus, S. intermedius,
dan S. constellatus), Streptococcus pyogenes, Enterobacter cloacae, Klebsiella
pneumonia, dan Bacteroides fragilis.
Komplikasi infeksi intra-abdominal yang disebabkan Citrobacter
freundii, Enterobacter cloacae, Escherichia coli (termasuk isolat yang memproduksi
ESBL), Klebsiella oxytoca, Klebsiella pneumoniae (termasuk isolat yang
memproduksi ESBL), Enterococcus faecalis (hanya isolat rentan
vankomisin), Staphylococcus aureus (isolat rentan metisilin dan resisten), termasuk
kasus bakteremia konkuren, Streptococcus anginosus grp. (termasuk S. anginosus, S.
intermedius, dan S. constellatus), Bacteroides fragilis, Bacteroides
thetaiotamicron, Bacteroides uniformis, Bacteroides vulgatus, Clostridium
perfringens, dan Peptostreptococcus micros.
Peringatan: Dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan organisme lain, seperti
jamur; kehamilan dan menyusui.
Interaksi: Penggunaan bersamaan dengan warfarin, monitor waktu protrombin atau
pemeriksaan antikoagulan lain; penggunaan bersamaan dengan kontrasepsi oral dapat
menurunkan kemanfaatan obat kontrasepsi oral.
Kontraindikasi: Riwayat hipersensitif.
Efek Samping: Mual, muntah,diare, nyeri perut, sakit kepala, hipoproteinemia,
peningkatan SGPT dan SGOT, ruam, peningkatan amilase, peningkatan BUN, phlebitis,
dispepsia.
Dosis:
Dosis awal 100 mg, dilanjutkan dengan dosis 50 mg setiap 12 jam.
Infus intravena tigesiklin sebaiknya diberikan selama kira-kira 30 hingga 60 menit
setiap 12 jam.
Lama pengobatan untuk komplikasi kulit atau komplikasi intra abdominal adalah 5
sampai 14 hari. Durasi pengobatan sebaiknya disesuaikan dengan tingkat keparahan,
tempat infeksi, kondisi klinis pasien dan hasil pemeriksaan bakteri.
Pasien dengan gangguan fungsi hati berat: dosis awal 100 mg dilanjutkan dengan
penyesuaian dosis menjadi 25 mg setiap 12 jam.
Tidak direkomendasikan untuk pasien di bawah 18 tahun.

4. Golongan Aminoglikosida

4.1 Asal
Fungi Streptomyces & Micromonospora

4.2 Mekanisme
Bakterisida.
Aminoglikosida terikat pada sub unit 30 S dari ribosom, maka sub unit 70 S nya tidak
terbentuk sehingga terjadi inhibisi sintesis protein karena terjadi kesalahan dalam membaca
kode genetik.
Asam amino yang salah kemudian disambungkan pada rantai polipeptida sehingga
terbentuk protein yang berbeda.
Mekanisme tersebut merusak membran sel bakteri sehingga bakteri mati.

4.3 Spectrum
Terutama aktif terhadap kuman bakteri gram negatif.
Secara in vitro senyawa aminoglikosida aktif terhadap bakteri gram negatif aerob.
Diantara bakteri Gram positif, hanya Staphylococcus yang dapat diinhibisi oleh
aminoglikosida.
Tidak aktif terhadap bakteri anaerob seperti Clostridia, Rickettsia, jamur dan virus.
4.4 Perhatian
Aminoglikosida dapat mengganggu transmisi neuromuskular dan sebaiknya dihindari pada
pasien miastenia gravis. Dosis besar yang diberikan pada waktu pembedahan dapat
menimbulkan sindrom miastenia yang bersifat sementara pada pasien dengan fungsi
neuromuskular normal.
Aminoglikosida sebaiknya tidak diberikan bersama diuretika yang potensial ototoksik
(misalnya furosemid). Bila pemberian bersama tidak dapat dihindarkan, jarak pemberian
kedua obat sebaiknya diusahakan sepanjang mungkin.
Pemantauan kadar obat dalam serum dapat menghindari kadar yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah, sehingga dapat mencegah toksisitas dan juga menjamin efikasi. Pada pasien
dengan fungsi ginjal normal, kadar aminoglikosida sebaiknya diukur setelah 3 atau 4
regimen dosis ganda harian. Pasien dengan gangguan ginjal memerlukan pengukuran
kadar aminoglikosida yang lebih awal dan lebih sering.
Aminoglikosida umumnya diberikan 2-3 kali sehari dalam dosis terbagi, namun sekarang
lebih sering digunakan dosis satu kali sehari asalkan kadar serum memadai. Namun
demikian sebaiknya mengacu pada panduan lokal mengenai kesetaraan dosis dengan kadar
dalam serum.
Untuk anak dengan fibrosis sistik kadang diperlukan aminoglikosida secara parenteral
dalam dosis yang lebih tinggi karena klirens aminoglikosida meningkat. Tobramisin dalam
sediaan nebulizer dapat digunakan untuk infeksi paru oleh pseudomonas pada fibrosis
sistik, namun resistensi dapat terjadi dan pada beberapa anak tidak responsif terhadap obat.

4.5 ESO secara umum


Kerusakan pada organ pendengaran, keseimbangan, nefrotoksik (pemblok saraf otot),
reaksi alergi dan kelainan darah.

4.6 Sifat farmakokinetika


Aminoglikosida tidak diserap melalui saluran cerna (walaupun ada risiko absorpsi
pada inflammatory bowel disease dan gagal hati), sehingga harus diberikan secara
parenteral untuk infeksi sistemik.
Ekskresi terutama melalui ginjal dan terjadi akumulasi pada gangguan fungsi ginjal.

4.7 Sub golongan:


a. Gentamisin
Memiliki spektrum antibakteri yang luas, tapi tidak efektif terhadap kuman anaerob,
serta memiliki aktifitas yang lemah terhadap Streptococcus hemolyticus dan
pneumokokus.
Didapatkan melalui fermentasi dari Microspora pupurae atau M. echinophora.
Kombinasi dengan penisilin dan/atau metronidazol: untuk terapi infeksi berat yang tidak
berdasarkan diagnosa yang belum diketahui penyebabnya.
Gentamisin digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik lain untuk terapi
endokarditis.
Indikasi: Septikemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP lainnya,
infeksi bilier, pielonefritis dan prostatitis akut, endokarditis karena Streptococcus
viridans atau Streptococcus faecalis (bersama penisilin), pneumonia nosokomial, terapi
tambahan pada meningitis karena listeria.
Peringatan: Gangguan fungsi ginjal, bayi dan lansia (sesuai dengan dosis, awasi fungsi
ginjal, pendengaran dan vestibuler dan periksa kadar plasma).
Kontraindikasi: Kehamilan, miastenia gravis.
Efek Samping: Gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas, hipomagnesemia
pada pemberian jangka panjang, kolitis karena antibiotik.
Dosis:
Injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infuse, 2-5 mg/kg bb/hari (dalam dosis
terbagi tiap 8 jam). Sesuaikan dosis pada gangguan fungsi ginjal dan ukur kadar
dalam plasma.
Anak (di bawah 2 minggu): 3 mg/kg bb tiap 12 jam; 2 minggu sampai 2 tahun, 2
mg/kg bb tiap 8 jam.
Injeksi intratekal: 1 mg/hari, dapat dinaikkan sampai 5 mg/hari disertai
pemberian intramuskuler 2-4 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi tiap 8 jam.
Profilaksis endokarditis pada dewasa: 120 mg. Untuk anak (di bawah 5 tahun): 2
mg/kg bb.
Keterangan: Kadar puncak (1 jam) tidak boleh lebih dari 10 mg/liter dan kadar lembah
(trough) tidak boleh lebih dari 2 mg/liter.
b. Amikasin
Lebih stabil daripada gentamisin terhadap inaktivasi enzim.
Indikasi: Infeksi Gram negatif yang resisten terhadap gentamisin dan terapi infeksi
serius yang disebabkan oleh basilus Gram negatif yang resisten terhadap gentamisin
Peringatan, kontraindikasi, dan efek samping: Idem Gentamisin
Dosis: Injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infus, 15 mg/kg bb/hari dibagi
dalam 2 kali pemberian.
Keterangan: Kadar puncak (1 jam) tidak boleh lebih dari 30 mg/liter dan kadar lembah
tidak boleh lebih dari 10 mg/liter.
c. Kanamisin
Indikasi, peringatan, kontraindikasi dan efek samping: Idem gentamisin
Dosis:
Injeksi intramuskuler: 250 mg tiap 6 jam atau 500 mg tiap 12 jam.
Injeksi intravena: 15-30 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi tiap 8-12 jam.
Keterangan: Kadar puncak tidak boleh lebih dari 30 mg/liter dan kadar lembah tidak
boleh lebih dari 10 mg/liter.

d. Neomisin
Terlalu toksik bila diberikan secara parenteral.
Dihasilkan dari kultur Streptomyces fradiae. Untuk pemakaian setempat,
neomisinsering dikombinasikan dengan Zn-basitrain untuk pengobatan infeksi
Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp.
Obat ini hanya digunakan untuk infeksi kulit, mukosa dan untuk mengurangi populasi
bakteri di kolon sebelum operasi atau pada kegagalan fungsi hati.
Pemberian per oral dapat menyebabkan malabsorpsi. Pada pasien dengan kegagalan
fungsi hati, sebagian kecil neomisin akan diabsorpsi. Karena pasien seperti ini juga akan
mengalami uremia, dapat terjadi akumulasi yang pada akhirnya menyebabkan
ototoksisitas.
Indikasi: Sterilisasi usus sebelum operasi. Lihat juga keterangan di atas.
Peringatan: Idem gentamisin dan terlalu toksik untuk penggunaan sistemik.
Kontraindikasi: Idem gentamisin
Efek Samping: Idem gentamisin dan hindari penggunaan pada obstruksi usus dan
gangguan fungsi ginjal.
Dosis: oral, 1 gram tiap 4 jam.
e. Netilmisin
Memiliki aktivitas yang sama dengan gentamisin, namun ototoksisitas lebih jarang
terjadi pada pasien yang memerlukan terapi lebih dari 10 hari.
Aktif terhadap sejumlah basilus Gram-negatif yang resisten terhadap gentamisin namun
dibandingkan gentamisin atau tobramisin, kurang efektif terhadap Pseudomonas
aeruginosa.
Indikasi: Infeksi berat kuman gram negatif yang resisten terhadap gentamisin.
Peringatan, kontraindikasi dan efeksamping: Idem gentamisin
Dosis:
injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infus: 4-6 mg/kg bb/hari sebagai dosis
tunggal atau dosis terbagi tiap 8 -12 jam.
Infeksi berat dosis dapat naik sampai 7,5 mg/kg bb/hari dalam tiga kali pemberian
(dosis segera diturunkan bila terdapat perbaikan klinis, biasanya setelah 48 jam).
Neonatus kurang dari 1 minggu: 3 mg/kg bb tiap 12 jam; di atas 1 minggu, 2,5-3
mg/kg bb tiap 12 jam; Anak 2-2,5 mg/kg bb tiap 8 jam.
Infeksi saluran kemih, 150 mg/hari (dosis tunggal) selama 5 hari. Gonore: 300 mg
dosis tunggal.
Keterangan: Kadar puncak (1 jam) tidak boleh lebih dari 12 mg/liter dan kadar lembah
tidak boleh lebih dari 2 mg/liter.
f. Tobramisin
Didapatkan melalui fermentasi dari Streptomyces tenebrarius.
Memiliki aktivitas yang serupa dengan gentamisin. Dibandingkan dengan gentamisin,
tobramisin sedikit lebih aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa, tapi kurang aktif
terhadap kuman gram negatif lainnya.
Dapat diberikan melalui nebulizer berdasarkan siklus dasar (28 hari diberi tobramisin
diikuti dengan periode 28 hari bebas tobramisin) untuk terapi infeksi paru kronis
fibrosis sistik karena Pseudomonas aeruginosa. Namun, resistensi dapat muncul
sehingga beberapa pasien tidak responsif terhadap terapi.
Indikasi, peringata, kontraindikasi dan efek samping: Idem gentamisin
Dosis:
Injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infus 3 mg/kg bb/hari dalam dosis
terbagi tiap 8 jam.
Pada infeksi berat dapat ditingkatkan sampai 5 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi
tiap 6-8 jam (turunkan menjadi 3 mg/kg bb/hari setelah terjadi perbaikan klinis).
Neonatus: 2 mg/kg bb tiap 12 jam.
Bayi / anak (di atas 1 minggu): 2-2,5 mg/kg bb tiap 8 jam.
Infeksi saluran kemih, 2-3 mg/kg bb/hari, intramuskular, dosis tunggal.
Keterangan: Kadar puncak (1 jam) tidak boleh lebih dari 10 mg/liter dan kadar lembah
tidak boleh lebih dari 2 mg/liter.

5. Golongan Makrolida

Makrolida merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan ciri
suatu cincin lakton (biasanya terdiri dari 14 atau 16 atom) di mana terkait gula-gula deoksi.
Antibiotika golongan makrolida yang pertama ditemukan adalah Pikromisin, diisolasi pada
tahun 1950.
Makrolida merupakan salah satu golongan obat antimikroba yang menghambat
sintesis protein mikroba. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai
protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada
bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi
dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua
komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Kerja dari
makrolida ini adalah berikatan pada ribosome sub unit 50S dan mencegah pemanjangan rantai
peptida.
Golongan makrolida menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya dengan
jalan berikatan secara reversibel dengan Ribosom subunit 50S. Sintesis protein terhambat
karena reaksi-reaksi translokasi aminoasil dan hambatan pembentuk awal sehingga
pemanjangan rantai peptide tidak berjalan. Makrolida bisa bersifat sebagai bakteriostatik atau
bakterisida, tergantung antara lain pada kadar obat serta jenis bakteri yang dicurigai. Efek
bakterisida terjadi pada kadar antibiotika yang lebih tinggi, kepadatan bakteri yang relatif
rendah, an pertumbuhan bakteri yang cepat. Aktivitas antibakterinya tergantung pada pH,
meningkat pada keadaan netral atau sedikit alkali. Meskipun mekanisme yang tepat dari
tindakan makrolid tidak jelas, telah dihipotesiskan bahwa aksi makrolid dengan menghambat
sintesis protein pada bakteri dengan cara berikut:
1) Mencegah Transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs P.
2) Mencegah pembentukan peptida tRNA
3) Memblokir peptidil transferase
4) Mencegah perakitan ribosom
Antibiotik makrolida terikat di lokasi P-dari subunit 50S ribosom. Hal ini
menyebabkan selama proses transkripsi, lokasi P ditempati oleh makrolida. Ketika t-RNA
terpasang dengan rantai peptida dan mencoba untuk pindah ke lokasi P, t-RNA tersebut tidak
dapat menuju ke lokasi P karena adanya makrolida, sehingga akhirnya dibuang dan tidak
dipakai. Hal ini dapat mencegah transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs-P dan memblok
sintesis protein dengan menghambat translokasi dari rantai peptida yang baru terbentuk.
Makrolida juga memnyebabkan pemisahan sebelum waktunya dari tRNA peptidal di situs A.
Mekanisme kerja makrolida, selain terikat di lokasi P dari RNA ribosom 50S, juga memblokir
aksi dari enzim peptidil transferase. Enzim ini bertanggung jawab untuk pembentukan ikatan
peptida antara asam amino yang terletak di lokasi Adan P dalam ribosom dengan cara
menambahkan peptidil melekat pada tRNA ke asam amino berikutnya. Dengan memblokir
enzim ini, makrolida mampu menghambat biosintesis protein dan dengan demikian
membunuh bakteri.
Antibiotik golongan makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat
menghambat beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian besar Gram-negatif
aerob resisten terhadap makrolida, namun azitromisin dapat menghambat Salmonela.
Azitromisin dan klaritromisin dapat menghambat H. influenzae, tapi azitromisin mempunyai
aktivitas terbesar. Keduanya jugaaktif terhadap H. Pylori.
Antibiotik Makrolida dihasilkan oleh beberapa bakteri : Eritromisin berasal dari
Streptomyces erythreus, Saccharopolyspora erythraea dan Sarcina lutea. Oleandomisin
berasal dari Streptomyces antibioticus, karbamisin berasal dari Streptomyces halstedii dan
Spiramisin berasal dari Streptomyces ambofaciens.
Contoh produk golongan makrolida yang beredar dipasaran diantaranya yaitu
eritromisin, klaritromisin, roxitromisin, azitromisin, diritromisin serta spiramisin.

5.1 Farmakokinetika
Dalam penjelasan farmakokinetik berikut akan dijelaskan mekanisme farmakokinetik
3 antibiotik turunan makrolida yaitu eritromisin.

1) Eritromisin

Ertromisin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus diberikan dengan salut
enteric. Stearat dan ester cukup tahan pada keadaan asam dan diabsorbsi lebih baik.
Garam lauryl dan ester propionil ertromycin merupakan preprata oral yang paling baik
diabsorbsi. Dosis oral sebesar 2 g/hari menghasilkan konsentrasi basa ertromisin serum
dan konsentrasi ester sekitar 2 mg/mL. Akan tetapi, yang aktif secara mikrobiologis
adalah basanya, sementara konsentrasinya cenderung sama tanpa memperhitungkan
formulasi.
Waktu paruh serum adalah 1,5 jam dalam kondisi normal dan 5 jam pada pasien
dengan anuria. Penyesuaian untuk gagal ginjal tidak diperlukan. Ertromisin tidak dapat
dibersihkan melalui dialysis. Jumlah besar dari dosis yang diberikan diekskresikan dalam
empedu dan hilang dalam fases, hanya 5% yang diekskresikan dalam urine. Obat yang
telah diabsorbsi didistribusikan secara luas, kecuali dalam otak dan cairan serebrospinal.
Ertromycin diangkut oleh leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Obat ini melintasi
sawar plasenta dan mencapai janin.

5.2 Efek Samping


Efek Samping dari antibiotik golongan makrolida:

a) Efek-efek gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah dan diare sesekali menyertai


pemberian oral. Intoleransi ini disebabkan oleh stimulitas langsung pada motilitas
usus.
b) Toksisitas hati : dapat menimbulkan hepatitis kolestasis akut (demam, ikterus,
kerusakan fungsi hati), kemungkinan sebagai reaksi hepersensitivitas.
c) Interaksi-interaksi obat : menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan meningkatkan
konsentarsi serum sejumlah obat, termasuk teofilin, antikoagulan oral, siklosporin, dan
metilprednisolon. Meningkatkan konsentrasi serum digoxin oral dengan jalan
meningkatkan bioavailabilitas.

6. Golongan Sulfonamida
Sulfonamida merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar yang
sama, yaitu H2N-C2H-SO2NHR, dan R adalah bermacam- macam substituen. Pada
prinsipnya senyawa- senyawa ini dapat digunakan untuk menghadapi berbagai infeksi.
6.1 Aktifitas dan Mekanisme kerja
Obat ini memilik kerja bakteriostatis yang luas terhadap bakteri gram postif dan gram
negatif; terhadap Pseudomonas , Proteus dan Streptococcus faecalis tidak aktif.
Mekanisme kerjanya berdasarkan pencegahan sintesis (dihidro)folat dalam kuman dengan
cara antagonisme saingan denga PABA. Banyak jenis bakteri membutuhkan asam folat
untuk membangun asam-asam intinya DNA dan RNA. Asam folat ini dibentuknya sendiri
dari bahan-pangkal PABA(=para-aminobenzoid acid) yang terdapat dimana-mana dalam
tubuh manusia.

6.2 Spektrum dan Indikasi Antibakteri


Penggunaan Sulfonamida adalah kemoterapeutika berspektrum luas yang ditahun
1950-an sampai dengan 1970-an banyak digunakan terhadap bermacam-macam penyakit
infeksi oleh baik kuman gram-positif maupun negatif dengan sukses. Sejak tahun 1980-
an, penggunaannya sudah banyak sekali berkurang karena telah ditemukan berbagai
antibiotik baru dengan efek bakterisid yang lebih efektif dan aman. Penggunaan oral
sulfonamid dan senyawa-senyawa kombinasinya yakni sebagai :
a) Infeksi saluran kemih: sulfametizole, sulfafurazol, dan kotrimoksazol sering
digunakan sebagai desinfektan gangguan saluran kemih bagian atas yang menahun.
b) Infeksi mata: sulfasetamida, sulfadikramida, dan sulfametizole digunakan sebagai
infeksi mata disebabkan oleh kuman-kuman yang peka terhadap sulfonamid.
c) Radang usus: sulfasalazin: khusus digunakan pada penyakit radang usus kronis Crohn
dan Colitis.
d) Malaria topica
e) Radang otak

6.3 Efek samping


Kerusakan parah pada sel-sel darah, yang berupa antara lain agranulositosis dan
anemia hemolitis. Reaksi alergi, gangguan saluran cerna(mual,muntah, diare dan sebagainya).
Bahaya kristaluria.

6.4 Dosis Sulfonamida


Sulfonamida kerja singkat rata-rata digunakan 50-100 mg/kg bobot badan per hari
secara oral
Sulfonamide kerja sedang rata-rata digunakan 25-50 mg/kg bobot badan per hari
secara oral
Sulfonamide kerja panjang rata-rata digunakan 10-20 mg/kg bobot badan per hari
secara oral

6.5 Interaksi obat


Sulfonamid dapat berinteraksi dengan antikoagulan oral, antidiabetik sulfonylurea dan
fenitoin. Penggunaan sulfonamide sebagai obat pilihan pertama dan untuk pengobatan
penyakit infeksi tertentu makin terdesak oleh perkembangan obat antimikroba lain yang lebih
efektif serta meningkatkanjumlah mikroba yang resisten terhadap sulfa. Namun peranannya
meningkat kembali dengan di temukannya kotrimoksazol.

6.6 Kontra indikasi


Tidak digunakan pada pasien penyakit ginjal, insufiensi jantung, porfiria akut,
defisiensi bawaan dari glukosa-6-fosfat-dehidrigenase, kerusakan parenkim hati,
hipersensitifitas terhadap sulfonamide, wanita hamil, dan bayi baru lahir.

7. Golongan Kuinolon

7.1 Kuinolon dan Flurokuinolon

Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika golongan Kuinolon lama yang dipasarkan
sekitar tahun 1960. Walaupun obat ini mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman
gram negatif, tetapi eliminasinya melalui urin berlangsung terlalu cepat sehingga sulit dicapai
kadar pengobatan dalam darah. Karena itu penggunaan obat Kuinolon lama ini terbatas
sebagai antiseptik saluran kemih saja.
Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor
pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini
secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri,
memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat.
Daya antibakteri Flurokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan dengan kelompok
kuinolon, selain itu kelompok obat ini juga diserap dengan baik pada pemberian oral, dan
beberapa derivatnya tersedia juga dalam bentuk perenteral sehingga dapat digunakan untuk
penanggulangan infeksi berat, khususnya yang disebabkan oleh kuman Gram-Negatif. Daya
antibakterinya terhadap kuman Gram-Positif relatif Lemah. Yang termasuk golongan ini
adalah Siprofloksasin, Ofloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Enoksasin,
Levofloksasin, dan Flerofloksasin.
Flurokuinolon Baru mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman Gram-
Positif, serta kuman atipik penyebab infeksi saluran nafas bagian bawah. Yang termasuk
golongan ini adalah Moksifloksasin, Gatifloksasin, dan Gemifloksasin.

7.2 Mekanisme Kerja Obat

Pada saat perkembangbiakkan kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi
dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini
akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah.
Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase. Peranan
antibiotika golongan Kuinolon & Flurokuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada
kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.

7.3 Spektrum Antibakteri

Kuinolon aktif terhadap beberapa kuman Gram-Negatif antara lain : E. Coli, Proteus,
Klebsiella, dan Enterobacter. Kuinolon ini bekerja dengan menghambat subunit A dari Enzim
DNA graise Kuman, Akibatnya reflikasi DNA terhenti.
Flurokuinolon lama (Siproflaksin, Ofoflaksin, Norfloksasin) mempunyai daya
antibakteri yang sangat kuat terhadap E. Coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H.
Influenzae, Providencia, Serratia, Salmonelle, N. Meningitis, N. Gonorrhoeae, B. Catarrhalis
dan Yersinia Entericolitia, tetapi terhadap kuman Gram-Fositif daya antibakteinya kurang
baik.
Flurokuinolon Baru (Moksifloksasin, Levloksasin) mempunyai daya antibakteri yang
baik terhadap kuman Gram Positif dan kuman Gram-Negatif, serta kuman atipik. Uji klinik
menunjukan bahwa flurikuinolon baru ini efektif untuk bakterial bronkitis kronis.

7.4 Resistensi
Resistensi terhadap kinolon dapat trejadi melalui 3 Mekanisme, yaitu :

Mutasi Gen gyr A yang menyababkan subunit A dari DNA graise kuman berubah
sehingga tidak dapat diduduki molekul obat lagi.
Perubahan pada permukaan sel kuman yang mempersulit penetrasi obat kedalam sel.
Peningkatan Mekanisme Pemompaan obat keluar sel (efflux).
7.5 Farmakokinetik
Asam Nalidiksat diserap baik melalui saluran cerna tetapi dengan cepat
dieksresikan dengan cepat melaliu Ginjal. Flurokinolon diserap lebih baik melalui saluran
cerna dibandingkan dengan asam nalidiksat. Pefloksasin adalah Flurokuinolon yang
absorpsinya paling baik dan masa paruh eliminasinya paling panjang. Bioavailabilitasnya
pada pemberian peroral sama dengan pemberian parenteral. Penyerapan Siproflaksin dan
Flurokiunolon lainnya akan terhambat bila diberikan bersama Antasida. Sifat
Flurokuinolon yang menguntungkan ialah bahwa golongan obat ini mampu mencapai
kadar tinggi dalam prostat, dan cairan serebrospinalis bila ada Meningitis, Sifat lainnya
yang mengunutngkan adalah masa paruh eliminasinya panjang sehingga obat cukup
diberikan 2 kali dalam sehari.

7.6 Indikasi
Asam Nalidiksat hanya digunakan sebagai antiseptik saluran Kemih,
sedangkan Flurokuinolon digunakan untuk indikasi yang jauh lebih luas, antara lain :

Infeksi Saluran Kemih ( ISK )


Flurokuiniolon Efektif untuk ISK yang disebabkan oleh kuman-kuman yang
multiresisten dan kuman P. Aeruginosa. Siprofloksasin, Norfloksasin, dan floksasin
dapat mencapai kadar yang cukup tinggi di jaringan prostat dan dapat diginakan untuk
terapi prostatitis bakterial akut maupun kronis.
Infeksi Saluran Cerna
Flurokuinolon juga efektif untuk diare yang disebabkan oleh Shingela, Salmonella, E.
Coli, dan Campylobacter, Siploksasin dan ofloksasin mempunyai efektifitas yang baik
terhadap demam Tifoid.
Infeksi Saluran Nafas ( ISN )
Secara Umum Efektifitas Flurokuinilon ( Siproflaksin, Ofloksasin, dan enoksasin )
cukup baik untuk bakterial saluran nafas bawah. Tetapi ada lagi Flurokuinolon
( moksifloksasin, Gemifloksasin,dan Levloksasin ) mempunyai daya antibakteri yang
cukup baik terhadap kuman Gram-Positif maupun kuman Gram-Negatif, dan kuman
atipik penyebab infeksi saluran nafas Bawah.
Penyakit yang ditularkan Melalui Hubungan Seksual
Siprofloksasin oral dan levofloksasin oral merupakan obat pilihan utama untuk
pengobatan Uretritis dan Servitis oleh gonokukus.
Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak
Flurokinolon Oral mempunyai efektiitas sebanding dengan sealosporin parenteral
untuk pengobatan infeksi berat pada kulit atau jaringan lunak.
7.7 Efek Samping

Secara Umum dapat dikatakan bahwa efek samping golongan kuinolon sepadan
dengan antibiotik golongan lain. Beberapa Efek samping yang dihubungkan dengan
penggunaan obat ini adalah :
Saluran Cerna
Efek samping ini paling sering timbul akibat penggunaan golongan kuinolon, dan
bermanifestasi dalam bentuk mual, dan rasa tidak enak diperut.
Susunan Saraf Pusat
Yang paling sering terjadi adalah Sakit kepala dan Pusing. Bentuk yang jarang timbul
ialah Halusinasi. Kejang dan delirium
Hepatotoksisitas
Efek samping ini jarang terjadi.
Kardiotoksisitas
Akumulasi kalium dalam miosit, akibatnya terjadi aritmia Ventrikel.
Disglikemia
Dapat Menimbulkan hiper atau hipoglikemia. Akibatnya akan memperparah penyakit
diabetes Melitus.

7.8 Interaksi Obat

Golongan Kuinolon dan Flurokuinolon berinteraksi dengan beberapa obat, Misalnya :


Antasid Absorpsi kuinolon dan Flurokuinolon dapat berkurang hingga 50% jika
diminum bersamaan dengan Antasid.
Teofilin Akan Menghambat Metabolisme Teofolin dan meningkatkan kadar teofilin
dalam darah, sehingga dapat terjadi intoksikasi.
Obat Anti Artimia Akan mengakibatkan terjadinya Akumulasi kalium dalam miosit,
akibatnya terjadi aritmia Ventrikel.

7.9 Sediaan di Pasaran

Sediaan yang beredar di pasaran diantaranya yaitu Siprofloksasin, Ofloksasin,


Moksifloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Sparfloksasin, Gatifloksasin.

8. GolonganAntibiotik Golongan -lactam Lain

A.Azetronam (Monobactam/Monosiklik)
Merupakan antibiotik beta-laktam monosiklik (monobaktam) dengan spektrum
antibakteri terbatas pada kuman aerob Gram negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa,
Neisseria meningitidis dan Hemophilus influenzae. Tidak boleh diberikan tunggal untuk terapi
tanpa dasar diagnosa, karena obat ini tidak efektif untuk kuman Gram positif. Aztreonam juga
efektif untuk Neisseria gonorrhoeae, tapi tidak untuk infeksi klamidia yang menyertainya.
8.1 Mekanisme Kerja
Antibiotik monobaktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat
langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas
mekanik pada dinding sel bakteri.

8.2 Indikasi

Infeksi Gram negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa, Hemophilus influenzae dan


Neisseria. meningitides.

8.3 Peringatan

Alergi terhadap antibiotik beta-laktam, ganguan fungsi hati, pada gangguan fungsi
ginjal dosis perlu disesuaikan.

8.4 Kontraindikasi
Alergi terhadap aztreonam, wanita hamil atau menyusui.

8.5 Efek Samping

Mual, muntah, diare, kram abdomen, gangguan pengecapan, ulkus mulut, ikterus dan
hepatitis, gangguan darah (trombositopenia dan netropenia), urtikaria dan ruam.

8.6 Dosis
Injeksi intramuskuler atau injeksi intravena selama 3-5 menit atau infus intravena. 1 g
tiap 8 jam atau 2 g tiap 12 jam untuk infeksi berat. Dosis lebih dari 1g hanya diberikan
secara intravena.
BAYI di atas 1 minggu: 30 mg/kg bb, intravena tiap 8 jam. ANAK di atas 2 tahun atau
infeksi berat, 50 mg/kg bb tiap 6-8 jam, maksimum 8 g per hari.
Infeksi saluran kemih, 0,5-1 g tiap 8-12 jam. Gonore dan sistitis, 1 g dosis tunggal.

8.7 Contoh produk

Contoh produk lainnya yaitu Ertapenem, Doripenem, Imipenem, Meropenem.


9. Golongan Trimetoprim

9.1 Spectrum

Spectrum luas, mirip dengan sulfametoksazol, meskipun trimetoprim biasanya lebih


20 sampai 100 kali daripada sulfametoksazol. Sebagian besar mikroorganisme gram-negatif
dan gram positif peka terhadap trimetoprim namun reaksi dapat timbul jika obat digunakan
sevara tunggal. Pseudomonas aeruginisa, Bacteriodes fragilis, dan enterokokus biasanya
resisten. Terdapat variasi kerentanan yang signifikan pada Enterobacteriaceae terhadap
trimetoprim di lokasi geografis yang berbeda-neda akibat penyebaran resistensi yang
diperentarai plasmid dan transposom.

9.2 Mekanisme

Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial kombinasi trimetoprim dan


sulfametoksazol dihasilkan dari kerjanya pada dua tahap jalur enzimatik untuk sintesis asam
tetrahidrofolat. Sulfonamide menghambat penggabungan asam para-aminobenzoat (PABA) ke
dalam asam folat, dan trimetoprim mencegah reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
Tetrahidrofolat merupakan senya folat yang penting bagi reaksi transfer satu karbon,
contohnya sintesis timidilat dari deoksiurodilat. Toksisitas selektif untuk mikroorganisme
dicapai melalui dua cara. Sel mamalia menggunakan senyawa folat yang didapat dari
makanan dan tidak mensintesis senyawa ini. Selain itu, trimetoprim merupakan inhibitor
dihidrofolat reduktase yang sangat selektif untuk organism tingkat rendah, dan diperlukan
100.000 kali lipat onat untuk menghambat enzim reduktase manusia daripada enzim bakteri.
Hal ini sangat penting, karena enzim ini sangat krusial pada semua spesies.

Ada rasio konsentrasi optimal bagi kedua senyawa agar mencapai sinergisme, dan
nilai ini sama dengan rasio konsentrasi hambatan minimal kedua obat jika bekerja terpisah.
Meskipun reaksi inibervariasi untuk bakteri-bakteri yang berbeda, rasio yang paling efektif
untuk sebagian besar mikroorganisme adalah 20 bagian sulfametoksazol dengan satu bagian
trimetoprim. Karenanya kombinasi ini di formulasikan untuk mencapai konsentrasi
sulfametoksazol in vivo yang 20 kali lebih besar dari pada trimetoprim. Oleh karena itu,
penting uuntuk mempertimbangkan sifat farmakokinetik dalam memilih sulfonamide untuk
dikombinasikan dengan trimetoprim agar konsentrasi kedua senyawa ini di dalam tubuh
relative konstan.

9.3 Resistensi

Resistensi terhadap trimetoprim-sulfometoksazol merupakan masalah yang terus


meningkat, meskipun resistensi nya lebih renda dari pada resistensi nya terhadap masing-
masing senyawa. Resistensi yang terjadi sering kali akibat masuknya plasmid pengode
dehidrofolat reduktase yang telah berubah.

9.4 Profil farmokokinetik

Sulfametoksazol dan trimetoprim hampir mirip namun tidak benar-benar cocok untuk
mencapai rasio konstan 20:1 untuk konsentrasinya didalam darah dan jaringan. Rasio dalam
darah sring kali lebih besar dari pada 20:1 sedangkan rasionya dalam jaringan seringkali lebih
kecil. Setelah pemberian sediaan kombinasi dalam dosis oral tunggal, trimetoprim diabsorpsi
lebih cepat daripada sulfametoksazol. Pemberian kedua obat tersebut se=cara bersamaan
tampaknya memperlambat absorpsi sulfametoksazol. Konsentrasi puncak trimetoprim dalam
darah biasanya terjadi dalam waktu 2 jam padan sebagian besar pasien, smentara konsentrasi
puncak sulfametoksazol terjadi dalam waktu 4 jam setelah dosis oral tunggal. Waktu paruh
trimetoprim sekitar 11 jam dan sulfametoksazol sekitar 10 jam.

Ketika 800 mg sulfametoksazol diberikan bersama 160 mg trimetoprim (dalam rasio


konvensional 5:1) dua kali sehari, konsentrasi puincak obat tersebut dalam plasma sekitar 40
dan 2 g/ml, yang merupakan rasio optimal. Konsentrasi puncaknya setelah infuse intravena
800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim dalam waktu 1 jam hampir sama yaitu 46
dan 3,4 g/ml.

Trimetoprim dengan cepat terdistribusi dan terkonsentrasi dalam jaringan, dan sekitar
40% terikat pada protein plasma dengan adanya sulfametoksazol. Volume distribusi
trimetoprim hampir 9 kali volume distribusi sulfametoksazol. Obat ini dengan mudah
memasuki sairan serebrospinal dan sputum. Masing-masing komponen dalam konsentrasi
tinggi juga ditemukan dalam empedu. Kurang lebih 65% sulfametioksazol terikat pada protein
plasma.
Sekitar 60% trimetoprim dan 25% h5ngga 50% sulfametoksazol diekskresikan di
dalam urin malam waktu 24 jam. Dua pertiga sulfonamide berada dalam bentuk tidak
terkonjugasi. Metabolit trimetoprim juga dieksresikan. Kecepatan ekskresi dan konsentrasi
kedua senyawa dalam urin menurun secara signifikan pada pasien yang mengalami uremia.

10. Golongan Trimetroprim

10.1 Indikasi:

Infeksi saluran kemih; infeksi saluran napas termasuk bronkitits, pneumonia, infeksi
pada cystic fibrosis; demam tifoid; meliodosis; brucellosis; granuloma inguinale;
konjungtivitis klamidia pada neonates; otitis media; infeksi kulit, gigitan binatang;pneumonia
oleh Pneumocystis carinii (Pneumocystis jiroveci)

10.2 Peringatan

Gangguan fungsi ginjal, ibu menyusui, pasien dengan risiko defisiensi folat, porfiria.
Untuk pengobatan jangka panjang diperlukan hitung jenis sel darah.

10.3 Kontraindikasi

Gangguan fungsi ginjal berat, wanita hamil, neonatus dan diskrasia darah.

10.4 Efek Samping

Gangguan saluran cerna, mual dan muntah, ruam, pruritus, eritema multiforme
(jarang-jarang), nekrolisis epidermal toksik, gangguan hematopoesis, meningitis aseptik.

10.5 Dosis

Oral: infeksi akut, 200 mg tiap 12 jam. anak dua kali sehari: 2-5 bulan, 25 mg; 6
bulan-5 tahun, 50 mg; 6-12 tahun, 100 mg.Infeksi kronik dan profilaksis, 100 mg malam hari;
anak 1-2 mg/kg bb malam hari. Injeksi intravena lambat atau infus: 150-250 mg tiap 12 jam;
anak di bawah 12 tahun, 6-9 mg/kg bb/hari dibagi 2 atau 3 dosis.

11. Golongan Kloramfenikol


11.1Asal
Merupakan antibiotik dengan struktur sederhana sehingga mudah dibuat secara
sintetik dibandingkan dengan mengisolasinya dari Streptomyces . ukurannya relatif kecil
sehingga mudah berdifusi ke dalam tubuh.

11.2 Mekanisme

Bekerja menghambat sintesis protein bakteri. Antibiotik ini memberikan efek dengan
cara bereaksi pada sub unit 50S ribosom dan menghalangi aktivitas enzim peptidal
transferase. Enzim ini berfungsi untuk membentuk ikatan peptida antara asam amino baru
yang masih melekat pada tRNA dengan asam amino terakhir yang sedang berkembang.
Sebagai akibatnya, sintesis protein bakteri akan terhenti seketika.

11.3 Spectrum:

Luas, namun bersifat toksik. Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat
akibat haemophilus influenzae, deman tifoid, meningitis dan abses otak, bakteremia dan
infeksi berat lainnya. Karena toksisitasnya, obat ini tidak cocok untuk penggunaan sistemik.

11.4 Sifat Farmakokinetika

a. Absorpsi

Kloramfenikol diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral

Kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 2 jam.

Kloramfenikol palmitat atau stearat dihidrolisis menjadi kloramfenikol oleh lipase


pankreas dalam duodenum.

Ketersediaan hayati kloramfenikol lebih besar dari pada bentuk esternya, karena
hidrolisis esternya tidak sempurna.
Pemakaian parenteral digunakan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis di
jaringan menjadi kloramfenikol.

Pemberian i.m sulit diabsorpsi shg tidak dianjurkan.

Pemberian i.v kadar maksimum kloramfenikol aktif sama seperti pada pemberian oral.

b. Distribusi

Distribusinya luas.

Kadarnya dalam cairan serebrospinal 60%, kadar dalam plasma 45 90%.

Kloramfenikol ditemukan dalam: empedu,ASI ,melewati sawar plasenta, cairan mata.

c. Ekskresi

Kloramfenikol dan metabolitnya diekskresi melalui urin dengan cara filtrasi


glomerulus dan sekresi.
Dalam waktu 24 jam 75-90% dosis oral diekskresi dalam bentuk metabolit dan 5-10%
dalam bentuk asal.
Waktu paruh pada orang dewasa kira-kira 4 jam.
Pada pasien yang mengalami gangguan hati waktu paruh lebih panjang menjadi 5-6
jam karena metabolismenya terlambat.
Pada pasien gagal ginjal waktu paruh koramfenikol tidak berubah tetapi metabolitnya
mengalami akumulasi.

11.5 Resistensi

Mayoritas disebabkan oleh adanya enzim yang menambahkan gugus asetil ke dalam
antibiotik. Kloramfenikol yang terasetilasi tidak akan dapat terikatnpada subunit 50S ribosom
bakteri. Terasetilasi tidak akan terikat pada subunit 50S ribosom bakteri, sehingga tidak
mampu menghambat sintesis protein.

Mayoritas bakteri yang resisten terhadap kloramfenikol memiliki plasmid dengan


sebuah gen yang mengkode kloramfenikol asetiltransferase. Enzim ini mengaktivasi
kloramfenikol yang telah melewati membran plasma dan memasuki sel. Kloramfenikol
asetiltransferase diproduksi secara terus menerus oleh mayoritas bakteri gram negatif , namun
pada Staphylococcus aureus, sintesis enzim ini diinduksi oleh kloramfenikol.

11.6 Contoh obat : Kloramfenikol, turunannya yaitu tiamfenikol.


a. Indikasi Kloramfenikol :
Untuk pengobatan demam tifus, paratifus, infeksi Salmonella sp sp, H.influenzae,
terutama infeksi meningeal, Rickettsia, Lympogranulloma psitatacosis, bakteri gram
negatif penyebab bakteria meningitis, infeksi kuman yang resisten terhadap antibiotik
lain, tidak untuk hepatobilier dan gonorrhoea. Kegunaan obat kloramfenikol
(chloramphenicol) adalah untuk pengobatan demam tifus, paratifus, infeksi Salmonella sp
sp, H.influenzae, terutama infeksi meningeal, Rickettsia, Lympogranulloma psitatacosis,
bakteri gram negatif penyebab bakteria meningitis, infeksi kuman yang resisten terhadap
antibiotik lain, tidak untuk hepatobilier dan gonorrhoea.

b. Peringatan

Hindari pemberian berulang dan jangka panjang. Turunkan dosis pada gangguan
fungsi hati dan ginjal. Lakukan hitung jenis sel darah sebelum dan secara berkala selama
pengobatan. Pada neonatus dapat menimbulkan grey baby syndrome. (Periksa kadar
dalam plasma).

c. Kontraindikasi

Wanita hamil, menyusui dan pasien porfiria.

d. Efek Samping

Kelainan darah yang reversibel dan ireversibel seperti anemia aplastik (dapat
berlanjut menjadi leukemia), neuritis perifer, neuritis optik, eritema multiforme, mual,
muntah, diare, stomatitis, glositis, hemoglobinuria nokturnal.

e. Dosis

Secara oral, injeksi intravena atau infus: 50 mg/kg bb/hari dibagi dalam 4 dosis
(pada infeksi berat seperti septikemia dan meningitis, dosis dapat digandakan dan segera
diturunkan bila terdapat perbaikan klinis).

Pada anak, epiglotitis hemofilus, meningitis purulenta, 50-100 mg/kg bb/hari


dalam dosis terbagi. bayi di bawah 2 minggu, 25 mg/kg bb/hari (dibagi dalam 4 dosis). 2
minggu-1 tahun, 50 mg/kg bb/hari (dibagi 4 dosis).

12. Golongan Klindamisin

12.1 Mekanisme
Mekanisme kerja klindamisin sama dengan eritromisin yaitu mengikat secara
ireversibel pada tempat sub unit 50S ribosom bakteri, sehingga menghambat langkah
translokasi sintesis protein.

12.2 Spektrum

Klindamisin aktif terhadap kokus Gram positif, termasuk stafilokokus yang resisten
terhadap penisilin, juga terhadap bakteri anaerob seperti Bacteroides fragilis. Obat ini
terkonsentrasi dalam tulang dan diekskresi di urin dan empedu.

Klindamisin direkomendasikan untuk infeksi tulang dan sendi karena stapilokokus,


seperti osteomielitis dan sepsis intra abdominal. Infeksi mulut. Klindamisin tidak boleh
digunakan secara rutin untuk terapi infeksi mulut karena mungkin tidak lebih efektif daripada
penisilin dalam mengatasi bakteri anaerob dan dapat menimbulkan resistensi silang dengan
bakteri yang resisten terhadap eritromisin. Klindamisin dapat digunakan untuk mengatasi
abses dentoalveolar yang tidak dapat diatasi oleh penisilin atau metronidazol.

12.3 Sifat farmakokinetika

Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberiaan oral. Adanya makanan dalam
lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Klindamisin palmitat yang digunakan
sebagai preparat oral pediiatrik, tidak aktif secara in vitro. Tetapi setelah mengalami hidrolisis
akan dibebakan klindamisin yang aktif. Klindamisin didistribusi dengan baik, ke berbagai
cairan tubuh, jaringan dan tulang, kecuali CSS walaupun sedang terjadi meningitis. Dapat
menembus sawar uri dengan baik. Kira-kira 90% klindamisin dalam serum terikat dengan
albumin. Hanya sekitar 10% klindamisin diekskresi dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah
kecil klindamisin ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-
demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan
empedu.

12.4 Indikasi

Infeksi serius akibat bakteri anaerob atau bakteri aerob gram positif. Infeksi serius
saluran nafas (emfiema, pnemonitis anaerob, abses paru), infeksi serius jaringan lunak dan
kulit, septikemia, infeksi intra-abdomen (peritonitis, abses intra-abdomen), infeksi ginekologi
(endometritis, selulitis pelvis pasca operasi vagina, abses tuboovarium non-gonokokal,
salpingitis, atau inflamasi pelvis ketika diberikan bersamaan dengan antibiotik untuk bakteri
aerob gram negatif), servisitis karena Chlamydia trachomatis, infeksi mulut (abses
periodontal, periodontitis), terapi toksoplasmik ensefalitis pada pasien dengan AIDS
(kombinasi bersama pirimetamin). Klindamisin dapat menjadi pilihan untuk pasien alergi
golongan penisilin.

12.5 Peringatan

Neonatus, anak-anak, kehamilan, menyusui, diare, kolitis, kolitis pseudomembran,


meningitis, gangguan lambung, mengemudi. Gangguan fungsi ginjal dan gangguan fungsi
hati, perlu pemantauan fungsi hati dan fungsi ginjal pada pengobatan jangka panjang.

12.6 Interaksi

Eritromisin, kemungkinan memiliki efek antagonis. Golongan penghambat


neuromuskular: mengubah mekanisme kerja dari obat golongan tersebut.

12.7 Kontraindikasi

Hipersensitivitas.

12.8 Efek Samping

Secra umum yaitu kolitis pseudomembran, diare, nyeri abdomen, gangguan pada tes
fungsi hati, ruam makulopapular. Tidak umum: eosinofilia, dysgeusia,
hipotensi, cardiorespiratory arrest, mual, muntah, urtikaria, pada pemberian injeksi: nyeri dan
abses. Jarang: eritema multiforme, poliartritis, pruritus. Frekuensi tidak
diketahui: agranulositosis, leukopenia, neutropenia, trombositopenia, reaksi anafilaktik, Drug
reaction with eoshiphilia and systemic symptoms (DRESS), esofagitis, ulkus esofagus,
ikterus, nekrolisis epidermal toksis, sindroma Steven Johnson, dermatitis eksfoliatif,
dermatitis bulosa, infeksi vagina, Acute Generalised Exanthematous Pustulosis (AGEP),
iritasi pada tempat penyuntikan.

12.9 Dosis

Secara oral: Infeksi serius. Dewasa, 150-300 mg tiap 6 jam. Infeksi lebih serius. 300-
450 mg tiap 6 jam. Anak, 8-16 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Sebaiknya diminum
dengan segelas air.
Penyakit inflamasi pelvis. Klindamisin fosfat 900 mg secara intravena tiap 6 jam
ditambah gentamisin intravena/intramuskular dengan dosis awal 2 mg/kg dilanjutkan 1,5
mg/kg tiap 8 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal dilanjutkan sampai 48 jam hingga
pasien membaik. Selanjutnya diberikan doksisiklin oral 100 mg, 2 kali sehari untuk
melengkapi durasi terapi hingga 10-14 hari. Sebagai terapi alternatif, diberikan klindamisin
oral 450 mg, 4 kali sehari untuk melengkapi durasi terapi hingga 10-14 hari.

Servisitis karena Chlamydia trachomatis. 450 mg 4 kali sehari selama 10-14 hari.
Terapi toksoplasmik ensefalitis pada pasien AIDS. Intravena: 600-1200 mg tiap 6 jam selama
3 minggu, dilanjutkan dengan klindamisin 300 mg tiap 6 jam atau 450 mg tiap 8 jam selama 3
minggu. Dikombinasi dengan pirimetamin: 100-200 mg dibagi dalam 2 dosis selama 1-2 hari,
dilanjutkan dengan 75 mg/hari. Asam folinat 10-20 mg/hari harus diberikan pada pirimetamin
dosis tinggi. Infeksi streptokokus -hemolitik. Terapi klindamisin selama minimal 10 hari.

13. Golongan Vankomisin

13.1. Asal

Dihasikan oleh Streptomyces orientalis. Bersifat bakterisid thp kuman gram positif
aerob dan anaerob.Merupakan antibiotik terakhir jika obat-obat lain tidak ampuh lagi.

13.2 Mekanisme

Menghambat sintesis dinding sel dengan merusak lapisan peptidoglikan yang


menyusun dinding sel bakteri gram positif maupun gram negatif.

13.3 Spektrum

Sempit, digunakan bagi Staphylococcus aureus yang resisten terhadap penisilin


termasuk metisilin. Untuk bakteri yang resisten terhadap vankomisin, digunakan Synercid
(lambangR) yang diproduksi tahun 1999. Synercid ini merupakan kombinasi 2 peptida siklik
yang diproduksi oleh Streptomyces spp., yaitu quinupristin dan dalfopristin, Synercid bekerja
pada ribosom bakteri dengan merusak sintesis protein. Isinya adalah antibiotik yang bersifat
bakterisidal dalam keadaan berkombinasi. Namun Synercid ini mahal dan efek sampingnya
cukup besar.
Antibiotik glikopeptida vankomisin dan teikoplanin memiliki aktivitas bakterisidal
terhadap bakteri Gram positif aerob dan anaerob termasuk stafilokokus yang multi resisten.
Namun, terdapat laporan menurunnya kepekaan Staphylococcus aureus dan meningkatnya
resistensi enterokokus terhadap glikopeptida.

Vankomisin diberikan melalui injeksi intravena untuk profilaksis dan pengobatan


endokarditis dan infeksi berat lainnya yang disebabkan oleh kokus gram positif. Masa
kerjanya cukup panjang sehingga dapat diberikan tiap 12 jam, tetapi pemberian dengan
frekuensi yang lebih jarang mungkin diperlukan pada neonatus prematur yang mengalami
ketidakmatangan fungsi ginjal.

13.4 Sifat Farmakokinetika

Distribusi berkisar antara 30 menit hingga 1 jam.

Waktu paruh eliminasi antara 6 hingga 12 jam.

Volume distribusi antara 0,4-1 L/Kg.

Sementara itu data ikatan protein vankomisin bervariasi, 50-55% merupakan nilai
yang paling sering dinyatakan dalam literatur. Penetrasi vankomisin kedalam jaringan juga
bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh keadaan penyakit dan adanya peradangan. Misal pada
meninges yang tidak mengalami inflamasi, konsentrasi vankomisin pada cairan otak mencapai
4 mg/dL, sedangkan dengan adanya inflamasi konsentrasinya 6,4-11,1 mg/dL. Penetrasi ke
jaringan kulit secara signifikan lebih rendah pada pasien dengan diabetes melitus (median 0,1
mg/dL dengan rentang 0,01-0,45 mg/dL) dibandingkan dengan pasien nondiabetes (median
0,3 mg/dL dengan rentang 0,46-0,96 mg/dL). Konsentrasi vankomisin dalam jaringan paru-
paru berkisar antara 5-41% dari konsentrasi vankomisin serum baik pada pasien mupun
sukarelawan sehat. Penetrasi vankomisin ke dalam cairan epitelial pada pasien yang terluka
sangat bervariasi. Rasio konsentrasi vankomisin dalam seluruh darah dengan vankomisin
dalam cairan epitelial adalah 6:1.

13.5 Resistensi

Resistensi terhadap vankomisin berkembang akibat adanya enzim pada sel bakteri
yang resisten, yang akan membuang residu alanin dari bagian peptida peptidoglikan.
Vankomisin tidak dapat terikat pada peptida yang berubah, namun peptida yang berubah
tersebut dapat tetap berfungsi dslsm formasi ikatan silang sintesis peptidoglikan, sehingga
bakteri resisten vankomisin tetap dapat membuat dinding sel fungsional.

13.6 Indikasi

Parenteral: Pengobatan infeksi serius atau parah karena rentan bakteri tidak dapat diobati
dengan antimikroba lain (misalnya, staphylococcus).

Oral: Pengobatan pseudomembranosa kolitis yang disebabkan oleh Clostridium difficile;


pengobatan stafilokokal enterokolitis.

Off label: IV profilaksis terhadap endokarditis bakteri pada pasien alergi penisilin.

13.7 Peringatan

Hindari penyuntikan yang cepat (risiko reaksi anafilaktoid); gangguan fungsi ginjal,
lansia, pasien dengan riwayat gangguan pendengaran. Perlu dilakukan uji fungsi ginjal dan
urinalisis, hitung jenis sel darah. Pada lansia atau pasien gangguan fungsi ginjal, periksa
fungsi pendengaran dan kadar vankomisin dalam plasma; kehamilan dan menyusui. Absorpsi
sistemik dapat terjadi pada pemberian berulang atau bila ada peradangan saluran cerna.

13.8 Efek Samping

Setelah pemberian parenteral: nefrotoksisitas termasuk gagal ginjal dan nefritis


interstisial; ototoksisitas (hentikan bila timbul tinitus); gangguan darah seperti netropenia
(biasanya setelah 1 minggu atau dosis kumulatif 25 g), kadang-kadang agranulositosis dan
trombositopenia; mual, demam, menggigil, eosinofilia, anafilaksis, ruam (termasuk sindrom
Stevens-Johnson, dermatitis eksfoliatif dan vaskulitis); flebitis. Pada infus cepat dapat terjadi
hipotensi berat (termasuk syok dan henti jantung), napas meninggi, sesak napas, urtikaria,
pruritus, kemerahan pada tubuh bagian atas (red man syndrome), nyeri dan kram otot
punggung dan dada.

13.9 Dosis:

Oral: 125 mg tiap 6 jam selama 7-10 hari,untuk kolitis pseudo membranosa. Anak di atas 5
tahun, 5 mg/kg bb tiap 6 jam.
Injeksi intravena: 500 mg selama 60 menit atau lebih, tiap 6 jam; atau 1 g selam 100 menit
tiap 12 jam. neonatus sampai 1minggu, dosis awal 15 mg/kg bb dilanjutkan 10 mg/kg bb tiap
12 jam. bayi 1-4 minggu, mula-mula 15 mg/kg bb dilanjutkan dengan 10 mg/kg bb tiap 8 jam.
Di atas 1 bulan, 10 mg/kg bb tiap 8 jam.

13.10 Contoh obat


Vancolon, Vancomycin, Vantocil, Vancodex, Ladervan

14. Golongan Teicoplanin

14.1 Pengertian

Teicoplanin adalah antibiotik yang digunakan dalam pencegahan dan pengobatan


infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif, termasuk methicillin-resistant,
Staphylococcus aureus dan Enterococcus faecalis.

14.2 Asal

Teicoplanin merupakan antibiotik golongan glycopeptide yang diekstrak dari


Actinoplanes teichomyceticus.

14.3 Mekanisme kerja

Dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri (drugs.com). Teicoplanin


menghambat pertumbuhan organisme yang rentan dengan mengganggu aktivitas
biosintesis dinding sel bakteri yang dipengaruhi oleh beta-laktam. Menghambat sintesis
peptidoglikan (EMC)

14.4 Mekanisme Resistensi terhadap Teicoplanin

Struktur Target Modified : Terjadi perlawanan di Enterococcus faecium. Modifikasi


menyebabkkan perubahan fungsi D-alanin-D-alanin dari rantai asam amino di dalam
prekursor murein dengan D-Ala-D-laktat , sehingga mengurangi afinitas terhadap
vankomisin. Enzim yang bertanggung jawab adalah D-laktat dehidrogenase atau ligase.
Proses ini menyebabkan penurunan sensitivitas/resistensi staphylococci terhadap
Teicoplanin didasarkan pada ikatan antara prekursor murein dengan Teicoplanin .
Resistansi silang antara Teicoplanin dan glikoprotein vankomisin dapat terjadi. Sejumlah
enterococci vankomisin-tahan sensitif terhadap Teicoplanin (Van-B fenotipe).
(EMC.com).

14.5 Spektrum aktivitas antibakteri

Teicoplanin memiliki spektrum terbatas terhadap aktivitas antibakteri (Gram-positif).


Teicoplanin tidak cocok digunakan sebagai agen tunggal untuk pengobatan beberapa
jenis infeksi kecuali patogen tersebut sudah didokumentasikan dan diketahui rentannya.
Penggunaan rasional Teicoplanin harus memperhitungkan aktivitas spektrum bakteri ,
profil keamanan dan kesesuaian standar terapi antibakteri untuk mengobati pasien.

14.6 Sifat farmakokinetik

a. Absorbsi

Teicoplanin diabsorbsi dengan rute parenteral (intravena atau intramuskular).


Setelah pemberian intramuskular, bioavailabilitas Teicoplanin (dibandingkan dengan
pemberian intravena) hampir selesai (90%). Jika digunakan dengan menggunakan rute
per oral teicoplanin tidak diserap dalam saluran pencernaan,hal ini terbukti dengan tidak
adanya teicoplanin dalam serum atau dalam urine,(sekitar 45 % obat yang diberikan tidak
berubah)

b. Distribusi

Teicoplanin terikat pada serum protein manusia, terutama pada albumin sekitar 87,6-
90,8% . Teicoplanin tidak didistribusikan dalam sel darah merah.Volume distribusi (VSS)
bervariasi 0,7-1,4 L / kg. Teicoplanin didistribusikan terutama di paru-paru, miokardium
dan tulang. Dalam cairan sinovial dan peritoneal. pengosongan Teicoplanin dari cairan
peritoneum terjadi pada tingkat yang sama dari serum. Dalam jaringan lemak dan
subkutan pleura rasio jaringan / serum terdiri antara 0,2 dan 0,5. Teicoplanin tidak mudah
menembus ke dalam cairan cerebrospinal (CSF).

c. Biotransformasi
Bentuk yang tidak berubah dari Teicoplanin adalah senyawa utama yang
diidentifikasi dalam plasma dan urin, menunjukkan metabolisme minimal. Dua metabolit
terbentuk pada saat hidroksilasi dan mewakili 2 sampai 3% dari dosis yang diberikan.

d. Eliminasi

Teicoplanin diekskresikan terutama melalui urine (80% dalam 16 hari) sedangkan


2,7% dari dosis yang diberikan diekskresikan memalui tinja (melalui ekskresi empedu)
dalam waktu 8 hari setelah pemberian.

14.7 Kontra indikasi


Teicoplanin harus dihindari pada pasien hipersensitifitas pada teikoplanin (Teicoplanin)
dan antibiotika glikopeptida lainnya.
Teicoplanin dikontraindikasikan untuk pasien dengan fungsi hati dan ginjal yang rusak.
Jika pasien mempunyai riwayat alergi terhadap vancomycin sebaiknya tidak diberikan
antibiotik ini.

14.8 Efek samping


Kebanyakan efek samping teikoplanin (Teicoplanin) yang muncul adalah demam, gatal
dan kemerahan pada kulit
Kejadian yang lebih jarang diantaranya gangguan pada darah dan sumsum tulang,
bronkospasme, diare, gangguan pendengaran atau tinnitus, sakit kepala, mual, muntah dan
radang pembuluh darah
Reaksi hipersensitivitas atau reaksi anafilaksis yang bisa berakibat fatal seperti: shock
anafilaksis, gatal, urtikaria, kemerahan pada kulit, angioedema, denyut jantung cepat,
menurunkan tekanan darah, dan gangguan pernapasan
Jika tanda tanda reaksi anfilaksis terjadi segera hubungi pihak medis
Toleransi terhadap kehamilan

Teicoplanin yang telah digunakan oleh hanya sedikit wanita hamil dan wanita usia
subur , tanpa mengalami peningkatan frekuensi malformasi atau efek berbahaya langsung
atau tidak langsung lainnya pada janin manusia yang telah diamati . Studi pada hewan
telah menunjukkan bukti terjadinya peningkatan kerusakan janin , tetapi signifikansinya
dianggap tidak pasti pada manusia.

14.9 Contoh sediaan : Targocid


15. Golongan Spectomycin

15.1 Pengertian

Spectomycin merupakan golongan obat antibiotik yang aktif terhadap bakteri gram
negatif dan digunakan untuk pengobatan uretritis akut gonorrheal dan proctitis pada pria dan
servisitis gonore akut dan proctitis pada wanita yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.
(drugs.com dan drugbank.com).

15.2 Asal (farmakodinamik)

Spectinomycin merupakan antibiotik aminocyclitol yang dihasilkan oleh spesies


mikroorganisme tanah yaitu Streptomyces spectabilis. Dalam studi in vitro menunjukkan
bahwa spektinomisin aktif terhadap sebagian besar strain Neisseria gonorrhoeae (konsentrasi
hambat minimum <7,5-20 mcg / mL). studi tapak menunjukkan bahwa spectinomycin
memberikan efek regional terhadap struktur ribosom.

15.3 Mekanisme kerja

Spectinomycin bekerja dengan cara mennghambat inhibitor sintesis protein dalam sel
bakteri; terutama pada 30S subunit ribosom.

15.4 Sifat farmakokinetik

Spectinomycin diserap dengan baik bila diberikan secara i.m., tetapi sulit diserap
ketika digunakan secara P.O. Sebagian besar obat disuntikkan dan ketika diekskresikan tidak
berubah dalam urin dalam waktu 48 jam. Sangat sedikit dari dosis yang diberikan yang dapat
terikat dengan protein plasma. Micromedex (2003), Kucers et al (1997).

15.5 Resistensi terhadap spectomysin


Resistensi terhadap spectinomycin umumnya karena enzim yang menginaktivasi obat
dengan adenylylation. Terdapat dua kelompok utama yaitu adenylyltransferases (AAD) atau
nucleotidyltransferases (ANT) -involved .

15.6 Contoh Interaksi dengan obat lain

a. Aceclofenac

Aceclofenac dapat menurunkan tingkat ekskresi Spectinomycin yang dapat


menghasilkan tingkat serum yang lebih tinggi.

b. Acetyldigitoxin

Konsentrasi serum Acetyldigitoxin dapat menurun ketika dikombinasikan dengan


Spectinomycin.

c. Alendronic asam S

Pectinomycin dapat meningkatkan kegiatan hypocalcemic asam alendronic.

15.7 Efek samping

Nyeri di tempat suntikan, urtikaria, ruam transient, pruritus, pusing, sakit kepala,
mual, muntah, menggigil, demam, gugup, insomnia.

15.8 Contoh produk : Trobicin

16. Golongan Linezolid

16.1 Pengertian

Linezolid merupkan obat antibiotik dari golongan oksazolidinon, digunakan


untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri multi-resisten termasuk
streptococcus dan methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

16.2 Asal
Linezolid adalah antibiotik yang disintesis dari kelas oksazolidinon,Obat ini
bekerja dengan menghambat inisiasi sintesis protein bakteri.

16.3 Mekanisme kerja Linezolid adalah

Memiliki aktivitas in vitro terhadap bakteri positif Gram aerobik, bakteri gram negatif
tertentu dan mikroorganisme anaerob. Selektif menghambat sintesis protein bakteri
dengan cara mengikat situs bakteri pada ribosom dan mencegah pembentukan kompleks
fungsional 70S . Secara khusus, linezolid mengikat situs 23S pada RNA ribosom bakteri
pada subunit 50S dan mencegah pembentukan kompleks fungsional 70S yang
merupakan komponen penting dari proses penerjemahan bakteri. Linezolid bersifat
reversibel, inhibitor selektif dari monoamine oxidase. Oleh karena itu, linezolid memiliki
potensi interaksi dengan agen adrenergik dan serotonergik.

16.4 Farmakodinamik

Linezolid adalah agen antibakteri yang disintetis dari oksazolidinon, digunakan untuk
pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif aerobik. Bakteri Gram-
negatif tertentu dan bakteri anaerob. Oksazolidinon menghambat sintesis protein dengan
mengikat di situs P pada ribosom di subunit 50S. Resistensi terhadap inhibitor sintesis
protein lainnya tidak mempengaruhi aktivitas oksazolidinon, Oleh karena itu, resistensi
silang antara linezolid dan antibiotik lain tidak mungkin.

16.5 Resistensi terhadap linezolid

Resistensi terhadap linezolid erjadi karena perubahan nukleotida tunggal di berbagai


jumlah salinan gen yang mengkode 23S RNA ribosom. linezolid adalah obat penting
karena aktivitasnya terhadap sejumlah kokus gram positif yang signifikan secara klinis,
termasuk stafilokokus dan enterococci.

16.6 Sifat farmakokinetik

a. Absobrsi

Linezolid diabsorbsi cepat dan ekstensif setelah pemberian dosis oral. konsentrasi
plasma maksimum mencapai sekitar 1 sampai 2 jam setelah pemberian dosis, dan
bioavailabilitas absolut adalah sekitar 100%.

b. Volume distribusi
40 sampai 50 L ,Binding protein 31%

c. Metabolisme

Linezolid terutama dimetabolisme dalam proses oksidasi cincin morfolina, yang


menghasilkan dua metabolit asam karboksilat sehingga cincin terbuka secara aktif yaitu
metabolit asam aminoethoxyacetic (A), dan metabolit hidroksietil glisin

16.7 Efek samping

Panas dingin,kebingungan,pusing.pingsan,detak jantung cepat,demam ringan,kulit


pucat,pernapasan dangkal,perdarahan yang tidak biasa atau memar , kelelahan yang tidak
biasa atau kelemahan.

16.8 Contoh produk

Antizolid,Linosept,Linozid,Lizbid,Lizemox,Lizolid,Zenix

TIME DEPENDENT ANTIBIOTIC DAN DOSE DEPENDENT ANTIBIOTIC

A. Time Dependent Antibiotic

Time Dependent Antibiotic (Antibiotik TD) memiliki efek optimal bakterisida ketika
konsentrasi tetap dijaga diatas Konsentrasi Hambat Minimum (Minimum Inhibitory
Concentration /MIC). Konsentrasi antibiotik kategori ini dijaga 2-4 kali diatas MIC sepanjang
interval pemberian. Untuk agen ini, konsentrasi lebih tinggi tidak menambah daya bunuh
terhadap organisme. Lagi pula kecenderungan agen ini secara minimum hingga tidak
menghasilkan Post Antibiotic Effect* (PAE) / Efek Paska Antibiotik. contoh antibioik TD
yaitu antibiotik penisilin, sefalosporin, linezoid, makrolida, -lactam, klindamisin,
azitromisin, tetrasiklin, vancomisin, dan eritromisin.

B. Dose Dependent Antibiotic

Dose Dependent Antibiotic (Antibiotik CD) memberikan peningkatan membunuh


bakteri berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi obat. Agen ini berhubungan dengan
sifat PAE yang memiliki aksi bakterisida lanjutan beberapa waktu setelah konsentrasi
antibiotik dibawah level MIC. Konsentrasi puncak dan Area dibawah kurva (Area Under
Curve /AUC) menunjukkan kemanjuran antibiotik ini2. Pada kelompok ini, konsentrasi yang
diperlukan untuk efek bakterisida optimal adalah paling kecil 10 kali MIC. Contoh antibiotik
TD yaitu antibiotik aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid.

Perbedaan antara kedua antibiotik di atas yaitu bila antibiotik TD intensitas bakterisid
(membunuh populasi kuman) ditentukan oleh lama kadar di atas MIC sedangkan antibiotik
CD intensitas bakterisid ditentukan oleh tinggi kadarnya dalam darah atau jaringan. Berikut
gambar perbedaan dari kedua antibiotik di atas :
DAFTAR PUSTAKA

1. Barger A, Fuhst C, Wiedemann B. Pharmacological indices in antibiotic therapy. J Antimicrob


Chemother. 2003;52:893-898. Abstract

2. Drs. Tan Hoan Tjay., Drs kirana Rahardja. Khasiat, Penggunaan dan Efek- efek Sampingnya.
Edisi 5.kelompok gramedia,jakarta,2002

3. Farmakologi dan Terapi, edisi 5, Departemen Farmakologi Terapeutik, Fakultas Kedokteran,


Universitas Indonesia, 2007

4. http://pionas.pom.go.id/antibiotik-beta-laktam-lainnya/5122

5. Levison ME. Pharmacodynamics of antimicrobial drugs. Infect Dis Clin North Am.
2004Sep;18:451-465

6. Quintiliani R. Using pharmacodynamic and pharmacokinetic concepts to optimize treatment of


infectious diseases. Infect Med. 2004;21:219-233

7. Stein GE, Craing WA. Tigecycline: a critical analysis. Clin Infect Dis. 2006;43:518-
524. Abstract

8. Slover CM, Rodvold KA, Danziger LH. Tigecycline: a novel broad-spectrum antimicrobial.
Ann Pharmacother. 2007;41:965-972. Abstract

Anda mungkin juga menyukai