Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada penyakit terutama di


negara – negara tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang
sering muncul di tengah masyarakat Indonesia. Iklim tropis dengan kelembaban
udara yang tinggi di Indonesia sangat mendukung pertumbuhan jamur. Banyaknya
infeksi jamur juga didukung oleh masih banyaknya masyarakat Indonesia yang
berada digaris kemiskinan sehingga masalah kebersihan lingkungan, sanitasi, dan
pola hidup sehat kurang menjadi perhatian dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Indonesia.

Jamur dapat menyebabkan berbagai infeksi. Oleh karena itu untuk


membantu tubuh mencegah mengatasi infeksi jamur serius dapat menggunakan
beberapa jenis obat. Seperti, Amfoterisin B, Ketonazol, Flukonazol, dan lain-lain.
Namun dibalik kegunaan dari obat tersebut tentu ada efek sampingnya.
Untuk itu perlu bahasan yang luas dari segala aspek mengenai obat anti jamur

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Anti Jamur ?
2. Jenis obat-obatan antijamur?
3. Infeksi jamur dan Obatnya?
4. Jenis Penyakit?
5. Studi Kasus?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anti Jamur

Jamur adalah organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti
cendawan, dan ragi. Beberapa jenis jamur dapat berkembang pada permukaan
tubuh yang bisa menyebabkan infeksi kulit, kuku, mulut atau vagina. Jamur yang
paling umum menyebabkan infeksi kulit adalah tinea. Infeksi umum yang ada
pada mulut dan vagina disebut seriawan. Hal ini disebabkan oleh Candida.
Candida merupakan ragi yang merupakan salah satu jenis jamur. Sejumlah
Candida umumnya tinggal di kulit.

Obat anti jamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit
yang disebabkan oleh jamur.

B. Jenis obat-obatan antijamur


a. Antijamur cream
Digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada kulit dan vagina. Antara
lain : ketoconazole, fenticonazole, miconazole, sulconazole, dan tioconazole.
b. Antijamur peroral
Amphotericin dan nystatin dalam bentuk cairan dan lozenges. Obat-obatan
ini tidak terserap melalui usus ke dalam tubuh. Obat tersebut digunakan untuk
mengobati infeksi Candida (guam) pada mulut dan tenggorokan. Itraconazole,
fluconazole, ketoconazole, dan griseofulvin dalam bentuk tablet yang diserap ke
dalam tubuh. Digunakan untuk mengobati berbagai infeksi jamur. Penggunaannya
tergantung pada jenis infeksi yang ada. example:
a) Terbinafine umumnya digunakan untuk mengobati infeksi kuku yang
biasanya disebabkan oleh jenis jamur tinea.
b) Fluconazole umumnya digunakan untuk mengobati jamur Vaginal. Juga
dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi jamur pada
tubuh

2
c. Antijamur injeksi
Amphotericin, flucytosine, itraconazole, voriconazole dan caspofungin adalah
obat-obatan anti jamur yang sering digunakan dalam injeksi.

C. Infeksi jamur dan Obatnya


dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Infeksi jamur sistemik
a) Amfoterisin b
Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi streptomyces nodosus.
Indikasi
 Untuk pengobatan infeksi jamur seperti koksidioidomikosis, aspergilosis,
kromoblastomikosis dan kandidosis.
 Amfoterisin B merupakan obat terpilih untuk blastomikosis.
 Amfoterisin B secara topikal efektif terhadap keratitis mikotik.
 perlu dapat dilanjutkan sampai 3-4 bulan
Efek samping

 Infus : kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam, menggigil, lesu,


anoreksia, nyeri otot, flebitis, kejang dan penurunan faal ginjal.
 50% penderita yang mendapat dosis awal secara IV akan mengalami
demam dan menggigil.
 Flebitis (-) à menambahkan heparin 1000 unit ke dalam infus.
 Asidosis tubuler ringan dan hipokalemia sering dijumpai à pemberian
kalium.
 Efek toksik terhadap ginjal dapat ditekan bila amfoterisin B diberikan
bersama flusitosin.

Mekanisme kerja
Amfoterisin B berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran
sel jamur sehingga membran sel bocor dan kehilangan beberapa bahan intrasel
dan menyebabkan kerusakan yang tetap pada sel. Salah satu penyebab efek toksik
yang ditimbulkan disebabkan oleh pengikatan kolesterol pada membran sel hewan
dan manusia.Resistensi terhadap amfoterisin B mungkin disebabkan oleh

3
terjadinya perubahan reseptor sterol pada membran sel lambat sekali, hanya 3 %
dari jumlah yang diberikan.

Sediaan

 Amfoterisin B injeksi tersedia dalam vial yang mengandung 50 mg bubuk

Dosis

 Pada umumnya dimulai dengan dosis yang kecil (kurang dari 0,25
mg/kgBB) yang dilarutkan dalam dekstrose 5 % dan ditingkatkan bertahap
sampai 0,4-0,6 mg/kgBB sebagai dosis pemeliharaan.
 Secara umum dosis 0,3-0,5 mg/kgBB cukup efektif untuk berbagai infeksi
jamur, pemberian dilakukan selama 6 minggu dan bila perlu dapat
dilanjutkan sampai 3-4 bulan

b) Flusitosin
Flucytosine (5-fluorocytosine) adalah primidin sintetis yang telah
mengalami fluorinasi
Indikasi

 infeksi sistemik, karena selain kurang toksik obat ini dapat diberikan per
oral.
 Penggunaannya sebagai obat tunggal hanya diindikasikan pada
kromoblastomikosis

Efek samping

 Dapat menimbulkan anemia, leukopenia, dan trombositopenia, terutama


pada penderita dengan kelainan hematologik, yang sedang mendapat
pengobatan radiasi atau obat yang menekan fungsi tulang, dan penderita
dengan riwayat pemakaian obat tersebut.
 Mual,muntah, diare dan enterokolitis yang hebat.

4
 Kira-kira 5% penderita mengalami peninggian enzim SGPT dan SGOT,
hepatomegali.
 Terjadi sakit kepala, kebingungan, pusing, mengantuk dan halusinasi.

Mekanisme kerja
Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosin deaminase
dan dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah mengalami deaminasi
menjadi 5-Fluorourasil. Sintesis protein sel jamur terganggu akibat penghambatan
langsung sintesis DNA oleh metabolit fluorourasil

Farmakokinetik

 Absorbsi : diserap dengan cepat dan baik melalui saluran


cerna.Pemberian bersama makanan memperlambat
penyerapan tapi jumlah yang diserap tidak berkurang. Penyerapan juga
diperlambat pada pemberian bersama suspensi
alumunium hidroksida/magnesium hidroksida dan dengan
neomisin.
 Distribusi :didistribusikan dengan baik ke seluruh jaringan dengan
volume distribusi mendekati total cairan tubuh.
 Ekskresi : 90% flusitosin akan dikeluarkan bersama melalui filtrasi
glomerulu dalam bentuk utuh, kadar dalam urin berkisar antara 200-
500µg/ml.
 Kadar puncak dalam darah setelah pemberian per-oral dicapai 1-2 jam.
Kadar ini lebih tinggi pada penderita infusiensi ginjal.
 Masa paruh obat ini dalam serum pada orang normal antara 2,4-4.8 jam
dan sedikit memanjang pada bayi prematur tetapi dapat sangat memanjang
pada penderita insufisiensi ginjal.

Efek samping

 Dapat menimbulkan anemia, leukopenia, dan trombositopenia, terutama


pada penderita dengan kelainan hematologik, yang sedang mendapat

5
pengobatan radiasi atau obat yang menekan fungsi tulang, dan penderita
dengan riwayat pemakaian obat tersebut.
 Mual,muntah, diare dan enterokolitis yang hebat.
 Kira-kira 5% penderita mengalami peninggian enzim SGPT dan SGOT,
hepatomegali.
 Terjadi sakit kepala, kebingungan, pusing, mengantuk dan halusinasi.

Sediaan dan dosis

 Flusitosin tersedia dalam bentuk kapsul 250 dan 500 mg


 Dosis yang biasanya digunakan ialah 50-150 mg/kgBB sehari yang dibagi
dalam 4 dosis.

c) Ketokonazol.
Nama dagang
 Formyco, Nizol, Nizoral, Solinfec, Tokasid, Zoloral
Indikasi

 Ketokonazol terutama efektif untuk histoplasmosis paru, tulang, sendi dan


jaringan lemak.

Efek samping

 Efek toksik lebih ringan daripada Amfoterisin B.


 Mual dan muntah merupakan ESO paling sering dijumpai
 ESO jarang : sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia, parestesia,
gusi berdarah, erupsi kulit, dan trombositopenia.

Mekanisme kerja

 Seperti azole jenis yang lain, ketoconazole berinterferensi dengan


biosintesis ergosterol, sehingga menyebabkan perubahan sejumlah fungsi
sel yang berhubungan dengan membran.

Farmakokinetik

 Absorbsi : diserap baik melalui saluran cerna dan menghasilkan


kadar plasma yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur.

6
Penyerapan melalui saluran cerna akan berkurang pada penderita dengan
pH lambung yang tinggi,pada pemberian bersama antasid.
 Distribusi : ketokonazol setelah diserap belum banyak diketahui.
 Ekskresi : Diduga ketokonazol diekskresikan bersama cairan
empedu ke lumen usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan
bersama urin, semuanya dalam bentuk metabolit yang tidak aktif.

Kehamilan dan laktasi


Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil karena pada tikus, dosis 80
mg/kgBB/hari menimbulkan cacat pada jari hewan coba tersebut.

d) Itrakonazol
Nama dagang
 Fungitrazol, Itzol, Mycotrazol, Sporanox, Sporax
Indikasi

 Itrakonazol memberikan hasil memuaskan untuk indikasi yang sama


dengan ketokonazol antara lain terhadap blastomikosis, histoplasmosis,
koksidiodimikosis, parakoksidioidomikosis, kandidiasis mulut dan
tenggorokan serta tinea versikolor.

Efek samping
 Kemerahan,
 pruritus,
 lesu,
 pusing,
 edema,
 parestesia
 10-15% penderita mengeluh mual atau muntah tapi pengobatan tidak perlu
dihentikan
Mekanisme kerja

 Seperti halnya azole yang lain, itraconazole berinterferensi dengan enzim


yang dipengaruhi oleh cytochrome P-450, 14(-demethylase. Interferensi ini

7
menyebabkan akumulasi 14-methylsterol dan menguraikan ergosterol di
dalam sel-sel jamur dan kemudian mengganti sejumlah fungsi sel yang
berhubungan dengan membran

Farmakokinetik

 Itrakonazol akan diserap lebih sempurna melalui saluran cerna, bila


diberikan bersama dengan makanan. Dosis 100 mg/hari selama 15 hari
akan menghasilkan kadar puncak sebesar 0,5 µg/ml.
 Waktu paruh eliminasi obat ini 36 jam (setelah 15 hari pemakaian).

Sediaan dan dosis

 Itrakonazol tersedia dalam kapsul 100 mg.


 Untuk dermatofitosis diberikan dosis 1 x 100mg/hari selama 2-8 minggu
 Kandidiasis vaginal diobati dengan dosis 1 x 200 mg/hari selama 3 hari.
 Pitiriasis versikolor memerlukan dosis 1 x 200 mg/hari selama 5 hari.
 Infeksi berat mungkin memerlukan dosis hingga 400 mg sehari.

e) Flukonazol
Nama dagang
 Cryptal, Diflucan, FCZ, Fluxar, Kifluzol, Zemyc
Indikasi

 Flukonazol dapat mencegah relaps meningitis oleh kriptokokus pada


penderita AIDS setelah pengobatan dengan Amfoterisin B. Obat ini juga
efektif untuk pengobatan kandidiasis mulut dan tenggorokan pada penderita
AIDS.

Efek samping

 Gangguan saluran cerna merupakan ESO paling banyak


 Reaksi alergi pada kulit, eosinofilia, sindrom stevensJohnson.

8
Farmakokinetik

 Obat ini diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa dipengaruhi adanya
makanan ataupun keasaman lambung.
 Kadar puncak 4-8 µg dicapai setelah beberapa kali pemberian 100 mg.
 Waktu paruh eliminasi 25 jam sedangkan ekskresi melalui ginjal melebihi
90% bersihan ginjal.

Sediaan dan dosis

 Flukonazol tersedia untuk pemakaian per oral dalam kapsul yang


mengandung 50 dan 150mg.
 Dosis yang disarankan 100-400 mg per hari.
 Kandisiasis vaginal dapat diobati dengan dosis tunggal 150 mg.

f) Kalium Iodida

 Kalium Iodida adalah obat terpilih untuk Cutaneous lymphatic


sporotrichosis

Efek samping

 mual
 rinitis
 salivasi
 lakrimasi
 rasa terbakar pada mulut dan tenggorok
 iritasi pada mata
 sialodenitis dan akne pustularis pada bagian atas bahu

DOSIS

 Kalium iodida diberikan dengan dosis 3 kali sehari 1 ml larutan penuh


(1g/ml).
 Dosis ditingkatkan 1 ml sehari sampai maksimal 12-15 ml.

9
 Penyembuhan terjadi dalam 6-8 minggu, namun terapi masih dilanjutkan
sampai sedikitnya 4 minggu setelah lesi menghilang atau tidak aktif lagi

2. Anti jamur untuk infeksi topikal


a) Griseofulvin

Griseofulvin adalah antibiotik anti jamur yang dihasilkan oleh sejumlah


spesies Penicillium dan pertama kali diperkenalkan adalah berbentuk obat oral
yang diperuntukkan bagi pengobatan penyakit dermatophytosis

Nama dagang

 Grivin Forte, Rexavin

Indikasi

 Efektif untuk infeksi jamur di kulit, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh
jamur Microsporum, Tricophyton, dan Epidermophyton.

Efek samping

 Leukopenia dan granulositopenia à menghilang bila terapi dilanjutkan.


 Sakit kepala àkeluhan utama pada kira-kira 15% penderita yang biasanya
hilang sendiri sekalipun pemakaian obat dilanjutkan.
 artralgia, neuritis perifer, demam, pandangan mengabur, insomnia,
berkurangnya kecakapan, pusing dan sinkop, pada saluran cerna dapat
terjadi rasa kering mulut, mual, muntah, diare dan flatulensi.
 Pada kulit dapat terjadi urtikaria, reaksi fotosensitivitas, eritema multiform,
vesikula dan erupsi menyerupai morbili.

Mekanisme Kerja

 Griseofulvin à kelompok obat fungistatis yang mengikat protein-potein


mikrotubular dan berperan untuk menghambat mitosis sel jamur.
 Selain itu, griseofulvin juga inhibitor (penghambat) bagi sintensis asam
nukleat.

10
Farmakokinetik

 Griseofulvin kurang baik penyerapannya pada saluran cerna bagian atas


karena obat ini tidak larut dalam air. Penyerapan lebih mudah bila
griseofulvin diberikan bersama makanan berlemak
 Dosis oral 0.5 hanya akan menghasilkan kadar puncak dalam plasma kira-
kira 1 µg/ml setelah 4 jam.
 Obat ini mengalami metabolisme di hati dan metabolit utamanya adalah 6-
metilgriseofulvin.
 Waktu paruh obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari dosis oral yang diberikan
dikeluarkan bersama urin dalam bentuk metabolit selama 5 hari.

Efek samping

 Leukopenia dan granulositopenia à menghilang bila terapi dilanjutkan.


 Sakit kepala àkeluhan utama pada kira-kira 15% penderita yang biasanya
hilang sendiri sekalipun pemakaian obat dilanjutkan.
 artralgia, neuritis perifer, demam, pandangan mengabur, insomnia,
berkurangnya kecakapan, pusing dan sinkop, pada saluran cerna dapat
terjadi rasa kering mulut, mual, muntah, diare dan flatulensi.
 Pada kulit dapat terjadi urtikaria, reaksi fotosensitivitas, eritema
multiform, vesikula dan erupsi menyerupai morbili.

Sediaan dan dosis

 Griseofulvin tersedia dalam bentuk tablet berisi 125 dan 500 mg dan
suspesi mengandung 125 mg/ml.
 Pada anak griseofulvin diberikan 10 mg/kgBB/hari
 Untuk dewasa 500-1000 mg/hari dalam dosis tunggal.
 Hasil memuaskan akan tercapai bila dosis yang diberikan dibagi empat
dan diberikan setiap 6 jam.

11
Kontaindikasi

 Griseofulvin bersifat kontraindikasi pada pasien penderita penyakit liver


karena obat ini menyebabkan kerusakan fungsi hati

b) IMIDAZOL DAN TRIAZOL


Anti jamur golongan imidazol mempunyai spektrum yang luas. Yang
termasuk kelompok ini ialah mikonazol, klotrimazol, ekonazol, isokonazol,
tiokonazol, dan bifonazol.
1) MIKONAZOL
Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang relatif stabil,
mempunyai spektrum anti jamur yang lebar baik terhadap jamur sistemik maupun
jamur dermatofit.

Indikasi

 Diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor, dan kandidiasis


mukokutan.
 Krem 2 % untuk penggunaan intravaginal diberikan sekali sehari pada
malam hari untuk mendapatkan retensi selama 7 hari.
 Gel 2% tersedia pula untuk kandidiasis oral.

Efek samping

 Berupa iritasi dan rasa terbakar dan maserasi memerlukan penghentian


terapi.

Mekanisme Kerja

 Mikonazol menghambat sintesis ergosterol yang menyebabkan


permeabilitas membran sel jamur meningkat.

Farmakokinetik

12
 Daya absorbsi Miconazole melalui pengobatan oral kurang baik..
 Miconazole sangat terikat oleh protein di dalam serum. Konsentrasi di
dalam CSF tidak begitu banyak, tetapi mampu melakukan penetrasi yang
baik ke dalam peritoneal dan cairan persendian.
 Kurang dari 1% dosis parenteral diekskresi di dalam urin dengan
komposisi yang tidak berubah, namun 40% dari total dosis oral dieliminasi
melalui kotoran dengan komposisi yang tidak berubah pula.
 Miconazole dimetabolisme oleh liver dan metabolitnya diekskresi di
dalam usus dan urin. Tidak satupun dari metabolit yang dihasilkan bersifat
aktif

Efek samping

 Berupa iritasi dan rasa terbakar dan maserasi memerlukan penghentian


terapi.

Sediaan dan dosis

 Obat ini tersedia dalam bentuk krem 2% dan bedak tabur yang digunakan
2 kali sehari selama 2-4 minggu.

Indikasi

 Krem 2 % untuk penggunaan intravaginal diberikan sekali sehari pada


malam hari untuk mendapatkan retensi selama 7 hari.
 Gel 2% tersedia pula untuk kandidiasis oral.

D. Jenis Penyakit

Menurut tempatnya yang terinfeksi jamur, ada beberapa jenis, yaitu :

1. Tinea Capitis (ringworm of the scalp)

Infeksi jamur menyerang kulit kepala. Gejala klinis yang tampak yaitu
kebotakan (alopesia), dan inflamasi pada kulit dan rambut kepala yang terkena.

2. Tinea Corporis (Tinea Glabrosa)

13
Infeksi jamur ini menyerang pada bagian tubuh yang tidak berambut (leher
atau badan). Gejala infeksi ini ditandai dengan munculnya bercak bulat atau
lonjong kemerahan dan berbatas tegas, bersisik, dan berbintil. Bagian tengah lesi
lebih tenang, tak berbintil.

3. Tinea Cruris (Jockey Itch atau Ringworm of the Grain)

Infeksi jamur menyerang di daerah selakangan, lipatan paha, daerah bawah


perut, kelamin luar, dan sekitar anus, berwarna kemerahan dan gatal. Kebanyakan
penderita infeksi jamur ini sering menggaruk karena terasa gatal, akibatnya kulit
selangkangan lebih legam, meradang dan basah bergetah, terutama jika jamur
sudah terkena infeksi oleh kuman lain.

4. Tinea pedis (kutu air / athlete’s foot / rangen)

Infeksi jamur ini menyerang di sela-sela jari kaki dan telapak kaki.
Gejalanya berupa gatal-gatal diantara jari kaki, kemudian terbentuk gelembung
lalu pecah dan mengeluarkan cairan. Kulit yang terinfeksi akan menjadi lunak
(maserasi), berwarna keputihan disertai dengan rekahan-rekahan (fisura) dan
terkelupas sehingga membuka luang terjadinya infeksi sekunder oleh kuman lain.
Biasanya disertai dengan rasa gatal, berbau, panas terbakar atau nyeri seperti
tersengat.

5. Tinea unguinum (Onikomikosis / Ringworm of the nails)

Infeksi jamur ini bisa menyerang kuku hingga rusak, rapuh, dan bentuknya
tak lagi normal. Di bagian bawah kuku akan terjadi penumpukan sisa jaringan
kuku rapuh (menebal).

6. Pityriasis versicolor (Panu)

Penyakit kulit ini banyak terdapat di Indonesia karena iklim tropis dan
kurangnya prasarana air bersih. Kadang-kadang penderita tidak menganggap ini
sabagai penyakit. Gejala yang muncul berupa bercak-bercak putih pada kulit,
dengan batas tegas, bersisik halus, rata (tidak timbul), gatal terutama bila
berkeringat. Penyakit ini biasanya menyerang pada wajah, leher, bahu, kulit
lengan, badan dan bagian lain yang tertutup pakaian.

14
7. Kandidiasis

Infeksi jamur Candida sp. ini banyak menyerang kulit dan vagina wanita.
Umumnya tak berbahaya, meski dapat meradang. Gejalanya yaitu terjadi lesi
(pseudomembran) berwarna putih kelabu yang bila terlepas dari dasarnya akan
meninggalkan bekas berwarna kemerahan. Umumnya lesi tampak di daerah
lipatan payudara, ketiak, genital, dan rongga mulut. Pada kandidiasis vagina akan
keluar cairan kental putih kekuningan dari vagina dan bisa mengalami
peradangan, serta sakit saat buang air kecil atau senggama.

E. Studi Kasus
I. Belakangan nyonya Susi gelisah. Sudah seminggu ini haidnya
terlambat. Apakah nyonya Susi hamil? Padahal dia tidak pernah lupa
minum pil KB. Mereka belum berencana menambah anak lagi.
Beberapa waktu lalu dia juga punya keluhan seperti keputihan dan
gatal di sekitar organ kewanitaannya. Dokter memberinya obat
antijamur griseofulvin. Adakah hubungan antara pil KB/kontrasepsi
oral dengan antijamur yang dia minum ?
Jawaban:
Hingga sekarang, interaksi obat antara pil KB dan obat antimikroba
(antibiotika dan antijamur) masih menjadi kontroversi. Sebagian
dokter/klinisi melaporkan adanya sejumlah wanita yang gagal ber-KB
karena minum antibiotika selama penggunaan pil KB, terutama
tetrasiklin atau golongan penisilin, sementara para ilmuwan belum bisa
mengklaim secara kuat bahwa penggunaan secara bersama dua obat
tersebut menurunkan konsentrasi obat kontrasepsi oral dalam darah,
terutama etinil estradiol (senyawa aktif dalam pil KB).
II. Ketoconazole Ketoconazole adalah anti jamur azol turunan imidazole
sintesis. Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim sitokrom
p450 pada membran sel jamur, sehingga mengganggu sintesa
ergosterol yang merupakan komponen penting dari membran sel
jamur. Dengan mekanisme kerja seperti ini, ketoconazole dinobatkan
sebagai obat jamur kulit paling ampuh karena bisa mengobati semua
jenis infeksi jamur kulit, seperti kurap, kutu air, panu, dan sebagainya.

15
Tersedia dalam bentuk tablet 200 mg, digunakan satu kali sehari
setelah makan. Lama penggunaan tergantung kasus dan respo, dalam
rentang 1 hingga 6 bulan. Kondisi kesehatan fisik harus selalu dipanatu
selama penggunaan obat ini. Contoh merek dagang yang bisa diambil
di apotik dengan resep: Zoralin, Mycoral, Nyzoral, dan lain-lain.
III. Griseofulvin Griseofulvin adalah antibiotik yang bersifat fungistatik
atau aktifitas anti jamur. Secara invitro griseofulvin dapat menghambat
pertumbuhan berbagai spesies dari Microsporum, Epidermophyton dan
Trichophyton sehingga bisa digunakan untuk mnegobati jamur kulit,
kulit kepala, dan jamur kuku. Dosis griseofulvin berkisar antara 500-
1000 mg per hari untuk orang dewasa. Dosis ini biasanya untuk sekali
minum per hari, namun bisa juga dibagi sesuai kebijakan dokter yang
akan disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakit, kondisi
kesehatan, dan respons pasien terhadap obat.
IV. Terbinafine dapat digunakan untuk mengobati infeksi jamur
selangkangan, tubuh, kulit kepala, kaki, dan kuku. Obat jamur kulit ini
hanya tersedia dengan resep dokter dalam bentuk sediaan: Butiran dan
Tablet. Bentuk sediaan butiran diguankan untuk mengobati tinea
capitis (infeksi jamur kulit kepala). Dosis Terbinafine akan ditentukan
berdasarkan berat badan, biasanya 250 mg sekali sehari selama 6
minggu. Contoh merek dagang: Termisil, Interbi, Lamisil Tablet.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Obat anti jamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit yang
disebabkan oleh jamur. Jamur adalah anggota kelompok besar eukariotik
organisme yang meliputi mikroorganisme seperti ragi dan jamur, serta lebih akrab
jamur. Kadang disebut juga Fungi yang diklasifikasikan sebagai sebuah kerajaan
yang terpisah dari tanaman, hewan dan bakteri. Salah satu perbedaan utama
adalah bahwa sel-sel jamur memiliki dinding sel yang mengandung kitin, tidak
seperti dinding sel tumbuhan,yang mengandung selulosa.

Ada beberapa jenis obat-obatan anti jamur, yaitu :

a. Anti Jamur Cream

b. Anti Jamur Per oral

c. Anti Jamur Injeksi

beberapa jenis penyakit anti jamur :

1. Tinea Capitalis
2. Tinea Corporis
3. Tinea Crusis
4. Tinea Pedis/Kutu Air
5. Tinea Unguinum
6. Pityriasis Versicolur/Panu
7. Kandidiasis

17
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Sulistia Gan. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. FK-UI. Jakarta
http://reskiihsanhumang.wordpress.com/2012/04/27/obat-anti-jamur/
https://www.klikdokter.com/penyakit/jamur-kulit/pengobatan

18

Anda mungkin juga menyukai