Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) FARMASI

KOMUNITAS

Care Plan (Studi Kasus Penyakit Dermatitis)


Di Puskesmas Permata Turen

DISUSUN OLEH:
Habsari Yusrindra Siwi, S.Farm
NIM. 180070600011011

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER (PKPA) DI PUSKESMAS

Care Plan (Studi Kasus Penyakit Dermatitis)


Di Puskesmas Permata Turen

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019

DISUSUN OLEH:
Habsari Yusrindra Siwi, S.Farm
NIM. 180070600011011

Mengetahui:

Preseptor Tempat PKPA Puskesmas Dosen Pembimbing


Permata Turen, Kabupaten Malang

Hari Cahyono, S.Farm, Apt. Ika Putri Nurhayati, M.Sc, Apt.


SIPA.19890901/SIPA_3507/2016/1082 NIP. 2013048909152001
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan efek sitotoksik pada kulit berupa
reaksi peradangan non imunologik melalui jalur eksogen ataupun endogen yang
berkontak langsung dengan tubuh (Wolff, 2008).

DKI dapat terjadi akibat pemaparan zat-zat kimia dengan gejala berupa
iritasi, gatal-gatal, kulit kering, pecah-pecah, kemerahan dan koreng yang sulit
sembuh. DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai unsur, ras, dan jenis
kelamin. Kategori dermatitis kontak iritan dapat dibagi berdasarkan faktor eksogen
dan endogen menjadi sepuluh kelompok jenis DKI yaitu reaksi kimia, DKI akut,
DKI akut terhambat, DKI kronik (kumulatif), Iritan subyektif (sensorik), iritan
suberitemataous, dermatitis frictional, trauma DKI, pustular atau acneiform DKI
dan eksikasi eksimatid (Armando, 2008).

DKI kumulatif disebabkan oleh iritan lemah (air, sabun, detergen dan lain-
lain) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada
tangan. Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan
tahun. Sehingga waktu dan rentetan panjanan merupakan faktor yang paling
penting. DKI kronis ini merupakan DKI yang paling sering ditemukan. Gejala
berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun menjadi hiperkeratosis dan
dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung (Sularsito, 2009).

Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah karena banyak dan


seringnya faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap kasus dermatitis.
Pencegahan kontak kulit dengan bahan-bahan penyebab iritasi adalah strategi terapi
utama pada DKI (Levin et al, 2006).

1.2 Tujuan Terapi


Tujuan terapi pada pasien dermatitis adalah pencegahan kontak kulit dengan
bahan-bahan penyebab iritasi dan mengatasi manifestasi klinik yang dialami pasien

1.3 Data Penderita


Data pasien diperoleh dari skrining resepnya. Resep sebagai berikut:

Berdasarkan resep yang didapat, diperoleh kelengkapan resep sebagai


berikut:
1. Dokter penulis resep
Nama dokter penulis resep : Tidak ada
Alamat praktek :-
SIP/STR : Tidak ada
2. Pasien penerima resep
Nama pasien : An. R
Alamat : Tawangrejeni
3. Kelengkapan resep
Tempat dan tanggal penulisan resep : Ada
Superscriptio (R/) : Tidak ada karena E-
resep
Inscription : Ada
Signatura : Ada
Tanda tangan/paraf dokter : Tidak ada
Umur : 3 Tahun 7 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Berat badan : Tidak ada
Prescriptio
 Nama obat : Ada
 Kekuatan obat : Tidak ada
 Jumlah obat : Ada
 Subscriptio : Instruksi pada
apoteker tidak diperlukan karena obat dalam resep ini bukan resep
racikan
4. Farmasetika
Nama obat : Ada
Bentuk sediaan : Ada
Dosis : Ada
Jumlah obat : Ada
Aturan pemakaian : Ada
5. Skrining klinis

Berdasarkan data kelengkapan resep yang diperoleh maka resep


dapat dilayani. Penggalian informasi dilakukan ketika penyerahan obat
karena penulis bertemu dengan pasien saat penyerahan obat.
Berdasarkan diagnosa pasien mengalami dermatitis kontak iritan.
Assessment yang dilakukan, dimana pasien berjenis kelamin perempuan
dengan usia 3 tahun 7 bulan. Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal,
kemerahan pada kulit di tangan, dan terdapat luka karena digaruk terus
menerus. Keluhan tersebut sudah terjadi selama 3 hari. Sebelum
keluhan itu muncul, pasien sering bermain gelembung sabun dengan
menggunakan detergen. Ibu pasien mengatakan jika biasanya tidak
muncul keluhan seperti saat ini. Keluhan-keluhan tersebut merupakan
pertama kalinya.
BAB II

ASSESS NEEDS AND IDENTIFY DRUG THERAPY PROBLEM TO


ACHIEVE GOAL OF THERAPY

2.1 Assessment Needs

Saat pasein atau keluarga pasien datang ke puskesmas membawa resep,


maka hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan penggalian informasi
yang dibutuhkan terkait dengan resep. Beberapa hal penting yang sebaiknya perlu
diketahui tentang pasien adalah alergi pasien terhadap obat tertentu, riwayat
pengobatan pasien yang pernah digunakan, faktor penyebab munculnya dermatitis
dan riwayat penyakit pasien. Beberapa hal tersebut dapat membentu apoteker untuk
menentukan terapi yang efektif, efisien dan safety untuk pasien. Selain itu, seorang
apoteker dapat menanyakan 3 Prime Question untuk memastikan pemahaman
pasien tentang penyakit, pengobatan yang diterima dan harapan penggunaan obat
yang telah dijelaskan oleh dokter sebelumnya.

2.2 Disease Factor

a. Definisi

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronis dan residitif yang sering
disertai oleh kelainan atopik lain, seperti rhinitis alergika dan asma,
manifestasi klinis dermatitis atopik bervariasi menurut usia (Bieber, 2008).
Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan
oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan
kulit (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).
Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak
iritan dan dermatitis kontak alergik, keduanya dapat bersifat akut maupun
kronis. Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari
bahan iritan baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-
sel epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan
konsentrasi yang cukup. Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang
disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan
kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi
(National Occupational Health and Safety Commision, 2006).

b. Etiologi

Penyebab munculnya Dermatitis Kontak Iritan adalah bahan yang


bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam
alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enxim, minyak, larutan garam konsentrat,
plastik dengan berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopis
(Djuanda, 2003).
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap
orang jika terpapar pada kulit dengan konsentrasi yang cukup, pada waktu
yang sufisien, dan dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu
memiliki predisposisi yang berbeda terhadap mencegah kecenderungan
untuk menginduksi dermatitis. Efek dari iritan merupakan concetration-
dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak (Beltrani et al,
2006).
Faktor lingkungan juga berpengaruh pada munculnya dermatitis
iritan, misalnya perbedaan ketebalan di kulit diberbagai tempat
menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (usia < 8 tahun akan mudah
teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih); jenis kelamin
(wanita risiko dermatitis lebih tinggi); serta penyakit kulit yang pernah atau
sedang dialami (Beltrani et al, 2006).
Sistem imun juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada
orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh
penyakit yang sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena
kemoterapi, akan lebih mudah untuk mengalami dermatitis kontak (Hogan,
2015).
c. Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan
cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan, namun
angkanya yang tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh
banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan
tidak mengeluh (Djuanda, 2010).
Dermatitis kontak okupasi adalah penyakit okupasi yang paling sering
didunia. Angka kejadian dermatitis akibat pekerjaan di Amerika Serikat
didapatkan 55,6% dari angka tersebut didapatkan 69,7% yang terbanyak
adalah pekerja. Pekerja di bidang kuliner di Denmark merupkan insiden
tertinggi terkena dermatitis kontak iritan, diikuti dengan pekerja cleaning
service. Pada tahun 2014 di Jerman sekitar 4,5 per 10.000 pekerja terkena
dermatitis kontak dengan insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut
yaitu 46,9 kasus per 10.000 pekerja pertahun, pembuat roti 23,5 kasus per
10.000 pekerja pertahun, dan dan pembuat kue kering 16,9 kasus per 10.000
pekerja pertahun. Dilaporkan bahwa insiden dermatitis kontak okupasi
berkisar antara 5 hingga 9 kasus tiap 10.000 karyawan full−time tiap
tahunnya (Hogan, 2014).
Prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Berdasarkan penelitian
dari Netherland Expert Center On Occupational Dermatosis terhadap
jumlah kasus penyakit kulit akibat kerja selama 5 tahun (2001−2005) di
Negara Belanda, didapatkan hasil dari 4516 kasus baru, 3603 kasus
merupakan kasus dermatitis kontak. Bila dibandingkan dengan penyakit
lain, persentase kasus baru dermatitis kontak sebesar 79,8%, sehingga
dermatitis kontak merupakan penyakit kulit akibat kerja yang paling sering
diderita oleh masyarakat. Berdasarkan jenis kelamin, persentase wanita
lebih banyak dibandingkan pria yaitu wanita 51,1% dengan kisaran umur
yang dominan sekitar 15−24 dan 25−34 tahun sedangkan pria 49% dengan
kisaran umur sekitar 35−44 tahun, 45−54 tahun, dan 55−64 tahun (Pal et al.,
2008). Perdoski (2009) sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan
dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja
yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena
infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Studi epidemiologi,
Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis
kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan
33,7% adalah dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan timbul pada
80% dari seluruh dermatitis kontak, sedangkan insiden dermatitis kontak
alergik diperkirakan terjadi pada 0,21% dari populasi penduduk (Sumantri,
2010).

d. Manifestasi Klinik
DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang
berulang-ulang, dan bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam
faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak
cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan
faktor lain dapat menimbulkan DKI. Gejala klasik berupa kulit kering,
eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan terjadi likenifikasi, batas
kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka dapat
menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya
berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan
oleh penderita (sularsito, 2009).

e. Patofisiologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan
tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan
mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak
membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel
dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti (Streit, 2004).
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan
asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan
inositida (IP3). Asam rakidonat dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan
leukotrien (LT). Prostaglandin dan LT menginduksi vasodilatasi, dan
meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi
komplemen dan kinin. Prostaglandi dan LT juga bertindak sebagai
kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel
mastmelepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat
perubahan vaskuler (Beltrani, 2006; Djuanda, 2010). Diasilgliserida dan
second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein,
misalnya interleukin−1 (IL−1) dan granulocyte macrophage−colony
stimulating factor (GM−CSF). IL−1 mengaktifkan sel T−helper
mengeluarkan IL−2 dan mengekspresi reseptor IL−2 yang menimbulkan
stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga
mengakibatkan molekul permukaan HLA−DR dan adesi intrasel
(ICAM−1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF−α,
suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan
granulosit, menginduksi ekspresi molekul adhesi sel dan pelepasan sitokin
(Beltrani, 2006).
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik
di tempat terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada
dua jenis bahan iritan, yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua
orang dan menimbulkan gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri
(Kamphf, 2007). Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling
rawan atau mengalami kontak berulang−ulang, dimulai dengan kerusakan
stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan
kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel
dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara,
tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan
tersebut (Graham, 2005).
Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak,
kemerahan dan dapat berkembang menjadi vesikel atau papul dan
mengeluarkan cairan bila terkelupas, gatal, perih, dan rasa terbakar terjadi
pada bintik merah−merah itu. Reaksi inflamasi bermacam−macam mulai
dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan luka dan area nekrosis pada
kulit. Dalam beberapa hari, penurunan dermatitis dapat terjadi bila iritan
dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit
tersebut akan mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar bahkan
terjadi hiper atau hipopigmentasi dan penebalan (Verayati, 2011).

f. Terapi farmakologi

Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah


upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab,
dan menekan kelainan kulit yang timbul.

a. Terapi Topikal

Untuk dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan


eritema, edema, bula atau vesikel, serta eksudatif (madidans),
kelainan kulit dikompres beberapa kali sehari selama 15- 20 menit.
Dapat menggunakan larutan garam faal atau larutan salisil 1:1000,
larutan potassium permanganate 1:10.000, larutan Burowi
(aluminium asetat) 1:20-1:40. Kompres dihentikan apabila edema
telah hilang. Pada beberapa kasus yang lebih berat, diperlukan
kortikosteroid topical dari potensi sedang hingga potensi tinggi. Dapat
juga menggunakan formulasi triamsinolone acetonide 0,1% dalam
lotio Sarna (kampor 0,5 %, mentol 0,5%, fenol 0,5%).

Pada keadaan subakut, penggunaan krim kortikosteroid


potensi sedang hingga potensi tinggi merupakan pilihan utama.
Sedang kompres terbuka tidak diindikasikan.

Sedangkan untuk lesi kronik, diberikan salep kortikosteroid


potensi tinggi atau sangat tinggi sebagai terapi initialnya. Untuk terapi
rumatan dapat digunakan kortikosteroid potensi rendah. Diberikan
juga emolien, seperti gliserin, urea 10%, atau preparat ter untuk lesi
yang likenifikasi dan kering. Pada kondisi likenifikasi yang berat,
pemberian kortikosteroid intralesi dapat memberikan manfaat.

Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis


akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid
sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal atau makrolaktam
(pimecrolimus atau tacrolimus).Golongan makrolaktam yang tidak
mengakibatkan atrofi kulit sehingga aman untuk digunakan di wajah
dan mata.

Dalam pemilihan steroid, penting diperhatikan potensi dan


vehikulum. Kebanyakan preparat KS topikal terdapat dalam berbagai
bentuk sediaan, yakni salap, krim, gel, aerosol dan losio. Salap
mengandung vaselin, parafin, propilen glikol, atau minyak mineral.
Bahan-bahan tersebut akan membentuk sawar oklusif yang mencegah
penguapan, sehingga membantu hidrasi stratum korneum yang akan
meningkatkan penetrasi bahan aktif. Hampir 50% bahan dasar krim
adalah air. Semakin tinggi kandungan air suatu vehikulum (misalnya
bentuk losio dan gel), maka akan lebih cepat mengeringkan karena
penguapan yang meningkat. Oleh karena itu, lebih cocok untuk lesi
yang membasah. Secara umum, bentuk salep akan lebih efektif
dibanding krim atau losio terhadap kelainan yang kering dan menebal.
Tetapi, umumnya pasien lebih menyukai bentuk krim karena lebih
nyaman dipakai, sehingga meningkatkan kepatuhan terapi.
Gambar 5. Derajat Potensi Kortikosteroid (Ari, 2004)

b. Terapi sistemik

Untuk mengurangi rasa gatal dan peradangan yang moderate


dapat diberikan antihistamin. Sedangkan kortikosteoroid oral
diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada
keadaan akut yang berat, misalnya prednison 30 mg/hari (dibagi
3dosis). Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari.
Pada kondisi yang lebih parah, dimana pekerjaan sehari-hari pasien
terganggu dan tidak bisa tidur, dapat diberikan prednison oral 70mg
sebagai dosis initial, yang diturunkan 5-10 mg/hari selama 1-2
minggu.

Apabila terdapat infeksi sekunder, terdapat fisura, erosi, dan


secret purulen dapat ditambahkan antibiotic misalnya eritromisin
4×250-500 mg selama 7-10 hari.
g. Terapi non farmakologi

Cara terbaik untuk mencegah dermatitis kontak adalah dengan


menghindari bersentuhan atau kontak langsung dengan zat penyebab alergi
dan iritasi. Jika tidak bisa menghindarinya, ada beberapa cara untuk
mengurangi risiko terkena dermatitis kontak, yaitu:

- Rajin membersihkan kulit.


- Kenakan pakaian pelindung atau sarung tangan, untuk mengurangi kontak
langsung antara kulit dengan zat penyebab alergi dan iritasi.
- Ganti produk perawatan tubuh. Apabila produk perawatan tubuh yang
digunakan menyebabkan alergi atau iritasi.
- Jagalah hewan peliharaan. Beberapa hewan peliharaan bisa menyebarkan
zat penyebab alergi dari tumbuhan dengan mudah.
- Gunakan pelembap.
- Mengubah program diet. Dermatitis kontak bisa muncul karena alergi
terhadap zat nikel yang terdapat dalam beberapa jenis makanan
- Rawatlah kulit dengan cara banyak meminum air putih, mengonsumsi buah-
buahan, olahraga teratur, dan tidur yang cukup.

2.3 Identify Drug Therapy Problem

Obat yang terdapat pada resep yaitu gentalex krim.

a. Gentalex krim
1. Kandungan: gentamicin sulfat 0.1%
2. Farmakologi: merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang
membunuh sekaligus mencegah pertumbuhan bakteri
3. Indikasi: dermatitis kontak iritan yang disertai infeksi
4. Cara pemakaian: oleskan pada kulit yang terinfeksi 3x sehari
5. Efek samping: eritema
6. Peringatan dan kontraindiksi: jangan digunakan pada penderita yang
mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap gentamicin atau
antibiotika golongan aminoglikosida lainnya

Drug Related Problem (DRP) adalah kejadian yang tidak diinginkan


yang dapat berpotensi atau telah terjadi pada pasien berhubungan dengan terapi
obat dan berpengaruh pada perkembangan pasien secara aktual atau potensial.
Menurut PCNE (Pharmaceutical Care Network Europe Foundation), Problem
yang dialami terkait terpi dapat diklasifikasikan menjadi 3 domain (Tabel 1)

Tabel 1. Kategori Problem pada PCNE ver 2.08


Selanjutnya, PCNE juga membagi domain penyebab terjadinya problem yang
terkait dengan terapi, yang dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kategori Cause pada PCNE ver 2.08
Kemudian PCNE juga mengklasifikasikan intervensi/tindakan yang dapat
dilakukan dari terjadinya problemt terjadi, dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kategori Intervention pada PCNE ver 2.08
BAB III

DEVELOP A CARE PLAN

3.1 Develop A Care Plan

Care Plan dilakukan oleh apoteker untuk menjamin penggunaan obat okeh
pasien tercapai tujuan terapi yang telah ditentukan. Terapi yang telah didapatkan
diharapkan dapat menimbulkan efek yang baik dan aman bagi pasien. Tujuan dari
care plan adalah untuk membantu mengendalikan kondisi medis pasien
berdasarkan ilmu farmakoterapi dan segala hal yang diperlukan untuk mencapai
outcome yang diharapkan. Langkah terpenting yang dilakukan dalam care plan oleh
apoteker adalah menganalisis tujuan terapi dan menganalisis DRP (Drug Related
Problem) pada pengobatan pasien dapat berupa indikasi yang tidak ditangani,
pemilihan obat yang kurang tepat, penggunaan obat tanpa indikasi, dosis terlalu
kecil, dosis terlalu besar, efek samping, interaksi obat dan ketidakpatuhan pasien.
Selain menganalisa DRP, apoteker juga harus memberikan penyelesaian DRP
terdapat permasalahan yang harus diselesaikan yang terdapat pada Tabel 3.1
No. Nama Obat Kategori Problem Kategori Penyebab Intervensi
1. Gentalex krim P2.1 Efek samping C8.2 Penyebab lain, gentalex I2.1 Konseling kepada pasien cara
(gentamisin sulfat potensial terjadi krim (gentamisin sulfat 0.1%) pemakaian obat, apabila muncul efek
0.1%) memiliki efek samping samping dapat melaporkan pada
potensial yaitu eritema apoteker atau dokter.

Tabel 3.1 DRP Pengobatan Pasien Serta Penyelesaian Terkait DRP


BAB IV

IMPLEMENT THE CARE PLAN

4.1 Informasi Langsung

Pemberian informasi dilakukan secara langsung kepada pasien dalam


bentuk konseling. Informasi langsung adalah informasi yang diberikan secara
langsung, secara lisan dan bertatap muka kepada pasien maupun keluarga pasien
terkait pengobatan yang didapatkan. Konseling dilakukan oleh apoteker kepada
pasien ketika penyerahan obat dengan tatap muka di meja penyerahan obat.
Informasi yang diberikan berupa nama obat, indikasi, aturan pakai (dosis), efek
samping yang mungkin muncul dan cara mengatasinya, cara penyimpanan obat,
serta terapi non farmakologi. Pada kasus ini sebelum diberikan informasi, dilakukan
penggalian informasi dari pasien melalui assessment karena ketika penerimaan
resep penulis tidak bertemu langsung dengan pasien sehingga tidak dapat dilakukan
assessment secara langsung sebelumnya. Berdasarkan teori, salah satu metode
untuk melakukan assessment adalah melalui pertanyaan 3 Prime Question dan
WWHAM.

3 Prime Question sebagai berikut:

1. Bagaimana penjelasan dokter tentang penyakit anda?


2. Bagaimana penjelasan dokter tentang obat anda?
3. Bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah memakai obat anda?

Sedangkan untuk WWHAM meliputi pertanyaan sebagai berikut:

W (Who) : Siapa pasiennya?

W (What) : Apa keluhannya?

H (How long) : Sudah berapa lama keluhan tersebut muncul?

A (Action) : Tindakan apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasi gejala
tersebut?
M (Medication) : Obat apa saja yang sudah dan sedang dikonsumsi?

Assessment yang dilakukan pada kasus ini yaitu melalui beberapa pertanyaan
berikut:

a. Apa yang dokter jelaskan tentang penyakitnya adek?


b. Apa yang dokter jelaskan tentang obatnya?
c. Apa keluhan yang dialami?
d. Sudah berapa lama gejala muncul?
e. Apakah ada alergi terhadap obat tertentu?

Berdasarkan hasil assessment ini maka dapat direncanakan pemberian informasi


yang sekiranya diperlukan oleh pasien. Berikut merupakan informasi yang
diberikan untuk pasien:

a. Gentalex krim (gentamisin sulfat 0.1%)


- Nama obat, jumlah obat yang diberikan: gentalex krim, 1 tube
- Indikasi obat: dermatitis kontak iritan yang disertai infeksi
- Cara penggunaan: oleskan pada kulit yang terinfeksi 3x sehari
- Efek samping: eritema
- Penyimpanan obat: disimpan pada suhu ruang, tempat kering dan terhindar
dari sinar matahari
b. Terapi non farmakologi

Cara terbaik untuk mencegah dermatitis kontak adalah dengan


menghindari bersentuhan atau kontak langsung dengan zat penyebab alergi dan
iritasi. Jika tidak bisa menghindarinya, ada beberapa cara untuk mengurangi
risiko terkena dermatitis kontak, yaitu:

- Rajin membersihkan kulit.


- Gunakan pelembap.
- Rawatlah kulit dengan cara banyak meminum air putih, mengonsumsi buah-
buahan, olahraga teratur, dan tidur yang cukup.
4.2 Information Sheet

1. Etiket
a. Gentalex krim

2. Lembar Informasi Obat


DINAS KESEHATAN KABUPATEN MALANG
PUSKESMAS TUREN
JL. PANGLIMA SUDIRMAN NO 210
Telp. 0341 824214
TUREN-MALANG
Apoteker : Hari Cahyono, S.Farm., Apt
LEMBAR INFORMASI OBAT
Nama An. R
Umur 3 th 7 bulan
Berat Badan -
Tanggal 25 Maret 2019
Dokter -

 Obat yang diresepkan dokter adalah gentalex krim. Gentalex krim mengandung
gentamisin sulfat 0.1%. gentalex krim digunakan untuk mengobati dermatitis
kontak iritan yang disertai infeksi. Cara penggunaan gentalex krim yaitu dioleskan
pada kulit yang terinfeksi 3x sehari. Efek samping yang mungkin muncul adalah
eritema (kemerahan). Gentalex krim dapat disimpan pada suhu ruang, tempat
kering dan terhindar dari sinar matahari.
 Untuk meningkatkan efektivitas terapi, hal terenting yang harus dilakukan adalah
menghindari bersentuhan atau kontak langsung dengan zat penyebab dermatitis
yaitu detergen. Hal yang dapat dilakukan yaitu:
1. Rajin membersihkan kulit
2. Gunakan pelembap
3. Rawatlah kulit dengan cara banyak meminum air putih, mengonsumsi buah-
buahan, olahraga teratur, dan tidur yang cukup.
BAB V

MONITOR AND REVIEW THE CARE PLAN

Pelaksanaan Care Plan tidak hanya berhenti pada implementasi care


plan. Namun perlu dilakukan monitoring dan review untik memastikan
keberhasilan target terapi. Monitoring dan review adalah bagian dari
pharmaceutical care untuk mencapai tujuan akhir dalam meningkatkan taraf hidup
pasien. Tujuan keseluruhan pengobatan dermatitis kontak iritan adalah pencegahan
kontak kulit dengan bahan-bahan penyebab iritasi dan mengatasi manifestasi klinik
yang dialami pasien. Monitoring dapat dilakukan dengan Home Pharmacy Care
atau Telepharmacy Care. Salah satu bentuk monitoring yang bisa dilakukan oleh
apoteker adalah dengan melakukan percakapan melalui telepon dengan pasien
untuk menanyakan kondisi pasien dan memantau kepatuhannya dalam meminum
obat atau dengan berkunjung ke rumah pasien untuk menanyakan terkait kondisi
pasien dengan mengacu pada catatan perkembangan pasien atau Patient Medication
Record (PMR). Contoh PMR yang dapat dibuat sebagai berikut:
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MALANG
PUSKESMAS TUREN
JL. PANGLIMA SUDIRMAN NO 210
Telp. 0341 824214
TUREN-MALANG
Apoteker : Hari Cahyono, S.Farm., Apt.
PATIENT MEDICATION RECORD (PMR)
Catatan Pengobatan Pasien

Nama : An. R

Jenis Kelamin :  Laki-laki  Perempuan

Tanggal Lahir : 3 Th 7 bulan

Alamat : Tawang Rejeni

No. Telp. / HP : 0812789xxxx

Pekerjaan :-

Golongan Darah :-

Riwayat Alergi :  Ada  Tidak ada

 Makanan :-
 Obat :-
Riwayat Efek Samping Obat :

Nama Obat Reaksi

- -

- -

Penyakit yang Pernah Diderita :

 Diabetes ..................................................................................................................
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MALANG
PUSKESMAS TUREN
JL. PANGLIMA SUDIRMAN NO 210
Telp. 0341 824214
TUREN-MALANG
Apoteker : Hari Cahyono, S.Farm., Apt.

PROFIL PENGOBATAN

Nama Obat,
Tanggal No. R/ Kekuatan Obat, Aturan Pakai Catatan Apoteker / Pengelola Obat Paraf
dan Jumlah Obat
25 Maret 2019 80150 Gentalex krim 3xsehari - Monitoring efikasi: luka di kaki sembuh
(gentamicin sulfat - Monitoring ESO : eritema (kemerahan)
0.1%) - Aturan penggunaan: dioleskan pada kulita yang
terinfeksi 3xsehari
- Penyimpanan obat: disimpan pada suhu ruang ,
tempat kering dan terhindar dari sinar matahari
Cara terbaik untuk mencegah dermatitis kontak adalah
dengan menghindari bersentuhan atau kontak
langsung dengan zat penyebab alergi dan iritasi. Jika
tidak bisa menghindarinya, ada beberapa cara untuk
mengurangi risiko terkena dermatitis kontak, yaitu:
- Rajin membersihkan kulit.
- Gunakan pelembap.
- Rawatlah kulit dengan cara banyak meminum
air putih, mengonsumsi buah-buahan, olahraga
teratur, dan tidur yang cukup.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan efek sitotoksik pada kulit berupa
reaksi peradangan non imunologik melalui jalur eksogen ataupun endogen yang
berkontak langsung dengan tubuh (Wolff, 2008). Tujuan terapi pada pasien
dermatitis adalah pencegahan kontak kulit dengan bahan-bahan penyebab iritasi
dan mengatasi manifestasi klinik yang dialami pasien

Care Plan dilakukan melalui pengkajian kebutuhan terapi dan identifikasi


DRP, implementasi dan monitoring serta review care plan. Tujuan dari care plan
adalah terlaksananya program keselamatan pasien, terlaksananya pencatatan
kejadian yang tidak diinginkan, meningkatkan pemahaman pasien tentang penyakit
dan terapi obat yang diterima sehingga dapat menghilangkan atau meringanka
gejala penyakit pasien, mempercepat proses penyembuhan, mengontrol penyakit
yang diderita, serta meningkatkan kualitas hidup pasien.

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan terkait kegiatan care plan di Apotek Puskesmas
Turen adalah aktivitas pencatatan pada form PMR (Patient Medication Record)
sebagai saran untuk melakukan monitoring dan review kegiatan care plan.
DAFTAR PUSTAKA

Armando A, Taylor JS, Sood A.2008. Irritant Contact Dermatitis. Edisi ke-7.
McGraw Hill, USA.

Beltrani. 2006. Contact dermatitis A Pratice Parameter. Annals of allergy asthma


and immunology. 97(6):1–38.
Djuanda, S., dan Sri A.S. 2003. Dermatitis. Dalam : Djuanda,A. et al., ed 3 Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Graham R, Brown. 2005. Lecture notes dermatology. 18th Ed. EMS. Jakarta.
Hogan DJ. 2014. Contact dermatitis allergic emedicine dermatology. Tersedia dari:
http://www.medscape.com.
Hogan, D.J. et al. 2015. Allergic Contact Dermatitis. Diakses dari www. emedicine.
medscape.com.
Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI.Treatment of irritant contact
dermatitis.Dalam: Chew AL and Howard IM. 2006. Irritant dermatitis.
Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Jerman.

National Institute of Occupational Safety Hazards (NIOSH), 2006. Occupational


and Environmental Exposure of Skin to Chemic.
Perdoski. 2009. Kategori Galeri Kesehatan: Dermatitis kontak. Tersedia dari:
http://www.perdoski.org.

Streit M. 2004. Contact dermatitis. Clinics and Pathology. USA.


Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam:Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2009.
Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5.Balai Penerbit FK UI , Jakarta:.
hlm.129-153.

Sumantri MA, Febriani HT, Musa ST. 2010.Dermatitis Kontak. Pharma–C.


Yogyakarta.
Verayati D. 2011. Hubungan pemakaian alat pelindung diri (APD) dan personal
higiene terhadap kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pemulung
ditempat pembuangan akhir (TPA) Bakung Bandar Lampung [skripsi].
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL. 2008.
Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. Edisi ke-7. McGrawHill,
New York.

Anda mungkin juga menyukai