PRAKTEK MAGANG
NAMA :
KELAS/KELOMPOK :
ALAMAT :
SAMBUTAN
Kepala sekolah SMK Kesehatan Riksa Indrya
Ibu Santi Vitria Yustikarini, SH.,MARS
Assalammualaikum.Wr.Wb
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kita selalu
dalam lindungannya juga selalu diberikan kesehatan. “Amiiin”.
Sesuai dengan visi dan misi SMK Kesehatan Riksa Indrya bahwa kita ingin menjadi
SMK yang unggul dibidang kesehatan dan memiliki keterampilan dasar. Maka dengan
diadakannya magang ini siswa/siswi diharapkan mempunyai keterampilan dasar dan
kompetensi, dimana kompetensi ini nantinya dapat digunakan sebagai bekal dalam
menghadapi dunia kerja seorang Asisten Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian yang dituntut
untuk lebih dapat memperhatikan keterampilannya.
Mudah-mudahan praktek magang ini memberikan pembelajaran juga pengalaman
klinik yang berharga serta dijadikan motivasi untuk selalu belajar tiada henti.
Kepala Sekolah,
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, perubahan
orientasi pelayanan kesehatan yang menitik beratkan pada kemampuan seorang petugas
kesehatan dalam memberikan pelayanan yang komprehensif harus dapat diimbangi dengan
oleh sumber daya manusia kesehatan yang berkualitas. SMK Kesehatan Riksa Indrya selaku
penyelenggara pendidikan kesehatan menengah, hadir menjawab tantangan dengan mendidik
dan melatih para calon tenaga kesehatan dasar yang disiapkan untuk dapat bersaing dan
berkompetensi dalam dunia kerja baik local maupun internasional. Permasalahan pekerjaan
kefarmasian sekarang ini semakin kompleks dikarenakan pengguna jasa pelaksana pekerjaan
kefarmasian semakin cerdas dan kritis, hal ini menyebabkan tuntutan profesionalisme
didalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian harus dimiliki oleh seorang Asisten
Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian, dalam menjalankan profesionalisme seorang Asisten
Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian dituntut untuk bekerja harus mematuhi standar profesi
yang berlaku, dan kode etik profesi. Apabila hal ini tidak dipatuhi maka akan terjadi apa
yang disebut malpraktek atau bekerja secara buruk yang dilakukan oleh tenaga Asisten
Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian yang sudah barang tentu hal ini akan menimbulkan
kerugian dimasyarakat juga dapat merugikan tenaga Asisten Apoteker /Tenaga Teknis
Kefarmasian itu sendiri. Untuk mengantisipasi terpenuhinya Asisten Apoteker/Tenaga Teknis
Kefarmasian bekerja secara professional dan mengantisipasi permasalahan malpraktek yang
akan terjadi.
Untuk mengatasi hal tersebut sangat dibutuhkan tenaga Asisten Apoteker/Tenaga
Teknis Kefarmasian yang profesional yaitu yang mempunyai kompetensi lulusan setara
dengan standar profesional farmasi di tingkat Internasional. Disamping itu dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan farmasi di masyarakat baik secara individu maupun kelompok
bersama – sama Apoteker diperlukan seorang Asisten Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian
yang kompeten.
Asisten Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian yang ada di Indonesia saat ini berlatar
belakang dari lulusan pendidikan Sekolah Asisten Apoteker / Sekolah Menengah Farmasi.
Perbedaan jenjang pendidikan tersebut akan menghasilkan Asisten Apoteker dengan
keterampilan dan kompetensi yang berbeda pula, oleh karena itu standar profesi Asisten
Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian yang disusun ini dapat digunakan sebagai pedoman
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian tenaga profesi Asisten Apoteker /Tenaga Teknis
Kefarmasian.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Praktek ini menjadi acuan bagi para Asisten Apoteker /Tenaga Teknis Kefarmasian
dalam meningkatkan kemampuan pelayanan kesehatan, khususnya dalam bidang
kefarmasian.
2. Tujuan Khusus
Siswa/i diharapkan mampu:
1. Menyelesaikan pelayanan resep; penerimaan, skrining administrasi, penyiapan
dan peracikan sediaan farmasi dan pemberian informasi; pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai; pekerjaan teknis farmasi klinik
sesuai dengan etik dan aspek legal yang berlaku.
2. Membantu melakukan pengumpulan data dan menyusun laporan kasus dan atau
laporan kerja sesuai dengan ruang lingkup penelitian kefarmasian.
3. Menyampaikan informasi terkait pelayanan kefarmasian melalui komunikasi yang
efektif baik interpersonal maupun professional kepada pasien, sejawat, apoteker,
praktisi kesehatan lain dan masyarakat sesuai dengan kewenangan yang menjadi
tanggung jawabnya.
4. Mampu memberikan penyuluhan kesehatan khususnya bidang kefarmasian
C. Batasan dan Ruang Lingkup
Ruang lingkup pekerjaan kefarmasian meliputi ruang lingkup tanggung jawab dan hak
sebagai Asisten Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian. Seluruh ruang lingkup
pekerjaan kefarmasian harus dilaksanakan dalam kerangka sistem upaya kesehatan
pada pengelolaan obat yang berorientasi kepada masyarakat sesuai kewenangan dan
peraturan yang berlaku.
1. Lingkup Tanggung Jawab Asisten Apoteker meliputi :
Ikut bertanggung jawab dalam ketersediaan dan keterjangkauan sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan yang diperlukan masyarakat sesuai kewenangan dan
peraturan yang berlaku.
Ikut bertanggung jawab atas mutu, keamanan dan efektifitas sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan yang diberikan.
Ikut bertanggung jawab dalam memberikan informasi kepada masyarakat sesuai
dengan kewenangan dan peraturan yang berlaku tentang penggunaan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan yang diterimanya demi tercapainya kepatuhan
penggunaan.
Memiliki tanggung jawab bersama dengan tenaga kesehatan lain dan pasien dalam
menghasilkan keluaran terapi yang optimal.
D. RENCANA KEGIATAN
a. Bentuk kegiatan
Keseluruhan murid yang akan magang berjumlah 31 siswa, yang dibimbing oleh
satu orang pembimbing lapangan dan pendidikan, tindakan dilakukan oleh
pembimbing dan siswa melakukan observasi terhadap tindakan tersebut.
I. Tempat pelaksanaan
Puskesmas Lengkong Wetan
Puskesmas Ciputat Timur
Puskesmas Serpong 2
Puskesmas Paku Alam
Puskesmas Pondok Jagung
Puskesmas Pondok Ranji
Puskesmas Bambu Apus
Puskesmas Benda Baru
Puskesmas Jombang
Puskesmas Rawa Buntu
Puskesmas Setu
Puskesmas Keranggan
Puskesmas Bakti Jaya
Puskesmas Serpong 1
Puskesmas Pamulang
b. Pembimbing / Instruktur
i. Pembimbing Lapangan
1. Mengatur kelancaran praktek siswa
2. Mendemostrasikan tindakan pelayanan kefarmasian secara langsung kepada
peserta magang
3. Mencek laporan kegiatan harian siswa
4. Memberikan bimbingan langsung dalam penerapan pelayanan kefarmasian
ii. Pendidikan
1. Mengadakan pengamatan langsung pada pelaksanaa/penerapan proses
pelayanan kefarmasian
2. Memeriksa laporan hasil kegiatan harian
3. Memberikan bimbingan langsung dalam penerapan proses pelayanan
kefarmasian
4. Melaksanakan supervisi dan diskusi kelompok
Bagi siswa/siswi yang 3 kali melanggar peraturan dikenakan saksi tidak boleh
mengikuti praktek magang dan tidak naik kelas.
Pelayanan Farmasi di Apotek
DETAIL PELAYANAN DI APOTEK
Pasal 4 tertulis:
1. Untuk penderita yang memerlukan pengobatan segera, dokter dapat memberi tanda
“segera”, “cito”, “statim” atau “urgent” pada bagian atas kanan resep
2. Apoteker harus mendahulukan pelayanan resep dimaksud ayat 1 pasal ini.
Pasal 5 menyebutkan bahwa; apoteker tidak dibenarkan mengulangi penyerahan obat atas
dasar resep yang sama apabila:
1. Pada resep aslinya diberi tanda “n.i”, “ne iteratur” atau “tidak boleh diulang”
2. Resep aslinya mengandung narkotika atau obat lain yang oleh menteri c.q direktur
jenderal ditetapkan sebagai obat yang tidak boleh diulang tanpa resep baru.
1.2.2. Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
1.2.6. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan
dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien
atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah
sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu
seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker
harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
Pasal 15
1. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian
profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
2. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis didalam resep
dengan obat paten.
3. Dalam hal pasien tidak mampu menbus obat yang tertulis dalam resep, Apoteker
wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
4. Apoteker wajib memberikan informasi:
1. Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien.
2. Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.
Pasal 16
1. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan
resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep.
2. Apabila dalam hal dimaksud ayat (1) karena pertimbangan tertentu dokter penulis
resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan yang lazim diatas resep.
B. Salinan Resep
Salinan resep diatur dalam kepmenkes No. 280 tahun 1981 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pengelolaan Apotek, disebutkan bahwa salinan resep adalah salinan yang dibuat
oleh apotek, yang selain memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli, harus
memuat pula:
1. Nama dan alamat Apotek
2. Nama dan nomor Surat Izin Pengelola Apotek
3. Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek
4. Tanda ‘det’ atau ‘detur’ untuk obat yang sudah diserahkan; tanda ‘nedet’ atau ‘ne
detur’ untuk obat yang belum diserahkan
5. Nomor resep dan tanggal pembuatan
3. PELAYANAN OBAT BEBAS (OB) DAN OBAT BEBAS TERBATAS (OBT)
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian Dan
Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2006,
menerbitkan “Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas” diamana
penyusunan pedoman tersebut ditujukan Sebagai pedoman bagi masyarakat yang ingin
melakukan swamedikasi dan sebagai bahan bacaan Apoteker untuk membantu masyarakat
dalam melakukan swamedikasi.
Dalam pedoman tersebut, Obat Bebas (OB) di defenisikan sebagai obat yang
dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan
dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.sedangkan
Obat bebas Terbatas (OBT) didefenisikan sebagai; obat yang sebenarnya termasuk obat
keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan
tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah
lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Untuk Obat Bebas (OB) dan Obat Bebas Terbatas (OB), karana dapat
diserahkan tanpa resep dokter seperti halnya OWA, makan OB dan OTB juga harus
megikuti aturan Permenkes No. 919 tahun 1993 tentang kriteria obat yang dapat
diserahkan tanpa resep yakni sebagai berikut:
1. Tidak dikontaraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawa usia 2
tahun dan orang tua diatas 65 tahun
2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan
4. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
5. Obat dimaksud memiliki resiko khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk pengobatan sendiri.
Pada BAB XVIII dalam Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas
dijelaskan tentang PERAN APOTEKER DALAM PENGGUNAAN OBAT BEBAS DAN
BEBAS TERBATAS sebagai berikut:
Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam pengobatan sendiri
(swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu penggunaan
obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang bertanggung jawab membutuhkan produk
obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan
obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien.
Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, Apoteker
mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk
kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi, agar dapat melakukannya secara
bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat
diperoleh tanpa resep dokter, namun penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap
dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan
secara tidak semestinya.
Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, Apoteker memiliki dua peran
yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat
dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau melakukan konseling
kepada pasien (dan keluarganya) agar obat digunakan secara aman, tepat dan rasional.
Konseling dilakukan terutama dalam mempertimbangkan :
1. Ketepatan penentuan indikasi/penyakit
2. Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis), serta
3. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.
Satu hal yang sangat penting dalam konseling swamedikasi adalah meyakinkan agar
produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk yang sedang
digunakan atau dikonsumsi pasien. Di samping itu Apoteker juga diharapkan dapat
memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memonitor penyakitnya, serta kapan harus
menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultasi kepada dokter.
Informasi tentang obat dan penggunaannya perlu diberikan pada pasien saat konseling
untuk swamedikasi pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi farmakoterapi yang
disesuaikan dengan kebutuhan serta pertanyaan pasien. Informasi yang perlu disampaikan
oleh Apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara
lain:
1. Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang
bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang
dialami pasien.
2. Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari obat
yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.
3. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu diberi informasi
tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk
menghindari atau mengatasinya.
4. Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk
menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui
anus, atau cara lain.
5. Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat menyarankan dosis
sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang
tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya.
6. Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada
pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
7. Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien,
agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya
belum hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter.
8. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan
makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
9. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat
10. Cara penyimpanan obat yang baik
11. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa
12. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak
Di samping itu, Apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang obat
generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta keuntungan yang dapat
diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini penting dalam pemilihan obat yang
selayaknya harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien.
Disamping konseling dalam farmakoterapi, Apoteker juga memiliki tanggung jawab
lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh
IPF (International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry)
tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan
sebagai berikut:
1. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan
informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk
yang tersedia untuk swamedikasi.
2. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada
pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan
swamedikasi tidak mencukupi.
3. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan kepada
lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan kepada produsen
obat yang bersangkutan, mengenai efek tak dikehendaki (adverse reaction) yang
terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi.
4. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota masyarakat
agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus dipergunakan dan
disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas.
Selain melayani konsumen secara bertatap muka di apotek, Apoteker juga dapat
melayani konsumen jarak jauh yang ingin mendapatkan informasi atau berkonsultasi
mengenai pengobatan sendiri. Suatu cara yang paling praktis dan mengikuti kemajuan zaman
adalah dengan membuka layanan informasi obat melalui internet atau melalui telepon. Slogan
“Kenali Obat Anda”. “Tanyakan Kepada Apoteker”, “Dapatkan Gunakan Simpan Buang
(DAGUSIBU)” kini semakin memasyarakat. Para Apoteker sudah semestinya memberikan
respons yang baik dan memuaskan dengan memberikan pelayanan kefarmasian yang
profesional dan berkualitas.
4. PELAYANAN PSIKOTROPIKA
Menurut pasal 14 UU No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika:
Ayat 4: Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan balai pengbatan
dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
Ayat 3: Rumah sakit, apotek, puskesmas dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan
narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
Ayat 4: Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan dalam hal;
1. Menjalankan praktek dokter dan diberikan melalui suntikan
2. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat
3. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
Ayat 5: Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan dokter
hanya dapat diperoleh dari apotek.
Pemusnahan narkotika diatur dalam pasal 60 dan 61 UU no 22 tahun 1997.
Pasal 60: Pemusnahan dilakukan dalam hal:
1. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak
dapat digunakan dalam proses produksi;
2. Kadaluarsa
3. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk
pengembangan ilmu pngetahuan; atau
4. Berkaitan dengn tindak pidana.”
Pasal 61:
1) Pemusnahan narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 huruf a, b, dan c
dilaksanakan oleh pemerintah, orang, atau badan yang bertanggungjawab atas produksi
dan atau peredaran narkotika, sarana kesehatan tertentu, serta lembaga ilmu pengetahuan
tertentu dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk menteri kesehatan.
2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan pembuatan berita
acara yang sekurang-kurangnya memuat :
Nama, jenis, sifat, dan jumlah;
Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun, dilakukan pemusnahan; dan
Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
pemusnahan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemusnahan narkotika
Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Dalam ketentuan peralihan undang-undang peralihan tersebut disebutkan bahwa
“semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan UU
No. 9 Tahun 1976 tentang narkotik masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan atau belum diganti”, dengan peraturan baru berdasarkan undang-undang ini. Oleh
karena itu ketentuan dibawah ini masih berlaku.
Resep dari luar propensi harus mendapatkan persetujuan dari dokter setempat
Salinan resep untuk obat yang baru diambil sebagaian tidak boleh dilayani oleh
apotek lain
Resep yang berisi narotika tidak boleh iterasi
Penyimpanan narkotika pada lemari yang mempunyai ukuran 40 x 80 x 100 cm, dapat
berupa almari yang diketatkan di dinding atau menjadi suatu kesatuan dengan almari
yang besar
Almari tersebut mempunyai 2 kunci yang satu untuk menyimpan narkotika sehari-hari
dan yang lainnya untuk narkotika persediaan dan morfin, pethidin dan garam-
garamnya
Laporan narkotika disampaikan setiap bulan
Pemesanan narkotika menggunakan surat pesanan model N-9 rangkap 5 setiap satu
lembar pesanan berisikan 1 macam narkotika
Pencatatan narkotika menggunakan buku register narkotika
Ketentuan tentang resep dan salinan resep narkotika juga diatur dalam Surat Edaran
Dirjen POM 336/E/SE/1997 tanggal 4 Mei 1997 yang menyebutkan bahwa:
1. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep
tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali
2. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali,
apotek boleh membuat salinan resep, tetapi salinan resep tersebut hanya boleh
dilayani di apotek yang mentimpan resep aslinya.
3. Salinan resep atau resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama
sekali. Untuk mencegah pertengkaran di apotik harap diumumkan kepada dokter agar
tidak menambah tulisan iter pada resep-resep yang menangandung narkotika.
2 Selasa 01-Apr-22
3 Rabu 02-Apr-22
4 Kamis 03-Apr-22
5 Jum'at 04-Apr-22
6 Sabtu 05-Apr-22
7 Senin 07-Apr-22
8 Selasa 08-Apr-22
9 Rabu 09-Apr-22
10 Kamis 10-Apr-22
11 Jumat 11-Apr-22
12 Sabtu 12-Apr-22
13 Senin 14-Apr-22
14 Selasa 15-Apr-22
15 Rabu 16-Apr-22
16 Kamis 17-Apr-22
17 Jumat 18-Apr-22
18 Sabtu 19-Apr-22
19 Senin 21-Apr-22
20 Selasa 22-Apr-22
21 Rabu 23-Apr-22
22 Kamis 24-Apr-22
23 Jumat 25-Apr-22
24 Sabtu 26-Apr-22
KEGIATAN HARIAN SISWA
SMK Kesehatan Riksa Indrya
3 Kuku dan
rambut
4 Kelengkapan
Lain
SMK KESEHATAN RIKSA INDRYA
FORMAT PENILAIAN KEDISIPLINAN DAN PENAMPILAN KLINIK
Nama :
NISN :
8 Memiliki Inisiatif
TOTAL
Nilai Akhir
TTD PIC
Catatan:
Lembar penilaian bila telah dinilai dan ditandatangani oleh pembimbing materi, wajib
difotocopy sebanyak 2 lembar dan diberikan kepada wali kelas dan Koordinator Program
Keahlian Keperawatan, masing-masing sebanyak 1 lembar
(......................................................)