PRAKTEK
MAGANG
4x6
NAMA :
KELAS/KELOMPOK :
ALAMAT :
SAMBUTAN
Assalammualaikum.Wr.Wb
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kita selalu dalam
lindungannya juga selalu diberikan kesehatan. “Amiiin”.
Sesuai dengan visi dan misi SMK Kesehatan Riksa Indrya bahwa kita ingin menjadi SMK yang
unggul dibidang kesehatan dan memiliki keterampilan dasar. Maka dengan diadakannya
magang ini siswa/siswi diharapkan mempunyai keterampilan dasar dan kompetensi, dimana
kompetensi ini nantinya dapat digunakan sebagai bekal dalam menghadapi dunia kerja seorang
Asisten Apoteker yang dituntut untuk lebih dapat memperhatikan keterampilannya.
Mudah-mudahan praktek magang ini memberikan pembelajaran juga pengalaman klinik yang
berharga serta dijadikan motivasi untuk selalu belajar tiada henti.
Kepala Sekolah,
A. LATAR BELAKANG
Untuk mengatasi hal tersebut sangat dibutuhkan tenaga Asisten Apoteker/Tenaga Teknis
Kefarmasian yang profesional yaitu yang mempunyai kompetensi lulusan setara dengan standar
profesional farmasi di tingkat Internasional. Disamping itu dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan farmasi di masyarakat baik secara individu maupun kelompok bersama – sama
Apoteker diperlukan seorang Asisten Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian yang kompeten.
Asisten Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian yang ada di Indonesia saat ini berlatar belakang
dari lulusan pendidikan Sekolah Asisten Apoteker / Sekolah Menengah Farmasi.
Perbedaan jenjang pendidikan tersebut akan menghasilkan Asisten Apoteker dengan
keterampilan dan kompetensi yang berbeda pula, oleh karena itu standar profesi Asisten
Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian yang disusun ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian tenaga profesi Asisten Apoteker /Tenaga Teknis
Kefarmasian.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Praktek ini menjadi acuan bagi para Asisten Apoteker /Tenaga Teknis Kefarmasian
dalam berperan serta secara aktif , terarah dan terpadu bagi Pembangunan Nasional
Indonesia.
2. Tujuan Khusus
Praktek ini disusun secara khusus untuk memberikan pedoman bagi para Asisten
Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian dalam melaksanakan tugas sebagai tenaga
kesehatan di bidang kefarmasian.
C. Batasan dan Ruang Lingkup
Ruang lingkup pekerjaan kefarmasian meliputi ruang lingkup tanggung jawab dan hak
sebagai Asisten Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian. Seluruh ruang lingkup pekerjaan
kefarmasian harus dilaksanakan dalam kerangka sistem upaya kesehatan pada
pengelolaan obat yang berorientasi kepada masyarakat sesuai kewenangan dan peraturan
yang berlaku.
1. Lingkup Tanggung Jawab Asisten Apoteker meliputi :
Ikut bertanggung jawab dalam ketersediaan dan keterjangkauan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan yang diperlukan masyarakat sesuai kewenangan dan peraturan
yang berlaku.
Ikut bertanggung jawab atas mutu, keamanan dan efektifitas sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan yang diberikan.
Ikut bertanggung jawab dalam memberikan informasi kepada masyarakat sesuai
dengan kewenangan dan peraturan yang berlaku tentang penggunaan sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan yang diterimanya demi tercapainya kepatuhan penggunaan.
Memiliki tanggung jawab bersama dengan tenaga kesehatan lain dan pasien dalam
menghasilkan keluaran terapi yang optimal.
2. Lingkup Hak dari pekerjaan kefarmasian meliputi :
Hak untuk mendapatkan posisi kemitraan dengan profesi tenaga kesehatan lain.
Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum pada saat melaksanakan praktek sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
Hak untuk mendapatkan jasa profesi sesuai dengan kewajiban jasa profesional
kesehatan.
Hak untuk bicara dalam rangka menegakkan keamanan masyarakat dalam aspek
sediaan kefarmasian dan perbekalan kesehatan.
Hak untuk mendapatkan kesempatan menambah / meningkatkan ilmu pengetahuan
baik melalui pendidikan berkelanjutan (S1), spesialisasi, pelatihan maupun seminar.
Hak untuk memperoleh pengurangan beban studi bagi yang melanjutkan pendidikan
ke jenjang S1 Farmasi
D. RENCANA KEGIATAN
a. Bentuk kegiatan
Keseluruhan murid yang akan magang berjumlah 34 siswa, yang dibimbing oleh satu
orang pembimbing lapangan dan pendidikan, tindakan dilakukan oleh pembimbing dan
siswa melakukan observasi terhadap tindakan tersebut.
b. Nama siswa/ I SMK kesehatan Riksa Indrya
Terlampir
I. Tempat pelaksanaan
1. Apotik Kimia farma
2. Kompetensi tindakan
Menyiapkan dan meracik sediaan farmasi
Menulis Etiket
Menempelkan etiket dan label
Melakukan pengecekan etiket dan label
Kemampuan menulis copy resep
pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
(Kep.Menkes, No. 1027 tahun 2004)
Pasal 15 ayat 1 Permenkes No. 922 tahun 1993 “Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi
dan dokter hewan”.
Permenkes No. 26 tahun 1981 pasal 10 menyebutkan “resep harus ditulis dengan jelas dan
lengkap” selain itu dalam Kepmenkes No. 280 tahun 1981;
1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan
2. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
4. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
5. Jenis hewan dan nama serta alamt pemiliknya untuk resep dokter hewan
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya
melebihi dosis maksimal
Pasal 4 tertulis :
1. Untuk penderita yang memerlukan pengobatan segera, dokter dapat memberi tanda
“segera”, “cito”, “statim” atau “urgent” pada bagian atas kanan resep
2. Apoteker harus mendahulukan pelayanan resep dimaksud ayat 1 pasal ini.
Pasal 5 menyebutkan bahwa; apoteker tidak dibenarkan mengulangi penyerahan obat atas dasar
resep yang sama apabila :
1. Pada resep aslinya diberi tanda “n.i”, “ne iteratur” atau “tidak boleh diulang”
2. Resep aslinya mengandung narkotika atau obat lain yang oleh menteri c.q direktur
jenderal ditetapkan sebagai obat yang tidak boleh diulang tanpa resep baru.
– Informasi lainnya.
1.1.2. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan
cara pemberian.
1.1.3. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi,
jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada
dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
1.2.1. Peracikan.
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket
pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan
memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
1.2.2. Etiket.
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian
antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi
obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak
bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari selama terapi.
1.2.6. Konseling.
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan
kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan
terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC,
asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan
obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes , TBC, asthma, dan penyakit
kronis lainnya.
Penyimpanan obat juga diatur dalam Kepmenkes No. 1332 tahun 2002 pasal 12 ayat 1 yang
menyebutkan bahwa apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan
farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.
Pasal 14
1. Apotik wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
2. Pelayanan resep dimaksud dalam ayat (1) sepenuhnya atas tanggung jawab Apoteker
Pengelola Apotik.
Pasal 15
1. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya
yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
2. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis didalam resep
dengan obat paten.
3. Dalam hal pasien tidak mampu menbus obat yang tertulis dalam resep, Apoteker wajib
berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
4. Apoteker wajib memberikan informasi :
1. Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien.
2. Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.
Pasal 16
1. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan
resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep.
2. Apabila dalam hal dimaksud ayat (1) karena pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara tertulis atau membubuhkan
tanda tangan yang lazim diatas resep.
B. Salinan Resep
Salinan resep diatur dalam kepmenkes No. 280 tahun 1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pengelolaan Apotek, disebutkan bahwa salinan resep adalah salinan yang dibuat oleh apotek,
yang selain memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli, harus memuat pula:
Ayat 3 : Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau
yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang
berwenang merut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang tealh dikerjakan menurut urutan tanggal
dan nomor urutan penerimaan resep dan harus disimpan sekurang–kurangnya tiga tahun.
2. Resep yang mengandung Narkotika harus dipisahkan dengan resep lainnya.
3. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu dimaksud ayat 1 pasal ini dapat
dimusnahkan.
4. Pemusnahan resep dimaksud dalam ayat 3 pasal ini, dilakukan dengan cara dibakar atau
dengan cara lain yang memadai oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan
sekurang–kurangnya petugas apotek.
5. Pada pemusnahan resep, harus dibuat Berita cara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang
telah ditentukan dalam rangkap empat dan ditandatangani oleh mereka yang dimaksud
pada ayat 4 pasal ini.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/ MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotik,
mendefenisikan Obat Wajib Apotek (OWA) yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh
Apoteker kepada pasien di Apotik tanpa resep dokter. Yang pada diktum ke dua pada putusan,
dijelaskan bahwa Obat yang termasuk dalam OBAT WAJIB APOTIK ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.
Permenkes No. 919 tahun 1993 juga mengatur tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa
resep yakni sebagai berikut:
1. Tidak dikontaraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawa usia 2
tahun dan orang tua diatas 65 tahun
2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan
penyakit
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan
4. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
5. Obat dimaksud memiliki resiko khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk pengobatan sendiri.
Pada diktum ke empat dalam putusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/ MenKes/SK/VII/1990,
juga di tuliskan “Apoteker di Apotik dalam melayani pasien yang memerlukan obat dimaksud
diktum kedua (Obat yang termasuk dalam OBAT WAJIB APOTIK ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan) diwajibkan :
1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam Obat
Wajib Apotik yang bersangkutan.
2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping
dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
Jenis obat yang temasuk dalam daftar OWA, tertulis dalam kepmenkes tentang OWA 1, OWA 2,
dan OWA 3. Dalam OWA 2 merupakan tambahan dari daftar obat yang telah ditetapkan dalam
OWA 1, demikian juga OWA 3, merupakan tambahan dari OWA 1 dan OWA 2.
1. 3. PELAYANAN OBAT BEBAS (OB) DAN OBAT BEBAS TERBATAS (OBT)
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2006, menerbitkan “Pedoman
Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas” diamana penyusunan pedoman tersebut ditujukan
Sebagai pedoman bagi masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi dan sebagai bahan
bacaan Apoteker untuk membantu masyarakat dalam melakukan swamedikasi.
Dalam pedoman tersebut, Obat Bebas (OB) di defenisikan sebagai obat yang dijual bebas di
pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas
adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.sedangkan Obat bebas Terbatas (OBT)
didefenisikan sebagai; obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau
dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada
kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Untuk Obat Bebas (OB) dan Obat Bebas Terbatas (OB), karana dapat diserahkan tanpa resep
dokter seperti halnya OWA, makan OB dan OTB juga harus megikuti aturan Permenkes No. 919
tahun 1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep yakni sebagai berikut:
1. Tidak dikontaraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawa usia 2
tahun dan orang tua diatas 65 tahun
2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan
penyakit
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan
4. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
5. Obat dimaksud memiliki resiko khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk pengobatan sendiri.
Pada BAB XVIII dalam Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas dijelaskan
tentang PERAN APOTEKER DALAM PENGGUNAAN OBAT BEBAS DAN BEBAS
TERBATAS sebagai berikut:
Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus
mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu penggunaan obat secara aman dan
rasional. Swamedikasi yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti
keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan
indikasi penyakit dan kondisi pasien.
Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, Apoteker mempunyai peran
yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada masyarakat yang
ingin melakukan swamedikasi, agar dapat melakukannya secara bertanggung jawab. Apoteker
harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter,
namun penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek
samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya.
Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, Apoteker memiliki dua peran yang
sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan
kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau melakukan konseling kepada
pasien (dan keluarganya) agar obat digunakan secara aman, tepat dan rasional. Konseling
dilakukan terutama dalam mempertimbangkan :
Satu hal yang sangat penting dalam konseling swamedikasi adalah meyakinkan agar produk yang
digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk yang sedang digunakan atau
dikonsumsi pasien. Di samping itu Apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada
pasien bagaimana memonitor penyakitnya, serta kapan harus menghentikan pengobatannya atau
kapan harus berkonsultasi kepada dokter.
Informasi tentang obat dan penggunaannya perlu diberikan pada pasien saat konseling untuk
swamedikasi pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi farmakoterapi yang disesuaikan
dengan kebutuhan serta pertanyaan pasien. Informasi yang perlu disampaikan oleh Apoteker
pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain:
1. Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang
bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami
pasien.
2. Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari obat yang
diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.
3. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu diberi informasi
tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk
menghindari atau mengatasinya.
4. Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk
menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui
anus, atau cara lain.
5. Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai
dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di
etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
6. Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada
pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
7. Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar
pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang,
padahal sudah memerlukan pertolongan dokter.
8. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan
atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
9. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat
10. Cara penyimpanan obat yang baik
11. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa
12. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak
Di samping itu, Apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang obat generik yang
memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta keuntungan yang dapat diperoleh dengan
menggunakan obat generik. Hal ini penting dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu
memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien.
Disamping konseling dalam farmakoterapi, Apoteker juga memiliki tanggung jawab lain yang
lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF
(International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang
swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut:
1. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan informasi
yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk yang tersedia
untuk swamedikasi.
2. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada pasien
agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan
swamedikasi tidak mencukupi.
3. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan kepada
lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan kepada produsen
obat yang bersangkutan, mengenai efek tak dikehendaki (adverse reaction) yang terjadi
pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi.
4. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota masyarakat
agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus dipergunakan dan disimpan
secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas.
Selain melayani konsumen secara bertatap muka di apotek, Apoteker juga dapat melayani
konsumen jarak jauh yang ingin mendapatkan informasi atau berkonsultasi mengenai pengobatan
sendiri. Suatu cara yang paling praktis dan mengikuti kemajuan zaman adalah dengan membuka
layanan informasi obat melalui internet atau melalui telepon. Slogan “Kenali Obat Anda”.
“Tanyakan Kepada Apoteker” kini semakin memasyarakat. Para Apoteker sudah semestinya
memberikan respons yang baik dan memuaskan dengan memberikan pelayanan kefarmasian
yang profesional dan berkualitas.
Ayat 2 : Penyerahan psikotropika oleh apotek haya dapat dilakukan kepada:
1. Apotek lainnya
2. Rumah sakit
3. Puskesmas
4. Balai pengobatan
5. Dokter
6. Pengguna/pasien
Ayat 4 : Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan balai pengbatan
dilaksanakan berdasarkan resep dokter
Ayat 6 : Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh di apotek.
Pada pasal 53 ayat 2 UU no 5 tahun 1997 hanya menyebutkan tentang siapa yang memusnahkan
psikotropika. Pernah dikeluarkan surat edaran yang berisi tentang pemusnahan dimana narkotika
dan psikotropika disamakan yakni pada surat edaran kepala direktur pengawasan narkotika dan
bahan berbahaya Dir Jend POM Dep. Kes. RI nomor 010/EE/SE/81 tanggal 8 Mei 1981 tentang
pemusnahan /penyerahan narkotika atau psikotropika yang rusak / tidak terdaftar. Bila mengacu
surat edaran ini, maka teknis pelaksanaan pemusnahan psikotropika sama seperti pada narkotika.
1. Runah sakit
2. Puskesmas
3. Apotek lainnya
4. Balai pengobatan
5. Dokter
6. Pasien
Ayat 3 : Rumah sakit, apotek, puskesmas dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan
narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter
Ayat 4 : Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan dalam hal;
Ayat 5 : Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan dokter hanya
dapat diperoleh dari apotek.
1. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat
digunakan dalam proses produksi;
2. Kadaluarsa
3. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk
pengembangan ilmu pngetahuan; atau
4. Berkaitan dengn tindak pidana.”
Pasal 61 :
(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan pembuatan berita
acara yang sekurang-kurangnya memuat :
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemusnahan narkotika
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
1. Resep dari luar propensi harus mendapatkan persetujuan dari dokter setempat
2. Salinan resep untuk obat yang baru diambil sebagaian tidak boleh dilayani oleh apotek
lain
3. Resep yang berisi narotika tidak boleh iterasi
4. Penyimpanan narkotika pada lemari yang mempunyai ukuran 40 x 80 x 100 cm, dapat
berupa almari yang diketatkan di dinding atau menjadi suatu kesatuan dengan almari
yang besar
5. Almari tersebut mempunyai 2 kunci yang satu untuk menyimpan narkotika sehari-hari
dan yang lainnya untuk narkotika persediaan dan morfin, pethidin dan garam-garamnya
6. Laporan narkotika disampaikan setiap bulan
7. Pemesanan narkotika menggunakan surat pesanan model N-9 rangkap 5 setiap satu
lembar pesanan berisikan 1 macam narkotika
8. Pencatatan narkotika menggunakan buku register narkotika
Ketentuan tentang resep dan salinan resep narkotika juga diatur dalam Surat Edaran Dirjen POM
336/E/SE/1997 tanggal 4 Mei 1997 yang menyebutkan bahwa:
1. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep
tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali
2. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali,
apotek boleh membuat salinan resep, tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di
apotek yang mentimpan resep aslinya.
3. Salinan resep atau resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali.
Untuk mencegah pertengkaran di apotik harap diumumkan kepada dokter agar tidak
menambah tulisan iter pada resep-resep yang menangandung narkotika.
Tempat penyimpanan narkotika juga diatur dalam pasal 5 permenkes no 28 tahun 1978 tentang
penyimpanan narkotika yakni:
1. Apotik dan rumah sakit harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika
2. Tempat khusus pada ayat 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Harus dibuar seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat
2. Harus mempunyai kunci yang kuat
3. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfina, petidina dan garam-garamnya, serta
persediaan narkotika, bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika
lainnya yang dipakai sehari-hari.
4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 X 80 X
100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai.
DAFTAR KELOMPOK MAGANG
TAHUN 2018
KEGIATAN PEMBIMBING
LAPANGAN ( Praktek )
3 Kuku dan
rambut
4 Kelengkapan
lain
3 Kuku dan
rambut
4 Kelengkapan
lain
NO KOMPETENSI PENCAPAIAN
(ditanda tangani Pembimbing Lapangan dan Stempel )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 TTV (Tanda-Tanda
Vital)
Catat nama, umur,
dan hasilnya
2 Membantu
melaporkan dan
mencatat hasil
observasi
3 Membantu perbedden
dan bed making
4 Membantu
Memandikan
7 Membantu melakukan
pijatan (Back Rubs)
8 Menyiapkan kompres
hangat dan dingin
9 Membantu perawatan
kuku dan rambut
10 Membantu Range of
Motion
11 Membantu merubah
dan mengatur posisi
12 Memindahkan klien
dari kursi roda atau
Brankar
13 Membantu klien
berjalan
14 Membantu
mempersiapkan
makanan dan minum
16 Membantu
kenyamanan
lingkungan dan
keamanan klien
SMK KESEHATAN RIKSA INDRYA
FORMAT PENILAIAN KEDISIPLINAN DAN PENAMPILAN KLINIK
Nama :
NISN :
3 Kepedulian terhadap
lingkungan (keadaan ruangan
dan klien)
6 Keterampilan dalam
melakukan tindakan
keperawatan
8 Memiliki Inisiatif
9 Mendokumentasikan
kegiatan harian
TOTAL
Nilai Akhir
TTD CIA
Total Nilai akhir : (total nilai akhir/2)
Catatan :
Lembar penilaian bila telah dinilai dan ditandatangani oleh pembimbing materi, wajib difotocopy
sebanyak 2 lembar dan diberikan kepada wali kelas dan Koordinator Program Keahlian Keperawatan,
masing-masing sebanyak 1 lembar