Anda di halaman 1dari 8

BAB 1 PENDAHULUAN

I Latar Belakang Malaria adalah penyebab penting kesakitan dan kematian anak-anak dan orang dewasa di kawasan tropis. Di Indonesia, kasus malaria klinis banyak dilaporkan di kawasan Indonesia Timur. Angka kematian akibat malaria di dunia diperkirakan meningkat seiring dengan meningkatnya resistensi terhadap obat-obat antimalaria. Infeksi Plasmodium falciparum (PF) dapat menyebabkan malaria berat dengan mortalitas sebesar 10-50%, tergantung kemampuan 1-3 diagnosis dan keadekuatan pengobatan. Kegagalan pengobatan dapat terjadi karena terlambat mendapat pengobatan, ketidaktepatan regimen dan dosis obat, serta resistensi Plasmodium terhadap obat antimalaria. Obat antimalaria yang ideal adalah obat yang efektif terhadap semua jenis dan stadium parasit, menyembuhkan infeksi akut maupun laten, cara pemakaiannya mudah, harganya terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan mudah diperoleh, efek sampingnya ringan, serta toksisitasnya rendah. Saat ini, WHO maupun Depkes RI telah mengeluarkan Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Dalam pedoman tersebut, dimasukkan penggunaan obat obat baru golongan artemisinin untuk penanganan malaria, dengan atau tanpa komplikasi. Artemeter merupakan salah satu obat golongan artemisin yang digunakan untuk penanganan malaria berat atau dengan komplikasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Interaksi Obat 1.Klorokuin - Halofantrin dan obat lain yang memperpanjang interval QT, secara teoritis dapat meningkatkan risiko aritmia. - Meflokuin, dapat meningkatkan risiko konvulsi, - Antasida, absorpsi klorokuin menurun - Simetidin, menurunkan metabolisme dan bersihan klorokuin - Metronidazol, meningkatkan risiko reaksi dystonik akut - Ampisilin dan prazikuantel, mengurangi ketersediaan hayati kedua obat tersebut - Thyroksin, menurunkan efek terapeutik thyroksin - Antagonistik terhadap efek antiepileptik karbamazepin dan natrium valproat - Siklosporin, meningkatkan konsentrasi plasma siklosporin.

2. Pyrimethamin Pemberian pyrimethamin dengan antagonist folat seperti kotrimoksazol, trimethoprim, methotrexat atau fenitoin dapat memperparah depresi sumsum tulang. Pemberian bersama benzodiazepin berisiko hepatotoksik. 3. Proguanil Interaksi dapat terjadi jika proguanil diberikan bersama warfarin. Absorpsi proguanil menurun jika diberikan bersama magnesium trisilikat. 4. Dapson Penggunaan bersama probenesid, trimethoprim dan amprenovir meningkatkan risiko toksisitas dapson. Kadar dapson dalam darah berkurang dengan rifampisin. 5. Meflokuin Pemberian meflokuin bersama

- Beta bloker, pemblok saluran kalsium, amiodaron, pimozida, digoksin atau antidepresan, dapat berisiko aritmia. - Kuinin atau klorokuin, meningkatkan risiko konvulsi - Ampisilin, tetrasiklin, dan metoklopramida, meningkatkan konsentrasi meflokuin Meflokuin tidak boleh diberikan bersama halofantrin karena dapat memperpanjang interval QT. Hati-hati pemberian meflokuin bersama alkohol. 6. Lumefantrin (Benflumetol) Menurut produsen, kombinasi artemeter-lumefantrin tidak boleh diminum dengan jus grapefruit. Kombinasi ini juga tidak boleh digunakan bersama dengan antiaritmia seperti amiodaron, disopyramida, flekainida, prokainamida, dan kuinidin; antibakteri seperti makrolida dan kuinolon; semua antidepresan; antifungi seperti imidazol dan triazol; terfenadin, antimalaria lainnya; semua obat antipsikotik, dan beta bloker seperti metoprolol dan sotalol. Walaupun bahaya penggunaan bersama obat-obat ini belum ada data. 7. Atovakuon Pemberian bersama metoklopropamid, tetrasiklin dan mungkin dengan asiklovir, obatobat antidiare, benzodiazepin, cefalosporin, laksatif, opioid dan parasetamol dapat mengurangi konsentrasi plasma atovakuon. Atovakuon mengurangi metabolisme zidovudin dan kotrimoksazol. Secara teoritis, atovakuon dapat menggantikan obat lain dari ikatannya dengan protein plasma.

Studi Kasus Nama : Tuan A Umur : 28 tahun Pekerjaan : Bagian Penanaman PT. garingging Alamat : PT.Garingging, Simangambat, Kab. Padang Lawas Utara. Datang berobat tanggal 19 Desember 2010, pukul 14.05 Keluhan utama : demam tinggi disertai menggigil dan muntah-muntah. RPS: lebih kurang sejak 2 minggu yang lalu os demam, kadang menggigil dan berkeringat, sakit kepala. Nafsu makan menurun, sejak 4 hari yang lalu os tidak dapat makan dan minum lagi.Perut terasa sakit. Apapun yang dimakan dan yang diminum keluar lagi/dimuntahkan. BAB 1 kali sehari konsistensi lembek, warna dbn. BAK dbn, warna seperti teh.Os sudah berobat ke bidan, diberikan obat (os lupa nama obatnya) tetapi tidak ada perubahan.

RPD: os tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Pemeriksaan umum : Os sadar,Keadaan Umum lemah. TD:100/60 mmHg, respirasi 32 kali/menit. Nadi:98 kali/menit, lemah,teratur. Suhu:38,5 derajat celsius. Fisik Diagnostik : - Konjungtiva pucat - Splenomegali 2 jari di bawah arcus costa - Lever tdk ada pembesaran - Kaku kuduk (-) - Peristaltik usus dbn Pemeriksaan Laboratorium : - Hb: 10,2 - RDT Malaria : positif 2 (Malaria mix) Diagnosa Kerja : Malaria dengan komplikasi. Diagnosa Banding : 1. Demam tifoid 2. Demam dengue 3. ISPA Pengobatan : 1. Infus RL 40 tetes/menit ( selang seling dgn dekstrose 5%) 2. Ranitidin intravena/12 jam 3. Artesunat intravena 2,4 mg/kgBB . Diulangi 12 jam kemudian. Selanjutnya Artesunat dgn dosis yang sama diberikan per 24 jam, sampai penderita mampu makan/minum. Selanjutnya kalau sudah makan-minum diberikan regimen artesunat+amodiakuin+primakuin (sesuai dosis). 4. Parasetamol 4 x 500 mg secara oral. 5. B compleks 3x1.

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan Malaria merupakan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik, yangdisebabkan oleh protozoa genus Plasmodium, yan g dit andai dengan dem am

anemia dan pembesaran limpa. Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari4 spesies, yaitu P. falciparum, P. ovale, P. vivax, dan P. malariae. Malaria jugamelibatkan hospes perantara yaitu nyamuk anopheles betina. Daur hidup spesiesmalaria terdiri dari fase seksual dalam tubuh nyamuk anopheles betina dan faseaseksual dalam tubuh manusia. Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks ant ara parasit , inang dan li ngkungan. Kegagalan pengobatan dapat terjadi karena terlambat mendapat pengobatan,

ketidaktepatan regimen dan dosis obat, serta resistensi Plasmodium terhadap obat antimalaria. Obat antimalaria yang ideal adalah obat yang efektif terhadap semua jenis dan stadium parasit, menyembuhkan infeksi akut maupun laten, cara pemakaiannya mudah, harganya terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan mudah diperoleh, efek sampingnya ringan, serta toksisitasnya rendah.

2 Saran

Perlunya dilakukan program pemberantasan malaria melalui kegiatan: 1. Menghindari atau mengurangi kontak atau gigitan nyamuk anopheles 2. Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunkan berbagai insektisida. 3. Membunuh jentik baik secara kimiawi (larvasida) maupun biologik (ikan,dan sebagainya).

Lampiran 1 Pertanyaan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pada malaria tertiana, hari ke 3-4 bagaimana siklus hidup plasmodium pada hari ke-5 ? Bagaimana nasib janin bila ibu hamil terinfeksi malaria ? Jelaskan penatalaksanaan pengobatan obat malaria ! Bagaimana cara membedakan demam yang ditimbulkan malaria dan DBD ? Bila sudah terkena malaria, apakah bisa kembali mengalami penyakit tersebut ? Bagaimana dosis pemeliharaan pada pengobatan malaria ?

Jawab : 1. Nama malaria tertiana adalah berdasarkan fakta bahwa timbulnya gejala demam terjadi setiap 48 jam. Nama tersebut diperoleh dari istilah Roma, yaitu hari kejadian pada hari pertama , sedangkan 48 jam kemudian adalah hari ke 3. 2. Secara normal, wanita hamil mengalami penurunan sensitisasi sistem kekebalan dalam tubuhnya, sehubungan dengan keberadaan janin sebagai benda asing selama kehamilan. Hormon progesteron dan kortisol meningkat selama kehamilan untuk menghambat aktivasi sel darah putih dalam memerangi parasit. Hal inilah yang menyebabkan wanita hamil lebih rentan tertular dan akan mengalami gejala yang lebih berat jika terinfeksi oleh Plasmodium sp. Salah satu zat yang aman dan efektif untuk mencegah gigitan nyamuk ini adalah dietil toluamida (DET). DET digunakan dengan cara dioleskan tipis dan merata ke semua bagian kulit yang tidak tertutup pakaian. 3. Penatalaksana Medis. P. Falciparum yang resisten klorokuin kuinin sulfat 650 mg per oral selama 7 hari. Tekanan pediatrik, 10 mg/kg BB selama 7 hari. Tetrasiklin 250 mg per oral selama 7 hari ; takaran pediatrik, 5 mg / kg BB selama 7 hari Atau perimetamin / sulfadoksin 3 tablet (25 mg perimetamin dan 500 sulfadoksin per tablet) dalam dosis tunggal ; takaran periatrik 6-11 bulan, tablet ; 1 3 tahun, tablet ; 4 8 tahun, 1 tablet, 9 14 tahun, 2 tablet > 14 tahun, 3 tablet. Terapi Alternatif Meflokuin. 15 25 org peparut basa per kg BB, dosis tunggal (maksimum 1500 mg). Halofantrin, 8 mg preparet basa per kilogram BB setiap jam untuk 3 kali pemberian (maksimum 15 mg) per hari selama 14 hari untuk infeksi p.vivax atau p.ovale. Kuinidin glukonat 10 mg preparat basa yang diberikan per infus dengan takaran inisial selama 1-2 jam, kemudian diikuti oleh pemberian 0,02 mg/kg/BB/menit untuk mempertahankan kadar kuinidin dalam darah sebesar 3-7 mg/l sampai parasitemia < 1 persen dan pasien dapat meminum obat, lengkapi pengobatan dengan tablet kuridin sulfat selama 3-7 jam dan tetrasiklin atau pirimetamin sulfadoksin seperti ditunjukkan diatas.

Kuinin sulfat, 7 mg per kilogram yang diberikan per infus dengan kecepatan konstan selama 30 menit sebagai pemberian inisial, yang segera diikuti oleh pemberian 10 mg per kilogram BB diberikan selama 8 jam atau sampai pasien dapat menyelesaikan 3-7 hari pengobatan. Secara oral dengan tablet kuinin. Sulfat; tetrasiklin atau perimetamin/sulfadoksin juga harus diberikan seperti ditunjukkan di atas. Pengobatan Alternatif Artemeteri dan senyawa yang ada hubungannya, 3,2 mg/kg BB IM yang diikuti oleh 10 mg per kilogram BB setiap 8 jam sekali melalui menyuntikan IM yang dalam. Konsentrasi kuinin harus mencapai 60-100 mg gram kuinin per millimeter darah, dan dosis pertama harus dipecah dengan separuh dosis disuntikan IM yang dalam pada masing-masing paha. Lakukan evaluasi pasien secepat mungkin (setelah keadaannya stabil) kalau pasien dapat minum obat, selesaikan pengobatan dalam waktu 3-7 hari dengan kuinin sulfat dan tetrasiklim atai pirimetamin/sulfadoksin seperti ditunjukkan diatas (Isselbacher, 1999 : 1009). 4. DBD disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti. Gejalagejala DBD antara lain: - Demam mendadak yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian menurun. Demam disertai gejala tidak spesifik seperti hilangnya nafsu makan, tidak enak badan, nyeri pada punggung, tulang, persendian, dan kepala. - Manifestasi perdarahan, seperti petekia (bintik-bintik merah pada kulit), perdarahan gusi, mimisan, ruam kulit, dsb. - Pembesaran pada hati dan nyeri bila ditekan, tanpa ikterus - Dengan atau tanpa disertai shock/renjatan. Sedangkan malaria disebabkan oleh protozoa golongan Plasmodium yang ditularkan lewat nyamuk Anopheles. Malaria merupakan penyakit yang bersifat endemik, artinya seseorang dapat terjangkit malaria apabila ada riwayat bepergian atau tinggal di daerah endemik malaria. Gejala utama malaria berupa: - Demam yang bersifat periodik (tidak terus-menerus). Pada malaria tertiana, demam terjadi tiap hari ke-3. Sedangkan pada malaria kuartana, demam terjadi tiap 4 hari. Demam khas malaria terdiri atas 3 stadium yaitu menggigil (15 menit-1 jam), puncak demam (2-6 jam), dan berkeringat (2-4 jam). - Anemia, disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang berlebihan.

- Splenomegali (pembesaran limpa), merupakan gejala khas malaria kronik. - Ikterus (penumpukan zat warna bilirubin yang ditandai dengan kulit dan mata menguning). 5. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Bila system imun menurun menyebabkan terjadi serangan kembali dari malaria. 6. Dosis Pemeliharaan : Terapi dengan Antimalaria Spesifik : Artesunate Merupakan pilihan pertama bagi pasien dewasa. Artesunate 2,4 mg/kg IV atau IM diberikan pada jam ke-0, 12, dan 24, lalu dilanjutkan sekali sehari. Quinine Dihydrochloride Ouinine dapat diberikan sebagai alternatif terapi jika Artesunate parenteral tidak tersedia. Loading dose: 20 mg/kg (IV infus atau IM dosis terbagi). Dosis pemeliharaan: 10 mg/kg setiap 8 jam, kecepatan infus tidak boleh melebihi 5 mg/kg/jam. Artemether (Artem) Artemether 3,2 mg/kg diberikan secara IM, selanjutnya 1,6 mg/kg/hari. Artemether sebaiknya hanya diberikan jika tidak tersedia alternatif yang lain karena absorpsinya yang eratik. Chloroquine & Sulfadoxine-Pyrimethamine Sediaan parenteral kedua obat ini tidak lagi direkomendasikan karena sudah terjadi resistensi. Durasi terapi parenteral Antimalaria parenteral harus diberikan minimum selama 24 jam (meskipun jika pasien sudah mampu untuk menerima obat oral sebelum 24 jam). Kemudian terapi dilanjutkan dengan regimen lengkap terapi oral.

Anda mungkin juga menyukai