Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Terapi Okupasi Personal Hygiene Pada Pasien Skizofrenia Dengan

Defisit Perawatan Diri

1. Terapi Okupasi Personal Hygiene

a. Pengertian

Terapi okupasi personal hygiene merupakan cara perawatan diri

manusia untuk memelihara kesehatan mereka secara fisik dan psikisnya. Dalam

kehidupan sehari-hari. Kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan

harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis

seseorang. Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam

memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan, dan

kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya. Pasien dinyatakan tergangu

kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya dan terganggu

keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes, 2000).

Karena aktivitas perawatan diri menurun terjadi defisit perawatan diri pada

pasien gangguan jiwa. Defisit perawatan diri tampak dari ketidak mampuan

merawat kebersihan diri, makan, berhias diri dan eliminasi secara mandiri

(Keliat, 2010).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan

dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan

diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan

kebersihan untuk dirinya menurut Poter&Perry pada tahun 2005 (Dermawan &

Rusdi, 2013). Penelitian Abdul jalil (2015) dengan judul “Faktor yang

Mempengaruhi Penurunan Kemampuan Pasien Skizofrenia dalam Melakukan

Perawatan di Rumah Sakit Jiwa“, menunjukkan bahwa masalah keperawatan

pada pasien skizofrenia seperti isolasi sosial, waham, risiko perilaku kekerasan,

dan halusinasi berpengaruh pada kemampuan perawatan diri pasien skizofrenia.

Hal ini menyebabkan pasien mengalami defisit perawatan diri yang signifikan,

tidak memperhatikan kebutuhan hygiene dan berhias. Masalah emosional juga

menyebabkan pasien menjadi malas makan dan malas mandi. Penurunan

kemampuan perawatan diri dapat dipicu oleh adanya peningkatan kecemasan

yang timbul akibat pikiran waham, halusinasi, perilaku kekerasan. Selain itu,

hambatan hubungan sosial dapat memperburuk kemampuan perawatan diri.

b. Tujuan

Terapi okupasi personal hygiene bertujuan untuk melatih pasien untuk

mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri. Tujuan dari tindakan

okupasi personal hygiene bertujuan untuk; 1) pasien mampu melakukan

kebersihan diri secar mandiri. 2) pasien mampu melakukan berhias/berdandan

secara mandiri. 3). Pasien mampu melakukan makan dengan baik. 4). Pasien

mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri (Dermawan & Rusdi, 2013)


Tujuan lain dari terapi okupasi personal hygiene yaitu pada pasien

dengan defisit perawatan diri yaitu dapat meningkatkan kemandirian pasien

skizofrenia dalam perawatan diri secara mandiri (Skizofrenia, Rsjd,

Soedjarwadi, Soedjarwadi, & Jawa, 2018)

c. Manfaat

Terapi okupasi personal hygiene bertujuan untuk meningkatkan

kemandirian pasien dalam memelihara kebersihan dirinya secara mandiri dan

melatih serta memotivasi klien defisit perawatan diri agar mampu melakukan

perawatan diri secara mandiri

d. Prosedur Terapi Okupasi Personal Hygiene

Dalam buku dasar-dasar keperawatan jiwa (Nasir & Muhith, 2011)

disebutkan bahwa terapi okupasi memiliki prosedur sebagai berikut:

1) metode

Terapi okupasi dapat dilakukan baik secara individual maupun

kelompok, tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi, dan lain-lain.

a) Metode individual dilakukan untuk:

(1) Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan

sekaligus untuk evaluasi pasien.

(2) Pasien yang belum dapat atau mampu berinteraksi dengan cukup baik di

dalam suatu kelompok sehingga dianggap akan mengganggu kelancaran

suatu kelompok apabila dia dimasukkan dalam kelompok tersebut.


(3) Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar terapis dapat

mengevaluasi pasien lebih efektif.

b) Metode kelompok dilakukan untuk: pasien lama atas dasar seleksi dengan

masalah atau hamper bersamaan, atau dalam melakukan suatu aktivitas

untuk tujuan tertentu bagi beberapa pasien sekaligu. Sebelum memulai

harus mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya yang menyangkut

pelaksanaan kegiatan tersebut. Pasien juga perlu dipersiapkan dengan cara

memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan

tersebut sehingga dia atau mereka lebih mengerti dan berusaha untuk ikut

aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan dengan jenis

aktivitas yang akan dilakukan dan kemampuan terapis mengawasi.

c) Waktu. Okupasi terapi dilakukan 30 menit setiap sesi baik yang individu

maupun kelompok setiap hari, dua kali atau tiga kali seminggu tergantung

tujuan terapi, tersedia tenaga dan fasilitas dan sebagainya. Sesi ini dibagi

menjadi dua bagian yaitu 15 menit untuk menyelesaikan kegiatan kegiatan

dan 15 menit untuk diskusi. Dalam diskusi ini dibicarakan mengenai

pelaksanaan kegiatan tersebut, antara lain kesulitan yang dihadapi, kesan

mengarahkan diskusi tersebut kearah yang sesuai dengan tujuan terapi.

d) Terminasi. Keikut sertaan seseorang pasien dalam kegiatan terapi okupasi

dapat diakshiri dengan dasar bahwa pasien dianggap telah mampu

mengatasi persoalan, pasien dianggap tidak akan berkembang lagi, dan

pasien dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum terapi okupasi


2. Definisi Defisit Perawatan Diri

a. Pengertian

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan manusia dalam memenuhi

kebutuhannya sehari-hari guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan

kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien bisa dinyatakan

terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri

sendiri (Depkes, 2000).

Menurut Dermawan & Rusdi (2013) Defisit perawatan diri adalah

gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri seperti

mandi,berhias,makan,toileting. Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan

seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada

keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakian kotor, bau

badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.

Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien

gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian

merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan

pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, Rizky &

Hanik, 2015).
b. Rentang Respon Defisit Perawatan Diri

Dermawan (2013) menyatakan bahwa rentang respon defisit perawatan diri

sebagai berikut :

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan diri Tidak melakukan


seimbang kadang tidak perawatan diri pada
saat stress
Sumber: Dermawan (2013)
Gambar 1 Rentang Respon
1) Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu

untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien

seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.

2) Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stresor kadang

– kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya,

3) Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan

tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.

c. Etiologi

Tarwoto dan Wartonah (2010) menyatakan bahwa penyebab kurang

perawatan diri adalah :

1) Kelelahan fisik dan

2) Penurunan kesadaran
Dermawan & Rusdi (2013), menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi personal hygiene adalah:

1) Body image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri

misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan

kebersihan dirinya.

2) Praktik sosial

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan

akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

3) Status sosial ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat

gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk

menyediakannya.

4) Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang

baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien menderita diabetes

melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

5) Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.

6) Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan

diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.


7) Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan

perlu bantuan untuk melakukannya.

d. Tanda dan Gejala

Dermawan & Rusdi (2013) menyatakan tanda dan gejala klien dengan

defisit perawatan diri adalah :

a. Fisik

1) Badan bau, pakaian kotor.

2) Rambut dan kulit kotor.

3) Kuku panjang dan kotor.

4) Gigi kotor disertai mulut bau.

5) Penampilan tidak rapi.

b. Psikologis

1) Malas, tidak ada inisiatif.

2) Menarik diri, isolasi diri.

3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

c. Sosial

1) Interaksi kurang.

2) Kegiataan kurang.

3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.

4) Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembaraang tempat, gosok gigi

dan mandi tidak mampu mandiri.


Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), menyebutkan data yang biasa ditemukan

dalam defisit perawatan diri adalah :

a. Data subjektif

1) Pasien merasa lemah.

2) Malas untuk beraktivitas.

3) Merasa tidak berdaya.

b. Data obyektif

1) Rambut kotor, acak-acakan.

2) Badan dan pakaian kotor dan bau.

3) Mulut dan gigi bau.

4) Kulit kusam dan kotor.

5) Kuku panjang dan tidak terawat.

e. Dampak Defisit Perawatan Diri

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene ialah

(Dermawan & Rusdi, 2013) :

1) Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering

terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut,

infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2) Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah

gangguan kebutuhan rasa nyaman , kebutuhan dicintai dan mencinti, kebutuhan

harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

f. Penatalaksanaan Defisit Perawatan Diri

Tindakan keperawatan untuk pasien (Dermawan & Rusdi, 2013)

1. Tujuan:

a) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri

b) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara mandiri

c) Pasien mampu melakukan makan dengan baik

d) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri

2. Tindakan Keperawatan

a) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri

Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, saudara dapat melakukan

tahapan tindakan yang meliputi:

1) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri

2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri

3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri

4) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

b) Melatih pasien berdandan/berhias

Sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu

harus dibedakan dengan wanita.


Untuk pasien laki-laki latihannya meliputi:

1) Berpakaian

2) Menyisir rambut

3) Bercukur

Untuk pasien wanita latihannya meliputi:

1) Berpakaian

2) Menyisir rambut

3) Berhias

c) Melatih pasien makan secara mandiri

Untuk melatih makan pasien perawat dapat melakukan tahapan sebagai berikut:

1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan

2) Menjelaskan cara makan yang tertib

3) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan

4) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

d) Menganjurkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri

Melatih pasien untuk BAB dan BAK secara mandiri sesuai tahapan berikut:

1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK

3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB/BAK

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pemberian Terapi Okupasi personal

Hygiene Pada Pasien Skizofrenia Dengan Defisit Perawatan Diri

1. Pengkajian

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Defisit perawatan diri merupakan

tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri.


a. Gejala dan tanda mayor pada deficit perawatan diri

1) Subjektif

Menolak melakukan perawatan diri

2) Objektif

a) Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/ke toilet/berhias secara mandiri

b) Minat melakukan perawatan diri kurang

1. Diagnosa Keperawatan

Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017) rumusan

diagnose defisit perawatan diri yaitu:

P: defisit perawatan diri

Diagnosa Keperawatan: defisit perawatan diri.

2. Perencanaan/Intervensi

Menurut Keliat (2006) Defisit perawatan diri merupakan core probem atau

diagnosa utama dalam pohon masalah di atas, berikut ini adalah rencana asuhan

keperawatan dari defisit perawatan diri:

a. Tujuan Umum (TUM)

Pasien dapat memlihara kebersihan diri secara mandiri.

b. Tujuan Khusus (TUK)

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria Hasil :

a) Ekspresi wajah bersahabat


b) menunjukkan rasa senang

c) klien bersedia berjabat tangan

d) klien bersedia menyebutkan nama

e) ada kontak mata

f) klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat

g) klien bersedia mengutarakan masalah yang dhadapinya.

Rencana tindakan keperawatan :

a) sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal

b) perkenalkan diri dengan sopan

c) tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan

d) jelaskan tujuan pertemuan

e) jujur dan menepati janji

f) tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

g) beri perhatian pada pemenuhan kebutuhan dasar klien.

2) Mengidentifikasi kebersihan diri klien

Kriteria hasil :

Klien dapat menyebutkan kebersihan dirinya

Rencana tindakan keperawatan :

a) Kaji pengetahuan klien tentang kebersihan diri dan tandanya

b) Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan

c) Berikan pujian terhadap kemampuan klien menjawab pertanyaan

3) Menjelaskan pentingnya kebersihan diri

Kriteria hasil :

Klien dapat memahami pentingnya kebersihan diri


Rencana tindakan keperawatan :

a) Menjelaskan pentingnya kebersihan diri

b) Meminta klien menjelaskan kembali pentingnya kebersihan diri

c) Diskusikan dengan klien tentang kebersihan diri

d) Beri penguatan positif atas jawabannya

4) Menjelaskan peralatan yang digunakan untuk menjaga kebersihan diri dan cara

melakukan kebersihan diri

Kriteria hasil :

Klien dapat menyebutkan dan dapat mendemonstrasikan dengan alat kebersihan

Rencana tindakan keperawatan :

a) Menjelaskan alat yang dibutuhkan dan cara membersihkan diri

b) Memperagakan cara membersihkan diri dan mempergunakan alat untuk

membersihkan diri

c) Meminta klien untuk memperagakan ulang alat dan cara kebersihan diri

d) Beri pujian positif terhadap klien

5) Menjelaskan cara makan yang benar

Kriteria hasil :

Klien dapat mengerti cara makan yang benar

Rencana tindakan keperawatan :

a) Menjelaskan cara makan yang benar

b) Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasikan cara yang benar

c) Member pujian positif terhadap klien

6) Menjelaskan cara mandi yang benar

Kriteria hasil :
Klien dapat mengerti cara mandi yang benar

Rencana tindakan keperawatan :

a) Menjelaskan cara mandi yang benar

b) Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasikan cara yang benar

c) Memberi pujian positif terhadap klien

7) Menjelaskan cara berdandan yang benar

Kriteria hasil :

Klien dapat mengerti cara berdandan yang benar

Rencana tindakan keperawatan :

a) Menjelaskan cara berdandan yang benar

b) Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasikan cara yang benar

c) Member pujian positif terhadap klien

8) Menjelaskan cara toileting yang benar

Kriteria hasil :

Klien dapat mengerti cara toileting yang benar

Rencana tindakan keperawatan :

a) Menjelaskan cara toileting yang benar

b) Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasikan cara yang benar

c) Member pujian positif terhadap klien

9) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien

Kriteria hasil :

Keluarga dapat mengerti tentang merawat klien


Rencana tindakan keperawatan :

a) Menjelaskan kepada keluarga tentang pengertian tanda dan gejala defisit

perawatan diri, dan jenis perawatan diri yang dialami pasien beserta proses

terjadinya

b) Menjelaskan kepada keluarga cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri

c) Beri kesempatan kelurga untuk bertanya

d) Beri pujian positif terhadap keluarga

3. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi keperawatan merupakan komponen dari

proses keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan

dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang

diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter &

Perry, 2010).

Pelaksanaan adalah tindakan keperawatan merupakan aplikasi dari rencana

yang telah disusun sebelumnya dimana tujuan dari pelaksanaan ini adalah

memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. Pelaksanaan tindakan dalam kasus

sudah dapat dilaksanakan, namun dalam pelaksanaan ada beberapa tindakan

yang tidak bisa dilaksanakan karena disesuaikan dengan keadaan ruangan serta

keterbatasan waktu penulis dalam perawatan pasien (Kozier & Berman, 2010)

4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SO

(subjektif, objektif, adapun komponen SOAP yaitu S (subjektif) dimana

perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan

tindakan keperawatan , O (objektif) adalah data yang berdasarkan hasil

pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang
dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, apakah ancaman terhadap

integritas fisik atau sistem diri pasien berkurang dalam sifat, jumlah, asal, atau

waktunya, apakah perilaku pasien mencerminkan defisit perawatan diri tingkat

ringan,atau tingkat yang lebih berat (Rohmah, 2016).

S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan dapat di ukur dengan menanyakan kepada pasien langsung.

O : Respon objektif pasien terhadap tinddakan keperawatan yang telah

dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien pada saat

tindakan dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai