Anda di halaman 1dari 43

Obat Antijamur

Marvel, M.Farm, Apt.


Infeksi Jamur
• Terdapat 3 kelompok utama jamur yang menyebabkan penyakit
pada manusia:

1. Mould (jamur filamentosa) tumbuh sebagai filamen panjang yang


berjalin-jalin membentuk miselium. Contohnya: dermatofita
(kemampuannya mencerna keratin, menyebabkan infeksi kulit,
kuku, dan rambut). Aspergillus fumigatus, yang menyebabkan
aspergilosis paru atau aspergilosis diseminata.

2. Ragi sejati adalah jamur bulat atau oval uniselular, misalnya :


Cryptococcus neoformans, yg menyebabkan meningitis
kriptokokus atau infeksi paru, biasanya hanya pada pasien
immunocompromised.

3. Jamur menyerupai ragi. Contoh : Candida albicans yg merupakan


organisme komensal umum dalam usus, mulut dan vagina. Jamur
ini menyebabkan penyakit sariawan mulut, vaginitis, endokarditis,
dan septikemia.
ANTIJAMUR
Penggolongan berdasarkan rute pemberian :
• Antijamur sistemik (oral dan parenteral) untuk
infeksi sistemik
• Antijamur sistemik oral untuk infeksi
mukokutis
• Antijamur obat topikal untuk infeksi
mukokutis
ANTIJAMUR SISTEMIK UNTUK ANTIJAMUR SISTEMIK ANTIJAMUR TOPIKAL
SISTEMIK ORAL UNTUK INFEKSI
1. Amfoterisin B MUKOKUTIS 1. Nistatin
2. Flusitosin 2. Azol Topikal
3. Azol (Ketokonazol, 1. Griseofulvin 3. Alilamin Topikal
Itrakonazol, Flukonazol, 2. Terbinafin
Vorikonazol, Posakonazol)
4. Ekinokandin
Obat Antijamur Sistemik Untuk Infeksi Sistemik

• Amfoterisin B
• Flusitosin
• Azol (Ketokonazol, Itrakonazol, Flukonazol,
Vorikonazol, Posakonazol)
• Ekinokandin
Amfoterisin B
• Amfoterisin A dan B adalah antibiotik
antijamur yang dihasilkan oleh Streptomyces
nodosus.
• Amfoterisin A tidak digunakan secara klinis.
Kimia dan Farmakokinetika
• Amfoterisin B adalah suatu makrolida polien amfoterik (polien =
banyak ikatan rangkap, makrolida = mengandung sebuah cincin
lakton besar yang terdiri dari 12 atom atau lebih)
• Tidak larut air, dibuat sebagai suspensi koloid amfoterisin B dan
natrium desoksikolat untuk injeksi intravena.
• Amfoterisin B kurang diserap di saluran cerna, amfoterisin B oral
hanya efektif untuk jamur di lumen saluran cerna dan tidak dapat
digunakan untuk penyakit sistemik.
• Diekskresi di urin dalam beberapa hari
• t1/2 : 15 hari
• Tidak perlu penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan hati,
ginjal, dan dialisis.
• Tersebar luas di jaringan, tetapi hanya 2-3% di serebrospinal, maka
diperlukan terapi intratekal untuk meningitis jamur tipe tertentu.
Mekanisme kerja dan resistensi

• Ergosterol, suatu sterol membran sel pada jamur.


• Sterol utama pada bakteri dan manusia adalah kolesterol.
• Amfoterisin B mengikat ergosterol dan mengubah permeabilitas sel
dengan membentuk pori-pori terkait amfoterisin B di membran sel
• Sifat kimianya, amfoterisin B berikatan erat dengan lemak
(ergosterol) di sepanjang sisi kaya ikatan rangkap dari strukturnya
dan berhubungan dengan molekul air di sepanjang sisi kaya-
hidroksilnya.
• Karakteristik amfipatik ini mempermudah pembetukan pori oleh
molekul amfoterisin, dengan bagian lipofilik mengelilingi bagian luar
pori dan bagian hidrofilik melapisi bagian dalamnya.
• Pori menyebabkan bocornya ion dan makromolekul intrasel, dan
akhirnya menyebabkan kematian sel.
• Obat ini juga dapat berikatan dengan sterol membran sel manusia,
dan mungkin hal ini yang menyebabkan toksisitas obat tersebut.
Resistensi
• Resistensi terjadi jika pengikatan ke ergosterol
terganggu, baik karena berkurangnya
konsentrasi ergosterol di membran atau oleh
modifikasi molekul sasaran sterol untuk
mengurangi afinitasnya terhadap obat.
Aktivitas Antijamur & Pemakaian Klinis
• Aktivitas spektrum kerja paling luas
• Aktif terhadap ragi, seperti Candida albicans,
Cryptococcus neoformans (organisme penyebab
mikosis endemik), termasuk Histoplasma
capsulatum, Blastomyces dermatitidis, dan
Coccidioides immitis, dan
• Kapang (mold) patogenik, misal : Aspergillus
fumigatus, dan penyebab mukormikosis.
• Beberapa jamur Resisten : Candida lusitaniae
dan Pseudallescheria boydii
Pemakaian Klinis Amfoterisin B
• Penyakit jamur sistemik : amfoterisin B infus intravena perlahan
(intermittent) dgn dosis 0,5 – 1 mg/kg/hari.
• Amfoterisin B digunakan sebagai rejimen induksi awal untuk
mengurangi jumlah jamur dengan cepat, lalu diganti oleh salah satu
dari obat-obat azol yang lebih baru untuk terapi kronik atau
pencegahan kekambuhan.
• Terapi induksi ini penting untuk pasien dengan gangguan imunitas,
dan pasien yg mengidap pneumonia jamur berat, meningitis
kriptokokus berat, dan infeksi diseminata oleh salah satu mikosis
endemik seperti histoplasmosis atau koksidioidomikosis.
• Terapi intratekal kurang ditoleransi dan diperumit dengan
mempertahankan akses ke serebrospinal, diganti dengan terapi lain.
Tetapi masih digunakan untuk kasus-kasus infeksi jamur di SSP yang
tidak berespon dengan obat lain.
• Keratitis dan ulkus kornea nikotik dapat disembuhkan dengan obat
tetes serte penyuntikan langsung subkonjungtiva.
• Artritis jamur : injeksi lokal adjuvan langsung ke dalam sendi
• Kadiduria : irigasi kandung kemih dengan amfoterisin B
Efek Samping
Toksisitas amfoterisin B dibagi dua kategori
besar, yaitu :
1. Reaksi segera, yang berikatan dengan infus
obat
2. Reksi yang timbul lebih lambat
Efek Samping

Toksisitas terkait-infus :
• Reaksi terkait-infus hampir selalu terjadi yaitu berupa
demam, menggigil, kejang otot, muntah, nyeri kepala,
dan hipotensi
• Reaksi tersebut dapat dikurangi dengan
memperlambat infus atau mengurangi dosis harian.
• Pramedikasi dengan obat antipiretik, antihistamin,
meperidin, atau kortikosteroid dapat membantu.
• Dalam memulai pengobatan, diberikan dosis uji 1 mg
secara intravena untuk mengira-ngira keparahan reaksi.
• Hal tersebut berfungsi sebagai petunjuk tentang
rejimen dosis awal dan strategi pramedikasi.
Efek Samping Amfoterisin B
Toksisitas Kumulatif :
• Kerusakan ginjal adalah reaksi toksik paling signifikan
• Kerusakan reversibel berkaitan dengan berkurangnya perfusi ginjal
dan mencerminkan suatu bentuk gagal ginjal prarenal.
• Kerusakan irreversibel terjadi akibat cedera tubulus ginjal dan
disfungsi
• Irreversibel nefrotoksisitas terjadi pada pemberian yang
berkepanjangan (dosis kumulatif > 4 g)
• Manifestasi toksisitas ginjal : asidosis tubulus ginjal, kekurangan
kalium dan magnesium yang parah.
• Untuk meminimalisir efek samping maka diberikan natrium, dan
dosis harian amfoterisin B diberikan bersama infus salin normal
(NaCl).
• Terjadi kelainan fungsi hati
• Anemia (derajat bervariasi), akibat berkurangnya produksi
eritropoetin oleh sel tubulus ginjalyang rusak.
• Terapi intratekal : kejang, araknoiditis kimiawi
FLUSITOSIN
• Flusitosin (5-FC) ditemukan tahun 1957 sewaktu penelitian
tentang obat antineoplastik, tetapi obat ini malah bersifat
antijamur yang poten.
• Flusitosin adalah analog pirimidin larut air yang berkaitan
dengan obat kemoterapeutik 5-fluorouracil (5-FU).
• Spektrum kerjanya lebih sempit dibanding amfoterisin B
• Dosis 100 – 150 mg/kg/hari pada pasien dengan fungsi
ginjal normal.
• Obat ini kurang terikat ke protein dan menembus dengan
baik semua kompartemen cairan tubuh, termasuk cairan
serebrospinal
• Obat ini dieliminasi oleh filtrasi glomerulus
• T1/2 : 3 -4 jam, dan dapat dikeluarkan dengan hemodialisis
• Kadar cepat meningkat pada gangguan ginjal dan
menyebabkan toksisitas
FLUSITOSIN
Mekanisme kerja dan Resistensi

• Flusitosin diserap oleh sel jamur melalui enzim sitosin permease.


• Di dalam sel, obat ini diubah mula-mula mejadi 5-FU lalu menjadi 5-
fluorodeoksiuridin monofosfat (FdUMP) dan fluorouridin trifosfat
(FUTP), yang masing-masing menghambat pembentukan DNA dan
RNA.
• Sel manusia tidak mampu mengubah obat induk menjadi metabolit
aktif sehingga terbentuk toksisitas selektif.
• Sinergi antara flusitosin dan amfoterisin B mungkin berkaitan
dengan penetrasi flusitosin melalui membran sel jamur yang telah
rusak oleh amfoterisin B
• Terdapat sinergi dengan azol, namun mekanisme kerja belum
diketahui
• Resistensi diduga diperantarai oleh perubahan metabolisme
flusitosin dan meskipun jarang pada isolat primer, cepat terbentuk
selama pemberian monoterapi flusitosin
FLUSITOSIN
Pemakaian klinis dan Efek Samping
• Spektrum aktivitas flusitosin terbatas pada
C.neoformans, beberapa Candida sp., dan
kapang dematiaseosa yang menyebabkan
kromoblastomikosis.
• Flusitosin tidak digunakan sebagai obat
tunggal karena terbukti terdapat sinergi,
terutama dengan amfoterisin B untuk
menigitis kriptokokus dan itrakonazol untuk
kromoblastomikosis.
FLUSITOSIN
• Pemakaian Klinis dan Efek Samping
• Efek samping flusitosin terjadi karena metabolisme
(mungkin oleh flora usus) menjadi senyawa
antineoplastik toksis fluorourasil.
• Toksisitas sumsum tulang berupa : anemia, leukopenia,
dan trombositopenia (efek samping tersering)
• Gangguan enzim hati (jarang)
• Dapat terjadi enterokolitis toksik
• Indeks terapi obat ini sepertinya sempit karena dosis
lebih tinggi terjadi peningkatan risiko toksisitas,
sementara pada konsentrasi subterapetik sesiten cepat
terjadi
AZOL
• Azol adalah senyawa sintetik yang dapat
diklasifikasikan sebagai imidazol atau triazol
sesuai dengan atom nitrogen di cincin azol.
• Imidazol terdiri dari : ketokonazol, mikonazol,
dan klotrimazol (mikonazol dan klotrimazol
hanya digunakan sebagai obat topikal)
• Triazol terdiri dari : itrakonazol, flukonazol,
vorikonazol, dan posakonazol
AZOL
Mekanisme kerja dan resistensi
• Aktivitas antijamur obat azol terjaid karena
reduksi sintesis ergosterol oleh inhibisi enzim-
enzim sitokrom P450 jamur
• Toksisitas selektif obat azol disebabkan oleh
afinitas mereka yang lebih besar terhadap enzim
sitokrom p450 jamur daripada manusia
• Imidazol memperlihatkan selektivitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan triazol sehingga
insidens interaksi obat dan efek samping mereka
lebih tinggi
KETOKONAZOL
• Ketokonazol adalah azol oral pertama.
• Obat ini dibedakan dari triazol oleh
kecenderungannya yang lebih besar untuk
menghambat enzim sitokrom p450 mamalia
• Obat ini kurang selektif untuk p450 jamur
dibandingkan dengan azol yang lebih baru
• Obat ini digunakan untuk bidang dermatologi
ITRAKONAZOL
• Itrakonazol tersedia dalam bentuk oral dan intravena, dosis 100 – 400 mg
/hari
• Penyerapan ditingkatkan oleh makanan dan pH lambung yang rendah.
Dapat diberikan bersama dengan makanan.
• Itrakonazol merupakan azol larut lemak, berinteraksi dengan enzim-enzim
mikrosom hati
• Interaksi obat : Itrakonazol – Rifampisin (rifampin, rifabutin, rifapentin)
menyebabkan berkurangnya ketersediaan hayati itrakonazol
• Tidak mempengaruhi sintesis steroid mamalia
• Bentuk cairan / intravena, biasanya memanfaatkan siklodekstran sebagai
molekul pembawa untuk meningkatkan kelarutan dan ketersediaan hayati
itrakonazol
• Seperti ketokonazol, itrakonazol kurang dapat menembus cairan
serebrospinal
• Itrakonazol adalah obat pilihan untuk penyakit akibat : jamur dimorfik
Histoplasma, Blastomyces, Sporothrix
• Itrakonazol memiliki aktivitas terhadap Aspergillus sp, tetapi telah
digantikan oleh vorikonazol untuk aspergilosis.
• Itrakonazol digunakan secara luas dalam pengobatan dermatofitosis dan
onikomikosis.
FLUKONAZOL
• Tingkat kelarutan dan penetrasi ke cairan
serebrospinal yang tinggi
• Ketersediaan hayati flukonazol tinggi
• Interaksi obat lebih jarang, karena flukonazol
adalah azol dengan efek terendah terhadap
mikrosom hati
• Toleransi pencernaan yang lebih baik
• Memiliki indeks terapetik terluas di antara azol yg
lain, sehingga memungkinkann pemberian dosis
yang lebih agresif
• Obat tersedia dalam bentuk oral dan intravena
• Dosis : 100 – 800 mg/hari
FLUKONAZOL
• Flukonazol adalah obat pilihan untuk pengobatan dan
profilaksis sekunder mengitis streptokokus
• Ekivalen dengan amfoterisin B dalam pengobatan
kandidemia pada pasien ICU
• Obat yang paling sering digunakan untuk kandidiasis
mukokutis
• Aktivitas terhadap jamur dimorfik terbatas pada penyakit
koksidioides dan meningitis dengan dosis tinggi, sehingga
tidak perlu diberikan amfoterisin B intratekal
• Flukonazol tidak aktif terhadap Aspergillus atau jamur
filamentosa lain
• Pemakaian profilaktik flukonazol terbukti mengurangi
penyakit jamur pada penerima transplantasi sumsum
tulang dan pasien AIDS, tetapi muncul jamur resisten
flukonazol menimbulkan kekhawatiran indikasi ini
VORIKONAZOL
• Vorikonazol tersedia dalam bentuk oral dan intravena
• Dosis anjuran 400mg/hari
• Obat ini diserap baik setelah pemberian per-oral, bioavailability 90%,
pengikatan protein yang lebih rendah dari itrakonazol
• Metabolisme terutama terjadi di hati
• Vorikonazol adalah inhibitor CYP3A4 mamalia
• Interaksi obat terjadi dengan siklosporin, taktolimor, dan penghambat
HMG-CoA reduktase , dan perlu penurunan dosis, karena enzim CYP3A4
yang memetabolisme obat tersebut dihambat oleh vorikonazol
• Efek samping : ruam dan peningkatan enzim hati, sering terjadi gangguan
penglihatan mencakup kekaburan dan perubahan penglihatan warna atau
intensitas terang (terjadi pada 30% pasien yg mendapatkan verikonazol
intravena, mereda dalam 30 menit), dermatitis fotosensitif sering dijumpai
pada pasien yang mendapatkan terapi oral kronik.
• Spektrum aktivitas : Vorikonazol serupa dengan itrakonazol, aktivitas sangat
baik terhadap Candida sp. (termasuk spesies resisten-flukonazol seperti
Candida krusei) dan jamur dimorfik.
• Vorikonazol kurang toksik dibandingkan dengan amfoterisin B dan
merupakan terapi pilihan untuk aspergilosis invasif
POSAKONAZOL

Posakonazol adalah triazol terbaru di AS


Farmakokinetik
• Obat ini hanya tersedia dalam bentuk cairan
oral dan digunakan pada dosis 800 mg/hari
dalam dosis terbagi dua atau tiga
• Penyerapan meningkat jika obat diminum
bersamaan dengan makanan tinggi lemak
• Posankonazol cepat terdistribusi ke jaringan,
menghasilkan kadar jaringan yang tinggi,
tetapi kadar darah yang relatif rendah
POSAKONAZOL
• Efek samping : belum pernah dilaporkan adanya
gangguan penglihatan.
• Interaksi obat dengan peningkatan kadar substrat-
substrat CYP3A4, misal : takrolimus dan siklosporin
• Aktivitas terhadap jamur : posakonazol adalah azol
dengan spektrum terluas, aktif terhadap sebagian
besar spesies Candida dan Aspergillus.
• Satu-satunya Azol yang signifikan terhadap penyebab
mukormikosis
• Posakonazol saat ini dilisensikan sebagai terapi
penyelamat pada aspergilosis invasif, serta profilaksis
infeksi jamur selama kemoterapi induksi untuk
leukimia, serta pasien untuk transplantasi sumsum
tulang alogeneik dengan penyakit graft-versus-host
KESIMPULAN
• Tingkat kelarutan dan penetrasi cairan
serebrospinal yang baik : Flukonazol
• Tingkat kelarutan dan penetrasi cairan
serebrospinal yang kurang baik : Ketokonazol,
itrakonazol
EKINOKANDIN
Kimia & Farmakokinetika
• Ekinokandin adalah golongan terbaru obat antijamur
yang akan dikembangkan
• Merupakan peptida siklik besar yang dikaitkan ke
sebuah asam lemak rantai-panjang
• Kaspofungin, mikafungin, dan anidulafungin adalah
obat yang telah mendapat lisensi dalamkategori
antijamur ini, meskipun obat-obat lain kini sedang
menjalani penelitian aktif.
• Obat golongan ini aktif terhadap Candida dan
Aspergillus, tetapi tidak aktif terhadap C.neoformans
atau penyebab zigomikosisdan mukormikosis.
EKINOKANDIN
• Ekinokandin tersedia hanya dalam bentuk intravena
• Kaspofungin diberikan sebagai dosis awal tunggal 70
mg, diikuti oleh dosis harian 50 mg
• Kaposfungin larut air dan sangat terikat ke protein.
• T1/2 kaspofungin : 9 – 11 jam
• Metobolitnya diekskresikan oleh ginjal dan saluran
cerna
• Diperlukan penyesuaian dosis hanya jika terdapat
insufisiensi hati yang parah
EKINOKANDIN
• Mikafungin memperlihatkan sifat serupa
dengan t1/2 : 11 – 15 jam
• Dosis : 150 mg/hari untuk kandidiasis
esofagus
• Dosis : 100 mg /hari untuk kandidemia
• Dosis : 50 mg/hari untuk profilaksis jamur
EKINOKANDIN
• Anidulafungin , t1/2 : 24 – 48 jam
• Dosis untuk kandidiasis esofagus, obat ini
diberikan secara intravena dengan dosis 100
mg pada hari pertama, lalu 50 mg/hari
sesudahnya selama 14 hari
• Kandidemia, dianjurkan dosis awal 200 mg,
dilanjutkan 100 mg/hari sesudahnya selama
paling sedikit 14 hari setelah biakan darah
positif terakhir.
EKINOKANDIN
• MEKANISME KERJA
• Ekinokandin bekerja di tingkat dinding sel
jamur menghambat pembentukan β(1-3)-
glukan.
• Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan
pada dinding sel dan kematian jamur
EKINOKANDIN
• Pemakaian Klinis dan Efek Samping
• Kaspofungin saat ini dilisensikan untuk infeksi kandida
diseminata dan mukokutis, serta untuk terapi empirik
selama neutropenia demam, dan umumnya telah
menggantikan amfoterisin B.
• Kaspofungin dipakai untuk aspergilosis invasif,
penyelamatan pada pasien jika amfoterisin B tidak
berespon/peka, dan bukan sebagai terapi primer.
• Mikafungin untuk penggunaan kandidiasis mukokutis,
kandidemia, dan profilaksis infeksi kandida pada pasien
transplantasi tulang
• Anidulafungin digunakan untuk kandidiasis esofagus
dan kandidiasis invasif, termasuk kandidemia.
EKINOKANDIN
Efek samping
• Obat – obat ekinokandin ditoleransi dengan baik,
dengan efek samping pencernaan yang ringan dan
kadang flushing
• Pernah dilaporkan terjadi peningkatan enzim hati
akibat kaspofungin dikombinasi dengan siklosporin
pada beberapa pasien, sebaiknya kombinasi ini
dihindari
• Mikafungin terbukti meningkatkan kadar nifedipin,
siklosporin, dan sirolimus
• Anidulafungin tidak memiliki interaksi obat yang
signifikan, tetapi selama infus intravena dapat terjadi
pelepasan histamin
Obat Antijamur Sistemik Oral
Untuk Infeksi Mukokutis

• Griseofulvin
• Terbinafin
GRISEOFULVIN
• Griseofulvin adalah obat fungistatik yang sangat tidak larut dan berasal
dari suatu spesies penisilinum
• Satu-satunya pemakaian adalah dalam terapi sistemik dermatofitosis
• Obat ini diberikan dalam bentuk mikrokristal dengan dosis 1 g/hari
• Penyerapan meningkat jika diberikan bersama dengan makanan berlemak
• Mekanisme kerja griseofulvin di tingkat sel masih belum jelas, tetapi obat
ini mengendap di kulit yang baru terbentuk tempat dia berikatan dengan
keratin, melindungi kulit dari infeksi baru
• Karena efeknya adalah mencegah infeksi di struktur kulit yang baru, maka
harus diberikan selama2- 6 minggu untuk infeksi kulit dan rambut agar
keratin yang terinfeksi dapat diganti oleh struktur yang resisten
• Infeksi kuku mungkin memerlukan terapi berbulan-bulan .
• Efek samping mencakup suatu sindrom alergik seperti serum sickness,
heaptitis.
• Interaksi obat dengan warfarin dan fenobarbital
• Griseofulvin umumnya telah digantikan oleh obat antijamur baru, misal
itrakonazol dan terbinafin
TERBINAFIN
• Terbinafin adalah suatu alilamin sintetik yang tersedia
dalam bentuk oral dan digunakan pada dosis 250 mg/hari
• Digunakan untuk terapi dermatofitosis, khususnya
onikomikosis
• Terbinafin adalah keratofilik , bersifat fungisidal
• Seperti azol, obat ini mengganggu biosintetis ergosterol,
tetapi tidak berinteraksi dengan sistem P450, dan
menghambat enzim skualen epoksida jamur. Hal ini
menyebabkan akumulasi skualen sterol, yang toksis bagi
organisme
• 1 tablet sehari selama 12 minggu mencapai angka
kesembuhan hingga 90% untuk onikomikosis dan lebih
efektif daripada griseofulvin atau itrakonazol
• Efek samping (jarang) : gangguan pencernaan dan nyeri
kepala
• Terbinafin tidak mengganggu sistem P450 dan terbukti
tidak memperlihatkan interaksi obat yang siginifikan
Obat Antijamur Topikal
• Nistatin
• Azol Topikal
• Alilamin topikal
NISTATIN
• Nistatin adalah suatu makrolida polien yang sangat mirip
dengan amfoterisin B
• Obat ini terlalu toksik untuk pemberian parenteral dan
hanya digunakan secara topikal
• Tersedia dalam bentuk krim, salep, supositoria, dan bentuk
lain untuk aplikasike kulit dan membran mukosa
• Obat ini tidak diserap secara signifikan dari kulit, membran
mukosa, atau saluran cerna, karena itu nistatin jarang
menyebabkan toksisitas,meskipun pemakaian oral sering
dibatasi oleh rasanya yang tidak enak.
• AKTIVITAS : Nistatin aktif terhadap sebagian besar Candida
sp dan paling sering digunakan untuk menekan infeksi
kandida lokal
• Indikasi umum: thrush orofaring, kandidiasis vagina, serta
kandidiasis intertriginosa
AZOL TOPIKAL
• Dua azol yang paling sering digunakan secara topikal
adalah klotrimazol dan mikonazol
• Sering digunakan sebagai kandidiasis vulvovagina
• Tersedia table hisap klotrimazol untuk oral thrush dan
merupakan alternatif nistatin dengan rasa yang enak
• Dalam bentuk krim (klotrimazol dan mikonazol)
berguna untuk infeksi dermatofita, termasuk tinea
korporis, tinea pedis (kutu air), dan tinea kruris.
Sediaan ini nyaris tidak diserap dan efek samping
sangat jarang terjadi
• Tersedia ketokonazol topikal dan sampo, digunakan
untuk dermatitis seboroik dan pitiriasis versikolor
ALILAMIN TOPIKAL
• Terbinafin dan naftifin adalah alilamin yang
tersedia sebagai krim topikal
• Keduanya efektif untuk mengobati tinea kruris
dan tinea korporis

Anda mungkin juga menyukai