• Amfoterisin B
• Flusitosin
• Azol (Ketokonazol, Itrakonazol, Flukonazol,
Vorikonazol, Posakonazol)
• Ekinokandin
Amfoterisin B
• Amfoterisin A dan B adalah antibiotik
antijamur yang dihasilkan oleh Streptomyces
nodosus.
• Amfoterisin A tidak digunakan secara klinis.
Kimia dan Farmakokinetika
• Amfoterisin B adalah suatu makrolida polien amfoterik (polien =
banyak ikatan rangkap, makrolida = mengandung sebuah cincin
lakton besar yang terdiri dari 12 atom atau lebih)
• Tidak larut air, dibuat sebagai suspensi koloid amfoterisin B dan
natrium desoksikolat untuk injeksi intravena.
• Amfoterisin B kurang diserap di saluran cerna, amfoterisin B oral
hanya efektif untuk jamur di lumen saluran cerna dan tidak dapat
digunakan untuk penyakit sistemik.
• Diekskresi di urin dalam beberapa hari
• t1/2 : 15 hari
• Tidak perlu penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan hati,
ginjal, dan dialisis.
• Tersebar luas di jaringan, tetapi hanya 2-3% di serebrospinal, maka
diperlukan terapi intratekal untuk meningitis jamur tipe tertentu.
Mekanisme kerja dan resistensi
Toksisitas terkait-infus :
• Reaksi terkait-infus hampir selalu terjadi yaitu berupa
demam, menggigil, kejang otot, muntah, nyeri kepala,
dan hipotensi
• Reaksi tersebut dapat dikurangi dengan
memperlambat infus atau mengurangi dosis harian.
• Pramedikasi dengan obat antipiretik, antihistamin,
meperidin, atau kortikosteroid dapat membantu.
• Dalam memulai pengobatan, diberikan dosis uji 1 mg
secara intravena untuk mengira-ngira keparahan reaksi.
• Hal tersebut berfungsi sebagai petunjuk tentang
rejimen dosis awal dan strategi pramedikasi.
Efek Samping Amfoterisin B
Toksisitas Kumulatif :
• Kerusakan ginjal adalah reaksi toksik paling signifikan
• Kerusakan reversibel berkaitan dengan berkurangnya perfusi ginjal
dan mencerminkan suatu bentuk gagal ginjal prarenal.
• Kerusakan irreversibel terjadi akibat cedera tubulus ginjal dan
disfungsi
• Irreversibel nefrotoksisitas terjadi pada pemberian yang
berkepanjangan (dosis kumulatif > 4 g)
• Manifestasi toksisitas ginjal : asidosis tubulus ginjal, kekurangan
kalium dan magnesium yang parah.
• Untuk meminimalisir efek samping maka diberikan natrium, dan
dosis harian amfoterisin B diberikan bersama infus salin normal
(NaCl).
• Terjadi kelainan fungsi hati
• Anemia (derajat bervariasi), akibat berkurangnya produksi
eritropoetin oleh sel tubulus ginjalyang rusak.
• Terapi intratekal : kejang, araknoiditis kimiawi
FLUSITOSIN
• Flusitosin (5-FC) ditemukan tahun 1957 sewaktu penelitian
tentang obat antineoplastik, tetapi obat ini malah bersifat
antijamur yang poten.
• Flusitosin adalah analog pirimidin larut air yang berkaitan
dengan obat kemoterapeutik 5-fluorouracil (5-FU).
• Spektrum kerjanya lebih sempit dibanding amfoterisin B
• Dosis 100 – 150 mg/kg/hari pada pasien dengan fungsi
ginjal normal.
• Obat ini kurang terikat ke protein dan menembus dengan
baik semua kompartemen cairan tubuh, termasuk cairan
serebrospinal
• Obat ini dieliminasi oleh filtrasi glomerulus
• T1/2 : 3 -4 jam, dan dapat dikeluarkan dengan hemodialisis
• Kadar cepat meningkat pada gangguan ginjal dan
menyebabkan toksisitas
FLUSITOSIN
Mekanisme kerja dan Resistensi
• Griseofulvin
• Terbinafin
GRISEOFULVIN
• Griseofulvin adalah obat fungistatik yang sangat tidak larut dan berasal
dari suatu spesies penisilinum
• Satu-satunya pemakaian adalah dalam terapi sistemik dermatofitosis
• Obat ini diberikan dalam bentuk mikrokristal dengan dosis 1 g/hari
• Penyerapan meningkat jika diberikan bersama dengan makanan berlemak
• Mekanisme kerja griseofulvin di tingkat sel masih belum jelas, tetapi obat
ini mengendap di kulit yang baru terbentuk tempat dia berikatan dengan
keratin, melindungi kulit dari infeksi baru
• Karena efeknya adalah mencegah infeksi di struktur kulit yang baru, maka
harus diberikan selama2- 6 minggu untuk infeksi kulit dan rambut agar
keratin yang terinfeksi dapat diganti oleh struktur yang resisten
• Infeksi kuku mungkin memerlukan terapi berbulan-bulan .
• Efek samping mencakup suatu sindrom alergik seperti serum sickness,
heaptitis.
• Interaksi obat dengan warfarin dan fenobarbital
• Griseofulvin umumnya telah digantikan oleh obat antijamur baru, misal
itrakonazol dan terbinafin
TERBINAFIN
• Terbinafin adalah suatu alilamin sintetik yang tersedia
dalam bentuk oral dan digunakan pada dosis 250 mg/hari
• Digunakan untuk terapi dermatofitosis, khususnya
onikomikosis
• Terbinafin adalah keratofilik , bersifat fungisidal
• Seperti azol, obat ini mengganggu biosintetis ergosterol,
tetapi tidak berinteraksi dengan sistem P450, dan
menghambat enzim skualen epoksida jamur. Hal ini
menyebabkan akumulasi skualen sterol, yang toksis bagi
organisme
• 1 tablet sehari selama 12 minggu mencapai angka
kesembuhan hingga 90% untuk onikomikosis dan lebih
efektif daripada griseofulvin atau itrakonazol
• Efek samping (jarang) : gangguan pencernaan dan nyeri
kepala
• Terbinafin tidak mengganggu sistem P450 dan terbukti
tidak memperlihatkan interaksi obat yang siginifikan
Obat Antijamur Topikal
• Nistatin
• Azol Topikal
• Alilamin topikal
NISTATIN
• Nistatin adalah suatu makrolida polien yang sangat mirip
dengan amfoterisin B
• Obat ini terlalu toksik untuk pemberian parenteral dan
hanya digunakan secara topikal
• Tersedia dalam bentuk krim, salep, supositoria, dan bentuk
lain untuk aplikasike kulit dan membran mukosa
• Obat ini tidak diserap secara signifikan dari kulit, membran
mukosa, atau saluran cerna, karena itu nistatin jarang
menyebabkan toksisitas,meskipun pemakaian oral sering
dibatasi oleh rasanya yang tidak enak.
• AKTIVITAS : Nistatin aktif terhadap sebagian besar Candida
sp dan paling sering digunakan untuk menekan infeksi
kandida lokal
• Indikasi umum: thrush orofaring, kandidiasis vagina, serta
kandidiasis intertriginosa
AZOL TOPIKAL
• Dua azol yang paling sering digunakan secara topikal
adalah klotrimazol dan mikonazol
• Sering digunakan sebagai kandidiasis vulvovagina
• Tersedia table hisap klotrimazol untuk oral thrush dan
merupakan alternatif nistatin dengan rasa yang enak
• Dalam bentuk krim (klotrimazol dan mikonazol)
berguna untuk infeksi dermatofita, termasuk tinea
korporis, tinea pedis (kutu air), dan tinea kruris.
Sediaan ini nyaris tidak diserap dan efek samping
sangat jarang terjadi
• Tersedia ketokonazol topikal dan sampo, digunakan
untuk dermatitis seboroik dan pitiriasis versikolor
ALILAMIN TOPIKAL
• Terbinafin dan naftifin adalah alilamin yang
tersedia sebagai krim topikal
• Keduanya efektif untuk mengobati tinea kruris
dan tinea korporis