Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2021


UNIVERSITAS KHAIRUN

MEKANISME KERJA OBAT ANTIPSIKOTIK DAN JARAS


DOPAMIN

Disusun oleh:
NURUL WAHIDA Y. ABBAS
NPM. 09401711022

Konsulen
dr. YAZZIT MAHRI, Sp. KJ, M. Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2021
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Dopamin adalah neurotransmitter monoamine. Dopamin diproduksi di neuron


dopaminergik di daerah tegmental ventral dari substantia nigra, otak tengah, dan
nucleus arkuata hipotalamus. Ada 5 subtipe reseptor dopamin, D1, D2, D3, D4, dan
D5, yang merupakan anggota keluarga besar reseptor ditambah G-protein. Dopamin
memainkan peran sentral dalam perilaku hadiah yang menyenangkan, penghambatan
produksi prolaktin (terlibat dalam laktasi), tidur, suasana hati, perhatian, pembelajaran,
perilaku, kontrol mual dan muntah serta pemrosesan rasa sakit. Selain itu ia juga
terlibat dalam mengendalikan gerakan, emosi dan kognisi. Karena lokalisasi luas
reseptor dopamin ke area otak dan perannya dalam berbagai fungsi, disfungsi
dopaminergik telah terlibat dalam patofisiologi skizofrenia, gangguan mood, gangguan
obsesif kompulsif (OCD), gangguan spektrum autisme, gangguan defisit hiperaktif
(perhatian) (ADHD), sindrom tourette, ketergantungan zat, penyakit Parkinson dan
gangguan lainnya.
Jaras yang berperan dalam gangguan psikotik adalah jaras mesolimbik,
mesokortikal, nigrostriatal, tuberoinfundibular, dan talamus. Jaras yang beperan
pada gejala psikotik adalah jaras mesolimbik dan mesokortikal. Jaras mesolimbik
melewati ventral tegmental area menuju striatum ventral. Jika terjadi peningkatan
dopamin pada jaras ini, maka timbulah gejala positif, impulsif, dan agresif. Jaras
Mesokortikal meliputi area ventral tegmental area menuju dorso lateral cortex
(DLPFC) dan ventro medial prefrontal cortex (VMPFC). Jika terjadi penurunan
dopamin pada jaras DLPFC, maka akan terjadi gejala penurunan fungsi kognitif
dan timbul gejala negatif. Jika terjadi peurunan dopamin pada jaras VMPFC maka
akan terjadi penumpulan afek dan timbul gejala negative.

Antipsikotik telah digunakan di kedokteran barat selama lebih 50 tahun.


Reserpin dan Klorpromazin merupakan obat – obat pertama yang ditemukan untuk
mengobati skizofrenia. Sampai saat ini terus berkembang bahwa obat antipsikotik sering
menimbulkan gejala saraf berupa gejala ekstrapiramidal. Dengan dikembangkannya
golongan baru yang hampir tidak menimbulkan gejala ektrapiramidal istilah neuroleptik
tidak lagi dapat dianggap sinonim dari istilah antipsikotik. Selanjutnya ditemukan
generasi kedua antipsikotik yaitu haloperidol, yang penggunaannya cukup luas hingga
selama 4 dekade.

Pada tahun 1990, ditemukan Klozapin yang dikenal sebagai generasi pertama
antipsikotik golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan obat ini sedikit
menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal symptom) yang umum
terjadi pada obat antipsikotik tipikal yang ditemukan lebih dahulu. Sejak ditemukan
Klozapin, pengembangan obat baru golongan atipikal ini terus dilakukan. Hal ini
terlihat dengan ditemukannya obat baru yaitu Risperidon, Olanzapine, Zotepin,
Ziprasidon dan lainnya.

Kebanyakan antipsikotik golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam


menghambat reseptor dopamin 2, hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi
ekstrapiramidal yang kuat. Obat golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas
yang lemah terhadap dopamine 2, selain itu juga memiliki afinitas terhadap reseptor
dopamine 4, serotonin, histamine, reseptor muskarinik dan reseptor alfa adrenergic.
Golongan antipsikotik atipikal diduga efektif untuk gejala positif (seperti bicara kacau,
halusinasi, delusi) maupun gejala negatif (miskin kata kata, afek yang datar, menarik
diri dari lingkungan, inisiatif menurun) pasien skizofrenia. Golongan antipsikotik tipikal
umumnya hanya berespon untuk gejala positif.
Obat-obat antipsikotik dahulu sering disebut dengan neuroleptik karena memiliki
beberapa efek samping yang memberi gambaran seperti gangguan neurologis yang
disebut pseudoneurologis, atau dikenal juga istilah major transquilizer karena adanya
efek sedasi atau mengantuk yang berat.
Neuroleptik bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronis. Ciri
terpenting obat neuroleptik ialah : (1) Berefek anti psikosis, yaitu berguna untuk
mengatasi agresivitas, hiper aktivitas dan labilitas emosional pada pasien psikosis, (2)
Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anesthesia, (3) Dapat
menimbulkan gejalaekstrapiramidal yang reversible atau ireversibel, (4) Tidak ada
kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan psikis atau fisik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Dopamin merupakan salah satu neurotransmitter pada manusia yang sangat


berperan pada mekanisme terjadinya gangguan psikotik. Dopamin sendiri diproduksi
pada beberapa area di otak, termasuk subtantia nigra dan area ventral tegmental.
Dopamin juga merupakan neurohormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Fungsi
utama hormon ini adalah menghambat pembentukan prolaktin dan lobus anterior
kelenjer pituitary.

Dopamin memiliki banyak fungsi di otak, termasuk peran pentingnya pada


perilaku dan kognisi, pergerakan volunter, motivasi, penghambat produksi prolaktin
(berperan dalam masa menyusui), tidur mood, perhatian, dan proses belajar.

Dopaminergik neurom (neuron yang menggunakan dopamin sebagai


neurotransmitter utamanya. terdapat pada area ventral tegmental (AVT) pada
midbrain, substantia nigra pars compacta dan nucleus arcuata pada hipotalamu, jalur
dopaminergik merupakan jalur neural pada otak yang mengirimkan dopamin dari satu
regio di otak ke regio lainnya.

Penghambatan reseptor dopamin adalah efek utama yang berhubungan dengan


keuntungan terapi obat-obatan antipsikotik lama. Terdapat beberapa jalur utama
dopamin diotak, antara lain:
Jalur mesolimbik dikenal sebagai jalur yang mengatur tentang rasa senang dan
kepuasan, tidak hanya kepuasan normal yang didapat saat mendengarkan musik atau
mengonsumsi makanan yang enak, namun juga perasaan senang yang artifisial akibat
dari penyalahgunaan obat-obatan. Jika reseptor D2 pada jalur ini distimulasi, maka
perasaan senang atau puas akan dapat dirasakan oleh orang tersebut. Pada skizofrenia,
ditemukan adanya overstimulasi dari neuron-neuron dopamin yang hiperaktif di jalur
mesolimbik, dimana hal inilah yang melatarbelakangi munculnya gejala positif seperti
halusinasi dan delusi. Apabila kemudian terdapat blokade pada reseptor D2 oleh
karena pemberian antipsikotik, tidak hanya gejala positif saja yang hilang, namun
perasaan senang dan kepuasan juga otomatis akan hilang. Hal ini menyebabkan
munculnya anhedonia (berkurangnya kemampuan seseorang untuk merasakan
kepuasan atau kebahagiaan), avolisi (kehilangan gairah atau semangat
untuk melakukan suatu pekerjaan bahkan kegiatan sehari-hari), juga kehilangan rasa
senang dan bahagia sat melakukan interaksi sosial di lingkungannya. Hal-hal tersebut
dikatakan mirip dengan adanya gejala negatif pada skizofrenia.
Jalur mesokortikal dikenal memiliki hubungan dengan pengaturan fungsi
kognitif, fungsi eksekutif, juga emosi dan afek seseorang. Pada Skizofrenia, meskipun
terdapat peningkatan kadar dopamin di jalur mesolimbik, namun diketahui bahwa pada
jalur mesokortikal justru terjdi hal yang sebaliknya, yaitu penurunan kadar dopamin
yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif dan munculnya gejala negatif. Jika
terdapat blokade reseptor D2 oleh obat antipsikotik terutama golongan tipikal
(generasi pertama) yang memblokade seluruh reseptor D2 di semua jalur, maka kadar
dopamin pada jalur ini akan semakin menurun dan berdampak pada penurunan fungsi
kognitif yang lebih berat juga bertambah parahnya gejala negatif yang muncul.
Jalur nigostriatal merupakan bagian dari sistem syaraf ekstrapiramidal yang
mengatur gerakan motorik volunter, dimana dopamin berfungsi untuk menstimulasi
adanya gerakan tersebut. Adanya blokade terhadap reseptor D2 karena pengaruh obat
antipsikotik khususnya antipsikotik generasi pertama, dapat menimbulkan gangguan
pada gerakan tubuh yang muncul seperti penyakit Parkinson. Efek samping motorik
akibat blokade reseptor D2 di jalur ini biasanya disebut sebagai extrapyramidal
symptoms (EPS). Apabila blokade reseptor D2 terjadi
secara terus menerus akibat penggunan antipsikotik tipikal dalam jangka panjang, maka
hal tersebut dapat menyebabkan gangguan gerakan hiperkinetik yang biasa disebut
sebagai tardive dyskinesia. Gangguan ini ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan
involunter wajah dan lidah seperti mengunyah, mengernyitkan wajah, hingga gerakan
abnormal ekstremitas bawah yang cepat dan tampak seperti sedang menari. Jika blokade
reseptor D2 setelah munculnya tardive dyskinesia segera dihentikan, maka besar
kemungkinan keadaan ini dapat reversibel. Namun apabila antipsikotik tipikal terus
digunakan, hal ini dapat berakibat pada keadaan yang ireversibel, bahkan ketika obat
antipsikotik kemudian dihentikan. Blokade reseptor D2 pada jalur tuberoinfundibular
akibat penggunaan antipsikotik tipikal dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi
prolactin plasma hingga terjadi hiperprolaktinemia. Keadaan ini berkaitan dengan
munculnya galaktorea dan amenorea. Selain itu, hiperprolaktinemia juga mempengaruhi
fertilitas wanita

B. Antipsikotik

Obat antipsikotik adalah obat-obatan yang menghambat reseptor dopamine tipe


2(D2). Indikasi utama untuk pemakaian obat adalah terapi skizofrenia dan gangguan
psikotik lainnya.2

Obat yang digunakan untuk psikosis memiliki banyak sebutan yaitu anti
psikotik, neuroleptik dan mayor transquilizer. Anti psikotik digunakan untuk mengatasi
gejala akibat gangguan mental yang berat seperti skizofrenia, gangguan delusional,
gangguan afektif berat, dan gangguan psikosis organik. Neuroleptika konvensional
umumnya dapat mengurangi gejala positif, seperti : halusinasi, waham, tidak
kooperatif, dan gangguan alam berpikir seperti loncat pikir/ flight of ideas maupun
inkoherensi.

Gejala positif skizofrenia tersebut bereaksi secara lebih responsif terhadap obat
antipsikotik, sedang gejala negatifnya, seperti : pendataran afek, apatis, anhedonia dan
blokade diri ternyata lebih sulit diatasi. Namun sekarang sudah ditemukan derivat baru
untuk mengatasi gejala negatif tersebut. Obat-obatan jenis ini dikelompokkan dalam
“Neuroleptika- aspesifik”.
a. Jenis - Jenis Antipsikotik
Berdasarkan rumus kimianya, obat-obat antipsikotik dibagi menjadi golongan
fenotiazin misalnya Chlorpromazine, dan golongan nonfenotiazine contohnya
Haloperidol. Sedangkan menurut cara kerjanya terhadap reseptor Dopamin dibagi
menjadi Dopamine receptor Antagonist (DA) dan Serotonine Dopamine Antagonist
(SDA). Obat-obat DA juga sering disebut dengan antipsikotik tipikal, dan obat-obat
SDA disebut juga dengan antipsikotik atipikal.Golongan fenotiazine disebut juga obat
berpotensi rendah (low potency), sedangkan golongan non fenotiazine disebut obat-
obat potensi tinggi (high potency) karena hanya memerlukan dosis kecil untuk
memperoleh efek yang setara dengan Chlorpromazine 100 mg. Obat-obat SDA makin
berkembang dan makin menjadi pilihan karena efek klinis yang diperoleh setara
dengan obat-obat konvensional disertai dengan efek samping yang jauh
lebih ringan. Obat-obat jenis ini antara lain, Risperidon, Clozapine, Olanzapin,
Quetiapin, Ziprazidon, dan aripripazol.

Klasifikasi kemudian dibuat lebih sederhana dengan membaginya menjadi


antipsikotik generasi I (APG-I) untuk obat-obat golongan antagonis Dopamin (DA) dan
antipsikotik generasi II (APG-II) untuk obat-obat golongan serotonin dopamin
antagonis (SDA).
Pembagian Antipsikotik :

1. Antipsikotik Tipikal
a. Phenothiazine
i. Rantai aliphatic : chlorpromazine (150mg-600mg)
Levomepromazine ( 25mg-50mg)
ii. Rantai piperazine : perphenazine (12mg-24mg)
Trifluopherazine (10mg-15mg)

Fluphenazine (10mg-15mg)

iii. Rantai piperidine : thioridazine (150 mg-600mg)


b. Butyrophenone : haloperidol (5mg-15mg)
c. Diphenyi butyl piperidine : pimozide (2mg-4mg)
2. Antipsikotik Atipikal
a. Benzamide : sulpirid (300mg-600mg)
b. Dibenzodiazepine : clozapine (25mg-100mg)
Olanzapine (10mg-20mg)

Quetiapine (50mg-400mg)

c. Benzisoxazole : risperidon (2mg-6mg)


Sediaan Obat Antipsikotik 2

No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran

1 Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25 -100 mg 150-600mg/h


Amp 50mg/2cc
50-100 mg(im)
setiap 4-6 jam

Anak anak >5


tahun ½ dosis
orang dewasa,
anak anak < 5
tahun 1
mg/kgBB .bila
perlu diberikan
2x sehari.
2 Haloperidol SERENACE Tab. 0,5 mg, 1,5&5 5-15 mg/h
mg
5-10mg(im)
Liq. 2 mg/ml
setiap 4-6 jam
HALDOL
Amp. 5 mg/ml
LODOMER 50 mg (im)
Tab. 0,5 mg, 2 mg
HALDOL DECA- setiap 2-4
Tab. 2 mg, 5 mg
NOAS minggu
Amp. 50 mg/ml

50 mg / 2-4
minggu
3 Perphenazine TRILAFON Tab. 2 mg, 4&8 mg 12-24 mg/h
4 Fluphenazine ANATENSOL Tab. 2,5 mg, 5 mg 10-15 mg/h
Fluphenazine- SIKZONOAT Vial 25 mg/ml 25 mg / 2-4
Decanoate minggu
5 Levomepromazine NOZINAN Tab.25 mg 25-50 mg/h
Amp. 25 mg/ml
6 Trifluoperazine STELAZINE Tab. 1 mg, 5 mg 10-15 mg/h
7 Thioridazine MELLERIL Tab. 50 mg, 100 mg 150-300 mg/h
8 Sulpiride DOGMATIL – Tab. 200 mg 300-600 mg/h
FORTE Amp. 50 mg/ml
9 Pimozide ORAP FORTE Tab. 4 mg 2-4 mg/h
10 Risperidone RISPERDAL Tab. 1,2,3 mg Tab 2-6 mg/h
NERIPROS Tab. 1,2,3 mg 25-50 mg(im)
NOPRENIA Tab. 1,2,3 mg setiap 2
PERSIDAL-2 Tab. 2 mg minggu
RIZODAL Tab. 1,2,3 mg
Vial 25 mg/cc

Vial 50 mg/cc
11 Clozapine CLOZARIL Tab. 25 mg, 100 mg 25-100 mg/h
12 Quetiapine SEROQUEL Tab. 25 mg, 100 mg, 300-800 mg/h
200 mg
13 Olanzapine ZYPREXA Tab. 5 mg, 10 mg 10-30 mg/h
b. ANTIPSIKOTIK GENERASI PERTAMA (APG I)

Antipsikotik generasi pertama mempunyai cara kerja dengan memblok


reseptor D2 khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering
disebut juga dengan Antagonist Reseptor Dopamin (ARD) atau antipsikotik
konvensional atau tipikal. Dapat menurunkan gejala positif hingga 60-70% dan
hanya sedikit berpengaruh pada gejala negatif.1,5

Mekanisme kerja obat antipsikotik tipikal adalah memblokade dopamin


pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapirimidal (D2 receptor antagonists), sehingga efektif untuk gejala positif.

Dopamin merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh neuron-


neuron yang berasal dari substansia nigra di batang otak. Neuron-neuron ini
terutama berakhir pada region striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya
bersifat inhibisi. Pada skizofrenia diduga terjadi produksi dopamin yang berlebihan
akibat sekresi dari sekelompok neuron proyeksi dopamin. Neuron - neuron ini
menghasilkan sistem dopaminergik mesolimbik yang menjulurkan serabut-serabut
saraf dan sekresi dopamin ke bagian medial dan anterior dari sistem limbik,
khususnya ke dalam hipokampus, amigdala, nukleus kaudatus anterior dan
sebagian lobus prefrontalis. Semua ini merupakan pusat-pusat pengatur tingkah
laku yang
sangat berpengaruh. Dengan menggunakan antipsikotik tipikal dianggap
mampu mengurangi efek produksi dopamin yang berlebihan. Potensi antipsikotik
untuk menurunkan gejala psikotik sangat berhubungan dengan afinitas obat
tersebut dengan reseptor D2. Antipsikotik tipikal bekerja mengurangi produksi
dopamine yang berlebihan dengan cara menghambat atau mencegah dopamine
endogen untuk mengaktivasi reseptor.5,8

Antipsikotik tipikal mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2


khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga
dengan antagonis reseptor dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional. Kerja
dari antipsikotik ini menurunkan hiperaktivitas dopamine dijalur mesolimbik
sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata tidak hanya
memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga di tempat lain seperti dijalur
mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular.1,5,8

Apabila antipsikotik tipikal memblok reseptor D2 dijalur mesokortikal,


dapat memperberat gejala negatif dan gejala kognitif disebabkan penurunan
dopamin di jalur tersebut. Jika hal ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan
terapi, karena blokade reseptor dopamin di jalur ini secara teoritis akan
menyebabkan memburuknya gejala negatif dan kognitif. Blokade reseptor D2 di
tuberoinfundibular oleh antipsikotik tipikal menyebabkan peningkatan kadar
prolaktin sehingga dapat terjadi disfungsi seksual dan peningkat berat badan.
Fungsi normal jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin.
Pada wanita postpartum, aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan
laktasi.5,8

Antipsikotik selain menyebabkan terjadinya blokade reseptor D2 pada


keempat jalur dopamine, juga menyebabkan terjadinya blokade reseptor kolinergik
muskarinik sehingga timbul efek samping antikolinergik berupa mulut kering,
pandangan kabur, konstipasi dan kognitif tumpul.Reseptor histamin (H1) juga
terblok sehingga timbul efek samping mengantuk dan meningkatkan berat bdan.
Selain itu antipsikotik juga memblok reseptor alfa1 adrenergik sehingga dapat

1
menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler berupa hipotensi ortostatic,
mengantuk, pusing, dan tekanan darah menurun.2,8
ANTIPSIKOTIK GENERASI KEDUA (APG II)

APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi
antara serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang
menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan sanagat efektif untuk
mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I
hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara
bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2). APG yang
dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine,
ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik ziprasidone belum tersedia di
Indonesia.1,3,6

Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamine pathways:

1. Mesocortical Pathways

Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyebabkan berkurangnya blokade


terhadap antagonis D2 tetapi juga menyebabkan terjadinya aktivitas dopamin
pathways sehingga terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin
dan dopamin. APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor
5HT2A dengan demikian meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yang
dilepas menang dari pada yang dihambat di jalur mesokortikal.Hal ini
menyebabkan berkurangnya gejala negatif maka tidak terjadi lagi penurunan
dopamin di jalur mesokortikal dan gejala negatif yang ada dapat diperbaiki.

APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan


APG I karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak
dari reseptor D2, dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor
5HT2A dan sedikti memblok reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas
2
jumlahnya lebih banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal
berkurang sehingga menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.1,6,8

2. Mesolimbic Pathways

APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan


antagonis D2 di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat
mempengaruhi blokade reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor
D2 menang. Hal ini yang menyababkan APG II dapat memperbaiki gejala
positif skizofrenia. Pada keadaan normal serotonin akan menghambat
pelepasan dari dopamin.1,6

3. Tuberoinfundibular Pathways

APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat


mengalahkan antagonis reseptor D2.Hubungan antara neurotransmiter
serotonin dan dopamin sifatnya
antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise.
Dopamin akanmenghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin
menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi akan
menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan pelepasan dopamin
menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak
terjadi hiperprolaktinemia.1,6

1. Nigrostriatal Pathways

Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi
jalur nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok,
akan terjadi kelainan pergerakan seperti pada Parkinson yang disebut
extrapyramidal reaction (EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia,
dystonia (terutama pada wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia atau
bradikinesia.

APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu:

3
1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I,
umunya pada dosis terapi sangat jarang terjadi EPS.

2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak


memperburuk gejala negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG II.

3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering


digunakan untuk pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.

4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan


penyakit Alzheimer.1,6

Antipsikotik generasi kedua yang digunakan:

First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole

Second line: Clozapine.

Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain efek


samping yang minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan
mood sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien
akibat pemakian obat antipsikotik.Pemakaian APG II dapat meningkatkan
angka remisi dan menigkatkan kualitas hidup penderita skizofrenia karena
dapat mengembalikan fungsinya dalam masyarakat.3

2.4.1 RISPERIDONE

Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA


(Food and Drug Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine.
Absorpsi risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh makanan dan efek
terapeutik nya terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS.
Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan
dan menurunkan jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam
dosis pemeliharaan.1

Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi


4
dengan APG I tetapi hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga
dapat memperbaiki fungsi kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga
pada penderita demensia misalnya demensia Alzheimer.

Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP


2D6 menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4.
Hydroxyrisperiodne mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin
yang setara dengan risperidone.Eksresi terutama melalui urin.Metabolisme
risperidone dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan paroxetine, karena
antidepresan ini menghambat kerja dari enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4
sehingga pada pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone
harus dikurangi untuk meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik.
Metabolisme obat ini dipercepat bila diberikan bersamaan carbamazepin,
karena menginduksi CYP 3A4 sehingga perlu peningkatan dosis risperidone
pada pemberiaan bersama carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di
dalam plasma rendah.1,3,7

Indikasi :

- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif.

- Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).1,8

Dosis :

-Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.

- Dosis optimal 2- 6 mg / hari dengan 2 x pemberian.

- Dosis anjuran 25-50mg (im) setiap 2 minggu.

- Sediannya tab 1-2-3 mg. vial 25 mg, 50 mg/cc

5
Daftar Pustaka

1. Wahyuni S. Karya tulis bunuh diri pada skizofrenia. J Chem Inf Model.
2019;53(9):1689–99.

Anda mungkin juga menyukai