Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) atau yang dikenal juga dengan

Club foot adalah salah satu kelainan bawaan pada kaki yang penting dalam

orthopaedi dan sering terjadi. Kelainan ini mudah didiagnosa tapi sulit diterapi

secara sempurna walaupun oleh seorang yang sangat ahli. 1 Istilah club-foot umum

digunakan untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah dari

posisi yang normal.2

Club-foot ditemukan pada hieroglif Mesir dan dijelaskan oleh Hipokrates

pada 400 SM. Hipokrates menyarankan perawatan dengan cara memanipulasi

kaki dengan lembut untuk kemudian dipasang perban. Sampai saat ini, perawatan

modern juga masih mengandalkan manipulasi dan immobilisasi. Manipulasi dan

immobilisasi secara serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti pemasangan gips

adalah metode perawatan modern non operatif. Kemungkinan mekanisme

mobilisasi yang saat ini paling efektif adalah metode Ponseti, dimana penggunaan

metode ini dapat mengurangi perlunya dilakukan operasi. Walaupun demikian,

masih banyak kasus yang membutuhkan terapi operatif.2

Pengetahuan tentang Congenital Talipes Equino Varus ini penting bagi

seorang dokter terutama dokter umum di daerah. Diagnosis yang tepat dapat

ditegakkan melalui serangkaian anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang yang

baik. Dengan demikian, terapi yang sesuai dapat segera dilakukan untuk

mengatasi deformitas yang terjadi.

1|Page
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi

Pengenalan anatomi yang benar sangat penting dalam pengelolaan

penderita CTEV. Dasar pengetahuan yang kurang justru akan menambah

kerusakan organ dan memperberat deformitas yang ada. Oleh karena itu para

fisiatris perlu menguasai struktur dan fungsi kaki.

1. Struktur Tulang

Kaki adalah suatu kesatuan unit yang kompleks dan terdiri dari 26

buah tulang yang dapat menyangga berat badan secara penuh saat berdiri

dan mampu memindahkan tubuh pada semua keadaan tempat berpijak. Ke-

26 tulang itu terdiri dari: 14 falang, 5 metatarsal dan 7 tarsal. Kaki dapat

dibagi menjadi 3 segmen fungsional.

a. Hindfoot (segmen posterior)

Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai

penyangganya. Terdiri dari:

▪ Os. Talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan bagian dari sendi

pergelangan kaki

▪ Os. Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan

tanah

b. Midfoot (segmen tengah)

Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu:

2|Page
▪ 3 Os. cuneiforme: medial, intermedium dan lateral

▪ Os. Cuboid

▪ Os. Navikulare

Ke lima tulang tersebut membentuk persegi empat ireguler dengan

dasar medial dan apeks lateral. Tiga tulang cuneiforme dan bagian

anterior cuboid serta naviculare dan bagian belakang tulang cuboid

membentuk suatu garis.

c. Forefoot (segmen anterior)

Bagian ini terdiri dari:

▪ 5 metatarsal: I, II, III, IV, V

▪ 14 falang. Dimana ibu jari kaki mempunyai 2 falang sedangkan

setiap jari lainnya 3 falang

Gambar 1. Anatomi tulang-tulang kaki lateral dan medial4

3|Page
Gambar 2. Anatomi tulang-tulang kaki tampak dorsal dan plantar4

2. Struktur persendian dan ligamen

Tulang-tulang tersebut diatas membentuk persendian-persendian

sebagai berikut:

a. Artikulatio talocruralis

Merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan trachlea talus. Sendi

ini distabilkan oleh ligamen-ligamen:

 Sisi medial: ligamen Deltoid yang terdiri dari ligamen

tibionavikularis, calcaneotibialis, talotibialis anterior dan posterior

4|Page
 Sisi lateral: Ligamen talofibularis anterior dan posterior serta ligamen

Calcaneofibularis

Sendi ini melakukan gerakan plantar fleksi, dorso fleksi, serta sedikit

abduksi dan adduksi pergelangan kaki

b. Artikulatio talotarsalis

Terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara fisiologi

keduanya merupakan 1 kesatuan, yaitu pada bagian belakang: artikulatio

talocalcanearis/subtalar dimana ligamen yang memperkuat adalah

ligamen talocalcanearis anterior, posterior, medial dan lateral.

Bagian depan: artikulatio talocalcaneonavicularis dimana ligamen

yang memperkuat adalah ligamen tibionavikularis, calcaneonaviculare

plantaris dan bifurcatum (pars calcaneonavicularis (medial) dan pars

calcaneocuboid (lateral) berbentuk huruf V). Gerak sendi ini yaitu inversi

dan eversi pergelangan kaki.

c. Articulatio tarsotransversa (CHOPART)

Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’ yang sering

menjadi tempat amputasi kaki, terdiri dari 2 sendi, yaitu:

 Articulatio talonavicularis

 Articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh:

◦ Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di medial

◦ Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal

◦ Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar

5|Page
Gerak sendi ini adalah rotasi kaki sekeliling aksis dan memperluas

inversi dan eversi art. Talotarsalis

d. Artikulatio tarsometatarsal (LISFRANC)

Merupakan sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan permukaan

sendi distal pada os cuneiformis I-III. Rongga sendi ada 3 buah, yaitu:

 Diantara os metatarsal I dan cuneoformis I

 Diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis II dan III

 Diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid

Ligamentum pengikatnya adalah ligamentum Tarsi plantaris, Tarsi

dorsalis, Basium os metatarsal dorsalis, interosea dan plantaris.

e. Articulatio metacarpofalangeal

Ligamen pengikatnya adalah ligamen collateralia pada kedua sisi

tiap sendi. Gerak sendi ini yaitu fleksi dan ekstensi sendi metacarpal serta

abduksi dan adduksi sendi metacarpal.

f. Artculatio interfalangeal

Ligamen pengikat yaitu ligamen colateral di sebelah plantar pedis.

Gerak pada sendi ini yaitu Fleksi dan ekstensi interfalang serta abduksi

dan adduksi interfalang.

3. Otot-otot penggerak kaki

Otot-otot penggerak kaki dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Otot-otot ekstrinsik

Otot intrinsik adalah otot-otot yang berorigo dan bekerja di luar kaki.

Otot-otot tersebut adalah otot-otot tungkai bawah, yaitu:

6|Page
 M. Gastrocnemius

Otot ini berorigo pada condylus femoralis medialis dan lateralis dan

berakhir sebagai tendon Achilles yang berinsersi di sisi posterior

calcaneus. Berfungsi untuk melakukan plantar fleksi dan bersama

dengan M. Soleus, membantu supinasi sendi subtalar saat segmen

anterior kaki menapak di tanah

 M. Soleus

Otot ini terletak dibawah gastrocnemius dan berorigo pada tibia dan

fibula bagian atas, dibawah sendi lutut. Berakhir sebagai bagian dalam

tendo Achilles. Berfungsi untuk plantar fleksi

Otot ekstrinsik yang lain dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

 Kelompok lateral, terdiri dari:

M. peroneus longus dan brevis yang berorigo pada sisi lateral fibula.

Peroneus brevis berinsersi di basis metatarsal V sedangkan peroneus

longus pada basis metatarsal I dan suneiformis medialis di permukaan

plantar. Otot ini berfungsi untuk eversi pergelangan kaki.

 Kelompok anterior terdiri dari:

- M. tibialis anterior yang berorigo pada sisi lateral tibia dan

berinsersi di cuneiformis medialis dan basis metatarsal I. Berfungsi

untuk inversi pergelangan kaki, dorsofleksi pergelangan kaki

- M. ekstensor hallucis longus yang berorigo pada permukaan

anterior fibula dan membran interoseus dan berinsersi di atas falang

7|Page
distal ibu jari kaki. Berfungsi untuk ektensi ibu jari kakai dan

membantu dorsofleksi pergelangan kaki

- M. ekstensor digitorum longus yang berorigo pada condylus tibia

lateralis dan permukaan anterior fibula dan berakhir sebagai 4

tendon yang melekat disisi dorsal ke-4 jari-jari kaki. Di ujung tiap

tendon terbagi tiga, 1 berinsersi di atas falang tengah dan 2 lainnya

berinsersi di atas falang distal. Berfungsi untuk ekstensi jari-jari

kaki bersama-sama dengan M. peroneus tertius, yang merupakan

bagian dari ekstensor digirotum longus membantu dorsofleksi dan

eversi pergelangan kaki.

 Kelompok medial terdiri dari:

- M. tibialis posterior yang berorigo pada tibia dan sisi posterior

fibula dan berinsersi di tarsal dan metatarsal medial. Berfungsi

untuk inversi pergelangan kaki dan plantar fleksi

- M. fleksor hallucis longus yang berorigo pada sisi lateral fibula dan

tibia, berinsersi di falang distal ibu jari kaki. Berfungsi untuk fleksi

falang distal ibu jari kaki

- M. fleksor digitorum longus yang berorigo pada sisi posterior tibia

dan berinsersi di sisi lateral falang distal ke-4 jari kaki. Berfungsi

untuk fleksi jari-jari kaki

b. Otot-otot intrinsik

Otot intrinsik adalah otot-otot yang berorigo dan berinsersi pada kaki.

Otot-otot tersebut adalah otot-otot kaki. Otot-otot ini tidak dapat

8|Page
diperiksa secara individual dan untuk detailnya, dapat merujuk ke buku-

buku anatomi. Yang termasuk otot-otot intrinsik yaitu:

 Lapis I

- M. Abduktor digiti kuinti

- M. abduktor hallucis

- M. Fleksor digitorum brevis

 Lapis II

- M. Kuadratus plantaris

- Mm. Lumbricales

 Lapis III

- M. Adduktor hallucis kaput transversal dan oblik

- M. Fleksor hallucis brevis

- M. Fleksor digiti kuinti brevis

 Lapis IV

- Mm. Interosseus plantaris dan dorsali

Otot-otot yang dipersarafi oleh N. plantaris medial, yaitu M.

abduktor hallucis, fleksor digitorum brevis, fleksor hallucis brevis dan

lumbricales I, yang berfungsi untuk fleksi jari-jari kaki terutama pada

sendi metatarsofalangeal ibu jari dan menstabilisasi falang jari pertama

saat fase push-off saat berjalan

Otot-otot yang dipersarafi oleh N. plantaris lateral, yaitu M.

abduktor hallucis, abduktor digiti kuinti, fleksor digiti kuinti, kuadratus

9|Page
plantaris, lumbricalea dan interosseus, yang berfungsi untuk

mempertahankan arkus kaki, fleksi sendi metatarsofalangeal jari-jari

kaki, serta adduksi dan abduksi jari-jari kaki.3

B. Definisi

Istilah talipes bersal dari kata talus (latin : pergelangan kaki) dan pes (latin

: kaki). Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) atau club foot merupakan

suatu deformitas yang tampak pada kaki bayi baru lahir yang ditandai dengan

tumit yang ekuinus, hindfoot pada posisi varus serta midfoot dan forefoot

mengalami adduksi dan supinasi.

Gambar 3. Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) tampak anterior (kanan)


dan posterior (kiri)4,5

C. Etiologi

10 | P a g e
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti mengenai penyebab

terjadinya CTEV.7 Namun, terdapat beberapa teori yang mengemukakan

penyebab terjadinya CTEV diantaranya:

1. Mekanik

Teori ini merupakan teori tertua yang dikemukakan oleh Hippocrates yang

menyatakan bahwa posisi equinovarus kaki fetus disebabkan oleh tekanan

mekanik eksternal. Teori ini diperkuat oleh observasi bahwa insiden CTEV

tidak meningkat pada kondisi lingkungan prenatal yang cenderung membuat

uterus terlalu penuh, seperti kembar, janin besar, primipara, hydramnion dan

oligohidramnion. Teori ini bertentangan dengan teori kedua tentang faktor

lingkungan intrauterin.8

2. Environmental

Browne (1936) menyatakan teori peningkatan tekanan intrauterin yang

menyebabkan imobilisasi ekstremitas sehingga menyebabkan deformitas.

Teori lain adalah perubahan ukuran uterus atau karena bentuk, seperti

misalnya terdapat lekukan pada konveksitas uterus dan oligohydramnion.8

3. Herediter

Wynne-Davies (1964) meneliti lebih dari 100 penderita dan generasi

pertamanya. Didapatkan hasil bahwa deformitas tersebut terjadi pada 2,9%

saudara kandung. Sedangkan pada populasi umum terdapat 1 : 1000

kelahiran.8

11 | P a g e
Idelberger meneliti pada anak kembar dan mendapatkan angka 32,5%

penderita CTEV pada kembar monozygotik dan 2,9% pada dizygotik.

Angka terakhir sama seperti insiden pada saudara kandung bukan kembar.8

4. Defek plasma sel germinativum primer

Defek plasma sel germinativum primer yang merusak talus menyebabkan

flexi plantar yang berkelanjutan dan inversi pada tulang tersebut, dan

selanjutnya diikuti dengan perubahan pada jaringan lunak pada sendi dan

komplex musculotendinous.6,7

5. Kelainan jaringan lunak primer beserta neuromuscular akibat perubahan

tulang sekunder

Klinisnya, anak dengan CTEV mempunyai hipotrofi arteri tibialis anterior

dalam penambahan terhadap atrofi dari muscular sekitar betis. Beberapa

penulis telah mendokumentasikan distribusi abnormal dari tipe I dan tipe 2

muscle fibers pada clubfoot. Kaki abnormal mungkin 1,5-1 ukurannya lebih

kecil pada panjang dan lebarnya.6

6. Faktor miogenik

Telah diketahui bahwa kebanyakan anak dengan CTEV memiliki atrofi otot

betis, yang tidak hilang setelah terapi, karenanya mungkin terdapat

hubungan antara patologi otot dan deformitas ini.7

7. Terhentinya perkembangan fetal

Böhm menyatakan teori terhambatnya perkembangan embrio. Kaki embrio

normal saat usia 5 minggu kehamilan dalam posisi equinovarus, jika terjadi

12 | P a g e
terhambatnya perkembangan kaki pada salah satu fase fisiologis dalam

kehidupan embrio, maka deformitas ini akan persisten hingga kelahiran.7

Terdapat 4 fase dalam evolusi kaki manusia saat pertengahan kehidupan

prenatal, yaitu:

a. Fase I (Bulan ke-2): bentuk kaki dalam posisi equinus berat (plantar

fleksi ± 90º). Dan adduksi hind dan forefoot yang berat.

b. Fase II (Awal bulan ke-3): kaki berotasi ke posisi supinasi, tetapi

tetap plantarfleksi 90º, adduksi metatarsal.

c. Fase III (Pertengahan bulan ke-3): Inklinasi equinus berkurang

menjadi derajat ringan, posisi supinasi dan varus metatarsal tetap.

d. Fase IV (Awal bulan ke-4): Kaki dalam posisi midsupinasi dan

varus metatarsal yang ringan. Pada fase ini, secara bertahap, bidang

kaki dan tungkai bawah mulai tampak dalam posisi seperti kaki dewasa.

D. Epidemiologi

Diperkirakan 100.000 bayi lahir dengan congenital talipes equinovarus

diseluruh dunia. Delapan puluh persen terjadi dinegara berkembang.9 Insidens

congenital talipes equinovarus yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih

sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan (2:1) dan 50%

bersifat bilateral.5,6,7

E. Patologi

Colum talus ke arah bawah dan berdefiasi secara medial, sedangkan korpusnya

sedikit berotasi keluar dalam baik dalam hubungannya dengan kalkaneus dan

13 | P a g e
mortis pergelangan kaki. Posterior bagian dari kalkaneus berada dekat dengan

fibula akibat ligamen calcaneo-fibular yang ketat, dan miring menjadi equinus

dan varus; selain itu, kalkaneus juga berputar secara medial di bawah

pergelangan kaki. Navicular dan seluruh kaki depan bergeser ke medial dan

mengalami supinasi (komposit deformitas varus).

Gambar 4. Perubahan posisi kaki pada CTEV9

Kulit dan jaringan lunak tungkai bawah dan sisi medial kaki yang pendek dan

tidak berkembang. Jika kondisi ini tidak diperbaiki sejak awal, perubahan

pertumbuhan sekunder akan terjadi pada tulang; dan berlangsung ini permanen.

Bahkan dengan perawatan kaki cenderung menjadi pendek dan betis mungkin

tetap kurus.7

14 | P a g e
Gambar 5. Club Foot10

F. Klasifikasi

Perbandingan hasil pengobatan CTEV terhambat oleh kurang penggunaan

sistem klasifikasi yang digunakan secara luas untuk menggambarkan

keparahan deformitas awal dan hasil setelah pengobatan. Dua klasifikasi

terbaru dibuat oleh Pirani dan Diméglio yang hanya didasarkan pada

pemeriksaan fisik dan tidak memerlukan pengukuran radiografi atau studi

khusus lainnya. Sistem Pirani ini terdiri dari 10 pemeriksaan fisik temuan yang

berbeda masing-masing memiliki skor 0 untuk tidak ada kelainan, 0,5 untuk

kelainan sedang, atau 1 untuk kelainan yang berat. Masing-masing kaki

dihitung, maksimum 10 poin, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan

kelainan yang lebih parah.

15 | P a g e
Gambar 6. Tabel klasifikasi Pirani untuk deformitas clubfoot6

Dalam sistem Diméglio, empat parameter yang dinilai atas dasar reduksibilitas

dengan manipulasi lembut yang diukur dengan goniometer genggam: (1)

deviasi equinus pada bidang sagital, (2) deviasi varus di bidang frontal, (3 )

derotasi dari blok calcaneopedal pada bidang horisontal, dan (4) adduksi dari

kaki depan relatif ke kaki belakang pada bidang horisontal.

16 | P a g e
Gambar 7 . Tabel Klasifikasi keparahan clubfoot oleh Dimeglio6

Gambar 8. Klasifikasi keparahan clubfoot oleh Dimeglio6. A. Deviasi


equinus, B. Deviasi varus, C. Derotasi, D. Adduksi6

Flynn et al. membandingkan dua sistem ini dalam evaluasi 55 clubfeet oleh

dua ahli bedah ortopedi dan menemukan bahwa keduanya memiliki kehandalan

interobserver sangat baik setelah tahap pembelajaran awal. Meskipun

17 | P a g e
demikian, efektivitasnya belum terbukti. Lagi tindak lanjut dan jumlah pasien

yang lebih besar diperlukan untuk menentukan apakah kedua klasifiasi ini

dapat mengidentifikasi secara dini kaki yang akan memerlukan perawatan

bedah dan mungkin mengidentifikasi faktor-faktor yang prediksi kekambuhan.

Klasifikasi lain yang sering digunakan yaitu idiopatik, postural, sindromik dan

neuromuskular.

Gambar 9. Beberapa tipe yang berbeda dari clubfoot11

18 | P a g e
Gambar 10. Talipes equinovarus7

Klasifikasi CTEV yang berkaitan dengan terapi ponseti yaitu :

a. Untreated clubfoot: dibawah 2 tahun

b. Neglected clubfoot: tidak diterapi setelah usia 2 tahun

c. Corrected clubfoot: terkoreksi dengan terapi Ponseti

d. Recurrent clubfoot: terdapat supinasi dan equinus setelah koreksi awal

yang baik.

19 | P a g e
e. Resistant clubfoot: clubfoot yang kaku tampak berhubungan dengan

beberapa sindrom seperti arthrogryposis.

f. Complex clubfoot: awalnya telah diterapi dengan metode lain selain

initially Ponseti.10

G. Manifestasi Klinis

Deformitas biasanya jelas pada saat lahir; kaki berbalik dan memutar ke dalam

sehingga menghadap posteromedially. Lebih tepatnya, pergelangan kaki di

equinus, tumit inversi dan kaki depan yang adduksi dan supinated; kadang-

kadang kaki juga memiliki lengkung medial tinggi (cavus), dan talus dapat

menonjol pada permukaan dorsolateral kaki. Tumit biasanya kecil dan tinggi,

dan lipatan mendalam muncul di posterior dan medial. Dalam beberapa kasus

betis menjadi lebih kecil. Pada bayi normal kaki dapat di dorso fleksikan dan

mengalami eversi sampai jari kaki menyentuh bagian depan kaki. Pada

clubfoot, manuver ini terjadi dengan berbagai tingkat resistensi dan pada kasus

berat kelainan ini tetap. Bayi harus selalu diperiksa untuk gangguan terkait

seperti dislokasi pinggul kongenital dan spina bifida. Tidak adanya lipatan

menunjukkan arthrogryposis; dapat dilihat apakah sendi lain juga terpengaruh.7

H. Diagnosis

Sinar X terutama digunakan untuk menilai kemajuan setelah terapi. Film

anteroposterior diambil dengan kaki plantarfleksi 300 dan tabung sinar X

bersudut 30 derajat terhadap garis tegak lurus. Ditarik garis melalui poros

panjang talus yang sejajar perbatasan medial dan poros panjang kalkaneus yang

20 | P a g e
sejajar perbatasan lateralnya; garis-garis itu biasanya menyilang dengan sudut

sebesar 20-400. Tetapi pada clubfoot, kedua garis itu mungkin hampir sejajar. 7

Film lateral diambil dengan kaki dalam keadaan dipaksa dorsifleksi. Garis

yang ditarik melalui poros longitudinal tengah talus dan perbatasan bawah dari

kalkaneus harus bertemu dengan sudut sekitar 400. Sudut yang kurang dari 200

menunjukkan bahwa kalkaneus tidak dapat ditekuk ke atas ke dalam dorsifleksi

sempurna; kaki mungkin tampak dorsifleksi tetapi sebenarnya mungkin ‘patah’

pada tingkat tarsal pertengahan, sehingga menghasilkan apa yang disebut

rocker-bottom deformity.7

Gambar 11. 9 sudut yang umumnya digunakan untuk mengevaluasi


clubfoot6

Gambar 12 . Kisaran normal sudut radiografi6

21 | P a g e
Pengukuran Sudut
Gambar AP :
Tulang talus dibuat sumbu longitudinal dengan cara menarik garis di
tengah-tengah medial dan lateral.Sumbu longitudinal dari calcaneus dibuat dengan
cara menarik garis sejajar dengan sisi lateral tulang tersebut. (sebab sisi medial
tidak jelas dan tidak rata).

Pada kaki normal, sumbu longitudinal talus berada pada sisi medial
metatarsal I dan sumbu longitudinal calcaneus pada sisi lateral metatarsal V.Pada
talipes equinovarus sudut ini mengecil dan mungkin sampai 0 derajat. Pada kasus
yang berat kedua sisi ini saling bersinggungan dan berada pada sisi lateral
metatarsal IV-V.

Sudut talo-first metatarsal (T-MTI), yaitu antara sumbu panjang metatarsal


I memotong sumbu panjang talus, besarnya antara 0-15 derajat. Bila lebih dari 15
derajat menunjukan adanya kelainan varus dari kaki kaki bagian tengah dan
depan. Perlu juga diukur sudut antara axis calcaneal dengan metatarsal V,
besarnya 0 derajat (C- MT5). Pada talipes equinovarus bersudut lebar.

22 | P a g e
Gambar . Evaluasi sudut radiografi pada clubfoot12

Pada gambar lateral, diukur sudut talocalcaneal, garis talus dibuat sama
seperti gambaran AP, dan garis calcaneus dibuat dengan menarik garis pada
daerah plantaris. Pada posisi dorsofleksi sudut ini akan melebar pada orang
normal, tapi pada talipes equinovarus sudutnya akan mengecil.

Gambar 13 . Evaluasi sudut


radiografi pada clubfoot gambar lateral12

23 | P a g e
Gambar . Foto X-Ray pada clubfoot7

Gambar 14. Foto X-Ray pada clubfoot6

24 | P a g e
CT - Scan dan MRI telah direkomendasikan untuk evaluasi pre dan post

operatif, untuk deformitas kuboid. Namun, tidak ditemukan keharusan untuk

melakukan keduanya.7

I. Diagnosis Banding

Diagnosa CTEV sangat mudah karena bentuknya yang khas. Akan tetapi ada

beberapa kelainan yang secara anatomis menyerupainya. Sedangkan untuk

memberi penanganan yang sesuai dengan kelainan ini, perlu mengetahui

kelainan-kelainan lain yang serupa untuk membedakannya. Beberapa

diantaranya adalah:

1. Absensi atau hipoplasia tibia kongenital

2. Dislokasi pergelangan kaki kongenital

Kaki tampak seperti clubfoot. Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk

menegakkan diagnosa adalah palpasi secara teliti hubungan anatomik

hindfoot dengan maleolus lateral dan medial dan melakukan pemeriksaan

radiografi.

3. Acquired type of clubfoot

Pada bayi baru lahir biasanya tipe ini mudah dibedakan dengan tipe

kongenital, tetapi pada anak yang lebih besar lebih sulit. Biasanya sering

terjadi karena penyakit paralitik karena itu disebut juga paralytic clubfoot,

antara lain: myelomeningocele, tumor intraspinal, diasmatomyelia,

poliomyelitis, atrofi muskular progresif tipe distal, cerebral palsy dan

penyakit Guillain-Barré. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu :

 Periksa vertebra secara teliti untuk mencari abnormalitas

25 | P a g e
 Muscle testing

 Radiogram seluruh kolum vertebra

 Nilai sistem neuromuskular dengan teliti untuk menyingkirkan

penyalit paralitik

 Pada poliomyelitis kaki teraba dingin dan biru, bukti paralisa (+)

 Pada spina bifida terdapat gangguan sensasi dan perubahan trofi

Ada pula beberapa anomali lain yang ditemukan bersamaan dengan CTEV,

antara lain:

1. Arthroghyposis multipleks kongenital

Anomali ini sering disertai CTEV, oleh karena itu untuk mendiagnosanya

perlu pemeriksaan:

 Sendi panggul, lutut, siku dan bahu perlu diperiksa dengan teliti

untuk mencari adanya subluksasi atau dislokasi.

 Periksa LGS sendi-sendi perifer

 Kontraktur yang menyebabkan fleksi atau ekstensi abnormal

Yang khas pada arthroghyposis multipleks kongenital adalah penurunan

massa otot dan fibrosis.

2. Konstriksi pita annular kongenital (Streeter’s dysplasia)

Cowell dan Hensinger meneliti 25 kasus konstriksi pita annular kongenital

pada ektremitas dan menemukan clubfeet pada 56% diantaranya.

3. Diasthrophic dwarfism

Bentuk tubuh kecil, masa kistik lunak pada daun telinga, palatum terbelah,

pemendekan metacarpal V dengan ibu jari yang hipermobil, kontraktur

26 | P a g e
fleksi dan berbagai derajat webbing pada sendi lutut, panggul, siku, bahu

dan interfalangeal. Deformitas equinovarus kaki derajat berat dan bilateral.

4. Displasia craniocarpotarsal (Freeman-Sheldon syndrome)

Wajah anak sangat khas. Dahi penuh, mata cekung kedalam, wajah bagian

tengah datar, mulut kecil dengan bibir maju seperti ‘bersiul’. Lipatan kulit

berbentuk huruf H pada dagu. Palatum tinggi dan suara sengau karena

pergerakan palatum terbatas. Jari-jari tanfan berdeviasi keatas. Deformitas

equinus disebabkan karena kontraktur fleksi jari-jari kaki.

5. Larsen’s syndrome

Ditandai dengan dislokasi sendi multipel (terutama lutut, sendi panggul

dan siku), wajah datar, tulang hidung terdorong kedalam, dahi menonjol,

jarak antar mata lebar, metacarpal pendek dengan ibu jari tangan

berbentuk sendok.

6. Möbius syndrome

Yang khas adalah wajah seperti topeng dengan abduksi kedua mata dan

paralisis nercus fasialis parsial atau komplit. Anomali lain adalah

syndactyly dengan ankilosis tulang sendi interfalangeal proksimal, absensi

pektoralis mayor, microdactylia dan kegagalan pembentukan semua

falang.

Jika CTEV dihubungkan dengan anomali-anomali lain, atau bayi terlihat tidak

normal, perlu disarankan untuk mendapatkan konsultasi genetik. Pengelolaan

awal talipes equinovarus pada sindrome-sindroma ini prinsipnya sama dengan

27 | P a g e
CTEV tanpa anomali lain. Umumnya, mempunyai prognosis yang lebih buruk

dan deteksi dini akan membantu mengurangi keanehan di masa depan.

J. Penatalaksanaan

1. Terapi konservatif

Metode yang banyak dibicarakaan saat ini adalah metode ponseti. Metode

ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Metode ini

dilakukan secepatnya setelah kelahiran. Metode ini dikembangkan dari

penelitian kadaver dan observasi klinik yang dilakukan oleh dr. Ponseti.

Lebih dari dekade terakhir metode Ponseti telah diterima diseluruh dunia

sebagai metode penanganan kaki pengkor yang paling efektif dan paling

murah. Deformitas utama yang terjadi pada kasus CTEV adalah adanya

rotasi tulang kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis.

Kaki berada dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada

sendi subtalar.10

Koreksi clubfoot dilakukan dengan mengabduksikan kaki yang telah

disupinasikan sambil melakukan counterpressure pada aspek lateral caput

talus untuk mencegah rotasi talus di ankle. Plaster cast (gips) yang dibentuk

(molding) dengan baik akan mempertahankan kaki dalam posisi yang tepat.

Ligamen tidak boleh diregangkan melebihi batas ”kewajaran” nya. Setelah 5

hari, ligamen dapat diregangkan lagi untuk meningkatkan derajat koreksi

lebih lanjut. Tulang dan sendi akan mengalami remodelling tiap kali gips

28 | P a g e
diganti karena sifat jaringan ikat, kartilago dan tulang yang akan berubah

mengikuti perubahan arah stimulus mekanik.10

Metode ini dikerjakan segera setelah kelahiran (7-10 hari). Bahkan

deformitas dari clubfoot masih dapat dikoreksi dari umur 9 bulan. Terapi

yang dimulai dari usia 9 hingga 28 bulan masih dapat dikoreksi walau tidak

sebaik jika terapi kurang dari 9 bulan. Kebanyakan clubfoot dapat dikoreksi

dalam waktu 6 minggu setelah penggunaan enam atau tujuh plaster cast

yang diganti tiap minggunya. Jika deformitas tidak terkoreksi setelah 6 atau

7 kali ganti gips, kemungkinan besar penanganan selanjutnya akan gagal.

Koreksi ini diharapkan tetap bertahan sepanjang hidup pasien. Hal ini

memberikan kesempatan untuk menjalani masa anak-anak secara normal

dengan kaki yang bebas nyeri dan mobile selama kehidupan dewasa.

Metode ini telah terbukti 90% sukses dalam mengkoreksi clubfoot, namun

kegagalan pada umumnya terjadi karena kaki kaku dengan lipatan yang

dalam pada tapak kaki sehingga dibutuhkan koreksi operasi.

29 | P a g e
Gambar 15. gips dan gambar perubahan posisi kasi setelah menjalani
prosedur posenti10

Gambar 16. Pemasangan Gips10

30 | P a g e
Pada akhir pengegipan, kaki dalam posisi sangat abduksi - sekitar 60-70

derajat (tight-foot axis). Setelah tenotomi, gips terakhir dipakai selama 3

minggu. Protokol Ponseti selanjutnya adalah memakai brace (bracing) untuk

mempertahankan kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Brace berupa

bar (batang) logam direkatkan pada sepatu yang bertelapak kaki lurus

dengan ujung terbuka (straight-last open-toe shoes). Abduksi kaki dengan

sudut 60-70 derajat ini diperlukan untuk mempertahankan abduksi

calcaneus dan forefoot serta mencegah kekambuhan (relaps). Jaringan lunak

pada sisi medial akan tetap teregang hanya jika dilakukan bracing setelah

pengegipan. Dengan brace, lutut tetap bebas, sehingga anak dapat

”menendangkan” kaki kedepan sehingga meregangkan otot gastrosoleus.

Abduksi kaki dalam brace, ditambah dengan bar yang sedikit melengkung,

akan membuat kaki dorsofleksi. Hal ini membantu mempertahankan

regangan pada otot gastrocnemius dan tendo Achilles. Ankle-foot orthose

(AFO) tidak berguna sebab hanya menahan kaki lurus dengan dorsofleksi

netral.

Tiga minggu setelah tenotomi, gips dilepas, dan brace segera dipakai. Alat

ini terdiri dari sepatu open-toe high-top straight-last shoes yang terpasang

pada sebuah batang logam. Pada kasus unilateral, brace dipasang pada 60-

70 derajat eksternal rotasi pada sisi sakit dan 30-40 derajat eksternal rotasi

pada sisi yang sehat. Pada kasus bilateral, brace diatur 70 derajat eksternal

rotasi pada kedua sisi. Bar harus cukup panjang sehingga jarak antar tumit

sepatu selebar bahu. Kesalahan yang sering terjadi adalah bar yang terlalu

31 | P a g e
pendek yang membuat anak merasa tidak nyaman. Bar harus dilengkungkan

5-10 derajat kearah bawah (menjauhi badan) agar kaki tetap dorsofleksi.

Brace harus dipakai sepanjang hari selama 3 bulan pertama semenjak gips

terakhir dilepas. Setelah itu anak harus memakai brace ini selama 12 jam

pada malam hari dan 2-4 jam pada siang. Sehingga total pemakaian 14-16

jam dalam sehari sampai

Gambar Pemakaian Brace10

2. Terapi Operatif

Bedah pada CTEV diindikasikan untuk kelainan yang tidak berespon

dengan pengobatan konservatif. Sering pada anak-anak dengan CTEV yang

signifikan kaku, kaki depan telah dikoreksi oleh pengobatan konservatif,

tapi kaki belakang tetap yang tetap di pada keadaan varus dan equinus, atau

deformitas telah kambuh. Operasi pada clubfoot harus disesuaikan dengan

usia anak dan deformitas yang akan dikoreksi.

Objek dari terapi operatif pada clubfoot adalah (1) pelepasan sempurna dari

joint “tethers” (kontraktur kapsular dan ligamen dan fibrotik band); (2)

32 | P a g e
pemanjangan tendon sehinggan kaki dapat diposisikan secara normal tanpa

kekanan yang tidak semestinya.

Akses ke struktur yang terlibat adalah melalui baik sayatan posteromedial

yang diperpanjang, posterior curved transverse incision extended anteriorly

on both medial and lateral sides ('Cincinatti'), atau sayatan posterolateral

dikombinasikan dengan sayatan medial melengkung terpisah.

Gambar 17. Insisi Cincinnati (kanan) dan Pemanjangan tendon achiles


(kiri)6
Tendon Achillis dan tibialis posterior tendon diperpanjang melalui Z-divisi;

kapsul posterior pergelangan kaki dan sendi subtalar sering dibagi untuk

memungkinkan koreksi yang memadai pada equinus hindfoot. Kadang-

33 | P a g e
kadang flexor digitorum longus dan flexor halusis longus juga

membutuhkan perhatian. Ligamen calcaneo-fibular, struktur kunci dalam

menjaga malrotated calcaneum, kemudian dilepaskan. Pelepasan subtalar

lengkap dilakukan untuk memungkinkan hindfoot yang akan dikoreksi.

Ligamen deltoid siperfisial dibebaskan pada sisi medial tetapi bagian dalam

dijaga untuk mencegah ketidakstabilan pergelangan kaki. 7

Koreksi deformitas kaki depan dilakukan dengan melepaskan kontraktur

sekitar sendi talonavicular dan calcaneocuboid. Ligamentum interoseus di

saluran sinus harus dipertahankan, terutama pada anak-anak dengan

kelemahan ligamen, sebagai divisi dapat menyebabkan overcorrection.

Akhirnya, asal otot-otot intrinsik dan plantar fasia dari calcaneum mungkin

perlu dibagi untuk mengurangi cavus atau deformitas plantaris. Kaki, pada

posisi dikoreksi, yang diimobilisasi dalam gips. K-wires yang kadang-

kadang dimasukkan melewati sendi talonavicular dan subtalar. K-wires dan

gips dilepaskan pada 6-8 minggu.7

34 | P a g e
BAB III

PENUTUP

Congenital talipes equinovarus (CTEV) atau sering disebut congenital club


foot (kaki gada) adalah suatu kelainan kongenital bentuk kaki dan pergelangan
kaki yang berupa equinus (plantar fleksi), varus (inversi) dan adduksi.
Insidens talipes ekuinovarus kongenital adalah dua dari setiap 1000
kelainan hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada peremupuan
(2:1). Tiga puluh persen bersifat bilateral
Diagnosa CTEV dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang. Untuk pemeriksaan radiologis, metode evaluasi
radiologis yang standar digunakan adalah foto polos. Modalitas pemeriksaan
tambahan lainnya yaitu CT-Scan, USG dan MRI.
Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera sesudah
lahir. Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat
diperbaiki; walau demikian, keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna dan sering
kambuh.

35 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Salter. Robert B. : Textbook of Disorder and Injuries of The Musculosceletal


System, Second ed., Williams & Wilkins, Baltimore/London, 1083, pp.
117 – 120.
2. Chandra,Bayu Cahyono. Congenital Talipes Equinovarus (CTEV).CDK-191/
vol. 39 no. 3, th. 2012.
3. Ellis H. Clinical anatomy applied anatomy for students anf junior doctor. 11 th
Ed. Blackwell Publishing. 2006.
4. Thompson, Jon C. Netter’s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy.
Philadelphia: Elsevier, 2002.
5. Williams N, Bulstrode CJK, O’Connell PR. Bailey and love’s short practice
of surgery.Taylor and Francis Group. 2013.
6. Canale ST. Beaty JH. Campbell’s, Operative Orthopaedics, 11th edition,
volume one, 1998,
7. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s : System of Orthopaedics and
fractures, 9th edition, Butterworths Medical Publications2010,
8. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed 2. Makassar:
Bintang Lamumpatue, 2003.
9. Staheli, Lynn. 2009. Clubfoot : Ponseti Management Third Edition.
www.global-help.org.
10. Tachdjian, M.O. : Pediatric Orthopedics, Second ed., vol. 4, WB. Saunders
Co., Philadelphia, 1990, pp. 2428 - 2541.
11. Hart JA, Miller MD. Review of Orhtopedi. 5th Ed. Saunders. 2008
12. Lovell. Wood W., MD, Winter. Robert. B., MD : Pediatric Orthopedics,
Second ed., vol. Two, JB. Lippincott Co., Philadelphia, 1986, pp. 895 - 1017.

36 | P a g e
37 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai