Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS GANGGUAN


SISTEM PERNAFASAN, KARDIOVASKULER & HEMATOLOGI

Dosen Pengampu:
Ns. Rasyidah Az, M.Kep

Disusun Oleh :
Anggraini Saputri
Zudevina Karlin
Jelly Ulandari
Febbi Pratiwi
Azzahra Wulandari
Yata Sabrina
Dindi Roliana
Fiza Apriani
Mawar Anggraini

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HARAPAN IBU JAMBI
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan dengan Kasus Gangguan Sistem Pernapasan,
Kardiovaskuler & Hematologi”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Rasyidah Az, M.Kep
selaku dosen pengampu mata kuliah yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami pada materi ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan ilmu pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 5 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Fungsi Advokasi Perawat pada Kasus dengan Gangguan Sistem
Pernafasan, Kardiovaskuler dan Hematologi pada Klien Dewasa ............ 5
2.2 Trend dan Issue Terkait Gangguan Sistem Pernafasan
Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi .................................................... 6
2.3 Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier pada Masalah Gangguan
Sistem Pernafasan, Kardiovaskuler dan Hematologi ................................ 10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 21
3.2 Saran .......................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawat adalah sebagai salah satu aset penting bagi sebuah rumah sakit.
Perawat menjadi garda terdepan rumah sakit yang berhubungan langsung dengan
pasien dalam waktu 24 jam. Kualitas asuhan sebagaimana seharusnya dituntut
penuh dalam peran penting perawat. Salah satunya peran perawat sebagai advokat
pasien dimana seorang perawat membutuhkan perlindungan dari perawat dari
setiap tindakan medis yang diberikan kepada pasien dalam proses kolaborasi
dengan tenaga kesehatan lainnya (Afidah & Madya, 2013). Sebagai contoh peran
perawat pada tindakan ECT (Electro Conclusive Therapy) peran perawat pada
situasi ini adalah bagaimana perawat memberikan penjelasan secara detail tentang
tindakan yang diberikan dan peran sebagai advokat dalam pemberian informed
consent sebagai persetujuan pasien dengan tindakan yang diberikan dan pasien
atau keluarga sudah memahami secara jelas tindakan yang akan dilakukan
(Kandar, dkk, 2015). Peran advokasi perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan pemberian asuhan
keperawatan. Hal ini juga mencegah terjadinya malpraktik yang akibatnya
merugikan pasien bahkan kematian pasien (Suryani, dkk, 2013).
Selama berada dalam masa perawatan dirumah sakit sangat mungkin
terjadinya human error oleh tenaga kesehatan yang mampu merugikan pasien.
Sebagai satu – satunya yang berhubungan langsung dengan pasien, seorang
perawat dituntut untuk lebih hati – hati dan teliti dalam setiap tindakan yang di
lakukannya, baik itu dalam kolaborasi dengan dokter dalam instruksi pemberian
obat – obatan oral, tindakan injeksi, bahkan sampai tindakan pemberian transfusi.
Perawat harus memastikan apakah hal tersebut dapat berdampak baik kepada
pasien. Bukan malah merugikan atau sampai mengakibatkan kematian pasien.
Dalam latarbelakang penelitiannya Felle (2018) menuliskan bahwa ada beberapa
contoh kelalaian perawat yang merugikan pasien salah satunya adalah seorang
bayi menjadi hangus dalam incubator karena kelalaian perawat dalam mengontrol

1
suhu incubator. Sebagai dasar seorang perawat adalah menghargai hak – hak
pasien sebagai pengguna layanan kesehatan. Ada tiga komponen perawat sebagai
advokat bagi pasien yaitu pelindung penentuan diri pasien, mediator, dan sebagai
pelaku. Perawat juga harus melindungi pasien sebagai manusia yang utuh sesuai
dengan hukum yang berlaku (Suyanti, dkk, 2014). Simamora (2013) dalam
penelitiannya juga membahas tentang perawat sebelum memberikan tindakan
tidak menjelaskan informasi tentang tindakan prosedur pemberian terapi yang
akan dilakukan, dalam hal ini pasien berhak memutuskan tindakan terapi tersebut
ditolak atau diterima oleh pasien. Dalam kasus ini peran perawat sebagai advokasi
pasien belum terlaksanakan. (Telaumbanua, 2019)
Sistem pernapasan atau sistem respirasi merupakan sistem organ yang
berperan penting dalam pertukaran gas. Rangkaian organ dalam sistem
pernapasan bertanggung jawab untuk mengambil oksigen dan mengeluarkan
karbon dioksida. Sistem biologis yang berkaitan dengan pernapasan ini membantu
tubuh dalam pertukaran gas antara udara dan darah serta antara darah dan miliaran
sel tubuh. Secara keseluruhan, sistem pernapasan terbagi menjadi saluran
pernapasan dan organ pernapasan. Saluran pernapasan dimulai dari hidung sampai
dengan bronkiolus, sedangkan organ utama sistem pernapasan adalah paru-paru.
Sistem pernapasan terbagi menjadi sistem pernapasan atas dan sistem pernapasan
bawah yang dibatasi oleh laring. Organ yang termasuk dalam saluran pernapasan
bagian atas adalah hidung, faring, dan laring. Saluran pernapasa atas terdiri atas
hidung, faring, dan laring sedangkan sistem pernapasan bawah adalah trakea,
bronkus, dan bronkiolus. (Puspasari, 2018)
Gangguan pernafasan adalah gangguan yang terjadi pada proses
pengikatan oksigen pada saluran pernafasan sehingga mengganggu aliran udara.
Gangguan sistem pernafasan biasa disebabkan oleh bakteri, virus, kuman, dan zat
lain yang dapat berkaitan dengan hemoglobin (Depkes ,2014). Pada umumnya
suatu penyakit pernafasan dimulai dengan keluhan dan gejala yang ringan. Dalam
perjalan penyakit mungkin gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat
jatuh dalam keadaan kegagalan pernafasan maka dibutuhkan pelaksanaan yang
lebih rumit.

2
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari
jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan
mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan
dalam proses metabolisme tubuh. Sistem kardivaskuler memerlukan banyak
mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons aktivitas
tubuh, salah satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas
jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak
di arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi
memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri. (Wahyuni, 2018)
Gangguan kardiovaskular merupakan sebuah kondisi di mana terjadi
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah yang dapat menyebabkan
serangan jantung, nyeri dada (angina), atau stroke. Penyakit kardiovaskuler
termasuk kondisi kritis yang butuh penanganan segera. Pasalnya, jantung adalah
organ vital yang berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Jika jantung
bermasalah, peredaran darah dalam tubuh bisa terganggu. Tanpa pertolongan
medis yang sesuai, penyakit kardiovaskuler bisa mengancam jiwa dan
menyebabkan kematian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama
kematian di dunia. Hematologi merupakan studi tentang darah, baik dalam
keadaan normal maupun patologis. Darah merupakan cairan tubuh yang berperan
penting dalam membantu diagnosis berbagai penyakit. Darah adalah jaringan
berbentuk cair yang terdiri dari dua bagian, yaitu plasma darah dan korpuskuli.
Secara umum, pencegahan primer adalah melakukan intervensi sebelum
efek kesehatan terjadi, melalui tindakan seperti vaksinasi, mengubah perilaku
berisiko (kebiasaan makan yang buruk, penggunaan tembakau), dan melarang zat
yang diketahui terkait dengan penyakit atau kondisi kesehatan. Sementara
pencegahan sekunder merupakan skrining untuk mengidentifikasi penyakit pada
tahap paling awal, sebelum timbulnya tanda dan gejala, melalui tindakan seperti
mamografi dan tes tekanan darah secara teratur. Pencegahan terakhir adalah
pencegahan tersier berguna untuk mengelola penyakit setelah didiagnosis, dimana
akan memperlambat atau menghentikan perkembangan penyakit melalui tindakan
seperti kemoterapi, rehabilitasi, dan skrining untuk komplikasi. (Laksono, 2021)

3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini antara lain :
1. Apa fungsi advokasi perawat pada kasus dengan gangguan sistem pernafasan,
kardiovaskuler dan hematologi pada klien dewasa?
2. Bagaimana trend dan issue terkait gangguan sistem pernafasan, sistem
kardiovaskuler dan hematologi?
3. Bagaimana pencegahan primer, sekunder dan tersier pada masalah gangguan
sistem pernafasan, kardiovaskuler dan hematologi?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan masalah dalam
makalah ini antara lain :
1. Untuk menegathui apa fungsi advokasi perawat pada kasus dengan gangguan
sistem pernafasan, kardiovaskuler dan hematologi pada klien dewasa.
2. Untuk mengetahui bagaimana trend dan issue terkait gangguan sistem
pernafasan, sistem kardiovaskuler dan hematologi.
3. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan primer, sekunder dan tersier pada
masalah gangguan sistem pernafasan, kardiovaskuler dan hematologi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fungsi Advokasi Perawat pada Kasus dengan Gangguan Sistem


Pernafasan, Kardiovaskuler dan Hematologi pada Klien Dewasa
Peran perawat sebagai advokasi pasien adalah perawat mampu
memberikan perlindungan terhadap pasien, keluarga pasien, dan orang – orang
disekitar pasien. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Umasugi (2018) bahwa
perawat sebagai pelindung, perawat mampu mempertahankan lingkungan yang
aman dan nyaman dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan yang tidak diinginkan dari hasil pengobatan, contohnya mencegah
terjadinya alergi terhadap efek pengobatan dengan memastikan bahwa pasien
tidak memiliki riwayat alergi. Salah satu untuk mencegah terjadinya hal – hal
yang merugikan pasien perawat harus saling berkoordinasi dengan adanya standar
komunikasi yang efektif dan terintegrasi dalam kegiatan timbang terima yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan (Alvaro et al. 2016 dalam
Triwibowo & Zainuddin 2016). Peran advokasi perawat terhadap pasien juga
terlaksana dalam pemberian penjelasan tindakan prosedur dalam informed consent
berperan sebagai pemberi informasi, pelindung, mediator, pelaku dan pendukung
(Tri Sulistiyowati, 2016). Perawat memberikan perlindungan terhadap pasien
untuk mencvegah terjadinya penyimpangan/malpraktik yang pada dasarnya setiap
profesi kesehatan sudah harus memahami tanggung jawab dan integritasnya
dalam memberikan pelayanan kesehatan. Para professional kesehatan terutama
perawat harus memahami hak – hak dan kewajiban pasien sebagai penggunan
layanan kesehatan. (Kusnanto, 2004). Dalam artikelnya Nurul (2018) pasien
berhak mendapatkan pelayanan yang manusiawi dan jujur. Pasien berhak
mendapatkan pelayanan yang sama tanpa adaanya diskriminasi. Pasien berhak
didampingi oleh keluarga selama di rawat. Pasien juga berhak memilih tim medis
dan rumah sakit sesuai dengan kebutuhannya, namun pada hal ini perawat harus
memberikan informasi yang sejujurnya agar pasien tidak salah dalam memilih.
Kemudian pasien berhak mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukannyan dan

5
berhak mendapatkan perlindungan privasi. Dalam hal ini perawat sebagai
pendamping pasien selama 24 jam penuh wajib memenuhi hak pasien tersebut
yang berperan sebagai advokasi bagi pasien untuk menghindari terjadinya
kesalahan asuhan keperawatan.
Perawat harus menghargai pasien yang dirawatnya sebagai manusia yang
utuh sehingga tidak menjadi beban selama menajalani perannya sebagai advokat
pasien. Namun beberapa penghambat yang dialami perawat dalam menjalankan
perannya adalah salahnya paradigma perawat sebagai pembantu atau asisten
dokter (Suryani, dkk, 2013) yang masih menjadi pencetus hilangnya kepercayaan
diri perawat dalam melaksanakan peran sebagai advokasi tersebut. Tingkatkan
pendidikan juga harus ditingkatkan agar perawat dapat meningkatan ilmu
pengetahuan sehingga pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan yang
dilaksanakan bisa lebih dilakukan dengan teliti. Kemudian hal yang terpenting
untuk melaksanakan peran sebagai advokasi pasien adalah bagaimana seorang
perawat dapat berkomunikasi dengan baik dengan pasien maupun dengan mitra
sejawat. Komunikasi adalah bentuk aksi untuk melakukan interaksi yang akan
memberikan informasi silang antara pasien dan mitra sejawat. Apabila
komunikasi antar perawat dan pasien atau keluarga akan memberikan feedback
yang positif antara kedua pihak. Yang tentunya akan membantu proses perawatan
yang lebih mudah dan pasien akan merasa nyaman dengan tindakan yang
dilakukan. Sehingga peran perawat sebagai advokasi pasien salah satunya
mediator antara pasien dan tenaga kesehatan lainnya dapat tercapai.
(Telaumbanua, 2019)

2.2 Trend dan Issue Terkait Gangguan Sistem Pernafasan Sistem


Kardiovaskuler dan Hematologi
2.2.1 Gangguan Sistem Pernafasan
Sistem pernapasan pada manusia adalah sistem menghirup oksigen dari
udara serta mengeluarkan karbon dioksida dan uap air. Dalam proses pernapasan,
oksigen merupakan zat kebutuhan utama. Oksigen untuk pernapasan diperoleh
dari udara di lingkungan sekitar. Alat-alat pernapasan berfungsi memasukan udara

6
yang mengandung oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon
dioksida dan uap air. Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi.
Pada peristiwa bernapas terjadi pelepasan energi. Sistem pernapasan pada
manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan dan mekanisme pernapasan.
Saluran pernapasan adalah bagian tubuh manusia yang berfungsi sebagai
tempat pertukaran gas yang diperlukan untuk proses pernapasan. Saluran ini
berpangkal pada hidung, tekak (faring), tenggorokan (trakea), cabang tenggorokan
(bronkus), bronkiolus, alveolus, dan berakhir pada paru-paru. Namun, dalam
organ-organ tersebut dapat mengalami gangguan. Gangguan ini biasanya berupa
kelainan, penyakit, atau karena ulah manusia itu sendiri (seperti merokok).
Penyakit atau gangguan yang menyerang sistem pernapasan ini dapat
menyebabkan terganggunya proses pernapasan. Adapun penyakit yang bisa terjadi
pada saluran pernapasan berdasarkan beberapa askep keperawatan yaitu:
a. Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi pada paru-paru yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Infeksi biasanya terjadi di bagian
atas paru-paru. Gejala Tuberkulosis antara lain: 1) Kelelahan; 2) Kehilangan
berat badan; 3) Berkeringat pada malam hari. Jika infeksi lebih buruk, Gejala
Tuberkulosis yang akan timbul yaitu: a) Dada sakit; b) Batuk dengan
mengeluarkan dahak atau darah; c) Napas pendek atau sesak nafas.
b. Asma
Asma adalah gangguan pada organ pernapasan berupa penyempitan
saluran pernapasan akibat reaksi terhadap suatu rangsangan tertentu. Gejala-
gejala awal dari serangan asma yaitu: 1) Perubahan dalam pola pernapasan; 2)
Bersin-bersin; 3) Perubahan suasana hati; 4) Hidung mampat; 5) Batuk; 6)
Gatal-gatal pada tenggorokan; 7) Sering merasa capek; 8) Lingkaran hitam di
bawah mata; 9) Susah tidur; 10) Turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan
olahraga.
Gejala-gejala asma akut memberi indikasi bahwa suatu serangan asma
sedang terjadi. Gejalanya meliputi: a) Napas berat; b) Batuk-batuk; c) Napas
pendek tersengal-sengal; d) Sesak dada;

7
Hal-hal di atas menunjukkan bahwa perubahan telah terjadi pada saluran
pernapasan dan aliran udara terhambat. Penderita asma mengalami beberapa
atau semua gejala di atas pada suatu serangan.
c. Sinusitis
Sinusitis merupakan peradangan yang terjadi pada organ sinus. Sinus
sendiri adalah rongga udara yang terdapat didaerah wajah yang langsung
terhubung dengan hidung. Peradangan pada sinus ini dapat menyebabkan
penimbunan lendir pada rongga sinus dan menjadi media bagi pertumbuhan
bakteri. Gejala-gejala yang ditimbulkan penyakit ini adalah:
1) Sakit atau nyeri pada wajah dan dahi;
2) Ingus keluar dari hidung berwarna kuning atau hijau serta berbau tajam;
3) Hidung tersumbat;
4) Berkurangnya daya pengecap;
5) Kepala yang terasa nyeri;
6) Batuk;
7) Sakit tenggorokan.
d. Bronkhitis
Penyakit bronkitis yang menyerang organ paru-paru yang merupakan
organ tubuh yang sangat penting bagi kehidupan manusia yang merupakan
penyedia udara (napas) bagi manusia, namun sering kali menuai gangguan
penyakit yang umumnya diakibatkan oleh kesalahan individu itu sendiri,
seperti merokok yang merupakan faktor utama dari kasus penyebab penyakit
bronkitis dan penyakit seputar paru-paru yang banyak menyerang.
Bronkitis banyak diartikan oleh masyarakat umum sebagai penyakit sesak
napas akut terutama bagi mereka yang aktif dalam rokok. Mereka yang
menderita bronkitis umumnya akan menunjukkan gejala umum seperti:
1) Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan);
2) Sesak napas ketika melakukan olahraga atau aktivitas ringan;
3) Sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu);
4) Napas berat;
5) Mudah lelah;

8
6) Pembengkakan di pergelangan kaki, kaki, dan tungkai kaki kiri dan kanan;
7) Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan;
8) Pipi tampak kemerahan;
9) Sakit kepala;
10) Gangguan penglihatan.
e. Pneumonia
Pneumonia atau sering disebut paru-paru basah adalah infeksi atau
peradangan pada salah satu atau kedua paru-paru, lebih tepatnya peradangan
itu terjadi pada kantung udara. Kantung udara akan terisi cairan atau nanah,
sehingga menyebabkan sesak nafas, batuk berdahak, demam, menggigil, dan
kesulitan bernapas. Infeksi tersebut disebabkan oleh berbagai organisme,
termasuk bakteri, virus dan jamur.
Tanda-tanda dan gejala pneumonia bervariasi mulai dari yang ringan
hingga yang berat, tergantung pada faktor-faktor seperti jenis kuman penyebab,
usia penderita dan kondisi kesehatan secara keseluruhan. Tanda-tanda dan
gejala pneumonia yang ringan sering kali mirip dengan flu atau sakit demam
dan batukpilek, namun tak kunjung sembuh atau bertahan lama.
Ciri-ciri dan gejala pneumonia antara lain:
1) Demam, berkeringat dan menggigil;
2) Suhu tubuh lebih rendah dari normal pada orang di atas usia 65 tahun, dan
pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah;
3) Batuk berdahak tebal dan kental (lengket);
4) Nyeri dada saat bernapas dalam atau ketika batuk; 5) Sesak napas (nafas
cepat);
5) Kelelahan dan nyeri otot;
6) Mual, muntah atau diare;
7) Sakit kepala.
Ada banyak kemungkinan penyebab pneumonia, yang paling sering adalah
karena infeksi bakteri dan virus dari udara yang kita hirup.

9
f. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
Infeksi saluran pernapasan atas atau sering disebut sebagai ISPA adalah
terjadinya infeksi yang parah pada bagian sinus, tenggorokan, saluran udara,
atau paru-paru. Infeksi yang terjadi lebih sering disebabkan oleh virus meski
bakteri juga bisa menyebabkan kondisi ini.
ISPA akan menimbulkan gejala yang terutama terjadi pada hidung dan
paru-paru. Beberapa gejalanya antara lain:
1) Hidung tersumbat atau berair;
2) Para-paru terasa terhambat;
3) Batuk-batuk dan tenggorokan terasa sakit;
4) Kerap merasa kelelahan;
5) Tubuh merasa sakit.
Apabila ISPA bertambah parah, gejala yang lebih serius akan muncul,
seperti: (Leleury & Tomasouw, 2015)
a) Kesulitan bernapas;
b) Demam tinggi dan menggigil;
c) Tingkat oksigen dalam darah rendah;
d) Kesadaran yang menurun dan bahkan pingsan.
2.2.2 Gangguan Sistem Kardiovakuler dan Hematologi
Penyakit kardiovaskular adalah sekelompok penyakit jantung dan
pembuluh darah yang meliputi: penyakit jantung koroner (coronary heart
disease), penyakit serebrovaskular (cerebro-vascular disease), penyakit arteri
perifer (peripheral arterial disease), penyakit jantung rematik (rheumatic heart
disease), penyakit jantung bawaan (congenital heart disease), trombosis vena
dalam (deep vein thrombosis) dan emboli pulmonal (pulmonary embolism).
Berdasarkan International ClassiÀ cation of Diseases (ICD-10) edisi ke 10 tahun
2007, penyakit kardiovaskular digolongkan sebagai penyakit sistem sirkulasi
darah dan termasuk penyakit tidak menular menurut pengelompokan penyakit
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Riskesdas
2007 menyatakan bahwa proporsi penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia

10
pada tahun 2007 adalah 60%, dua kali lebih besar daripada proporsi penyakit
menular (28%). Prevalensi PTM utama di Indonesia pada tahun 2007 adalah
hipertensi 29,8%, diabetes melitus 1,1% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
dan gejala), dan sindrom metabolik 18,8%.
a. Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner seringkali dikaitkan dengan aterosklerosis.
Aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, yaitu: athero yang berarti sejenis
bubur atau pasta dan sclerosis yang berarti pengerasan. Aterosklerosis
digambarkan sebagai penumpukan bahan lemak dan kolesterol yang
berkonsistensi lunak dan/ atau kalsium yang mengeras di sepanjang dinding
arteri. Bentukan inilah yang dikenal dengan plak aterosklerosis. Plak ini akan
menyumbat sebagian atau seluruh lumen arteri.

Arteri yang tersumbat biasanya arteri yang berukuran sedang dan/atau


besar. Pada dasarnya aterosklerosis adalah proses penyempitan perlahanlahan
lumen arteri akibat penumpukan lemak, proliferasi sel-sel otot polos,
pembentukan kolagen yang meningkat, serta kalsiÀ kasi. Pada jaman dahulu
proses aterosklerosis dianggap sebagai proses degeneratif. Akan tetapi, saat ini
diketahui bahwa progresivitas proses aterosklerosis dapat dikendalikan.
Proses aterosklerosis sudah dimulai sejak dini, ditandai dengan
terbentuknya fatty streak. Fatty streak akan berkembang sejalan dengan usia.

11
Progresivitas fatty streak untuk berkembang menjadi aterosklerosis, sangat
dipengaruhi oleh ada tidaknya faktor-faktor risiko yang menyertainya. Semakin
banyak faktor risiko yang mendasarinya akan menyebabkan semakin beratnya
proses aterosklerosis.
Plak aterosklerosis yang kecil, yaitu dengan penyumbatan/ stenosis kurang
dari 50% dan bersifat stabil (tidak mudah ruptur), tidak menyebabkan
gangguan aliran darah koroner sehingga tidak menyebabkan gangguan
kebutuhan oksigen otot jantung (miokard). Hal ini dikenal dengan penyakit
jantung koroner subklinis. Pada kondisi ini belum terjadi proses iskemia
miokard. Plak aterosklerosis yang bertambah besarnya akan membentuk
trombus intrakoroner yang berakibat rupturnya plak tersebut. Dengan
demikian, akan terjadi gangguan pada aliran darah koroner yang dikenal
dengan proses iskemia miokard (penyakit jantung iskemik).
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan sindroma akibat terganggunya regulasi vaskular
karena tidak berfungsinya mekanisme kontrol tekanan arteri (melalui: sistem
saraf pusat, sistem renin-angiotensin-aldosteron, volume cairan ekstraselular).
Sebagian besar hipertensi tidak dapat diketahui sebabnya. Sampai saat ini
hipertensi tidak dapat disembuhkan, pengobatan hipertensi bertujuan untuk
mengendalikan tekanan darah sampai pada target dengan tujuan mencegah
terjadinya kerusakan organ sasaran (otak, jantung, ginjal, mata dan pembuluh
darah perifer).
Penjelasan dasar yang paling mungkin untuk hipertensi adalah tekanan
darah meningkat saat terjadi peningkatan curah jantung dan peningkatan
tahanan vaskular perifer. Regulasi tekanan darah diatur oleh mekanisme neural
dan mekanisme humoral. Pada mekanisme neural, regulasi tekanan darah
dilakukan melalui aktivitas simpatik dan vagal. Stimulasi pada aktivitas
simpatik menghasilkan peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas jantung
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah, sedangkan stimulasi vagal pada
jantung menghasilkan perlambatan denyut jantung sehingga dapat menurunkan
tekanan darah.

12
c. Dislipidemia
Dislipidemia dideÀ nisikan sebagai peningkatan kadar kolesterol dan/atau
trigliserida dalam plasma, atau rendahnya kadar kolesterol HDL (High-Density
Lipoprotein Cholesterol, HDL-C), yang berperan pada terjadinya
aterosklerosis. Gangguan metabolisme lipid menyebabkan perubahan fungsi
dan/atau kadar lipoprotein plasma. Gangguan metabolisme lipid ini, secara
tunggal dan melalui interaksi dengan faktor risiko kardiovaskular lainnya,
mempengaruhi terbentuknya aterosklerosis. Peningkatan kadar kolesterol total
dan LDL (Low-Density Lipoprotein) mendapat banyak perhatian terutama
karena dapat dimodiÀ kasi dengan perubahan gaya hidup dan obat.
d. Sindroma Koroner Akut Tanpa Elevasi Segmen ST
Penyakit jantung koroner merupakan manifestasi proses aterosklerosis,
proses keradangan yang ditandai adanya pembentukan plak ateromatous yang
kaya lemak di dalam dinding arteri. Tanpa deteksi dan pengobatan yang tepat,
plak di dalam koroner akan berkembang dan menimbulkan manifestasi klinis
angina stabil, angina tak stabil, infark miokard, komplikasi kardiovaskular dan
kematian. Penyakit jantung koroner tetap menjadi penyebab utama kematian di
seluruh dunia yang mana kondisi ini diduga akibat pengobatan yang belum
optimal. Sindroma koroner akut (acute coronary syndrome, ACS) adalah
sindroma klinik yang terdiri dari angina tak stabil (unstable angina, UA),
infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non ST segment elevation/ NSTEMI)
dan infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation/STEMI).
Dalam banyak kasus penyebab utama sindroma koroner akut adalah proses
aterosklerosis.
Aterosklerosis adalah suatu proses pembentukan plak yang terus
berlangsung di dalam dinding pembuluh darah arteri (terutama ukuran sedang
dan besar). Proses ini terjadi sepanjang waktu dan sering tanpa menimbulkan
gejala. Proses aterosklerosis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko
koroner yang meliputi hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes dan merokok.
Semua bentuk sindroma koroner akut ditandai oleh ketidakseim bangan antara
pasokan dan kebutuhan oksigen miokard dan adanya beberapa faktor yang

13
memberikan peranan dalam ketidakseimbangan ini. Penyebab paling sering
penurunan perfusi miokard adalah penyempitan pembuluh darah koroner akibat
pembentukan trombus yang tidak oklusif sebagai respon terhadap pecahnya
plak aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Pecahnya plak aterosklerosis
mencetuskan adesi platelet dalam sirkulasi, diikuti aktivasi dan agregasi
platelet. Agregasi platelet menyebabkan pembentukan trombus yang
menimbulkan oklusi parsial dan secara klinik dikenal sebagai angina tak stabil
dan bila menetap dalam waktu lama menimbulkan infark miokard akut tanpa
elevasi segmen ST (NSTEMI). Trombus yang menyebabkan oklusi total akan
memberikan manifestasi sebagai infark miokard akut dengan elevasi segmen
ST (STEMI).
Trombus yang menyumbat pembuluh darah koroner/mikrovaskular, baik
parsial maupun total akan mengakibatkan kematian sel miokard. Luasnya
kerusakan sel miokard dapat ditentukan dengan meningkatnya marker jantung
seperti creatin kinase-MB (CK-MB) atau troponin. Penelitian menunjukkan
adanya 2 tipe trombus yang dibentuk yaitu: trombus yang kaya platelet (white
clot) dan trombus yang kaya À brin (red clot). Trombus yang kaya platelet
terutama dibentuk di daerah yang shear stressnya tinggi dan biasanya hanya
menyumbat secara parsial, sedangkan trombus yang kaya À brin seringkali
menimbulkan oklusi total akibat aktivasi jalur koagulasi dan terperangkapnya
eritrosit di dalam jaringan À brin (seringkali superimpose dengan white clot).
e. Sindroma Koroner Akut Dengan Elevasi Segmen ST
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST-elevation myocardial
infarction, STEMI) meliputi 30% penderita dengan sindroma koroner akut.
Diantara penderita STEMI, lebih dari 90% kasus menunjukkan oklusi total
koroner dengan trombus yang terlihat di dalamnya. Penanganan penderita
STEMI bertujuan untuk menentukan secara cepat kelayakan penderita untuk
mendapat terapi reperfusi primer, baik secara farmakologis (À brinolisis) atau
mekanikal (Percutaneous Coronary Intervention, PCI) dan memulai terapi
yang dipilih secara tepat. Terapi anti iskemia dan antitrombotik juga
memegang peranan dalam pengobatan penderita STEMI guna mencapai hasil

14
yang optimal. Tujuan terapi reperfusi adalah mencapai patensi sedini mungkin,
meningkatkan penyelamatan miokardium, memelihara fungsi ventrikel kiri,
dan menurunkan mortalitas.
f. Stroke
WHO (World Health Organization) mendefinisikan stroke sebagai suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat menimbulkan kematian disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak. Menurut Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi
(1999), stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab
lain yang jelas selain vaskuler.
g. Atrial Fibrilasi
Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu keadaan dimana hantaran impuls elektrik
di kedua atrium jantung (atria) lebih cepat dari keadaan normal, sehingga
menyebabkan atrium berkontraksi sangat cepat dan tidak beraturan (fibrilasi).
Definisi lain menyebutkan bahwa AF merupakan salah satu aritmia yang
disebabkan oleh karena adanya kelainan jantung di atrium. Hal ini ditandai
dengan timbulnya focus ectopic-focus ectopic yang terjadi di dalam atrium.
Focus ectopic yang terjadi menyebabkan atrium berkontraksi lebih dari satu
kali. Dengan kata lain, atrium akan bergetar, sehingga disebut sebagai atrium
yang mengalami fibrilasi.
Penyebab timbulnya AF dapat dibedakan menjadi penyebab yang
berkaitan dengan penyakit sistem kardiovaskular dan penyakit yang tidak
terkait dengan sistem kardiovaskular. Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi)
yang ber-kepanjangan, ishemic heart disease, dan cardiomyopathy, merupakan
beberapa contoh penyebab AF terkait dengan sistem kardiovaskular. Beberapa
kondisi yang tidak berkaitan dengan sistem kardiovaskular yang dapat memicu
AF, antara lain: hyperthyroidism, pheochromocytoma, kadar kalium (K+),
magnesium atau kalsium yang rendah. Beberapa penyakit pada paru-paru yang

15
diketahui dapat menyebabkan timbulnya AF, misalnya: pulmonary embolism,
pneumonia, dan kanker paru.

Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan AF


adalah bahaya tromboemboli pada jantung yang dapat terjadi. Tromboemboli
adalah gumpalan yang muncul pada saat atrium mengalami fibrilasi, dimana
bila trombus ini lepas atau dikeluarkan dari jantung dapat menimbulkan
sumbatan pada pembuluh darah secara mendadak. Bila pembuluh darah otak
yang tersumbat, maka akan terjadi cerebrovascular accident (CVA) yang
mendadak atau yang lebih dikenal dengan stroke. Bila yang terseumbat adalah
pembuluh darah jantung itu sendiri atau ateria koronaria, maka akan terjadi
serangan jantung atau infark miokard akut. (Setiadi & Halim, 2018)
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan
yang membentuk darah.Darah merupakan bagian penting dari sitem transport.
Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar
yaitu : plasma darah dan bagian korpuskuli (Sadikin, 2002). Plasma darah
merupakan bagian cairan, sedangkan korpuskuli yaitu sel-sel darah. Plasma darah
berwarna kekuningan yang 90% mengandung air dan sisanya merupakan zat-zat

16
terlarut. Plasma berperan mengatur keseimbangan asam-basa darah agar terhindar
dari kerusakan jaringan.
Pada tubuh manusia sehat atau orang dewasa volume darah mencapai 7 %
dari berat badan. Terdapat tiga jenis sel darah, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit) atau platelet. Warna darah
dipengaruhi oleh kadar oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) didalamnya.
Darah arteri berwarna merah muda karena banyak O2 yang berikatan dengan
hemoglobin. Sedangkan darah vena berwarna merah tua/ gelap karena kekurangan
O2. Eritrosit berfungsi dalam mengantarkan oksigen dan zat makanan yang
diperlukan tubuh serta menyingkirkan CO2 beserta hasil buangan lainnya.
Leukosit berperan untuk melindungi tubuh terhadap benda asing. Trombosit
berperan dalam pembekuan darah. Proses pembentukan sel darah meliputi
pembentukan sel darah secara umum (hematopoiesis), stadium awal pembentukan
eritrosit (eritropoiesis), pembentukan leukosit (leukopoiesis) dan trombosit
(trombopoiesis). (Aliviameita & Puspitasari, 2019)
Gangguan hematologi dapat terjadi karena terganggunya proses
hematopoietik dari sel induk darah (Bartucci et al. 2011), yang dapat disebabkan
oleh leukemia itu sendiri dan/atau kemoterapi yang digunakan. Proses
hematopoietik dapat dilihat pada apendik A gambar A.1. Pada LLA, gangguan
hematologi dapat terjadi akibat dari infiltrasi sel leukemik ke sumsum tulang
akibat LLA dan/atau kemoterapi (Rofida, 2012).
Gangguan hematologi pada pasien leukemia dapat disebabkan oleh
penyakitnya. Pada pasien dengan LLA, proses infiltrasi di sumsum tulang
mengakibatkan sumsum tulang dipenuhi oleh sel leukemik sehingga terjadi
penurunan jumlah megakariosit yang berakibat menurunnya produksi trombosit
dan eritrosit (Rofida, 2012). Menurut Hoffbrand et al., (2005) proliferasi,
diferensiasi, dan apoptosis berada di bawah kontrol genetik, dan leukemia dapat
terjadi ketika keseimbangan antara proses tersebut berubah. Hal umum yang dapat
terjadi dari ketidakseimbangan proses tersebut adalah kegagalan sumsum tulang
yang disebabkan akumulasi sel leukemik. Terjadinya kegagalan sumsum tulang
mengakibatkan antara lain anemia (dengan gejala klinis misalnya: pucat, letargi,

17
dan dispnea) dan trombositopenia (genjala klinis yang dapat terjadi antara lain:
memar spontan, purpura, gusi berdarah).
Selain karena penyakitnya, gangguan hematologi pada LLA dapat
disebabkan oleh kemoterapi yang digunakan untuk terapi yang bersifat
myelosuppressive (menekan atau mensupresi pertumbuhan sel induk darah pada
sumsum tulang). Kemoterapi yang bersifat myelosuppressive dapat menginduksi
apoptosis dari sel hematopoietik muda. Hal ini dapat menyebabkan gangguan
pada sel darah (Bartucci et al. 2011).
Hematopoietik merupakan proses terkontrol dari generasi sel darah pada
sumsum tulang. Generasi sel darah tersebut dapat menghasilkan sel darah normal
pada darah perifer antara lain leukosit (sel darah putih), eritrosit (sel darah merah),
dan platelet (Fiedler and Brunner, 2012). Adanya gangguan hematopoietik oleh
kemoterapi berdampak pada jumlah komponen sel darah perifer. Berdasarkan
literatur kemoterapi yang bersifat myelosuppressive dapat menyebabkan
gangguan hematologi sebesar lebih dari 10%. Kemoterapi yang menyebabkan hal
tersebut antara lain citarabin, daunorubisin, doksorubisin, merkaptopurin,
metotreksat, siklofosfamid, dan vinkristin (Solimando, 2003). Kemoterapi
tersebut merupakan kemoterapi yang digunakan untuk terapi LLA berdasarkan
Indonesian Protocol 2006 yang dikeluarkan oleh Unit Kerja Kelompok (UKK)
Hematologi-Onkologi Anak Indonesia. (Pertiwi et al., 2013)

2.3 Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier pada Masalah Gangguan


Sistem Pernafasan, Kardiovaskuler dan Hematologi
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau
mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis,
dilakukan pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah
atau menunda terjadinya kasus baru penyakit. Contoh pencegahan primer pada
penyakit yang disebabkan oleh rokok tembakau adalah modifikasi perilaku
(penghentian kebiasaan merokok), larangan tayangan iklan rokok, label
peringatan bahaya merokok pada bungkus rokok, penerapan area bebas dari asap
rokok dan pengenaan cukai rokok. Contoh lain pada penyakit dengan

18
abnormalitas genetik adalah penelusuran kelainan genetik, misalnya skrining
dengan tes darah sederhana pada neonatus untuk mendeteksi fenilketonuria
(PKU), penyakit metabolisme yang dapat diatasi dengan mengindari gula dalam
diet.
Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan pada fase penyakit
asimtomatis, tepatnya pada tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala
penyakit secara klinis melalui deteksi dini (early detection). Jika deteksi tidak
dilakukan dini dan terapi tidak diberikan segera maka akan terjadi gejala klinis
yang merugikan. Deteksi dini penyakit sering disebut “skrining”. Skrining adalah
identifikasi yang menduga adanya penyakit atau kecacatan yang belum diketahui
dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan, atau prosedur lainnya, yang dapat
dilakukan dengan cepat. Tes skrining memilah orang-orang yang tampaknya
mengalami penyakit dari orang-orang yang tampaknya tidak mengalami penyakit.
Contoh pencegahan sekunder pada penyakit kanker leher rahim adalah dengan
hapusan pap smear, contoh lain untuk pencegahan kanker payudara adalah dengan
skrinning dengan mammografi.
Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah
berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien. Pencegahan tersier biasanya dilakukan oleh para dokter dan
sejumlah profesi kesehatan lainnya (misalnya, fisioterapis). Pencegahan tersier
dibedakan dengan pengobatan (cure), meskipun batas perbedaan itu tidak selalu
jelas. Jenis intervensi yang dilakukan sebagai pencegahan tersier bisa saja
merupakan pengobatan. Tetapi dalam pencegahan tersier, target yang ingin
dicapai lebih kepada mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan
dan organ, mengurangi sekulae, disfungsi, dan keparahan akibat penyakit,
mengurangi komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang penyakit, dan
memperpanjang hidup. Sedang target pengobatan adalah menyembuhkan pasien
dari gejala dan tanda klinis yang telah terjadi. Sebagai contoh, menurut CDC
(dikutip Library Index, 2008), perbaikan yang sedang saja dalam pengendalian
glukose darah dapat membantu mencegah retinopati, neuropati, dan penyakit
ginjal pada orang dengan diabetes. Menurunkan tekanan darah bisa mengurangi

19
komplikasi kardiovaskuler (penyakit jantung dan stroke) sebesar 50%, dan
mengurangi risiko retinopati, neuropati, dan penyakit ginjal. Menurunkan
berbagai lemak (lipid) darah, yakni kolesterol darah, low-density lipoproteins
(LDL), dan trigliserida, dapat menurunkan komplikasi kardiovaskuler sebesar
50% pada orang dengan diabetes. (Sangadji, 2018)

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem pernapasan atau sistem respirasi merupakan sistem organ yang
berperan penting dalam pertukaran gas. Gangguan pernafasan adalah gangguan
yang terjadi pada proses pengikatan oksigen pada saluran pernafasan sehingga
mengganggu aliran udara. Gangguan sistem pernafasan biasa disebabkan oleh
bakteri, virus, kuman, dan zat lain yang dapat berkaitan dengan hemoglobin
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari
jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan
mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan
dalam proses metabolisme tubuh. Gangguan kardiovaskular merupakan sebuah
kondisi di mana terjadi penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah yang
dapat menyebabkan serangan jantung, nyeri dada (angina), atau stroke.
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah
berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan
pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau
menunda terjadinya kasus baru penyakit. Pencegahan sekunder merupakan upaya
pencegahan pada fase penyakit asimtomatis, tepatnya pada tahap preklinis,
terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara klinis melalui deteksi dini (early
detection). Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah
berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien.

3.2 Saran
Kami berharap pembaca tidak menganggap makalah ini sepenuhnya benar,
kami sadar bahwa dalam makalah kami masih terdapat kekurangan. Kami
berharap dan sangat menyarankan pemakalah selanjutnya dapat membuat makalah
yang lebih lengkap

21
DAFTAR PUSTAKA

Aliviameita, A., & Puspitasari. (2019). Buku Ajar Hematologi (S. B. Sartika & M.
T. Multazam (eds.); Cetakan 1). UMSIDA Press.
Laksono, S. (2021). Peranan Kesehatan Masyarakat di Arena Perumahsakitan
untuk Meningkatkan Kesehatan Individu Penyintas COVID-19. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Indonesia (The Indonesian Journal of Public Health),
16(3).
Leleury, Z. A., & Tomasouw, B. P. (2015). Diagnosa Penyakit Saluran
Pernapasan Dengan Menggunakan Support Vector Machine (SVM). Jurnal
Ilmu Matematika Dan Terapam, 9(2).
Pertiwi, N. M. ., Niruri, R., & Ariawati, K. (2013). Gangguan Hematologi Akibat
Kemoterapi Pada Anak Dengan Leukemia Limfostik Akut Di Rumah Sakit
Umum Sanglah. Jurnal Farmasi Udayana, 1(1).
Puspasari, S. F. A. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan (Cetakan 1). Pustaka Baru Press.
Sangadji, N. W. (2018). Modul Epidemiologi Penyakit Tidak Menular (PTM) :
Modul 6 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM).
Universitas Esa Unggul.
Setiadi, A. P., & Halim, S. V. (2018). Penyakit Kardiovaskular: Seri Pengobatan
Rasional (Cetakan 1). Graha Ilmu.
Telaumbanua, H. T. N. (2019). Peran Perawat Sebagai Advokat Pasien Dalam
Pemberian Asuhan Keperawatan di Pelayanan Kesehatan. Universitas
Sumatera Utara.
Wahyuni, Y. (2018). Modul Sistem Kardiovaskuler. Universitas Esa Unggul.

22

Anda mungkin juga menyukai