SISTEM PERNAFASAN
KEPERAWATAN GERONTIK
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LANSIA
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
Kelompok 3:
1. Binur Tuasikal
2. Citra Arthana
3. Rindi Ajeng Putrie
4. Ulya Nuraini
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES JAYAKARTA
PKP DKI JAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Gerontik ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien Lansia Dengan Gangguan Pernafasan”.
Makalah ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat penilaian Mata
Ajar Keperawatan Gerontik di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jayakarta di Jakarta, penulis
berharap semoga Makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu Teti Rahmawati, S.Kp selaku koordinator Mata Ajar Keperawatan Gerontik.
2. Ibu Eddy Rosfiati, Skp selaku pembimbing dalam penulisan Makalah ini.
3. Rekan-rekan satu tim, yang telah bekerja sama guna terwujud dan terselesaikannya penulisan
Makalah ini.
4. Kedua orang tua, yang tak henti-hentinya memberikan semangat, doa dan bantuan baik moril
dan materil.
5. Seluruh teman-teman yang ikut memberikan saran dan kritikan sehingga dapat menjadi
pertimbangan dan pembahasan.
6. Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
pembuatan Makalah ini.
Penulis masih menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi
maupun bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi menyempurnakan Makalah ini dimasa yang akan datang.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat membawa manfaat bagi
penulis sendiri dan para pembaca sekalian.
COVER ..................................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................
B. Tujuan Penulisan................................................................................................
1. Tujuan Umum ................................................................................................
2. Tujuan Khusus ...............................................................................................
C. Ruang Lingkup Penulisan ..................................................................................
D. Metode Penulisan ..............................................................................................
E. Sistematika Penulisan ........................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................................
B. Saran ..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
F. Latar Belakang
Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat
luas bagi masyarakat. Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian
penyakit-penyakit infeksi menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya
kardiovaskuler) meningkat. Dampak lainnya ialah usaha harapan hidup menjadi lebih
meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lebih banyak
(Mangunegoro, 1992 www.sampoerna.blogspot.com).
Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan yang
lain, terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu
mungkin merupakan homeostasis martial,kemudian bisa timbul homeostasis abnormal
atau reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel (Kumar et al, 1992
www.sulandraamensambas.blogspot.com).
Salah satu organ tubuh yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat
bertambahnya usia seseorang adalah sistem pernafasan.
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua (menjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memeperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantindes, 1994 www.sampoerna.blogspot.com).
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula
penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-penyakit yang diderita
kelompok usia lanjut merupakan kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur muda,
akibat dari gejala sisa penyakit yang pernah diderita sebelumnya, penyakit akibat
kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa lalu (misalnya kebiasaan merokok, minum
alkohol dan sebagainya dan penyakit-penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut.
Penyakit-penyakit paru yang diderita kelompok usia lanjut juga mengikuti pola
penyebab atau kejadian tersebut (Mangunegoro, 1992
www.sampoerna.blogspot.com).
Menurut data yang ada, infeksi saluran napas bagian bawah akut dan tuberkulosis
paru masih menduduki lima penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat (Boedhi-
Darmojo, 1992; DepKes RI/SKRT tahun 1980, 1986, 1992).
Roesdi tahun 1980 meneliti secara retrospektif terhadap 31.275 orang penderita
yang dirawat di RS Dr. Kariadi selama satu tahun (1980), ditemukan 226 orang
penderita usia lanjut. Di antara 226 orang penderita tersebut 67 orang (29,4%)
menderita penyakit paru dalam berbagai jenis.
Pada tahun 1981 Pranarka , mengadakan survey kesehatan kelompok usia lanjut
di daerah pegunungan di Jawa Tengah (berpenduduk 3.247 jiwa) menemukan
sebanyak 274 orang (8,4%) penduduk usia diatas 50 tahun, sebanyak 56 orang (1,7%)
menderita penyakit paru, dan 29 orang (0,9%) diantaranya menderita tuberkulosis paru.
Sutanegara di Bali (1987) memeriksa sebanyak 196 orang kelompok pensiunan
(usia lanjut) dikota Denpasar Bali, menemukan 24,5% diantaranya dengan
kelainan/penyakit paru.
Sidharto di Semarang (1987) mengadakan studi retrospektif terhadap penderita-
penderita usia lanjut yang diawatdi RS Dr. Kariadi Semarang yang menderita penyakit
infeksi, menemukan sebanyak 614 penderita usia lanjut menderita penyakit infeksi dan
61,9% diantaranya menderita infeksi saluran napas.
Rahmatullah pada tahun 1993 mengadakan studi retospektif terhadap 55.655
orang penderita yang dirawat di RS Dr. Kariadi menemukan sebanyak 522 orang usia
lanjut menderita penyakit paru dengan rincian ISPA/pneumoni 16,6%, tuberkulosis paru
25,2%, PPOM 5,6% dan karsinoma paru 4,5%.
Berdasarkan data diatas terkait masalah perubahan sistem pernapasan pada
lansia maka kelompok tertarik untuk membahas mengenai asuhan keperawatan yang
diberikan kepada lansia dengan gangguan sistem pernapasan khususnya untuk
masalah penyakit TB Paru.
G. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk memahami
perubahan sistem pernafasan dan dampaknya pada lansia serta asuhan keperawatan
yang dapat dilakukan.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini antara lain, yaitu untuk memahami:
a. Pengertian lansia.
b. Pengertian proses penuaan (proces ageing).
c. Fungsi normal dari sistem pernafasan pada manusia.
d. Perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan yang terjadi pada lansia.
e. Perubahan psikososial dan spiritual yang dialami lansia akibat adanya perubahan
struktur dan fungsi sistem pernafasan.
f. Konsep dasar dari penyakit TBC yang mencakup mengenai pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, komplikasi dan penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan.
g. Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada lansia dengan masalah perubahan
sistem pernafasan khususnya dengan penyakit TBC.
I. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
menggambarkan dan menjelaskan perubahan struktur dan fungsi pada sistem
pernafasan, konsep dasar dari penyakit sistem pernafasan (penyakit TBC) dan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan pada lansia dengan gangguan sistem pernafasan.
Penulisan makalah ini bersifat kepustakaan untuk mendapatkan informasi dan data
yang diperlukan dalam menyusun makalah ini. Adapun teknik yang penulis gunakan
adalah studi pustaka dan pencariaan informasi dari internet. Hasilnya digunakan untuk
membantu penulisan makalah ini serta untuk mendapatkan data-data sebagai sumber
resensi penulis dan juga hasil dari diskusi kelompok yang dapat disajikan dalam bentuk
makalah.
J. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam penulisan ini terdiri dari empat bab dengan sistematika sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Ruang Lingkup Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan
Fungsi dan Struktur Tubuh
4.1 Perubahan-perubahan Psikososial
a) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan.
Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan,
antara lain :
a. Kehilangan finansial (income berkurang).
b. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan
segala fasilitasnya).
c. Kehilangan teman atau kenalan atau relasi.
d. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
b) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality).
c) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.
d) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit dan bertambahnya biaya
pengobatan.
f) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g) Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan family.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri dan
perubahan konsep diri.
4.2 Pengaruh Proses Penuaan Pada Fungsi Psikososial
a. Perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran
orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi
mereka.
b. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel-sel otak.
c. Gangguan halusinasi.
d. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
e. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.
4.3 Perubahan Spritual
a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow, 1970
www.sulandraamensambas.blogspot.com).
b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970
www.sulandraamensambas.blogspot.com).
c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978), Universalizing,
perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara
memberikan contoh cara mencintai keadilan.
2. Etiologi
Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosa. Sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm. Sebagian
besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan dalam lemari es).
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron dengan tebal 0,3-0,6 mikron.
Kuman ini lebih tahan terhadap asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman ini
lebih tahan terhadap terhadap asam, gangguan kimia dan fisik.
2.1 Yang tergolong yang tergolong dalam kuman mycobacterium tuberculosae complex
adalah:
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. Bovis
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.
5. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi di bagi atas 2 yaitu:
5.1 Komplikasi dini
1. Pleurtis
2. Efusi pleura
3. Empiema
4. Laringitis
5. Menjalar ke organ lain yaitu usus
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis
obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kulnolon, Makvolide, dan Amoksilin ditambah dengan asam klavulanat,
derivat rifampisin atau INH.
Tuberculosis paru diobati karena agens kemotherapi (agen anti tuberkulosis)
selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid
(INH), rifampicin (RIF), streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirazinamid (PZA).
Kapreomisin, kanamisin, etionamid, natirum para-aminosalisilat, amikasin dan siklisin
merupakan obat-obat baris kedua.
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi
isu berkembang di seluruh dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat telah
teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden dari resisten banyak obat telah menciptakan
tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus dipertimbangkan ketika
merencanakan terapi efektif:
a. Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens tuberculosis garis depan
pada individu yang sebelumnya belum mendapatkan pengobatan.
b. Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens anti
tuberculosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
c. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH dan RIF
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis yang baru didiagnosa
adalah regimen pengobatan beragam termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan,
dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).
Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti tuberculosis baru
three in-one yang terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan
memberikan dampak besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen
pengobatan. Pada awalnya etambutol dan streptomycin disertakan dalam terapi awal
sampai sampai pemeriksaan resisten obat didapatkan. Regimen pengobatan,
bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan.
Individu akan dipertimbangkan non infeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu
terapi obat kontinu. Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi
mereka yang diketahui beresiko terhadap penyakit signifikan, sebagai contoh, anggota
keluarga dari pasien yang berpenyakit aktif.
Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis harian INH
selama 6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan
piridoksin (vitamin B6).
Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin di pantau setiap
bulan (Brunner & Suddarth, 2002 hal. 586-587).
Panduan OAT di Indonesia WHO dan IULTD (Intrenational Union Against
Tubercolosis and Lung Diase) merekomendasikan panduan OAT standar, yaitu:
1. Kategori-1
Tahap intensif terdiri dari Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol (E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE).
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yag terdiri dari Inosiasid (H) dan Rifampicin
(R), diberikan dalam tiga kali dalam seminggu selama empat bulan (4H3R3). Obat ini
diberikan untuk:
Penderita baru TBC Paru BTA Positif
Penderita TBC Paru BTA negative, Rontgen Positif yang “sakit berat”
Penderita TBC Ekstra Paru berat
2. Kategori-2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Inosiasid
(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari
di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin
diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk:
Penderita kambuh (relaps)
Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. Kategori-3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
Penderita paru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan.
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa
unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
positif dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Kasus
Tn. A (62 th), datang ke rumah sakit dengan mengeluh kepada perawat bahwa
sudah 3 minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah, sesak napas dan nyeri
dada. Klien juga mengatakan bahwa setiap malam klien selalu berkeringat walaupun
klien tidak melakukan kegiatan yang berat dan mengalami demam. Klien mengatakan
tidak nafsu makan sehingga klien mengalami penurunan berat badan dari 57 kg
menjadi 47 kg. Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan postur tubuh klien yang tampak
terangkat kedua bahunya. Klien terlihat agak kurus. Saat dilakukan pengkajian
didapatkan TD: 110/60 mmHg, Suhu 39° C, RR : 27 x/menit, N : 107 x/menit. Saat di
auskultasi terdengar suara Ronchi (+), BB : 46 kg, TB : 157 cm, konjungtiva klien
terlihat pucat, mukosa bibir telihat pucat, Leukosit : 11.000 mg/dL. Klien bertanya
kepada perawat mengapa keluhan-keluhan yang ia rasakan tidak kunjung menghilang
dan apa yang menyebabkan klien seperti itu.
A. Pengkajian
Proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk
memecahkan masalah klien secara bertanggung jawab dan berkesinambungan dengan
didasari atas prinsip-prinsip ilmiah yang memandang klien secara menusia yang utuh
(holistik) yaitu Bio, Psiko, Sosial, dan Spritual. Penerapan proses keperawatan terhadap
klien ini terdiri dari empat langkah yaitu: pengkajian, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
Pada klien dengan TB paru data yang dapat dikumpulkan meliputi:
1. Riwayat kesehatan keperawatan
2. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien sebelumnya pernah menderita sakit seperti ini atau pernah
kontak dengan penderita tuberkulosis, tidak dapat imunisasi BCG dan mempunyai
riwayat status gizi yang kurang baik.
2. Integritas Ego
Gejala :
Adanya faktor stres lama.
Masalah keuangan, rumah.
Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan.
Populasi budaya.
Tanda :
Menyangkal (khususnya selama tahap dini).
Anxietas, ketakutan dan mudah tersinggung.
Tanda :
Turgor kulit buruk.
Kehilangan lemak subkutan pada otot.
4. Pernafasan
Gejala :
Batuk produktif atau tidak produktif.
Nafas pendek.
Riwayat tuberkulosis atau terpajan pada individu yang terinfeksi.
Tanda :
Peningkatan frekuensi nafas.
Pengembangan pernafasan tak simetris.
Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau
unilateral (efusi pleura atau pneumothorax) bunyi nafas tubuler atau bisikan pektoral
diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (krekels-posttusic).
Karakteristik sputum: hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata dan perubahan mental (tahap lanjut).
Tanda:
Berhati-hati pada area yang sakit.
Perilaku distraksi dan gelisah.
6. Keamanan
Gejala:
Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)
Tanda:
Demam rendah atau sakit panas akut.
7. Interaksi sosial
Gejala:
Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
Pengkajian Psikososial
Adapun pengkajian psikososial yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh terhadap
fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stres.
2. Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan
hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau
ketidakmampuan.
3. Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien
terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.
A. Data Biografi
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Surabaya, 21 Januari 1949
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Status perkawinan : Duda
Tinggi badan atau berat badan : 157 cm, 46 kg
Penampilan umum : Cukup baik, tubuh kurus, lemah
Alamat : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur
Orang yang mudah dihubungi : Ibu R
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat dan telepon : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur
08567891204
Diagnosa medis : TB Paru
B. Riwayat Keluarga
Genogram:
Ket:
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
X : Meninggal
C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Pensiun
Pekerjaan sebelumnya : Pekerja pabrik asbes
Sumber-sumber pendapatan : Dari hasil pemberian anak
Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup terpenuhi
F. Sistem Pendukung
Di dekat rumah klien terdapat seorang dokter yang memang kenal dengan keluarga
klien. Terkadang keluarga klien meminta tolong kepada dokter tersebut untuk
memeriksa kondisi Tn.A. adapun jarak rumah dokter tersebut dengan rumah klien
hanya berjarak 5 km. Rumah klien tidak jauh dr R.S Pasar Rebo yang berjarak sekitar
500 km dari rumahnya. Selain itu juga terdapat klinik Sejahtera di dekat rumah klien
yang berjarak sekitar 50 km. Keluarga masih kurang memperhatikan kondisi klien
dikarenakan kesibukan mereka bekerja di luar rumah. Namun keluarga tetap membantu
mengawasi kesehatan klien.
G. Diskripsi Kekhususan
Biasanya klien melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah yang beragama
islam, klien melaksanakan sholat lima waktu secara rutin dan mengaji atau terkadang
muhasabah diri untuk menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya dan untuk membantu
menenangkan dirinya akibat dari respon stres yang ditimbulkan karena penyakit yang
klien derita.
H. Status Kesehatan
Klien mengatakan pernafasannya mulai mengalami penurunan dan gangguan-
gangguan kurang lebih 3 tahun yang lalu. Klien mengatakan tidak menderita penyakit
lain, klien merasa dirinya sehat-sehat saja. Namun klien mengalami sedikit gangguan
pada pernafasannya, klien merasakan batuk yang tak kunjung reda dan pula sesak
nafas serta nyeri dada yang dirasakan sangat mengganggu aktivitasnya.
Provokative/Paliative : Batuk disertai dahak dan terkadang juga darah, serta sesak
nafas dan nyeri dada.
Quality/Quantity : Batuk, sesak nafas dan nyeri dada dirasakan sangat
mengganggu aktivitasnya, dan sudah cukup lama klien mengalami keluhan-keluhan
tersebut.
Region : Nyeri dada yang klien rasakan menyebar disekitar dada,
nyeri tersebut dirasakan setelah klien batuk-batuk dan juga disertai dengan sesak
nafas.
Severity scale : Bila batuk, sesak nafas dan nyeri dada itu timbul klien
mengatakan sulit tidur.
Timming : ketika ada rangasan yang mempengaruhi pernafasan klien
atau setelah klien melakukan pekerjaan yang cukup berat danwaktu yang lama.
Obat-obatan : Dokter memberikan resep obat berupa obat batuk dan
juga obat untuk membantu mengurangi sesak dan nyeri dada serta memberikan
expectorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir atau dahak klien yang diminum
3xsehari.
Status imunisasi : lengkap
Alergi (obat-obatan/makanan/faktor lingkungan) seperti debu dan cuaca yang tidak
menentu.
Penyakit yang diderita : TB Paru
Aktifitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Melakukan eliminasi
Pergerakan
Makan
Psikologis
Persepsi klien terhadap penyakit cukup baik, karena klien merasa wajar karena
umurnya sudah tua.
Konsep diri klien baik, karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan mau
bekerja sama dengan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan yang klien alami.
Emosi cukup baik (stabil).
Kemampuan adaptasi klien adaptasi klien cukup baik karena klien masih suka
berkumpul dengan teman-teman sebayanya disekitar rumah klien.
Mekanisme pertahanan diri : klien mengatakan senang tinggal di rumah
anaknya dibanding klien harus tinggal di panti, karena dengan tinggal di rumah anaknya
tersebut klien merasa masih diperhatikan, dihargai dan dicintai oleh keluarganya.
Apabila ada masalah klien melakukannya dengan cara pemecahan masalah yang
sebelumnya dibicarakan dengan keluarga klien.
L. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : melakukan pemeriksaan darah lengkap khususnya leukosit klien
meningkat.
Radiologi : melakukan pemeriksaan rontgen dada untuk melihat
perkijuan yang ada pada paru-paru klien
EKG :-
USG :-
CT-Scan :-
Analisa Data
TD : 110/60 mmHg
Suhu 39° C
RR : 27 x/menit
N : 107 x/menit.
Do :
Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan
postur tubuh klien yang tampak terangkat
kedua bahunya.
TD : 110/60 mmHg
Suhu 39° C
RR : 27 x/menit
N : 107 x/menit.
Saat di auskultasi terdengar suara
Ronchi (+).
Dt :
Nilai AGD
Tanda-tanda sianosis
Do :
TD : 110/60 mmHg
Klien terlihat lemah.
Klien tampak lemas.
Dt :
Nilai Hb
Bising usus
Pemeriksaan Serum Albumin
IMT
LLA
4. Ds : Resiko tinggi Penurunan
Klien juga mengatakan bahwa setiap malam terjadinya infeksi imunitas,
klien selalu berkeringat walaupun klien tidak dan penyebaran kurang
melakukan kegiatan yang berat. infeksi. pengetahuan
Klien mengatakan mengalami demam. untuk
menghindari
Do : pemajanan
patogen.
TD : 110/60 mmHg
Suhu 39° C
RR : 27 x/menit
N : 107 x/menit.
Dt :
Tanda-tanda infeksi
Pemeriksaan rontgen dada
Do : -
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, antara lain:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret kental atau
sekret darah.
2. Gangguan atau Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk atau produksi
sputum meningkat.
4. Resiko tinggi terjadinya infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan serta
pengobatan berhubungan dengan tidak akurat dan tidak lengkap informasi yang ada.