Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LANSIA DENGAN MASALAH SISTEM PERNAFASAN

KEPERAWATAN GERONTIK
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LANSIA
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

Kelompok 3:
1. Binur Tuasikal
2. Citra Arthana
3. Rindi Ajeng Putrie
4. Ulya Nuraini

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES JAYAKARTA
PKP DKI JAKARTA
2011
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Gerontik ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Klien Lansia Dengan Gangguan Pernafasan”.
Makalah ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat penilaian Mata Ajar Keperawatan
Gerontik di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jayakarta di Jakarta, penulis berharap semoga Makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu Teti Rahmawati, S.Kp selaku koordinator Mata Ajar Keperawatan Gerontik.
2. Ibu Eddy Rosfiati, Skp selaku pembimbing dalam penulisan Makalah ini.
3. Rekan-rekan satu tim, yang telah bekerja sama guna terwujud dan terselesaikannya penulisan
Makalah ini.
4. Kedua orang tua, yang tak henti-hentinya memberikan semangat, doa dan bantuan baik moril dan
materil.
5. Seluruh teman-teman yang ikut memberikan saran dan kritikan sehingga dapat menjadi pertimbangan
dan pembahasan.
6. Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
pembuatan Makalah ini.
Penulis masih menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun
bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
menyempurnakan Makalah ini dimasa yang akan datang.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat membawa manfaat bagi penulis sendiri dan
para pembaca sekalian.

Jakarta, 29 Oktober 2011

Penulis
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................
B. Tujuan Penulisan................................................................................................
1. Tujuan Umum ................................................................................................
2. Tujuan Khusus ...............................................................................................
C. Ruang Lingkup Penulisan ..................................................................................
D. Metode Penulisan ..............................................................................................
E. Sistematika Penulisan ........................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan
1. Pengertian Proses Penuaan ..............................................................................
2. Fungsi Normal Sistem Pernafasan ....................................................................
3. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia
..................................................................................................................
4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan Fungsi dan
Struktur Tubuh ..............................................................
B. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian ..........................................................................................................
2. Etiologi ...............................................................................................................
3. Tanda Dan Gejala ..............................................................................................
4. Manifestasi Klinis ...............................................................................................
5. Komplikasi ..........................................................................................................
6. Penatalaksanaan Medis .....................................................................................

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian .........................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................................
C. Perencanaan ......................................................................................................
D. Implementasi Keperawatan ................................................................................
E. Evaluasi Keperawatan .......................................................................................

BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................................
B. Saran ..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

F. Latar Belakang
Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Dampak yang
timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit infeksi menurun, sedangkan
insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler) meningkat. Dampak lainnya ialah usaha harapan hidup
menjadi lebih meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lebih banyak (Mangunegoro,
1992 www.sampoerna.blogspot.com).
Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan yang lain, terjadilah
perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu mungkin merupakan homeostasis
martial,kemudian bisa timbul homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi kematian
sel (Kumar et al, 1992 www.sulandraamensambas.blogspot.com).
Salah satu organ tubuh yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya usia
seseorang adalah sistem pernafasan.
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memeperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994 www.sampoerna.blogspot.com).
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula penyakit-penyakit pada
sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-penyakit yang diderita kelompok usia lanjut merupakan
kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur muda, akibat dari gejala sisa penyakit yang pernah diderita
sebelumnya, penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa lalu (misalnya kebiasaan merokok,
minum alkohol dan sebagainya dan penyakit-penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-
penyakit paru yang diderita kelompok usia lanjut juga mengikuti pola penyebab atau kejadian tersebut
(Mangunegoro, 1992 www.sampoerna.blogspot.com).
Menurut data yang ada, infeksi saluran napas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru masih menduduki
lima penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat (Boedhi-Darmojo, 1992; DepKes RI/SKRT tahun
1980, 1986, 1992).
Roesdi tahun 1980 meneliti secara retrospektif terhadap 31.275 orang penderita yang dirawat di RS Dr.
Kariadi selama satu tahun (1980), ditemukan 226 orang penderita usia lanjut. Di antara 226 orang
penderita tersebut 67 orang (29,4%) menderita penyakit paru dalam berbagai jenis.
Pada tahun 1981 Pranarka , mengadakan survey kesehatan kelompok usia lanjut di daerah pegunungan di
Jawa Tengah (berpenduduk 3.247 jiwa) menemukan sebanyak 274 orang (8,4%) penduduk usia diatas 50
tahun, sebanyak 56 orang (1,7%) menderita penyakit paru, dan 29 orang (0,9%) diantaranya menderita
tuberkulosis paru.
Sutanegara di Bali (1987) memeriksa sebanyak 196 orang kelompok pensiunan (usia lanjut) dikota
Denpasar Bali, menemukan 24,5% diantaranya dengan kelainan/penyakit paru.
Sidharto di Semarang (1987) mengadakan studi retrospektif terhadap penderita-penderita usia lanjut yang
diawatdi RS Dr. Kariadi Semarang yang menderita penyakit infeksi, menemukan sebanyak 614 penderita
usia lanjut menderita penyakit infeksi dan 61,9% diantaranya menderita infeksi saluran napas.
Rahmatullah pada tahun 1993 mengadakan studi retospektif terhadap 55.655 orang penderita yang
dirawat di RS Dr. Kariadi menemukan sebanyak 522 orang usia lanjut menderita penyakit paru dengan
rincian ISPA/pneumoni 16,6%, tuberkulosis paru 25,2%, PPOM 5,6% dan karsinoma paru 4,5%.
Berdasarkan data diatas terkait masalah perubahan sistem pernapasan pada lansia maka kelompok tertarik
untuk membahas mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada lansia dengan gangguan sistem
pernapasan khususnya untuk masalah penyakit TB Paru.
G. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk memahami perubahan sistem pernafasan dan
dampaknya pada lansia serta asuhan keperawatan yang dapat dilakukan.

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini antara lain, yaitu untuk memahami:
a. Pengertian lansia.
b. Pengertian proses penuaan (proces ageing).
c. Fungsi normal dari sistem pernafasan pada manusia.
d. Perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan yang terjadi pada lansia.
e. Perubahan psikososial dan spiritual yang dialami lansia akibat adanya perubahan struktur dan
fungsi sistem pernafasan.
f. Konsep dasar dari penyakit TBC yang mencakup mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
komplikasi dan penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan.
g. Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada lansia dengan masalah perubahan sistem
pernafasan khususnya dengan penyakit TBC.

H. Ruang Lingkup Penulisan


Penyusunan makalah ini hanya membahas tentang perubahan struktur dan fungsi sistem pernafasan pada
lansia, konsep dasar dari penyakit pada sistem pernafasan yang terjadi pada lansia (penyakit TBC) dan
asuhan keperawatan yang dapat dilakukan.

I. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan dan menjelaskan
perubahan struktur dan fungsi pada sistem pernafasan, konsep dasar dari penyakit sistem pernafasan
(penyakit TBC) dan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada lansia dengan gangguan sistem
pernafasan. Penulisan makalah ini bersifat kepustakaan untuk mendapatkan informasi dan data yang
diperlukan dalam menyusun makalah ini. Adapun teknik yang penulis gunakan adalah studi pustaka dan
pencariaan informasi dari internet. Hasilnya digunakan untuk membantu penulisan makalah ini serta
untuk mendapatkan data-data sebagai sumber resensi penulis dan juga hasil dari diskusi kelompok yang
dapat disajikan dalam bentuk makalah.

J. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam penulisan ini terdiri dari empat bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Ruang Lingkup Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan
1. Pengertian Proses Penuaan
2. Fungsi Normal Sistem Pernafasan
3. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia
4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan Fungsi dan
Struktur Tubuh
B. Konsep Dasar Penyakit
7. Pengertian
8. Etiologi
9. Tanda Dan Gejala
10. Manifestasi Klinis
11. Komplikasi
12. Penatalaksanaan Medis

BAB III TINJAUAN KASUS


F. Pengkajian
G. Diagnosa Keperawatan
H. Perencanaan
I. Implementasi Keperawatan
J. Evaluasi Keperawatan

BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan


1. Pengertian Proses Penuaan
Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Bernice Neugarten (1968) James C.
Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
Sedangkan menurut (Prayitno dalam Aryo (2002) dalam buku Keperawatan Gerontik edisi 2) mengatakan
bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas,
tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok kehidupannya
sehari-hari.
Pada Lansia, menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki dari atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita (Nugroho, 2000 dalam buku
Keperawatan Gerontik edisi 2)
Pada orang orang sehat, perubahan anatomik fisiologik tersebut merupakan bagian dari proses menua,
Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari suatu kehidupan yang
ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres atau pengaruh
lingkungan. Proses menua melandasi berbagai kondisi yang terjadi pada usia lanjut (Kumar et al, 1992. Di
dalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah disebabkan oleh proses menua
dan bukan disebabkan oleh penyakit yang menyertai proses menua, ada 4 kriteria yang harus dipenuhi
(Widjayakusumah, 1992. R Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999):
1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya umum terjadi pada
setiap orang.
2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel dan jaringan
disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh faktor luar.
3. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan tidak dapat berbalik lagi.
4. Proses menua bersifat proses kemunduran atau kerusakan (injury).

2. Fungsi Normal Sistem Pernafasan


Pernafasan (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen)
kedalam tubuh serta menghembuskan CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Adapun guna pernafasan banyak sekali diantaranya: mengambil O2 yang kemudian dibawa keseluruh
tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengelurakan CO2 sebagai sisa dari pembakaran karena tidak
digunakan lagi oleh tubuh dan menghangatkan dan melembabkan udara.
Saluran pernafasan mulai dari atas secara berturut-turut adalah:
a) Hidung (Nasal)
Merupakan saluran udara yang pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisah kan oleh septum nasi.
Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran. Bagia luar terdiri
dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh
tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan sinus para nasalis. Adapun fungsi dari
nasal ini sebagai saluran udara pernafasan, penyaring udara pernafasan yang dilakukan bulu-bulu hidung,
dapat menghangatkan udara oleh mukosa serta membunuh kuman yang masuk bersamaan dengan udara
pernapasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung.
b) Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan pencernaan. Terdapat di bawah dasar tengkorak,
di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Ke atas berhubungan dengan
rongga hidung dengan perantaraan lubang (koana), kedepan berhubungan dengan rongga mulut. Rongga
faring terbagi atas tiga bagian: nasofaring, orofaring dan laringofaring.
c) Laring
Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak didepan oesophagus. Bentuknya seperti kotak segi
tiga dengan sebelah samping mendatar dan didepan menonjol. Laring ini dibentuk oleh tulang rawan yang
dihubungkan oleh jaringan ikat, pada laring terdapat selaput pita suara.
d) Trachea
Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C.
Diantara tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot polos yang panjangnya 11,2 cm, lebarnya
± 2cm. Mulai dari bawah laring segitiga vertebra thorakalis V dan akan bercabang menjadi bronchus kiri
dan kanan. Trachea juga dilapisi oleh selaput lendir (mukosa) yang mempunyai epitel torak yang berbulu
getar. Permukaan mukosa ini selalu basah oleh karena adanya kelenjar mukosa. Trachea berfungsi untuk
menyaring debu-debu yang halus dari udara pernafasan. Otot polos pada dinding trachea dapat
berkontraksi sehingga saluran akan menyempit sehingga timbul sesak nafas.
e) Bronchus
Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vertebra thorakalis V yaitu terdiri dari bronchus kiri dan
brochus kanan. Bronchus ini dibentuk oleh cincin tulang rawan yang ukurannya lebih kecil dari trachea
yang dilapisi oleh selaput lendir. Perbedaan bronchus kiri dan bronchus kanan adalah: bronchus kiri lebih
kecil, horizontal dan lebih panjang sedangkan bronchus kanan lebih besar, vertikal dan lebih pendek.
f) Bronchiolus
Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana struktur sama dengan brochus hanya saja
ukuran dan letaknya berbeda. Bronchiolus sudah memasuki lobus paru-paru sedangkan bronchus masih di
luar paru-paru. Bronchiolus akan bercabang lagi menjadi bronchiolus terminalis yang strukturnya sama
dengan Bronchiolus dan letaknya lebih dalam di jaringan paru-paru. Diujungnya baru terdapat rongga
udara yaitu alveolus dan dinding dari alveolus merupakan jaringan paru-paru.
g) Paru-paru
Paru-paru (pulmo) terletak dalam rongga dada yang terdiri dari paru kiri dan kanan, diantara paru kiri dan
kanan terdapat jantung, pembuluh darah besar trachea, bronchus dan esophagus. Di sebelah depan,
belakang dan lateral paru-paru berkontak dengan dinding dada, sebelah bawah berkontak dengan
diafragma dan sebelah medial adalah tempat masuk bronchus kiri, kanan dan tempat masuk pembuluh
darah arteri dan vena pulmonalis. Bentuk dari paru ini seperti kubah (segitiga) yang puncaknya disebut
apek pulmonum dan alasnya disebut basis pulmonal.
Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat mengembang dan mengempis pada waktu bernafas.
Didalam paru-paru terdapat kantong-kantong udara (alveolus), alveolus ini mempunyai dinding yang tipis
sekali dan pada dindingnya terdapat kapiler-kalpiler pembuluh darah yang halus sekali dimana terjadi
difusi oksigen dan CO2. Jumlah alveolus ini ± 700 juta banyaknya dengan diameter 100 micron. Luasnya
permukaan dari seluruh membran respirasi ini kalau direntang adalah 90 m2 atau ± 100 kali luas tubuh,
akan tetapi hanya 70 m2 yang dipergunakan untuk pernafasan selebihnya tidak mengembang.
Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua yaitu pleura. Selaput ini merupakan jaringan
ikat yang terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseral yang langsung melengket pada dinding paru-paru,
masuk kedalam fisura dan memisahkan lobus satu dengan yang lainnya, membran ini kemudian dilipat
kembali sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietalis dan melapisi bagian dalam dinding
dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragmatika dan bagian
yang terletak dileher adalah pleura servicalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat yang disebut
dengan membran supra renalis (fasia gison) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia.
Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat eksudat untuk melicinkan permukaannya dan menghindari
gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu bernafas. Dalam keadaan normal kedua lapisan ini
satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata,
tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan akan memisahlkan kedua pleura dan ruangan
diantaranya akan menjadi lebih jelas.
Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dengan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru.
Adapun tujuan pernafasan adalah memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan mengeluarkan sisa
pembakaran berupa karbondioksida dari jaringan.
Pernafasan menyangkut dua proses :
1. Pernafasan luar (eksternal) adalah: Absorbsi O2 dari luar masuk kedalam paru-paru dan pembuangan
CO2 dari paru-paru keluar.
2. Pernafasan dalam (insternal) ialah: Proses transport O2 dari paru-paru ke jaringan dan transport CO2
dari jaringan ke paru-paru.
Pernafasan melalui paru-paru (internal), oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada saat pernafasan
dimana oksingen masuk melalui trachea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler
pulmonar. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran diambil oleh sel darah
merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh.
Sementara itu karbondioksida sebagai sisa metabolisme dalam tubuh akan dipisahkan dari pembuluh
darah yang telah mengumpulkan karbondioksida itu dari seluruh tubuh kedalam saluran nafas.
3. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia
3.1 Perubahan Anatomik sistem pernafasan
Adapun bagian yang mengalami perubahan adalah:
1. Dinding dada: tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang rawan mengalami osifikasi.
2. Otot-otot pernafasan: mengalami kelemahan akibat atrofi.
3. Saluran nafas: akibat kelemahan otot berkurangnya jaringan elastis bronkus dan alveoli menyebabkan
lumen bronkus mengecil, cincin-cincin tulang rawan bronkus mengalami pengapuran.
4. Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus membesar secara
progeseif terjadi emfisema senilis.
3.2 Perubahan-perubahan fisilogik sistem pernafasan
1. Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun rongga dada akan merubah
mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi dangkal sehingga akan timbul keluhan sesak
bernafas.
2. Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran gas akan menimbulkan penumpukan udara dalam
alveolus (air traping) ataupun gangguan pendistribusian oksigen.
3. Volume dan kapasitas paru menurun.
4. Gangguan transport gas: pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara bertahap, yang penyebabnya
terutama disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Selain itu diketahui bahwa
pengambilan O2 dalam darah dari alveoli (difusi) dan transport O2 ke jaringan-jaringan berkurang,
terutama saat melakukan olahraga.
5. Gangguan perubahan ventilasi paru: akibat adanya penurunan kepekaan kemoreseptor perifer,
kemoreseptor sentral ataupun pusat-pusat pernafasan pada medulla oblongata dan pons.
Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh susunan anatomik
tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ.
A. Perubahan Anatomik Sistem Pernafasan
Menurut Stanley, 2006 dalam buku Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, mengatakan bahwa
perubahan anatomi yang terjadi pada sistem respiratory akibat penuaan sebagai berikut:
a) Paru-paru kecil dan kendur.
b) Hilangnya recoil elastic.
c) Pembesaran alveoli.
d) Penurunan kapasitas vital: penurunan PaO2 dan residu.
e) Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
f) Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
g) Hilangnya tonus otot thoraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
h) Kelenjar mucus kurang produktif.
i) Penurunan sensitivitas sfingter esophagus.
j) Penurunan sensitivitas kemoreseptor.

B. Perubahan Fisiologis Sistem Pernafasan


Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan struktural dan fungsional pada thoraks dan paru-paru.
Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida antara
lingkungan eksternal dan darah. Pada lansia ditemukan alveoli menjadi kurang elastis dan lebih
berserabut serta berisi kapiler-kapiler yang kurang berfungsi, sehingga kapasitas penggunaan menurun
karena kapasitas difusi paru-paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi permintaan tubuh. Daya pegas
paru-paru berkurang, sehingga secara normal menahan thoraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai
dengan penurunan kekuatan otot rangka pada toraks dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan
otot pernapasan menjadi lemah, maka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun.
Dekalsifikasi iga dan peningkatan kalsifikasi dari kartilago kostal juga terjadi. Membran mukosa lebih
kering, sehingga menghalangi pembuangan sekret dan menciptakan resiko tinggi terhadap infeksi
pernapasan. (Maryam, 2008 www.JrPatrickGaskinsBlogger.com).
Sedangkan menurut Stokslager, 2003 dalam buku Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit perubahan
fisiologis pada sistem pernapasan sebagai berikut:
a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.
b. Atrofi umum tonsil.
c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan metabolisme kalsium dan
kartilago iga.
e. Kekakuan paru: penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
f. Kiposis.
g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan.
h. Penurunan kapasitas difusi.
i. Penurunan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi: penurunan kapasitas vital.
j. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan recoil elastis paru dan
peningkatan kapasitas residual.
k. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas) yang mengakibatkan penurunan area
permukaan untuk pertukaran gas dan pertukaran tekanan oksigen.
l. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5%.
m. Penurunan cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian resiko infeksi paru dan sumbat mukus.
n. Toleransi rendah terhadap oksigen.

C. Perubahan Fisik Sistem Pernafasan Pada Lansia


a) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang, sehingga
pernafasan cepat dan dangkal.
b) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi
penumpukan sekret.
c) Penurunan aktivitas paru (mengembang dan mengempisnya) sehingga jumlah udara pernafasan yang
masuk ke paru mengalami penurunan, jika pada pernafasan yang tenang kira-kira 500 ml.
d) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal 50 m²), menyebabkan
terganggunya proses difusi.
e) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu proses oksigenasi dari hemoglobin,
sehingga O2 tidak terangkut semua ke jaringan.
f) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama-
kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
g) Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret dan corpus alium dari saluran nafas
berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.

4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan Fungsi dan
Struktur Tubuh
4.1 Perubahan-perubahan Psikososial
a) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan
dalam pekerjaan.
Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain :
a. Kehilangan finansial (income berkurang).
b. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala
fasilitasnya).
c. Kehilangan teman atau kenalan atau relasi.
d. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
b) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality).
c) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.
d) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit dan bertambahnya biaya pengobatan.
f) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g) Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan family.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri dan perubahan konsep
diri.
4.2 Pengaruh Proses Penuaan Pada Fungsi Psikososial
a. Perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran orientasi,
penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi mereka.
b. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel-sel otak.
c. Gangguan halusinasi.
d. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
e. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.
4.3 Perubahan Spritual
a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow, 1970
www.sulandraamensambas.blogspot.com).
b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak
dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970 www.sulandraamensambas.blogspot.com).
c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978), Universalizing, perkembangan
yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara
mencintai keadilan.

B. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat
juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe (Brunner &
Suddarth, 2002 hal.584).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
Tuberkulosis), sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya
(www.infeksi.com).
Tuberkulosis paru adalah Penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis, yakni kuman aerob
yang dapat menyerang semua sistem tubuh, yang mengenai paru (Dr. Med. Ahmad Ramali, Dkk, 1992
:306 www.erfansyah.blogspot.com).
TB Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosa tipe humanus
(jarang oleh tipe M. Bovinus). TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran napas bagian bawah.
Basil mikobakterium tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening
setempat dan terbentuklah primer kompleks atau ranke (Muhammad Amin, Ilmu penyakit paru). TB paru
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat
bervariasi.

2. Etiologi
Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosa. Sejenis kuman yang berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid ini adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan dalam lemari es).
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4 mikron dengan tebal 0,3-0,6 mikron. Kuman ini lebih tahan terhadap asam
lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman ini lebih tahan terhadap terhadap asam, gangguan kimia
dan fisik.

2.1 Yang tergolong yang tergolong dalam kuman mycobacterium tuberculosae complex adalah:
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. Bovis
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.

2.2 Kelompok kuman Mycobacterium tuberculosae dan Mycobacteria Other Than TB (MOTT) atypical
adalah:
1. M. Kansaii
2. M. Avium
3. M. intra cellulare
4. M. Scrofulaceum
5. M. Malmacerse
6. M. Xenopi

3. Tanda Dan Gejala


Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit TB Paru, antara lain:
a) Batuk disertai dahak lebih dari 3 minggu.
b) Sesak napas dan nyeri dada.
c) Badan lemah, kurang enak badan.
d) Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat badan menurun.
(Penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru, Misnadiarly).

3.1 Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah:


1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya.
2. BB klien biasanya menurun: agak kurus.
3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
4. Batuk lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
6. Sesak nafas.
7. Nyeri dada.
8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada malam hari).
4. Manifestasi Klinik
Sebagian besar tuberkulosis paru didiagnosa berdasarkan adanya keluhan penderita yang merasakan
kurang enak badan. Biasaya keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah tanpa keluhan sama sekali.
Adapun keluhan yang tersering terjadi adalah :
a. Demam (panas)
Demam ini mungkin hanya sedikit peningkatan suhu tubuh pada malam hari. Biasanya subfebris
menyerupai demam influenza, tapi kadang-kadang panas dapat mencapai 40-41 0C. Serangan demam ini
sifatnya hilang timbul yang berlangsung terus-menerus sehingga penderita tidak pernah merasa terbebas
dari demam ini. Hal ini juga tergantung dari daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi
kuman tuberkulosis.
b. Batuk dan sputum
Gejala batuk ini banyak ditemukan. Hal ini terjadi karena adanya iritasi pada bronchus yang diperlukan
untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk ini timbul setelah penyakit telah berkembang
dalam jaringan paru setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermual. Sifat batuk ini
dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum) keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi batuk darah (hemaptoe) karena
terdapatnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak nafas
Sesak nafas yang terjadi pada tuberkulosis berkaitan dengan penyakit yang sudah terjadi infiltrasi yang
luas di dalam paru atau telah terjadi komplikasi beripa efusi pleura. Sesak nafas akan akan ditemukan
pada penyakit tuberkulosis yang sudah lanjut.
d. Nyeri dada
Nyeri dada merupakan keluhan yang jarang dijumpai pada penderita tuberkulosis. Bila dijumpai kadang
bersifat nyeri tumpul dan rasa nyeri kadang dirasakan berat pada waktu mengambil nafas (inspirasi), rasa
nyeri ini juga berkaitan dengan tegangnya otot pada saat penderita batuk nyeri ini juga timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun, Gejala malaise sering ditemukan berupa: anoreksia,
tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul.

Beberapa gambaran klinis yang telah disebutkan diatas merupakan gejala-gejala yang mengarah ke
diagnosis tuberkulosis. Akan tetapi gejala itu tidak jelas. Satu-satunya cara untuk memastikannya yaitu
dengan pengujian sputum untuk mencari kuman tuberkulosis pada individu yang menderita batuk (DR.
Dr. Soeparman, 1994:715, www.ebookyuflihulkhair.blogspot.com).
Tuberkulosis juga dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa dan
perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan berat badan. (Brunner & Suddarth-2002 hal.
585).

5. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi
di bagi atas 2 yaitu:
5.1 Komplikasi dini
1. Pleurtis
2. Efusi pleura
3. Empiema
4. Laringitis
5. Menjalar ke organ lain yaitu usus

5.2 Komplikasi lanjut


1. Obstruksi jalan nafas-SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
2. Kerusakan parenkim berat-fibrosis paru, kor pulmonal
3. Amioloidosis
4. Karsinoma paru
5. Syndrom gagal nafas dewasa (ARDS)
(Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jili II, 2003 hal.829)

6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu:
1. Fase Intensif (2-3 bulan).
2. Fase Lanjutan (4-7 bulan).

Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan
sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol.
Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kulnolon, Makvolide, dan Amoksilin ditambah
dengan asam klavulanat, derivat rifampisin atau INH.
Tuberculosis paru diobati karena agens kemotherapi (agen anti tuberkulosis) selama periode 6 sampai 12
bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampicin (RIF), streptomisin (SM),
etambutol (EMB), dan pirazinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin, etionamid, natirum para-
aminosalisilat, amikasin dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu berkembang di seluruh
dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat telah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden dari resisten
banyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus dipertimbangkan ketika
merencanakan terapi efektif:
a. Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens tuberculosis garis depan pada individu yang
sebelumnya belum mendapatkan pengobatan.
b. Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens anti tuberculosis
pada pasien yang sedang menjalani terapi.
c. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH dan RIF Pengobatan yang
direkomendasikan bagi kasus tuberculosis yang baru didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam
termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan
(totalnya 6 bulan).
Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti tuberculosis baru three in-one yang terdiri
atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan
kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Pada awalnya etambutol dan streptomycin disertakan dalam
terapi awal sampai sampai pemeriksaan resisten obat didapatkan. Regimen pengobatan, bagaimanapun
tetap dilanjutkan selama 12 bulan.
Individu akan dipertimbangkan non infeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu terapi obat kontinu.
Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang diketahui beresiko
terhadap penyakit signifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien yang berpenyakit aktif.
Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis harian INH selama 6 sampai 12 bulan.
Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin (vitamin B6).
Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin di pantau setiap bulan (Brunner &
Suddarth, 2002 hal. 586-587).
Panduan OAT di Indonesia WHO dan IULTD (Intrenational Union Against Tubercolosis and Lung
Diase) merekomendasikan panduan OAT standar, yaitu:
1. Kategori-1
Tahap intensif terdiri dari Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat-obatan
tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yag
terdiri dari Inosiasid (H) dan Rifampicin (R), diberikan dalam tiga kali dalam seminggu selama empat
bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
ü Penderita baru TBC Paru BTA Positif
ü Penderita TBC Paru BTA negative, Rontgen Positif yang “sakit berat”
ü Penderita TBC Ekstra Paru berat
2. Kategori-2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Inosiasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan
Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam
seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan
obat. Obat ini diberikan untuk:
ü Penderita kambuh (relaps)
ü Penderita gagal (failure)
ü Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. Kategori-3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap
lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
ü Penderita paru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan.
ü Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral,
TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama
1 bulan.

6.1 Efek samping dari obat-obatan TBC:


Nama obat dan Efek samping
1. Rifampisin
Sindrom flu: demam, muntah, mual, diare, kulit gatal dan merah SGOT/SGPT meningkat (gangguan
hati).
2. INH
1. Nyeri syaraf
2. Hepatitis (radang hati)
3. Alergi, demam, ruam kulit
4. Pyrazinamid: muntah, mual, diare
5. Kulit merah dan gatal
6. Kadar asam urat meningkat
7. Gangguan fungsi hati
3. Streptomisin
Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler, vertigo (pusing) dan kerusakan pendengaran.
4. Ethambutol
Gangguan syaraf mata.

6.2 Pembedahan pada TB paru


Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang. Indikasi pembedahan dibedakan
menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative.
6.2.1 Indikasi mutlak pembedahan adalah:
1. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif.
2. Pasien batuk darah pasien tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
3. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi dengan secara konservatif.

6.2.2 Indikasi relative pembedahan, yaitu:


1. Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang.
2. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
3. Sisa kavitas yang menetap.
(Kapita selekta kedokteran jilid II, 2001 hal. 474)

6.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Kultur sputum: positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen: (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil
asam cepat.
3. Test kulit: (PPD, Mantoux, potongan vollmer), reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam
setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak
secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax: dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh
primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster: urine dan cairan serebrospinal, biopsi
kulit) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru: positif untuk granula TB, adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi, ex: Hyponaremia, karena
retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan
kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim atau fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
6.4 Penatalaksanaan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
1. Jangka Pendek
Dengan tata cara pengobatan: setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan.
o Streptomisin inj 750 mg.
o Pas 10 mg.
o Ethambutol 1000 mg.
o Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2x seminggu,
selama 13-18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB paru dapat
dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis:
o INH.
o Rifampicin.
o Ethambutol.
Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum
BTA ( + ) dengan kombinasi obat:
o Rifampicin.
o Isoniazid (INH).
o Ethambutol.
o Pyridoxin (B6).
BAB III
TINJAUAN KASUS

Kasus
Tn. A (62 th), datang ke rumah sakit dengan mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 minggu
mengalami batuk disertai dahak dan darah, sesak napas dan nyeri dada. Klien juga mengatakan bahwa
setiap malam klien selalu berkeringat walaupun klien tidak melakukan kegiatan yang berat dan
mengalami demam. Klien mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami penurunan berat
badan dari 57 kg menjadi 47 kg. Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan postur tubuh klien yang tampak
terangkat kedua bahunya. Klien terlihat agak kurus. Saat dilakukan pengkajian didapatkan TD: 110/60
mmHg, Suhu 39° C, RR : 27 x/menit, N : 107 x/menit. Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi (+), BB :
46 kg, TB : 157 cm, konjungtiva klien terlihat pucat, mukosa bibir telihat pucat, Leukosit : 11.000 mg/dL.
Klien bertanya kepada perawat mengapa keluhan-keluhan yang ia rasakan tidak kunjung menghilang dan
apa yang menyebabkan klien seperti itu.

A. Pengkajian
Proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah klien
secara bertanggung jawab dan berkesinambungan dengan didasari atas prinsip-prinsip ilmiah yang
memandang klien secara menusia yang utuh (holistik) yaitu Bio, Psiko, Sosial, dan Spritual. Penerapan
proses keperawatan terhadap klien ini terdiri dari empat langkah yaitu: pengkajian, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
Pada klien dengan TB paru data yang dapat dikumpulkan meliputi:
1. Riwayat kesehatan keperawatan
2. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien sebelumnya pernah menderita sakit seperti ini atau pernah kontak dengan penderita
tuberkulosis, tidak dapat imunisasi BCG dan mempunyai riwayat status gizi yang kurang baik.

3. Riwayat kesehatan sekarang


Biasanya klien mengalami batuk disertai dengan demam, sesak nafas, sakit didaerah sekitar dada, lelah,
tidak nafsu makan, penurunan berat badan serta sering berkeringat pada malam hari.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Karena penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang dapat ditularkan melalui inhalasi,
kemungkinan salah seorang dari keluarga pernah menderita penyakit TB paru.

Pengkajian perawatan pada klien dengan tuberculosis paru antara lain difokuskan pada:
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala:
· Kelelahan umum dan kelemahan.
· Nafas pendek karena bekerja.
· Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.
· Mimpi buruk.
Tanda :
· Takhikardi, takipneu atau dispneu pada kerja.
· Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).

2. Integritas Ego
Gejala :
· Adanya faktor stres lama.
· Masalah keuangan, rumah.
· Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan.
· Populasi budaya.
Tanda :
· Menyangkal (khususnya selama tahap dini).
· Anxietas, ketakutan dan mudah tersinggung.

3. Makanan dan cairan


Gejala :
· Anorexia.
· Tidak dapat mencerna makanan.
· Penurunan BB.

Tanda :
· Turgor kulit buruk.
· Kehilangan lemak subkutan pada otot.

4. Pernafasan
Gejala :
· Batuk produktif atau tidak produktif.
· Nafas pendek.
· Riwayat tuberkulosis atau terpajan pada individu yang terinfeksi.

Tanda :
· Peningkatan frekuensi nafas.
· Pengembangan pernafasan tak simetris.
· Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral
(efusi pleura atau pneumothorax) bunyi nafas tubuler atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat
diatas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels-posttusic).
· Karakteristik sputum: hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
· Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
· Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata dan perubahan mental (tahap lanjut).
5. Nyeri dan kenyamanan
Gejala:
· Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda:
· Berhati-hati pada area yang sakit.
· Perilaku distraksi dan gelisah.

6. Keamanan
Gejala:
· Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)

Tanda:
· Demam rendah atau sakit panas akut.

7. Interaksi sosial
Gejala:
· Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.
· Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran.

8. Penyuluhan atau pembelajaran


Gejala:
· Riwayat keluarga TB.
· Ketidakmampuan umum atau status kesehatan buruk.
· Gagal untuk membaik atau kambuhnya TB.
· Tidak berpartisipasi dalam terapi.
Ø Pengkajian Psikososial
Adapun pengkajian psikososial yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi
respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stres.
2. Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan
dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau ketidakmampuan.
3. Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien terhadap masalah
stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK

A. Data Biografi
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Surabaya, 21 Januari 1949
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Status perkawinan : Duda
Tinggi badan atau berat badan : 157 cm, 46 kg
Penampilan umum : Cukup baik, tubuh kurus, lemah
Alamat : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur
Orang yang mudah dihubungi : Ibu R
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat dan telepon : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur
08567891204
Diagnosa medis : TB Paru
B. Riwayat Keluarga
Genogram:

Ket:
: Laki-laki

: Perempuan
: Klien
X : Meninggal

C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Pensiun
Pekerjaan sebelumnya : Pekerja pabrik asbes
Sumber-sumber pendapatan : Dari hasil pemberian anak
Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup terpenuhi

D. Riwayat Lingkungan Hidup


Klien tinggal di rumah pribadi anaknya bersama anaknya, menantunya dan juga 3 orang cucunya. Jumlah
kamar dalam rumah tersebut berjumlah 4 kamar, kondisi kamar cukup baik, peralatan tertata rapi, kondisi
tempat tidur cukup baik. Namun pertukaran udara dan cahaya matahari dalam kamar Tn.A kurang.
Tingkat kenyamanan dan privacy klien cukup terjamin. Tetangga Tn.A yang terdekat dari rumahnya ialah
Ibu S
E. Riwayat Rekreasi
Klien memiliki hobi membaca koran dan membuat kaligrafi. Klien mengatakan pernah menjadi anggota
pengurus RT dan masjid di dekat rumahnya. Klien juga mengatakan ia dan keluarganya sering melakukan
perjalanan rekreasi ke daerah pegunungan dan pantai. Klien mengatakan sangat senang ketika dirinya
berekreasi bersama keluarga karena denga begitu klien merasa masih diperhatikan dan dihargai oleh
keluarganya.

F. Sistem Pendukung
Di dekat rumah klien terdapat seorang dokter yang memang kenal dengan keluarga klien. Terkadang
keluarga klien meminta tolong kepada dokter tersebut untuk memeriksa kondisi Tn.A. adapun jarak
rumah dokter tersebut dengan rumah klien hanya berjarak 5 km. Rumah klien tidak jauh dr R.S Pasar
Rebo yang berjarak sekitar 500 km dari rumahnya. Selain itu juga terdapat klinik Sejahtera di dekat
rumah klien yang berjarak sekitar 50 km. Keluarga masih kurang memperhatikan kondisi klien
dikarenakan kesibukan mereka bekerja di luar rumah. Namun keluarga tetap membantu mengawasi
kesehatan klien.

G. Diskripsi Kekhususan
Biasanya klien melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah yang beragama islam, klien
melaksanakan sholat lima waktu secara rutin dan mengaji atau terkadang muhasabah diri untuk
menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya dan untuk membantu menenangkan dirinya akibat dari respon
stres yang ditimbulkan karena penyakit yang klien derita.

H. Status Kesehatan
Klien mengatakan pernafasannya mulai mengalami penurunan dan gangguan-gangguan kurang lebih 3
tahun yang lalu. Klien mengatakan tidak menderita penyakit lain, klien merasa dirinya sehat-sehat saja.
Namun klien mengalami sedikit gangguan pada pernafasannya, klien merasakan batuk yang tak kunjung
reda dan pula sesak nafas serta nyeri dada yang dirasakan sangat mengganggu aktivitasnya.
· Provokative/Paliative : Batuk disertai dahak dan terkadang juga darah, serta sesak nafas dan nyeri
dada.
· Quality/Quantity : Batuk, sesak nafas dan nyeri dada dirasakan sangat mengganggu
aktivitasnya, dan sudah cukup lama klien mengalami keluhan-keluhan tersebut.
· Region : Nyeri dada yang klien rasakan menyebar disekitar dada, nyeri tersebut
dirasakan setelah klien batuk-batuk dan juga disertai dengan sesak nafas.
· Severity scale : Bila batuk, sesak nafas dan nyeri dada itu timbul klien mengatakan sulit
tidur.
· Timming : ketika ada rangasan yang mempengaruhi pernafasan klien atau setelah
klien melakukan pekerjaan yang cukup berat danwaktu yang lama.
Obat-obatan : Dokter memberikan resep obat berupa obat batuk dan juga obat untuk
membantu mengurangi sesak dan nyeri dada serta memberikan expectorant untuk memudahkan
mengeluarkan lendir atau dahak klien yang diminum 3xsehari.
Status imunisasi : lengkap
Alergi (obat-obatan/makanan/faktor lingkungan) seperti debu dan cuaca yang tidak menentu.
Penyakit yang diderita : TB Paru

I. Aktivitas Hidup Sehari-hari (berdasarkan Indeks Katz, disimpulkan skore)


Aktifitas
0
1
2
3
4
Mandi
ü

Berpakaian
ü

Melakukan eliminasi
ü

Pergerakan
ü

Kontrol terhadap eliminasi


ü

Makan
ü
Kemampuan perawatan diri:
Skor:
0 = mandiri, 1 = dibantu sebagian, 2 = perlu bantuan orang lain, 3 = perlu bantuan orang lain dan alat, 4
= tergantung/ tidak mampu.

Bathing (mandi/personal hygiene) : Mandiri


Bantuan hanya satu bagian mandi (seperti punggung atau ekstremitas yang tidak mampu) atau mandi
sendiri sepenuhnya.

Dressing (berpakaian) : Mandiri


Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, mengancing atau mengikat pakaian.

Toileting (melakukan eliminasi) : Mandiri


Masuk dan keluar dari kamar kecil, membersihkan genitalia sendiri.

Transfering (pergerakan) : Mandiri


Berpindah ked an dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri.

Continence (kontrol terhadap eliminasi) : Mandiri


Berkemih dan defekasi seluruhnya dikontrol sendiri.

Feeding (makan) : Mandiri


Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.

Psikologis
· Persepsi klien terhadap penyakit cukup baik, karena klien merasa wajar karena umurnya sudah tua.
· Konsep diri klien baik, karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan mau bekerja
sama dengan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan yang klien alami.
· Emosi cukup baik (stabil).
· Kemampuan adaptasi klien adaptasi klien cukup baik karena klien masih suka berkumpul dengan
teman-teman sebayanya disekitar rumah klien.
· Mekanisme pertahanan diri : klien mengatakan senang tinggal di rumah anaknya
dibanding klien harus tinggal di panti, karena dengan tinggal di rumah anaknya tersebut klien merasa
masih diperhatikan, dihargai dan dicintai oleh keluarganya. Apabila ada masalah klien melakukannya
dengan cara pemecahan masalah yang sebelumnya dibicarakan dengan keluarga klien.

J. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)


1. Keadaan umum : Kurang baik
· TB : 157 cm
· BB : 46 kg
2. Tingkat kesadaran : cukup baik (compos mentis)
3. Skala koma gaslow : baik (15)
4. Tanda-tanda vital
· TD : TD : 110/60 mmHg
· N : 107 x/menit
· RR : 27 x/menit
· S : 39° C
5. Sistem kardiovaskuler :
Inspeksi : keadaan umum terlihat baik.
Palpasi : tidak ada pelebaran pembuluh darah dan pembesaran jantung.
Perkusi : tidak ada suara redup, pekak atau suara abnormal lain.
Auskultasi : tekanan darah klien mengalami penurunan (hipotensi), nadi klien cepat.
6. Sistem pernafasan :
Inspeksi : dada kanan dan kiri terlihat simetris, pergerakan otot dada (+)
Palpasi : tidak ada perbesaran abnormal.
Perkusi : suara paru kanan dan kiri sama dan seimbang
Auskultasi : frekuensi nafas cepat, irama nafas cepat, bunyi nafas tidak normal saat di auskultasi
terdengar suara Ronchi (+).
7. Sistem integument : warna kulit normal, turgor kulit baik, (lecet, bercak, bengkak) pada kulit
tidak ada.
8. Sistem perkemihan : tidak ada masalah dalam sistem perkemihan, klien mengatakan biasa BAK di
kamarb mandi dengan frekuensi 3-4 x/hari dan ngompol (-).
9. Sistem muskuloskeletal : range of Motion : penuh, keseimbangan : stabil, menggenggam (tangan
kanan dan kiri) : lemah, kekuatan otot (kanan, kiri) : lemah, dan tidak ada kelainan tulang.
10. Sistem endokrin : tidak ada masalah dalam sistem endokrin, klien mengatakan tidak
menderita kencing manis dan saat dilakukan palpasi tidak ada pembesaran kelenjar.
11. Sistem immune : tidak ada masalah dalam sistem immune, klien mengatakan klien di
imunisasi lengkap.
12. Sistem gastrointestinal : peristaltik usus ada tapi kurang terdengar atau kurang terdeteksi. Klien
mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami penurunan berat badan dari 57 kg menjadi 47
kg.
13. Sistem reproduksi : tidak ada masalah dalam sistem reproduksi.
14. Sistem persyarafan : tidak masalah dalam sistem persyarafan. Klien mengatakan status mental
klien baik, emosi klien stabil dan respon klien terhadap pembicaraan (+) dengan bicara yang normal dan
jelas serta interpretasi klien terhadap lawan bicara cukup baik. Keadaan mata klien normal dan
kemampuan pendengaran klien cukup baik.

K. Pemeriksaan Status Kognitif atau Afektif atau Sosial


1. Status kognitif atau afektif :
· Short potable mental status questionaire (SPMSQ) : didapatkan skore 10, fungsi intelektual klien
utuh.
· Mini mental state exam (MMSE) : didapatkan skore 25, aspek kognitif dari fungsi mental klien
dalam keadaan baik.
· Inventaris depresi beck : didapatkan skore 3, pada keragu-raguan, kesulitan kerja dan keletihan.
Jadi tidak ada tanda-tanda depresi pada klien.
2. Status sosial :
· Apgar keluarga : didapatkan skore 8, dimana fungsi sosial klie dalam keadaan normal.

L. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : melakukan pemeriksaan darah lengkap khususnya leukosit klien meningkat.
Radiologi : melakukan pemeriksaan rontgen dada untuk melihat perkijuan yang ada pada
paru-paru klien
EKG :-
USG :-
CT-Scan :-
Analisa Data
No.
Data
Masalah
Penyebab
1.
Ds :
· Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah,
sesak napas dan nyeri dada.
Do :
TD : 110/60 mmHg
Suhu 39° C
RR : 27 x/menit
N : 107 x/menit.
Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi (+).
Bersihan jalan napas tidak efektif.
Penumpukan sekret kental atau sekret darah.
2.
Ds :
· Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah,
sesak napas dan nyeri dada.

Do :
· Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan postur tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya.
TD : 110/60 mmHg
Suhu 39° C
RR : 27 x/menit
N : 107 x/menit.
Saat di auskultasi terdengar suara Ronchi (+).
Dt :
Nilai AGD
Tanda-tanda sianosis

Gangguan atau Kerusakan pertukaran gas.


Kerusakan membran alveolar-kapiler.
3.
Ds :
· Klien mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami penurunan berat badan dari 57 kg
menjadi 47 kg.
· Klien mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 minggu mengalami batuk disertai dahak dan darah,
sesak napas dan nyeri dada.

Do :
· TD : 110/60 mmHg
· Klien terlihat lemah.
· Klien tampak lemas.
Klien terlihat agak kurus.
Konjungtiva klien terlihat pucat,.
Mukosa bibir telihat pucat.
BB : 47 kg
TB : 157 cm
Dt :
Nilai Hb
Bising usus
Pemeriksaan Serum Albumin
IMT
LLA
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sering batuk atau produksi sputum meningkat.
4.
Ds :
· Klien juga mengatakan bahwa setiap malam klien selalu berkeringat walaupun klien tidak
melakukan kegiatan yang berat.
· Klien mengatakan mengalami demam.

Do :
TD : 110/60 mmHg
Suhu 39° C
RR : 27 x/menit
N : 107 x/menit.
Leukosit : 11.000 mg/dL
Dt :
Tanda-tanda infeksi
Pemeriksaan rontgen dada
Ada tidaknya perkijuan pada paru
Resiko tinggi terjadinya infeksi dan penyebaran infeksi.
Penurunan imunitas, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
5.
Ds :
Klien bertanya kepada perawat mengapa keluhan-keluhan yang ia rasakan tidak kunjung menghilang.
Klien mengatakan apa yag menyebabkan klien seperti itu.
Do : -
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan serta pengobatan.
Tidak akurat dan tidak lengkap informasi yang ada.

B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, antara lain:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret kental atau sekret darah.
2. Gangguan atau Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk atau produksi sputum
meningkat.
4. Resiko tinggi terjadinya infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan patogen.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan serta pengobatan
berhubungan dengan tidak akurat dan tidak lengkap informasi yang ada.

Anda mungkin juga menyukai