Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kista adalah pembesaran suatu organ yang di dalamnya berisi cairan
seperti balon yang berisi air. Pada wanita organ yang paling sering terjadi
kista adalah indung telur. Tidak ada keterkaitan apakah indung telur kiri atau
kanan (Evi anggarini, 2010).
Endometriosis yaitu suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang
masih berfungsi berada di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar
dan stroma, terdapat di dalam endometriumnataupun di luar uterus. Bila
jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis,
bila berada di luar uterus disebut endometriosis. Pembagian ini sudah tidak
dianut lagi, karena secara patologik, klinik, ataupun etiologic adenomiosis
berbeda dengan endometriosis. Adenomiosis secara klinis lebih banyak
persamaan dengan mioma uteri. Adenomiosis sering ditemukan pada
multipara dalam masa premenopause, sedangkan endometriosis terdapat pada
wanita yang lebih muda dan yang infertile (Sarwono.2010).
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan
angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15% dapat
ditemukan antara semua operasi pelvic. Endometriosis jarang didapatkan pada
orang-orang Negro, dan lebih sering didapatkan pada wanita-wanita dari
golongan social-ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian ialah bahwa
endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin pada
umur muda dan yang tidak mempunyai banyak anak. Rupanya fungsi ovarium
secara siklis yang terus menerus tanpa diselingi oleh kehamilan, memengang
peranan dalam terjadinya endometriosis (Prawihardjo, 2010).
Kista endometrium dialami oleh 5-10% wanita dan lebih dari 50%
terjadi pada wanita premenopause. Penyebab dari kista ini belum diketahui,

1
namun beberapa penelitian mengungkapkan hampir 40% wanta yang
mengalami infertilitas memiliki endometriosis (The American College of
Obstetricians and Gynecologist, 2012).
Beberapa dampak dari kista endometrium dapat mempengaruhi
kualitas hidup dari wanita dari infertilitas bahkan adanya gangguan konsep dri
karena kurangnya dukungan dari keluarga, teman dan dari pihak medis.
Sebagai perawat dalam menangani masalah klien dengan kista endometrium
maka perlu memperhatikan aspek biopsikososialspiritual dalam pemberian
asuhan keperawatannya.
Berdasarkan data tersebut diatas maka penulis tertarik untuk
mengangkat masalah tersebut menjadi laporan dengan judul “ ASUHAN
KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY. L DENGAN TINDAKAN
LAPARATOMI ATAS INDIKASI KISTA ENDOMETRIUM DI RUANG
OK RSU BUNDA JAKARTA.”

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Agar penulis dapat memperoleh pengetahuan dan gambaran nyata
dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Ny. L
Dengan Tindakan Laparatomi Atas Indikasi Kista Endometrium Di
Ruang OK RSU Bunda Jakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memahami konsep dasar medic tentang Laparatom dengan
indikasi Kista Endometrium, yaitu:
1) Untuk memahami definisi mengenai Kista Endometrium
2) Untuk memahami anatomi dan fisiologi system Reproduksi
3) Untuk memahami tanda dan gejala Kista Endometrium
4) Untuk memahami Patofisiologi Kista Endometrium
5) Untuk memahami Pemeriksaan Penunjang Kista Endometrium

2
6) Untuk memahami therapy Kista Endometrium
7) Untuk memahami Asuhan Keperawatan Perioperatif

C. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
bagaimana proses Asuhan Keperawatan Perioperatif di mulai pre operatif,
intra operatif, dan post operatif.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi akademik, rumah sakit, pembaca dan penulis:
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya tenaga
perawat dalam rangka meningkatkan mutu pemberian asuhan keperawatan
dan agar dapat mengaplikasikan teori keperawatan ke dalam praktik
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
2. Bagi Pembaca
Sebagai sumber informasi yang lebih jelas bagi pembaca tentang
penyakit Kista Endometrium.
3. Bagi Penulis
Agar penulis mampu mengaplikasikan dan menambah pengetahuan
serta pengalaman tentang kasus Kista Endometrium di Rumah Sakit serta
di lingkungan masyarakat dan keluarga.

E. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan sistematika yang
terdiri dari:
1. BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan,
Metode Penulisan, Sistematika Penulisan, dan Manfaat Penulisan.

3
2. BAB II : Konsep Dasar yang terdiri dari Pengertian, Anatomi, Etiologi,
Tanda dan Gejala, Patofisiologi, Pathway, Klasifikasi, Pemeriksa
Penunjang, Penatalaksanaan, Pengkajian, Diagnosa Keperawatan dan
Perencanaan.
3. BAB III : Study Kasus yang terdiri Dari Biodata, Riwayat Kesehatan,
Pemeriksaan Fisik, Pola Kegiatan Sehari-hari, Terapi Medis, Pemeriksaan
Laboratorium, Analisa Data, Daftar Masalah, Rencana Keperawatan,
Tindakan Keperawatan dan Evaluasi.
4. BAB IV : Pembahasan yang terdiri dari Pengkajian, Diagnosa
Keperawatan, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi.
5. BAB V : Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kista adalah pembesaran suatu organ yang di dalamnya berisi cairan
seperti balon yang berisi air. Pada wanita organ yang paling sering terjadi
kista adalah indung telur. Tidak ada keterkaitan apakah indung telur kiri atau
kanan (Evi anggarini, 2010).
Endometrium adalah jaringan yang sangat dinamis pada wanita usia
reproduksi. Perubahan pada endometrium terus menerus terjadi sehubungan
dengan respon terhadap hormon, stromal dan vascular dengan tujuan akhir
agar nantinya uterus sudah siap saat terjadi pertumbuhan embrio pada
kehamilan (Claude Gompel, 2009).
Kista endometriosis adalah kista yang tumbuh di permukaan ovarium atau
menyerang bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah yang
disebut kista endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat
karena terdapat penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap,
berukuran kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah
anggur. Meskipun bukan termasuk kista ganas, kista endometriosis perlu di
waspadai karena 26 persen dari kasus kista endometriosis dapat berlanjut
menjadi kanker (Evianggarini, 2009).

B. Anatomi Fisiologi

5
1. Vagina
Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan
rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari
muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani, oleh karena itu dapat
dikendalikan. Vagina terletak antara kandung kemih dan rektum.
Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan dinding belakangnya
sekitar 11 cm. Bagian serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut
portio. Portio uteri membagi puncak (ujung) vagina menjadi:
a) Forniks anterior -Forniks dekstra
b) Forniks posterior -Forniks sisistra
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan
asam susu dengan pH 4,5. keasaman vagina memberikan proteksi
terhadap infeksi.
Fungsi utama vagina:
a) Saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi.
b) Alat hubungan seks.
c) Jalan lahir pada waktu persalinan.
2. Uterus
Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara
kandung kemih dan rektum. Dinding belakang dan depan dan bagian
atas tertutup peritonium, sedangkan bagian bawah berhubungan
dengan kandung kemih.Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina
yang merupakan cabang utama dari arteri illiaka interna
(arterihipogastrika interna).
Bentuk uterus seperti bola lampu dan gepeng.
a) Korpus uteri : berbentuk segitiga
b) Serviks uteri : berbentuk silinder
c) Fundus uteri : bagian korpus uteri yang terletak diatas kedua
pangkal tuba.

6
Untuk mempertahankan posisinya, uterus disangga beberapa
ligamentum, jaringan ikat dan parametrium. Ukuran uterus tergantung
dari usia wanita dan paritas. Ukuran anak-anak 2-3 cm, nullipara 6-8
cm, multipara 8-9 cm dan > 80 gram pada wanita hamil. Uterus dapat
menahan beban hingga 5 liter. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
1) Peritonium
Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus.
Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan pembuluh darah
limfe dan urat syaraf. Peritoneum meliputi tuba dan mencapai
dinding abdomen.
2) Lapisan otot
Susunan otot rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar,
lapisan tengah, dan lapisan dalam. Pada lapisan tengah membentuk
lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah ditembus
oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini
membentuk angka delapan sehingga saat terjadi kontraksi
pembuluh darah terjepit rapat, dengan demikian pendarahan dapat
terhenti. Makin kearah serviks, otot rahim makin berkurang, dan
jaringan ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara
osteum uteri internum anatomikum, yang merupakan batas dari
kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri
histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri
menjadi selaput lendir serviks) disebut isthmus. Isthmus uteri ini
akan menjadi segmen bawah rahim dan meregang saat persalinan.
3) Endometrium
Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan muara
dari kelenjar endometrium. Variasi tebal, tipisnya, dan fase
pengeluaran lendir endometrium ditentukan oleh perubahan
hormonal dalam siklus menstruasi. Pada saat konsepsi

7
endometrium mengalami perubahan menjadi desidua, sehingga
memungkinkan terjadi implantasi (nidasi). Lapisan epitel serviks
berbentuk silindris, dan bersifat mengeluarakan cairan secara
terus-menerus, sehingga dapat membasahi vagina. Kedudukan
uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim
sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot
panggul. Ligamentum yang menyangga uterus adalah:
a) Ligamentum latum
Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopii.
b) Ligamentum rotundum (teres uteri)
Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat.
Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi.
c) Ligamentum infundibulopelvikum
Menggantung dinding uterus ke dinding panggul.
d) Ligamentum kardinale Machenrod
Menghalangi pergerakan uteruske kanan dan ke kiri. Tempat
masuknya pembuluh darah menuju uterus.
e) Ligamentum sacro-uterinum
Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale Machenrod
menuju os.sacrum.
f) Ligamentum vesiko-uterinum
Merupakan jaringan ikat agak longgar sehingga dapat
mengikuti perkembangan uterus saat hamil dan persalinan.
3. Tuba Fallopii
Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm dan
diameternya antara 3 sampai 8 mm. fungsi tubae sangat penting, yaiu
untuk menangkap ovum yang di lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran
dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat terjadinya konsepsi,
dan tempat pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai

8
mencapai bentuk blastula yang siap melakukan implantasi.
4. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan
uterus di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh
ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan
sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke-14)
siklus menstruasi. Ovulasi adalah pematangan folikel de graaf dan
mengeluarkan ovum. Ketika dilahirkan, wanita memiliki cadangan
ovum sebanyak 100.000 buah di dalam ovariumnya, bila habis
menopause. Ovarium yang disebut juga indung telur, mempunyai 3
fungsi:
1. Memproduksi ovum
2. Memproduksi hormone estrogen
3. Memproduksi progesteron
Memasuki pubertas yaitu sekitar usia 13-16 tahun dimulai
pertumbuhan folikel primordial ovarium yang mengeluarkan hormon
estrogen. Estrogen merupakan hormone terpenting pada wanita.
Pengeluaran hormone ini menumbuhkan tanda seks sekunder pada
wanita seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut pubis,
pertumbuhan rambut ketiak, dan akhirnya terjadi pengeluaran darah
menstruasi pertama yang disebut menarche. Awal-awal menstruasi
sering tidak teratur karena folikel graaf belum melepaskan ovum yang
disebut ovulasi. Hal ini terjadi karena memberikan kesempatan pada
estrogen untuk menumbuhkan tanda-tanda seks sekunder. Pada usia
17-18 tahun menstruasi sudah teratur dengan interval 28-30 hari yang
berlangsung kurang lebih 2-3 hari disertai dengan ovulasi, sebagai
kematangan organ reproduksi wanita.

9
C. Tanda dan Gejala
Gejala-gejala yang sering ditemukan pada kista endometriosis adalah:
a. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan
selama haid (dismenore). Sebab dari dismenore ini tidak diketahui tetapi
mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam
sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Nyeri tidak
selalu didapatkan pada endometriosis walaupun kelainan sudah luas
sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan gejala nyeri yang hebat.
Nyeri yang hebat dapat menyebabkan mual, mntah, dan diare. Dismenore
primer terjadi selama tahun-tahun awal mestruasi, dan semakin
meningkat dengan usia saat melahirkan anak, dan biasanya hal ini tidak
berhubungan dengan endometriosis. Dismenore sekunder terjadi lebih
lambat dan akan semakin meningkat dengan pertambahan usia. Hal ini
bisa menjadi tanda peringatan akan terjadinya endometriosis, walaupun
beberapa wanita dengan endometriosis tidak terlalu merasakannya.
b. Dispareunia merupakan gejala yang sering dijumpai disebabkan oleh
karena adanya endometriosis di kavum Douglasi.
c. Nyeri waktu defekasi, terjadi karena adanya endometriosis pada dinding
rekstosigmoid. Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar
tersebut.
d. Poli dan hipermenorea, dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan
pada ovarium sangat luas sehingga fungsi ovarium terganggu.
e. Infertilitas, hal ini disebabkan apabila motilitas tuba terganggu karena
fibrosis dan perlekatan jaringan disekitarnya. Sekitar 30-40% wanita
dengan endometriosis menderita infertilitas (Prawirohardjo, 2011).

D. Patofisiologi
Endometriosis berasal dari kata endometrium, yaitu jaringan yang
melapisi dinding rahim. Endometriosis terjadi bila endometrium tumbuh di

10
luar rahim. Lokasi tumbuhnya beragam di rongga perut, seperti di ovarium,
tuba falopii, jaringan yang menunjang uterus, daerah di antara vagina dan
rectum, juga di kandung kemih. Dalam setiap siklus menstruasi lapisan
dinding rahim menebal dengan tumbuhnya pembuluh darah dan jaringan,
untuk mempersiapkan diri menerima sel telur yang akan dilepaskan oleh
indung telur yang terhubungkan dengan rahim oleh saluran yang disebut
tuba falopii atau saluran telur. Apabila telur yang sudah matang tersebut
tidak dibuahi oleh sel sperma, maka lapisan dinding rahim tadi luruh pada
akhir siklus. Lepasnya lapisan dinding rahim inilah yang disebut dengan
peristiwa menstruasi. Keseluruhan proses ini diatur oleh hormon, dan
biasanya memerlukan waktu 28 sampai 30 hari sampai kembali lagi ke awal
proses. Salah satu teori mengatakan bahwa darah menstruasi masuk kembali
ke tuba falopi dengan membawa jaringan dari lapisan dinding rahim,
sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim.
Teori lain mengatakan bahwa sel-sel jaringan endometrium keluar dari
rahim melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, kemudian mulai
tumbuh di lokasi baru. Namun, ada pula teori yang mengatakan bahwa
beberapa perempuan memang terlahir dengan sel-sel yang “salah letak”, dan
dapat tumbuh menjadi endometrial implant kelak. Dalam kasus
endometriosis, walaupun jaringan endometrium tumbuh di luar rahim dan
menjadi “imigran gelap” di rongga perut seperti sudah disebutkan tadi,
struktur jaringan dan pembuluh darahnya juga sama dengan endometrium
yang berada di dalam rahim. Si imigran gelap (yang selanjutnya akan kita
sebut endometrial implant) ini juga akan merespons perubahan hormon
dalam siklus menstruasi.
Menjelang masa menstruasi, jaringannya juga menebal. Namun, bila
endometrium dapat luruh dan melepaskan diri dari rahim dan ke luar
menjadi darah menstruasi, endometrial implant ini tidak punya jalan ke luar.
Sehingga, mereka membesar pada setiap siklus, dan gejala endometriosis

11
(yaitu rasa sakit hebat di daerah perut) cenderung makin lama makin parah.
Intensitas rasa sakit yang disebabkan oleh endometriosis ini sangat
tergantung pada letak dan banyaknya endometrial implant yang ada pada
kita. Walaupun demikian, endometrial implant yang sangat kecil pun dapat
menyebabkan kita kesakitan luar biasa apabila terletak di dekat saraf
(Utamadi, Gunadi, 2010). Setiap bulan, selaput endometrium akan
berkembang dalam rahim dan membentuk satu lapisan seperti dinding.
Lapisan ini akan menebal pada awal siklus haid sebagai persediaan
menerima telur tersenyawa (embrio).
Endometriosis yang ada di luar rahim juga akan mengalami proses sama
seperti dalam rahim dan berdarah setiap bulan. Oleh karena selaput ini ada di
tempat tidak sepatutnya, ia tidak boleh keluar dari badan seperti lapisan
endometrium dalam rahim. Pada masa sama, selaput ini akan menghasilkan
bahan kimia yang akan mengganggu selaput lain dan menyebabkan rasa
sakit. Lama kelamaan, lapisan endometriosis ini semakin tebal dan
membentuk benjolan atau kista (kantung berisi cecair) dalam ovari
(Prof.Dr.Nik Mohd Nasri Ismail, 2010).
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu
atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih
besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal
yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut. Gangguan menstruasi seperti
hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh.
Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan
progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium.
Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel
endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen
dan progesteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan
menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme

12
tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun
menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal
meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen
endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum
tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh
karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang
dikenai endometriosis. Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah
dan limpa, sehingga sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk
mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya.
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat
dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus
endokrin, maka pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan
endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi
perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang,
jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di
daerah pelvic. Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi
peritonium dan menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah
perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan
adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan
nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang
terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di
uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba
fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk
membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang
menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis.

13
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor
berasal dari ovarium atau tidak dan untuk mengetahui sifat sifat tumor
tersebut.
2. USG
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan dan batas tumor apakah tumor
berasal dari uterus, ovarium atau kandung kencing, apakah tumor kistik
atau solid dan dapat dibedakan pula cairan dalam rongga perut yang
bebas dan yang tidak.
3. Ultrasound / scan CT
Membantu mengindentifikasi ukuran / lokasi massa.
4. Pemeriksaan serum Uji serum
a. CA – 125 : sensitiftas atau spesifitas berkurang
b. Protein plasenta I4 mungkin meningkat pada endometriosis yang
mengalami infiltrasi dalam
c. Antibodi endometrial sensitifitas dan spesifitas berkurang
d. Serum adiponectin lebih rendah (Fahdiansyah, dkk, 2013).
5. Pemeriksaan darah lengkap
Penurunan Hb dapat menununjukan anemia kronis sementara penurunan
Ht menduga kehilangan darah aktif, peningkatan SDP dapat
mengindikasikan proses inflamasi / infeksi ( Doenges. 2010).
6. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat
dilihat gigi dalam tumor. Penggunaan foto rontgen pada pictogram
intravena dan pemasukan bubur barium dalam colon disebut di atas.

14
F. Therapy
1. Pengangkatan kista yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah,
misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
2. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan
menghilangkan kista.
3. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista
adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan
satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan
oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi
abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita
abdomen sebagai penyangga.
4. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang
pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan
kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi
napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti
tanda – tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi ( Lowdermilk.dkk.
2009)

G. Asuhan Keperawatan Perioperatif


1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Adanya dismenorea khas pada 24-48 jam menstruasi jabarkan
dengan PQRST
2) Nyeri area pelvis terasa berat dan menyebar ke dalam paha
3) Nyeri area abdomen bawah selama siklus mentruasi
4) Nyeri area punggung bawah
5) Nyeri selama dan setelah hubungan seksual
6) Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi

15
7) Feces berdarah
8) Adanya hematuria
c. Riwayat kesehatan keluarga
1) Adanya keluarga yang menderita endometriosis
d. Riwayat obstetric dan menstruasi
1) Adanya riwayat hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi
pendek, darah yang berwarna gelap yang keluar sebelum
menstruasi atau diakhri mesntruasi
e. Pengkajian fisik
1) Sistem neurosensory
Kaji tingkat kesadaran, status mental, adanya pusing hebat sampai
tidak sadarkan diri.
2) Sistem pernapasan
Inspeksi bentuk dada, kesimetrisan. Palpasi adanya lesi atau
bengkak. Perkusi suara paru resonan atau dullness. Auskultasi
suara paru apakah adanya ronkhi. Kaji riwayat merokok dan
pemajanan abses.
3) Sistem pencernaan
Inspeksi warna kulit abdomen, bentuk, kesimetrisan, adanya
jaringan parut , luka, striae, adanya massa , pembesaran atau
pembengkakan area abdomen. Auskultasi bising usus disetiap
kuadran abdomen. Palpasi adanya massa, bila ada kaji
karakteristik, nyeri dan konsistensi.
4) Sistem reproduksi
Kaji siklus menstruasi, kaji adanya nyeri yang hebat saat
menstruasi (khas 24-48 jam menstruasi), adanya infertilitas, nyeri
sesudah dan saat hubungan seksual sehingga dapat terjadi
perubahan pola respon seksual. Pemeriksaan dalam kadang
didapatkan benjolan-benjolan di kavum Douglasi dan daerah

16
ligamentum sakrouterina yang sangat nyeri saat penekanan.
Adanya lesi blueberry pada vagina atau serviks namun jarang
terjadi.
f. Pola makan
Kebiasaan diet yang tidak sehat, misalnya rendah serat, tinggi lemak,
adiktif, sering konsumsi makanan berpengawet dan beralkohol.
g. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi, adanya feces berdarah, perubahan eliminasi
urinalis seperti nyeri dan adanya hematuria.
h. Pola aktivitas dan istirahat
Adanya kelemahan atau keletihan akibat anemia. Kurangnya pola
istirahat tidur karena adanya nyeri dan ansietas.
i. Konsep diri
Pada interaksi social adanya ketidaknyamanan atau kelemahan support
sistem. Terkadang sering merasa terisolasi karena kurangnya support
system dari keluarga dan teman yang dapat menyebabkan
keputusasaan, perasaan tidak berharga, depresi hingga beresiko bunuh
diri.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan
b. Intra Operasi
1) Resiko injury berhubungan dengan efek anestesi
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif dan
pembedahan
c. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan injuri fisik

17
3. Intervensi Keperawatan
PreOperasi

DIANGOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN

1. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan 1 Kaji tingkat kecemasan


dengan rencana asuhan keperawatan 2 Ajak pasien
pembedahan selama jam mengungkapkan
diharapakan cemas kecemasannya
berkurang 3 Diskusikan situasi hal
Kriteria Hasil: hal yang akan dialami
1. Klien mampu 4 Observasi tanda tanda
mengidentifikasi vital
dan 5 Ciptakan lingkungan
mengungkapkan yang nyaman
gejala cemas 6 Dengarkan keluh kesah
2. Mengidentifikasi pasien tentang tindakan
mengungkapkan yang akan dilakukan
dan dan menganjurkan
menunjukkan pasien tetap tenang dan
tehnik untuk berdoa
mengontol cemas 7 Temani pasien untuk
3. Vital sign dalam memberikan keamanan
batas normal dan mengurangi takut
4. Postur tubuh, 8 Instruksikan pasien
ekspresi wajah, menggunakan teknik
bahasa tubuh dan relaksasi
tingkat aktivitas
menunjukkan

18
berkurangnya
kecemasan

Intra Operasi
DIANGOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1. Resiko cedera Setelah dilakukan 1. siapkan pelaratan dan
berhubungan dengan tindakan keperawatan bantalan untuk posisi
efek anestesi selama jam yang dibutuhkan sesuai
diharapkan cedera prosedur operasi dan
tidak terjadi kebutuhan klien
Kriteria Hasil: 2. stabilkan meja operasi
klien terbebas dari 3. sediakan lingkungan
cedera , tidak terjadi yang aman untuk pasien
luka bakar dan 4. pastikan plate
pemakaian terpasang dengan benar
elektrosurgical sesuai 5. pastikan ikatan pada
klien tidak terlalu kuat
6. pastikan instrument
lengkap dan tidak
tertinggal
7. pertahankan teknik
yang benar dalam
menggunakan instrument
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat adanya
berhubungan dengan asuhan keperawatan infeksi
tindakan invasive selama diharapkan 2. Kaji tanda tanda vital
dan pembedahan infeksi tidak terjadi 3. Pastikan semua

19
Kriteria Hasil : instrumen steril
1. Klien bebas dari 4. Pertahankan teknik
tanda dan gejala aseptik dan steril
infeksi 5. Kolaborasi pemberian
2. Menunjukkan antibiottik
kemampuan untuk
mencegah
timbulnya infeksi
3. Jumlah leukosit
dalam batas
normal

Post Operasi

DIANGOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat nyeri


dengan luka operasi asuhan keperawatan 2. Observasi tanda
selama jam tanda vital
diharapkan nyeri 3. Ajarkan teknik
pasien berkurang relakasi
Kriteria Hasil : 4. Kontrol lingkungan
1. Skala nyeri yang dapat
berkurang mempengaruhi nyeri
2. Menyatakan rasa seperti suhu ruangan,
nyaman setelah pencahayaan dan
nyeri berkurang kebisingan
3. Tanda vital dalam 5. Kolaborasi dalam
rentang normal pemberian analgetik

20
BAB III
TINJAUAN KASUS

21
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
TINDAKAN LAPARATOMI PADA NY. L DENGAN
GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI : KISTA ENDOMETRIUM
Dl RUANG OK RSU BUNDA JAKARTA

Tanggal masuk rumah sakit : 16/12/19 (00.33 WIB)


Tanggal pengkajian : 16/12/19 (16:00 WIB)
Nama pengkaji : Siti Lutfiah A.Md.Kep
Diagnosa medis : Kista Endometrium
No. RM : 254515

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien
Nama : Ny. L
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 20 Oktober 1991 (28 tahun)
Status : belum menikah
Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : Jl. Percetakan Negara II Johar Baru, Jakarta Pusat
2. Status Kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri perut bagian kiri
b. Status Kesehatan Saat Ini
Klien mengatakan nyeri perut bagian kiri sudah dirasakan sekitar 1 bulan
yang lalu, nyeri seperti teriris sejak itu klien memeriksakannya ke dokter
RSU Bunda Jakarta dan dianjurkan untuk dirawat. Pada saat pengkajian
didapatkan data bahwa klien menderita kista endometriosis.
c. Status Kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah dialami

22
Pasien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang sama
seperti yang diderita saat ini
2) Pernah dirawat
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat sebelumnya
3) Riwayat alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi Obat maupun riwayat
alergi makanan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan belum pernah ada dari keluarganya yang menderita
penyakit kista endometriosis.
e. Diagnosa Medis dan Therapy
Kista endometriosis
Pasien direncanakan dilakukan tindakan Laparatomi dan diberikan
antibiotik ceftriaxone 2 gram, 1 jam sebelum operasi dimulai.
f. Data sosial dan spiritual
1) Pola fikir dan persepsi
Klien terlihat belum mengetahui tentang penyakitnya, dan terus
mengeluhkan rasa nyeri yang dirasakannya pada daerah abdomen
2) Persepsi diri
Hal yang difikirkan pasien saat ini adalah penyakit kistanya yang
muncul, karena pasien baru pertama kali mengalami penyakit seperti
ini, dan pasien berharap operasi kali ini dapat berjalan dengan lancar
walaupun terlihat pasien tampak cemas pada saat memasuki ruangan
operasi.

3) Hubungan / komunikasi

23
Klien berbicara jelas, berbahasa indonesia, relevan, mampu
mengekspresikan, dan mampu mengerti orang lain. Klien tinggal satu
rumah dengan orang tuanya
4) Sistem nilai kepercayaan
Klien sering melakukan sholat 5 waktu di rumah, saat ini klien dan
keluarga sering berdo'a untuk kesembuhan Ny. L
3. Pemeriksaan (Data Objektif)
a. Kesadaran : Composmentis
b. TTV
Nadi : 78x/menit
Suhu : 36,20C
Pernafasan : 20x/menit
Tensi : 120/70 mmHg
4. Pengkajian fisik
a. Kepala : Kepala tampak simetris, rambut klien bersih, tidak ada nyeri
tekan.
b. Mata : Konjunctiva anemis, sclera tidak ikterik, penglihatan klien masih
nampak jelas.
c. Telinga : Telinga klien tampak bersih, pendengaran masih jelas.
d. Hidung : Hidung klien bersih dan simetris, klien memiliki penciuman
yang normal.
e. Mulut : Mukosa bibir lembab, gigi tampak masih utuh dan lengkap.
f. Leher : tidak ada pembengkakan & pembesaran kelenjar tiroid.
g. Thorax dan paru-paru
Dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, suara nafas vesikuler,
irama jantung regular, tidak ada bunyi tambahan wheezing atau ronchi.
h. Jantung : palpasi ictus cordis tidak terlihat, teraba dalam batas normal,
pada perkusi tidak ada pembesaran jantung, terdengar bunyi jantung I dan
II “lub, dup”

24
i. Abdomen : Bentuk asimetris, nyeri tekan pada abdomen kiri bawah,
j. Genitalia : tidak ada bekas luka,
k. Ekstremitas : Tangan kanan & kiri berkuku pendek, tangan kanan
terpasang infus
l. Kulit : Turgor kulit elastis.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan

Hemoglobin 12,9 g/dl 12,5 – 15,5


Eritrosit 4,1 10^6/ul 4,5 - 5,8

Hematokrit 34,7 % 37,0 - 47,0

Trombosit 269 10^3/ul 150 – 400

Leukosit 8,8 10^3/ul 5,00 - 10,00

B. Asuhan Keperawatan
1. Asuhan Keperawatan Pre-Operasi
a. Persiapan kamar operasi meliputi:
1) Meja operasi : baik
2) Lampu operasi : baik
3) Mesin suction : baik
4) Meja instrumen : baik
5) Meja mayo : baik
6) Sampah infeksius : baik
7) Sampah non infeksius : baik
8) Safety box : baik
9) Trolly : baik
10) Mesin diatermi : baik
11) Mesin anestesi : baik

25
12) Penyangga tangan : baik
13) Tiang buffer : baik
14) Tiang infus : baik
b. Persiapan cuci tangan bedah
1) Air mengalir
2) Sikat
3) Cairan antiseptik clorheksidin 4%
4) APD lengkap (topi, google, masker, apron, sepatu bot/sendal yang
tertutup)
c. Persiapan Instrumen dan linen Steril meliputi:
2) Linen Steril
a) Jas operasi disposable :3
b) Penutup meja mayo :2
c) Pentup meja instrumen :4
d) Laken besar bawah :1
e) Laken besar atas :1
f) Laken samping :2
g) Doek bolong :1
3) Waskom Steril
a) Kom besar :2
b) Kom kecil :2
c) Bengkok :1
d) Selang suction :1
e) Kanul suction :1
4) Instrumen Steril (set microsurgery)
a) Doek klem :6
b) Pean :4
c) Elis klem :4
d) Tenakulum :2

26
e) Otsner :2
f) Krome halus :6
g) Krom kasar :6
h) Krome 900 :2
i) Koher :4
j) Nald voeder besar :2
k) Nald voeder kecil :1
l) Gunting jaringan :2
m) Gunting benang besar :1
n) Gunting benang kecil :1
o) Gunting cantik :1
p) Krome kuat :6
q) Penster klem :4
r) Bebchok :2
s) Klem ovarium :2
t) Mikulik :4
u) Miom bor :2
v) Klem uterus :2
w) Kanul suction :1
x) Scapel no 4 :1
y) Pinset cirurgis panjang :2
z) Pinset cirurgis pendek :2
aa) Pinset anatomis panjang :1
bb) Pinset anatomis pendek :2
cc) Kom sedang :1
dd) Kom kecil :2
ee) Nearbeken :1
ff) Spatel Iidah :1
gg) Spekulum L pendek :1

27
hh) Spekulum L sedang :1
ii) Spekulum L panjang :1
jj) Retraktor :1
kk) O hak :1
ll) Hak segitiga :1
mm) Hak gigi 4 :1
5) Medical Supply meliputi:
a) Spuit disp 1O cc :1
b) Spuit disp 5 cc :1
c) Spuit disp I CC :1
d) Spinal needle no 27 :1
e) Kassa steril polos :5
f) Drain Catheter no. 12 :1
g) Urine bag :1
h) Jelly Catheter :1
i) Bisturi no. 20 :1
j) Sarung tangan 7.5 :3
k) Sarung tangan 7 :2
l) Sofratule :1
m) Tegaderm pad besar :1
n) Betadine 10% :3
o) Hibiscrube : 30cc
p) Fentanil :1
q) NaC1 500 :3
r) Venvlon no 18 :1
s) IV dresing :1
t) Swab alcohol :3
u) Lidocain :1
v) Diatermi plate :1

28
w) Electosurgical pencil :1
x) Vicril no 1 :2
y) Chromic cugut no 2/0 :1
z) T-Mono no 3/0 :1
d. Persiapan pasien Pre-Operasi
1) Mengecek status atau identitas pasien (lengkap)
2) Pasien diterima di ruang penerimaan, baju pasien diganti dengan baju
khusus kamar operasi
3) Memakai topi operasi
4) Memastikan perhiasan, gigi palsu/implan dan kutek telah dilepas
semua
5) Mengecek gelang pasien (ada)
6) Mengecek ada alergi/tidak
7) Memasang infus pasien di tangan kanan dengan cairan Gelafusal 500
ml
8) Melakukan skin test untuk antibiotik ceftriaxone 2 gr.
9) Memberikan suntikan IV ketorolac 3 mg(perawat anastesi)
10) Memberikan suntikan IV Ondavel 8 mg (perawat anastesi)
11) Memasukkan pasien ke ruang OK

e. Analisa Data Pre-Operasi


No Data Fokus Masalah Etiologi

29
l. DS: Pasien mengatakan Ansietas Rencana
cemas akan dilakukan Pembedahan
tindakan operasi untuk
pertama kalinya
DO:
Nadi : 78 x/menit
Suhu : 36,2˚C
RR :20x/menit
Tensi : 110/70 mmHg
Pasien tampak gelisah dan
cemas

Diagnosa Keperawatan : Ansietas berhubungan Rencana Pembedahan


f. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
Ansietas Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat kecemasan
berhubungan tindakan keperawatan 2. Ajak pasien mengungkapkan
dengan selama jam diharapkan kecemasannya
rencana cedera tidak terjadi 3. Diskusikan situasi hal hal
pembedahan dengan kriteria hasil: yang akan dialami
1. pasien merasa tenang 4. Observasi tanda tanda vital
2. cemas berkurang 5. Ciptakan lingkungan yang
3. TTV dalam batas nyaman
normal 6. Dengarkan keluh kesah
pasien tentang tindakan yang
akan di lakukan dan
menganjurkan pasien tetap

30
tenang dan berdoa
7. Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut
8. Gunakan teknik relaksasi

g. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Diagnosa
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Keperawatan
Ansietas 1. Mengkaji tingkat S : pasien mengatakan
berhubungan kecemasan rasa cemas berkurang
dengan rencana 2. Mengajak pasien O : pasien tampak lebih
pembedahan mengungkapkan tenang dengan tanda
kecemasannya tanda vital TD : 120/70,
3. Mendiskusikan situasi hal R : 20x/menit, N :
hal yang akan dialami 78x/menit, S : 36,2 ˚C
4. Mengobservasi tanda tanda A : Masalah teratasi
vital sebagian
5. Mendengarkan keluh kesah P: Intervensi dilanjutkan,
pasien tentang tindakan anjurkan pasien tetap
yang akan di lakukan dan tenang dan berdoa.
menganjurkan pasien tetap
tenang dan berdoa
6. Menciptakan lingkungan
yang nyaman
7. Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut

31
8. Menggunakan teknik
relaksasi

2. Asuhan Keperawatan Intra Operasi


a. Persiapan pasien di ruang OK:
1) Klien disiapkan dimeja operasi dialas menggunakan underpad/alas.
2) Klien diberikan tindakan regional anestesi.
3) Klien diposisikan supine dan dipasangkan patienplate pada paha klien.
4) Sirkuler memasang kateter
5) Klien di pasang penyangga tangan dan penutup bagian atas klien.
b. Prosedur operasi:
1) Memakai alat pelindung diri (topi, google, masker, apron, sepatu boot).
2) Melakukan cuci tangan bedah
3) Masuk ruang operasi, mengeringkan tangan dengan handuk atau lap
yang telah disediakan.
4) Memakai jas dan memakai handscoon secara tertutup
5) Memasang linen mayo dan alas duk.
6) Menata instrumen, atur instrumen di meja mayo sesuai kebutuhan
7) Melakukan penghitungan kassa dan instrumen dihadapan sirkuler
8) Setelah semua tim operasi lengkap melakukan time out
Time Out
Tanggal : 16 Desember 2019
Nama : Ny. L
Umur : 28 tahun
Diagnosa : Kista Endometrium
Riwayat : Tidak ada
Dr Operator : dr. GRG

32
Dr Asisten : dr. YSN
Dr Anestesi : dr. RVQ
Kasa X-Ray : 40
Kasa Operasi : 5
HB : 12,9 gr/dl
AB : Ceftriaxone 2 gr
Instrument : Br. Insan, Zr lutfiah
Sirkuler : Br. Dika, Zr Alvi
9) Melakukan aseptik pada daerah operasi dengan betadine 10%
menggunakan kassa yang dijepit di sponge holder
10) Draping area operasi (under pad, duk bawah, duk atas, duk samping,
duk klem 6 buah).
11) Pemasangan selang suction dan chouter ( cek selang suction dan
chouter berfungsi atau tidak).
12) Insisi pfanennsteil dengan menggunakan bisturi no.20
13) Dinding perut dibuka lapis demi lapis dimulai dari kutis dan subkutis
dengan pisau, perdarahan dirawat dengan couter, dilanjutkan fascia
dengan gunting dan pinset cirugis dibantu dengan hak gigi dan o-hak,
jepit fascia dengan klem kocher, selanjutnya peritonium dibuka dengan
pisau dan pean ujung tumpul dilanjutkan dengan gunting lalu dipasang
l-hak, Memasang bag kassa tampak perdarahan lalu disuction
kemudian dirawat dengan couter
14) Eksplorasi:
a) Disini dokter akan memeriksa jika terdapat pendaraha, robekan,
cedera, tumor, tindakan selanjutnya seperti pembersihan dan
pembilasan rongga perut
b) Dilanjutkan pengangkatan dengan mengklem jaringan dengan
kromo dan jaringan digunting. (dilakukan pemeriksaan patologi)
c) Kemudian dijahit dengan silk 3/0

33
15) Luka dicuci dengan NaCl 0,9%
16) Diyakini tidak ada perdarahan, menghitung kassa dan alat (kassa dan
alat lengkap)
17) Rongga abdomen di tutup lapis demi lapis
18) Peritoneum dijepit dengan mikulik, dijahit dengan chromic no. 2/0
menggunakan Nald voeder, pinset anatomis, pean, dan gunting
benang.
19) Fasia dijahit dengan vicril no. 1
20) Subkutis dijahit dengan chromic no. 2/0
21) Kulit dijahit subkutikuler dengan monocryl 3/0
22) Luka jahitan dibersihkan dengan kassa yang dibasahi NaCl lalu di
keringkan dengan kassa kering
23) Kemudian luka ditutup dengan Sofratule dilapisi dengan kassa dan
ditutup lagi dengan Tegaderm pad besar
24) Drapping dibuka
25) Jas, sarung tangan dan apron dibuka, perawat melakukan
dekontaminasi alat
26) Perawatan selanjutnya dilakukan oleh perawat anastesi
27) Pasien dipindahkan ke ruang RR oleh perawat anastesi
c. Evaluasi
1) Operasi dimulai pukul 16.00 WIB
2) Operasi selesai pukul 17.30 WIB
3) Alat dan kassa lengkap
4) Jumlah perdarahan 200 cc
5) Urine 200 cc warna kuning
6) Lebar luka ±10 cm, Horizontal
7) TTV selama operasi berlangsung:
a) Nadi : 88 x/menit
b) Suhu : 36,2 ˚C

34
c) Pernafasan : 20 x/menit
d) Tensi : 120/70 mmHg
e) SpO2 : 100 %

d. Analisa Data
NO Data Masalah Etiologi
1 DS: - Resiko Efek anestesi
. DO: cedera
1. Pasien tampak terpasang
patient plate
2. Pasien tampak terpasang
sabuk pengaman pada
kedua lengan
3. Penggunaan couter
4. Pasien tampak terpasang
elektro couter type
5. Kesadaran pasien dalam
efek anestesi

2 DS: Resiko Tindakan


. DO: Infeksi invasive dan
-Insisi luka operasi pada pembedahan
abdomen
-TTV
TD :120/70
N : 78x/menit
S : 36,2 ˚C
RR : 20x/menit

35
Diagnosa Keperawatan : Resiko cedera berhubungan dengan efek anestesi
Diagnosa Keperawatan : Resiko Infeksi berhubungan dengan tindakan
invasive dan pembedahan

e. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Rencana Tindakan
Keperawatan Hasil
Resiko cedera Setelah dilakukan 1. Siapkan pelaratan dan
berhubungan tindakan keperawatan bantalan untuk posisi yang
dengan efek selama jam dibutuhkan sesuai prosedur
anestesi diharapkan cedera operasi dan kebutuhan klien
tidak terjadi dengan 2. Stabilkan meja operasi
kriteria hasil: 3. Sediakan lingkungan yang
Klien tidak cedera, aman untuk pasien
tidak terjadi luka 4. pastikan plate terpasang
bakar dan pemakaian dengan benar
elektrosurgical sesuai 5. pastikan ikatan pada klien
tidak terlalu kuat
6. pastikan instrument lengkap
dan tidak tertinggal
7. pertahankan teknik yang benar
dalam menggunakan instrument

Resiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat adanya infeksi


berhubungan tindakan selama jam 2. Kaji tanda tanda vital
dengan tindakan diharapkan infeksi 3. Pastikan semua instrumen
invasive dan tidak terjadi dengan steril
pembedahan kriteria hasil: 4. Pertahankan teknik aseptik

36
Bebas dari tanda tanda dan steril
infeksi 5. Kolaborasi pemberian
antibiotik

f. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Diagnosa
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Keperawatan
Resiko cedera 1. Menyiapkan pelaratan dan S :-
berhubungan dengan bantalan untuk posisi yang O : Tidak ada luka
efek anestesi dibutuhkan sesuai prosedur bakar, Posisi
operasi dan kebutuhan klien pasien di meja
2. Menstabilkan meja operasi operasi aman
3. Menyediakan lingkungan A : Masalah tertatasi
yang aman untuk pasien P : Intervensi di
4. Memastikan plate terpasang hentikan
dengan benar
5. Memastikan ikatan pada klien
tidak terlalu kuat
6. Memastikan instrument
lengkap dan tidak tertinggal
7. Mempertahankan teknik yang
benar dalam menggunakan
instrument

Resiko infeksi 1. Mengkaji tingkat adanya S : -


berhubungan dengan infeksi O : Tidak ada tanda
tindakan invasive 2. Mengkaji tanda tanda vital tanda infeksi

37
dan pembedahan 3. Memastikan semua A : masalah teratasi
instrumen steril sebagian
4. Mempertahankan teknik P : intervensi
aseptik dan steril dilanjutkan, dengan
5. Berkolaborasi pemberian mempertahankan
antibioti teknik aseptic dan
steril

3. Asuhan Keperawatan Post Operasi


a. Pengkajian
1) Pasien dipindahkan ke ruang recovery room pada pukul 17.30 WIB.
2) Kesadaran pasien belum pulih benar karena pasien masih ada efek
anestesi.
3) Kulit teraba hangat, tidak tampak sianosis, konjungtiva tidak anemis.
4) Pasien terpasang elektroda, pulse oxymetri, dan tensimeter. Terpasang
oksigen 3 L/menit. Tampak terpasang kateter 200 cc warna kuning.
5) Dari luka operasi tidak tampak pendarahan (kasa pembalut luka bersih)
6) Tanda vital pasien
Jam TD (mmHg) sp02 N RR Pemberian cairan Obat
dan parenteral
16.00 120/70 100 78 20 Ringer Laktat 500 cc

16.10 130/80 99 70 20 Ringer Laktat 500 cc

16.20 130/70 98 75 18

16.30 120/90 99 80 20

16.40 110/80 100 79 20

16.50 120/80 100 80 23

38
17.00 110/70 100 82 20

17.10 120/80 98 80 19

17.20 120/70 100 78 20

17.30 120/70 100 78 20 Ring- AS

7) Terapi post-operasi dari dokter:


a) Pemasangan RL 20 gtt
b) Puasa
c) Pemasangan oksigen 2 L/menit nasal kanul
d) Cek Hb
e) Inj Ceftriaxone 1 gram / 12 jam
f) Inj keterolax 1 amp / 8 jam
g) Pantau perdarahan
h) Pantau urine
i) Pantau TTV setiap 15 menit selama 2 jam

b. Analisa Data
NO Data Fokus Masalah Etiologi

1. DS: Pasien mengatakan nyeri pada Nyeri Luka operasi


luka operasi
DO:
1. Pasien tampak meringis kesakitan
1. Skala nyeri 4
2. TTV : TD: 120/80 mmHg, N: 78
x/mnt, P: 20x/mnt, Sp02: 100%

39
Diagnosa Keperawatan: Nyeri berhubungan dengan luka operasi

c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat nyeri
berhubungan asuhan keperawatan 2. Observasi tanda tanda
dengan luka selama jam diharapkan vital
operasi nyeri berkurang 3. Ajarkan teknik relakasi
Kriteria Hasil : 4. Kontrol lingkungan
1. Skala nyeri yang dapat
berkurang mempengaruhi nyeri
2. Menyatakan rasa seperti suhu ruangan,
nyaman setelah pencahayaan dan
nyeri berkurang kebisingan
3. Tanda vital dalam 5. Kolaborasi dalam
rentang normal pemberian analgetik

d. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Implementasi Evaluasi Keperawatan
Keperawatan Keperawatan
Nyeri 1. Kaji tingkat nyeri S : Klien mengatakan
berhubungan 2. Observasi tanda tanda nyeri saat bergerak
dengan luka vital O:
operasi 3. Ajarkan teknik relakasi - Klien tampak
4. Kontrol lingkungan berbaring

40
yang dapat - Klien tampak sudah
mempengaruhi nyeri lebih tenang
seperti suhu ruangan, - TTV TD:120/70, N:
pencahayaan dan 78x/menit, RR :
kebisingan 20x/menit, S : 36,2 ˚ C
5. Kolaborasi dalam A : Masalah teratasi
pemberian analgetik sebagian
P : - Lanjutkan
intervensi, kontrol
lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri.

BAB IV

41
PEMBAHASAN

Kista adalah pembesaran suatu organ yang di dalamnya berisi cairan seperti
balon yang berisi air. Pada wanita organ yang paling sering terjadi kista adalah
indung telur. Tidak ada keterkaitan apakah indung telur kiri atau kanan (Evianggarini,
2009).
Endometrium adalah jaringan yang sangat dinamis pada wanita usia
reproduksi. Perubahan pada endometrium terus menerus terjadi sehubungan dengan
respon terhadap hormon, stromal dan vascular dengan tujuan akhir agar nantinya
uterus sudah siap saat terjadi pertumbuhan embrio pada kehamilan (Claude Gompel,
2009).
Kista endometriosis adalah kista yang tumbuh di permukaan ovarium atau
menyerang bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah yang disebut
kista endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat
penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap, berukuran kecil seukuran
kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur. Meskipun bukan termasuk
kista ganas, kista endometriosis perlu di waspadai karena 26 persen dari kasus kista
endometriosis dapat berlanjut menjadi kanker (Evianggarini, 2009).
Asuhan Keperawatan Periopeyatif Pada Ny. L Dengan Gangguan Sistem
Peroduksi : Kista Endometrium yang telah dilaksanakan pada tanggal 16 Desember
2019 Jam 16.00 WIB, dalam kasus ditemukan beberapa kesenjangan antara teori dan
tinjauan pustaka. Adapun kesenjangan tersebut antara lain:

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pada
saat pengumpulan data, penulis tidak menemukan banyak kendala karena Ny.
L dan keluarga sangat kooperatif yang ditunjang dengan terbinanya

42
kepercayaan antara penulis dengan Ny. L beserta keluarga. Ny. L juga
memberikan informasi yang lengkap danjelas sesuai dengan pertanyaan yang
diajukan penulis.
Dalam pengkajian berikutnya, pada kasus ditemukan bahwa Ny. L
mengatakan bahwa ia cemas karena akan menghadapi proses operasi. Hal ini
juga ditemukan dalam teori bahwa pasien yang akan menghadapi operasi akan
menunjukkan tanda dan gejala berupa cemas.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang terdapat pada tinjauan teori tidak semuanya
muncul pada Ny. L Hal ini disebabkan karena pada saat pengkajian, Ny. L
tidak menunjukkan respon yang dapat memunculkan diagnosa seperti tinjauan
teori. Pada pre dan intra opersi, diagnosa keperawatan dalam tinjauan teori,
muncul pada kasus. Sedangkan untuk post operasi, diagnosa keperawatan
dalam tinjauan teori ada bebempa yang tidak muncul pada kasus.
Berikut ini adalah diagnosa pada tinjauan teori yang tidak muncul pada
kasus antara Iain:
1. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah
Diagnosa ini tidak muncul karena selama pengkajian proses
berlangsungnya operasi sampai selesainya operasi, pasien tidak
menunjukkan adanya tanda tanda kekurangan nutrisi

C. Intervensi Keperawatan
Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan
sesuai dengan kriterianya, maka kami membuat rencana berdasarkan acuan
pada tinjauan teoritis, rencana tindakan dibuat selama proses pembedahan dari
mulai pasien masuk ke ruang induksi sampai pasien keluar dari ruang RR.
Pada beberapa diagnosa mengalami perubahan dan pengurangan intervensi

43
karena disesuaikan dengan kondisi dan respon yang muncul pada pasien.

D. Implementasi dan Evaluasi


Implementasi dilakukan berdasarkan diagnosa dan rencana keperawatan
serta dilakukannya evaluasi tindakan selama di ruang operasi.

E. Evaluasi Keperaawatan
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah rencana yang telah diberikan
oleh perawat sudah tercapai atau belum dengan tujuan yang dihaapkan pada
saat dilakukan asuhan keperawatan.

BAB V

44
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kista endometriosis adalah kista yang tumbuh di permukaan ovarium atau
menyerang bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah yang
disebut kista endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat
karena terdapat penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap,
berukuran kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah
anggur. Meskipun bukan termasuk kista ganas, kista endometriosis perlu di
waspadai karena 26 persen dari kasus kista endometriosis dapat berlanjut
menjadi kanker (Evianggarini, 2009).
Laparotomi merupakan pilihan penanganan untuk kista endometrium.
Pada kista ovarium sinistra atau ada riwayat pembedahan dengan sangkaan
perlengketan maka laparotomi merupakan pilihan terbaik.

B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit hendaknya memberikan informasi kepada masyarakat
tentang pencegahan penyakit Kista Endometrium yang tepat dan akurat,
sehingga angka kesakitan di Indonesia sedikit demi sedikit berkurang.
2. Bagi Pembaca
Pengetahuan dan pola hidup sehat perlu untuk dipertahankan dalam
mengupayakan pencegahan dan penanggulangan penyakit Kista
Endometrium. Masyarakat yang belum dapat melakukan pola hidup
sehat diharapkan supaya melakukan karena Kista Endometrium
disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat dan juga faktor
degenerative.

3. Bagi Penulis

45
Perlu untuk menambah dan meningkatkan kemampuan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien Kista Endometrium serta
perlu memperbaiki agar karya tulis ini lebih sempurna.

46

Anda mungkin juga menyukai