2016
T. Mukhlis
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/671
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DI DINAS KESEHATAN
KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2016
TESIS
Oleh
T. MUKHLIS
137032239/IKM
MEDAN
2016
By
T. MUKHLIS
137032239/IKM
TESIS
MEDAN
2016
Oleh
T. MUKHLIS
137032239
MEDAN
2016
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesajarnaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
T. Mukhlis
137032239/IKM
ABSTRAK
Pengelolaan obat yang efektif diperlukan untuk menjamin ketersediaan obat dengan jenis dan
jumlah yang tepat. Perumusan masalah penelitian yaitu bagaimanakah manajemen pengelolaan
obat di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
manajemen pengelolaan obat di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe.
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode wawancara mendalam. Informan pada penelitian ini adalah seluruh staf yang terlibat
pada manajemen pengelolaan obat di Dinas Kesehatan yaitu berjumlah 7 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan obat di Dinas Kesehatan Kota
Lhokseumawe belum berjalan maksimal, diantaranya sering terjadi keterlambatan dalam
laporan pemakaian obat, pencatatan dan pelaporan belum lengkap, masih terdapat jumlah dan
jenis obat yang tidak sesuai permintaan Puskesmas dan masih terdapat obat kadaluwarsa, serta
pelatihan pengelolaan obat di Puskesmas belum dilaksanakan. Namun, perencanaan obat telah
dilaksanakan oleh Tim perencanaan obat dan pemilihan kebutuhan obat menggunakan metode
konsumsi didasarkan pada obat generik yang tercantum dalam DOEN dan Fornas.
Kesimpulan penelitian ini adalah perencanaan obat di Dinas Kesehatan Kota
Lhokseumawe dilaksanakan oleh tim perencanaan obat. Perencanaan kebutuhan obat
telah dilaksanakan sesuai tahapan perencanaan. Sering terjadi keterlambatan laporan
LPLPO. Waktu pengadaan dan kedatangan obat belum mengikuti ketepatan waktu yang
disepakati. Pada saat penerimaan obat masih terdapat obat yang hampir kadaluwarsa.
Penyimpanan obat dilakukan di Gudang Farmasi. Pengaturan tata ruang kurang baik,
masih terdapat penumpukan obat dan terdapat obat kadaluwarsa. Pendistribusian obat
dari Dinas Kesehatan ke Puskesmas dilaksanakan dengan cara mengambil langsung ke
Gudang Farmasi. Masih terdapat jumlah dan jenis obat yang tidak sesuai permintaan
Puskesmas. Kegiatan supervisi dan evaluasi pengelolaan obat di Puskesmas belum
berjalan dengan efektif dan efisien.
ii
KATA PENGANTAR
salam kepada Nabi Rasullulah Muhammad SAW atas rahmat-Nya penulis dapat
TAHUN 2016 .
Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan, dorongan dan bimbingan
dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
1. Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan dan Ketua Program Studi S2 Ilmu
Utara
3. Prof. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2
Sumatera Utara
4. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes, selaku ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak
5. dr. Fauzi, S.K.M selaku anggota Komisi Pembimbing yang memberikan saran
iii
6. dr. Heldy BZ, M.P.H dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Komisi Penguji yang
dan memberikan dukungan baik moril dan materiil dalam menyelesaikan pendidikan
8. Keluarga tercinta T. Aznal Zahri, T. Zainal Amri, Cut Mustika Sari, Merry, dan
pendidikan
9. Seluruh Dosen Program Studi S2 IKM dan seluruh Staf Fakultas Kesehatan
10. Rekan-rekan mahasiswa S2 peminatan AKK angkatan 2013 dan 2014 yang
Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan ridho-Nya bagi kita dan bagi semua pihak
yang telah membantu. Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dan kelemahan dalam penulisan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
T. Mukhlis
137032239/IKM
iv
RIWAYAT HIDUP
Soekman dan Hj. Marwati M. Nur, anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis
Universitas Sumatera Utara
beragama Islam dan bertempat tinggal di JL. Medan-Banda Aceh Desa Tutong No. 14
SMP Negeri 1 Lhoksukon, dan Tahun 1997-2000 di SMU Negeri 2 Modal Bangsa
Tahun 2013 penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2 Ilmu
Penulis pernah bekerja dari April-Oktober 2007 sebagai dokter PTT Puskesmas
Patek, November 2007-Maret 2008 sebagai dokter PTT Puskesmas Lhok Kruet
Kabupaten Aceh Jaya dan Maret 2008-sekarang penulis bekerja sebagai dokter Pegawai
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix
LAMPIRAN
vii
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
masyarakat, maka persepsi masyarakat tentang hasil dari pelayanan kesehatan adalah
Rumah Sakit, Dokter praktek swasta dan lain-lain. Oleh karena vitalnya obat dalam
pelayanan kesehatan, maka pengelolaan yang benar, efisien dan efektif sangat
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1996, belanja obat merupakan anggaran terbesar biaya
sebagian besar dari populasi mungkin tidak memiliki akses terhadap obat esensial. Dana
yang tersedia terbatas dan sering dihabiskan untuk obat tidak efektif, tidak perlu, atau
Saat ini dana pemerintah untuk kesehatan telah dimasukkan ke dalam Dana Alokasi
Umum (DAU), karena itu anggaran obat untuk pelayanan kesehatan dasar di daerah
menjadi tanggung jawab pemda. Anggaran obat untuk pelayanan kesehatan dasar di
daerah sangat berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya, karena adanya
perbedaan visi dan persepsi Pemda tentang kesehatan. Walaupun demikian pemerintah
WHO mendefinisikan obat esensial sebagai obat untuk memenuhi kebutuhan mayoritas
penduduk, karena itu harus selalu tersedia. Alasan pemilihan dan penggunaan obat
esensial adalah untuk mengarahkan ke perbaikan pasokan obatobatan, resep yang lebih
rasional, dan biaya yang lebih rendah. Pada kenyataannya, penggunaan yang tepat obat
esensial adalah salah satu strategi yang paling efektif yang dapat diberlakukan oleh
Jika obat-obatan secara konsisten tidak tersedia, pasien menderita dan anggota staf
dan memberikan kontribusi untuk kepuasan kerja dan harga diri pekerja. (Sallet, 2012).
secara rasional. Pengelolaan obat yang efektif terletak pada kebijakan dan kerangka
hukum yang membangun dan mendukung komitmen publik untuk pasokan obat
esensial dan dipengaruhi oleh isu-isu ekonomi. Panduan ini memberikan konsep dan
pendekatan yang dapat menghasilkan perbaikan kesehatan terukur melalui akses yang
Tujuan pengelolaan obat adalah tersedianya obat esensial dan dapat diakses oleh
seluruh penduduk, menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat yang diproduksi dan
Untuk meningkatkan penggunaan obat yang rasional, penggunaan obat esensial pada
fasilitas pelayanan kesehatan harus disesuaikan dengan pedoman pengobatan yang telah
ditetapkan, hal ini sangat berkaitan dengan pengelolaan obat. Pengelolaan obat yang
efektif diperlukan untuk menjamin ketersediaan obat dengan jenis dan jumlah yang
tepat dan memenuhi standar mutu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.
Alasan memilih obat esensial adalah bahwa hal itu dapat menyebabkan pasokan yang
lebih baik, penggunaan lebih rasional, dan biaya yang lebih rendah. Obat esensial
tersedia dalam bentuk sediaan yang tepat dan bermutu setiap saat. Karena pemilihan
obat memiliki dampak yang cukup besar pada kualitas pelayanan kesehatan dan biaya
pengobatan, itu adalah salah satu cara yang paling murah untuk dilakukan intervensi.
(Olson, 2012).
Ketersediaan obat didukung oleh industri farmasi yang berjumlah sekitar 204
perusahaan dan 90% berlokasi di pulau Jawa, telah dapat memproduksi 98% kebutuhan
obat nasional, namun sebagian besar bahan baku masih di impor. Ketergantungan
terhadap impor bahan baku obat ini dapat menyebabkan tidak stabilnya penyediaan obat
untuk meningkatkan penggunaan obat yang rasional, keamanan penggunaan obat dan
efisiensi biaya obat, serta meningkatkan kualitas hidup pasien harus mengikuti praktek
kedua (Rumah Sakit kelas C dan B non pendidikan), strata ketiga (rumah sakit kelas B
pendidikan dan kelas A) dan farmasi komunitas (apotek). Pelayanan kefarmasian yang
belum mengikuti pelayanan kefarmasian yang baik tidak hanya disebabkan oleh sistem
Indonesia antara lain, masih ada Pemerintah Daerah yang belum mengalokasikan
anggaran untuk obat secara optimal karena kurangnya komitmen Pemerintah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam mengalokasikan anggaran bagi penyediaan obat dari
APBD sehingga biaya untuk obat mengandalkan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK).
(Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang perubahan keempat atas
Peraturan Presiden no. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa Pemerintah.
akuntabel.
Kerja di bidang kesehatan baik Pusat maupun Daerah dan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam
pengadaan obat baik untuk program Jaminan Kesehatan Nasional maupun program
kesehatan lainnya tidak perlu melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung
adanya perubahan sistem pengadaan obat ini, diperlukan proses adaptasi baik pada
satuan kerja sebagai pengguna, industri sebagai penyedia obat, dan distributor. Hal ini
mempengaruhi pengadaan obat di setiap jenjang dan berdampak pada ketersediaan obat.
Siklus distribusi obat dimulai pada saat produk obat keluar dari pabrik atau distributor,
dan berakhir pada saat laporan konsumsi obat diserahkan kepada unit pengadaan.
Distribusi obat yang efektif harus memiliki desain sistem dan manajemen yang baik
yang baik selama proses distribusi, meminimalkan obat yang tidak terpakai karena rusak
daerah, memiliki catatan penyimpanan yang akurat, rasionalisasi depo obat dan
kondisi lingkungan yang benar, pencatatan akurat, penataan yang efektif, dan
terletak di dalam gedung yang tahan cuaca kering. Obat harus diatur dan mudah diakses,
Ruang dan peralatan pendingin harus disediakan untuk pendingin vaksin dan barang-
barang lainnya. Suhu dan tingkat kelembaban harus dikontrol dalam batasbatas yang
tepat, dan ruang harus memiliki ventilasi yang baik. (Sallet, 2012).
Dinas Kesehatan sebagai unsur Pemerintah Daerah di bidang kesehatan diharapkan dapat
memberikan yang terbaik pada masyarakat, maka Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe
merumuskan VISI dan MISI sebagai satu kesatuan dengan rangkaian kebijakan yang akan
dilaksanakan dari tahun ke tahun. Salah satu kebijakan Dinas Kesehatan dalam rangka
mencapai visi adalah dengan meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan
kesehatan melalui pemberdayaan SDM secara berkelanjutan, sarana dan prasarana dalam
bidang medis termasuk ketersediaan obat yang terjangkau masyarakat. Ketersediaan obat
menjadi salah satu kebijakan yang dilaksanakan untuk mendukung pelayanan kesehatan
berkas Laporan Pemakaian dan Lembar Permintan Obat (LPLPO) ke Dinas Kesehatan.
bahwa masih terjadi penumpukan beberapa jenis obat yang sudah cukup lama tidak
tepat atau kurang baiknya sistem distribusi. Masih terdapat penumpukan obat yang
Menurut Cheng dan Whittemorre (2008) yang meneliti tentang manajemen rantai
pasok di rumah sakit, sistem yang masih manual menjadi salah satu penyebab dari
pemborosan dan pembengkakan dalam biaya, akhirnya obat tidak tersalurkan sehingga
bisa rusak atau kadaluwarsa meskipun baik pemeliharaannya di gudang. (Seto, 2004).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
2016?
2016?
2016?
Tahun 2016?
Berkaitan dengan tujuan umum diatas, maka tujuan khusus dalam penelitian ini adalah
untuk :
2016?
2016?
2016?
2. Penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi Dinas Kesehatan
TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen berasal dari bahasa inggris yaitu "Manage" yang berarti, mengurus,
mendapatkan tujuan organisasi dalam upaya bersama dengan sejumlah orang atau
sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan yang berusaha secara sistematis untuk
Menurut Terry dan Leslie (2010), menjelaskan bahwa manajemen adalah suatu proses
atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok
Manajemen merupakan suatu proses yang khas yang terdiri atas tindakantindakan
serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya.
kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat
tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh
dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin
(Anief, 2007).
secara rasional. Pengelolaan obat yang efektif terletak pada kebijakan dan kerangka
hukum yang membangun dan mendukung komitmen publik untuk pasokan obat
esensial dan dipengaruhi oleh isu-isu ekonomi. Panduan ini memberikan konsep dan
pendekatan yang dapat menghasilkan perbaikan kesehatan terukur melalui akses yang
Tujuan pengelolaan obat adalah tersedianya obat esensial dan dapat diakses oleh
seluruh penduduk, menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat yang diproduksi dan
Menurut Quick (1997), bahwa dalam sistem manajemen obat, masing-masing fungsi
melakukan pelayanan kesehatan dan obat yang digunakan, perencanaan dan pengadaan
Universitas Sumatera Utara
memerlukan keputusan seleksi dan seterusnya. Siklus manajemen obat didukung oleh
keuangan, atau finansial, sumber daya manusia (SDM), dan sistim informasi
manajemen (SIM). Setiap tahap siklus manajemen obat yang baik harus didukung oleh
keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan dapat berlangsung secara efektif dan
efisien.
Perencanaan yaitu sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan penyusunan langkah-
menjadi kendala, dan merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan yang bermaksud untuk
kebutuhan dan sumber daya yang harus disediakan, menetapkan tujuan yang paling
pokok dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Perencanaan menurut ilmu administrasi kesehatan terdapat 3 aspek pokok yang harus
benarbenar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit di daerah.
1) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan
efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan
ditimbulkan
2) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi
3) Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik
5) Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of
masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/puskesmas selama setahun dan sebagai
kesehatan/puskesmas
2) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh
Tahap perhitungan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang harus
dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di Unit Pengelola Obat Publik Dan
Dasar (PKD). Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi apabila
pengobatan.
Koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta
melalui tahapan seperti diatas, diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis,
tepat jumlah serta tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan.
Metode yang lazim digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan obat di tiap
a) Metode konsumsi
Metode epidemiologi
penyakit, perkiraan kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam
obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat dan perbekalan
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang perubahan keempat atas
Peraturan Presiden no. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa Pemerintah.
akuntabel.
dan Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Pejabat Pengadaan
aplikasi E-Purchasing, PPK dan Pokja ULP atau Pejabat Pengadaan harus memiliki
Tahapan yang dilakukan dalam pengadaan obat melalui E-Purchasing adalah sebagai
paket pengadaan.
Farmasi.
8. PPK melaporkan item dan jumlah obat yang ditolak atau tidak dipenuhi oleh
Sistem Katalog, tembusan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan c.q Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan paling
daya listrik, gangguan jaringan, atau gangguan aplikasi), maka pembelian dapat
penyimpanan dalam kondisi lingkungan yang benar, pencatatan akurat, penataan yang
efektif, dan pemantauan obat yang kadaluwarsa, serta pencegahan pencurian. (Sallet,
2012).
tercapai. Menurut Warman (1997), tujuan dari penyimpanan obat antara lain:
1) Mempertahankan mutu obat dari kerusakan akibat penyimpanan yang tidak baik
3) Mencegah kehilangan
penyimpanan.
Obat harus selalu disimpan di ruang penyimpanan yang layak. Bila obat rusak,
mutu obat menurun dan memberi pengaruh buruk bagi penderita. Beberapa ketentuan
1) Gudang/tempat penyimpanan :
b) Gudang cukup besar untuk menyimpan semua persediaan obat dan cukup
terpisah/berbeda.
d) Struktur gudang dalam keadaan baik, tidak ada retakan, lubang atau tanda
f) Gudang rapi, rak dan lantai tidak berdebu dan dinding bersih.
h) Udara bergerak bebas di gudang; kipas angin dan kawat nyamuk dalam
keadaan baik.
k) Jendela dicat putih atau mempunyai gorden serta aman dan mempunyai
teralis.
m) Terdapat lemari pendingin untuk obat tertentu dan dalam keadaan baik.
dan psikotropika.
2) Dokumen pencatatan:
b) Buku stok
d. Pengaturan Persediaan
3) Narkotik dan psikotropika dipisahkan dari obat-obatan lain dan disimpan di lemari
4) Tablet, kapsul dan oralit disimpan dalam kemasan kedap udara dan diletakkan di
7) Obat rusak atau kadaluarsa dipisahkan dari obat lain yang masih baik dan
10) Untuk barang yang berat ditempatkan pada tempat yang memungkinkan
e. Penyimpanan Khusus
1) Obat, vaksin dan serum memerlukan tempat khusus seperti lemari pendingin
khusus (cold chain) dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya arus listrik.
gudang induk.
a) FIFO (First In First Out), yang berarti obat yang datang lebih awal harus
b) FEFO (First Expired First Out), yang berarti obat yang lebih awal kadaluarsa
b) Barang yang jumlah sedikit harus diberi perhatian/tanda khusus agar mudah
ditemukan kembali.
pengiriman obat, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlah secara merata dan teratur
agar persediaan jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari kekosongan dan
2012).
kesehatan.
program kesehatan
a. Program kesehatan
Supervisi berasal dari kata super (lebih tinggi) dan vision (melihat) sehingga
secara umum dapat diartikan sebagai mengawasi dari atas atau oleh atasan. Supervisi
dalam pengertian manajemen memiliki pengertian yang lebih luas, karena istilah yang
digunakan adalah mengawasi dan bukan melihat, ini bukan dilakukan secara kebetulan.
Mengawasi dalam arti bahasa Indonesia adalah mengamati dan menjaga jadi bukan
hanya mengamati saja, akan tetapi memiliki pengertian menjaga. Pengawasan yaitu
belum. Serta mengawasi penggunaan sumber daya dalam organisasi agar bisa terpakai
secara efektif dan efisien tanpa ada yang melenceng dari rencana. (Terry dan Leslie,
2010).
adalah proses pengamatan secara terencana dari unit yang lebih tinggi (Instalasi Farmasi
diarahkan untuk menjaga agar pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
supervisi.
c. pengamatan langsung.
segera ditanggulangi.
Menurut Kebijakan Obat Nasional tahun 2006 obat adalah sediaan atau paduan
bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
Dengan demikian obat mencakup produk biologi tidak termasuk mencakup obat.
Upaya pengobatan merupakan segala bentuk kegiatan pelayanan pengobatan yang
gejalanya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan cara yang khusus untuk
mineral dan sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang
b. Obat jadi yaitu obat dalam kemasan murni atau campuran dalam bentuk serbuk,
cairan, salep, tablet, pil, supositoria atau bentuk lain yang mempunyai nama
pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik
yang memproduksinya.
d. Obat baru yaitu obat yang terdiri dari zat yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat misalnya lapisan, pengisi, pelarut serta pembantu atau komponen lain
e. Obat esensial yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan
rehabilitasi.
f. Obat generik berlogo yaitu obat yang tercantum dalam DOEN (Daftar Obat
persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan diuji ulang oleh Pusat
g. Obat wajib apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter
Menurut Kristin (2002), obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk
pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi sebagian populasi yang harus tersedia setiap saat
dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau serta memiliki kemanfaatan yang tinggi
penggunaan obat esensial pada fasilitas pelayanan kesehatan harus disesuaikan dengan
Universitas Sumatera Utara
pedoman pengobatan yang telah ditetapkan, hal ini sangat berkaitan dengan
ketersediaan obat dengan jenis dan jumlah yang tepat dan memenuhi standar mutu.
penggunaan obat esensial pada fasilitas pelayanan kesehatan harus disesuaikan dengan
pedoman pengobatan yang telah ditetapkan, hal ini sangat berkaitan dengan
ketersediaan obat dengan jenis dan jumlah yang tepat dan memenuhi standar mutu.
atas Peraturan Presiden no. 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa
Kabupaten/Kota. Salah satu tujuan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan
adalah agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan
Agar tujuan tersebut dapat terlaksana dengan baik, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sebagai pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah memiliki tugas dan
1) Perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar disusun oleh tim
2) Perhitungan rencana kebutuhan obat untuk satu tahun anggaran disusun dengan
jenis dan jumlah obat yang disediakan sesuai dengan kebutuhan dan tidak
tumpang tindih
Pemerintah Kabupaten/Kota
10) Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap jaminan mutu obat yang
Puskesmas, Petugas Gudang Obat dan Petugas Obat di sub unit pelayanan adalah:
semua obat yang hilang, rusak maupun kadaluarsa kepada Kepala Dinas
Kesehatan/Kepala GFK.
Petugas gudang obat bertanggungjawab dalam menerima obat dari GFK, menyimpan
mendistribusikan obat untuk unit pelayanan obat, mengawasi mutu obat, melakukan
pencatatan dan pelaporan. Petugas gudang obat membantu Kepala Puskesmas dalam
persediaan obat.
Petugas obat pada sub unit pelayan bertanggungjawab dalam menerima, menyimpan
dan memelihara obat dari gudang obat Puskesmas, menerima resep dokter,
informasi penggunaan obat, membuat catatan dan laporan pemakaian obat untuk
sesungguhnya. Indikator digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan atau
sasaran telah berhasil dicapai. Penggunaan lain dari indikator adalah untuk penetapan
prioritas, pengambilan tindakan dan untuk pengujian strategi dari sasaran yang
Penyediaan dana yang memadai dari pemerintah sangat menentukan ketersediaan dan
keterjangkauan obat esensial oleh masyarakat. Ketersediaan dana pengadaan obat yang
penggunaan obat yang rasional yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu
Kabupaten/Kota.
jumlah penduduk dalam pengalokasian dananya. Pada tahun 2009 WHO telah
menetapkan alokasi dana obat sektor publik secara nasional adalah US $ 3 perkapita.
Ketersediaan obat sesuai kebutuhan adalah jumlah obat yang mampu disediakan
pemerintah dibandingkan dengan jumlah obat yang dibutuhkan rakyat dalam pelayanan
Ketersediaan dana obat yang sesuai dengan jumlah kunjungan resep yang ada di
Penetapan obat yang masuk dalam DOEN telah mempertimbangkan faktor drug
kesehatan dasar maka jenis obat yang disediakan berdasarkan DOEN yang terbaru agar
sesuai dengan kebutuhan populasi berarti harus sesuai dengan pola penyakit yang ada
kesesuaian jenis obat yang tersedia di instalasi farmasi dengan pola penyakit yang ada
di Kabupaten/Kota adalah jumlah jenis obat yang tersedia dibag idengan jumlah jenis
sesuai dengan kebutuhan populasi berarti jumlah (kuantum) obat yang tersedia di
gudang minimal harus sama dengan stok selama waktu tunggu kedatangan obat.
sesuai dengan kebutuhan populasi berarti harus sesuai dalam jumlah dan jenis obat
Kesesuaian waktu antara distribusi dan penggunaan obat di unit pelayanan sangat
distribusi obat adalah penyimpangan jumlah unit pelayanan kesehatan yang harus dilayani
(sesuai rencana distribusi) dengan kenyataan yang terjadi serta selisih waktu antara jadwal
Obat yang didistribusikan adalah sebesar stok optimum dikurangi dengan sisa
stok di unit pelayanan kesehatan. Sedang stok optimum sendiri merupakan stok kerja
kapasitas sistem pengadaan dan distribusi dalam menjamin kesinambungan suplai obat.
Waktu kekosongan obat adalah jumlah hari obat kosong dalam waktu satu tahun.
LPLPO yang merupakan sumber data pengelolaan obat sangat penting artinya
sebagai bahan informasi pengambilan kebijakan pengelolaan obat. Salah satu syarat
data yang baik adalah tepat waktu Ketepatan waktu pengiriman LPLPO adalah jumlah
LPLPO yang diterima secara tepat waktu dibandingkan dengan jumlah seluruh LPLPO
Obat yang disediakan untuk keperluan program biasanya diadakan oleh pusat
seringkali jumlahnya tidak sesuai dan menyebabkan terjadi penumpukan yang akan
program dengan jumlah kebutuhan adalah kesesuaian jumlah obat program yang
tersedia di instalasi Farmasi dengan kebutuhan untuk sejumlah pasien yang memerlukan
obat programtersebut.
obat dari berbagai sumber. Ada kalanya permintaan dari kabupaten/kota tidak sesuai
Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut
ini :
Perencanaan
a. Tahap Pemilihan Obat
b. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
c. Perhitungan Kebutuhan Obat
d. Proyeksi Kebutuhan Obat
Pengadaan
a. Pemilihan Metode Pengadaan Obat
b. Penentuan Waktu Pengadaan dan
Kedatangan Obat
c. Penerimaan dan Pemeriksaan Obat
Penyimpanan
a. Pengaturan Tata Ruang
b. Penyusunan Stok Obat
c. Pencatatan dan Pelaporan Stok Obat
d. Pengamanan Mutu Obat
Pendistribusian
a. Mekanisme Pendistribusian Obat
b. Unit-unit Pendistribusian Obat
c. Pengamanan Mutu Obat
METODE PENELITIAN
Tahun 2016. Menurut Bungin (2010), penelitian kualitatif adalah penelitian yang
memandang bahwa makna adalah bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman
seseorang dalam kehidupan sosialnya bersama orang lain. Makna bukan sesuatu yang
lahir di luar pengalaman objek penelitian atau peneliti, akan tetapi menjadi bagian
alasan lokasi ini masih memiliki permasalahan dalam manajemen pengelolaan obat.
Kegiatan dimulai dari survey awal, penelusuran bahan, pengambilan data hingga
situasi dan kondisi mengenai fokus penelitian. Informan penelitian terbagi atas:
a. Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki
informasi pokok yang diperlukan. Adapun informan kunci pada penelitian ini
farmasi dan dan Kepala Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe.
b. Informan utama yaitu mereka yang terlibat langsung dalam penggunaan obat.
Adapun informan utama dalam penelitian ini adalah Kepala Puskesmas dan
dengan menggunakan alat bantu : panduan wawancara, tape recorder, perekam gambar
menentukan jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan pelayanan kesehatan pada
pelayanan kesehatan.
kesehatan.
dalam rangka memastikan realisasi sesuai dengan rencana yang sudah dibuat.
9) Sumber daya keuangan adalah potensi uang yang dimiliki oleh Dinas
Data yang terkumpul dari hasil wawancara mendalam selanjutnya dibuat dalam
kemudian dicari kata kuncinya. Uji keabsahan dilakukan dengan teknik triangulasi data
(Bungin, 2010).
dilakukan terdiri dari crosscheck data, observasi dan telaah dokumen. Kemudian
mengumpulkan data dan analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah
tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasi kepada
informan.
(Content Analysis) dari hasil wawancara mendalam yang kemudian disajikan dalam
serta dilengkapi dengan mengkroscek hasil rekaman agar catatan menjadi lengkap. Hal
berpedoman terhadap transkrip dan matriks dibuat laporan hasil penelitian. Matriks
Adapun proses teknik analisis data, yaitu: proses analisis data dimulai dengan
menelaah seluruh data yang tersedia dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
dokumen. Setelah itu, mereduksi data dengan cara membuat rangkuman, memilih
halhal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, untuk pencarian tema dan
berikutnya adalah interpretasi data dengan menyajikan data dalam bentuk teks yang
HASIL PENELITIAN
Kota Lhokseumawe terletak pada garis 960 20’-970 21’ Bujur Timur dan 040
54’-050 18’ Lintang Utara dengan luas wilayah 181.06 Km2. Secara geografis Kota
Kota Lhokseumawe terdiri dari 68 (enam puluh delapan) desa dan 4 (empat)
Kecamatan antara lain : Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan
10.877 ha atau sekitar 60% dari luas yang ada. Kebutuhan lahan yang meNo.njol adalah
untuk usaha kebun campuran 4.590 ha atau sekitar 25,35%, di samping untuk
kebutuhan persawahan seluas 3.747 ha atau sekitar 21%. Untuk kebutuhan perkebunan
rakyat telah dimanfaatkan seluas 749 ha atau sekitar 4% dan untuk lain–lainnya.
Kegiatan ekonomi yang berlangsung di kota ini adalah industri dan perdagangan,
kebutuhan sehari-hari.
Jumlah penduduk laki-laki 90.691 dan perempuan 91.285 dengan sex ratio 99,35 (BPS
Total 181.976
kepadatan penduduk dilihat untuk setiap kecamatan Banda Sakti merupakan kecamatan
dengan tingkat tertinggi kepadatan tertinggi yaitu 6.963 per/Km2, sedangkan yang
paling jarang yaitu kecamatan Blang Mangat dengan tingkat kepadatan penduduk 411
Kepadatan Penduduk/Km 2
Kecamatan
2014 2015
kesehatan sekarang dan yang akan muncul terutama kondisi kesehatan lingkungan yang
berkaitan dengan ketersediaan air, sisten pembuangan air limbah dan sampah keluarga.
pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau dan berkualitas. Dengan demikian perlu
disediakan tenaga kesehatan yang berkualitas, sarana fisik dan peralatan kesehatan,
a. Mortalitas
kesehatan lainnya juga dapat diukur melalui tingkat kematian yang ada.
Infant Mortality Rate (IMR) atau Angka Kematian Bayi dan Mother Mortality Rate
(MMR) atau Angka Kematian Ibu merupakan salah satu indikator yang paling sensitif
1000, sementara IMR nasional sebesar 35/1.000 lahir hidup. MMR Kota Lhokseumawe
Rata-rata umur harapan hidup Kota Lhokseumawe adalah 70 (tujuh puluh) tahun.
Upaya untuk meningkatkan UHH menjadi 70 tahun merupakan hal penting yang perlu
trend penyakit degeneratif dan tidak menular serta peningkatan kesehatan kelompok
pada tahun 2015 dapat diketahui daftar 10 (sepuluh) penyakit yang sering ditangani di
Dari data tersebut di atas diketahui bahwa penyakit batuk dan pilek merupakan
penyakit umum yang diderita oleh masyarakat yang tersebar di Puskesmas Kota
sedikit jumlahnya.
a. Puskesmas
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), sarana produksi dan distribusi farmasi dan alat
kesehatan dan institusi pendidikan tenaga kesehatan. Tahun 2014 Puskesmas yang ada
di Kota Lhokseumawe berjumlah 6 unit dengan pembagian rawat inap 1 unit dan
kesehatan di Kota Lhokseumawe. Kualitas menjadi faktor utama yang harus terus
mendapatkan perhatian oleh pemerintah daerah dan pusat. Peningkatan harus menjadi
prioritas utama mengingat tenaga kesehatan saat ini belum sepenuhnya berpendidikan
pelatihan teknis.
undang No.36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan disebutkan bahwa tenaga
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat
Informan dalam penelitian ini dapat diketahui pada tabel di bawah ini.
Berikut adalah hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe
dan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dalam proses perencanaan obat pada Dinas
Kesehatan Lhokseumawe :
Gudang terkait dengan perencanaan obat di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dapat
diketahui dari rangkuman wawancara berikut :
Berikut ini hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Banda Sakti terkait
obat di Puskesmas :
obat dengan mempertimbangkan pola penyakit dan pola konsumsi obat periode
sebelumnya. Proses seleksi juga mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
dan Formularium Nasional (Fornas), walaupun masih ada beberapa jenis obat yang
kebutuhan obat menggunakan metode konsumsi dengan cara analisis data, perhitungan
Untuk mengetahui proses pengadaan obat pada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe
dengan Pengadaan obat pada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe sebagai berikut :
berdasarkan Peraturan Presiden No.4 Tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa
Distributor/PBF dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dari hasil observasi yang
dilakukan diketahui bahwa waktu pengadaan dan kedatangan obat di Dinas Kesehatan
Kota Lhokseumawe masih belum mengikuti ketepatan waktu seperti yang disepakati
dilakukan pada saat penerimaan obat dari gudang farmasi kepada petugas obat
puskesmas.
pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe tidak berjalan sesuai dengan
ketentuan.
Demikian halnya hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas
Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengelola Obat Puskesmas Banda Sakti terkait
Hasil wawancara dengan Pengelola Obat Puskesmas Blang Cut terkait dengan
Dari hasil wawancara dengan informan dapat dijelaskan bahwa tata ruang
disimpan dalam satu ruangan dan tidak ada sekat-sekat (gabungan), sementara sistem
arah arus gudang obat mengikuti arus lurus. Untuk rak penyimpanan obat
menggunakan bahan dari kayu dan sebagian besi, namun tidak semua obat dapat
golongan khusus seperti vaksin dan golongan narkotika disimpan dilemari khusus. Hal
lain yang belum dilengkapi pada gudang penyimpanan obat di Dinas Kesehatan Kota
digunakan selama ini adalah menggunakan prinsip FIFO dan FEFO, bentuk sediaan di
susun berdasarkan alfabetis, tetapi tidak terapkan untuk semua jenis obatobatan. Obat
yang rusak dan kadaluarsa sudah di pisah. Sementara dari hasil observasi yang
dilakukan secara langsung diketahui bahwa tidak semua obat di gudang penyimpanan
obat mengikuti penyusunan dengan prinsip FIFO dan FEFO. Masih terdapat obat-
obatan yang belum disusun dengan baik dan teratur sehingga menyebabkan
Pencatatan dan pelaporan stok obat di gudang farmasi dan puskesmas Dinas Kesehatan
Kota Lhokseumawe telah dilaksanakan. Namun tidak semua jenis obat dicatat dalam
kartu stok obat. Hal ini disebabkan karena petugas farmasi Dinas Kesehatan dan
farmasi diketahui bahwa pencatatan dan pelaporan pada kartu stok obat belum terisi
secara rutin, masih terdapat kartu stok yang tidak diisi sehingga kondisi obat di gudang
gudang penyimpanan obat di puskesmas dilakukan apabila terdapat jenis obat yang
sudah rusak.
Dari hasil wawancara dengan informan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Puskesmas masih belum mengikuti ketentuan dan tahapan-tahapan terutama dalam hal
sebagai berikut :
sebagai berikut :
sebagai berikut :
Lhokseumawe belum berjalan dengan baik. Obat yang didistribusikan masih belum
obat di Puskesmas.
Tahapan pelaksanaan supervisi dan evaluasi obat di Puskesmas dapat diketahui dari
Untuk proses pelaksanaan supervisi dan evaluasi di Puskesmas Banda Sakti dapat
Demikian halnya dengan tanggapan Kepala Puskesmas Blang Cut terkait dengan
berikut :
Supervisi dan evaluasi obat di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dikoordinir oleh
supervisi dan evaluasi pengelolaan obat oleh Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe
belum berjalan efektif dan efisien terutama hasil dan tujuan pelaksanaan kegiatannya
PEMBAHASAN
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan
untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat di
setiap periode dilaksanakan oleh Tim Perencana Obat dan Perbekalan Kesehatan
yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas di
wilayah kerjanya.
Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam manajemen,
kegiatan tidak akan berjalan dengan baik. Dengan demikian perencanaan merupakan
suatu pedoman atau tuntunan terhadap proses kegiatan untuk mencapai tujuan secara
Kesehatan dan Puskesmas. Tim yang sudah dibentuk akan diusulkan kepada Walikota
tim perencanaan obat, yang diketuai oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dan
Dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang Yankes diketahui bahwa proses
berdasarkan pada obat generik yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional
dilaksanakan sesuai dengan tahapan perencanaan antara lain tahap pemilihan obat,
tahap kompilasi dan tahap penghitungan obat. Namun tidak semua berjalan dengan
baik, diantaranya sering terjadi keterlambatan dalam laporan data pemakaian obat
(LPLPO).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Kefarmasian dan Kepala Gudang
menjelaskan bahwa tugas dari tim perencanaan obat Kota Lhokseumawe kurang
maksimal, diantaranya pertemuan hanya satu kali setahun, kurangnya koordinasi tim
perencanaan obat dan tidak pernah melakukan pelatihan terhadap petugas pengelolaan
obat puskesmas.
Dari hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Banda Sakti menjelaskan bahwa
tidak semua jenis obat yang sudah direncanakan dapat diakomodir nantinya oleh Dinas
kepada petugas pengelolaan obat karena alasan tugas Kepala Puskesmas cukup banyak.
berdasarkan pada obat generik yang tercantum dalam DOEN dan Fornas. Proses
perencanaan kebutuhan obat publik diawali dari data yang disampaikan Puskesmas
yang tersedia.
Dari uraian pernyataan informan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
perencanaan obat di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe telah dilaksanakan oleh tim
penyusunan kebutuhan obat hanya satu kali setahun, kurangnya koordinasi tim
perencanaan obat dan tidak pernah melakukan pelatihan terhadap petugas pengelolaan
tahapan perencanaan, namun tidak semua berjalan dengan baik, diantaranya sering
terjadi keterlambatan dalam laporan data pemakaian obat (LPLPO), tidak semua jenis
obat dapat diakomodir oleh Dinas Kesehatan dan jumlahnya tidak sesuai permintaan.
Adapun tujuan perencanaan obat adalah 1). Mendapatkan perkiraan jenis dan
dilakukan oleh petugas, hal ini disebabkan karena kurang pemahaman terhadap
kurangnya supervisi secara berkala dari atasan terhadap pelaksanaan perencanaan obat
yang dilakukan.
sasaran, kebijakan, prosedur dan program yang diperlukan untuk mencapai apa yang
diinginkan pada masa yang akan datang. Sedangkan rencana adalah sejumlah
tujuan yang diinginkan itu. Jadi setiap rencana mengandung unsur tujuan yang hendak
dicapai.
Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai kriteria antara lain sebagai
berikut :
yang akan dilaksanakan, yang dibedakan pula atas aktivitas pokok serta
aktifitas tambahan.
individu.
dan kondisi yang dihadapi, sedemikian rupa sehingga pemanfaatan sumber dan
tata cara dapat diatur dengan baik dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
mengukur keberhasilan atau kegagalan yang akan terjadi. Jadi suatu rencana
dari perencanaan yang sedang dilakukan, dapat dipakai sebagai pedoman untuk
perencanaan selanjutnya.
diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas adalah obat esensial yang jenis dan
itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk pada Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) dan Formulararium Nasional (Fornas). Selain itu, sesuai
dengan kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Ke sehatan No. 85 tahun 1989
tentang k ewajiban menuliskan resep dan atau menggunakan obat Generik di Pelayanan
Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang diperkenankan
tersedia di Puskesmas.
Pengadaan adalah proses untuk mendapatkan pasokan barang di bawah kontrak atau
dalam proses tersebut, karena itu pengadaan harus dianggap sebagai fungsi yang
strategis dalam manajemen logistik, dimana dalam pelaksanaan pengadaan ini harus
tersedia dalam jumlah obat yang cukup, pada waktu yang tepat dan harus diganti
Pengadaan obat di Dinas Kesehatan dilakukan untuk memperoleh jenis dan jumlah
obat dengan mutu yang tinggi, menjamin tersedianya obat dengan cepat dan tepat
bahwa obat yang diadakan sesuai dengan jenis dan jumlah obat yang telah
direncanakan.
sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan pihak rekanan. Proses pengadaan
obat diawali dengan perencanaan obat yang telah dibuat oleh tim perencana obat.
Setelah melalui beberapa seleksi dan evaluasi melalui katalaog elektronik obat, maka
PPK membuat daftar obat yang dibutuhkan, dan selanjutnya disampaikan kepada pokja
Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk segera membuat paket pembelian obat dalam
tidak semua obat yang diterima dilakukan pemeriksaan pada waktu penerimaan barang
disebabkan jumlah barang yang banyak dan beban kerja petugas yang tinggi. Informan
menjelaskan salah satu penyebabnya adalah kurangnya jumlah SDM yang melakukan
pemeriksaan obat dan alat-alat pendukung yang dibutuhkan dalam pemeriksaan belum
tersedia sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memeriksa obat satu
persatu.
katalog elektronik (e-catalogue). Namun masih terdapat jenis obat yang tidak dapat
dipenuhi oleh rekanan dengan alasan bahwa jenis obat tersebut habis stok sehingga
kebutuhan obat di Puskesmas tidak dapat dipenuhi. Pada tahap pemeriksaan juga
terdapat masalah seperti tidak dilakukannya pemeriksaan terhadap semua jenis obat
yang diterima pada waktu penerimaan barang. Hal ini dapat menimbulkan masalah
seperti jenis obat yang dibutuhkan tidak sesuai dengan jenis obat yang dipesan.
Berdasarkan hasil penelitian Apriyanti, dkk (2011) tentang evaluasi pengadaan dan
obat di RSUD H.Boejasin masih belum baik yang ditunjukkan dari tingkat ketersediaan
obat yang belum memenuhi kebutuhan obat pada unit-unit pelayanan sehingga
Sakit.
Obat merupakan pendukung utama untuk hampir semua program kesehatan di unit
pelayanan kesehatan. Untuk itu, ketersediaan dana pengadaan obat harus proporsional
Biaya yang diserap untuk penggunaan obat merupakan komponen terbesar dari
pengeluaran rumah sakit. Dibanyak Negara berkembang belanja obat di rumah dapat
farmasi yang demikian besar tentunya harus dikelola dengan efektif dan efisien, hal ini
1. Pembelian
penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada
dua atau lebih pemasok, pejabat pengadaan harus mendasarkan pada kriteria berikut :
mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman,
Mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik,
pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar, dan tidak
1. Pembelian
farmasi. Hal ini sesuai dengan peraturan Presiden RI No. 94 tahun 2007 tentang
pengendalian dan pengawasan atas pengadaan dan penyaluran bahan obat, obat spesifik
dan alat kesehatan yang berfungsi sebagai obat dan peraturan Presiden
a. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan
rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik.
2. Produksi
merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk
b. Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih murah
Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe harus cermat dan teliti dalam upaya menyusun
perencanaan kebutuhan obat publik agar Dana Alokasi Umum (DAU) yang disediakan
wilayahnya.
agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya
tetap terjamin. Penyimpanan bertujuan agar obat yang tersedia di Unit pelayanan
kesehatan terjamin mutu dan keamanannya. Penyimpanan obat juga merupakan faktor
yang penting dalam pengelolahan obat di Puskesmas karena dengan penyimpanan yang
baik dan benar akan dengan mudah dalam pengambilan obat dan lebih efektif.
First Out) yaitu obat yang datang lebih awal harus dikeluarkan lebih dahulu. FEFO
(First Expired First Out), yang berarti obat yang lebih awal kadaluarsa harus
dikeluarkan leih dahulu. Obat sediaan disusun berdasarkan abjad (alfabetis) atau
nomor. Obat rusak atau kadaluarsa dipisahkan dari obat lain yang masih baik dan
Lhokseumawe diketahui bahwa obat-obat yang sudah diterima dan diperiksa akan
disimpan didalam gudang farmasi Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe. Luas gudang
penyimpanan obat adalah 150 m2. Menurut Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan bahwa
luas gudang penyimpanan di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe belum cukup untuk
Farmasi Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, bahwa tata susunan penyimpanan obat
di Dinas Kesehatan belum seluruhnya mengikuti prinsip FIFO dan FEFO. Masih ada
obat-obatan yang diletakkan dilantai dan tidak beraturan termasuk golongan obat keras
yang masih tercampur dengan jenis obat lainnya. Demikian halnya dengan pencatatan
obat yang kurang aktif dicatatkan didalam kartu stok obat. Menurut informan hal ini
Puskesmas masih kurang memadai. Masih ada obat yang diterima namun disimpan di
luar gudang penyimpanan atau ruangan lain. Hal ini disebabkan karena ruang
penyimpanan tidak cukup untuk menyimpan obat yang diterima. Hasil observasi yang
dilakukan diketahui bahwa fasilitas penyimpanan obat di Puskesmas Banda Sakit dan
obat keras yang masih belum tersedia. Hambatan lain adalah masalah penerangan,
dikeluhkan juga bahwa PLN di Puskesmas sering padam sehingga peenyimpanan obat
tergangga. Dari hasil pengamatan langsung diketahui juga bahwa kartu stok obat di
gudang penyimpanan belum lengkap dan bahkan masih ada kartu stok yang belum
dicatat.
Keterangan dari Petugas Pengelola Obat Puskesmas Banda Sakti dan Blang Cut
tanpa mengikuti tata aturan penyimpanan yang benar. Seperti masih ada obat yang
diletakkan di lantai karena rak penyimpanan tidak cukup. Demikian juga dengan
Sakti dan Blang Cut masih belum memenuhi prosedur penerimaan, pemeriksaan dan
penyimpanan obat yang baik. Hal ini dapat menimbulkan masalah yang berdampak
obat tidak berdasarkan kelas terapi/khasiat obat. Hal tersebut dikarenakan tidak semua
Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana penyimpanan
yang memadai. Sarana yang tidak memadai menyebabkan penataan obat dalam
penyimpanan tidak teratur dan tidak mematuhi kaidah penyimpanan obat, sehingga
menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian
serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan obat-obatan
adalah 1). Memelihara mutu obat; 2). Menghindari penggunaan yang tidak
dan pengawasan. Sementara kegiatan penyimpanan obat meliputi 1). Pengaturan tata
ruang; b). Penyusunan stok obat; c). Pencatatan stok obat; d). Pengamatan mutu obat.
pengawasan obat-obatan, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik.
Penyusunan dilakukan dengan sistem First Expired First Out (FEFO) untuk masing-
masing obat, artinya obat yang lebih awal kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu
dari obat yang kadaluwarsa kemudian, dan First In First Out (FIFO) untuk masing-
dari obat yang datang kemudian. Hal ini sangat penting karena obat yang sudah terlalu
antibiotik mempunyai batas waktu pemakaian artinya batas waktu dimana obat mulai
pengamatan mutu obat secara berkala, setiap bulan. Hal ini penting untuk diketahui
substansi yang toksik. Sebagai contoh Tetrasiklin dari serbuk warna kuning dapat
bermutu, terjamin keabsahannya serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara
Polindes. Penyaluran obat juga dilakukan di bagian sub-sub puskesmas seperti, (UGD),
(Kemenkes, 2010)
persyaratan dan tujuan penggunaannya. Prinsip-prinsip Cara distriubsi obat yang baik
Dari hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dijelaskan
jumlah sisa obat yang belum terpakai dan jumlah obat yang telah terpakai.
Pendistribusian obat akan dilakukan apabila usulan obat yang dibutuhkan telah
yang diusulkan dan disampaikan langsung oleh Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota
Hasil dari pengkajian LPLPO Puskesmas tersebut akan dievaluasi kembali untuk
menentukan jumlah dan jenis obat yang akan di distribusikan ke Puskesmas. Setiap
jenis obat yang di evaluasi terlebih dahulu mempertimbangkan sisa pemakaian obat
melainkan pihak Puskesmas yang datang langsung menjemput obat yang telah disetujui
oleh Kepala Dinas Kesehatan. Penjemputan obat dilakukan oleh Petugas Pengelola
obat Puskesmas bersama dengan supir ambulans dalam kurun waktu tiga bulan sekali
(triwulan).
Obat yang sudah diterima akan dilakukan pemeriksaan ulang guna memastikan obat
yang diterima apakah sudah sesuai atau tidak dengan yang disetujui. Namun tidak
semua jenis obat diperiksa karena biasanya obat-obat yang didistribusikan sudah siap
di bungkus dengan kertas kardus atau bahan pembungkus lainnya. Kemudian apabila
obat sudah sampai di Puskesmas maka seluruh pustu, poskesdes dan polindes akan
kenyataannya pihak Puskesmas yang menjemput obat di Gudang farmasi. Masalah lain
adalah pemeriksaan obat tidak dilakukan secara teliti pada saat obat diserah terimakan
kepada petugas pengolala obat puskesmas. Hal ini berpotensi akan menimbulkan
masalah seperti jumlah obat yang tidak sesuai, fisik obat yang rusak dan kadarluasa.
dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan antara lain
3). Puskesmas Keliling; 4). Posyandu; 5). Polindes. Prioritas pendistribusian obat
Puskesmas menekankan kepada obat-obat yang esensial atau yang sering digunakan
oleh Pustu, poskesdes, dan Bides maupun ke pasien Puskesmas itu sendiri. Untuk obat-
penyalahgunaan.
Tujuan distribusi obat antara lain 1). Terlaksananya distribusi obat publik dan
perbekkes secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan; 2).
Kegiatan distribusi obat publik dan perbekkes terdiri dari 1). Kegiatan distribusi rutin
kesehatan; 2). Kegiatan distribusi khusus yang mencakup distribusi obat publik dan
jenis obat, sisa stok obat, pola penyakit, jumlah kunjungan di masing-masing sub unit
pelayanan kesehatan dengan menghitung stok optimum setiap jenis obat. Memeriksa
mutu dan kadaluarsa obat-obat dan alat bantu kesehatan yang didistribusi ke sub-unit
puskesmas dan rumah sakit yang ada di wilayah kerjanya sesuai dengan
c. Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obat yang akan dikirim, maka perlu
Supervisi berasal dari kata super (lebih tinggi) dan vision (melihat) sehingga
secara umum dapat diartikan sebagai mengawasi dari atas atau oleh atasan. Supervisi
dalam pengertian manajemen memiliki pengertian yang lebih luas, karena istilah
yang digunakan adalah mengawasi dan bukan melihat, ini bukan dilakukan secara
kebetulan. Mengawasi dalam arti bahasa Indonesia adalah mengamati dan menjaga jadi
secara terencana dari unit yang lebih tinggi terhadap pelaksanaan pengelolaan obat oleh
Pengamatan diarahkan untuk menjaga agar pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
Supervisi ditujukan untuk menjaga agar pekerjaan pengelolaan obat yang dilakukan
suatu kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang diamati. Hasil evaluasi dari
hasil supervisi dapat langsung dibahas dengan yang bersangkutan sehingga yang
Dari hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dijelaskan
APBD yang sedang berjalan. Karena untuk melakukan kegiatan supervisi dan evaluasi
dibutuhkan dana terutama untuk biaya perjalanan dinas pegawai. Kegiatan supervisi
dan evaluasi obat di Puskesmas dikoordinir oleh Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan.
supervisi dan evaluasi pengelolaan obat yaitu diawali dengan tahapan perencanaan
jadwal supervisi, berikut tahap persiapan formulir indikator dan LPLPO serta data-data
lain yang menyangkut dengan pengelolaan obat. Personil pelaksana kegiatan supervisi
supervisi akan dijadikan sebagai bahan laporan evaluasi kepada Kepala Dinas
Sementara dari hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Banda Sakti dan Kepala
Puskesmas Blang Cut menjelaskan bahwa kegiatan Supervisi dan eveluasi yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe masih belum maksimal. Tim
pengelola obat dan Kepala Puskesmas yang dilakukan diruangan Kepala Puskesmas.
Puskesmas sangat jarang dilakukan. Waktu yang dibutuhkan untuk supervisi tidak
terlalu lama, sehingga petugas pengelola obat tidak mempunyai kesempatan untuk
Dari hasil analisis wawancara tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan
supervisi dan evaluasi pengelolaan obat di Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe belum
berjalan efektif. Koordinasi antara lintas program masih kurang terjalin dengan baik,
demikian halnya juga dengan pembinaan pengelolaan obat ditingkat Puskesmas tidak
lanjut)
pengelola obat agar mutu pelayanan obat dapat ditingkatkan secara optimum.
1) Persiapan Supervisi
• LPLPO
• Formulir lain yang diperlukan termasuk check list kinerja petugas seperti
formulir bimtek
program
e. Pelaksanaan Supervisi
dengan cara :
• Pengamatan langsung.
Evaluasi adalah serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan memperoleh
informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan dampak serta
biayanya. Fokus utama dari evaluasi adalah mencapai perkiraan yang sistematis dari
dicapai.
Ada empat jenis evaluasi yang dibedakan atas interaksi dinamis diantara lingkungan
b. Evaluasi sumatif yang dilakukan pada akhir program. Evaluasi ini perlu
dari suatu program, agar diketemukan hal-hal yang tidak tampak dalam
pelaksanaan program.
jika kegiatan tertentu dilakukan oleh orang tertentu yang diputuskan dengan
Analisa dan evaluasi terhadap hasil-hasil monitoring ini perlu dilakukan untuk
kondisi yang diamati. Hasil evaluasi dari hasil supervisi dapat langsung dibahas
Dapatkan kesepakatan dan kemudian coba dibahas langkah-langkah apa yang akan
dapat dipergunakan untuk membantu yang bersangkutan untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
Proses evaluasi dapat dilihat sebagai 5 (lima) langkah model umpan balik, yang
pelaksanaan dan hasil mana yang akan dipantau dan dievaluasi. Proses dan hasil
merupakan suatu rincian dan tujuan yang strategis. Standar harus dapat
c. Pengukuran kinerja yang aktual yaitu dibuat pada waktu yang tepat.
berjalan
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
Tim perencanaan obat belum berjalan dengan efektif dan efisien. Pertemuan/Rapat
kerja penyusunan kebutuhan obat hanya satu kali setahun, kurangnya koordinasi tim
dengan tahapan perencanaan antara lain tahap pemilihan obat, tahap kompilasi dan
tahap penghitungan obat. Namun tidak semua berjalan dengan baik, diantaranya
sering terjadi keterlambatan dalam laporan data pemakaian obat (LPLPO), tidak
semua jenis obat dapat diakomodir oleh Dinas Kesehatan dan jumlahnya tidak
Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang perubahan keempat atas Peraturan Presiden No.
54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa Pemerintah, namun dalam
yang tidak dapat dipenuhi oleh rekanan disebabkan jenis obat tersebut tidak ada stok
belum mengikuti ketepatan waktu yang disepakati pada isi perjanjian kontrak.
Penerimaan dan pemeriksaan obat dilakukan pada saat kedatangan obat di Gudang
obat dari gudang farmasi kepada petugas obat puskesmas. Pada saat penerimaan
Lhokseumawe. Pengaturan tata ruang masih kurang baik dan masih terjadi
penumpukan obat. Masih terdapat obat kadaluwarsa dan beberapa jenis obat yang
prinsip FIFO dan FEFO. Pencatatan dan pelaporan belum lengkap sehingga tidak
dapat digunakan untuk pemantauan persediaan obat. Pengamanan mutu obat belum
baik. Masih terdapat jumlah dan jenis obat yang tidak sesuai permintaan Puskesmas.
dengan efektif dan efisien. Pembinaan dan Pelatihan pengelolaan obat di Puskesmas
dengan baik.
6.2 Saran
Dari kesimpulan penelitian di atas maka saran dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
dalam melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai perencana kebutuhan obat.
Farmasi (PBF) yang memiliki reputasi baik dalam pengadaan obat. Mampu
menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa kontrak. Dalam hal
obat tidak tersedia dalam e-kataloge, dapat melakukan pemesanan obat secara
langsung sesuai pedoman peraturan dan ketantuan yang berlaku. Diharapkan Dinkes
dapat membuat surat pernyataan PBF agar bersedia menyediakan obat yang bermutu
baik dan memiliki batas kadaluwarsa yang masih lama, minimal 24 bulan.
melakukan pencatatan secara rutin dari hari ke hari dan setiap terjadi mutasi obat
rutin, apabila ada obat yang rusak atau kadaluwarsa harus dilakukan pemisahan
obat-obatan.
5. Diharapkan kepada tim supervisi dan evaluasi pengelolaan obat untuk proaktif
secara rutin. Diharapkan kepada tim supervisi dan evaluasi dalam melaksanakan
ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., (2007). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Cetakan Kelima.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Apriyanti, Gandjar, Satibi. 2011. Evaluasi Pengadaan dan Ketersediaan Obat di RSUD
Hadji Boejasin Pelaihari Tahun 2006-2008, Tesis. Universitas Gadjah Mada,
Jogjakarta.
Bungin, B., 2010. Penelitian Kualitatif: Komunikasi. Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan
Ilmu Sosial Lainnya, Edisi pertama, Cetakan ke-2, Jakarta: Kencana.
Clark, M., 2012. Management Sciences for Health. MDS-3: Managing Access to
Medicines and Health Technologies, Arlington, VA: Management Science for
Health Drug Supply, Kumarian Press.
Depkes RI. 2002. Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan. 2nd ed. Ditjen Yanfar dan Alkes. Direktorat Bina Obat dan
Perbekalan Kesehatan. Jakarta.
_________. 2002. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ini
disusun untuk memberikan kejelasan bagi pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan di Propinsi/Kabupaten/Kota. Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2002. Jakarta.
Embrey, M., 2012. Management Sciences for Health. MDS-3: Managing Access to
Medicines and Health Technologies, Arlington, VA: Management Science for
Health Drug Supply, Kumarian Press.
Hasibuan, SP., 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Bumi Aksara.
Jakarta.
Olsen, C., 2012. Management Sciences for Health. MDS-3: Managing Access to
Medicines and Health Technologies, Arlington, VA: Management Science for
Health Drug Supply, Kumarian Press.
LKPP. 2015. Perka LKPP No. 14 Tahun 2015 tentang E-Purchasing. Jakarta.
Perpres RI. 2015. No. 4 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta.
Quick, DJ., 1997. Managing Drug Supply. 2nd ed. Management Sciences for Health.
Kumarian Press. USA.
Sallet, JP., 2012. Management Sciences for Health. MDS-3: Managing Access to
Medicines and Health Technologies, Arlington, VA: Management Science for
Health Drug Supply, Kumarian Press.
Terry and Leslie. 2010. (Penerjemah G.A. Ticoalu). Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta:
Bumi Aksara.
Triana, M., 2013. Evaluasi Perencanaan Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) di
Gudang Farmasi Kabupaten Gunung Mas Tahun 2012, Tesis. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Yogaswara. 2001. Tinjauan Pelaksanaan Penyimpanan dan Distribusi Obat di Sub Unit
Gudang Farmasi Rumah Sakit Haji Jakarta. Depok: FKM UI.
PANDUAN WAWANCARA
Nama :
Usia :
Pendidikan :
Jabatan :
Tanggung Jawab : Lama
Kerja :
PERTANYAAN
A. Perencanaan
1. Bagaimanakah Tahap Pemilihan atau Seleksi Kebutuhan Obat?
2. Bagaimanakah Tahap Kompilasi Pemakaian Obat?
3. Bagaimanakah Perhitungan Kebutuhan Obat?
4. Bagaimanakah Proyeksi Kebutuhan Obat?
B. Pengadaan
1. Bagaimanakah Cara Pemilihan Metode Pengadaan Obat?
2. Bagaimanakah Penentuan Waktu Pengadaan dan Kedatangan Obat?
3. Bagaimanakah Cara Penerimaan dan Pemeriksaan Obat?
C. Penyimpanan
1. Bagaimanakah Pengaturan Tata Ruang?
2. Bagaimanakah Penyusunan Stok Obat?
3. Bagaimanakah Pencatatan dan Pelaporan Stok Obat?
4. Bagaimanakah Pengamanan Mutu Obat?
D. Pendistribusian
1. Bagaimanakah Mekanisme Pendistribusian Obat?
2. Kemanakah Unit-unit Pendistribusian Obat?