Anda di halaman 1dari 31

Makalah Imunologi

Imunofarmakologi

Oleh :
Kelompok 8 (Imunologi D)

Rahmi Zufriani Harun 19330754


Juise Fennia Putri 20330710
Nanda Nurhayati 20330711
Novita Dian Pertiwi 20330721
Afriana Br Silaen 20330723
Nurul Fadhillah 20330725

Fakultas Farmasi
Institut Sains dan Teknologi Nasional
Jakarta
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya
tugas kelompok Makalah Imunologi dengan judul “Farmako Imunologi
(Imunofarmakologi)” yang diberikan oleh dosen mata kuliah Imunologi. dengan
tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Imunologi Penulisan
makalah ini tentu dari tidak terlepas bimbingan dan bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar - besarnya kepada
Dosen Pengajar selaku dosen mata kuliah Imunologi atas pengarahan dan
bimbingannya selama penulisan makalah ini, serta rekan-rekan Mahasiswa/i
Fakultas Farmasi Institut Sains danTeknologi Nasional. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan rekan-rekan sehingga dapat
dijadikan pedoman bagi penulis dalam penulisan makalah yang berikutnya.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaaat bagi kita semua dan khususnya
bagi penulis,Aamiin.

Jakarta, November 2020

Penulisi

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................1
1.3 Tujuan .......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................3
2.1 Pengertian Imunofarmakologi ...................................................................3
2.2 Imunorestorasi ...........................................................................................3
2.3 Replacement Therapy ................................................................................5
2.4 Imunostimulasi...........................................................................................8
2.5 Imunonutrien ........................................................................................... 13
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................ 25
BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 27
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dan hewan mempunyai sistem pelacakan dan penjagaan
terhadap benda asing yang dikenal dengan sistem imun. Sistem imun melindungi
tubuh terhadap penyebab penyakit pathogen seperti virus, bakteri, parasit, jamur.
Sistem imun terbagi menjadi dua yaitu imun non spesifik (innate immunity) atau
sistem alamiah dan imun spesifik atau system imun adaptif. Kedua sistem ini yang
melindungi tubuh dan mengeliminasi agen penyakit. Respon imun yang
diselenggarakan oleh system imun paling tidak memiliki 3 fungsi utama yaitu
untuk pertahanan tubuh, menjaga homeostasis dan melakukan surveilans atau
penjagaan.

Kajian imunologi diterima luas disemua cabang ilmu biologi, terutama


ilmu – ilmu bidang kesehatan, termasuk dibidang ilmu kefarmasian. Sebagai ilmu
alat, imunologi dapat membantu memecahkan kebuntuan yang terjadi pada
cabang ilmu lainnya. Imunologi telah dirasakan kemanfaatannya oleh para klinisi
ketika membantu menguraikan berbagai mekanisme patofisiologi dan
pathogenesis berbagai penyakit, termasuk penyakit yang jarang terjadi di
masyarakat dan penyakit autoimun, misalnya bagaimana mekanisme patofisiologi
asma alergi, rematoid arthritis dan sistik fibrosis dapat dijelaskan dengan mudah
dengan pendekatan imunologis. Dibidang penemuan obat baru, imunologi
bersama biologi molekuler merupakan salah satu ilmu yang memfasilitasi lahirnya
obat-obat baru kelompok obat biosimilar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari imunofarmakologi
2. Apa saja istilah penting pada kajian imunofarmakologi
3. Bagaimana menjelaskan kedudukan imunologi dan imunofarmakologi pada
kajian kefarmasian

1
2

4. Bagaiman menjelaskan perkembangan terkini imunofarmakologi dan


prospeknya untuk pengembangan teknologi terapi obat kedepan.

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari imunofarmakologi
2. Mengetahui istilah penting pada kajian imunofarmakologi
3. Mengetahui kedudukan imunologi dan imunofarmakologi pada kajian
kefarmasian
4. Menjelaskan perkembangan terkini imunofarmakologi dan prospeknya untuk
pengembangan teknologi terapi obat kedepan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Imunofarmakologi


Imunofarmakologi adalah bagian dari imunologi dan farmakologi,
memfokuskan obat-obatan yang mempengaruhi system imun, baik menekan,
mengaktifkan atau memanipulasi. Dasar Imunofarmakologi adalah system imun
sendiri yang sangat kompleks. Obat yang diharapkan dapat mengembalikan dan
memperbaikki system imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan
fungsinya yang berlebihan merupakan obat ideal. Obat-obat yang dapat
mengembalikan ketidakseimbangan system imun disebut imunomodulator. Obat
yang sekaligus memperbaikki fungsi komponen system imun yang satu
(imunostimulator) dan menekan fungsi komponen lain (imunosupresan), dewasa
ini belum ditemukan. Imunorestorasi dan munostimulasi disebut imunopotensiasi
atau upregulation, sedangkan imunosupresi disebut downregulation.

2.2 Imunorestorasi
Imunorestorasi adalah cara untuk mengembalikan fungsi system imun
yang terganggu dengan memberikaan berbagai komponennnya seperti
immunoglobulin dalam bentuk ISG, HSG, plasma, plasmafereses, leukoferesis,
transplantasi sumsum tulang, hati dan timus. Immunoglobulin dapat digunakan
sebagai imunorestorasi dan imunosupresi.

A. Immune Serum Globulin dan Hyperimmune serum Globulin


Immune Serum Globulin (ISG) dan Hyper Immune Serum Globulin
(HISG) adalah globulin imun dan hiperimun asal kumpulan darah yang
mengandung antibody yang pada keadaan normal ditemukan dalam darah orang
dewasa, digunakan dalam imunisasi pasif terhadap rubella, campak, hepatitis A
dan pengobatan hipogamaglobulinemia.
ISG dapat diberikan secara IV dengan aman. Efek sampingnya berupa
menggigil, mual, muntah, pusing, dan sakit otot yang ringan yang dapat

3
4

dihilangkan dengan menghentikan atau memperlambat pemberiannya. Reaksi


anafilaksis timbul bila terbentuk kompleks imun yang terdiri dari anti-IgA yang
dibentuk resipien yang defisen IgA terhadap IgA yang berasal dari preparat ISG.
Kompleks tersebut dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik atau
alternatif. Antibody dapat dibentuk terhadap β-lipoprotein yang berada dalam
ISG.

B. Plasma
Infus plasma segar sudah diberikan sejak tahun 1960 dalam usaha
memperbaikki system imun. Keuntungannya adalah karena semua jenis
immunoglobulin dapat diberikan dalam jumlah besar tanpa menimbulkan rasa
sakit. Efek samping yang terjadi ialah penularan virus dan reaksi anafilaksis.
Antigen memacu produksi berbagai antibody, masing-masing dengan spesiditas
sendiri. Valensi antigen adalah sama dengan jumlah tota epitope yang dimiliki
antigen.

C. Plasmaferis
Plasmaferesis adalah terapi diluar tubuh. Komponen darah dipisahkan,
diterapi dan selanjutnya dimasukkan kembali kedalam tubuh. Exchange plasma
adalah prosedur yang memisahkan darah berdasarkan komponennya (sel darah
putih, sel darah merah, trombosit dan plasma). Selanjutnya plasma dikeluarkan
dan diganti dengan substitute plasma. Perbaikan pada plasmaferesis disebabkan
karena plasma yang dipisahkan mengandung banyak antibody yang dapat merusak
jaringan atau sel misalnya pada :
 Miastenia gravis : antibody terhadap reseptor asetilkolin
 Sindrom Goodpasture: AA terhadap membrane basal glomerulus ginjal
 Anemia hemolitik autoimun
Plasmaferesis pada keadaan tersebut hanya memberikan perbaikan
sementara, oleh karena pembentukan antibody berjalan terus. Plasmaferesis dapat
dilakukan pada pengobatan hiperviskositas dalam keasaan darurat.
5

Tabel 1. Efek plasmaferesis terhadap berbagai penyakit


Sistem Penyakit Keuntungan/indikasi
Ginjal Sindrom Goodpasture Pengobatan pilihan pada
Glomerulonefritis progresif kasus berat
cepat
LES
Penyakit saraf Miastenia gravis Hanya pada kasus berat
Sindrom Guillan Barre Efek sama dengan IGIV
Penyakit hematologis Isoimunisasi pada kehamilan Ya
Purpura trombositopenia Tidak
trombotik
Penyakit Makroglobulinemia
limfoproliferatif Waldenstrom
Mieloma Ya-untuk hiperviskositas
Penyakit aglutinin dingin
Krioglobulinemia

D. Leukoferesis
Pemisahan leukosit secara selektif dari penderita telah dilakukan dalam
usaha terapi pada AR yang tidak memberikan respons bdengan cara-cara yang
sudah ada.

2.3 Replacement Therapy


Replacement therapy merupakan prosedur medis sebagai pemberian
suplemen atau substitute untuk suatu bahan yang diperlukan tubuh. Contohnya
adalah pemberian insulin pada diabetes juvenile, tiroksin pada miksedema primer,
vitamin B12 pada anemia persisiosa, antikolinesterase pada miastenia gravis dan
anti-tiroid pada penyakit Graves. Von Behring dan Kitasato telah memberikan
antibody sebagai tindakan profilaksis dan pengobatan infeksi tetanus dan difter
pada tahun 1890.

A. Imunoglobulin intravena
Imunoglobulin intravens (IGIV) diberikan sebagai plasma protein dalam
replacement therapy IgG pada penderitaa dengan kemampuan produksi antibody
yang menurun atau tidak ada. Hal itu dimaksudkan untuk mempertahankan kadar
6

antibody yang adekuat ntuk mencegah infeksi dan pada defisiensi imun
primer,sekunder, dan penyakit AI.
Tabel 2. Terapi pengganti untuk beberapa defisiensi imun primer dan sekunder
Jenis defisiensi Terapi pengganti
Antibodi Imunoglobulin (IV,SK)
a1- antitripsin a1- antitrypsin
Komplemen Inhibitor C1-esterase
Fresh Frozen Plasma (inaktivasi virus)
Imunitas selular Transplantasi sumsum tulang (transplan sel induk)
Transplantasi darah umbilikus
Transplan timus
SCID Transplantasi sumsum tulang (sel induk)
Transplantasi darah umbilikus
Transplan timus
Terapi gen
Sel darah merah
PEGylated-ADA
Imunoglobulin (IV,SC)
Sitokin (IL-2,IFN-)
Defek fagosit Transplantasi sumsum tulang (sel induk)
Transplantasi darah umbilikus
Transfusi granulosit
Sitokin (G-CSF, GM-CSF, IL-3)

IGIV hanya terdiri atas IgG dan jaringan perifer yang dilindungi IgA
seperti mata, paru, saluran cerna dan kemih tidak seluruhnya dilindungi IGIV.
Efek samping dapat berupa anafilaksis terutama pada penderita dengan defisiensi
IgA. Bila terjadi efek samping, dosis IGIV diturunkan. Pemberiannya kepada
penderita dengan DM perlu dipertimbangkan oleh karena beberapa IGIV
diperoleh dalam kadar sukrosa dan maltose yang tinggi. IGIV dapat diberikan
kepada wanita hamil dan keguguran karena sebab yang tidak jelas, efeknya masih
kontroversial. Mekanisme bagaimana IGIV menekan inflamasi belum jelas benar.
Diduga ada berbagai mekanisme IGIV.

Tabel 3.Mekanisme dan kegunaan IGIV


Mencegah FcR
Membentuk kompleks imun, selanjutnya berinteraksi dengan FcR pada SD,
sehingga dapat mencegah inflamasi, mengurangi derajat berat penyakit autoimun
(AR,LES, sclerosis multiple, miastenia gravis, pempfigus, polimiositis,
dermatomiositis, granulomatosis Wegener, sindrom Churg-Strauss, polineuropati
7

dan inflamasi kronis polineuropati dengan demielinisasi.


Antibodi dalam jumlah besar merangsang sistem komplemen pejamu,
mempercepat eliminasi semua antibodi, termasuk yang berbahaya.
Mencegah reseptor IG pada sel sistem imun (makrofag) sehingga menurunkan
kerusakan sel atau regulasi fagositosis makrofag.
Bereaksi dengan sejumlah reseptor membran pada sel T, sel B dan manosit yang
berperan pada autoreaktivitas dan menginduksi toleransi terhadap jaringan sendiri.
Menurunkan kapasitas sel T, produksi TNF, IL-10, sehingga menurunkan
inflamasi SSP
Dapat digunakan pada penyakit Kawaski dan HIV pada anak.

Dosis yang diberikan adalah 100-400 mg/kg BB setiap 3-4 minggu pada
disfungsi imun primer. Pada penyakit saraf dan autoimun, diberikan 2 gram/kg
BB yang diberikan dalam jangka waktu 5 hari/bulan selama 3-6 bulan.
Pengobatan perawatan adalah 100-400 mg/kg setiap 3-4 minggu.
IGIV dapat menimbulkan berbagai efek samping seperti sakit kepala,
dermatitis (kulit telapak tangan dan kaki mengelupas), infeksi (HIV dan hepatitis
virus asal produk terkontaminasi), edem paru akibat cairan berlebihan dan tekanan
onkotik koloid tinggi IGIV, alergi/anafilaksis, kerusakan jaringan direk
(hepatitis)yang ditimbulkan antibody yang terkandung dalam IGIV, gagal ginjal
akut, thrombosis vena dan meningitis aseptik.

Tabel 4.IGIV dalam terapi imunomodulasi


Efikasi + pada studi random Trombositopeni imun
Sindrom Guillain-Barre
Polineuropati inflamasi kronis demielinisasi
Penyakit Kawasaki
Dermatomiositis
Sindrom miastenia Lambert Eaton
Neuropati multifokal
Tidak efektif Sindrom fatig kronis (fatig pasca virus)
AR
AR juvenil
Menjanjikan pada studi open Vaskulitis sistemik
trial/jumlah sedikit Asma steroid dependen
Koagulopati yang diinduksi antibodi anti-
faktor VIII
Miastenia gravis dalam krisis
Epilepsi intraktabel
8

B. Imunoglobulin Intramuskular
Imunoglobulin Intramuskular merupakan immunoglobulin yang dapat
diberikan satu kali seminggu sehingga tidak memerlukan pemberian infus di rmah
sakit. Reaksi yang tidak diinginkan terjadi pada 20% penderita.
C. Imunoglobulin Subkutan
Imunoglobulin subkutan (IGSK) juga dapat diberikan subkutan. IGSK
menggunakan larutan 16% immunoglobulin.
D. Bahan lain
Bahan lain yang dapat diberikan sebagai replacement diantaranya :
 Inhibitor C1-esterase untuk defisiensi inhibitor C1 esterase
 α 1-antitripsin untuk defisiensi α1-anti-tripsin

2.4 Imunostimulasi
Imunostimulasi atau imunopotensiasi adalah cara memperbaiki fungsi
sistem imun dengan menggunakan imunostimulan, bahan yang merangsang
sistem imun.
Tabel 5.Bahan imunostimulan atau imunopotensiasi
A. Biologis B.Sintetik
1. Hormon timus 1. Levamisol
2. Limfokin 2. Isoprinosin
3. Interferon 3. MDP
4. Antibodi monoklonal 4. BRM
5. Transfer Factor/ ekstrak leukosit 5. Hidroksiklorokin
6. Sel LAK 6. Arginin
7. Asal bakteri 7. Antioksidan
8. Asal jamur 8. Bahan-bahan lain

A. Biologis
1. Hormon Timus
Sel epitel timus memproduksi beberapa jenis hormon yang berfungsi
dalam pematangan sel T dan modulasi fungsi sel T yang sudah matang. Hormon
timus ditemukan dalam darah dan kadarnya menurun pada berbagai penyakit
imun, usia lanjut atau bila timus diangkat. Ada empat jenis hormon timus, yaitu
9

timosin alfa, timostimulin, timopoetin dan faktor humoral timus. Keempat jenis
hormon tersebut dapat diperoleh dari sapi dan telah dapat disintesis dengan
rekayasa genetik. Semuanya dapat memperbaiki fungsi sistem imun
(imunostimulasi nonspesifik) pada usia lanjut, kanker, autoimunitas dan pada
imunosupresi sistem imun akibat pengobatan. Hormon-hormon tersebut
meningkatkan jumlah, fungsi dan reseptor sel T dan beberapa aspek imunitas
selular. Efek sampingnya dapat berupa reaksi alergi lokal atau sistemik
2. Limfokin
Limfokin atau interleukin atau sitokin diproduksi limfosit yang
diaktifkan dan memiliki peran penting dalam respons imun selular Contohnya
ialah MAF MGF, T-cellGF atau IL-2, CSF dan IFN-Y Beberapa jenis limfokin
seperti IL-2 dan TNF yang diproduksi makrofag telah dapat disintesis
denganrekayasa genetik dan dapat menyembuhkan beberapa tumor pada tikus
Gangguan sintesis IL-2 ditemukan pada kanker,penderita AIDS, usia lanjut dan
autoimunitas.
3. Interferon
Ada tiga jenis IFN yaitu IFN-a, INF-B danINF-Y. INF-a diproduksi
leukosit, IFN-B oleh sel fibroblas yang bukan limfosit dan IFN-Y atau interferon
imun oleh sel T yang diaktifkan Semua jenis IFN dapat menghambat replikasi
virus DNA dan RNA, sel normal, sel ganas serta memodulasi sistem
imunInterferon dalam dosis tinggi dapat manghambat proliferasi sel B dan sel T
sehingga menurunkan respons imun selular dan humoral. Pada dosis rendah,
interferon merangsang sistem imun dengan meningkatkan aktivitas sel NK,
makrofag, sel T dan mengatur produksi antibodi. Efek samping pemberian IFN
adalah sindrom flu (merlang, malaise dan mialgia), emesis, diare, leukopeni,
trombositopeni dan aritmia.
4. Antibodi monoklonal
Antibodi monoklonal diperoleh dari fusi dua sel, satu sel yang dapat
membentuk antibodi dan sel lain yang dapat hidup terus menerus dalam biakan
sehingga antibodi dapat diproduksi dalam jumlah yang besar. Antibodi
monoklonal dapat mengikat komplemen, membunuh sel tumor manusia dan tikus
in vivo. Interaksi antara antibodi monoklomal dan CLTA-4 menghambat sinyal
10

inhibitor sehingga meningkatkan aktivasi sel T yang juga memacu respons anti
tumor.
5. Transfer Faktor/ ekstrak leukosit
Berbagai ekstrak leukosit yaitu Dialysed Leukocyte Extract dan Transfer
Factor (TF) telah digunakan dalam imunostimulasic pada penyakit-penyakit
sebagai berikut
 kandidiasis mukokutan kronik
 koksidiodomikosis
 lepra lepromatosa
 tuberkulosis
 vaksinia gangrenosa (melalui transfuse leukosit)
6. Lymphokine-Activated Killer cells
Lymphokine-Activated Killer cells adalah sel T sitotoksik syngeneic yang
dihasilkan in vitro dengan menambahkan sitokin seperti IL-2 ke sel-sel seseorang
yang kemudian dunfuskan kembali Prosedur tersebut merupakan imunoterapi
terhadap keganasan
7. Bahan asal bakteri
a. Bacitlus Calmette Guerin (BCG) adalah Mikobakterium bovis hidup yang
dilemahkan dan dapat mengaktifkan sel T memperbaiki produksi
limfokin dan mengaktitkan sel NK BCG digunakan sebagai profilaksis
pada tumor rekuren seperti karsinoma kandung kencing yang merupakan
tumor tersering ke-6 BCG tidak diberikan bila ada defisiensi imun atau
tuberkulosis
b. Korinebakterium parvum.
Kuman korinebakterium parvum yang digunakan sebagai imunostimulan
mempunyai sifat mirip dengan BCG, digunakan sebagai imunostimulator
non spesifik pada keganasan. Efek sampingnya berupa pusing, panas dan
muntah.
c. Klebsiela dan brusela
Bahan asal kuman Klebsiela dan brusela yang diduga mempunyai efek
yang sama seperti BCG telah pula dihasilkan
d. Bordetela pertusis
11

B pertusis penyebab batuk rejan, memproduksi LPF yang merupakan


mitogen untuk sel T dan imunostimulan.
e. Endotoksin
Endotoksin atau LPS adalah komponen dinding bakteri negatif-Gram
seperti E.koli, sigela dan salmonela yang dapat merangsang proliferasi
sel B dan sel T serta mengaktifkan makrofag. Keterbatasan
penggunaannya disebabkan karena sifatnya yang imunogenik dan
pirogenik
8. Bahan asal jamur
Berbagai bahan seperti lentinan, krestin, glukan dan schizophyllan telah
dapat dihasilkan dari jamur Bahan-bahan tersebut dapat meningkatkan fungsi
makrofag Dua preparat di antaranya yaitu krestin dan lentinan telah banyak
digunakan dalam pengobatan kanker sebagai imunostimulan nonspesifik.

B. Sintetik
1. Levamisol
Levamisol adalah derivat tetramizol, obat cacing yang dapat
meningkatkan proliferasi dan sitotoksisitas sel T dan mengembalikan anergi pada
beberapa penderita dengan kanker (imunostimulasi nonspesifik). Anergi ternyata
berhubungan dengan prognosis. Levamisol dapat meningkatkan efek antigen,
mitogen, limfokin dan faktor kemotaktik untuk merangsang limfosit granulosit
dan makrofag.Levamisol telah pula digunakan dalam penanggulangan artritis
reumatoid penyakit virus dan LES Levamisol meningkatkan efek fluorourasil
sebagai ajuvan pada terapi pasca reseksi kanker kolon. Efek sampingnya berupa
mual, muntah, urtikaria dan agranulositosis sehingga pemberiannya harus
dihentikan.
2. Metisoprinol
Isoprinosin (ISO) adalah bahan sintetis yang mempunyai sifat antivirus
dan meningkatkan proliferasi dan toksisitas sel T seperti halnya dengan levamisol.
ISO diduga membantu produksi limfokin (IL-2) yang berperan pada diferensiasi
limfosit, makrofag dan peningkatan fungsi sel NK. Efek samping yang kadang-
kadang ditemukan berupa peningkatan kadar asam urat plasma
12

3. Muramil Dipeptida
Muramil dipeptida (MDP) adalah komponen aktif terkecil dari dinding
sel mikobakteri yang telah dapat disintesis dan pada pemberian oral dapat
meningkatkan sekresi enzim dan monokin Efeknya adalah langsung yang tidak
memerlukan limfokin atau pengaruh lain. Bila diberikan bersama minyak dan
antigen, MDP dapat meningkatkan baik respons selular maupun humoral MDP
dapat diberikan dengan vaksin pada pengobatan tumor untuk mencegah rekurens
tumor dan infeksi
4. Blologic Response Modifier
BiologicResponse Modifier (BRM) merupakan molekul dengan
spektrum luas yang dapat meningkatkan fungsi sistem imun pejamu misalnya
sitokin, IFN, CSF, TNF, GF untuk limfosit B, limfotoksin, MAF dan factor
kemotaktik, OAF dan sebagainya. Terapi biologik atau bioterapi menggunakan
BRM untuk merangsang pemulhan kemampuan sistem imun dalam
menyingkirkan penyakit
dan atau infeksi
5. Arginin
Arginin adalah asam amino yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan nitrogen dan menunjukkan fungsi imunomodulasi Pemberian
arginin pada hewan percobaan dapat meningkatkan ukuran timus jumlah bifosit
dan respons mitogenik limfosit terhadap mitogen dan antigen, serta sintesis IL-2
dan melindungi involusi timus akibat trauma dan gangguan fungsi sel T
meningkatkan reaksi hipersensitivitas lambat dan respons imun antitumor Arginin
adalah esensial untuk timosin Timopentin dan tuftsin menunjukkan efek terhadap
berbagai sel dan molekul sistem imun.
6. Antioksidan
Anti oksidan adalah molekul yang menghambat oksidasi molekul lain,
merupakan reaksi kimiawi yang mentransfer elektron atau hidrogen dari satu
bahan ke bahan lain dan yang mongoksidasi. Reaksi oksidasi menimbulkan
radikal bebas yang dapat merusak atau mematikan sel. Antioksidan mengakhiri
rantai reaksi ini dengan mengeluarkan radikal bebas intermediat dan mencegah
reaksi oksidasi yang lain Meskipun reaksi oksidasi diperlukan untuk kehidupan
13

namun juga dapat bersifat destruktif. Ambang antoksidan yang kurang dapat
menyebabkan stres oksidatif, merusak atau membunuh sel.

2.5 Imunonutrien
Nutrisi buruk untuk jangka waktu lama dapat menghilangkan sel lemak
yang biasanya melepas hormon Spotin yang merangsang sistem imun Nutrisi
buruk dapat menimbulkan defisiensi imun ringan yang disertai dengan kadar
leptin rendah Anak dengan malnutrisi protein/kalori menunjukkan atrofi timus
dan jaringan limfoid sekunder, depresi respons sel T terhadap mitogen dan sel
alogeneik pengurangan sekresi limfokin, gangguan respons terhadap uji kulit
hipersensitivitas tipe lambat dan antigen lingkungan seperti PPD dan kandida
Kerentanan yang meningkat terhadap infeksi pada malnutrisi sering membaik
setelah diberikan diet yang cukup.
Mikronutrien adalah trace mineral dan vitamin yang diperlukan sebagai
nuthen esensial bagi organisme Trace mineral disebut juga trace elemont. Asupan
vitamin yang adekuat dan trace element diperlukan sistem imun agar dapat
berfungsi efisien. Defisiensi mikronutrien ini dapat mengganggu respons sistem
imun nonspesifik dan spesifik dan menimbulkan disregulasi keseimbangan
respons imun. Hal tersebut dapat menimbulkan kerentanan terhadap infeksi yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Infeksi sendiri meningkatkan defisiensi
mikronutrien oleh karena asupan yang kurang. Penggunaan dan perubahan jalur
mekanismenya juga akan meningkatkan kehilangan bahan ini. Asupan yang
kurang terjadi pada individu dengan penyakit gangguan makan, perokok dan
penyakit tertentu, selama hamil, menyusui dan pada usia lanjut.

A. Vitamin (mikronutrien)
Vitamin antioksidan (CE) dan trace element seperti selenium, tembaga
(Cu) dan seng (Zn) dapat melindungi jaringan dari kerusakan oleh oksigen reaktif
melalui regulasi faktor transkripsi dan produksi sitokin dan PG Intake vitamin B6,
folat, B12, C, E, selenium, tembaga, seng dan besi (Fe) memacu respons yang
terjadi melalui sitokin Th1 dan pencegahan pengalihan Th1 ke Th2. Hal ini
meningkatkan respons imun nonspesifik. Pada umumnya intake vitamin-vitamin
14

dan mineral yang inadekuat dapat menurunkan fungsi system imun yang akhirnya
menimbulkan predisposisi infeksi dan malnutrisi. Pada umumnya suplementasi
imun dapat mengembalikan status defisiensi sistem imun. Pandangan sekarang
mengenai efek vitamin-vitamin serta mineral terhadap sistem imun terlihat pada
tabel 6,7, dan 8.
Tabel 6.Peran vitamin yang larut dalam air terhadap sistem imun
Vitamin Peran pada sistem Efek defisiensi dan Suplementasi
imun
B6 Intake adekuat Suplementasi mengembalikan respons
mempertahankan imun. Pemberian IV dosis tinggi
respons Th1 bermanfaat pada pengobatan penderita
dengan autoimunitas dan HIV
Folat Mempertahankan Suplementasi pada usia lanjut
imunitas nonspesifik memperbaiki fungsi sistem imun pada
(aktivitas sel NK) umumnya.
Pemberian dosis sangat tinggi dapat
menimbulkan gangguan sitotoksisitas sel
NK.
B12 Sebagai Defisiensi vitamin B12 menimbulkan
imunomodulator pada perbandingan abnormal tinggi dari
imuntas selular (NK, CD4+/CD8+, menekan aktivitas sel NK,
CD8+ dan limfosit T) yang dapat dikembalikan dengan
pemberian vitamin B12 per injeksi.
C Peran dalam Mengganggu fungsi leukosit, menurunan
antimikrobial dan aktivitas sel NK dan proliferasi limfosit.
aktivitas sel NK, Kadar vitamin C rendah pada usia lanjut
proliferasi limfosit, dapat digunakan sebagai nilai prediksi
kemotaksis dan respons terjadinya penyakit dan mortalitas
DTH kardiovaskular.
Suplementasi memperbaiki aktivitas
antimikrobial dan sel NK, kemotaksis,
proliferasi limfosit dan respons DTH
(Th1)

Tabel 7.Peran vitamin yang larut dalam lemak terhadap sistem imun
Vit Peran dalam sistem imun Efek defisiensi dan suplementasi
A Peran dalam respons antibodi Suplementasi :
dan selular, respons Menurunan IFN-, TNF-α; meningkatkan
antiinflamasi Th2. sekresi IL-4, IL-5, IL-10 dan respons
Defisiensi mengganggu antibody terhadap vaksin (Th2) intake yang
imunitas nonspesifik berlebihan menekan fungsi sel T dan
(regenerasi sawar epitel yang kerentanan terhadap patogen.
15

rusak oleh inflamasi)


D Peran dalam proliferasi dan Defisiensi berhubungan dengan kerentanan
diferensiasi sel. terhadap infeksi yang meningkat oleh
Semua sel sistem imun gangguan imunitas nonspesifik dan DTH.
kecuali sel B Suplementasi dengan diet tinggi kalsium
mengekspresikan reseptor vit mencegah efek penyakit progresif (menekan
D. respons Th1 meningkatkan respons Th2)
Meningkatkan imunitas
nonspesifik (diferensiasi
monosit ke makrofag)
E Antioksidan terpenting yang Defisiensi vit E kadang mengganggu fungsi
larut dalam lemak, produksi sel T dan DTH.
terhadap membrane lipid dari Suplementasi pada individu sehat
kerusakan oksidatif. meningkatkan poliferasi sel T, perbaikan
Produksi faktor supresif imun CD4+/CD8+ dan stress oksidatif yang
yang menurun (PEG2 dalam menurun
makrofag) mengoptimalkan Suplementasi pada usia lanjut memperbaiki
dan meningkatkan respons fungsi sistem imun pada umumnya
imun (Th1) Disregulasi respons imun pada usia lanjut
disertai dengan kerentanan yang meningkat
terhadap infeksi dan mungkin keganasan

Tabel 8.Peran beberapa trace element terhadap sistem imun


Peran Efek defisiensi dan suplementasi
Selenium Esensial untuk respons Defisiensi menimbulkan virus bermutasi
imun optimal (spesifik menjadi lebih virulen
dan nonspesifik) Suplementasi pada usia lanjut yang
berhubungan dengan defek proliferasi sel
(sel NK dan aktivitas sitotoksik)
mencegah peningkatan kerentanan
terhadap inflamasi dan keganasan.
Seng (Zn) Esensial untuk Defisiensi meningkatkan stress oksidatif
proliferasi sel terutama dan kerentanan terhadap kerusakan
sel sistem imun oksidatif DNA meningkat, menurunkan
(spesifik dan keseimbangan dengan menekan respons
nonspesifik) imun Th1 (penurunan IFN- DAN il-2,
gangguan aktivitas sel NK, penurunan
fungsi makrofag, penurunan aktivitas Tc,
DTH) sedang respons Th2 tidak
terganggu
Meningatkan kerentanan terhadap infeksi
terutama pada anak
Suplementasi pada usia lanjut
memperbaiki sistem imun yang
terganggu
Suplementasi dengan dosis tinggi (lebih
16

dari 100 mg/hari) menekan produksi


IFN- dan fungsi sel T
Tembaga Peran dalam enzim Intake yang hampir cukup menurunkan
(Cu) kunci dalam pertahanan proliferasi sel T dan meningkatkan sel B
terhadap ROS dan dalam sirkulasi, tetapi tidak ada efek
mempertahankan terhadap kadar IL-2R pada neutrofil,
keseimbangan anti aktivitas sel NK
oksidan intraselular Tidak ada peningkatan insidens infeksi
Suplementasi (7mg/hari) pada usia lanjut
menurunkan presentase neutrofil dalam
sirkulasi, IL-2R dalam serum dan
antibodi terhadap influenza dan
meningkatkan respons inflamasi rata-rata
(IL-6)
Besi (Fe) Esensial untuk Defisiensi menurunkan sekresi sitokin
difeensiasi, (IFN-, TNF-α, IL-2) dan menurunkan
pertumbuhan sel, aktivitas sel NK, proliferasi sel T,
komponen enzim yang respons DTH, mengganggu aktivitas
diperlukan untuk fungsi bakterisidal makrofag, menurunkan
sel imun (dalam sintesis rasion CD4+/CD8+ dengan ekspansi
DNA) CD8+ dan sedikit peningkatan IL-10
Terlibat dalam regulasi yang menunjukkan adanya defisiensi
produksi dan efek nonspesifik dan spesifik (menekan
sitokin. respons Th1), penurunan Th2 yang
terbatas.
Th1 lebih sensitive terhadap defisiensi
dibanding Th2 karena ekspresi reseptor
transferrin yang lebih rendah dan
persediaan besi yang sedikit lebih kurang
Defisiensi menguntungkan untuk
melawan infeksi karenanya Fe mungkin
berbahaya bila diberikan selama infeksi
atau ada keganasan. Hanya sedikit bukti
bahwa suplementasi besi oral pada
subyek defisiensi mencegah respons
imun atau meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi terbanyak. Mungkin
kekecualian HIV, malaria dan
pneumonia
Defisiensi tidak mempengaruhi imunitas
sel B
Kelebihan Fe dapat menekan fungsi
imun (Th1) dengan mencegah aktivitas
sitokin regulatori (IFN-, IL-2, IL-12)
yang menimbulkan pengalihan ke rasio
CD4+/CD8+ dengan ekspansi CD8+ ,
penurunan aktivitas sel NK yang
meningkatkan kerentanan terhadap
17

infeksi
Kelebihan Fe tidak mengganggu aktivitas
sel B. Menarik Fe dengan kelasi pada
penderita dengan kelebihan besi
meningkatkan respons Th1.

1. Vitamin A
Vitamin A berperan dalam sistem imun humoral dan selular dan memacu
Th2 yang memproduksi sitokin dengan profil antiinflamasi. Defisiensi vitamin A
menganggu baik system imun nonspesifik (regenerasi mukosa epitel) dan spesifik
terhadap infeksi yang menimbulkan gangguan kemampuan untuk melawan
pathogen ekstraselular.
Vitamin A berperan dalam regulasi fungsi imun, nonspesifik dan respons
selular dan humoral. Defisiensi vitamin A pada anak cenderung menigkatkan
risiko terjadinya penyakit saluran nafas dan peningkatan derajat penyakit diare.
Pemberian vitamin A bersama Zn meningkatkan risiko penyakit diare dan infeksi
saluran napas pada anak usia 6-15 bulan. Defisiensi vitamin A disertai oxidative
burst makrofag selama inflamasi dan penurunan jumlah dan aktivitas sel NK.
Vitamin A berperan dalam perkembangan dan diferensiasi subset Th1 dan Th2,
mempertahankan antibodi normal atas pengaruh Th2 yang menekan produksi IL-
12, TNF-α, dan IFN- oleh Th1.

2. Vitamin D
Vitamin D sudah diketahui berperan dalam metabolism kalsium dan
tulang. Penelitian terakhir menunjukkan peran vitamin D terhadap jaringan tubuh
lainnya terutama sel imun. Vitamin D bekerja dengan sistem imun dalam
mengatur sel imun yang menimbulkan inflamasi, memproduksi protein anti-
inflamasi dan sitokin.
Berbagai studi menunjukkan bahwa vitamin D berhubungan dengan
aktivitas penyakit, ambang sitokin inflamasi dan kehiangan tulang pada penderita
dengan artitis reumatik. Kekurangan vitamin D berhubungan dengan kerentanan
yang meningkat terhadap infeksi kronis dan penyakit Al. vitamin D merupakan
imunomodulator berbagai sel imun seperti sel monosit, makrofag, dendritic, se T,
18

sel B sehingga dapat memodulasi baik sistem imun nonspesifik dan spesifik.
Dengan kata lain, vitamin D berperan dalam mempertahankan homeostasis.
Studi yang memberikan 50 µg vitamin D/hari (2000 IU) selama 9 bulan
menunjukkan efek terhadap kadar sitokin inflamasi pada pria dengan gagal
jantung. Kadar serum TNF-α (proinflamasi) menurun dengan pemberian vitamin
D dan kadar IL-10 (antiinflamasi) meningkat 43% dibanding dengan placebo. Sel
dendritic dalam istirahat dan vitamin D dapat merangsang produksi sel Treg dari
prekusornya. Peningkatan kecepatan produksi sel efektor T dikontrol oleh sel Treg
bersama vitamin D. Banyak ahli mengatakan 2000 IU vitamin D adalah optimal
untuk mencegah penyakit autoimun, IL-17 dan IL-23 merupakan sitokin yang
terlibat dalam proses inflamasi pada penyakit Al. peningkatan sitokin-sitokin
tersebut berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit artritis rheumatoid.
Vitamin D berhubungan secara negative yang bermakna dengan kadar IL-17 dan
IL-23.

3. Vitamin B6
Peningkatan vitamin B6 terhadap proliferasi limfosit dan kadar IL-2 telah
diteliti pada wanita yang mengkonsumsi diet tetap yang mengandung 1 mg
vitamin B6/hari untuk 7 hari yang diteruskan dengan 3×14 hari periode intake
vitamin 1 mg, 5 mg, 2.1 mg dan 2.7 mg vitamin B6/hari. Proliferasi limfosit
sebagai respons terhadap PHA meningkat bermakna 35% oleh intake 2.1 mg/hari
dibanding dengan 1.5 mg/hari. Dengan intake lebih tinggi tidak ditemukan
peningkatan lagi. Kesimpulan studi adalah bahwa vtamin B6 meningkatkan
proliferasi limfosit.

4. Asam Folat
Studi aktivitas sel NK dilakukan pada 60 individu sehat, usia > 70 tahun,
yang disamping diet teratur, mendapat formula nutrisi khusus selama 4 bulan
antara lain 400 µg asam folat, 120 U vitamin E dan 3.8 µg vitamin B21.
Sitotoksisitas sel NK meningkat pada individu yang tidak mendapat suplemen.
Kesimpulan adalah bahwa suplemen nutrisi folat meningkatkan imunitas
nonspesifik dan dapat memberikan proteksi terhadap infeksi pada usia lanjut.
19

5. Vitamin B12
Vitamin B12 telah diteliti pada usia lanjut (36-83 tahun) dengan anemia
pernisiosa atau anemia megaloblastik pasca gastrektomi dengan penurunan jumlah
limfosit CD8 dan sebagian CD4 dan aktivitas sel NK. Suntikan vitamin B12, 500
µg/hari selama 2 minggu menurunkan perbandingan CD4+/CD8+ menjadi sama
dengan yang ditemukan pada kontrol. Aktivitas sel NK yang menurun dapat
dikembalikan, tetapi tidak sampai seperti yang ditemukan pada control.
Kesimpulan adalah bahwa vitamin B12 bekerja sebagai imunomodulator terhadap
imunitas selular terutama sel CD8+ dan sel NK.

6. Vitamin C
Vitamin C merupakan stimulant fungsi leukosit terutama migrasi
neutrophil dan monosit. Pemberian suplementasi pada orang dewasa (1-3g/hari)
dan pada anak (20 mg/kg/BB/hari) meningkatkan kemotaksis neutrophil.
Pemberian vitamin C juga memperbaiki beberapa komponen respons imun seperti
sel NK, proliferasi limfosit, kemotaksis dan respons DTH. Intake vitamin C dan
seng yang adekuat adalah esensial untuk kesehatan. Nutrient tersebut berinteraksi
dengan sistem imun melalui bantuan respons imun dan memberikan proteksi
antioksidan yang diproduksi endogen terhadap spesies oksigen reaktif yang
dibentuk endogen dalam respons inflamasi.
Tabel 9.Peran vitamin C dan Zn dalam pertahanan tubuh
Pertahanan Vitamin C Seng
Sawar kulit dan Sintesis kolagen Proliferasi sel
mukosa (meningkatkan kekuatan) (mempertahankan tebal)
Neutrofil dan Memperbaiki motilitas dan
makrofag kemotaksis
Meningkatkan membunuh
Perbaikan fagositosis
keseluruhan
Limfosit Proliferasi sel induk
Diferensiasi sel B dan T
Interaksi sel T dan sel B
Limfosit B Produksi antibodi
Limfosit T Proliferasi Proliferasi dan respons yang
benar
Destruksi sel jaringan
terinfeksi dan tumor
20

Interferon Meningkatkan produksi

7. Vitamin E
Vitamin E meningkatkan dan mengoptimalkan respons imun.
Suplementasi vitamin E meningkatkan proliferasi limfosit sebagai respons
terhadap mitogen, meningkatkan produksi IL-2, sitotoksisitas sel NK dan aktivitas
makrofag alveoli dan peningkatan resistensi terhadap bahan infeksi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa vitamin E memacu respons sitokin Th1 dan menekan
respons Th2.

B. Mineral (mikronutrien)
1. Selenium (Se)
Selenium adalah esensial untuk respons imun optimal spesifik dan
nonspesifik. Selanjutnya juga berperan dalam regulasi dan fungsi antioksidan dan
integritas membrane serta proteksi terhadap kerusakan DNA. Defisiensi selenium
menurunkan kadar IgM dan IgG, mengganggu kemotaksis neutrophil dan
produksi antibodi serta meningkatkan virulensi virus koksaki, peningkatan CD4+
Dan penurunan CD8+ dan timosit. Disimpulkan bahwa selenium berperan
terhadap infeksi virus.

2. Seng (Zn)
Seng menunjukkan efek antioksidan in vitro dan in vivo serta terlibat
dalam pertahanan sitosolik terhadap stres oksidatif yang disebabkan ROS yang
diproduksi dan dilepas oleh makrofag yang diaktifkan. Defisiensi Zn pada
fibroblast paru-paru manusia menginduksi stres oksidatif dan meningkatkan
kerusakan DNA. Pada manusia defisiensi Zn ditemukan pada subyek dengan
akrodermatitis enterohepatika, penyakit genetic malabsorpsi Zn dan terjadi pada
penderita yang mendapat nutrisi parenteral tanpa Zn. Penderita menunjukkan
atrofil timus, gangguan respons proliferasi limfosit terhadap mitogen, defisiensi
aktivitas hormone timus (timolin), penurunan rasio CD4+/CD8+, penurunan
aktivitas sel NK, sekresi sitokin Th1 dan sitotoksisitas monosit. Keadaan tersebut
dapat dikoreksi dengan pemberian Zn yang cukup. Defisiensi Zn seringkali terjadi
pasca operasi.
21

3. Tembaga (Cu)
Tembaga berperan dalam perkembangan dan perawatan sistem imun.
Tembaga ditemukan juga dalam enzim. Studi pada subyek dengan asupan
tembaga menunjukkan penurunan yang bermakna dalam respons sel T in vitro
terhadap aktivasi mitogenik dan peningkatan presentase sel B dalam sirkulasi,
tetapi tidak menunjukkan efek terhadap presentase monosit neutrophil sel Th
(CD4+ dan CD8+), sel NK dan aktivitas fagosit neutrofil. Studi yang memberikan
tembaga untuk jangka waktu 18 hari dosis 1,6 mg tembaga/hari, kemudian
diberikan 7 mg/hari selama 129 hari dan diikuti 7,8 mg selama 18 hari. Intake
tembaga yang tinggi menurunan presentase neutrofil dalam sirkulasi, IL-2R dan
titer antibodi terhadap virus influenza. Respons inflamasi rata-rata yang diukur
melalui IL-6 meningkat 2 kali selama suplementasi.

4. Besi (Fe)
Fe diperlukam untuk regulasi gen , ikatan, dan transport oksigen, regulasi
diferensiasi sel dan pertumbuhan sel, serta merupakan komponen pertumbuhan
enzim. Fe juga terlibat dalam regulasi produksi sitokin dan proliferasi sel.
Proliferasi sel T tergantung dari Fe. Perbandingan CD4+/CD8+ dalam darah
menurun pada defisiensi besi, sedang jumlahnya tidak berubag. Defek fagositosis
makrofag sering ditemukan pada subyek dengan kelebihan Fe, oleh karena itu
pemberian Fe yang lama diduga dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
yang ditimbulkan oleh modulasi imunitas selular (Th1 yang lebih ringan, Th2
yang meningkat), kemampuan patogen untuk memusnahkan patogen intraselular
berkurang. Fe terlibat langsung dalam pertahanan imunositotoksik dengan
memproduksi radikal toksik hidroksil oleh neutrofil dan makrofag.

C. Hubungan antara mikronutrien dan kanker


Suatu epidemiologi menunjukkan hubungan antara proteksi terhadap
kanker dan diet yang mengandung kadar tinggi mikronutrien antioksidan seperti
vitamin C, β-karoten, vitamin E, selenium, vitamin A, kalsium dan folat.
Beberapa mikronutrien diduga lebih berperan dibanding mikronutrien tunggal.
22

Vitamin E, C, β-karoten dan selenium bekerja sebagai antioksidan yang


mengontrol aktivitas pro-oksidatif sejumlah fagosit, mencegah kerusakan
oksidatif jaringan tanpa menimbulkan ancaman untuk pejamu. Efek antioksidan
bekerja dengan menyingkirkan radikal bebas, merangsang sintesis sitokin (IL,
TNF) sebagai respons terhadap pajanan dengan mitogen yang selanjutnya
memacu ekspansi limfosit dalam fungsi normal dan mencegah kanker (Th, Tc).
Vitamin E berperan dalam pencegahan oksidasi asam lemak tidak jenuh dan
mempertahankan integritas membrane. Melalui efek antioksidannya, vitamin E
membatasi aktivitas siklooksigenase yang menurunkan penurunan produksi PGE
(supresor imun) dan mengurangi resiko kanker.
Defisiensi vitamin E,C,A dan β-karoten berhubungan dengan tanda-tanda
sistem imun yang kompromis, kejadian tumor serta menurunnya sel NK, respons
limfosit yang menurun terhadap mitogen, gangguan fungsi makrofag, aktivitas
fagositosis dan produksi sitokin yang menurun (IL,TNF). Gangguan fungsi imun
dan komponennya dapat dikembalikan dengan asupan nutrient yang defisien.
Hal yang dapat disimpulkan mengenai mikronutrien adalah bahwa intake
yang inadekuat dapat menurunkan imunitas yang merupakan faktor predisposisi
infeksi dan malnutrisi. Nutrisi spesifik berpengaruh terhadap respons imun,
menginduksi disregulasi koordinasi respons imun terhadap infeksi bila ditemukan
defisiensi dan persediaan nutrisi yang berlebih. Defisiensi dapat menjadikan
pathogen yang tidak berbahaya menjadi virulen. Jadi vitamin dan mikroelemen
diperlukan pada dosis yang benar untu fungsi sistem imun yang optimal. Data
yang ada menunjukkan bahwa vitamin (A,D,E B6, B12, folat dan C),
mikronutrien (Selenium, Zn, tembaga, dan Fe) berperan dalam respons imun,
sedang peran vitamin dan mikronutrien yang lain terhadap sistem imun dewasa ini
masih terbatas. Mikronutrien berdampak terhadap respons imun melalui
mekanisme regulatori diferensiasi precursor sel T menjadi populasi sel Th1 (profil
sitokin proinflamasi) atau Th2 (profil sitokin anti-inflamasi).

2.6 Probiotik
Studi terkini menunjukkan adanya efek regulatori probiotik terhadap
Treg, Th1, Th17, sel usus dan splenosit. Probiotik digunakan dalam strategi
23

pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit. Beberapa hal yang diketahui


mengenai hubungan antara probiotik dan sistem imun yaitu :
1. Imunoregulasi oleh sel Treg yang membawa TGF-β
Sel Treg CD4+/CD25+ berperan dalam mempertahankan toleransi imun,
mencegah autoimunitas pada model hewan dan dalam gangguan atau disfungsi sel
Treg. Efeknya juga terlihat pada penderita dengan berbagai penyakit Al seperti
MS. Studi akhir menunjukkan adanya efek dalam induksi diferenisasi sel Teg
yang membawa TGF-β yang IL-10 dependen.
2. Perkembangan sel DC tolerogenih
Laktobasilus (Lctb) reuteri/kasel memacu DC membantu perkembangan
sel Treg yang memproduksi IL-10 dan mencegah proliferasi sel T bystander yang
memberikan efeknya dalam pengobatan sejumlah penyakit inflamasi.
3. Mengurangi sitokin proinflamasi melalui Th17
Mengurangi sitokin proinflamasi melalui sel Th17 yang disertai dengan
pengurangan respons inflamasi yang terlihat pada model eksperimental seperti
colitis. Lctb kasei mengurangi sitokin proinflamasi yang dilepas Th17 pada artritis
eksperimental.
4. Merangsang sel Th1
Meskipun studi belum menunjukkan efek berarti dari probiotik terhadap
respons Th1/Th2, strain tertentu dari Lctb dan Bifidobakteria (Bfdbm) dapat
memodulasi produksi sitokin dan dapat mengarahkan sistem imun menjadi mode
regulator atau toleran. Perubahan profil yang diinduksi probiotik dapat terjadi
akibat galur probiotik, spesifitas lokasi serta tergantung dari sistem pengujian
yang dilakukan. Misalnya Lctb reuteri menginduksi sitokin proinflamasi dan
sitokin Th1, Bfdbm bifidum/infantis dan Lctb laktis menurunkan sitokin Th17 dan
bekerja sebagai pemicu poten produksi IL-10.
5. Regulasi probiotik di epitel usus dan meningkatkan respons imun terhadap
infeksi
Probiotik berkompetisi dengan bakteri non komersial dan
menyingkirkannya dengan bantuan sekresi produk anti microbial, meningkatkan
produksi antibodi dan aktivitas makrofag. Juga menunjukkan efek mencegah
infeksi intestinal dan mengurangi inflamasi mukosa. Juga mampu mengubah
24

sekresi sitokin dari profil proinflamasi ke profil anti inflamasi. Efek tersebut
mungkin oleh karena kemampuan probiotik menempel dan mencegah bakteri
patogenik lain untuk menempel, mensekresi faktor yang meningkatkan integritas
sawar dan memodulasi sel sistem imun.
6. Efek anti inflamasi
Efek anti inflamasi probiotik disebabkan oleh peningkatan produksi IL-
10 oleh sel lamina propria, Plak Player dan limpa serta penurunan sekresi sitokin
proinflamasi IFN-α, TNF-, dan IL-12.
7. Sawar usus yang matang
Mikrobiota intestinal komensal merupakan modulator utama dalam
homeostasis usus. Disregulasi interaksi simbiosis antara mikrobiota usus dan
mukosa dapat menimbulkan efek patologis. Tikus yang bebas kuman menunjukan
sistem imun yang kurang berkembang tanpa toleransi oral. Sebaliknya, tikus yang
bebas pathogen dapat menggunakan flora bakteri (Bfbdm sebagai pengganti) dan
mengembangkan toleransi, memberikan sinyal untuk jaringan limfoid yang
berhubungan dengan usus, balans dalam generasi sitokin pro- dan anti inflamasi di
usus. Setelah konsumsi probiotik, penurunan α-1 antitripsin dalam tinja dan TNF-
α dalam serum dan perubahan dalam TGF-β, dan sitokin lain, menunjukkan down
regulation mediator inflamasi.
Selanjutnya, bakteri probiotik dapat mengatasi proses inflamasi. Melalui
stabilitas lingkungan microbial usus dan sawar permeabilitas usus dan degradasi
antigen enteral mengubah imunogenesitasnya. Efek probiotik menstabilkan usus
dapat diterangkan pula melalui perbaikan sawar imun oleh probiotik usus melalui
respons IgA intestinal.
8. Stimulasi TLR sistemik melalui ligan non-antigenik
Sejumlah eksperimen menunjukkan bahwa agens infeksi dapat memacu
proteksi dari dermatitis atopic melalui mekanisme yang independen/tidak
tergantung dari antigen konstitutif, yang merangsang reseptor spesifik yang non
antigen seperti TLR. Famili dari PRR seperti TLR di limfoid dan epitel usus
berperan dalam respons imun nonspesifik terhadap bakteri yang juga mengatur
imunitas didapat.
BAB III

PEMBAHASAN

Imunofarmakologi adalah bagian dari imunologi dan farmakologi,


memfokuskan obat-obatan yang mempengaruhi system imun, baik menekan,
mengaktifkan atau memanipulasi. Dasar Imunofarmakologi adalah system imun
sendiri yang sangat kompleks. Obat yang diharapkan dapat mengembalikan dan
memperbaikki system imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan
fungsinya yang berlebihan merupakan obat ideal. Obat-obat yang dapat
mengembalikan ketidakseimbangan system imun disebut imunomodulator. Obat
yang sekaligus memperbaikki fungsi komponen system imun yang satu
(imunostimulator) dan menekan fungsi komponen lain (imunosupresan), dewasa
ini belum ditemukan. Imunorestorasi dan munostimulasi disebut imunopotensiasi
atau upregulation, sedangkan imunosupresi disebut downregulation.

Imunorestorasi adalah cara untuk mengembalikan fungsi system imun


yang terganggu dengan memberikaan berbagai komponennnya seperti
immunoglobulin dalam bentuk ISG, HSG, plasma, plasmafereses, leukoferesis,
transplantasi sumsum tulang, hati dan timus. Immunoglobulin dapat digunakan
sebagai imunorestorasi dan imunosupresi.

Replacement therapy merupakan prosedur medis sebagai pemberian


suplemen atau substitute untuk suatu bahan yang diperlukan tubuh. Contohnya
adalah pemberian insulin pada diabetes juvenile, tiroksin pada miksedema primer,
vitamin B12 pada anemia persisiosa, antikolinesterase pada miastenia gravis dan
anti-tiroid pada penyakit Graves.

Imunostimulasi atau imunopotensiasi adalah cara memperbaikki fungsi


system imun dengan menggunakan imunostimulan, bahan yang merangsang
system imun.

Nutrisi buruk untuk jangka waktu lama dapat menghilangkan sel lemak
yang biasanya melepas hormon Spotin yang merangsang sistem imun Nutrisi

25
26

buruk dapat menimbulkan defisiensi imun ringan yang disertai dengan kadar
leptin rendah Anak dengan malnutrisi protein/kalori menunjukkan atrofi timus
dan jaringan limfoid sekunder, depresi respons sel T terhadap mitogen dan sel
alogeneik pengurangan sekresi limfokin, gangguan respons terhadap uji kulit
hipersensitivitas tipe lambat dan antigen lingkungan seperti PPD dan kandida
Kerentanan yang meningkat terhadap infeksi pada malnutrisi sering membaik
setelah diberikan diet yang cukup. Merupakan bagaian dari Imunonutrien.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Imunofarmakologi adalah bagian dari imunologi dan farmakologi,
memfokuskan obat-obatan yang mempengaruhi system imun, baik menekan,
mengaktifkan atau memanipulasi. Dasar Imunofarmakologi adalah system imun
sendiri yang sangat kompleks.
Imunofarmakologi terdiri dari : Imunorestorasi, Replecement Terapy,
Imunostimulasi, Imunonutrien.
Imunorestorasi terdiri dari, ISG, HSG, plasma, plasmafereses,
leukoferesis, transplantasi sumsum tulang, hati dan timus. Immunoglobulin
dapat digunakan sebagai imunorestorasi dan imunosupresi.
Replacement Terapy terdiri dari, immunoglobulin intravena,
immunoglobulin intramuscular, immunoglobulin sub kutan, dan bahan lain
seperti : inhibitor C1 estarace, dan alfa 1 antitripsin.
Imunostimulasi terdiri dari :
A. Biologis B. Sintetik
1. Hormone timus 1. Levamisol
2. Limfokin 2. Isoprinosin
3. Interferon 3. MDP
4. Antibody monoclonal 4. BRM
5. Transfer factor 5. Hidroksiklorokin
6. Sel LAK 6. Arginine
7. Asal bakteri 7. Antioksidan
8. Asal jamur 8. Bahan bahan lain

Kemudian ada Imunonutrien terdiri dari vitamin ( Mikronutrien) dan mineral


(Mikronutrien).

27
DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, Karmen Garna, Iris Rengganis., 2018. Imunologi Dasar Edisi ke


12. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai