Imunofarmakologi
Oleh :
Kelompok 8 (Imunologi D)
Fakultas Farmasi
Institut Sains dan Teknologi Nasional
Jakarta
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya
tugas kelompok Makalah Imunologi dengan judul “Farmako Imunologi
(Imunofarmakologi)” yang diberikan oleh dosen mata kuliah Imunologi. dengan
tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Imunologi Penulisan
makalah ini tentu dari tidak terlepas bimbingan dan bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar - besarnya kepada
Dosen Pengajar selaku dosen mata kuliah Imunologi atas pengarahan dan
bimbingannya selama penulisan makalah ini, serta rekan-rekan Mahasiswa/i
Fakultas Farmasi Institut Sains danTeknologi Nasional. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan rekan-rekan sehingga dapat
dijadikan pedoman bagi penulis dalam penulisan makalah yang berikutnya.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaaat bagi kita semua dan khususnya
bagi penulis,Aamiin.
Penulisi
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................1
1.3 Tujuan .......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................3
2.1 Pengertian Imunofarmakologi ...................................................................3
2.2 Imunorestorasi ...........................................................................................3
2.3 Replacement Therapy ................................................................................5
2.4 Imunostimulasi...........................................................................................8
2.5 Imunonutrien ........................................................................................... 13
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................ 25
BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 27
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 28
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari imunofarmakologi
2. Mengetahui istilah penting pada kajian imunofarmakologi
3. Mengetahui kedudukan imunologi dan imunofarmakologi pada kajian
kefarmasian
4. Menjelaskan perkembangan terkini imunofarmakologi dan prospeknya untuk
pengembangan teknologi terapi obat kedepan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Imunorestorasi
Imunorestorasi adalah cara untuk mengembalikan fungsi system imun
yang terganggu dengan memberikaan berbagai komponennnya seperti
immunoglobulin dalam bentuk ISG, HSG, plasma, plasmafereses, leukoferesis,
transplantasi sumsum tulang, hati dan timus. Immunoglobulin dapat digunakan
sebagai imunorestorasi dan imunosupresi.
3
4
B. Plasma
Infus plasma segar sudah diberikan sejak tahun 1960 dalam usaha
memperbaikki system imun. Keuntungannya adalah karena semua jenis
immunoglobulin dapat diberikan dalam jumlah besar tanpa menimbulkan rasa
sakit. Efek samping yang terjadi ialah penularan virus dan reaksi anafilaksis.
Antigen memacu produksi berbagai antibody, masing-masing dengan spesiditas
sendiri. Valensi antigen adalah sama dengan jumlah tota epitope yang dimiliki
antigen.
C. Plasmaferis
Plasmaferesis adalah terapi diluar tubuh. Komponen darah dipisahkan,
diterapi dan selanjutnya dimasukkan kembali kedalam tubuh. Exchange plasma
adalah prosedur yang memisahkan darah berdasarkan komponennya (sel darah
putih, sel darah merah, trombosit dan plasma). Selanjutnya plasma dikeluarkan
dan diganti dengan substitute plasma. Perbaikan pada plasmaferesis disebabkan
karena plasma yang dipisahkan mengandung banyak antibody yang dapat merusak
jaringan atau sel misalnya pada :
Miastenia gravis : antibody terhadap reseptor asetilkolin
Sindrom Goodpasture: AA terhadap membrane basal glomerulus ginjal
Anemia hemolitik autoimun
Plasmaferesis pada keadaan tersebut hanya memberikan perbaikan
sementara, oleh karena pembentukan antibody berjalan terus. Plasmaferesis dapat
dilakukan pada pengobatan hiperviskositas dalam keasaan darurat.
5
D. Leukoferesis
Pemisahan leukosit secara selektif dari penderita telah dilakukan dalam
usaha terapi pada AR yang tidak memberikan respons bdengan cara-cara yang
sudah ada.
A. Imunoglobulin intravena
Imunoglobulin intravens (IGIV) diberikan sebagai plasma protein dalam
replacement therapy IgG pada penderitaa dengan kemampuan produksi antibody
yang menurun atau tidak ada. Hal itu dimaksudkan untuk mempertahankan kadar
6
antibody yang adekuat ntuk mencegah infeksi dan pada defisiensi imun
primer,sekunder, dan penyakit AI.
Tabel 2. Terapi pengganti untuk beberapa defisiensi imun primer dan sekunder
Jenis defisiensi Terapi pengganti
Antibodi Imunoglobulin (IV,SK)
a1- antitripsin a1- antitrypsin
Komplemen Inhibitor C1-esterase
Fresh Frozen Plasma (inaktivasi virus)
Imunitas selular Transplantasi sumsum tulang (transplan sel induk)
Transplantasi darah umbilikus
Transplan timus
SCID Transplantasi sumsum tulang (sel induk)
Transplantasi darah umbilikus
Transplan timus
Terapi gen
Sel darah merah
PEGylated-ADA
Imunoglobulin (IV,SC)
Sitokin (IL-2,IFN-)
Defek fagosit Transplantasi sumsum tulang (sel induk)
Transplantasi darah umbilikus
Transfusi granulosit
Sitokin (G-CSF, GM-CSF, IL-3)
IGIV hanya terdiri atas IgG dan jaringan perifer yang dilindungi IgA
seperti mata, paru, saluran cerna dan kemih tidak seluruhnya dilindungi IGIV.
Efek samping dapat berupa anafilaksis terutama pada penderita dengan defisiensi
IgA. Bila terjadi efek samping, dosis IGIV diturunkan. Pemberiannya kepada
penderita dengan DM perlu dipertimbangkan oleh karena beberapa IGIV
diperoleh dalam kadar sukrosa dan maltose yang tinggi. IGIV dapat diberikan
kepada wanita hamil dan keguguran karena sebab yang tidak jelas, efeknya masih
kontroversial. Mekanisme bagaimana IGIV menekan inflamasi belum jelas benar.
Diduga ada berbagai mekanisme IGIV.
Dosis yang diberikan adalah 100-400 mg/kg BB setiap 3-4 minggu pada
disfungsi imun primer. Pada penyakit saraf dan autoimun, diberikan 2 gram/kg
BB yang diberikan dalam jangka waktu 5 hari/bulan selama 3-6 bulan.
Pengobatan perawatan adalah 100-400 mg/kg setiap 3-4 minggu.
IGIV dapat menimbulkan berbagai efek samping seperti sakit kepala,
dermatitis (kulit telapak tangan dan kaki mengelupas), infeksi (HIV dan hepatitis
virus asal produk terkontaminasi), edem paru akibat cairan berlebihan dan tekanan
onkotik koloid tinggi IGIV, alergi/anafilaksis, kerusakan jaringan direk
(hepatitis)yang ditimbulkan antibody yang terkandung dalam IGIV, gagal ginjal
akut, thrombosis vena dan meningitis aseptik.
B. Imunoglobulin Intramuskular
Imunoglobulin Intramuskular merupakan immunoglobulin yang dapat
diberikan satu kali seminggu sehingga tidak memerlukan pemberian infus di rmah
sakit. Reaksi yang tidak diinginkan terjadi pada 20% penderita.
C. Imunoglobulin Subkutan
Imunoglobulin subkutan (IGSK) juga dapat diberikan subkutan. IGSK
menggunakan larutan 16% immunoglobulin.
D. Bahan lain
Bahan lain yang dapat diberikan sebagai replacement diantaranya :
Inhibitor C1-esterase untuk defisiensi inhibitor C1 esterase
α 1-antitripsin untuk defisiensi α1-anti-tripsin
2.4 Imunostimulasi
Imunostimulasi atau imunopotensiasi adalah cara memperbaiki fungsi
sistem imun dengan menggunakan imunostimulan, bahan yang merangsang
sistem imun.
Tabel 5.Bahan imunostimulan atau imunopotensiasi
A. Biologis B.Sintetik
1. Hormon timus 1. Levamisol
2. Limfokin 2. Isoprinosin
3. Interferon 3. MDP
4. Antibodi monoklonal 4. BRM
5. Transfer Factor/ ekstrak leukosit 5. Hidroksiklorokin
6. Sel LAK 6. Arginin
7. Asal bakteri 7. Antioksidan
8. Asal jamur 8. Bahan-bahan lain
A. Biologis
1. Hormon Timus
Sel epitel timus memproduksi beberapa jenis hormon yang berfungsi
dalam pematangan sel T dan modulasi fungsi sel T yang sudah matang. Hormon
timus ditemukan dalam darah dan kadarnya menurun pada berbagai penyakit
imun, usia lanjut atau bila timus diangkat. Ada empat jenis hormon timus, yaitu
9
timosin alfa, timostimulin, timopoetin dan faktor humoral timus. Keempat jenis
hormon tersebut dapat diperoleh dari sapi dan telah dapat disintesis dengan
rekayasa genetik. Semuanya dapat memperbaiki fungsi sistem imun
(imunostimulasi nonspesifik) pada usia lanjut, kanker, autoimunitas dan pada
imunosupresi sistem imun akibat pengobatan. Hormon-hormon tersebut
meningkatkan jumlah, fungsi dan reseptor sel T dan beberapa aspek imunitas
selular. Efek sampingnya dapat berupa reaksi alergi lokal atau sistemik
2. Limfokin
Limfokin atau interleukin atau sitokin diproduksi limfosit yang
diaktifkan dan memiliki peran penting dalam respons imun selular Contohnya
ialah MAF MGF, T-cellGF atau IL-2, CSF dan IFN-Y Beberapa jenis limfokin
seperti IL-2 dan TNF yang diproduksi makrofag telah dapat disintesis
denganrekayasa genetik dan dapat menyembuhkan beberapa tumor pada tikus
Gangguan sintesis IL-2 ditemukan pada kanker,penderita AIDS, usia lanjut dan
autoimunitas.
3. Interferon
Ada tiga jenis IFN yaitu IFN-a, INF-B danINF-Y. INF-a diproduksi
leukosit, IFN-B oleh sel fibroblas yang bukan limfosit dan IFN-Y atau interferon
imun oleh sel T yang diaktifkan Semua jenis IFN dapat menghambat replikasi
virus DNA dan RNA, sel normal, sel ganas serta memodulasi sistem
imunInterferon dalam dosis tinggi dapat manghambat proliferasi sel B dan sel T
sehingga menurunkan respons imun selular dan humoral. Pada dosis rendah,
interferon merangsang sistem imun dengan meningkatkan aktivitas sel NK,
makrofag, sel T dan mengatur produksi antibodi. Efek samping pemberian IFN
adalah sindrom flu (merlang, malaise dan mialgia), emesis, diare, leukopeni,
trombositopeni dan aritmia.
4. Antibodi monoklonal
Antibodi monoklonal diperoleh dari fusi dua sel, satu sel yang dapat
membentuk antibodi dan sel lain yang dapat hidup terus menerus dalam biakan
sehingga antibodi dapat diproduksi dalam jumlah yang besar. Antibodi
monoklonal dapat mengikat komplemen, membunuh sel tumor manusia dan tikus
in vivo. Interaksi antara antibodi monoklomal dan CLTA-4 menghambat sinyal
10
inhibitor sehingga meningkatkan aktivasi sel T yang juga memacu respons anti
tumor.
5. Transfer Faktor/ ekstrak leukosit
Berbagai ekstrak leukosit yaitu Dialysed Leukocyte Extract dan Transfer
Factor (TF) telah digunakan dalam imunostimulasic pada penyakit-penyakit
sebagai berikut
kandidiasis mukokutan kronik
koksidiodomikosis
lepra lepromatosa
tuberkulosis
vaksinia gangrenosa (melalui transfuse leukosit)
6. Lymphokine-Activated Killer cells
Lymphokine-Activated Killer cells adalah sel T sitotoksik syngeneic yang
dihasilkan in vitro dengan menambahkan sitokin seperti IL-2 ke sel-sel seseorang
yang kemudian dunfuskan kembali Prosedur tersebut merupakan imunoterapi
terhadap keganasan
7. Bahan asal bakteri
a. Bacitlus Calmette Guerin (BCG) adalah Mikobakterium bovis hidup yang
dilemahkan dan dapat mengaktifkan sel T memperbaiki produksi
limfokin dan mengaktitkan sel NK BCG digunakan sebagai profilaksis
pada tumor rekuren seperti karsinoma kandung kencing yang merupakan
tumor tersering ke-6 BCG tidak diberikan bila ada defisiensi imun atau
tuberkulosis
b. Korinebakterium parvum.
Kuman korinebakterium parvum yang digunakan sebagai imunostimulan
mempunyai sifat mirip dengan BCG, digunakan sebagai imunostimulator
non spesifik pada keganasan. Efek sampingnya berupa pusing, panas dan
muntah.
c. Klebsiela dan brusela
Bahan asal kuman Klebsiela dan brusela yang diduga mempunyai efek
yang sama seperti BCG telah pula dihasilkan
d. Bordetela pertusis
11
B. Sintetik
1. Levamisol
Levamisol adalah derivat tetramizol, obat cacing yang dapat
meningkatkan proliferasi dan sitotoksisitas sel T dan mengembalikan anergi pada
beberapa penderita dengan kanker (imunostimulasi nonspesifik). Anergi ternyata
berhubungan dengan prognosis. Levamisol dapat meningkatkan efek antigen,
mitogen, limfokin dan faktor kemotaktik untuk merangsang limfosit granulosit
dan makrofag.Levamisol telah pula digunakan dalam penanggulangan artritis
reumatoid penyakit virus dan LES Levamisol meningkatkan efek fluorourasil
sebagai ajuvan pada terapi pasca reseksi kanker kolon. Efek sampingnya berupa
mual, muntah, urtikaria dan agranulositosis sehingga pemberiannya harus
dihentikan.
2. Metisoprinol
Isoprinosin (ISO) adalah bahan sintetis yang mempunyai sifat antivirus
dan meningkatkan proliferasi dan toksisitas sel T seperti halnya dengan levamisol.
ISO diduga membantu produksi limfokin (IL-2) yang berperan pada diferensiasi
limfosit, makrofag dan peningkatan fungsi sel NK. Efek samping yang kadang-
kadang ditemukan berupa peningkatan kadar asam urat plasma
12
3. Muramil Dipeptida
Muramil dipeptida (MDP) adalah komponen aktif terkecil dari dinding
sel mikobakteri yang telah dapat disintesis dan pada pemberian oral dapat
meningkatkan sekresi enzim dan monokin Efeknya adalah langsung yang tidak
memerlukan limfokin atau pengaruh lain. Bila diberikan bersama minyak dan
antigen, MDP dapat meningkatkan baik respons selular maupun humoral MDP
dapat diberikan dengan vaksin pada pengobatan tumor untuk mencegah rekurens
tumor dan infeksi
4. Blologic Response Modifier
BiologicResponse Modifier (BRM) merupakan molekul dengan
spektrum luas yang dapat meningkatkan fungsi sistem imun pejamu misalnya
sitokin, IFN, CSF, TNF, GF untuk limfosit B, limfotoksin, MAF dan factor
kemotaktik, OAF dan sebagainya. Terapi biologik atau bioterapi menggunakan
BRM untuk merangsang pemulhan kemampuan sistem imun dalam
menyingkirkan penyakit
dan atau infeksi
5. Arginin
Arginin adalah asam amino yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan nitrogen dan menunjukkan fungsi imunomodulasi Pemberian
arginin pada hewan percobaan dapat meningkatkan ukuran timus jumlah bifosit
dan respons mitogenik limfosit terhadap mitogen dan antigen, serta sintesis IL-2
dan melindungi involusi timus akibat trauma dan gangguan fungsi sel T
meningkatkan reaksi hipersensitivitas lambat dan respons imun antitumor Arginin
adalah esensial untuk timosin Timopentin dan tuftsin menunjukkan efek terhadap
berbagai sel dan molekul sistem imun.
6. Antioksidan
Anti oksidan adalah molekul yang menghambat oksidasi molekul lain,
merupakan reaksi kimiawi yang mentransfer elektron atau hidrogen dari satu
bahan ke bahan lain dan yang mongoksidasi. Reaksi oksidasi menimbulkan
radikal bebas yang dapat merusak atau mematikan sel. Antioksidan mengakhiri
rantai reaksi ini dengan mengeluarkan radikal bebas intermediat dan mencegah
reaksi oksidasi yang lain Meskipun reaksi oksidasi diperlukan untuk kehidupan
13
namun juga dapat bersifat destruktif. Ambang antoksidan yang kurang dapat
menyebabkan stres oksidatif, merusak atau membunuh sel.
2.5 Imunonutrien
Nutrisi buruk untuk jangka waktu lama dapat menghilangkan sel lemak
yang biasanya melepas hormon Spotin yang merangsang sistem imun Nutrisi
buruk dapat menimbulkan defisiensi imun ringan yang disertai dengan kadar
leptin rendah Anak dengan malnutrisi protein/kalori menunjukkan atrofi timus
dan jaringan limfoid sekunder, depresi respons sel T terhadap mitogen dan sel
alogeneik pengurangan sekresi limfokin, gangguan respons terhadap uji kulit
hipersensitivitas tipe lambat dan antigen lingkungan seperti PPD dan kandida
Kerentanan yang meningkat terhadap infeksi pada malnutrisi sering membaik
setelah diberikan diet yang cukup.
Mikronutrien adalah trace mineral dan vitamin yang diperlukan sebagai
nuthen esensial bagi organisme Trace mineral disebut juga trace elemont. Asupan
vitamin yang adekuat dan trace element diperlukan sistem imun agar dapat
berfungsi efisien. Defisiensi mikronutrien ini dapat mengganggu respons sistem
imun nonspesifik dan spesifik dan menimbulkan disregulasi keseimbangan
respons imun. Hal tersebut dapat menimbulkan kerentanan terhadap infeksi yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Infeksi sendiri meningkatkan defisiensi
mikronutrien oleh karena asupan yang kurang. Penggunaan dan perubahan jalur
mekanismenya juga akan meningkatkan kehilangan bahan ini. Asupan yang
kurang terjadi pada individu dengan penyakit gangguan makan, perokok dan
penyakit tertentu, selama hamil, menyusui dan pada usia lanjut.
A. Vitamin (mikronutrien)
Vitamin antioksidan (CE) dan trace element seperti selenium, tembaga
(Cu) dan seng (Zn) dapat melindungi jaringan dari kerusakan oleh oksigen reaktif
melalui regulasi faktor transkripsi dan produksi sitokin dan PG Intake vitamin B6,
folat, B12, C, E, selenium, tembaga, seng dan besi (Fe) memacu respons yang
terjadi melalui sitokin Th1 dan pencegahan pengalihan Th1 ke Th2. Hal ini
meningkatkan respons imun nonspesifik. Pada umumnya intake vitamin-vitamin
14
dan mineral yang inadekuat dapat menurunkan fungsi system imun yang akhirnya
menimbulkan predisposisi infeksi dan malnutrisi. Pada umumnya suplementasi
imun dapat mengembalikan status defisiensi sistem imun. Pandangan sekarang
mengenai efek vitamin-vitamin serta mineral terhadap sistem imun terlihat pada
tabel 6,7, dan 8.
Tabel 6.Peran vitamin yang larut dalam air terhadap sistem imun
Vitamin Peran pada sistem Efek defisiensi dan Suplementasi
imun
B6 Intake adekuat Suplementasi mengembalikan respons
mempertahankan imun. Pemberian IV dosis tinggi
respons Th1 bermanfaat pada pengobatan penderita
dengan autoimunitas dan HIV
Folat Mempertahankan Suplementasi pada usia lanjut
imunitas nonspesifik memperbaiki fungsi sistem imun pada
(aktivitas sel NK) umumnya.
Pemberian dosis sangat tinggi dapat
menimbulkan gangguan sitotoksisitas sel
NK.
B12 Sebagai Defisiensi vitamin B12 menimbulkan
imunomodulator pada perbandingan abnormal tinggi dari
imuntas selular (NK, CD4+/CD8+, menekan aktivitas sel NK,
CD8+ dan limfosit T) yang dapat dikembalikan dengan
pemberian vitamin B12 per injeksi.
C Peran dalam Mengganggu fungsi leukosit, menurunan
antimikrobial dan aktivitas sel NK dan proliferasi limfosit.
aktivitas sel NK, Kadar vitamin C rendah pada usia lanjut
proliferasi limfosit, dapat digunakan sebagai nilai prediksi
kemotaksis dan respons terjadinya penyakit dan mortalitas
DTH kardiovaskular.
Suplementasi memperbaiki aktivitas
antimikrobial dan sel NK, kemotaksis,
proliferasi limfosit dan respons DTH
(Th1)
Tabel 7.Peran vitamin yang larut dalam lemak terhadap sistem imun
Vit Peran dalam sistem imun Efek defisiensi dan suplementasi
A Peran dalam respons antibodi Suplementasi :
dan selular, respons Menurunan IFN-, TNF-α; meningkatkan
antiinflamasi Th2. sekresi IL-4, IL-5, IL-10 dan respons
Defisiensi mengganggu antibody terhadap vaksin (Th2) intake yang
imunitas nonspesifik berlebihan menekan fungsi sel T dan
(regenerasi sawar epitel yang kerentanan terhadap patogen.
15
infeksi
Kelebihan Fe tidak mengganggu aktivitas
sel B. Menarik Fe dengan kelasi pada
penderita dengan kelebihan besi
meningkatkan respons Th1.
1. Vitamin A
Vitamin A berperan dalam sistem imun humoral dan selular dan memacu
Th2 yang memproduksi sitokin dengan profil antiinflamasi. Defisiensi vitamin A
menganggu baik system imun nonspesifik (regenerasi mukosa epitel) dan spesifik
terhadap infeksi yang menimbulkan gangguan kemampuan untuk melawan
pathogen ekstraselular.
Vitamin A berperan dalam regulasi fungsi imun, nonspesifik dan respons
selular dan humoral. Defisiensi vitamin A pada anak cenderung menigkatkan
risiko terjadinya penyakit saluran nafas dan peningkatan derajat penyakit diare.
Pemberian vitamin A bersama Zn meningkatkan risiko penyakit diare dan infeksi
saluran napas pada anak usia 6-15 bulan. Defisiensi vitamin A disertai oxidative
burst makrofag selama inflamasi dan penurunan jumlah dan aktivitas sel NK.
Vitamin A berperan dalam perkembangan dan diferensiasi subset Th1 dan Th2,
mempertahankan antibodi normal atas pengaruh Th2 yang menekan produksi IL-
12, TNF-α, dan IFN- oleh Th1.
2. Vitamin D
Vitamin D sudah diketahui berperan dalam metabolism kalsium dan
tulang. Penelitian terakhir menunjukkan peran vitamin D terhadap jaringan tubuh
lainnya terutama sel imun. Vitamin D bekerja dengan sistem imun dalam
mengatur sel imun yang menimbulkan inflamasi, memproduksi protein anti-
inflamasi dan sitokin.
Berbagai studi menunjukkan bahwa vitamin D berhubungan dengan
aktivitas penyakit, ambang sitokin inflamasi dan kehiangan tulang pada penderita
dengan artitis reumatik. Kekurangan vitamin D berhubungan dengan kerentanan
yang meningkat terhadap infeksi kronis dan penyakit Al. vitamin D merupakan
imunomodulator berbagai sel imun seperti sel monosit, makrofag, dendritic, se T,
18
sel B sehingga dapat memodulasi baik sistem imun nonspesifik dan spesifik.
Dengan kata lain, vitamin D berperan dalam mempertahankan homeostasis.
Studi yang memberikan 50 µg vitamin D/hari (2000 IU) selama 9 bulan
menunjukkan efek terhadap kadar sitokin inflamasi pada pria dengan gagal
jantung. Kadar serum TNF-α (proinflamasi) menurun dengan pemberian vitamin
D dan kadar IL-10 (antiinflamasi) meningkat 43% dibanding dengan placebo. Sel
dendritic dalam istirahat dan vitamin D dapat merangsang produksi sel Treg dari
prekusornya. Peningkatan kecepatan produksi sel efektor T dikontrol oleh sel Treg
bersama vitamin D. Banyak ahli mengatakan 2000 IU vitamin D adalah optimal
untuk mencegah penyakit autoimun, IL-17 dan IL-23 merupakan sitokin yang
terlibat dalam proses inflamasi pada penyakit Al. peningkatan sitokin-sitokin
tersebut berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit artritis rheumatoid.
Vitamin D berhubungan secara negative yang bermakna dengan kadar IL-17 dan
IL-23.
3. Vitamin B6
Peningkatan vitamin B6 terhadap proliferasi limfosit dan kadar IL-2 telah
diteliti pada wanita yang mengkonsumsi diet tetap yang mengandung 1 mg
vitamin B6/hari untuk 7 hari yang diteruskan dengan 3×14 hari periode intake
vitamin 1 mg, 5 mg, 2.1 mg dan 2.7 mg vitamin B6/hari. Proliferasi limfosit
sebagai respons terhadap PHA meningkat bermakna 35% oleh intake 2.1 mg/hari
dibanding dengan 1.5 mg/hari. Dengan intake lebih tinggi tidak ditemukan
peningkatan lagi. Kesimpulan studi adalah bahwa vtamin B6 meningkatkan
proliferasi limfosit.
4. Asam Folat
Studi aktivitas sel NK dilakukan pada 60 individu sehat, usia > 70 tahun,
yang disamping diet teratur, mendapat formula nutrisi khusus selama 4 bulan
antara lain 400 µg asam folat, 120 U vitamin E dan 3.8 µg vitamin B21.
Sitotoksisitas sel NK meningkat pada individu yang tidak mendapat suplemen.
Kesimpulan adalah bahwa suplemen nutrisi folat meningkatkan imunitas
nonspesifik dan dapat memberikan proteksi terhadap infeksi pada usia lanjut.
19
5. Vitamin B12
Vitamin B12 telah diteliti pada usia lanjut (36-83 tahun) dengan anemia
pernisiosa atau anemia megaloblastik pasca gastrektomi dengan penurunan jumlah
limfosit CD8 dan sebagian CD4 dan aktivitas sel NK. Suntikan vitamin B12, 500
µg/hari selama 2 minggu menurunkan perbandingan CD4+/CD8+ menjadi sama
dengan yang ditemukan pada kontrol. Aktivitas sel NK yang menurun dapat
dikembalikan, tetapi tidak sampai seperti yang ditemukan pada control.
Kesimpulan adalah bahwa vitamin B12 bekerja sebagai imunomodulator terhadap
imunitas selular terutama sel CD8+ dan sel NK.
6. Vitamin C
Vitamin C merupakan stimulant fungsi leukosit terutama migrasi
neutrophil dan monosit. Pemberian suplementasi pada orang dewasa (1-3g/hari)
dan pada anak (20 mg/kg/BB/hari) meningkatkan kemotaksis neutrophil.
Pemberian vitamin C juga memperbaiki beberapa komponen respons imun seperti
sel NK, proliferasi limfosit, kemotaksis dan respons DTH. Intake vitamin C dan
seng yang adekuat adalah esensial untuk kesehatan. Nutrient tersebut berinteraksi
dengan sistem imun melalui bantuan respons imun dan memberikan proteksi
antioksidan yang diproduksi endogen terhadap spesies oksigen reaktif yang
dibentuk endogen dalam respons inflamasi.
Tabel 9.Peran vitamin C dan Zn dalam pertahanan tubuh
Pertahanan Vitamin C Seng
Sawar kulit dan Sintesis kolagen Proliferasi sel
mukosa (meningkatkan kekuatan) (mempertahankan tebal)
Neutrofil dan Memperbaiki motilitas dan
makrofag kemotaksis
Meningkatkan membunuh
Perbaikan fagositosis
keseluruhan
Limfosit Proliferasi sel induk
Diferensiasi sel B dan T
Interaksi sel T dan sel B
Limfosit B Produksi antibodi
Limfosit T Proliferasi Proliferasi dan respons yang
benar
Destruksi sel jaringan
terinfeksi dan tumor
20
7. Vitamin E
Vitamin E meningkatkan dan mengoptimalkan respons imun.
Suplementasi vitamin E meningkatkan proliferasi limfosit sebagai respons
terhadap mitogen, meningkatkan produksi IL-2, sitotoksisitas sel NK dan aktivitas
makrofag alveoli dan peningkatan resistensi terhadap bahan infeksi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa vitamin E memacu respons sitokin Th1 dan menekan
respons Th2.
B. Mineral (mikronutrien)
1. Selenium (Se)
Selenium adalah esensial untuk respons imun optimal spesifik dan
nonspesifik. Selanjutnya juga berperan dalam regulasi dan fungsi antioksidan dan
integritas membrane serta proteksi terhadap kerusakan DNA. Defisiensi selenium
menurunkan kadar IgM dan IgG, mengganggu kemotaksis neutrophil dan
produksi antibodi serta meningkatkan virulensi virus koksaki, peningkatan CD4+
Dan penurunan CD8+ dan timosit. Disimpulkan bahwa selenium berperan
terhadap infeksi virus.
2. Seng (Zn)
Seng menunjukkan efek antioksidan in vitro dan in vivo serta terlibat
dalam pertahanan sitosolik terhadap stres oksidatif yang disebabkan ROS yang
diproduksi dan dilepas oleh makrofag yang diaktifkan. Defisiensi Zn pada
fibroblast paru-paru manusia menginduksi stres oksidatif dan meningkatkan
kerusakan DNA. Pada manusia defisiensi Zn ditemukan pada subyek dengan
akrodermatitis enterohepatika, penyakit genetic malabsorpsi Zn dan terjadi pada
penderita yang mendapat nutrisi parenteral tanpa Zn. Penderita menunjukkan
atrofil timus, gangguan respons proliferasi limfosit terhadap mitogen, defisiensi
aktivitas hormone timus (timolin), penurunan rasio CD4+/CD8+, penurunan
aktivitas sel NK, sekresi sitokin Th1 dan sitotoksisitas monosit. Keadaan tersebut
dapat dikoreksi dengan pemberian Zn yang cukup. Defisiensi Zn seringkali terjadi
pasca operasi.
21
3. Tembaga (Cu)
Tembaga berperan dalam perkembangan dan perawatan sistem imun.
Tembaga ditemukan juga dalam enzim. Studi pada subyek dengan asupan
tembaga menunjukkan penurunan yang bermakna dalam respons sel T in vitro
terhadap aktivasi mitogenik dan peningkatan presentase sel B dalam sirkulasi,
tetapi tidak menunjukkan efek terhadap presentase monosit neutrophil sel Th
(CD4+ dan CD8+), sel NK dan aktivitas fagosit neutrofil. Studi yang memberikan
tembaga untuk jangka waktu 18 hari dosis 1,6 mg tembaga/hari, kemudian
diberikan 7 mg/hari selama 129 hari dan diikuti 7,8 mg selama 18 hari. Intake
tembaga yang tinggi menurunan presentase neutrofil dalam sirkulasi, IL-2R dan
titer antibodi terhadap virus influenza. Respons inflamasi rata-rata yang diukur
melalui IL-6 meningkat 2 kali selama suplementasi.
4. Besi (Fe)
Fe diperlukam untuk regulasi gen , ikatan, dan transport oksigen, regulasi
diferensiasi sel dan pertumbuhan sel, serta merupakan komponen pertumbuhan
enzim. Fe juga terlibat dalam regulasi produksi sitokin dan proliferasi sel.
Proliferasi sel T tergantung dari Fe. Perbandingan CD4+/CD8+ dalam darah
menurun pada defisiensi besi, sedang jumlahnya tidak berubag. Defek fagositosis
makrofag sering ditemukan pada subyek dengan kelebihan Fe, oleh karena itu
pemberian Fe yang lama diduga dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
yang ditimbulkan oleh modulasi imunitas selular (Th1 yang lebih ringan, Th2
yang meningkat), kemampuan patogen untuk memusnahkan patogen intraselular
berkurang. Fe terlibat langsung dalam pertahanan imunositotoksik dengan
memproduksi radikal toksik hidroksil oleh neutrofil dan makrofag.
2.6 Probiotik
Studi terkini menunjukkan adanya efek regulatori probiotik terhadap
Treg, Th1, Th17, sel usus dan splenosit. Probiotik digunakan dalam strategi
23
sekresi sitokin dari profil proinflamasi ke profil anti inflamasi. Efek tersebut
mungkin oleh karena kemampuan probiotik menempel dan mencegah bakteri
patogenik lain untuk menempel, mensekresi faktor yang meningkatkan integritas
sawar dan memodulasi sel sistem imun.
6. Efek anti inflamasi
Efek anti inflamasi probiotik disebabkan oleh peningkatan produksi IL-
10 oleh sel lamina propria, Plak Player dan limpa serta penurunan sekresi sitokin
proinflamasi IFN-α, TNF-, dan IL-12.
7. Sawar usus yang matang
Mikrobiota intestinal komensal merupakan modulator utama dalam
homeostasis usus. Disregulasi interaksi simbiosis antara mikrobiota usus dan
mukosa dapat menimbulkan efek patologis. Tikus yang bebas kuman menunjukan
sistem imun yang kurang berkembang tanpa toleransi oral. Sebaliknya, tikus yang
bebas pathogen dapat menggunakan flora bakteri (Bfbdm sebagai pengganti) dan
mengembangkan toleransi, memberikan sinyal untuk jaringan limfoid yang
berhubungan dengan usus, balans dalam generasi sitokin pro- dan anti inflamasi di
usus. Setelah konsumsi probiotik, penurunan α-1 antitripsin dalam tinja dan TNF-
α dalam serum dan perubahan dalam TGF-β, dan sitokin lain, menunjukkan down
regulation mediator inflamasi.
Selanjutnya, bakteri probiotik dapat mengatasi proses inflamasi. Melalui
stabilitas lingkungan microbial usus dan sawar permeabilitas usus dan degradasi
antigen enteral mengubah imunogenesitasnya. Efek probiotik menstabilkan usus
dapat diterangkan pula melalui perbaikan sawar imun oleh probiotik usus melalui
respons IgA intestinal.
8. Stimulasi TLR sistemik melalui ligan non-antigenik
Sejumlah eksperimen menunjukkan bahwa agens infeksi dapat memacu
proteksi dari dermatitis atopic melalui mekanisme yang independen/tidak
tergantung dari antigen konstitutif, yang merangsang reseptor spesifik yang non
antigen seperti TLR. Famili dari PRR seperti TLR di limfoid dan epitel usus
berperan dalam respons imun nonspesifik terhadap bakteri yang juga mengatur
imunitas didapat.
BAB III
PEMBAHASAN
Nutrisi buruk untuk jangka waktu lama dapat menghilangkan sel lemak
yang biasanya melepas hormon Spotin yang merangsang sistem imun Nutrisi
25
26
buruk dapat menimbulkan defisiensi imun ringan yang disertai dengan kadar
leptin rendah Anak dengan malnutrisi protein/kalori menunjukkan atrofi timus
dan jaringan limfoid sekunder, depresi respons sel T terhadap mitogen dan sel
alogeneik pengurangan sekresi limfokin, gangguan respons terhadap uji kulit
hipersensitivitas tipe lambat dan antigen lingkungan seperti PPD dan kandida
Kerentanan yang meningkat terhadap infeksi pada malnutrisi sering membaik
setelah diberikan diet yang cukup. Merupakan bagaian dari Imunonutrien.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Imunofarmakologi adalah bagian dari imunologi dan farmakologi,
memfokuskan obat-obatan yang mempengaruhi system imun, baik menekan,
mengaktifkan atau memanipulasi. Dasar Imunofarmakologi adalah system imun
sendiri yang sangat kompleks.
Imunofarmakologi terdiri dari : Imunorestorasi, Replecement Terapy,
Imunostimulasi, Imunonutrien.
Imunorestorasi terdiri dari, ISG, HSG, plasma, plasmafereses,
leukoferesis, transplantasi sumsum tulang, hati dan timus. Immunoglobulin
dapat digunakan sebagai imunorestorasi dan imunosupresi.
Replacement Terapy terdiri dari, immunoglobulin intravena,
immunoglobulin intramuscular, immunoglobulin sub kutan, dan bahan lain
seperti : inhibitor C1 estarace, dan alfa 1 antitripsin.
Imunostimulasi terdiri dari :
A. Biologis B. Sintetik
1. Hormone timus 1. Levamisol
2. Limfokin 2. Isoprinosin
3. Interferon 3. MDP
4. Antibody monoclonal 4. BRM
5. Transfer factor 5. Hidroksiklorokin
6. Sel LAK 6. Arginine
7. Asal bakteri 7. Antioksidan
8. Asal jamur 8. Bahan bahan lain
27
DAFTAR PUSTAKA
28