Anda di halaman 1dari 30

IMUNOLOGI

IMUNISASI

Dosen :

Ritha Widyapratiwi, S.Si., MARS., Apt

Disusun Oleh :

Kelompok 6

1. Maria Sinaga
2. Oktavia m uran
3. Amadhea Rabbani Kapaha 18330012
4. Deffa Azzahra Putri 18330018
5. Nanti Refizha Vona 18330024
6. Ratna Tri Oktoviani 18330031
7. Afifah Fiandani 18330032

PROGRAM STUDI FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JL. MOH KAHFI 2, SRENGSENG SAWAH, JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-NYA
kepada penyusun untuk dapat menyelesaikan tugas makalah “Imunisasi”. Tujuan penyudunan
makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Imunologi.

Dalam penyusunan makalh ini kamu berterima kasih kepada pihak – pihak yang terkait
yang telah memberikan informasi yang berguna bagi kami untuk memperlancar dalam
pembuatan makalah ini.

Kami berharap dengan disusunnya makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi para
pembacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kritik serta saran dari semua pihak yang membangun kami harapkan untuk mengharapkan
kesempurnaan makalah kami.

Jakarta, 19 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2

BAB 2 LANDASAN TEORI ........................................................................................... 3

2.1 Keberhasilan Imunisasi dalam Prokfilaksis Imun .................................................. 3


2.2 Klasifikasi Vaksin dan Imunisasi ........................................................................... 4
2.3 Perbedaan Imunisasi Pasif dan Imunisasi Aktif ..................................................... 8
2.4 Penggolongan Vaksin ............................................................................................ 10
2.5 Hal – hal yang peril diperhatikan pada Vaksinisasi ............................................... 20

BAB 3 PENUTUP ............................................................................................................ 26

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 27

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bayi yang baru lahir, memiliki proteksi terhadap kuman yang dapat menyebabkan
penyakit. Proteksi didapatkan dari ibu yang disalurkan lewat plasenta sebelum lahir. Setelah
beberapa waktu, proteksi akan menghilang. Oleh sebab itu bayi diberikan vaksin agar tubuh
dapat mempertahankan diri terhadap kuman seperti virus dan bakteri. Pemberian vaksin
dilakukan dengan proses yang dinamakan imunisasi atau vaksinasi.
Imunisasi atau vaksinasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas,
memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respons memori tehadap patogen atau
toksin tertentu dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen atau nontoksik. Imunitas
perlu dikembangkan untuk jenis antibody atau sel efektor yang imun yang benar.
Antibodi yang yang diproduksi melalui imunisasi harus efektif terhadap mikroba
ekstraselular dan toksin. Antibody mencegah mikroba masuk ke dalam sel untuk
menginfeksinya atau merusak sel dengan menetralkan toksin. Immunoglobulin A berperan
pada permukaan mukosa, mencegah virus atau bakteri menempel pada mukosa. Respon
imun yang kuat baru timbul beberapa minggu setelah imunisasi. Imunisasi aktif biasanya
diberikan jauh sebelum paparan dengan patogen.

1.2 Rumusan
1. Berapa besar keberhasilan imunisasi dalam profilaksis imun?
2. Bagaimana klasifikasi vaksin dan imunisasi?
3. Bagaimana perbedaan imunisasi pasif dan imunisasi aktif?
4. Apa saja penggolongan vaksin?
5. Apa hal-hal yang perlu diperhatikan pada vaksinasi atau imunisasi?

1
1.3 Tujuan
1. Memahami besar keberhasilan imunisasi dalam profilaksis imun
2. Memahami klasifikasi vaksin dan imunisasi
3. Memahami perbedaan imunisasi pasif dan imunisasi aktif
4. Memahami penggolongan vaksin
5. Memahami hal – hal yang perlu diperhatikan pada vaksin atau imunisasi

2
BAB 2

LANDASAN TEORI

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan
kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit
tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga
apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
ringan. Secara umum, imunisasi bertujuan untuk meningkatkan derajat kekebalan tubuh,
memberikan perlindungan dengan menginduksi respon memori terhadap patogen tertentu atau
toksin dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen atau nontoksik. Pencegahan penyakit
infeksi dengan pemberian imunisasi merupakan kemajuan dalam usaha imunoprofilaksis.

2.1 Keberhasilan Imunisasi Dalam Prokfilaksis Imun


Imunisasi merupakan kemajuan yang besar dalam usaha imunoprofilaksis serta
menurunkan prevalensi penyakit. cacar yang merupakan penyakit yang sangat ditakuti,
berkat imunisasi masal, sekarang telah dapat dilenyapkap dari muka dunia ini. Demikian
pula dengan polio sudah dapat dilenyapkan di banyak Negara. IgG biasanya efektif dalam
darah, juga dapat melewati plasenta dan memberikan imunitas pasif kepada janin. Adanya
transfer pasif tersebut dapat merugikan oleh karena Ig maternal dapat menghambat
imunisasi yang efektif pada bayi. Jadi sebaiknya imunisasi pada neonates ditunggu sampai
antibody ibu menghilang dari darah anak. Antibody yang memberikan pasif menunjukkan
efek yang sama.
Imunitas selulas (sel T, makrofag) yang diinduksi vaksinasi adalah esensial untuk
mencegah dan eradikasi bakteri, protozoa, virus, dan jamur intraselular. Oleh karena itu
vaksinasi harus diarahkan untuk menginduksi.

Jumlah kasus/ tahun Kasus pada tahun 2004


Sebelum Vaksinasi Sesudah Vaksinasi Reduksi (%)
Cacar 48.164 0 100
Difteri 175.885 0 100
Campak 503.282 378 99,99

3
Parotitis 152.209 236 99,85
Pertusis 147.271 18.957 87,13
Polio paralitif 16.316 0 100
Rubela 47.745 12 99,97
Tetanus 1.314 (Kematian) 26 (Kasus) 98,02
Hemofilus 20.000 172 99,14
influenza
invasive

2.2 Klasifikasi Vaksin dan Imunisasi


A. Pembagian Vaksin
Vaksin dapat dibagi sebagai berikut :
1. Vaksin virus hidup, dilemahkan (atenuasi), contohnya, vaksin measles, mumps,
rubella (MMR) dan vaksin varisela dan vaksin bakteri hidup (BCG).
2. Vaksin yang dimatikan (inactived) merupakan bahan (seluruh sel atau komponen
spesifik) asal pathogen seperti toksoid yang diinaktifkan tetapi tetap imunogen.
3. Vaksin toksoid yang mengandung toksin atau bahan kimiawi, dibuat dari bakteri atau
virus. Vaksin ini menjadi imun terhadap efek bahaya infeksi, bukan terhadap
kumannya. Contohnya vaksin difteri dan tetanus.
4. Vaksin biosintetik mengandung bahan yang dibuat dan serupa dengan bagian virus
atau bakteri. Contohnya vaksin konjugat Hib (Hemofilus influenza tipe B)

Vaksin hidup atau Life Attenuated Vaccine diperoleh sejak tahun 1950 dari
mikroorganisme hidup (virus, bakteri) yang dilemahkan atas pengaruh kondisi
laboratorium. Vaksin hidup akan berkembang biak dalam individu yang divaksinasi dan
menimbulakn respons imun, tetapi biasanya ringan atau tidak menimbulkan penyakit.
vaksin virus hidup dapat menimbulkan replikasi virus aktif disertai pejanan dengan
sejumlah epitope imunogenik yang ada dalam vaksin. Keuntungan vaksin hidup/
dilemahkan yaitu memberikan proteksi baik.

Kerugiannya adalah vaksin hidup beresiko menimbulkan transmisi dan persistensi


virus dan bermutasi kembali menjadi virus yang virulen. Pathogen yang diatenuasi
4
berpotensi menjadi patogenik dan menimbulkan penyakit, contohnya lumpuh yang timbul
pasca vaksinasi polio.

Klasifikasi Vaksin

Jenis Vaksin Penyakit Keuntungan Kerugian


Vaksin Hidup Campak, parotitis, Respons imun kuat, Memerlukan alat
Polio (Sabin), sering seumur pendingin untuk
Vaksin rota, hidup dengan menyimpan dan
rubeta, varisela, beberapa dosis dapat berubah
yellow fever, virulen
tuberculosis
Vaksin Mati Kolera, influenza, Stabil, aman Respons imun lebih
hepatitis A, pes, disbanding vaksin lemah disbanding
polio (Salk), rabies hidup, tidak vaksin hidup,
memerlukan alat biasanya diperlukan
pendingin suntikan booster
Toksoid Difteri, tetanus Respon Imun
dipacu untuk
mengenal toksin
bakteri
Subunit Hepatitis B, Antigen spesifik Sulit dikembangkan
(eksotoksin pertusis, S. menurunkan
diinaktifkan) pneumoni kemungkinan efek
Konjugat` samping
H. influenza tipe Memacu system
B, S. pneumoni imun bayi untuk
mengenal kuman
tertentu
DNA Dalam uji klinis Respons imun Belum diperoleh
humoral dan selular
kuat, relative tidak

5
mahal untuk
manufaktur
Vektor rekombinan Dalam uji klinis Menyerupai infeksi Belum diperoleh
alamiah,
menghasilkan
respons imun kuat

B. Perbandingan Vaksin Hidup dan Mati


- Ciri – ciri umum vaksin hidup dan mati
Ciri Vaksin Hidup Vaksin Mati
Respons imun Humoral dan selular Biasa humoral
Dosis Satu kali biasanya cukup Diperlukan beberapa dosis
Respons selular Baik, antigen diproses dan Buruk
dipresentasikan dengan
molekul MHC
Rute pemberian SK, oral, intranasal SK atau IM
Lama imunitas Potensi seumur hidup Biasanya diperlukan dosis
booster
Transmisi dari satu ke lain Mungkin Tidak mungkin
orang
Inaktivasi oleh antibody Dapat terjadi Tidak terjadi
yang didapat
Penggunaan pada penjamu Dapat menimbulkan Tidak dapat menimbulkan
imunokompromais penyakit penyakit
Penggunaan pada kehamilan Teoritis kerusakan janin Teoritis kerusakan janin
dapat terjadi tidak terjadi
Penyimpanan Perlu khusus untuk Perlu khusus untuk
mempertahakan vaksin mempertahankan stabilitas
hidup sifat kimiawi dan fisis
Pemberian simultan di Dapat dilakukan Dapat dilakukan

6
beberapa tempat
Interval antara pemberian Diperlukan interval Diperlukan interval
vaksin yang sama secara minimum minimum
berurutan
Interval antara pemberian Diperlukan interval Tidak diperlukan interval
vaksin yang berbeda minimum minimum
Ambang imunitas yang Tinggi replikasi mikroba Rendah : mikroba tidak
diinduksi (menyerupai infeksi menunjukkan replikasi,
alamiah) imunitas pendek
Imunitas local Mahal untuk produksi dan Buruk
pemberiannya
Harga Mahal untuk produksi dan Lebih murah
pemberian
Kembali menjadi virulen Tidak tahan panas Tidak (karenanya baik
untuk penderita dengan
imunokompromais dan
hamil)
Risiko kontaminasi Mungkin (mis. Virus dalam
medium)

- Keuntungan dan Kerugian Relative Vaksin Hidup dan Vaksin Mati


a. Vaksin hidup
1. Keuntungan :
- Tunggal, dosis kecil
- Diberikan dengan rute alamiah
- Memacu imunitas local
- Menyerupai infeksi alamiah
- Vasin hidup memberikan stimulasi antigenic secara terus menerus
sehingga tersedia cukup waktu untuk produksi sel memori
- Pathogen yang dilemahkan dapat bereplikasi dalam sel pejamu

7
2. Kerugian :
- Kontaminasi virus onkogenik dan jaringan kultur
- Menjadi virulen
- Inaktivasi oleh perubahan cuaca
- Penyakit pada penjamu imunokompromais (penderitas HIV)
- Infeksi berkepanjangan (BCG – limfadenitis local)
- Kesalahan imunisasi (rekonstitusi, rantai dingin) kurang aman disbanding
vaksin mati

b. Vaksin mati
1. Keuntungan
- Aman
- Stabil (batch vaksin tunggal diketahui, demikian juga keamanan dan
efikasinya).
2. Kerugian
- Diperlukan dosis multiple dan booster
- Diberikan dengan suntikan – rute tidak alamiah
- Diperlukan kadar antigen tinggi
- Efisiensi variabel
2.3 Perbedaan Imunisasi Pasif dan Imunisasi Aktif
1. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif terjadi bila seseorang menerima antibodi atau produk sel dari orang
lain yang telah mendapat imunisasi aktif. Transfer sel yang kompeten imun kepada
pejamu yang sebelumnya imun inkompeten, disebut transfer adoptif. Imunitas pasif dapat
diperoleh melalui antibodi dari ibu atau dari globulin gama homolog yang dikumpulkan.
Beberapa serum mengandung titer tinggi antibodi terhadap patogen spesifik dan
digunakan pada terapi atau dalam usaha pencegahan terhadap berbagai penyakit.
A. Imunisasi Pasif Alamiah
1. Imunitas maternal melalui plasenta : Antibodi dalam darah ibu merupakan
proteksi pasif kepada janin. IgG dapat berfungsi antitoksik, antivirus dan

8
antibakterial terhadap H. influenza B atau S. agalakti B. Ibu yang mendapat
vaksinasi aktif akan memberikan proteksi pasif kepada janin dan bayi.
2. Imunitas maternal melalui kolostrum : ASI mengandung berbagai komponen
sistem imun. Beberapa di antaranya berupa, Enhancement Growth Factor untuk
bakteri yang diperlukan dalam usus atau faktor yang justru dapat menghambat
tumbuhnya kuman tertentu (lisozim, laktoferin, interferon, makrofag, sel T, sel B,
granulosit). Antibodi ditemukan dalam ASI dan kadarnya lebih tinggi dalam
kolostrum (ASI pertama segera setelah partus).
B. Imunisasi Pasif Buatan
1. Immune Serum Globulin nonspesifik (Human Normal Immunoglobulin) :
Imunisasi pasif dapat berupa tindakan profitaklik atau terapeutik, tetapi sedikit
kurang berhasil sebagai terapi. Tergantung dari isi dan kemumian antisera,
preparat dapat disebut globulin imun atau globulin imun spesifik. ISG digunakan
untuk imunisasi pasif terhadap berbagai penyakit atau untuk perawatan penderita
imunokompromais dan pada keadaan tertentu. ISG diberikan kepada penderita
ITP Dosis tinggi IGG diperlukan untuk dapat mencegah reseptor Fc pada fagosit,
tenadinya fagositosis dan rusaknya trombosit akibat ADCC.
2. Immune Serum Globulin spesifik : Plasma atau serum yang diperoleh dari donor
yang dipilih sesudah imunisasi atau booster atau konvalesen dari suatu penyakit,
disebut sesuai dengan jenisnya misalnya TIG, HBIG, VZIG dan RIG. Preparat
dapat pula diperoleh dalam jumlah besar dari hasil plasmaferesis. (dibahas dalam
Bab 18 Imunofarmakologi)

2. Imunisasi Aktif
Dalam imunisasi aktif untuk mendapatkan proteksi dapat diberikan vaksin hidup/
dilemahkan atau yang dimatikan. Vaksin yang baik harus mudah diperoleh, murah, stabil
dalam cuaca ekstnm dan nonpatogenik. Efeknya harus tahan lama dan mudah direaktvasi
dengan suntikan booster antigen. Baik sel B maupun sel T diaktifkan oleh Imunisasi.
Keuntungan dari pemberian vaksin hidup/dilemahkan ialah terjadinya replikasi mikroba
sehingga menimbulkan pajanan dengan dosis lebih besar dan respons imun di tempat
infeksi alamiah. Vaksin yang dilemahkan diproduksi dengan mengubah kondisi biakan

9
mikroorganisme dan dapat merupakan pembawa gen dari mikroorganisme lain yang sulit
untuk dilemahkan.

2.4 Penggolongan Vaksin


1. Vaksin Virus
Respons antivirus adalah kompleks, oleh karena ada beberapa faktor yang berperan
seperti tempat virus masuk tubuh, tempat virus melekat pada sel, aspek patogenesis
infeksi virus, Induksi interferon, respons antibodi dan CMI. Respons imun yang baik
harus mencakup efek antibodi pada permukaan epitel. Efek ini dapat diperoleh dari IgA
lokal atau IgG dan IgM ekstravaskular setempat. Infeksi virus seperti campak atau polio,
mulai di epitel mukosa saluran napas atau cerna dan efek patogeniknya yang utama
terjadi setelah disebarkan melalui darah ke alat-alat tubuh lainnya. Antibodi pada
permukaan epitel akan mampu melindungi badan yang mencegah virus masuk tubuh.
Antibodi dalam sirkulasi dapat menetralisasi virus yang masuk darah pada fase viremia.
Respons antibodi terhadap virus dapat ditemukan in vitro yaitu menetralkan infektivitas
virus dan melind ungi pejamu yang rentan, mengikat komplemen, mencegah adherens
dan aglutinasi eritrosit oleh beberapa jenis virus (haomaglutination inhibition).
Beberapa vaksin virus sebagai berikut :
a. Vaksin Rubela
Vaksin Rubela (German measles) mengandung virus yang dilemahkan atau
dimatikan, berasal dan virus dengan antigen tunggal yang ditumbuhkan dalam biakan
Human Diploid Cell Line.
b. Vaksin Influenza
Penyakit influenza disebabkan virus famili Ortomiksoviride, yang terdiri atas
virus Tipe A, B, dan C berdasarkan hemaglutinin permukaan (H) dan antigen
neuraminidase (N). Virus A paling sering menimbulkan epidemi/pandemi dan virus B
kadang menimbulkan epidemi/pandemi regional. Virus C hanya menimbulkan infeksi
sporadis yang ringan. 90 % kematian oleh influenza terjadi pada usia 65 tahun atau
lebih. Wabah terbesar disebabkan influenza A oleh karena antigennya yang dapat
berubah. Wabah oleh Influenza B tidak begitu berat oleh karena antigennya lebih
stabil. Dalam alam, antigen virus tipe A dapat mengalami dua jenis perubahan/ mutasi

10
yaitu antigenic drift bila mutasi tersebut terjadi perlahan dan antigenic shift yang
terjadi mendadak. Virus B lebih stabil dibanding virus A dan hanya menimbulkan
antigenic drift. Adanya antigenic driff/shift tersebut memungkinkan virus untuk lolos
dari pengawasan sistem imun pejamu, sehingga
c. Vaksin Campak
Vaksin campak adalah vaksin hidup yang dilemahkan dan galur virus dengan
antigen tunggal yang dibiakkan dalam embrio ayam. MRR adalah vaksin yang
dimatikan dan diberikan dalam suntikkan tunggal, untuk pencegahan penyakit
campak, mumps (gondong) dan rubella.
d. Vaksin Poliomielitis
Vaksin poliomyelitis diperoleh dalam 2 bentuk yaitu vaksin virus mati dan vaksin
virus hidup (oral) sebagai berikut :
1. Vaksin virus mati (inactivated Polio Vaccine, Salk)
Vaksin Salk diproduksi dari virus yang dilumpuhkan dalam biakan (gijal
kera) yang kemudiaan diinaktifkan dengan formalin atau sinar ultra violet. Vaksin
tersebut memberikan imunitas terhadap paralisa atau penyakit sistemik, tetapi
tidak terhadap infeksi intestinal oleh polio. Diberikan sebelum vaksin Sabin
dikembangkan.
2. Vaksin virus hidup (Oral Polio Vaccine Sabin)
Vaksin sabin dibuat dari virus yang juga ditumbuhkan dalam biakan (ginjal kera,
Human Diploid Cells) yang dilemahkan dan memberikan proteksi terhadap
infeksi intestinal dan penyakit paralisis.
e. Vaksin Hepatitis B
Vaksin hepatitis B terdiri atas partikel antigen permukaan hepatitis B yang
diinaktifkan (HBsAg) dan diabsorvsi dengan tawas, dimurnikan dari plasma manusia/
karier hepatitis. Produksi vaksin hepatitis B dari jamur dengan teknik rekombinan,
merupakan cara yang lebih mudah untuk memproduksi vaksin dalam jumlah besar
dan aman dibanding dengan yang diproduksi dari serum.

11
f. Vaksin Hepatitis A
Vaksin hepatitis A terdiri atas virus yang dimatikan yang cukup efektif, diberikan
kepada orang dengan risiko misalnnya dalam perjalanan/ mengunjungi Negara yang
risiko.
g. Vaksin Varisela
Vaksin varisela digunakan untuk mencegah varisela, merupakan vaksin yang
dilemahkan, biasnya tidak diberikan kepada anak – anak sampai IgG asal ibu hilang
(sekitas usia 15 bulan). Varisela yang dilemahkan diberikan kepada penderita dengan
leukemia limfositik akut.
h. Vaksin Retro
Vaksin virus retro dapat mencegah kematian pada bayi akibat diare. Vaksin
mengandung 4 tipe antige virus yang berhubungan dengan penyakit pada manusia.
i. Vaksin Rabies
Vaksin rabies diperoleh dalam 2 bentuk yaitu vaksin dimatikan untuk manusia
dan vaksin hidup yang dilemahkan pada hewan. Ada 2 bentuk vaksin untuk manusi
yaitu yang dibiakkan dalam embrio bebek yang memiliki beberapa efek
ensefalitogenik dan yang dibikkan dalam sel human diploid. Kadang diperlukan
bersamaan dengan RIG.
j. Vaksin Papiloma
Kanker serviks merupakan kanker nomor dua tersering pada wanita, sekitar 10%
dan semua kanker wanita yang ada. Kini sudah diketahui bahwa risiko tinggi virus
tipe papiloma merupakan penyebab lesi prekanker dan kanker serviks rahim. Infeksi
HPV kronis dianggap merupakan fase interrmediat terjadinya kanker serviks invasif.
Vaksin HPV dapat ditoleransi dengan baik, imunogenik dan efeklif pada kebanyakan
infeksi HPV. Vaksin menunjukkan potensi pencegahan proporsi substansial kasus
kanker serviks. imunisasi dianjurkan sebelum usia 20 tahun untuk mencegah kanker
serviks dan dibernkan 3 kali. Kelompok ulama risiko ini adalah penderita yang
imunokompromais seperti pendenita infeksi HIV, penyakit automun dan yang
mendapat terapi mmunokompromas.

12
2. Vaksin Bakteri
Respons imun antibakterial meliputi lisis melalui antibodi dan komplemen,
opsonisasi, fagositosis yang diaktifkan dengan eliminasi bakten di hati, limpa dan sel-sel
dari sistem fagosit makrofag. Yang berperan pada Opsonin dan fagositosis bakten
negatif-Gram adalah IgG dan IgM saja atau komponen komplemen C3b. Aktivasi
komplemen melalu Jalur altenatif dapat dirangsang secara nonspesifik oleh endotoksin
lipopolisakanda (dinding bakteri negatif-Gram) atau oleh polisakanda dan kapsul bakten
negatif-Gram dan bakteri positif-Gram yang mengaktifkan C3. Jalur altenatif ini
menimbulkan penglepasan molekul kemotaktik C3a, C5a dan gpsonin C3b.
Aktivasi jalur altematif juga melepas faktor adherens imun dari C5, 6, 7, 8, 9 yang
bakteriolik. Oleh karena proses opsonin dan fagositosis bakteri terjadi dalam limpa,
penderita pasca splenektomi sangat rentan terhadap bakteri yang memiliki kapsul. Pada
jalur klasik IgM berperan dalam tisis bakteri negatif-Gram. CMI juga berperan pada
bakteri yang hidup intraselular seperti M. tuberkulosis.
Beberapa Vaksin Bakteri sebagai berikut :
a. Vaksin DOMI
Akhir-akhir ini telah banyak dicurahkan perhatian terhadap penyakit-penyakit
infeksi yang menimpa negara-negara sedang berkembang seperti kolera, demam
tifoid dan sigela yang merupakan DOMI. Program DOMI dikembangkan di berbagai
negara antara lain di Indonesia melalui transfer teknologi untuk memproduksi vaksin
Vi dan vaksin kolera yang sekaligus dapat mengurangi beban sigelosis.
b. Vaksin Bacillus Calmette – Guerin
Vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin galur Mikobakterium
bovis yang dilemahkan dan digunakan pada manusia terhadap pencegahan
tuberkulosis di hampir seluruh penjuru dunia. BCG tidak diberikan secara rutin di
Amerika oleh karena dianggap tes kulit tidak dapat digunakan sebagai tanda pajanan
dengan kuman tuberkulosis.
c. Vaksin Subunit
Vaksin subunit adalah vaksin yang terdiri atas makromolekul spesifik asal
patogen, yang dimurnikan. Ada 3 bentuk umum Vaksin Yang digunakan: Vaksin
eksotoksin atau toksoid, Vaksin polisakarida kapsel , dan Vaksin antigen protein

13
rekombinan. Vaksin subunit adalah vaksin yang hanya menggunakan bagian dari
antigen yang terbaik untuk merangsang Sistem imun. Kadang digunakan epitop,
bagian spesifik antigen yang dikenal dan diikat zat anti atau sel T. Oleh karena vaksin
subunit ini hanya mengandung antigen esensial, kemungkinan terjadinya reaksi yang
tidak diinginkan sangat sedikit.vaksin subunit dapat mengandung 1 – 20 antigen atau
lebih.
Vaksin subunit diproduksi melalui pemurnian biokimiawi fraksi mikroba atau
dengan teknologi rekombinan. Oleh karena itu vaksin subunit tidak mengandung
bahan replikasi aktif, tidak menunjukkan risiko infeksi dan juga tidak mengandung
asam nukleat mikroba sehingga tidak karsinogenik. Contoh vaksin subunit adalah
vaksin toksoid, vaksin kapsel polisakarida bakteri, B. pertusis dan S. pneumoni,
Glikoprotein virus, protein patogen yang dibuat dengan teknik rekombinan dan
peptida sintetik.
1) Vaksin Polisakarida
Vaksin polisakarida (disebut juga vaksin konjugat) dibuat dan polisakarida
kapsul bakteri, terdin atas dinding polsakarida bakteri yang merupakan vaksin
subunit.
Contoh-contoh vaksin polisakarida adalah sebagai berikut :
a) Vaksin Pneumokok
Vaksin polisakanda yang sekarang digunakan melindungi resipien dengan
meningkatkan fagositosis. Vaksin pneumokok terdiri atas polisakarida kapsul
23 tipe antigen Streptokok pneumoni dan dianjurkan untuk golongan tertentu
seperti usia diatas 60 tahun, penyakit paru kronis atau mereka tanpa limpa.
Vaksin memberi perlindungan sampai 90% terhadap jalur pneumokok yang
dapat menjangkiti manusia.
b) Vaksin Hemofilus Influenza
Vaksin Hemofilus influenza berupa polisakarida tipe b (Hib) yang
dikonjugasi dengan toksoid atau protein. Vaksin tidak memberikan
perlindungan terhadap infeksi H.influenza tanpa kapsul. Hidrat arang yang
dimurnikan (poliribitol) secara antigenik sangat buruk untuk anak di bawah
dua tahun dan imunigenisitas hanya diperoleh bila diikat protein pembawa.

14
Vaksin diberikan kepada anak-anak usia 2-3 tahun di pusat-pusat penitipan
anak-anak (day-care center) dan penderita sesudah splenektomi.
c) Vaksin Neiseria Meningitides
Vaksin Neiseria meningitidis (NM) terdiri atas beberapa golongan
polisakarida, digunakan untuk mencegah infeksi meningitis pada anggota
tentara dan anak-anak di negara-negara dengan risiko tinggi. Vaksin terdiri
atas membran hidrat arang dan 4 galur A C, Y dan W-135. Pada manusia ada
2 jenis genus neseria patogen yatu NM dan N. gonokok (NG). Di Indonesia
infeksi NM amat jarang sehingga belum diketahui kekebalan lerhadap NM.
Serogrup A dan C merupakan anbgen yang sangat vinulen.
d) Lyme Disease
Lyme disease adalah penyakit yang disebabkan spiroket. Infeksi terjadi
melalui gigitan sejenis serangga yang terinfeksi.Vaksin terdiri atas protein
permukaan Borelia burgdorfen yang dimurnikan.
e) Vaksin S. Pneumoni
Vaksin polivalen yang dibuat dan kapsul polisakarida beberapa galur
Streptokok pneumoni, diberikan kepada penderita penyakit kardiovaskuler,
sesudah splenektomi, anemia sel sabit, kegagalan ginjal, sirosis alkohol dan
diabetes melitus.
f) Vaksin S. tifi (Typhim Vi)
Vaksin S. tifi (Typhim Vi) berupa vaksin polisakarida dan pemberian
booster tidak menimbulkan respons peningkatan. Untuk meningkatkan
respons, dibuat vaksin konjugasi dengan menggabungkan polisakanda S. tfi
dengan protein. Vaksin demam tifoid klasik dibuat dari seluruh sel yang
dimatikan. Vaksin tersebut mudah didapat dan murah, tetapi tidak ditolerir
dengan baik. Vaksin ini diberikan parenteral, diperoleh dari kapsul
polisakanda SA. Biasanya diberikan kepada anak usia 6 bulan dalam 2 dosis
dengan jarak 4 minggu. Vaksin Efektif pada 55-75% dan berlangsung untuk 3
tahun.

15
2) Antitoksin (ekso- dan endotoksin) toksoid
Vaksin toksoid digunakan hanya bila toksin bakteri merupakan penyebab
utama penyakit. Toksin biasanya diinaktifkan dengan formalin dan disebut toksin
yang detoksifikasi atau toksoid sehingga aman untuk digunakan dalam vaksin.
Banyak bakteri dalam usaha meningkatkan penyebarannya, melepas molekul
toksik (eksotoksin) yang merusak janngan sekitar atau menunjukkan efeknya di
jaringan yang jauh (tetanus) Yang berperan pada respons imun antitoksin adalah
1gG, meskpun IgA dapat pula menetralisasi eksotoksin seperti enterotoksan V.
kolera. Toksin itu berikatan kuat dengan jaringan alat sasaran dan biasanya tidak
dapat dilepaskan lagi dengan pembarian antitoksin. Oleh karena itu pada penyakit
penyakit yang mekanismenya terjadi melalui Eksotoksin, pemberian segera
antitoksin sangat diperlukan agar kerusakan yang ditimbulkannya dapat dicegah.
Pada percobaan dengan kelinci, antitoksin yang diberikan satu jam sebelum
Suntkan toksin difteri dapat memberikan proteksi lengkap, tetapi antitoksin yang
diberikan antara 1-2 jam sesudah suntikan toksin tidak efektif.
Antitoksin terdiri atas antibody yang menetralisasi (antiserum) yang spesifik
terhadap toksin. Biasanya diproduksi dengan imunisasi pada manusia
(sukarelawan), kuda dan lembu. Vaksinasi terhadap toksin diberikan dalam
bentuk toksoid, yang sudah dihilangkan toksisitasnya, namun tidak kehilangan
determinan antigen. Oleh karena itu, toksoid dapat dipakai untuk memacu
pembentukkan antibody yang dapat menetralkan efek toksin. Endotoksin adalah
komponen dinding sel dari beberapa bakteri gram negative yang dapat
memodulasi respon imun. Eksotoksin bakteri seperti yang diproduksi difteri dan
tetanus sudah lama digunakan sebagai imunogen atau bahan yang menginduksi
respon imun, tetapi harus ditoksifikasi terlebih dahulu dengan formaldehid yang
tidak merusak determinan imunogennya.

Contoh vaksin toksoid adalah sebagai berikut:

a) Antitoksin botulinum
Antitoksin botulinum adalah polivalen, dibuat terhadap tiga tipe toksin (
tipe A, B dan E) yang diproduksi klostridium botulinum. Antitoksin asal

16
hewan juga dapat diperoleh tetapi tidak diutamakan oleh karena risiko
penyakit serum.
b) Antitoksin difteri
Antitoksin difteri dibuat pada kuda dengan menyuntikkan toksoid
korinebakterium difteri. Toksoid adalah eksotoksin yang diolah dengan
formaldehid yang merusak patogenisitasnya tetapi tetap antigenik.
c) Antitoksin tetanus
Antitoksin tetanus terdiri atas globulin imun asal manusia yang spesifik
terhadap toksin Klostridium tetani. Antitoksin asal hewan juga dapat diperoleh
tetapi tidak diutamakan oleh karena risiko penyakit serum. Enzim eksotoksin
seperti lesitinase dari bakteri K. perfringens atau bisa ular dapat dinetralisasi
antibody. Adanya aktivitas antitoksin 1gG berarti bahwa ibu yang cukup
diimunisasi, dapat memindahkan antitoksin kepada janin dan dapat
memberikan proteksi pada hari-hari pertama/minggu sesudah lahir. Hal
tersebut diperlukan dalam pencegahan tetanus neonatorum di negara-negara
dengan tindakan obstetri yang kurang steril.
d) Difteri, pertusis dan tetanus
Difteri, pertusis dan tetanus DPT adalah produk polivalen yang
mengandung toksoid Korinebakterium difteri, Bordetela pertusis dan
Klostridium tetani yang dimatikan.
3) Vaksin peptida
Peptida sintetik adalah vaksin subunit yang hanya mengandung epitope atau
bagian antigen yang dapat diikat antibodi dari antigen protektif. Bagian lain dari
protein yang menimbulkan efek supresif terhadap sistem imun, efek toksik atau
bereaksi silang dengan protein endogen sudah dihilangkan. Kebanyakan peptide
menginduksi respons imun yang potensinya tergantung dari jenis MHC.
d. Vaksin konjugat
Keterbatasan vaksin polisakarida adalah ketidakmampuannya untuk mengaktifkan
sel T helper. Polisakarida yang merupakan dinding luar bakteri akan menghalangi
respons imatur imun bayi dan anak untuk mengenal antigen. Salah satu cara untuk
melibatkan sel T helper secara direk adalah menkonjugasikan antigen polisakarda

17
dengan protein pembawa. Contohnya adalah vaksin pneumokok. Vaksin konjugat
mengaktifkan sel T helper, mengalihkan IgM ke IgG. Meskipun jenis vaksin ini dapat
menginduksi sel memori B untuk pathogen, namun tidak sel T spesifik.
3. Vaksin Hasil Rekayasa
a. Vaksin subunit multivalent
Salah satu keterbatasan dari vaksin peptide sintetik dan subunit polisakarida atau
protein adalah cenderung kurang imunogenik. Vaksin subunit cenderung memacu
imunitas humoral dibanding selular. Oleh karena itu diusahakan untuk membuat
vaksin peptide sintetik yang mengandung epitope imunodominan sel B dan T.
Berbagai tekik telah dilakukan untuk memperoleh vaksin multivalent yang dapat
mempresentasikan kopi peptide yang multiple atau campuran peptide ke sistem imun.
Protein membrane berbagai pathogen seperti virus influenza, campak, hepatitis B dan
HIV telah digabung yang disebut vaksin subunit multivalent dan dewasa ini sedang
dinilai dalam studi klinis.
b. Vaksin DNA dan naked DNA
Vaksin DNA terdiri atas plasmid bakteri yang mengandung DNA yang menyandi
pprotein antigen, dapat memacu baik imunitas humoral maupun selular. Melalui
rekayasa genetik, segmen dari bahan herediter/DNA dari satu jenis organisme dapat
dikombinasikan dengan gen organisme kedua. Dengan jalan demikian, organisme
yang relatif sederhana seperti bakteri atau jamur dapat diinduksi untuk memproduksi
sejumlah besar protein manusia hormone/insulin atau sitokin. Juga dapat disintesis
protein asal agens infeksi seperti virus hepatitis untuk digunakan dalam vaksin.
Disamping itu juga dapat diproduksi protein asal pathogen seperti virus hepatitis atau
HIV untuk digunakan dalam vaksin. Contoh vaksin rekombinan yang sudah lama
digunakan adalah vaksin hepatitis B Yng dibuat dengan memasukkan gen segmen
virus hepatitis B ke dalam gen sel ragi.
Naked cDNA yang menyandi hemaglutinin virus influenza dapat diinokulasikan
langsung ke dalam tubuh, melalui suntikkan ke jaringan otot atau alat yang
menggunakan tekanan tinggi yang dapat memasukkan DNA langsung ke dalam sel.
Vaksin tersebut akan merangsang baik produksi antibody maupun respon CTL yang
spesifik untuk protein influenza.

18
Vaksin DNA memiliki beberapa keuntungan potensial dibanding vaksin
tradisional yang menyangkut spesifisitas, induksi Th1 yang poten dan respon Tc
seperti yang terlihat pada vaksin yang dilemahkan tetapi tanpa potensi menjadi
virulen. Contoh vaksin naked DNA lainnya adalah vaksin terhadap malaria, herpes
dan HIV yang masih dalam percobaan.
c. Vaksin vector reombinan
Vaksin vector rekombinan adalah vaksin yang dibuat dengan menggunakan virus
atau bakteri yang dimodifikasi untuk mengantarkan gen (sebagai vector) yang
menyandi antigen mikroba ke sel tubuh. Vaksin eksperimental ini dapat disamakan
dengan vaksin DNA, tetapi menggunakan virus yang diatenuasi untuk memasukkan
DNA mikroba ke sel tubuh. Vector berarti virus yang digunakan sebagai pembawa.
Virus yang diatenuasi dan berfungsi sebagai vector berkembang biak dalam penjamu
dan mengekspresikan produk gen virus patogen. Vaksin hidup yang diatenuasi
digunakan dengan membawa gen yang menyandi antigen yang ditemukan dalam
newly emerging pathogen.
d. Sitokin, pembawa vaksin
Menambahkan sitokin sebagai pembawa vaksin diduga merupakan cara efisien
untuk mendapatkan lingkungan/milieu sitokin yang benar dalam mengarahkan
respons imun yang diharapkan. Efek sitokin adalah untuk meningkatkan efisiensi sel
APC. Penggunaan sitokin efektor sedang dipertimbangkan sebagai ajuvan pada
vaksinasi, mengingat polarisasi sistem imun jalur T helper 1 dan T helper 2 lebih
menguntungkan pada berbagai hal misalnya respon T helper 1 diperlukan terhadap
tuberculosis sedangkan respon T helper 2 diperlukan pada proteksi terhadap polio.
4. Vaksin Tumor
Imunisasi yang membunuh sel tumor atau antgen tumor dapat meningkatkan
respons terhadap tumor. Identifikasi peptida yang dapat dikenal CTL tumor spesifik dan
klon gen yang menyandi antigen tumor spesifik yang dikenal CTL merupakan kandidat
untuk vaksin tumor. Respons imun terhadap tumor dapat tumor spesifik sehingga tidak
merusak sel normal terbanyak.

19
2.5 Hal – hal yang Perlu diperhatikan pada Vaksinasi.
a. Tempat pemberian vaksin
Pemberian parenteral (ID. SK. IM) biasanya dilakukan pada lengan daerah
deltoid. Vaksin hepatitis yang diberikan IM pada lengan terbukti memberikan respons
imun yang lebih baik dibanding dengan pemberian intragluteal. Pemberian vaksin
polio parenteral (virus dimatikan) akan memberikan raspons antibodi serum yang
lebih tinggi dibanding dengan vaksin hidup oral, tetapi yang akhir menimbulkan
produksi IgA sekretori yang dapat memberikan proteksi lokal. Beberapa vaksin
memberikan respons yang lebih baik bila diberikan melalui saluran napas dibanding
dengan parenteral (Seperti virus campak hidup) tetapi pemberian tersebut belum
dilakukan secara rutin.
b. Imunitas mokusa
Imunitas mukosa yaitu proteksi terhadap infeksi epitel mukosa yang sebagian
besar tergantung dari produksi dan sekresi IgA. Hal ini terutama berlaku untuk
patogen yang hidup di permukaan mukosa atau yang masuk tubuh melalui mukosa
sebagai pertahanan tubuh. Imunitas mukosa timbul bila patogen terpajan dengan
sistem imun mukosa. Oleh karena itu vaksin yang dilemahkan dan diberikan oral atau
intranasal, biasanya lebih efektif dalam memacu imunitas setempat dan relevan
dibanding dengan pemberian Parenteral.
c. Imunitas humoral
Imunitas humoral ditentukan oleh adanya antibodi dalam darah dan cairan
jaringan terutama 1gG. Antibodi serum Efektif terhadap patogen yang masuk darah
misalnya dalam stadium viremia/bakteriemi. Dengan demikian antibodi dapat
mencegah patogen sampai di alat sasaran dan terjadinya penyakit. IgG juga penting
pada proteksi terhadap toksin dan bisa.
d. Sistem efektor
Sistem efektor ialah respons Imun yang dapat membatasi penyebaran infeksi atau
mengeliminasi patogen yang ditentukan oleh tempat patogen, intraselular atau
ekstraselular. Untuk membunuh virus intraselular dibutuhkan sel T CD8+. Imunitas
tersebut dapat dipacu oleh vaksin virus hidup/dilemahkan, yang selanjutnya
mengaktifkan sel-sel efektor melalu presentasi oleh APC dengan bantuan molekul

20
MHC-1 ke sel T. Sei CD4+/Th1 diperlukan untuk mengontrol patogen yang hidup
dalam makrofag. Vaksin yang dibutuhkan harus dapat merangsang imunitas
selular/makrofag. Antibodi IgG, IgA dan lainnya, kadang-kadang efektif dalam
mengontrol patogen yang disebarkan oleh infeksi ulang.
e. Lama proteksi
Lama proteksi sesudah vaksinasi bervariasi yang tergantung dari patogen dan
jenis vaksin. Imunitas terhadap toksin tetanus yang terutama tergantung dari IgG dan
sel B yang memproduksinya, dapat berlangsung 10 tahun atau lebih. Sebaliknya,
imunitas terhadap kolera tergantung dari IgA dan respons imun spesifik sel T,
melemah setelah 3-6 bulan. Imunitas juga tergantung dari tempat infeksi dan jenis
respons imun yang efektif terhadapnya.
f. Bahaya imunisasi dan keamanan
1) Bahaya imunisasi
a) Ada beberapa bahaya yang berhubungan dengan pemberian vaksin. Vaksin
virus yang dilemahkan (campak, rubela, polio oral, BCG) dapat menimbulkan
penyakit progresif pada penderita yang imunokompromais atau pada penderita
yang mendapat pengobatan steroid. Vaksin dapat menimbulkan penyakit dan
kematian oleh karena orang tersebut tidak dapat mengontrol virus meskipun
dilemahkan. Dalam hal-hal tertentu virus yang dilemahkan dapat berubah
menjadi virus yang virulen dan menimbulkan kelumpuhan (polio). Atas dasar
hal tersebut banyak orang lebih menyukai pemberian vaksin dimatikan yang
diberikan parenteral. Hai ini juga merupakan sebab mengapa ada yang
menganjurkan pemberian imunisasi polio dalam 2 suntikan dengan IPV
disusul dengan satu kali pemberian OPV.
b) Virus yang dilemahkan hendaknya tidak diberikan kepada wanita yang
mengandung oleh karena bahaya terhadap janin.
c) Diantara vaksin yang dimatikan, B.pertusis kadang-kadang menimbulkan efek
samping yaitu ensefalopai pada bayi. Meskipun demikian, penggunaannya
masih diteruskan mengingat risiko penyakit yang lebih besar. Vaksin pertusis
tidak dianjurkan untuk bayi dengan riwayat kejang-kejang.

21
d) Toksoid tetanus dan difteri dapat menimbulkan hipersensitiitas lokal. Oleh
karena efeknya dapat berlangsung 10 tahun, maka pemberian booster harus
diawasi dan dosis yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan reaksi yang
terjadi. Hipersensitivitas terhadap toksoid difteri meningkat dengan usia.
Dosis dewasa adalah jauh lebih kecil dari dosis anak.
e) Oleh karena suntikan vaksin polisakarida pneumokok berulang menimbulkan
efek samping, maka hanya diberikan sebagai suntikan tunggal yang
menggunakan 23 serotipe vaksin. Sindrom Guillain Barre dapat terjadi
sebagai efek samping pemberian vaksin virus influenza babi. Pemakaiannya
masih diteruskan oleh karena efek samping tersebut dianggap tidak berarti.
f) Mengingat beberapa virus seperti campak, influenza dan mumps ditumbuhkan
dalam embrio ayam, maka vaksin virus tersebut hendaknya tidak diberikan
kepada mereka yang alergi terhadap telur ayam (jarang sekali).
g) Vaksin influenza lengkap tidak memberikan efek samping pada orang dewasa,
tetapi pada usia di bawah 13 tahun dianjurkan untuk memberikan
komponennya terpisah-pisah (split vaccine).
h) Beberapa vaksin mengandung bahan pengawet seperti organomarcuric
thimerosal (mertiolat) atau antibiotik seperti neomisin atau streptomisin. Oleh
karena itu pemberiannya tidak dianjurkan pada mereka yang alergik terhadap
bahan/obat tersebut.
i) Vaksin plasmid DNA dapat menimbulkan toleransi atau autoimun.
2) Keamanan imunisasi
Bahaya vaksin yang dilemahkan dapat disebabkan karena proses melemahkan
bakterii/virus kurang memadai, terjadi mutasi ke bentuk virulen dan kontaminasi.
Bahaya vaksin yang dimatikan dapat pula disebabkan karena kontaminasi dan
reaksi alergi atau autoimun.
g. Stabilitas
Pada umumnya vaksin stabil selama satu tahun pada suhu 4oC sedangkan pada
suhu 37oC hanya bertahan 2 sampai 3 hari.

22
h. Vaksinasi pada golongan khusus
Vaksinasi dianjurkan untuk diberikan pada golongan tertentu:
1) Usia di atas 60 tahun
Pada usia di atas 60 tahun terjadi penurunan respons imun yang sekunder.
Usia lanjut menunjukkan respons baik terhadap polisakarida bakteri, sehingga
pemberian vaksin polisakarida pneumokok dapat meningkatkan antibodi dengan
efektif. Virus infuenza dapat merusak epitel pernapasan dan memudahkan infeksi
pneumonia bakterial. Oleh karena itu vaksin influenza juga dianjurkan untuk
diberikan kepada golongan usia di atas 60 tahun.
2) Penyakit kronis
Vaksin preumokak dan vaksin virus influenza yang dunaktifkan/dilemahkan
dianjurkan untuk diberikan kepada penderita dengan anemia sel sabit, penyakit
Hodgkin, mieloma multipel, penyakit kardiovaskuler kronik, penyakit metabolik
kronik/diabetes melitus dan kegagalan ginjal.
3) Risiko pekerjaan
a. Imunisasi terhadap berbagai infeksi seperti hepatitis B. Q fever, pes, lularemia
dan tifoid dianjurkan untuk diberikan kepada karyawan laboratorium dan
petugas kesehatan. Imunoglobulin hepatitis B dengan titer tinggi dapat
memberikan proteksi pasif sementara pada karyawan yang mendapat luka kulit
yang berhubungan dengan bahaya transmisi hepatitis B. Imunisasi profilaksis
dilakukan dengan antigen sintetis atau yang diperoleh dengan teknik
rekombinan DNA dianjurkan untuk petugas kesehatan, petugas berbagai
lembaga (kontak dengan kelompok berisiko tinggi, narapidana) dan penderita
yang sering menerima transfusi darah.
b. Vaksin antraks dianjurkan untuk mereka yang bekerja dengan kulit dan tulang
binatang. Vaksinasi serupa diberikan terhadap bruselosis dan leptopsirosis
meskipun nilai proteksinya terhadap ke dua penyakit yang akhir belum
terbukti.
c. Vaksin rabies diberikan kepada dokter hewan, mahasiswa calon dokter hewan.

23
4) Rubela seronegatif
Kepada mereka dengan rubela seronegatif perlu diberikan imunisasi sebelum
pubertas dengan vaksin yang dilemahkan. Pada golongan dengan
imunokompromais (HIV, penderita transplantasi sumsum tulang) dan kanker
dianjurkan untuk diberikan vaksin pneumokok, influenza, hepatitis A dan B,
Hemofilus influenza B dan varisela.
5) Golongan risiko lain
Golongan dengan aktivitas seksual yang tinggi, penyalahgunaan obat suntik
adiktif, bayi lahir dari ibu pengidap penyakit hepatitis/ AIDS, keluarga yang
kontak dengan penderita terinfeksi hepalitis akut atau kronis, memerlukan
vaksinasi yang sesuai.
6) Imunisasi dalam perjalanan
Wisatawan yang terpajan dengan bahaya infeksi perlu mengetahui peraturan
peraturan nasional dan internasional. Vaksinasi terhadap kolera dan yellow fever
diperlukan untuk mereka yang akan mengunjungi negara dengan endemi atau
epidemi. Penyakit-penyakit seperti poliomyelitis, difteri, tetanus, tifoid, hepatitis
A, tuberkulosis masih merupakan penyakit penting di berbagai negara sedang
berkembang.
Sertifikat intenaasional untuk yellow faver berlaku untuk 10 tahun dan mulai
berlaku 10 hari sesudah tanggai vaksinasi. Sebaliknya sertifikal vaksinasi kolera
hanya berlaku untuk 6 bulan yang mulai berlaku 6 hari sesudah vaksinasi primer.
Vaksinasi yang diperlukan bagi mereka yang melakukan ibadah Haji/Umroh
sudah dijelaskan terlebih dahulu.
7) Vaksin/kontrasepsi imunologis
Kontrasepsi imunologis merupakan cara untuk mencegah kehamilan. Vaksin
yang menginduksi antibodi dan respons imun humoral terhadap hormon atau
antigen gamet yang berperan pada reproduksi telah dikembangkan. Vaksin
tersebut dapat mengontrol fertilitas pada hewan eksperimental. Vaksin ini masih
dalam tahap pengembangan.

24
8) Vaksinasi pada penderita dengan tandur
Pada subyek dengan imunokompromais, berbagai mikroba dapat
menimbulkan infeksi yang lebih berat dibanding dengan individu normal. Oleh
karena itu bila memungkinkan imunisasi diberikan kepada golongan
imunokompromais. Imunisasi dengan virus hidup dapat menimbulkan penyakit
yang berhubungan dengan vaksin tersebut dan karenanya vaksin tersebut tidak
diberikan. Subyek/anak yang belum diimunisasi, hendaknya memperoleh
imunisasi sebelum dilakukan transplantasi. Vaksin mati tidak bereplikasi dan
karenanya tidak menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan vaksin. Oleh
penggunaan imunosupresan, respons imun menjadi tidak adekuat sehingga
memerlukan booster yang multipel.
9) Wanita hamil dan yang menyusui
Meskipun secara teoritis, pemberian vaksin kepada wanita hamil dapat
berisiko, sebetulnya tidak terbukti adanya hubungan direk antara vaksin (bahkan
vaksin hidup) dengan defek pada bayi. Namun demikian, wanita hamil hendaknya
hanya mendapat vaksinasi bila vaksin diduga tdak akan menimbulkan efek
samping, risiko untuk penyakit tinggi dan infeksi merupakan risiko untuk ibu dan
bayi. Menunggu pemberian vaksin sampai trimester ke 2 atau ke 3, bila mungkin
dapat mengurangi keresahan teratogenisitas. Sangat sedikit vaksin yang sudah
diuji pada wanita hamil.
Sekitar 2% bayi yang dilahirkan menderita cacat, dan beberapa ibunya pernah
mendapat vaksinasi selama hamil. Vaksin hidup dianjurkan untuk tidak diberikan
kepada ibu hamil. Ibu yang mendapat vaksin MMR atau varisela, hendaknya
menunggu satu bulan untuk hamil. Adanya risiko terhadap pemberian vaksini
pasif tidak diketahui. Pemberian Vaksinasi termasuk vaksin hidup tidak
merupakan kontraindikasi untuk ibu yang sedang menyusui, kecuali variola.
Vaksinasi tetanus dan influenza mati banyak dianjurkan untuk diberikan kepada
ibu hamil.

25
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Secara
umum, imunisasi bertujuan untuk meningkatkan derajat kekebalan tubuh, memberikan
perlindungan dengan menginduksi respon memori terhadap patogen tertentu atau toksin
dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen atau nontoksik. Imunisasi merupakan
kemajuan yang besar dalam usaha imunoprofilaksis serta menurunkan prevalensi
penyakit.
Vaksin dapat digolongkan menjadi 4, yaitu Vaksin virus hidup, dilemahkan
(atenuasi), contohnya, vaksin measles, mumps, rubella (MMR) dan vaksin varisela dan
vaksin bakteri hidup (BCG). Vaksin yang dimatikan (inactived) merupakan bahan
(seluruh sel atau komponen spesifik) asal pathogen seperti toksoid yang diinaktifkan
tetapi tetap imunogen. Vaksin toksoid yang mengandung toksin atau bahan kimiawi,
dibuat dari bakteri atau virus. Vaksin ini menjadi imun terhadap efek bahaya infeksi,
bukan terhadap kumannya. Contohnya vaksin difteri dan tetanus. Dan Vaksin biosintetik
mengandung bahan yang dibuat dan serupa dengan bagian virus atau bakteri. Contohnya
vaksin konjugat Hib (Hemofilus influenza tipe B).
Imunisasi terbagi menjadi dua yaitu imunisasi pasif dan imunisasi aktif. Imunisasi
pasif terjadi bila seseorang menerima antibodi atau produk sel dari orang lain yang telah
mendapat imunisasi aktif. Imunitas pasif dapat diperoleh melalui antibodi dari ibu atau
dari globulin gama homolog yang dikumpulkan. Sedangkan dalam imunisasi aktif untuk
mendapatkan proteksi dapat diberikan vaksin hidup/ dilemahkan atau yang dimatikan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, Karnen Garna dan Rengganis, Iris. 2018. “Imunologi Dasar”. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

27

Anda mungkin juga menyukai