Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi
Oleh
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan anti korupsi merupakan pendidikan pembentuk karakter yang
bermuara pada perilaku anti korupsi. Berdasarkan berbagai sudut pandang dan
kajian, Negara Indonesia memiliki banyak sekali nilai-nilai karakter bangsa.
Kemendikbud melansir terdapat 18 nilai karakter yang dikembangkan di sekolah
yang diperoleh melalui kajian empiris yang bersumber dari Agama, Pancasila,
budaya, dan tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan antikorupsi adalah sebuah usaha sadar dan terencana untuk
mendorong generasi muda dalam mengembangkan sikap menolak secara tegas segala
bentuk perbuatan korupsi melalui penanaman nilai-nilai anti korupsi dalam kegiatan
pembelajaran. Pendidikan anti korupsi perlu ditanamkan sejak dini kepada peserta
didik sekolah dasar, karena pada masa inilah anak sedang berproses pembentukan
karakter (character building), pada usia ini juga anak memiliki potensi untuk
berperilaku negatif (buruk).
Dalam suatu masyarakat tidak selalu harmonis seperti yang diharapkan oleh
mayoritas orang, terkadang timbul penyimpangan-penyimpangan yang merusak
tatanantatanan sosial. Seperti halnya tindak pidana korupsi, korupsi adalah realitas
tindakan penyimpangan norma sosial dan hukum yang tidak dikehendaki masyarakat
dan diancam sanksi oleh negara. Korupsi sebagai bentuk penyalahgunaan kedudukan
(jabatan), kekuasaan, kesempatan untuk memenuhi kepentingan diri sendiri dan atau
kelompoknya yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
Dua faktor penyebab timbulnya tindak pidana korupsi dipengaruhi faktor-
faktor obyektif yang mendorong perbuatan korupsi antara lain keadaan warisan Orde
Lama seperti: tidak adanya ketertiban dalam segala bidang, penguasaan yang
berlebih-lebihan oleh Negara atas kehidupan ekonomi, lemahnya organisasi aparatur
pemerintahan, aparatur penegak hukum dan peradilan maupun aparatur
perekonomian negara, tidak jelasnya tugas dan wewenang, kaburnya tanggungjawab,
lemahnya pengawasan, dan sebagainya. Disamping faktor-faktor obyektif tadi, faktor
subyektif yang mendorong perbuatan korupsi adalah sifat-sifat perorangan: mental
yang lemah, moral yang rendah.
Pengadaan barang dan jasa Pemerintah merupakan bagian yang paling
banyak dijangkiti korupsi, kolusi dan nepotisme. Penyakit ini sangat merugikan
keuangan negara, sekaligus dapat berakibat menurunnya kualitas pelayanan publik
dan berkurangnya jumlah pelayanan yang seharusnya diberikan pemerintah kepada
masyarakat. Tidak heran kalau begawan ekonomi, Prof. Sumitro Djojohadikusumo,
mengidentifikasi adanya kebocoran 30 – 50 % pada dana pengadaan barang dan jasa
pemerintah. Demikian juga hasil kajian Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia
yang tertuang dalam ”Country Procurement Assesment Report (CPAR)” tahun 2001
menyebutkan kebocoran dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah sebesar 10
hingga 50 persen. Merupakan jumlah yang besar karena alokasi anggaran pengadaan
barang dan jasa pemerintah pada tahun 2001 adalah senilai Rp 67,229 triliun.
Indikasi kebocoran dapat dilihat dari banyaknya proyek pemerintah yang tidak tepat
waktu, tidak tepat sasaran, tidak tepat kualitas, dan tidak efisien. Akibatnya
banyaknya alat 3 yang dibeli tidak bisa dipakai, ambruknya bangunan gedung dan
pendeknya umur konstruksi jalan raya karena banyak proyek pemerintah yang masa
pakainya hanya mencapai 30-40 persen dari seharusnya akibat tidak sesuai atau lebih
rendah dengan ketentuan dalam spesifikasi teknis.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2. Untuk mengetahui potensial terjadinya korupsi dilingkungan pekerjaan.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan
untuk memberantas korupsi
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Korupsi
a. Definisi Korupsi secara umum
Secara sederhana korupsi dapat diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasan atau
kepercayaan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Korupsi juga dapat mencakup
perilaku pejabat-pejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang
memperkaya diri mereka secara tidak pantas dan melanggar hukum, atau orang-
orang yang dekat dengan pejabat birokrasi dengan menyalahgunakan kekuasaan yang
dipercayakan kepada mereka.
b. Definisi Korupsi Menurut Perspektif Hukum
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan
dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU
No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan
pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana
korupsi. Pasal pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan
yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketiga puluh bentuk/jenis tindak
pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan Negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada pendapat di atas maka dapat difahami bahwa korupsi
merupakan tingkah laku yang menyimpang dan merugikan, maka dari itu proses
perlawanan terhadap korupsi harus dilakukan yang salah satunya dengan melakukan
proses pencegahan. Ada beberapa teori dan Undang-Undang yang telah menjelaskan
teori pencegahan korupsi, pencegahan korupsi merupakan suatu upaya yang
dilakukan untuk meluruskan sebuah proses yang sesuai dengan aturan yang telah
ada. Pencegahan juga bisa dilakukan dengan cara mensosialisasikan nilai-nilai anti
korupsi, dengan begitu proses pencegahan ini sangat penting untuk dilakukan dalam
mengatasi masalah korupsi, karena dengan adanya proses pencegahan ini
pemberantasan korupsi akan lebih bisa optimal. bahwa pencegahan dan tindakan
preventif akan lebih bermanfaat dalam mengatasi permasalahan korupsi daripada
dengan melakukan tindakan sanksi hukum yang tinggi. Hal tersebut menujukan
bahwa pencegahan korupsi haruslah dioptimalkan secara baik dalam pemberantasan
korupsi di Indonesia. Strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi juga telah
dijelaskan dalam Intruksi Presiden Republik Indonesia No.1 Tahun 2013. Upaya
3.2. Saran
Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah budaya korupsi supaya tidak terjadi
dengan:
1. Atur pengeluaran
2. Bayar hutang dengan disiplin (Bila Ada)
3. Bangun aset aktif
4. Focus pada pekerjaan dan tanggung jawab kerja kita
5. Miliki gaya hidup sesuai dengan kemampuan kita.
6. Menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah
DAFTAR PUSTAKA
Agus Surono. Menumbuhkan Budaya Anti Korupsi. 2017. UAI Press Universitas Al
Azhar Indonesia Fakultas Hukum. Jakarta
Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini. Dewantara, A. (2017).
Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong (Indonesia dalam Kacamata Soekarno).