Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TINJAUAN PEMERIKSAAN SEDIMEN URINE SECARA


MANUAL/MIKROSKOPI DAN OTOMATIS

Oleh :

Lisa Anis Fadilatin

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur selalu terucap kepada Allah SWT yang sampai saat ini telah memberikan nikmat
sehat, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan makalah tepat pada waktunya. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu penulis
secara pribadi memohon maaf atas kesalahan yang mungkin ada pada isi makalah.

Penulis harap isi makalah yang berjudul “Tinjauan Pemeriksaan Sedimen Urine Secara
Manual/Mikroskopi dan Otomatis” bisa bermanfaat bagi pembaca secara umum khususnya
rekan-rekan Pranata Laboratorium Kesehatan. Mohon untuk memaklumi jika terdapat
penjelasan yang sulit untuk dimengerti. Untuk itu penulis mengharapkan kritik maupun saran,
sehingga penulis bisa memperbaikinya dikemudian hari.

Malang, 22 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................... i

Kata Pengantar....................................................................................................ii

Daftar Isi ............................................................................................................iii

BAB 1 : PENDAHULUAN........................................................................... 1

BAB 2 : PEMERIKSAAN SEDIMEN URINE..............................................3

1. Secara Manual ........................................................................... 3

2. Secara Otomatik....................................................................... 10

3. Kelebihan Pemeriksaan Sedimen Secara Otomatis.................. 10

BAB 3 : KESIMPULAN...............................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Urine adalah cairan hasil sisa metabolisme yang diekskresikan oleh ginjal.
Pembentukan urinee terjadi di dalam nefron dan melibatkan 3 proses dasar, yaitu filtrasi
glomerulus yang diikuti oleh reabsorpsi tubulus dan sekresi tubulus. Filtrasi glomerulus
adalah proses penyaringan plasma bebas-protein melalui kapiler glomerulus ke dalam japsul
Bowman. Bahan-bahan yang difiltrasi antara lain : air, glukosa, elektrolit, asam amino, urea,
kreatinin dan amonia.
Reabsorpsi tubulus adalah perpindahan bahan-bahan dari bagian dalam (lumen)
tubulus ke dalam darah secara selektif. Bahan-bahan direabsorpsi secara aktif dan/atau pasif.
Bahan-bahan yang direabsorpsi secara aktif antara lain adalah glukosa, asam amino, kreatin,
asam laktat, asam urat, asam sitrat, asam askorbat, ion fosfat, kalsium, sulfat, natrium dan
kalium. Sedangkan bahan yang direabsorpsi secara pasif adalah air dan ion klorida.
Sekresi tubulus adalah pemindahan selektif bahan-bahan dari kapiler peritubulus ke
dalam lumen tubulus. Berkebalikan dengan reabsorpsi tubulus, proses ini menyingkirkan
bahan-bahan yang tidak difiltrasi oleh glomerulus yang mencakup berbagai jenis obat dan
racun, serta membantu mengatur keseimbangan asam basa tubuh. Bahan-bahan yang
disekresi antara lain adalah ion hidrogen, amonia, kalium, serta sejumlah asam dan basa
lemah.
Hasil akhir dari ketiga proses tersebut adalah urinee. Sembilan puluh lima persen
kandungan urinee adalah air dengan sejumlah kecil urea, asam urat, beberapa jenis asam
amino dan elektrolit. Produksi urinee adalah sekitar 0,6 hingga 2,5 liter per hari tergantung
dari asupan cairan, suhu dan kelembaban lingkungan, frekuensi napas, suhu tubuh dan
kondisi emosi.
Urinealisis adalah pemeriksaan spesimen urinee secara fisik, kimia dan mikroskopik .
Secara umum, pemeriksaan urinee selain untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya,
juga bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan di berbagai organ tubuh seperti hati,
saluran empedu, pankreas dan lain-lain.
Analisis urine sering dilakukan pada kedua rumah sakit pasien rawat inap dan pasien
rawat jalan untuk menyaring penyakit ginjal dan saluran kemih, serta untuk penyakit
metabolik, kolestatik dan hemolitik. Strategi tradisional yang direkomendasikan oleh the
European Urinealysis Guidelines melibatkan dua langkah prosedur, di mana tes dipstick
semi-kuantitatif digunakan pada langkah pertama untuk mengecualikan sampel urine tanpa

1
hemoglobin, aktivitas leukosit esterase, nitrit dan protein dari analisis lebih lanjut. Langkah
kedua sampel urine dengan indikasi eritrosituria, leukosituria, bakteriuria, atau proteinuria
adalah komponen tidak larut yang memerlukan sentrifugasi untuk pemeriksaan secara
mikroskopis.
Pemeriksaan urine secara mikroskopis adalah prosedur yang memakan waktu yang
lama, membutuhkan pengetahuan ahli dan dipengaruhi oleh praanalitik serta proses analitik
seperti sentrifugasi dan interpretasi yang berbeda dari struktur sedimen urine oleh tenaga
laboratorium masing-masing. Pengaruh ini bisa menyebabkan terjadinya imprecision dan
inaccuracy Standararisai analisis urine telah diusulkan pada tahun 1995 oleh (NCCLS)
international guidelines and the 2000 European Urinealysis Guidelines.
Analisis sedimen urine menggunakan penganalisis mikroskopis secara otomatis
mungkin akan membantu untuk standarisasi dan kuantitasi.

2
BAB 2
PEMERIKSAAN SEDIMEN URINE
A. SECARA MANUAL
Urine normal mungkin mengandung berbagai bentuk elemen. Bahkan penampilan
sejumlah kecil biasanya sel darah merah, sel darah putih, dan gips yang signifikan secara
patologis. Pemeriksaan mikroskopis dari sedimen urine adalah bagian paling standar dan
membutuhkan banyak waktu. Volume standar yang diperlukan untuk pemeriksaan seimen
biasanya 10-15 mL dan disentrifugasi dalam tabung kerucut untuk mendapatkan sampel yang
representatif dari elem yang ada dalam urine. Disamping itu banyak spesimen urine rutin
yang tidak mengandung apa-apa selain dari sel epitel yang jarang atau untai lendir. Tenaga
laboratorium sering mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan hal ini, karena di
dalam sedimen urine yang mengandung kelainan dan multiple elemen. Elemen seluler juga
mudah terdistorsi oleh banyak konsentrasi, pH, dan keberadaan metabolit yang bervariasi
dalam urine membuat identifikasi lebih sulit. Nilai numerik normal yang sebenarnya tidak
didefinisikan dengan jelas. Kita dibahas sebelumnya, metode persiapan sedimen urine
menentukan konsentrasi sebenarnya dari sedimen dan, sebelumnya, jumlah elemen yang
mungkin ada dalam mikroskopis. Nilai yang umum tercantum termasuk nol hingga dua atau
tiga sel darah merah per hpf, nol hingga lima hingga delapan sel darah putih per hpf, dan nol
sampai dua gips hialin per lpf. Bahkan angka-angka ini harus diambil dalam konteks dengan
faktor-faktor lain, seperti stres baru-baru ini dan olahraga, kontaminasi menstruasi, dan
kehadiran komponen sedimen urine lainnya. Untuk menempatkan ini dalam perspektif yang
lebih baik, konstituen sedimen urine sekarang dibahas secara individual dengan mengacu
pada angka-angka yang menyertainya.
1. Sel darah merah
Dalam urine, sel darah merah tampak halus, tidak berinti, bikonkaf disk berukuran sekitar 7

mm. Sel darah merah diidentifikasi menggunakan objektif daya tinggi (40×) (perbesaran

×400). Sel darah merah secara rutin dilaporkan sebagai rata-rata omor usia terlihat di 10 hpf.

Dalam urine pekat (hiperstenurik), sel-sel menyusut karena kehilangan air dan mungkin

tampak dibuat atau tidak teratur berbentuk. Dalam urine encer (hipostenuria), sel-sel

menyerap air, membengkak, dan melisiskan dengan cepat, melepaskan hemoglobin dan

hanya menyisakan membran sel. Sel kosong disebut ghost cell dan dapat dengan mudah

3
dilewatkan. Dari semua elemen sedimen urine, sel darah merah adalah yang paling sulit

dikenali. Alasan untuk ini termasuk kurangnya struktur karakteristik sel darah merah, variasi

ukuran, dan sangat mirip dengan konstituen sedimen urine lainnya. sel darah merah sering

bingung dengan sel ragi, tetesan minyak, dan udara gelembung. Sel ragi biasanya

menunjukkan tunas. Minyak tetesan dan gelembung udara sangat bias ketika lensa

difokuskan naik turun. Ada atau tidak adanya sel darah merah dalam sedimen urin tidak

selalu dapat dikorelasikan dengan warna pria atau hasil tes kimia positif untuk darah.

Keberadaan hemoglobin yang telah disaring oleh glomerulus menghasilkan urine merah

dengan hasil tes kimia positif untuk darah tanpa adanya hematuria mikroskopis. Demikian

juga, spesimen yang tampak normal secara makroskopis mungkin mengandung: sejumlah

kecil tetapi secara patologis signifikan dari sel darah merah ketika diperiksa secara

mikroskopis.

Normal RBCs (×400).

4
2. Sel Darah Putih
Sel darah putih lebih besar dari sel darah merah, mengukur rata-rata sekitar diameter 12

mm.WBC yang dominan ditemukan dalam sedimen urin adalah neutrofil. Neutrofil jauh lebih

mudah diidentifikasi daripada sel darah merah karena mengandung butiran dan inti

multilobed. Namun, mereka masih diidentifikasi menggunakan mikroskop daya tinggi dan

juga dilaporkan sebagai rata-rata di 10 hpfs. Neutrofil melisiskan dengan cepat dalam larutan

encer urine alkali dan mulai kehilangan detail inti. Neutrofil yang terpapar urin hipotonik

menyerap air dan membengkak. Pergerakan Brown dari butiran di dalam yang lebih besar ini

sel menghasilkan penampilan yang berkilauan, dan mereka dirujuk ke sebagai "sel glitter."

Glitter cells (×400). Observe the very noticeable granules.

3. Epithel
Urine normal memiliki tiga varietas utama sel epitel yaitu tubular ginjal, transisi (urothelial)

dan skuamosa. Sel-sel ini melapisi saluran kemih, tubulus dan nefron. Sel epitel Renal

Tubular jarang ada dalam urine normal (0-1 per lima lapang pandang). Bila terdapat epitel

renal tubular dalam urine, biasanya dalam bentuk tunggal tetapi juga dapat ditemukan

berpasangan. Epitel renal tubular biasanya ditemukan dalam urine karena proses

5
pembaharuan dan regenerasi sel tubular. Pada biopsi ginjal, sel-sel lapisan tubular sering

menunjukkan aktifitas mitosis, sel-sel yang lebih tua lepas ke aliran urine dan dapat dilihat

dalam sedimen. Jenis regenerasi sel terjadi pada nefron proksimal dari pada distal. Sel epitel

transisi merupakan lapisan epitel pada sebagian besar saluran kemih dan sering tampak di

sedimen (0-1 per lapang pandang). Bentuknya bertingkat-tingkat dan biasanya beberapa

lapisan sel tebal. Peningkatan jumlah sel transisi dalam urine biasanya menandakan inflamasi

pada saluran kemih. Sel epitel skuamosa merupakan epitel yang paling sering ditemukan.

Sediment-containing squamous, caudate transitional, and RTE cells (×400).

4. Silinder
1) Silinder Hialin. Silinder yang sisi-sisinya pararel dan ujung membulat, homogen
(tanpa struktur) dan tidak berwarna.

6
2) Silinder berbutir. Silinder ini ada 2 macam yaitu silinder dengan butir halus dan
silinder dengan butir kasar. Silinder dengan butir halus mempunyai bentuk seperti
silinder hialin sedangkan yang berbutir kasar sering lebih pendek dan lebih tebal.

3) Silinder Eritrosit. Pada permukaan silinder ini terlihat eritrosit. Adakalanya


eritrosit tersebut tidak jelas terlihat, namun masih memperlihatkan bekas-bekas
eritrosit karena ada warna kemerah-merahan.

7
4) Silinder Leukosit. Silinder yang tersusun dari leukosit atau yang permukaannya
dilapisi leukosit.

5) Silinder Lemak. Silinder ini mengandung butiran-butiran lemak

5. Bakteri
Bakteri normalnya tidak dijumpai dalam urine, namun kehadirannya dalam sedimen dapat

diakibatkan oleh kontaminasi dari wadah penampung, tinnja, atau infeksi saluran kemih

(ISK). Bakteri dapat dijumpai dalam bentuk bulat (kokus) atau batang (basil). Untuk

pertimbangan yang bermakna terhadap ISK, adanya bakteri dalam urine harus disertai

dengan jumlah leukosit.

8
Rod-shaped bacteria often seen in urinary tract infections

6. Kristal
Pembentukan kristal berkaitan dengan konsentrasi berbagai garam di urine yang

berhubungan dengan metabolisme makanandan asupan cairan serta dampak dari

perubahan yang terjadi dalam urine setelah koleksi sampel (yaitu perubahan pH dan suhu

yang mengubah kelarutan garam dalam urine dan menghasilkan pembentukan kristal).

Major Characteristics of Normal Urinary Crystals

9
B. SECARA OTOMATIS

Terdapat 3 pendekatan teknologi dalam pemeriksaan sedimen urine secara otomatik,

yaitu prinsip digital flow microscopy, flowcytometri dan microscopy digital berbasis cuvette.

Cara kerja digital flow microscopy yaitu sampel urine ditempatkan pada suatu cairan khusus

yang disebut lamina kemudian dialirkan melalui flowcell dan partikel-partikel urine akan

difoto kamera sebanyak 500 bingkai, dilakukan proses digital dan dikirim ke komputer untuk

dikenali APR, suatu perangkat untuk mengklasifikasikan setiap gambar (Iris Diagnostic).

Prosedur pemeriksaan menggunakan flowcytometri urine analyzer yaitu urine akan

diaspirasi secara otomatis ke dalam sistem, didilusi dan diberi warna dengan pewarna

flouresenyaitu fenantiridin untuk mewarnai asam nukleat dan karbosianin untuk mewarnai

retikulum sitoplasma. Partikel-partikel di urine akan melewati argon laser beam dan berada

di antara elektroda. Scaterred light, fluoresen, impedance yang ada dari setiap partikel

direkam dan diproses secara digital (Sysmex Corporation). Lima parameter dasar yang ditung

secara kuantitatif adalah jumlah eritrosit, leukosit, sel epithel, silinder dan bakteri. Jamur,

kristal, silinder patologis, small round cells (umumnya sel epithel tubulus) dan spermatozoa

juga dapat teridentifikasi.

Pemeriksaan microscopy digital berbasis cuvette (77 elektronika Budapest) dilakukan

dengan mengambil gambar digital dari keseluruhan bidang sedimen urine di bagian bawah

cuvet, setelah itu suatu perangkat lunak akan mengidentifikasi dan mengklasifikasikan

komponen sedimen urine tersebut.

C. KELEBIHAN PEMERIKSAAN SEDIMEN SECARA OTOMATIS

Dari penelitian yang dilakukan oleh Noushin Shayanfar, Ulrich Tobler, Arnold von

Eckardstein and Lukas Bestmann dari Institute of Clinical Chemistry, University Hospital

Zurich, Zurich, Switzerland didapatkan bahawa penggunaan urine analyzer dalam

pemeriksaan sedimen urine dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas laboratorium klinik.

10
Selain itu pemeriksaan sedimen urine secara otomatik memiliki keuntungan

mengurangi variasi hasil pemeriksaan sedimen antar pemeriksa, mengurangi pemeriksaan

mikroskopi secara manual, waktu pemeriksaan lebih cepat karena tidak memerlukan

sentrifugasi, mengurangi paparan potensi biohazards dan meningkatkan akurasi, presisi, dan

standarisasi hasil pemeriksaan.

Namun hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan sedimen urine secara

otomatik adalah urine analyzer tidak dapat mengidentifikasi jenis silinder, sehingga

pemeriksaan sedimen urine dengan manual atau mikroskop masih diperlukan.

11
BAB 3
KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan sedimen urine secara otomatis menunjukkan


hasil yang lebih presisi dan meningkatkan kuantitas kerja di laboratorium secara signifikan.
Selain itu memungkinkan pemeriksaan sedimen urine secara otomatis bukan merupakan
pengganti pemeriksaan urine secara manual atau makroskopis namun paling tidak
mengurangi jumlah sampel yang harus diperiksa secara manual atau mikroskopis.
Pemeriksaan secara manual masih diperlukan untuk beberapa sampel yaitu eritrosit
dismorfik, ragi, Trichomonas, dan kristal tertentu.

12
DAFTAR PUSTAKA

Brunzel, NA, 2018. Fundamental Of Urine And Body Fluid Analysis- in automation Of
Urine And Body Fluid Analysis 3rd . Elsevier St. Louis Missoouri America
Dgd. Dharma Santhi, Dap. Rasmika Dewi , Aan. Santa Ap, 2016. Penuntun Partikum Kimia
Klini, Urinalisis dan cairan tubuh. Bagian Patologi Klinik Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Noushin Shayanfar, Ulrich Tobler, Arnold von Eckardstein and Lukas Bestmann, Automated
urinalysis: first experiences and a comparison between the Iris iQ200 urine
microscopy system, the Sysmex UF-100 flow cytometer and manual microscopic
particle counting, Clin Chem Lab Med 2007;45(9):1251–1256 2007
Susan King Strasinger, Marjorie Schaub Di Lorenzo, 2014. Urynalisis And Body Fluids Sixth
Edition, ; F. A. Davis Company 1915 Arch Street Philadelphia, PA 19103
Susianti, Hani. Dkk, 2019. Pemeriksaan Laboratorium Urine Rutin. Perhimpunan Dokter
Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia

13

Anda mungkin juga menyukai