Anda di halaman 1dari 17

I.

Tujuan pemeriksaan :
- Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan protein dalam urin secara
kualitatif
- Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan glukosa dalam urin metode
benedict
- Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan calsium dalam urin metode
sulkowitch
- Mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan sedimen dalam urin secara
mikroskopis
II. Dasar teori :
 Protein urin

Protein urin adalah terdapatnya protein dalam urin manusia yang melebihi nilai
normal yaitu lebih dari 150 mg/hari. Protein urin baru dikatakan patologis bila
kadarnya melebihi 200 mg/hari pada beberapa kali pemeriksaan dalam waktu yang
berbeda. Protein urin persisten jika protein urin telah menetap selama 3 bulan atau
lebih dan jumlahnya biasanya hanya sedikit dari atas nilai normal.
Protein urin merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi protein urin
pada umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai pre-
eklampsia tanpa protein urin, karena janin sudah lahir lebih dulu. Protein urin timbul
sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal, sehingga dapat
dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan. Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik
≥ 90 mmHg, umumnya ditemukan padainfeksi saluran kencing atau anemia. Jarang
ditemukan protein urin pada tekanan < 90 mmHg.
Pengukuran protein urin dapat dilakukan dengan :
a. Urin dipstik : 100 mg/l atau + 1, sekurang-kurannya diperiksa 2 kali
urin acak selang jam
b. Pengumpulan protein urin dalam 24 jam, dianggap patologis bila besaran
protein urin ≥ 300 mg/24 jam.

 Glukosa Urine

Glukosa urine adalah pemeriksaan urine rutin, pemeriksaan dasar yang dapat
dipakai untuk melakukan pemeriksaan laboratorium. Secara rutin pemeriksaan
glukosa urine ditekankan terhadap kemungkinan adanya glukosa dalam urine atau
glukosuria. Glukosa dalam urine dapat deteksi dengan cara yang berbeda-beda. Pada
pemeriksaan glukosa urine sebaiknya penderita jangan makan zat reduktor vitamin C.
karena zat tersebut dapat memberikan hasil positif palsu dengan cara reduksi. Tujuan
penelitian ini Untuk mengetahui perbedaan kadar glukosa urine metode benedict,
fehling, dan stick pada urine setelah ditambahkan vitamin C. Metode Penelitian ini 
bersifat Observasional Deskriptif. Penelitian ini berlangsung menggunakan Non
Random Purposive Sampling. Sampel urine setelah ditambahkan vitamin C dosis
tinggi/ 1000 mg kemudian di periksa menggunakan metode benedict, fehling dan
stick. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini positif 
kadar glukosa pada urine setelah ditambahkan vitamin C dosis tinggi/ 1000 mg dan
setiap metodenya terjadi perbedaan positifitas. Kesimpulan pada penelitian ini adalah
urine yang ditambahkan vitamin C dosis tinggi/ 1000 mg berpengaruh secara
signifkan terhadap perbedaan kadar glukosa urine  pada metode benedict, fehling dan
stick.

 Kalsium

Kalsium adalah salah satu mineral paling umum di tubuh. Semua sel di seluruh
tubuh menggunakan kalsium untuk berbagai fungsi. Tubuh menggunakan kalsium
untuk membangun dan memperbaiki tulang dan gigi. Kalsium juga membantu saraf,
jantung, dan otot berfungsi dengan baik, serta membantu pembekuan darah.

Sebagian besar kalsium dalam tubuh disimpan di tulang. Sisanya ditemukan di


dalam darah. Ketika kadar kalsium dalam darah terlalu rendah, tulang melepaskan
cukup kalsium untuk mengembalikan kadar kalsium dalam darah normal. Ketika
kadar kalsium terlalu tinggi, kelebihan kalsium disimpan di tulang atau dikeluarkan
dari tubuh melalui urin atau tinja.Jumlah kalsium yang ada ditubuh bergantung pada
faktor-faktor berikut: jumlah kalsium yang diambil dari makanan, jumlah kalsium dan
vitamin D yang diserap melalui usus, tingkat fosfat dalam tubuh, kadar hormon
tertentu - seperti estrogen, kalsitonin, dan hormon paratiroid. Seringkali, orang yang
memiliki kadar kalsium tinggi atau rendah tidak menunjukkan gejala apa pun,
terutama jika kadar kalsium berubah perlahan. Kadar kalsium harus sangat tinggi atau
sangat rendah, atau berubah dengan cepat, untuk menunjukkan gejala.
 Unsur – unsur sedimen urine
Pemeriksaan mikroskopis dari sedimen urine adalah bagian paling standar dan
membutuhkan banyak waktu. Volume standar yang diperlukan untuk pemeriksaan
sedimen biasanya 10-15 mL dan disentrifugasi dalam tabung kerucut untuk
mendapatkan sampel yang representatif dari elem yang ada dalam urine.

Unsur sedimen dibagi atas dua golongan yaitu unsur organik dan non-organik.
Unsur organik berasal dari organ tubuh atau jaringan, seperti epitel, eritrosit, leukosit,
silinder, potongan jaringan, sperma, bakteri dan parasit. Sedangkan non-organik tidak
berasal dari organ atau pun jaringan, seperti urat amorf dan kristal.

1. Eritrosit
Eritrosit dalam urine segar dengan berat jenis 1,010 – 1,020 secara mikroskopik tidak
menyerap pewarna dan berbentuk normal (cakram bulat) dengan diameter 7 – 8 µL,
sedangkan dalam urine tidak segar, eritrosit mungkin nampak seperti lingkara tidak
berwarna karena hemoglobin yang dapat keluar dari sel (shadow cell). Eritrosit
dismorfik adalah eritrosit yang ukurannya bervariasi dan memiliki tonjolan-tonjolan
kecil tidak beraturan yang tersebar dalam membrane sel. Sel dismorfik terkait dengan
perdarahan glomerolus (Riswanto dan Rizki, 2015)
Eritrosit dalam urine dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih, dari
glomerolus hingga meatus uretra, dan pada wanita, mereka mungkin hasil
kontaminasi eritrosit, namun dalam urine normal dapat ditemukan 0-3 sel/LPB.
Peningkatan jumlah eritrosit dalam urine disebut hematuria (Strasinger dan Lorenzo,
2008)
Jumlah eritrosit yang lebih dari 5 sel per mikroliter urine dianggap bermakna secara
klinis, maka pemeriksaan visual terhadap warna urine tidak dapat diandalkan untuk
mendeteksi keberadaan darah. Pemeriksaan mikroskopis dari sedimen urine
menunjukkan eritrosit utuh (intact), namun hemoglobin bebas yang dihasilkan baik
oleh gangguan hemolitik atau lisisnya eritrosit tidak terdeteksi
Eritrosit akan mengalami lisis dalam urine encer karena sel menyerap air yang
mengakibatkan hemoglobin lepas dan hanya tersisa membran sel kosong (ghost cell).
Dalam urine pekat, sel eritrosit akan mengkerut akibat kehilangan air dan muncul
krenasi atau berbentuk tidak beraturan. Dalam urine alkali, eritrosit lisis dan tampak
kecil menyerupai ragi (Riswanto dan Rizki, 2015).
Ada atau tidaknya eritrosit dalam sedimen tidak selalu dapat dikatakan dengan warna
urine atau hasil tes kimia untuk darah. Adanya hemoglobin yang telah disaring oleh
glomerolus menyebabkan urine berwarna merah dengan hasil uji kimia positif untuk
darah tanpa hematuria mikroskopik. Demikian juga, spesimen yang secara
makroskopik normal, namun dapat mengandung sejumlah kecil eritrosit tetapi
bermakna patologis ketika diperiksa mikroskopis.

2. Leukosit
Leukosit secara mikroskopik berbentuk bulat dan memiliki inti multilobus, granuler,
diameternya sekitar 12µm (1,5 – 2 kali ukuran eritrosit). Leukosit yang sering terlihat
dalam sedimen urine adalah neutrofil da bentuknya terkadang menyerupai sel epitel
tubulus ginjal ketika proses degenerasi seluler dimulai. Urine dengan berat jenis
rendah (hipotonik), leukosit akan menyerap air dan membengkak, granula sitoplasma
menunjukkan gerakan Brown di dalam sel yang lebih besar menghasilkan penampilan
gemerlap atau berkilau. Jumlah leukosit normal dalam urine adalah 4 – 5 sel per LPB
(Riswanto dan Rizki, 2015)
3. Sel epitel
Ada 3 jenis sel epitel yang dapat dijumpai dalam urine, yaitu epitel skuamosa, epitel
transisional dan epitel ginjal (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Epitel skuamosa
berukuran paling besar (diameter 40 - 60µm) dan berbentuk tipis, datar, berinti bulat
kecil (kadang tidak berinti) dan sitoplasmanya luas. Sel epitel transisional lebih kecil
dari epitel skuamosa (20 – 40µm), tapi lebih besar dari epitel tubulus ginjal.
Bentuknya bulat atau oval, pelihedral, berekor atau memiliki tonjolan, inti sentral.
Epitel tubulus ginjal jarang dijumpai dalam sedimen urine. Sel ini ada yang berbentuk
bulat atau oval, poligonal atau kuboid, kolumnar, lonjong, mengandung inti oval
besar, kadang bergranula dan ukurannya lebih besar dari leukosit (Riswanto dan
Rizki, 2015).
4. Silinder
Silinder adalah protein berbentuk silindris yang terbentuk di tubulus ginjal (Strasinger
dan Lorenzo, 2008). Peningkatan jumlah silinder dalam urine berhubungan dengan
terapi diuretik (Runzel, 2013). Klasifikasi silinder berdasarkan komposisi dan elemen
yang terdapat dalam matriks silinder sebagai berikut :
a) Silinder hialin ialah silinder yang sisinya paralel dan ujungujung membulat,
homogen (tanpa struktur) dan tidak berwarna, silinder hialin sukar nampak.
Silinder ini paling sering ditemukan dalam urine dan non patologis yang
diakibatkan oleh dehidrasi, demam, stress dan setelah latihan fisik berat (Riswanto
dan Rizki, 2015).
b) Silinder lilin (waxy cast), tak berwarna atau abu-abu, lebih lebar dari silinder
hialin, mempunyai kilauan seperti permukaan lilin, pinggir-pinggir sering tidak
rata oleh adanya lekukan sedangkan ujung-ujungnya sering bersudut (Hanifah,
2012).
c) Silinder berpigmen terdiri dari silinder bilirubin, silinder hemoglobin, silinder
mioglobin dan silinder hemosiderin (Riswanto dan Rizki, 2015).
d) Silinder eritrosit, silinder ini berisi beberapa sel eritrosit dalam matriks silinder,
atau terdapat banyak sel yang dikemas berdekatan tanpa terlihat matriks silinder
(Mundt dan Shanahan, 2011). Gangguan patologis yang menyebabkan munculnya
silinder eritrosit dalam urine ialah glomerulonefritis, sindrom Goodpasture,
nefritis lupus dan trauma ginjal (Riswanto dan Rizki, 2015).
e) Silinder leukosit, silinder yang tersusun atas leukosit atau yang dipermukaannya
dilapisi oleh leukosit (Hanifah, 2012). Adanya silinder ini menunjukkan infeksi
dalam nefron (Riswanto dan Rizki, 2015)
f) Silinder lemak, silinder ini mengandung butir-butir lemak (Hardjoeno dan Fitriani,
2007). Silinder ini terlihat pada lipoid nefrosis, glomerulonefritis kronis, toksisitas
ginjal, dan lupus (Mundt dan Shanahan, 2011)
5. Kristal
Kristal terbentuk oleh pengendapan zat terlarut dalam urine, yaitu garam an-organik,
senyawa organik dan senyawa iatrogenik (obat-obatan) (Riswanto dan Rizki, 2015).
6. Bakteri
Bakteri normalnya tidak dijumpai dalam urine, namun kehadirannya dalam sedimen
dapat diakibatkan oleh kontaminasi dari wadah penampung, tinnja, atau infeksi
saluran kemih (ISK). Bakteri dapat dijumpai dalam bentuk bulat (kokus) atau batang
(basil). Untuk pertimbangan yang bermakna terhadap ISK, adanya bakteri dalam urine
harus disertai dengan jumlah leukosit (Strasinger dan Lorenzo, 2008).
III. Alat dan bahan
- Alat :
1. Tabung reaksi
2. Pipet ukur
3. Pipet tetes
4. Rak tabung
5. Api bunsen
6. Penjepit kayu
7. Spuit
8. Mikroskop
9. Sentrifuge
10. Objek glass
11. Penutup objek glass
- Bahan :
1. Sampel urin
2. Reagen sulkowitch
3. Asam asetat 6%
4. Reagen benedict

IV. Cara kerja :

Cara kerja Data pengamatan


Pemeriksaan protein dalam urin
secara kualitatif
1. Diambil urine sebanyak 5 cc
dengan menggunakan spuite
2. Dimasukkan urine ke dalam
tabung reaksi
3. Dipanaskan diatas api Bunsen
dengan keadaan tabung reaksi
miring (untuk mencegah
letupan) hingga mendidih. Urine tidak keruh : - (negatif)
4. Diamati perubahan warna
yang terjadi
5. Dipanaskan kembali tabung
reaksi tersebut setelah ditetesi
asam asetat 6%sebanyak 3
tetes hingga mendidih
6. Dibiarkan dingin dan dibaca
hasilnya berdasarkan tabel

Pemeriksaan glukosa dalam urin


metode Benedict
1. Dimasukkan 5 ml reagen
Benedict dan 8 tetes urine (2,5
ml reagen Benedict dengan 4
tetes urine) ke dalam tabung
reaksi
2. Dikocok, kemudian
dipanaskan sampai mendidih
di atas api bunsen
3. Atau dapat dimasukkan ke
dalam penangas air dengan air
yang telah mendidih selama 5
menit
4. Dibiarkan dingin, diamati
perubahan warna yang terjadi

Pemeriksaan calsium dalam urin


metode sulkowitch
1. Tabung reaksi diisi 3 ml urine
2. Ditambah 3 ml reagen
sulkowitch, dicampur
diamkan selama 2-3 menit.
3. Dibaca, dibandingkan dengan
Positif Satu: Terjadi kekeruhan
blangko yang berisi 3 ml urine
halus (+1).
tanpa ditambah reagen.

Pemeriksaan sedimen dalam urin


secara mikroskopis
1. Dikocok botol penampung
urine supaya sedimen
bercampur dengan cairan atas
2. Sebanyak 7-8mL urine
disentrifuge selama 5 menit
dengan kecepatan 1.500-2.000
rpm
3. Dibuang cairan atas hingga
Ditemukannya Eritrosit pada
suspensi sedimen tinggal 0,5 sedimen urine tersebut sebanyak
mL 50-60/LPB

4. Dikocok tabung supaya


meresuspensikan sedimen
5. Diteteskan 1 tetes urine diatas
objek glass.
6. Periksa dibawah mikroskop
dengan lensa objektif 10x
kemudian 40x.
V. Pembahasan
 Pemeriksaan protein dalam urin secara kualitatif

Percobaan yang dilakukan pada percobaan ini adalah Analisa protein dalam urin. Analisa
yang dilakukan merupakan analisa kualitatif yang artinya analisa yang berhubungan dengan
identifikasi suatu zat /campuran yang tidak diketahui dalam suatu sampel. pemeriksaan
protein urin metode presipitasi pemanasan dengan asam asetat

Protein dalam keadaan kolloid dipresipitasikan. Pemberian asam asetat untuk mencapai titik
isoelektrik protein, pemanasan selanjutnya mengadakan denaturasi dan akhirnya terjadi
presipitasi. Proses presipitasi dibantu oleh adanya garam-garam yang ada dalam urin atau
yang sengaja ditambahkan. Konsentrasi protein sebanyak 0,004% dapat dinyatakan dengan
tes ini (R.Gandasoebrata, 1984).

Konsentrasi asam asetat yang dipakai bisa digunakan konsentrasi antara 3 – 6%, yang
penting diperhatikan adalah pH yang dicapai dengan pemberian asam asetat. Ada yang lebih
suka menggunakan asam penyangga dengan pH 4,5 sebagai pengganti asam asetat
(R.Gandasoebrata, 1984).

Urin encer yang mempunyai berat jenis rendah tidak baik untuk tes ini. Jika berat jenis
berkisar antara 1003 – 1006 ditambah larutan NaCl jenuh sebanyak seperlima dari volume
urin. Jika memakai penyangga tidak perlu diberi NaCl. Urin dengan reaksi asam akan
memberikan hasil yang baik (R.Gandasoebrata, 1984).

Cara membaca hasil :

- Urine tidak keruh : - (negatif)

- Urine keruh : + (positif)

- Kekeruhan mudah dilihat & ada endapan halus : ++ (positif 2)

- Kekeruhan mudah dilihat endapan lebih jelas : +++ (positif 3)

- Urine sangat keruh disertai endapan menggumpal : ++++ (positif 4)


Dari hasil percobaan yang telah dilakukan sampel urine yang kami gunakan tidak
mengandung protein. Karena ketika urine dipanasakan tidak terjadi perubahan warna, dan
dan ketika sudah ditambahkan asam asetat 6% sampel urine tidak terbentuk kekeruhan.
Penambahan asam asetat 6% bertujuan untuk mencapai  titik iso elektrik akan terjadi
denaturasi yang diikuti koagulasi. 

 Pemeriksaan Glukosa Urin Metode Benedict

Percobaan yang dilakukan pada percobaan ini adalah analisa glukosa dalam urin. Analisa
yang dilakukan merupakan analisa kualitatif yang artinya analisa yang berhubungan dengan
identifikasi suatu zat /campuran yang tidak diketahui dalam suatu sampel. Percobaan ini di
identifikasi dengan metode benedict.

Pemeriksaan glukosa urine metode Benedict memanfaatkan sifat glukosa sebagai


pereduksi. Prinsip pemeriksaan Benedict adalah glukosa dalam urin akan mereduksi
cuprisulfat menjadi cuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari larutan Benedict.
Urine yang digunakan adalah urine sewaktu urine yang dikeluarkan setiap saat waktu
pengumpulan tidak ditentukan secara khusus.
Pada uji Benedict, pereaksi ini berupa larutan yang mengandung kupri sulfat,
natrium karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kupri sulfat
menjadi ion Cu yang kemudian mengendap sebagai (Cu2O). Adanya natrium
karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah. Dalam
suasana alkalis, sakarida akan membentuk enedid yang mudah teroksidasi. Semua
monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dan trekalosa akan bereaksi positif bila
dilakukan uji benedict. Larutan tembaga yang alkalis bila direduksi oleh karbohidrat
yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan membentuk Cupro Oksida (Cu2O)
yang berwarna hijau, merah orange atau merah bata dan adanya endapan merah bata pada
dasar tabung reaksi.

Pembacaan pemeriksaan glukosa urine cara benedict:

Negatif ( - ) : Tetap biru jernih atau sedikit kehijau-hijauan dan agak keruh

Positif (+) / 1+ : Hijau kenuning-kuningan dan keruh (sesuai dengan 0,5 - 1% glukosa)

Positif (++) / 2+ : Kuning keruh (1 - 1,5% glukosa)

Positif (+++) / 3+ : Jingga atau warna lumpur keruh (2 -3 ,5% glukosa)


Positif (++++) / 4+ : Merah keruh (lebih dari 3,5% glukosa).

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan sampel urine yang kami gunakan dengan
sengaja ditambahkan glukosa untuk mengetahui bagaimana wujud sampel urine jika positif
mengandung glukosa. Ketika sampel urin selesai dipanaskan terjadi perubahan warna dari
biru jernih ke kuning keruh menandakan Positif (++) / 2+ : Kuning keruh (1 - 1,5% glukosa).

Dalam keadaan normal, urine sama sekali tidak mengandung glukosa. Hal ini
karena urine mempunyai fungsi yaitu untuk membuang zat-zat sisa yang sudah
tidak diperlukan dalam tubuh. Sedangkan pada dasarnya, glukosa merupakan suatu
zat yang masih diperlukan oleh tubuh sebagai sumber energi. Hormon insulin merupakan
suatu hormon yang dihasilkan oleh pankreas yang bertanggung jawab dalam
mempertahankan kadar gula darah normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel
sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Namun,
pada orang-orang tertentu pankreas mereka tidak dapat menghasilkan hormone insulin
yang cukup atau bahkan tidak menghasilkan hormone insulin sama sekali yang
mengakibatkan kadar gula darah akan. Kadar gula dalam darah yang berlebihan dalam tubuh
akan mengganggu tekanan osmotik darah. Untuk itu gula yang berlebihan itu harus
dikeluarkan bersama urine.

 Kalsium Urine

Peningkatan jumlah hormon paratiroid dalam darah menyebabkan peningkatan resorpsi


tulang sehingga meningkatkan jumlah kalsium dalam darah dan menimbulkan adanya
kelebihan kalsium, sehingga kalsium diekskresikan melalui urin.

Percobaan yang dilakukan pada percobaan ini adalah analisa kalsium dalam urin. Analisa
yang dilakukan merupakan analisa kualitatif yang artinya analisa yang berhubungan dengan
identifikasi suatu zat /campuran yang tidak diketahui dalam suatu sampel. Percobaan ini di
identifikasi dengan metode sulkowitch.
Air seni atau urin adalah cairan sisa metabolisme yang diekresikan oleh ginjal yang kemudian
dikeluarkan oleh tubuh melalui proses urinisasi.
Dalam percobaan ini digunakan metode sulkowitch untuk mengetahui ada tidaknya kalsium.
Identifikasi ada tidaknya ion kalsium dilakukan dengan cara menambahkan reagen
sulkowitch  kedalam urin setelah dilakukan identifikasi dalam sampel urin negatif
mengandung ion kalsium dikarenakan urine tersebut tidak berwarna.

Interpretasi identifikasi kalsium pada urine:


Negatif (-)                  : Tidak terjadi kekeruhan
Positif (+1)                : Kekeruhan halus
Positif (++2)              : Kekeruhan sedang
Positif (+++3)            : Kekeruhan agak berat dalam waktu <20 detik
Positif (++++4)          : Kekeruhan berat terjadi seketika

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan sampel urin digunakan termasuk urin yang
sehat  kerena mengandung ion kalsium. Untuk itu sangat penting mengkonsumsi  makanan
yang bayak mengandung ion kalsium karena dalam tubuh, kalsium, dalam bentuk ion Ca2+,
merupakan ion logam yang paling banyak dan merupakan unsur kelima yang paling
melimpah dalam tubuh (setelah H, O, C, dan N) baik berdasarkan atom maupun berdasarkan
bobotnya. Lebih dari 90 persen kalsium terdapat dalam tulang dan email gigi.
Kalsium di butuhkan dalam proses metabolisme tubuh, transmisi saraf, pengaturan
detak jantung, kontraksi otot, membantu proses pembuahan, mempercepat pembentukan
darah, mengaktifkan sistem pertahanan tubuh dan masih banyak lagi lainnya.

 Pemeriksaan sedimen urine

Pemeriksaan mikroskopik ialah pemeriksaan sedimen urine yang termasuk pemeriksaan rutin,
urine yang dipakai adalah urine sewaktu. Untuk mendapatkan sedimen yang baik diperlukan
urine pekat yaitu urine yang diperoleh pada pagi hari dengan berat jenis e”1,023 atau
osmolalitas > 300 mosm/kg dengan pH yang asam

Pemeriksaan sedimen dilakukan dengan lensa objektif kecil (10X) yang dinamakan lapangan
pandang penglihatan kecil atau LPK, selain itu dipakai lensa objektif besar (40X) yang
dinamakan lapangan pandang penglihatan besar atau LPB. Pada pemeriksaan ini diusahakan
menyebut hasil pemeriksaan secara semikuantitatif dengan menyebut jumlah unsur sedimen
yang bermakna pelapangan penglihatan
Lazimnya unsur-unsur sedimen dibagi atas 2 golongan yaitu organik (organized), yaitu yang
bersal dari sesuatu organ atau jaringan dan anorganik (unorganized) yaitu bukan bersal dari
sesuatu jaringan (Gandasoebrata, 2007).

Elemen Organik yaitu :

1. Sel
a. Eritrosit
b. Leukosit
c. Epitel
2. Silinder/cast/torak
a. Silinder hialin
b. Silinder sel
c. Silinder berbutir
d. Silinder lemak/fatty
3. Oval fat bodies
4. Spermatozoa
5. Mikroorganisme

Eleman anorganik yaitu :

1. Bahan amorf
2. Kristal
3. Zat lemak ditemukan butir-butir bebas yang dapat berupa trigliserida dan kolestrol

Tes sedimen urine digunakan untuk mengidentifikasi jenis atau unsure sedimen yaitu
leukosit, eritrosit, dan sel epitel. Selain itu juga digunakan untuk memantau perjalanan
penyakit pada kelainan ginjal dan saluran kemih.

Secara teori dalam pemeriksaan sedimen urine dibutuhkan urine sewaktu yang masih segar
dalam penampungan yang tertutp rapat dan tidak terkontaminasi. Pemeriksaan dilakukan
secepat mungkin paling lambat 1 jam setelah urine di tamping. Penundaan pemeriksaan
menjadi sebuah kesalahan sehingga hasil yang diharapkan tidak sesuai dengan kondisi klinis
pasien. Unsur-unsur sedimen urine mulai rusak dalam waktu 2 jam dan bilah dibiarkan lama
dalam suhu kamar akan terjadi lisis sel serta urine akan berubah menjadi alkalis

Pemeriksaan sedimen urin merupakan sebagian penting dalam pemeriksaan penyaring.


Pemeriksaan sedimen dapat memberi data mengenai saluran kemih mulai dari gijal sampai
kepada ujing uretra yang tidak mungkin dapat diperoleh dengan pemeriksaan lain. Cara untuk
mengetahui adanya infeksi saluran kemih, maka dilakukan pemeriksaan mikroskopis urin.
Pemeriksaan sedimen urin termasuk pemeriksaan rutin. Urin yang dipakai adalah urin segar.
Urin yang paling baik untuk pemeriksaan sedimen ialah urin pekat yaitu urin yang
mempunyai berat jenis tinggi. Pemeriksaan sedimen urin ini diusahakan menyebut hasil
pemeriksaan secara semikuantitatif dengan menyebut jumlah unsur sedimen yang bermakna
berlapang pandang (Hardjoeno, dkk., 2007).

Sedimen urin dapat memberikan informasi penting bagi klinisi dalam membantu menegakkan
diagnosis dan perjalanan penyakit dengan kelainan ginjal dan saluran kemih. Pemeriksaan
sedimen yang diperiksa adalah zat sisa metabolisme yang berupa kristal, granula termasuk
juga bakteri. Sehingga dengan pemeriksaan sedimen maka keberadaan suatu benda normal
atau tidak normal yang terdapat dala urin akan dapat menunjukkan keadaan organ tubuh
(Lestari, E., 2011).

Syarat-syarat pemeriksaan sedimen adalah

1. Urin baru, bila tidak bisa diperiksa langsung sebaiknya disimpan dalam kulkas maksimal 1
jam disimpan dengan diberi pengawet

2. Urin pagi karena urin pagi lebih kental dan bahan-bahan yang terbentuk belum rusak atau
lisis.

3. Botol penampang harus bersih dan dihindari dari kontaminasi

 Eritrosit merupakan sel darah merah normalnya ditemukan 0 sampai 3 sel/LPB bila
terjadi kenaikan eritrosit maka dapat merupakan tanda infeksi dan ditemukan
darah, seperti pada pemeriksaan urine diatas yaitu 50-60/LPB
Unsur – Unsur Organik dan Anorganik dalam urine
Kesimpulan

1. Hasil dari pemeriksaan uji protein tersebut menunjukan negatif karena tidak terjadi
perubahan pada sampel tersebut
2. Hasil dari pemeriksaan uji glukosa tersebut menunjukan adanya perubahan warna
pada sampel yaitu dari biru menjadi kuning keruh, menurut interprestasi hasil tersebut
ialah positif dua (+2)
3. Hasil dari pemeriksaan uji kalsium tersebut menunjukan adaya perubahan kekuruhan
halus, menurut interprestasi hasil tersebut ialah positif satu (+1).
4. Hasil dari pemeriksaan mikroskopis urin ialah ditemukannya sel eritrosit pada
sedimen urin tersebut.

Anda mungkin juga menyukai