luar negeri. Demikian salah satu masalah yang disampaikan dalam siaran pers
presiden setelah menghadiri rapat kerja di Departemen Kesehatan, Selasa tanggal
13 Maret 2007 (http://www.presidensby.info). Hal ini mungkin menjadi masalah
tersendiri bagi pemerintah. Tampaknya bukan hanya mengakibatkan masalah
ekonomi tetapi juga menyangkut harga diri bangsa. Mengapa tenaga dokter dari
anak bangsa tidak dipercaya masyarakatnya sendiri?
PERSAINGAN GLOBAL
Data lainnya menunjukkan, jumlah pasien Indonesia yang berobat di RS Lam Wah
Ee Malaysia mencapai 12.000 per tahun atau sekitar 32 pasien per hari.
Sementara, di RS Adventist Malaysia jumlah pasien Indonesia yang terjaring
mencapai 14.000 per tahun atau sekitar 38 pasien per hari. Sementara jumlah
warga Sumatera Utara dan sekitarnya yang berobat ke Penang, Malaysia,
mencapai seribu orang setiap bulannya.
MENGAPA TERJADI
Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan
partisipasi aktif peneliti dan dokter di Indonesia di forum ilmiah Internasional
tidak terlalu menonjol dibandingkan negara tetangga. Tetapi kita juga harus
bangga masih ada dokter Indonesia yang disegani dan diakui di dunia ilmiah
internasional.
Permasalahan lain seperti maraknya kasus yang dicurigai malpraktek, masalah flu
burung atau gizi buruk masih menjadi ganjalan. Meskipun hal itu bukan
parameter bermakna yang menunjukkan dunia kedokteran Indonesia mundur.
Tetapi, dunia kedokteran di Indonesia harus mawas diri dengan beberapa
fenomena tersebut.
Dalam menghadapi era globalisasi beberapa negara maju membagi tenaga dokter
menjadi pendidik atau dosen, klinikus atau dokter praktek dan peneliti. Di
Indonesia secara ideal beban dokter pengajar sebagian besar adalah mengajar
mahasiswa dan sebagian kecil penelitian dan edukasi masyarakat. Sedangkan
dokter klinisi kegiatannya sebagian besar adalah melayani masyarakat, sebagian
kecil penelitian dan edukasi masyarakat. Dokter peneliti sebagian besar
kegiatannya adalah penelitian, sebagian kecil lainnya mengajar mahasiswa dan
edukasi masyarakat.
Konsep pembagian fungsi dokter yang ideal ini, di Indonesia saat ini sulit
terlaksana. Alasan utama adalah menyangkut masalah dukungan dana. Tidak
dipungkiri, di Indonesia hanya menjadi seorang dokter peneliti atau pengajar sulit
untuk dapat hidup layak. Sehingga pada umumnya di Indonesia seorang dokter
harus merangkap ketiga fungsi itu secara bersamaan. Belum lagi ditambah
dengan aturan membolehkan praktek di tiga tempat. Pada umumnya di negara
maju dokter hanya diperbolehkan praktek di satu tempat. Meski dengan
manajemen waktu yang paling canggih atau sepintar apapun dokternya. Bila
menerima beban berat ini seorang dokter pasti sulit menghasilkan ”out come”
yang maksimal. Permasalahan di atas bertambah karena rasio dokter dengan
masyarakat yang masih sangat kecil. Belum lagi dalam posisi tertentu dokter
seperti dokter Puskesmas, sering dibebani tugas administrasi dan birokrasi yang
banyak dan rumit.
Bagaimana kualitas pendidikan dokter bila dosennya sepanjang sore dan malam
sudah letih praktek di 3 tempat ? Bagaimana kuantitas dan kualitas penelitian bila
ketiga fungsi yang menyita waktu itu dikerjakan secara bersamaan ? Bagaimana
kualitas komunikasi dokter dengan pasien bila sebelumnya harus praktek di
banyak tempat, pasien banyak atau setelah letih mengajar ? Buruknya komunikasi
diyakini sebagai penyebab rendahnya kualitas dokter di Indonesia dan penyebab
utama kasus yang dicurigai malpraktek. Bagaimana layanan medis di Puskesmas
bila dokter harus setiap hari dihadapkan pada acara rapat dan birokrasi yang
melelahkan. Sebenarnya kita harus kagum dengan profil dokter di Indonesia, yang
bisa sukses di semua fungsi tersebut. Tetapi tidak banyak orang untuk bisa
menjadi manusia super seperti itu.
Aturan satu tempat praktek untuk dokter klinisi atau dua tempat untuk dokter
pengajar di rumah sakit pendidikan mungkin bisa mengurangi permasalahan yang
ada. Kecuali dokter yang berpraktek di daerah dengan keterbatasan tenaga
dokter. Dengan membuat aturan satu tempat praktek sebenarnya tidak akan
mengurangi lahan dokter. Karena secara alamiah pasien akan tetap mencari
karisma dan profesionalitas dokter tertentu dimanapun tempatnya. Dalam hal
manajemen waktu dan kualitas layanan akan menguntungkan tugas dokter dan
kepentingan pasien.
Tampaknya hal yang ideal ini dalam waktu dekat sulit diwujudkan. Tetapi bila ada
kemauan maka akan tercipta dunia kedokteran Indonesia yang berkualitas dan
dipercaya masyarakatnya. Dokter masa depan adalah mengutamakan
profesionalitas, bertehnologi tinggi, beretika dan berkomunikasi baik dengan
pasiennya. Sehingga keprihatinan presiden SBY tentang perilaku masyarakat yang
berobat di luar negeri dapat diminimalkan.
http://dinkes.malangkota.go.id/index.php/berita-terbaru/150-kompetensi-dokter
secara teknis psikiologis usaha tersebut dapat dinamakan juga instropeksi yang
pada dasarnya ialah pencarian tanggung jawab ke hati nurani mengenai suatu
perbuatan. orang jawa sering berbicara tentang mawas diri dan berusaha pula
untuk mempraktikkannya guna mendapatkan jawaban atas persoalan yang di
hadapinya yakni apakah suatu perbuatan yang di lakukannya, suatu tindakan yang
di ambilnya secara moral dapat di benarkan dan dapat di pertanggungjawabkan.
adapun jawaban yang di cari adalah menelaah hati nurani dalam hubungan
denagan ”mawas diri” ini , maka pernahkah kita berfikir tentang manfaat dan nilai
sebuah cermin? kata dasar ”cermin’ menurut kamus besar bahasa indonesia
adalah suatu yang menjadi teladan atau pelajaran juga sebagai suatu yang
membayangkan perasaan yaitu isi hati dan keadaan batin. untuk itulah Tuhan
Yang Maha Esa sering memperingatkan dalam Al-qur`an dengan mempertayakan
”afalaa ta`qiluun(apakah kalian berfikir) cermin pada hakekatnya membantu
setiap orang yang beriman dalam menepishati dan perasaan dari ketakutan tidak
terpenuhinya persyaratan etika dan estetika dalam pergaulan. bercermin dapat
melatih setiap orang yang beriman untuk memperkaya jiwaagar pandai
mensyukiri nikmat ALLAH SWT bercermin hendaknya tidak hanya mengejar
kepuasan lahiriyah semata atau sebatas menggapai kemolekan duniawi. ketika
bercermin seharusnya kita berniat mencapai komelakan ukhrowi yang hakiki.
untuk setiap kali bercermin islam mengajarkan suatu Do`a “allahumma
kemaahassanta fa hassin khulugii”(Ya Tuhan, sebagaimana engkau telah percantik
diriku, percantik pulalah budi pekertiku)
menurut hasan al bashri, sufi terkemuka dari angkatan tabi’iin ada 2 alasan kita
perlu mawas diri:
1. karena dosa-dosa yang kita lakukan, kita tidak tahu apakah ALLOH SWT masih
berkenan mengampuni dosa-dosa itu atau tidak
2. karena usia kita yang tersisa, kita tidak tahu apakah kita dapat
mempergunakansisa usia kita secara baik dan produktif.
http://juzzto.wordpress.com/2008/01/25/mawas-diri/
Mawas Diri" meninjau kedalam hati nurani kita untuk mengetahui benar atau tidak suatu
tindakan. nah secara gamblang kita akan tahu apa itu mawas diri sebagai tindakan untuk
bersikap "Tahu diri", pernyataan yang menimbulkan pertanyaan sederhana dan akan
menghasilkan jawaban sederhana pula, Tahu dirikah anda?
Jawaban yang paling tepat adalah attitude serta sikap dalam keseharian yang akan menjadi
jawabannya, sikap kita akan merefleksikan apakah kita adalah orang yang "tahu diri" atau
tidak. contoh sederhana, ketika seseorang diberikan sesuatu yang berguna oleh orang lain,
namun orang yang diberi tidak menghargai apa yang telah dilakukan/diberikan kepadanya,
padahal hal yang diberikan merupakan hal yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup,
bagi masa depan yang lebih baik dan banyak hal yang tidak dapat dibalas dengan materi.
Penghargaan dan sikap yang tidak diberikan secara layak kepada orang tua yang telah
memberikan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup, pendidikan yang layak
bahkan masa depan serta harapan yang besar.
Sekarang apakah kita atau anda sudah menghargai dan membalas kebaikan semua orang,
kepada orang tua, kepada guru yang berperan sebagai second parents atau orang tua kedua
setelah keluarga. apakah kita menghargai sahabat, teman sejawat serta partner kerja. padahal
mereka semua telah secara tidak langsung membantu kita untuk menjadikan kita hidup lebih
baik!. hal sedemikian mengingatkan kita akan pelajaran moral dan agama pada sekolah-sekolah
yang pernah kita lalui atau sedang anda jalani saat ini.
http://hadi-tzu.blogspot.com/2011/03/mawas-diri-tahu-diri.html
Tentu sebagai dokter baru yang telah mendapat STR yang hanya berlaku 5 tahun maka langkah
selanjutnya adalah berusaha untuk memperpanjang STR tersebut. Kali ini aku pengen bagi info
soal P2KB yang infonya didapat dari milis TS FK Unpad, sumbernya email dari dr. Dyah Waluyo
(IDI).
Bagi dokter yang saat ini sudah mendapat STR, maka untuk perpanjangan STR (resertifikasi),
tidak ujian tetapi mengikuti program pengembangan pendidikan berkelanjutan P2KB atau
continuing professional development (cpd). Tujuan P2KB sebenarnya bukan hanya untuk
mendapat SKP tetapi lebih penting adalah menjaga kompetensi kita sebagai dokter.
Berbeda dengan CME (continued medical education) yang dulu, untuk nilai SKP tidak hanya dari
kegiatan eksternal saja (seminar, simposium, dll) tetapi juga dari kegiatan internal dan pribadi.
Kegiatan pribadi adalah kegiatan pembelajaran yang kita lakukan sendiri sebagai dokter,
misalnya membaca jurnal, menjawab uji diri, praktik pribadi, dll. Adapun kegiatan internal
adalah kegiatan kita sebagai dokter di institusi tempat kerja, misalnya memeriksa pasien di
klinik, rs atau puskesmas; mengikuti ronde besar, mengikuti seminar internal di RS, dll. Buku
tentang P2KB online bisa baca di sini. Contoh : misal untuk kegiatan memeriksa pasien tanpa
intervensi (konsultasi), hitung jumlah pasien TS sebulan. Bila jumlah pasien 1-50/bulan maka ts
mendapat 1 SKP per bulan, bila jumlah pasien lebih dari 50 maka ts mendapat skp 2 SKP untuk
bulan itu. Jadi dari memeriksa pasien tanpa intervensi setahun s mendapat 12 - 24 SKP. Contah
lain dengan mendapatkan 12 SKP dari membaca majalah kedokteran Indonesia (MKI) bisa
dengan jalan berlangganan selama setahun.
http://dokternida.blogspot.com/2009/05/p2kp-dan-cara-lain-mendapatkan-skp.html
Beberapa ketetapan PB IDI tentang proses pemberian akreditasi kegiatan P2KB (Program
Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan)/CPD (Continuing Professional
Development) eksternal atau CME(Continuing Medical Education). Permohonan SKP IDI untuk
suatu kegiatan CME diajukan 3 bulan sebelum kegiatan yang direncanakan dan SKP akan
dikeluarkan 1 bulan sebelum kegiatan berlangsung. Biaya permohonan SKP IDI mengacu pada
SK PB IDI no 108/PB/A.4/08/2007 tanggal 15 Agustus 2007. Permohonan yang terlambat akan
memerlukan biaya yang lebih besar.
Badan P2KB IDI wilayah setempat untuk kegiatan yang bertingkat wilayah/lokal dengan
ketentuan yang sama.
Tata cara permintaan SKP IDI untuk kegiatan CME
Mengajukan surat permohonan kepada P2KB IDI pusat/wilayah dan Surat permohonan disertai
lampiran :
1. TOR kegiatan yang berisi : (a) tema, kegiatan, materi, metoda, assessment (b) acara lengkap :
rincian waktu, topik, pembicara dan moderator (c)rencana evaluasi penyelenggara (d)susunan
panitia
2. Riwayat hidup pembicara dan moderator serta pernyataan kesediaan dari pembicara
3. Penyelenggara CME dari sub organisasi IDI pusat/cabang (kecuali PDSp/PDPP pusat atau
cabang) diminta melampirkan surat pengakuan sebagai sub organisasi IDI dari ketua MPPK IDI
pusat
Tata cara permintaan pengakuan bagi sub organisasi IDI (non PDSp/PDPP) dari ketua MPPK IDI
Pusat
2. Menyertakan bukti syarat administrasi: (a) Foto kopi SK dari PB IDI tentang kepengurusan
yang terakhir (b)Aktivitas kegiatan CME 2 tahun terakhir (2005 dan 2006)
Tata cara permintaan pengakuan bagi institusi/lembaga penyelenggara kegiatan CME non IDI
Berkedudukan di wilayah Indonesia dan mempunyai alamat yang jelas atau bila berkedudukan
di LN perlu melampirkan rekomendasi dari perhimpunan terkait.
Berbadan hukum (yayasan, PT, LSM) dengan susunan pengurus yang jelas
LSM dan penyelenggara training profesional pelu melampirkan rekomendasi dari perhimpunan
dokter yang terkait dengan tema kegiatan.
Berlaku untuk jangka 1 tahun. Lembaga yang 5 (lima) tahun berturut-turut memperoleh Kredit
A akan mendapatkan Pengakuan Otomatis yang berarti kegiatannya otomatis diakui oleh IDI>
Kegiatan yang dilaksanakan paralel di beberapa tempat atau berseri, harus dimintakan
kreditnya secara sendiri-sendiri.
4. Pelaksanaan kegiatan : (a)lama waktu ceramah minimal 25 menit dan tersedia waktu untuk
diskusi interaktif (b) ada assessment bagi peserta (misalnya pretest dan post test)
Dalam kondisi pembicara dianggap tidak memenuhi kualifikasi, maka kegiatan P2KB terkait
tidak akan diakui dan tidak memperoleh kredit P2KB walaupun materi dan lembaga
penyelenggara terakreditasi.
Bila kegiatan merupakan kerja sama dengan lembaga LN, maka nilai kredit pendidikannya
sesuai dengan nilai yang disepakati oleh penyelenggara.
Sumber : http://infoidi.com/article.php?story=20080920202825281