Anda di halaman 1dari 2

Pasien yang Sakit atau Dokter yang Sakit?

Dokter, suatu profesi yang dipandang luar biasa bagi sebagian besar orang dan dianggap
pekerjaan paling mulia, sehingga seluruh orang berbondong-bondong mengejar profesi dokter.
Dokter digambarkan sebagai sosok Setengah Dewa, layaknya pahlawan yang rela mengorbankan
nyawa dan harta bagi kemerdekaan Indonesia. Dokter dengan keahliannya mengobati dan
menyembuhkan penyakit telah dianggap sebagai pahlawan dalam bidang kesehatan.

Kemahsyuran dokter juga berimbas pada banyak bidang, misalnya pendidikan. Kebanyakan
orang tua menginginkan anaknya menjadi seorang dokter, dan untuk mewujudkan impian tersebut
tidak sedikit orang tua yang melakukan banyak hal. Hal tersebut terkesan seperti memaksakan
keinginan agar si anak bisa menjadi dokter. Tentu tidak masalah jika si anak juga menginginkan
dirinya menjadi seorang dokter. Tapi kenyataannya, banyak anak yang justru terjebak masuk
dalam dunia kedokteran. Hal tersebut disebabkan keinginan besar orang tua yang menginginkan
anaknya menjadi seorang dokter. Bahkan para orang tua tersebut sampai melakukan banyak cara
agar anaknya bisa kuliah di bidang kedokteran, salah satunya dengan Jual Beli Pendidikan.

Hal yang dipaksakan pasti tidak akan menghasilkan suatu kebaikan. Pepatah ini sangat
cocok bagi ilustrasi diatas. Anak yang menempuh pendidikan di sekolah/fakultas kedokteran
karena paksaan orang tua, kebanyakan tidak serius dalam bangku perkuliahan. Mereka lebih sering
menghabiskan waktu untuk bermain dibanding serius menempuh pendidikan dokter. Apa hasilnya?
Banyak kita temui lulusan kedokteran yang memiliki gelar dokter pada namanya, tapi sama sekali
tidak mencerminkan kepribadian dan perilaku seorang dokter yang sebenarnya. Profesi dokter
yang harusnya dilewati dengan banyak perjuangan dan usaha, berubah menjadi profesi yang
siapapun bisa memasukinya asal memiliki kekayaan. Dan dapat saya katakan bahwa profesi dokter
sekarang bisa dibeli.

Indonesia sudah memiliki jumlah dokter yang cukup memadai. Tapi tetap saja kualitas
kesehatan di Indonesia masih rendah. Mengapa? Tentu karena dokter di Indonesia kurang
berkualitas. Banyak dokter yang meskipun sudah menempuh pendidikan beberapa tahun tetapi
tetap saja masih kurang siap dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan kesehatan di
masyarakat, terutama masyarakat daerah tertinggal. Ada beberapa daerah yang memiliki jumlah
dokter sangat banyak, bahkan dianggap melebihi proporsi jumlah dokter yang seharusnya ada di
daerah itu. Tetapi ada saja daerah yang kurang bahkan tidak memiliki dokter. Ini dikarenakan
sebagian besar dokter bertumpuh pada satu daerah yang memiliki potensi akan pasien-pasien yang
berpenghasilan tinggi (Kota) dibanding pada daerah yang kebanyakan masyarakatnya masih kurang
mampu (Desa).

Ketidakseriusan belajar saat bangku kuliah memberikan efek besar, terutama pada
profesionalitas mereka ketika bekerja dalam dunia kedokteran itu sendiri. Banyak kita jumpai
dokter yang melakukan mal praktek. Bisa dibayangkan bukan? Suatu tugas mulia yang menyangkut
nyawa manusia harus ditangani oleh seorang yang bukan profesional. Peran dokter yang harusnya
menjadi The Hero of Healthy, berganti menjadi seorang yang hanya ingin meraup keuntungan
materi semata. Sungguh miris melihat profesi dokter terlecehkan oleh oknum-oknum seperti ini.

Faktor lain dari rendahnya kualitas kesehatan masyarakat adalah karena dokter yang
dihormati oleh masyarakat, tidak menjalankan fungsinya sebagai dokter dengan baik. Sering kali
mereka memberikan pengobatan seadanya bukan memberikan pelayanan kesehatan yang
maksimal. Dokter sekarang mengobati dengan pilih kasih, mengobati dengan melihat kemampuan
materi pasiennya. Terlebih daerah yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal. Sehingga makin
sering kita jumpai dugaan mal praktek di banyak daerah. Mungkin saja ini dikarenakan mereka
merasa seolah sangat diperlukan oleh masyarakat.

Apakah pelayanan kesehatan yang layak hanya untuk orang yang mampu secara materi?
Apakah orang miskin tidak boleh sehat? Apakah fasilitas kesehatan yang baik hanya untuk daerah
maju, kota besar, metropolitan? Pantang kah daerah tertinggal untuk mendapatkan hal yang sama?

Dokter yang seharusnya mengobati dan menyembuhkan, kini berganti menjadi sosok yang
buruk dan penuh keangkuhan. Nilai prestisius seorang dokter hilang seketika karena berbagai
fenomena di atas. Dokter seharusnya memberikan pelayanan kesehatan yang merata bagi seluruh
masyarakat, tanpa memandang kemampuan materi pasiennya. Dokter harusnya mencurahkan
seluruh kemampuannya bagi pelayanan kesehatan masyarakat. Dokter yang baik tidak memandang
tempat, waktu, dan pasien sekalipun. Dokter bukan hanya seorang yang berpakaian rapi dengan jas
putih dan membawa stetoskop. Dokter bukan hanya sekedar orang yang belajar tentang ilmu
kedokteran. Tapi dokter adalah profesi yang berkerja dan mengabdi sepenuhnya demi kesehatan
seluruh masyarakat.

Lantas bagaimana cara agar menjadi dokter yang baik ? Menurut saya, orang yang menjadi
dokter haruslah benar-benar orang yang ingin mengabdikan dirinya bukan karena unsur paksaan,
kekayaan, ataupun ketenaran. Kedua, seorang dokter haruslah selalu meningkatkan kualitas dirinya,
baik itu saat masih menempu pendidikan atau pun ketika sudah masuk dalam dunia kerja. Ketiga,
seorang dokter harusnya adalah orang yang memiliki ni;ai intelektual tinggi dalam tiga komponen,
yaitu EQ, SQ, dan IQ. Keempat, menanamkan rasa empati tinggi terhadap masyarkat, sehingga
dokter dokter akan berkembang dengan jiwa pelayanan kesehatan yang baik terhadap pasien. Dan
yang tidak kalah penting, yaitu pemerataan jumlah dokter berkualitas oleh pemerintah ke seluruh
pelosok negeri, agar daerah tertinggal juga mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dari para
dokter yang dihasilkan negeri kita ini.

Anda mungkin juga menyukai