Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH ISLAM ULIL ALBAB

TOKOH-TOKOH MUSLIM DAN PERANNYA DALAM PERKEMBANGAN


ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
3 APRIL 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah dan nikmatnya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Tokoh-Tokoh Muslim dan Perannya dalam Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Sosial ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Islam Ulil Albab, dr. Agus Taufiqurrahman
Makalah ini ditulis berdasarkan dari sumber-sumber di internet yang kami jadikan
sebagai referensi. Dalam penulisan makalah ini kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
Dosen Pengampu yang telah memberikan arahannya sehingga terselesaikannya makalah ini.
Kami selaku anggota kelompok berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua, semoga hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai tokoh-tokoh
muslim yang telah mendedikasikan dirinya dalam pengembangan ilmu pengetahuan sosial.
Dalam makalah ini kami juga memaparkan peran masing-masing tokoh muslim
dalam perkembangan ilmu pengetahuan sosial.
Melalu kata pengantar ini kami mengucapkan permohonan maaf apabila dalam isi
makalah kami terdapat kekurangan atau kurang berkenan dihati pembaca. Kami sadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka kami selaku penyusun makalah
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi perbaikan menuju
arah yang lebih baik.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi kita
semua. Sekian dan terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin tidak hanya mengatur kehidupan
manusia di akhirat tetapi juga mengatur bagaimana manusia menjalani kehidupannya. Dalam
bidang pengetahuan misalnya, banyak anjuran ayat-ayat Al-Quran dan Hadist yang menyuruh
manusia untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Dalam islam juga tidak hanya mengatur
hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga hubungan antar manusia baik itu tingkah laku
maupun hubungan kemasyarakatan.
Dengan berkembangnya peradaban manusia berbanding terbalik dengan perkembangan
ilmu sosial, seperti terjadinya kesenjangan sosial sehingga banyak terjadi konflik sesama
manusia, tidak ada rasa saling menghormati dan banyak terjadi peperangan. Efek dari
peperangan tersebut menyebabkan ketidakseimbangan penyebaran sumber daya dan
menyebabkan kemiskinan bagi korban peperangan. Maka terjadinya hal seperti ini
menimbulkan rasa kepedulian dikalangan tokoh-tokoh islam yang mengalami hal serupa,
sehingga menimbulkan jiwa revolusioner pada diri mereka.
Tokoh-tokoh islam tersebut mengaplikasikan ilmu agamanya dengan menyebarkan
ilmu yang ia kaitkan dengan sosial bahwa sejatinya perilaku manusia sudah diatur dalam Al-
Quran dan umat manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan manusia lain, serta pelarangan
dalam segala jenis penindasan terrmasuk perang. Buah pemikiran seperti ini oleh tokoh-tokoh
tersebut disebarkan dalam bentuk dakwah yang bertujuan untuk mengubah pola pikir manusia
yang individualis.

B. Rumusan Masalah
1. Siapa saja tokoh muslim yang berperan dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan
Sosial?
2. Apa saja peran tokoh muslim dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan Sosial?

C. Tujuan Penulisan
1. Membahas tokoh-tokoh muslim dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan Sosial.
2. Membahas peran para tokoh muslim dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan Sosial.
BAB II
ISI

A. Ibnu Khaldun
Ibnu khaldun lahir di Tnuis Afrika Barat Laut pada tanggal 25 Mei tahun 1332 M dari
keturunan keluarga bangsawan Banu Khaldun. Sejak kecil Ibnu Khaldun sudah menguasai Al-
Quran dan dapat berbahasa arab. Di samping tu, Ibnu Khaldun tertarik pada geografi, sejarah
dan ilmu ekonomi. Terdapat beberapa teori dari Ibnu Khaldun berdasarkan Muqaddimah-nya,
salah satunya yaitu Teori siklus.
Pokok pikiran teori siklus adalah teori masyarakat manusia sebagai proses tak berujung,
berputar dan mengulang terus menerus. Teori ini di bangun berdasarkan penelitiannya pada
rangkaian proses sejarah social-politik di benua Afrika.
Berdasarkan kajian yang tertuang dalam teori ini dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
a. Sejarah sosial
Ibnu khaldun bebicara tentang asal mula negara manusia sebagai makhluk politik,
manusia yang membutuhkan orang lain dalam mempertahankan hidupnya sehingga
kehidupannya dengan masyarakat dan organisasi social merupakan sebuah keharusan.
b. Solidaritas Sosial
Sifat-sifat kepemimpinan selalu dimiliki oleh orang-orang yang memiliki solidaritas
social, setiap suku biasanya teriakt pada keturunan yang bersifat khas maupun umum. Setiap
kaum harus ada solidaritas masing masing individu, sebab apanila masing-masing individu
meyakini keunggulan solidaritas social sang pemimpin maka akan siap untuk tunduk dan patuh
mengikutinya.
c. Persaudaraan berdasarkan Kesamaan Keyakinan (Muakhah)
Muakhah yaitu solidaritas yang dibangun berdasarkan persaudaraan atas kesamaan
keyakinan membuat mereka berhasil mendirikan dinasti, karena menurut Ibnu Khaldun bangsa
Arab adalah bangsa yang tidak mau tunduk kepada satu sama lain, Kasar, angkuh dan ambisius.
Ibnu Khaldun menetaplan lima syarat bagi khalifah/imam/sultan: (1) memiliki pengetahuan,
(2) memiliki sifat adil, (3) mempunai kemampuan memimpin, (4) sehat fisik dan panca indra,
(5) Keturunan Quraisy berdasarkan teori As-abiyyah
d. Politik dan Ulama
Menurut Ibnu Khaldun terdapat tiga bentuk pemerintahan: (1) pemerintahan yang
natural, (2) pemerintahan berdasarkan nalar, (3) pemerintahan berdasarkan agama.
e. Model Generasi Politik
Ada tiga model generasi, yaitu (1) generasi pembangunan yang dengan segala
kesederhanaan di atas solidaritas yang tulus di bawah otoritas kekuasaan didukungnya, (2)
generasi penikmat, mereka yang karenan= di untungkan secara ekonomi dan politik dalam
system kekuasaan menjadi tidak peka lagi terhadap kepentingan bangsa dan Negara, (3)
generasi yang tidak lagi memiliki ubungan emosional dengan negara.

B. Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi

Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi dikenal sebagai salah satu tokoh Muslim yang lahir
pada tahun 1099 Masehi dan wafat pada tahun 1166 Masehi. Beliau bergerak dalam bidang
Ilmu Pengetahuan Sosial, khusunya geografi dan kartografi. Perannya dalam bidang keilmuan
tersebut yaitu Al-Idrisi menciptakan berbagai karya terkait pembuatan peta dunia. Pada tahun
1138 M, seorang raja di Sicilia bernama Raja Roger II mengundang Al-Idrisi ke istana nya
untuk membuatkannya sebuah peta dunia pertama yang akurat. Ketika itu, Raja Roger yang
merupakan seorang raja Kristen mengundang Ilmuwan Muslim karena beliau tertarik dengan
ilmu geografi, sedangkan ahli geografi dan kartografi dari Barat masih menggunakan
pendekatan simbolis dan fantasi dalam pembuatan karya-karyanya, termasuk menggunakan
dasar hal-hal mistis dan tradisional dalam membuat peta. Hal tersebut yang mendasari Raja
Roger II untuk bekerja sama dengan Al-Idrisi dalam proyek pembuatan peta dunia. Proyek
tersebut melibatkan 12 orang sarjana, 10 di antaranya merupakan Ilmuwan Muslim. Pembuatan
peta tersebut dilaksanakan di kota Palermo, Sicilia yang juga sebagai salah satu tempat
persinggahan para navigator-navigator dari berbagai daerah, seperti Atlantik, Mediterania, dan
perairan utara. Berdasarkan hal tersebut, Al-Idrisi bersama rekan kerjanya menanyakan
pengalaman para navigator yang akan diklarifikasikan dengan para navigator lain hingga
terbentuk fakta sebagai acuan dalam pembuatan peta. Peta dunia tersebut dibuat dalam bentuk
globe karena beliau percaya pada teori bahwa Bumi itu bulat. Globe yang dibuat dalam warna
perak dengan bobot 400 kilogram berisikan 6 benua dengan jalur perdagangan, 7 iklim, sungai,
danau, teluk, kota-kota utama, gunung, serta daratan. Selain pembuatan globe tersebut, Al-
Idrisi juga membuat suatu buku yang didedikasikan untuk Raja Roger yang disebut buku
Nuzhah al Musytaq fi Ishtiraq Al Afaq (Kenikmatan pada Keinginan untuk Menjelajah Negeri-
negeri) atau disebut juga Rogers book. Dalam buku tersebut dituliskan mengenai masyarakat,
kerajaan, budaya, serta cuaca pada negara-negara yang tercantum dalam peta yang dibuatnya.
Buku ini mencatatkan perihal masyarakat, budaya, kerajaan dan cuaca negara-negara yang
terdapat di dalam petanya. Beliau turut menggunakan semula garisan lintang dan garisan bujur
yang diperkenalkan sebelumnya dalam peta yang dihasilkan.

C. Hasan Hanafi
Hasan Hanafi lahir di Kairo, 13 februari 1935 dekat benteng Benteng Salahuddin,
daerah Perkampungan Al-Azhar. Dia pernah mengenyam pendidikan di Departemen Filsafat
Universitas Kairo 1952-1956. Tahun 1956-1966 melanjutkan pendidikan master dan doktornya
di Universitas Sorbonne Prancis dengan mengambil kajian pemikiran Barat pra-Modern dan
Modern. Setelah menyelesaikan program master dan doktornya, timbulah keinginan beliau
untuk kembali ke Negara Mesir dan mengembangkan tulisan-tulisannya. Tetapi niat ini
terurung ketika tahun 1967 Mesir diserang oleh Israel.
Hasan Hanafi mengajar di Universitas Cairo disela-sela waktu luangnya. Ia juga mulai
giat menulis artikel-artikel untuk menanggapi permasalahan aktual yang sedang dihadapi oleh
bangsanya. Ia memanfaatkan media massa dalam menyampaikan hasil pemikirannya.
Hasan Hanafi juga mengajar di beberapa Universitas di Luar Negeri, ia juga pernah menjadi
Profesor tamu di beberapa negara seperti Perancis (1969), Belgia, Amerika serikat, Kuwait,
Maroko dan Jepang. Pada tahun 1984-1985 ia diangkat sebagai guru besar tamu di Universitas
Tokyo, dan menjadi penasihat program di Universitas PBB di Jepang pada tahun 1985-1987.
Universitas Temple (1971-1975).
Basis sosial Hasan Hanafi adalah kondisi obyektif dunia Islam pada umumnya yang
masih mempresentasikan diri dengan simbol-simbol keterbelakangan kemiskinan kebodohan
dan sebagainnya, sebagai musuh internal umat. Meskipun di negaranya sendiri (Mesir) ia
kurang diterima bahkan dikecam oleh kelompok Islam konservatif-skripturalis, tapi ia selalu
menyempatkan diri menulis beberapa karya ilmiah yang menekankan pada pentingnya tradisi
dan pembaruan dalam upaya membebaskan dunia Timur (Islam) dari pengaruh Barat, sehingga
tercipta kesetaraan antara al-ana yakni dunia Timur dan al-akhar yakni dunia Eropa atau
Barat.
Buku karya Hasan Hanafi yang disusunnya selama 10 tahun ini terdiri dari lima volume.
Volume pertama terfokus pada premis-premis teoritis (al-muqaddimah an-nazhariyyah),
volume ke 2 membahas tentang ketauhidan (at-tauhid), volume ketiga membahas tentang
keadialn (al-adl), volume keempat mendiskusikan tentang kenabian (an-nubuwwah al-muad)
dan volume yang terakhir berbicara tentang amal, keimanan dan imamah. Pada kelima karya
nya hanya pada volume pertamalah ia mampu menuangkan ide-ide pemikiran yang sangat
cemerlang yang diberi nama at-turats wa at-Tajdid ini berbicara tentang tradisi barat.
Hasan Hanafi dalam karyanya yang berjudul at-turats wa at-Tajdid dirumuskan
kedalam 3 bagian yang saling berhubungan.Pertama adalah rekonstruksi tradisi Islam dengan
melakukan interpretasi kritis dan kritik historis yang mencerminkan apresiasi terhadap
hasanah klasik. Kedua rekonstruksi ulang terhadap batas-batas kultural Barat melalui
pendekatan kritis yang tercermin dalam sikap kita terhadap barat. Yang ketiga adalah upaya
membangun sebuah teori interpretasi al-Quran yang mencakup dimensi kebudayaan dari
agama dalam skala global yang memposisikan islam sebagai fondasi ideologis bagi
kemanusiaan (sikap kita terhadap realitas).
Hasan hanafi mempunyai banyak sekali pemikiran dalam dunia islam. Ada hasil
pemikiran beliau dalam hal politik yang sangat terkenal yaitu Kiri Islam dan dalam bidang
tafsir karyanya adalah Hermeneutika Al-quran. Ada juga tentang oksidentalisme.
a. Pandangan Hanafi terhadap al-Quran
Menurut Hasan Hanafi al-Quran sebagai wahyu mempunyai 3 keunggulan
dibandingkan dengan kitab-kitab lainnya.
1. Al-Quran adalah kitab terakhir dalam sejarah kenabian sejak nabi Adam as sampai
nabi Muhammad saw. Sebagai kitab terakhir adalah ia yang kitab yang sempurna
bentuknya, dan oleh karena itu ia dijadikan sumber syariat tanpa harus menunggu
perubahan, penggantian dan penghapusan.
2. Al-Quran adalah kitab yang paling di jamin keotentikannya, tidak ada perubahan
di dalamnya. Berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya yang terdapat perubahan
didalamnya.
3. Al-Quran adalah kitab suci yang terakhir diturunkan dan tidak sekaligus melainkan
bertahap sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pada saat itu.
b. Pandangan Hasan Hanafi terhadap Penafsiran Klasik al-Quran
Awal mula Hanafi mengemukakan pendapatnya tentang al-Quran adalah ketika dia
tidak merasa puas dengan teori klasik yang telah dibangun oleh ulama tafsir. Ia beranggapan
bahwa teori yang dipakai tidak memiliki teori yang solid yang memiliki prinsip-prinsip yang
teruji dan terseleksi. Karena penafsiran model klasik ini tidak menginjak pada level syarah
(komentar), tafsil (detailisasi) dan tikrar (pengulangan) serta penjelas tentang apa point-point
yang harus di tekankan ketika menafsirkan ayat/surah tertentu. disisi lain ia mengabaikan
kehidupan, problem, kebutuhan manusia yanag mengakibatkan teks tersebut hanya berkutat
pada dirinya sendiri.
c. Metode Hermeneutika Hasan Hanafi
Hal ini diwujudkan Hanafi dalam pemikirannya melalui rekonstruksi peradaban dengan
menunjukan pada sumber-sumbernya, atau reinterpretasi wahyu itu sendiri yang mendasarkan
kepada realitas kehidupan kontemporer masyarakat. Hanafi menggunakan hermeneutika
sebagai alternatif metode interpretasi teks. Hanafi juga menambahkan pendapatnya secara jelas
bahwa ia menyatakan keluar dari tradisionalisme (taklidisme) dan tidak mengikuti jejak para
salaf ash-shalih. Hasan Hanafi secara tegas mengajak kepada kita untuk mengalih fokus kajian
dari Allah swt dan Rosul, yang menjadi pusat kajian ilmu kalam dalam pengetahuan tradisional,
menuju manusia yang sekarang sbagai objek kajian.
Karakteristik Penafsiran Hasan Hanafi :
1. Tafsir itu harus menghasilkan tafsir yang sifatnya spesifik (at-tafsir al-juzi).
2. Tafsir ini disebut juga tafsir tematik (at-tafsir al-maudhui)
3. Bersifat temporal (at-tafsir az-zamani.
4. Realistik (at-tafsir al-waqii). Dimulai dari problematika yang dialami oleh orang
muslim.
5. Beroeientasi pada makna tertentu dan bukan merupakan perbincangan teoritik
tentang huruf dan kata.
6. bersifat experimental, karena tafsir ini merupakan tafsir yang sesuai dengan
kehidupan dan pengalaman hidup mufassir.
7. perhatian terhadap problem kontemporer.
d. Pandangan Hasan Hanafi terhadap Kiri Islam
Pengertian Kiri Islam
Makna kata kiri disini adalah nama ilmiah, sebuah istilah ilmu politik yang berarti
resistensi dan kritisisme dan menjelaskan jarak anatara realitas dan idealitas. Kata kiri Islam
sendiri muncul secara spontan. Penamaan itu pun setelah melihat realitas yang berkembang
dalam masyarakat khususnya umat islam yang kehidupannya terkotak-kotak seperti antara
penguasa dan rakyat, kaya dengan yang miskin, atasan dengan bawahan, dll. Kiri Islam berada
pada posisi yang dikuasai, si miskin, terpinggirkan. Dalam bahasa ilmu politik, kiri berarti
perjuangan dan kritisisme.
Isi Pemikiran Kiri Islam
Kiri islam bertopang pada tiga pilar dalam rangka mewujudkan kebangkitan islam,
revolusi islam (revolusi tauhid), dan kesatuan umat.
1. Revitalisasi khazanah islam klasik. Hasan hanafi menekankan bahwa perlunya
rasionalisme untuk revitalisasi khazanah islam. Rasionalisme adalah keniscayaan untuk
kemajuan dan kesejahteraan muslim serta untuk memecahkan situasi kekinian di dalam
dunia islam.
2. Perlunya menantang peradaban Barat. Ia mengingatkan tentang bahayanya imperalisme
kultural barat yang cenderung membasmi kebudayaan bangsa-bangsa yang secara
kesejahteraan kaya.
3. Analisis terhadap realitas dunia Islam. Ia mengkritik metode tradisional yang bertumpu
pada teks (nash), dan mengusulkan suatu metode tertentu agar realitas dunia Islam dapat
berbicara pada dirinya sendiri.
Karya tulis hasan hanafi tentang kiri Islam ini di buat oleh beliau sekitar sepuluh tahun
dalam lima jilid dan terbit pada tahun 1988 dan karya ini disebut-sebut sebagai karya yang
paling fenumental dalam sejarah karyanya.
e. Pemikiran Tentang Oksidentalisme
Hasan Hanafi adalah orang yang digadang-gadang sebagai pencetus adanya
oksidentalisme. Ia merasa tidak setuju dengan lingkungan disekitar yang sangat dihegemoni
oleh bangsa barat, yang seolah-olah barat adalah pusat dari segalanya.
Beberapa pemikiran hasan hanafi tentang Oksidentalisme. Hasan hanafi menginginkan seorang
oksidentalisme mempunyai tugas untuk merumuskan tugas-tugas sebagi pengkaji tradisi barat,
seperti berikut:
1. Melenyapkan superrioritas Barat dngan menjadikannya sebagai obyek kajian dan
menumbangkan kaum minoritas dengan menjadikannya sebagai subyek pengkaji.
2. Menghapus mitos kebudayaan Barat atau Kosmopolit sebagai kebudayaan yang harus
di adopsi oleh seluruh bangsa..
3. Mengakhiri kontrol eropa terhadap bangsa non Eropa dan memulai babak baru bagi
sejarah manusia.
4. Meluruskan istilah-istilah yang mengisyaratkan sentrisme sejarah Eropa untuk
kemudian dilakukan penulisan ulang sejarah Dunia dengan kacamata yang lebih
obyektif dan netral serta lebih bersifat adil terhadap andil seluruh peradaban manusia
dalam sejarah dunia.

D. Al-Ghazali

Al-Ghazali atau yang akrab dipanggil Imam Ghozali adalah ulama tasawuf terkemuka
yang memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn
Ahmad Al-Ghazali ath-Thusi. Beliau adalah seorang Persia asli yang lahir di Thus, wilayah
khurasan (sekarang Iran), pada tahun 450 H/1058 M. Termasuk salah seorang pemikir Islam
yang terbesar dengan gelar Hujjatul Islam (bukti kebenaran Islam) dan Zainud-Din (Hiasan
Agama).

Pada mulanya, Al-Ghazali belajar di tempat asalnya, Thus. Disini ia belajar ilmu fiqh
pada seorang ulama yang bernama Ahmad ibn Muhammad Ar-Razakani. Setelah itu, ia belajar
di Jurjan pada Imam Abu Nashr al-Ismaili, di mana ia menulis suatu ulasan dalam ilmu fiqh.
Ia mulai mengalami krisis rohani pada tahun 488 H/1098 M yakni krisis keraguan yang
meliputi aqidah dan semua jenis marifah, baik yang empiris maupun yang rasional. Krisis itu
tidak lebih dari dua bulan. Setelah itu, ia memperdalam studi tentang sekte-sekte teologi, ilmu
kalam, falsafah serta menulis berbagai kitab dalam bidang falsafah, batiniyyah, fiqh dan lain-
lain. Di sebelah rumahnya, ia membangun madrasah untuk para penuntut ilmu dan tempat
khalwat (Khaniqah) bagi para sufi.
Apa yang menarik perhatian dalam sejarah hidup Al-Ghazali ialah kehausannya akan
segala macam pengetahuan serta keinginannya untuk mencapai keyakinan dan mengetahui
hakikat segala sesuatu. Tidak mengherankan kalau ia selamanya bersikap kritis, dan
kelanjutannya ialah bahwa ia tidak percaya akan kebenaran semua macam pengetahuan,
kecuali yang bersifat inderawi dan pengetahuan yang axioma.
Al- Ghazali memasuki kehidupan tasawuf, tetapi ia tidak melibatkan diri dalam aliran
tasawuf hulul (inkarnasi) atau tasawuf wihdat ul-wujud (pantheisme), dan buku-buku yang
dikaranganya juga tidak pula keluar dari jalan (sunnah) Islam yang benar.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Daftar Pustaka

Al-Hamdi, Ridho (03511268).2007. Skripsi: Epistemologi Oksidentalisme Hasan


Hanafi.Yogyakarta.
Harb, Ali.2003. kritik nalar al-Quran .lkis Yogyakarta
http://id.scribd.com/doc/39806219/Makalah-Biografi-Dan-Pemikiran-Hassan-Hanafi4

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=153735&val=5919&title=IBNU%20KH
ALDUN:%20KAJIAN%20TOKOH%20SEJARAH%20DAN%20ILMU-ILMU%20SOSIAL
Listiyono Santoso dkk.2003. Epistemologi Kiri, Ar-Ruzz Press Yogyakarta.

Muhammad Hamid an-Nashir.2004. Modernisasi Islam, Membedah Pemikiran Jamaluddin al-


Afghani Hingga Islam Liberal, terj. Al-Ashraniyun Baina Mazaim at-Tajdid wa Mayadin at-
Taghrib, Jakarta: Darul Haq.
Shimogaki,Kazuo.1997. Kiri Islam antara Modernisme dan Postmodernisme.Yogyakarta :
LkiS

Sholahuddin, Devi Muharrom.2010. Kritik Terhadap Metodologi Tafsir Al-Quran Hasan


Hanafi.File PDF

Anda mungkin juga menyukai