Anda di halaman 1dari 29

ALBINISME DAN PERMASALAHAN PIGMENTASI

KONGENITAL
Diterjemahan dari dalam buku Fitzpatricks Dermatology in General Medicine,
Edisi-7, th 2008 Hal: 609 615

ETIOLOGI, PATOGENESIS DAN MANIFESTASI KLINIS


Kewaspadaan pada perbedaan permasalahan biologis antara permasalahan
pigmentasi bawaan lahir, dimana permasalahan pada perkembangan melanosit dan
variasi atas albinisme dimana permasalahan pembelahan melanosit menjadi
penting untuk dimengerti pada setiap masing-masing manifestasi klinis.
Albinisme dihasilkan tidak berfungsinya suatu komplemen sel normal, dimana
dihasilkan dari sebagian atau secara keseluruhan kehilangan pigmentasi kutan.
Bentuk dari albinisme, termasuk sub tipe dari OCA seperti sindrom albinisme
dimana terjadi manifestasi sistemik dihasilkan pada perbedaan enzim yang
berdampak pada sintesis melanin dari defek melanosom yang mengitervensi
susunan melanin atau dari permasalahan di dalam transpot transeluler dan lokasi
biosintesis protein esensial. Permasalahan pigmentasi bawaan lahir biasanya
dihasilkan dari

mutasi gen kritikal selama perkembangan embriogenesis.

Permasalahan ini juga bisa tergabung dengan permasalahan sistemik lainya


dikarenakan kebutuhan pada produksi gen ini berbeda dari pembelahan sel lain
dibandingkan melanosit. Penjelasan yang lebih akurat pada permasalahan ini bisa
jadi permasalahan kongenital (atau genetik) pembelahan melanosit atau
permasalahan

kongenital

(atau

genetik)

perkembangan

melanosit

yang

merefleksikan fakta bahwa kedua kategori dari kondisi ini, albinisme dan

perkembangan sindrom pigmentasi secara umum berbeda namun dihasilkan dari


mekanisme berbeda pada penyakit.
Etiologi, Patogenesis dan Manifestasi Klinis Albisme
Walaupun abnormalitas pigmentasi tergabung dengan variasi tipe
albinisme bisa bervariasi secara luas, tipe biasa pada keseluruhan albinisme adalah
ketetapan pandangan dan nigstamus ocular yang dihasilkan kesalahan dari
penjalaran saraf mata pada optik ciasma dan hipoplasia fovea. Hal ini sudah
dijelaskan tidak pada manusia namun juga pada mamalia albino lainya. Penelitian
menggunakan promotor tirosin untuk mempercepat kedua tirosinase dan tirosin
hidrosilase pada tikus albino transgenik memperlihatkan bahwa aktivitas dari
tiroksin penting untuk memastikan perkembangan rute projeksi di optik ciasma
selama perkembangan. Manifestasi okular pada albinisme bisa sangat bervariasi,
antara berat (Kebutaan) hingga tidak terdeteksi. Hal ini juga termasuk reduksi
pigmen pada iris suatu reduksi di pigmen retina dan strabismus.
Okulokutaneous Pada Albinisme Tipe 1
OCA tipe 1dihasilkan kehilangan fungsi enzim melanotik tiroksinasi yang
dihasilkan dari mutasi gen TYR. Mutasi null tergabung dengan suatu kehilangan
fungsi total dan tidak ada pembentukan pigmentasi (OCA1A), dimana terkuak
mutasi yang dihasilkan di dalam enzim yang menangulangi fungsi dan termasuk
sebagian pembentukan pigmen.
Analisis DNA dari individu dengan OCA1A telah menunjukan suatu
jumlah besar perbedaan mutasi gen TYR. Mutasi ini termasuk missense,

nonsense, pertukaran frame, perpidahan tempat, mutasi delesi. Kebanyakan


individu dengan OCA1 tersusun antara heterozigot dengan perbedaan maternal
mutan dan alel parternal. Mutasi missense pada gen TYR tersebar selama region
proses coding, dimana pada protein pengkodean memiliki fungsi multipel. Dua
dari bagian kluster di dalan regio pengikat koper, dimana bagian ketiga dekat
amino termus protein tua di dalam melanosom asal dari tirosin memperlihatkan
keperluan phosporilasi aktivasi enzim. Kluster mutasi pada regio tertutup saat
proses coding konsisten dengan regio ini menjadi penting dibandingkan aktifitas
melanogenik

tiroksin atau fungsi berkaitan dengan proses maturasi. Mutasi

missense pada celah sinyal peptida berimplikasi sebagai langkah penting dalam
pengembangan aktivitas tirokinase. Mutasi pertukaran jendela dekat C-terminus
regio coding mengindikasikan sitoplasmik tiroksin juga mengindikasikan aktivitas
penting, kemungkinan dikarenakan hadirnya protein kinase C--dependen
phosforilasi yang telah diidentifikasi protein ekstrem C-termins.
Semua mutasi nonsense dan pertukaran jendela tergabung dalam
kehilangan fungsi tiroksin secara total, diasumsikan dikarenakan produksi
subsekuens protein. Dimana mutasi missense pada tampilan lebih berkomplikasi.
Suatu aturan mutasi missense bahwa tergabung pada akumulasi pigmen dengan
umur pasien OCA1B atau sensitif terhadap temperatur OCA (OCA1TS) telah
memperlihatlan aktivitas enzim residual. Hal ini seperti subset mutasi missense
TYR bertanggung jawab pada OCA1B dan OCA1TS penotipe karena
pengurangan dibandingkan pada ketiadaan aktivitas melanosit. Bagaimanapun,
mutasi misense menuju pada OCA1A dan OCA1TS penotipe menghasilkan

defetif proses intraseluler tiroksin dan retensi protein tiroksinase pada tiroksinase
mutan di dalam retikulum endoplasmik dimana sebagian variasi molekular OCA1
memperlihatkan penyakit retensi retikulum. Residu aktifitas enzimatik mutan
missense tiroksinase tidak bisa sepenuhnya ditebak penotipe dikarenakan asumsi
lainya dibedakan protein mutan lainnya menuju pada retensi retikulum
endoplasmik memblok transport melanosom dan disebabkan fenotipe pigmentasi
yang berat.
Pada OCA1A, atau pada tirokinase klasik OCA negatif, ada ketidak
mampuan sintesis melanin secara komplit di kulit, rambut, dan mata yang
menghasilkan karakteristik albino fenotipe. Dipengaruhi individu yang lahir
dengan rambut putih dan kulit putih dimana tidak ada perubahan saat mereka
dewasa. Fenotipe sama pada semua kelompok etnis dan umur. Warna rambut
mungkin berubah sedikit kekuningan disebabkan denaturasi protein rambut terkait
paparan sinar matahari. Pada bagian iris translusen, pada awal kehidupan muncul
bewarna pink dan sering berubah menjadi abu-abu kebiruan sepanjang
berjalannya waktu. Tidak ada lesi pigmentasi berkembang pada kulit, walaupun
bisa tampak amelanotik nevus. Arsitektur kulit dan rambut kaya akan melanosit
menunjukan melanosomal membran normal, dan formasi normal matrik internal
dapat diobservasi pada melanosom stage 1 dan 2.

Fenotipe OCA1B memiliki rentang antara rambut berpigmen minimal


hingga mendekati pigmen kulit dan rambut normal. Kebanyakan dari individu
dengan OCA1B memiliki paling sedikit atau tidak memiliki pigmen saat lahir dan
berkembang pada jumlah melanin yang bervariasi pada rambut dan kulit mereka
pada dekade pertama kehidupan atau dekade kedua kehidupan. Pada sebagian
kasus melanin berkembang pada tahun pertama. Warna rambut berubah menjadi
kuning bercahaya, pirang terang, atau keemasan awalnya, sebagai hasil residu
sintesis pheomelamin dan terkadang dapat mengjadi pirang gelap atau coklat saat
remaja atau dewasa. Iris bisa berkembang menjadi pigmen coklat, terkadang
terbatas pada lingkaran ketiga iris dan pigmen iris bisa terlihat transluminasi
membulat.

Bagaimanapun,

sebagian

derajat

transluminasi

iris

dapat

didemonstrasikan pada pemeriksaan lampu, biasanya dijumpai. Banyak individu


akan menghitam dengan paparan sinar matahari, bagaimanapun lebih sering
terbakar tanpa berjemur. Lesi berpigmentasi (nevus, frekles,lentigins) berkembang
pada kulit individu yang memiliki perkembangan pigmentasi pada rambut dan
kulit. Pada sebagian pasien dengan jumlah residu aktivitas tiroksinase sedang
dapat menuju mendekati pigmentasi kulit normal. Jadi klinisi mungkin harus

melihat abnormalitas pigmentasi agar tidak mengambil diagnosa salah sebagai


okular albinisme.
Salah satu variasi OCA1B adalah sensitif terhadap temperatur. Pada
variasi ini, kulit kepala dan rambut aksila menjadi puting atau kuning tipis, namun
pada lengan dan kaki berpigmen sama dengan rambut. Kulit menjadi putih dan
kulit tidak terbakar. Retensi sintesis melanosit di area yang lebih dingin pada
tubuh seperti lengan dan kaki namun tidak di tempat yang lebih panas seperti
tubuh dan kulit kepala, hal ini tergabung dalam mutasi tirokinase sensitif terhadap
temperatur dimana aktivitas hilang diantara suhu 35oC (95 oF). Sama seperti
mutasi tirokianase telah dijelaskan pada tikus himalaya dan kucing siam.

Oculokutaneous Albinisme Tipe 2


Mutasi pada gen P dimana pada peta kromosom lengan 15q bertanggung
jawab pada OCA2. OCA 2 terjadi diseluruh dunia, walaupun bagaimanapun lebih
sering terjadi pada orang Afrika, Afrika-Amerika, dan sebagian populasi
penduduk asli Amerika. Dalam sejarah, individu yang berpengaruh memiliki

keuntungan dari membatasi paparan sinar matahari, khususnya pada gurun dan
iklim equator. Studi menarik antropologi telah menjelaskan bagaimana sosiatas
yang berbeda dibedakan dalam pengobatan pada OCA2. Dari titik tumpuan
sintesis melanin, defek OCA2 muncul melibatkan suatu reduksi primer di dalam
sinteis eumelanin, dimana sedikit efek pada sintesis pheomelanin. Prediksi
struktur gen P, suatu protein melasomal mengandung 12 transmenmbran domain.
Seperti yang diduga, jumlah mutasi gen P manusia termasuk pada OCA2
Di sub-sahara afrika, suatu delesi alel 2.7-kb dengan jumlah 60 persen
hingga 90 persen mutan P alel dan termasuk dengan haplotipe umum yang sering
ditemukan oleh penemu pada umumya. Hal ini telah diketahuo bahwa semua
mutasi singel 25 persen hingga 50 persen termasuk mutan P alel pada AfrikaAmerika. Bagaimanapun diversi lain alel mutan telah dijelaskan pada populasi ini
dan pada orang Afrika. Brandywine, Maryland, terisolasi dari populasi populasi
orang Amerika, berlokasi area rural timur Washington DC bahwa telah dipelajari
secara ekstensif sebagai prevalensi albinisme, dentinogenesis impecta, dan
osteogenesis dengan campuran Caucasian, Afrikam dan kemungkinan penduduk
asli Amerika kuno. Pada isolasi ini, 1 dari 85 orang adalah OCA2 dan hozygous
pada delesi alel 2.7-kb gen P. Hal seperti ini mirip dengan jumlah delesi alel 2.7kb fenotipe OCA2 pada orang Afrika dan Afrika-Amerika.
OCA2 juga telah dilaporkan pada frekwensi relatif tinggi yang berjarak
1 dalam 28 pada 6500 orang dalam kelompok penduduk asli, termasuk populasi
United State bagian utara (populasi Hopi), Meksiko utara, Panama selatan
(populasi Cuna) dan Brazil utara. Pada populasi Navajo, suatu delesi homozygous

122.5-kn telah dijelaskan pada individu OCA2. Hasil mutasi ini kehilangan exon
10 hingga 20 gen P, sesuai dengan regio yang mengandung tujuh dari
transmembran domain, dan muncul spesifik pada OCA2 di populasi Navajo.
Tidak seperti mutasi di TYR, mutasi missense dijelaskam pada urutan gen P tidak
sama seperti pada kluster disemua regio spesifik.
Menurut fungsi produksi gen P telah memperlihatkan melanosom dari
defisiensi p protein melanosit memiliki pH abnormal. Melanosom dalam yang
dikulturasi melanosit berbeda dari tikus liar tipikal lebih asam, dimana
malanosom defisinsi protein p tidak asam. Hal ini sama seperi protein p
meregulasi keasaman pH melanosom, mungkin berfungsi sebagai suatu anion cotransporter di konjungsi proton pump pada membran melanosom. Suatu
kemungkinan alternatif adalah kondisi asam dimedasi ole protein p sebagai bahan
biologis melanosom, termasuk target protein melanosom seperti melanosom
Pada individu Afrika dan Afrika-Amerika, ada perbedaan OCA fenotipe.
Rambut saat lahir bewarna kuning selama hidup, walaupun warnanya berubah
menjadi lebih gelap. Warna rambut bisa menjadi lebih terang individu yang lebih
tua, dan kemungkinan ini merepresentasikan ubanan saat berumur. Kulit bewarna
putih krim saat lahir dan berubah menjadi putih denga berjalannya waktu. Tidak
ada pigmentasi secara umum dijumpaim dan tidak ada kehitaman saat terkena
paparan sinar matahari, namun nevi berpigmentasi, lengtines, dan frekless sering
bekembang. Iris bewarna biru-keabu-abuan atau coklat muda. Perkembangan
lengtines atau ephelides, pigmentasi demarkasi pada area paparan sinar matahari
biasanya mungkin bukti bahwa secara genetik terpisah, dikarenakan lesi ini

berkembang hanya pada sebagian keluarga OCA2 tidak pada yang lain.
Dijumpainya ephelides tergabung deengan resiko rendah kanker kulit pada
individu Afrika selatan.
OCA bewarna coklat adalah sebuah perbedaan, bahwa telah dijelaskan
dalam populasi Afrika dan Afrika-Amerika. Pada klinis tidak lebih parah
dibandingkan fenotipe. Rambut dan kulit bewarna coklat muda dan iris bewarna
abu-abu hingga kehitaman saat lahir. Seiring waktu, warna kulit sedikit berubah,
namun rambut menjadi lebih gelap, dan iris mungkin akumulasi dari pigmen.
Secara umum kulit mungkin tidak terbakar namun lebih gelap terhadap paparan
sinar matahari.

Individu yang

terpengaruh

mengenali

sebagai albisme

dibandingkan albinisme lainya pada pigmentasi normal dikarenakan perubahan


okular dijumpai. Iris lebih pucat dan traluen radial, dan retina pigmentasi sedang.
Kejelasaan pandangan berjarak antara 20/60 hingga 20/150. Pada OCA berkulit
coklat, jumlah eumelamin pada kulit dan rambut berkurang bukan tidak ada.
Penelitian sekarang telah menunjukan bahwa OCA kulit coklat termasuk pada
heterozigosit untuk alel gen P salah satu dari null dan fungsional parsial.

Pada

individu

caucasia

dengan

OCA2,

jumlah

pigmen

rambut

memperlihatkan saat lahir atau saat berkembang bervariasi dari minimal di Eropa
utara (khususnya di Skandinavia) hingga tinggi pada individu di Eropa atau
Mediterania. Rambut bisa saja sedikit berpigmentasi saat lahir, kuning muda atau
warna pirang, atau lebih berpigmentasi seperti pirang, pirang keemasan, atau
berambut merah. Maturasi normal yang terhambat pada sistem pigmentasi pada
awal kehidupan sudah untuk mengenali albinisme awal pada pigmentasi normal di
Eropa utara. Untuk semua tipe OCA di keluarga Eropa utara, hipopigmentasi
kutan saat lahir atau awal kehidupan sering mirip pada orang tua dan relatif, dan
konsentrasi hanya saat albinime muncul bahwa anak tidak diawasi dengan baik
atau nygtagmus telah berkembang.
Kulit bewarna putih krim dan tidak menghitam. Iris bewarna biru-keabuabuan atau sedikit berpigmentasi, dan jumlah transluensi berhubungan dengan
perkembangan perkembangan pigmen iris. Sering dengan berjalannya waktu, nevi
berpigmetasi dan lengiten berkembang, dan frekles berpigmentasi terlihat pada
area yang terus terpapar sinar matahari. Rambut pada individu causian mungkin
sedikit lambat berubah menjadi lebih gelap pada awal atau dua dekade kehidupan.
Prader-Wili dan Sindrom Angelman
Prader wili dan sindrom angelman sering tergabung hipopigmentasi.
Delesi intragenik melewati delesi satu alel pada pasien ini disarankan bahwa
obeservasi fenotipe yang terkait oleh OCA2 dan gen P, bahkan jika detail tidak
sepenuhnya dimengerti.

Oculokutaneous Albinisme Tipe 3


Empat perbedaan aturan mutasi gen TYRP1 menghasilkan OCA3 telah
dideskripsikan. Mutasi pertama ditemukan pada bayi kembar Afrika-Amerika
yang kembar yang pada klinis awalnya diklasifikasikan memiliki OCA coklat.
Analisis mutasi terungkap delesi suatu delesi dasar pada kodon 368 memproduksi
pertukaran jendela dan prematur stop kodon pada exon 6 dan pada molekul
TYRP1. Mutasi ini dibagi pada subtasial propotion populasi fenotipe OCA di
Afrika utara. OCA rufous dibedakan fenotipe OCA diman kulit bewarna
mahogani hingga merah pasir. Mutasi sekunder TYRP1 juga di identifikasi pada
populasi mutasi TYRP1 rufous OCA juga sebuah subtitusi dasar pada kodon 166
yang dihasilkan persimpangan siren pada sebuah stop kodon prematur pada exon
3 dan molekul TYRP1. Pada individu homozigos paskistani pada terminasi mutasi
prematur

telah dijelaskan. Seorang lelaki caucasian terdiri dari heterozigous

untuk mutasi misense dibagi antara ibu dari pasien, pada TYRP1 berlokasi pada
pengikatan koper dan stop kodon, diman terjadi secara spotan.
OCA3 dijumpai kedua OCA coklata dan Rufous OCA fenotipe pada
populasi Afrika dan Afrika-Amerika. Pada dua contoh individu tidak ada pada
orang Afrika terlihat, fenotipe menunjukan tirosinase positf pada albinisme,
seperti OCA1B atau OCA2. Sebagai contoh tambahan OCA3 berkarater tipe
genotipe fenotife mempunyai korelasi mungkin menjadi lebih jelas.

Okulokutaneous Albinisme Tipe 4


OCA4 langka muncul pada dunia namun lebih sering pada populasi Asia
Timur. Variasi dari mutasi termasuk potongan mutasi sisi aseptor dan mutasi
misense telah ditemukan pada gen yang disebut MATP (membran termasuk
protein tranporter) yang berlokasi lengan kromosom 5p. OCA 4 bisa memliki
fenotipe yang berjarak antara ketidak adanya pigmentasi dengan iris coklat.
Terjadi selama kehidupan awal telah dilaporkan.
Protein yang memproduksi gen MATP diprediksi menjadi membran
sebanyak 12 kali dan mengandung transporter sukrosa dimana fungsi penting pada
motif. Sebagai tambahan, anomali melanosom telah diobservasi pada ikan medaka
dan tikus homolog OCA4. Data ini mengidikasikan bahwa MATP bisa jadi salah
satu komponen panduan pada pigmentasi veterbrata dan menunjukan MATP
mungkin komponen membran melanosom, diasumsikan sebagai mediasi transport
molekul yang membutuhkan melonogenesis atau untuk fungsi melanosom
lainnya.
Sindrom Hermansky-Pudlak
Mutasi pada pembelahan 8 gen termasuk dalam HPS. Terakhir kali,
pengertian fungsi dari gen ini sangat bervariasi. Bagaimanapun, fungsi umum
adalah mengatur lalu lintas sel tipe spesifik untuk memproduksi sel yang
mengandung lisosom terkait organel, termasuk melanosom di dalam melanosit.
Pasien HPS memiliki OCA dengan variasi hipopigmentasi pada kulit,
rambut, dan iris, abnormalitas okular. Sebagai tambahan permasalahan pada

platelet dan memperlihatkan perpanjangan wakt pendarahan, predisposisi pada


epitaksis dan metromenorgaria. Mikroskop digunakan untuk membagikan
determinasi defenitif pada ketidak adaan badan platelet.

Pengalaman klinis paling bagus yang pernah ada pada pasien HPS1 adalah
umumnyaa fibrosis pulmoner dan manifestasi berat pada HPS1 dan HPS4 pada
umumnya menyebabkan kematian pada dekade keempat atau ketiga. Fibrosis
pulmoner muncul tidak termasuk HPS3, bagaimanapun dengan abnormalitas
pigmetasi yang berat. Antara pasien HPS1 dan HPS4, terlihat kolitis
granulomatosa terjadi tepat sebanyak 15 persen. Ceroid lipo-fuksin suatu bahan
lipid protein komplek telah dilaporkan terakumulasi pada sel pasie HPS, lebih
dominan pad HPS1
Perbedaan mutasi gen fenotipe dibedakan pada variasi tipe HPS. Sebagai
contoh, 23 mutasi telah ditemukan sebagai penyebab HPS1. Yang paling umum
ditemukan pada individu Puerto Rican dimana 16 pasang base duplikasi

pertukaran jendela terjadi pada exon 15. Walaupn presisi fungsi protein HPS1
belum diketahui, HPS1 termasuk HPS4 pada 200-kd BLOC-3 (biogenesis lisosom
terkair organel komplek-3) dan juga telah ditemukan lebih besar pada HPS4,
komplek 500-kd sel melanoma dan fibroblas. Pada kultur melanosit dari kulit
pasien HPS1, enzim melanogenik TYR,TYRP1, dan DCT (Dopakrom
tautamerase)/TYRP2 ditemukan dalam struktur vesikular besar dalam badan sel
dan dendrit, terlebih pada susunan granular tipikal termasuk lokasi melanosomal,
dimana sebagai role kontrol pertukaran protein ke melanosom. Mutasi pada HPS4
telah dijelaskan pada 15 pasien, walaupun pembelajaran role seluler belum
diketahui. Secara fungsi, adenosin triphospat-dependen pum MRP4 juga diketahui
sebagai ABCC4 (adenosin triphospate binding caset, subfamily C, member 4)
normalnya terletak pada membran plasma telah ditemukan pengurangan besar
pada platelet HPS4.
Mutasi atau defisiensi pada gen AP3B1, pengkodean 3A subunit adaptor
komplek AP-3 salah satu yang diketahui sebagai komplek adaptor disebabkan
penyakit HPS2. AP-3 berinteraksi dengan tiroksin dimana tidak ada target pada
melanosom AP3B1 defisiensi melanosit. AP-3 membutuhkan protein pengatur
lalulintas tiroksin dan kemungkinan protein melanosom lainnya, dari dalam
intraseluler ke melanosom. Menariknya, distribusi TYRP1 sub-seluler tidak
berubah pada melanosit HPS2 dimana transport TYRP1 sebagai kontras
tiroksinase tidak sepenuhnya bergantung pada mekanisme AP-3. Infeksi saluran
napas termasuk pada HPS2 mungkin akibat pergerakan abnormal granulitik
sitotoksik limfosit T ke sinaps imunologik akibat pembunuhan mikrobial.

Mutasi yang paling umum dideskripsikan pada HPS3 adalah delesi 3904base-pair termasuk seluruh exon pertama ditemukan di populasi Puerto Rican
dimana ada perbedaan mutasi HPS1 antara populasi Puerto

Rican. Sebagai

tambahan suatu mutasi tertukar telah dijelaskan pada yahudi Ashkenazi dengan
HPS3 yang memiliki mutasi homozigos berbeda atau terdiri dari heterigous dari
mutasi lainnya yang tidak diketahui. Protein HPS3 termasuk pada HPS5 dan
protein HPS6 pada 340 kd BLOC-2 Komplek. Melanosit darri pasien HPS3
menghambat penempatan tiroksin dan TYRP1 pada melanosom tingkat
selanjutnya dimana protein normal termasuk pada tingkat awal melanosom seperti
silver/Pmel17/gp100 dan melan-a/MART1 tidak terpengaruh. Melanosit ini
menghambat melanin dibandingkan kontrol melanosit dimana terjadi defek
pertukaran tirosinase dan kemungkinan juga TYRP1 bertanggung jawab pada
dilusi pigmentasi yang diobservasi pada pasien ini.
Sindrom Griscelli
Sindrom griselli dibahasa pada Bab.73
Sindrom Chediak-Higashi
CHS adalah permasalahan autosomal resesif langka berkarakter defek
imunologi berat, hipopigmentasi, cenderung berdarah, disfungsi neourologi
progresif, dan hadirnya granul lisosom peroksidase-positif pada granulosit darah
perifer. Mutasi terjadi pada gen LYST (lisosom regulator) yang tergabung pada
CHS. Walaupun role LYST tidak diketahui, perbandingan dan interferensi dari sel

biologi mutasi sel LYST penting sebagai fusi membran selama transpot vesikuler
dari jaringan trans golgi pada endosom akhir dan struktur multivesikuler.
Seluruh pasien dengan CHS memiliki bentuk berat penyakit, anak-anak
dengan CHS pada onset awal yang disebut dengan fase percepatan berkarakter
seperti demam, anemia, dan neutropenia, termasuk hemophagositosit dan infiltrasi
jinak pada seluruh jaringan oleh aktifitas limfosit T. Bentuk penyakit ini tidak
seragam paling setidaknya pada pasien alogenik transplantasi tulang belakang.
Bagaimanapun, pengobatan ini bekerja tidak untu mencegah komplikasi
neurologik kedepannya. Sepuluh persen hingga lima belas persen dari pasien
memiliki klinis sedang pada orang dewasa namun berkembang progresif dan
sering terjadi komplikasi disfungsi neurologi fatal pada usia pertengahan. Yang
paling langka terjadi pada remaja CHS fenotipe dimana dijumpai infeksi berat
pada balita awal namun punya penyebab sedang pada remaja dan tidak ada fase
percepatan. Menariknya, analisa mutasi pada pasien anak-anak, remaja, dan
dewasa bentuk pada CHS menunjukan pasien anak dengan hanya mempunyai null
mutasi fungsional alel LYST, dimana bentuk pasien remaja dan dewasa CHS
cenderung missense alel mutan seperti pengkodean LYST poplipeptida fungsi
parsial. Lebih jauh, sebagian pasien dengan CHS fenotipe tidak memiliki mutasi
alel LYST yang terdeteksi dengan teknik stabil.
Hipopigmentasi fenotipe CHS bervarasi dan bisa terlihat samar. Warna
rambut bewarna coklat muda hingga pirang umumnya kilau keperakan atau
metalik. Warna iris dijumpai dan nistagnimus atau fotophobia mungkin ada atau
tidak ada. Studi histologi pada pada mata CHS menunjukan pengurangan pigmen

iris, dan tanda pengurangan granul pigmen, dan infiltrasi koroid dengan sel
retikuloendotelial. Hipopigmentasi kutan kemungkinan konsekuensi keudanya,
hipopigmentasi melanosom terbagi sekita nukleus serta melanosit CHS dan
ketidakmampuanya untuk bertransfer secara efisien menjadi keratinosit. Granul
pigmen pada akar rambut lebih besar dan memiliki bentuk ireguler.
Granul perosida-positif lisosom besar di dalam neutropil adalah tanda khas
pada penyakit. Granulasi ini muncul menghambat fungsi neutropil dimana selama
ini neutropil umumnya diobservasi seperti determinan infeksi bakteri rekuren.
CHS adalah pembunuh alami sel sekresi granulitik, dan sitotoksik limfosit T yang
termasuk fungsi antigen-4 sebagai mekanisme yang dipercepat. Suatu
pengurangan jumlah platelet iregular pada CHS bertanggung jawab komponen
diatesis pendarahan.
ETIOLOGI, PATOGENESIS DAN MANIFESTASI KLINIS
PERMASALAHAN PIGMENTASI KONGENITAL
Sindrom Wardenburg
SW dideskripsikan klinisi Belanda Petrus Waardenburg pada 1951, adalah
suatu prototipe permasalahan pigmentasi kongenital. Walaupun aslina dijelaskan
sebagai sindrom yang digabungkan defek pigmentasi pada rambut (poliosis, atau
putih), tuli saat lahir, abnormalitas perkembangan craniofacial sebagai tambahan
manifestasi bisa terpisah pada sindrom yang sama. Empat tipe dari SW SW1
hingga SW4 telah dijelaskan. Pengungkapan pengitungan mutasi molekuler
perbedaan tipe SW membantu untuk menjelaskan variasi manifestasi secara luas

untuk memperjelas kepentingan gen spesifik pada perbedaan perkembangan


jaringan dan organ. Walaupun pratek dalam semua kasus SW1 dan SW3
memperlihatkan PAX3 yang bermutasi. Individu WS4 memiliki mutasi
homozigos pada EDNRB atau mutasi heerozigos in SOX10. Pada sisilain, SW2
muncul secara heterogen, dikarenakan mutasi MIFT telah diperlihatkan hanya
sebgaian kecil fraksi pasien WS2. Sebagai tambahan pada MIFT, SLUG/SNAI2,
faktor trankripsi gen yang telah ditemukan bermutasi pada dua individu yang
tidak terkait.
Sindrom Wardenburg 1
Individu dengan SW 1 biasanya mutasi heterozigou pada PAX3 dimana
WS1 lebih dominan terlihat. Walaupun banyak pembelahan muatasi di PAX3 juga
termasuk pada WS1, mutasi ini lebih sulut dibandingkan dengan fungsi alel null
atau interaksi PAX3 dengan DNA

Individu

dengan

SW1

memiliki

abnormalitas

pigmen

termasul

abnormalitas craniofasial. Distopia kantorum, dimana peletakan lateral medial

canthi pada mata adalah tanda khas defek craniofasial yang ditemukan secara
penglihatan pada kasus SW1. Suatu pelebaran akar nasal, dijumpai pada
hipoplastik alae nasi, dan sinopirs pada abnormalitas termasuk dengan SW1.
Poliosis, seperti dijumpainnya rambut putih adalah abnormalitas pigmentasi yang
umum pada SW1. Bagiamapun, variasi yang luas abnormalitas juga bisa terkait
SW1, namun albeit kurang sering, hal ini termask depigmentasi titik puth pada
kulit dan abnormalitas pigmentasi pada iris. Abnormalitas pigmentasi pada iris
termasuk heterokromia irides, parsial hematokroma, hipoplastik biru irides.
Ubanan prematur juga termasuk pada SW1. Tuli bawaan juga ada pada 57 persen
pasien.
Expresi yang paling penting dari PAX3 adala MIFT dengan konsekuensi
defek pada melanosit bertahan selama perkembangan seperti jumlah pada defek
pigmentasi SW1. Suatu panduan untuk PAX3 adalah perkembangan kotak
neuronal yang berkontribusi untuk pembentukan anomali pada SW1. Ketulian
sensorineural diobservasi secara tidak lengkap pad SW1 dihasilkan dari variasi
kegagalan melanoblasr untuk bermigrasi ke strai vulcularis pada dinding lateral
kohklea.
Sindrom Waardenburg Tipe 2
Analisa terkait umur denga SW2 teridentifikasi MIFT sebagai kandidat lokus gen.
Paling tidak ada sembilan pembelahan mutasi yang telah ditemukan pada regio
pengkodean gen MIFT dengan keluarga SW2. Bagaimanapun, mutasi MIFT
terhitung sebagian porsi minor (15 persen) pada kasus SW2. Sebuah mutasi pada

transkripsi sebagai faktor gen SLUG/SNA12 juga termasuk SW2, namun mutasi
yang lainya belum diidentifikasikan gen yang berimplikasi kedepannya. SW2
terkait susunan autosomal dominan. Dikarenakan seluruh yang telah diketahui
pada mutasi MIFT SW2 terkait regio HLZLzip, dimana ada interfensi dimerisasi
mutasi MIFT tipe liar, perkembangan patologis pigmentasi di kebanyakan kasus
kemunginan terjadi akibat insufisiensi haplo (penurunan dosis gen, expresi, atau
aktivitas protein) dan efek kurang dari dominan-negatif. Sindrom Tietz dijelaskan
sebagai lanjutan lebih mirip dengan hasil yang dominan efek negatif mutan MIFT
Walaupun semua tipe SW memiliki anomali kulit, rambut, pigemntasi iris
dan memiliki kemungkinan kehilangan pendengaran, SW2 tidak tercatat hanya
sebagai permasalahan pada pendengaran. Kriteria diagnostik untuk SW2
sebelumnya suudah dijelaskan. Individu yang memiliki dua dari empat kriteria
dan ketidak adaanya distopia canonturum, deformitas rusuk, atau hispring disease,
harus dihitung sebagai yang terpengaruh:
1. Kehilangan pendengaran sensoneurial kongenital
2. Benturan pigmentasi pada iris
a. Heterokromia komplit (dua tipe perbedaan warna)
b. Parsil atau segmental heterokromia (segmen bewarna biru atau
coklat pada satu atau kedua mata)
c. Mata biru hipoplastik (berkarakteristik biru cerah dikedua

mata)
3. Benturan pigmentasi pada rambut
a. Rambut jambul bewarna putih atau usia belasan
b. Ubanan prematur sebelum umur 30 tahun
4. Derajat pertama atau kedua relatif dua atau lebih pada kriteria 1 dan 3

Survey dari 124 kasus SW2 dan 270 kasus SW1 mengungkapkan perbedaan
penetrasi fenotipik antara SW2 dan SW1. Kehilangan pendengaran sensoneural
kongenital terjadi pada 77 persen dan 57 persen merefleksikan heterokromia 48
persen dan 27 persen merefleksikan mata biru hipoplastik 9 persen dan 17 persen
merefleksikan umbanan yang lebih awal 23 persen dan 26 persen merefleksikan
kulit putih pada 6 persen dan 31 persen dimana lebih tinggi insiden kehilangan
pendengaran SW2 mungkin akibat kesulitan mendiagnosa SW2 pada individu
tanpa kehilangan pendengaran. Kehilangan pendengaran sudah saat lahir, dan
tidak progresif, menujukan tanda variasi antara keluarga. Selama sebuah seri dari
81 kasus SW2 yang dipelajari pada pasien dilaporkan pendengan hilang secara
bilateral 40 persen dari pasien dicatat, walaupun unilateral atau bilateral.
Sindrom Waardenburg Tipe 3
SW3 juga dikenal sebagai Klein Waardenburg Sindrom diketahui sebagai
variasi SW1. Hal yang terpengaruh dari orang SW3 adalah mutasi pada PAX3
walaupun sedikit homozigos yang terpengaruh dapat dijelaskan. Tidak ada mutasi
spesifik pada PAX3 dengan keumungkinan pengecualian mutasi missense pada
Asp47, yang punya korelasi dengan SW3 fenotipe kurang dari fenotipe SW1.
Sebagai tambahan pada SW1, pasien SW3 memiliki abnormalitas muskuloskletal,
bermanifestasi sebagai kontraktur rusuk dan hipoplasia otot rangka rusuk.
Fenotipe SW3 konsisten dengan panduan PAX3 sebelum dengan akivasi faktor
transkripsi bahwa perkembangan otot dan rusuk dibedakan sebagai panduan
derivasi regulasi saraf dada.

Sindrom Waardenburg Tipe 4


SW4 juga dikenal sebagai Shah Wardenburg sindrom dikarenakan mutasi
hetetozigous pada faktor transkripsi gen SOX10 atau mutasi gen pengkode
peptiglikan endothelin-3, EDN3 atau reseptor ERNRB. Sebagai tambahan aspek
melanosit berkembang gen ini sangat penting sebagai perkembangan pada aspek
distal nervus sistem enterik sel juga derivasi saraf distal kolon dimana termasuk
seperti Hisprung disease (megakolon). SW4 adalah kombinasi fenotipe WS1
dengan hisprung disease, atau angaliosis kolon kongenital.
SINDROM TIETZ
Sindrom tietz adalah sindrom hipopigmentasi dan ketulian dihasilkan
seperti SW2 dari mutasi didalam MIFT. Sindrom Tietz hanya dijelaskan pada dua
keluarga. Pada salah satu kasus, mutasi ditemukan pada regio dasar gen MITF,
regio pengkodean pengikatan DNA MIFT dan meninggalkan merisasi intak dan
fungsi HLHZip. Pada individu heterozigos dengan sindrom tietz seperti
pengikatan DelR217-MIFT dengan tipe MIFT liar dan interferensi kemampuan
pengikatan dimer DNA dominan kepada efek negatif. Identifikasi mutasi pada
tikus disebabkan dominan semi fenotipe namun prominen terhadap heterozigous
fenotipe dengan kehilangan melanosit pada embriogenesis awal telah ditunjukan
pada dominan negatif in vitro. Sebgai tambahan, mutasi lainya dijelaskan pada
keluarga yang awalnya dilaporkan dengan sindrom diprediksi suatu subtitusi
Asn210Lys pada regio dasar. Lokasi pada mutasi ini di regio DNA-binding juga
sebgai efek dominan-negatif.

Walaupun sindrom tietz sesekali muncul sebgai variasi SW2A individu


dengan permasalahan ini umumnya hipopigmentasi kutan mirip yang ditemukan
pada OCA2 berbeda dengan depigmentasi. Individu terpengaruh tidak bervariasi
terhadap kehilangan pendengaran
Piebaldisme
Piebaldisme disebabkan mutasi KIT protokogen. Stimulasi pada kit
dilaporkan reseptor tirosin kinase secara ligasi, faktor stem sel menghasilkan
fosporilasi MIFT dan potensi aktivitas MIFT. Hubungan antara reseptor KIT dan
MIFT sebagai efektor umum akhir pada melanosit selama perkembangan, seperti
dijelaskan pada masa perkembangan kehilangan melanosit terjadi pada manusia
ketika reseptor fungsi KIT tercapai.
Pasien dengann piebaldisme umumnya mempunyai depigmentasi tempelan
pada ventral atau lateral badan dan/atau pertengahan ektremitas dengan terbagi
pada tangan dan kaki. Poliosis paling sering dijumpai. Tempelan depigmentasi
cenderung menjadi lebih besar dibandingkan yang pernah diobservasi pada SW.
Tipikal piebaldisme tidak termasuk pada ketulian, walaupun piebaldisme dengan
ketulian merujuk pada sindroom Wolf telah dikonfirmasi secara molekuler.

Diskromatosis Herediter Simetris

DHS adalah suatu kondisi autosomal dominan menujukan disebabkan oleh


mutasi pada DSRAD, pengkodean pada RNA adenosin deaminase doublestranded spesifik, suatu enzim pengubah RNA. Ini juga dikenal bagaimana
pengurangan aktivitas pada enzim ini menghasilkan kehilangan pigmentasi pada
bagian akral. Pada pasien terlihat hipopigmentasi terbatas pada bagian dorsa
tangan dan kaki.
DIAGNOSIS

BANDING

ALBINISME

DAN

PERMASALAHAN

PIGMENTASI KONGENITAL
Diagnosa banding albinisme dan permasalahan pigmetasi kongenital
dirangkum dalam kotak.
Kotak 71-1
Diagnosa Banding Albinisme

Albinisme Oculomotorius tipe 1-4


Sindrom Helmansky-Pudlak
Sindrom Griseli
Sindrom Chediak-Higashi
Okular Albinisme
Albinisme tipe Tidak Terklasifikasi
Sindrom Tietz
Vitiligo (ekstensif)
Sindrom Ziproski-Margolis

Kotak 71-2
Diagnosa Banding Permasalahan
Pigmentasi Kongenital
Sindrom Wardenburb tipe 1-4
Sindrom Tietz
Piebaldisme
Sindrom Woolf
Vitiligo Umum
Vitiligo Segmental
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada
Leukoderma Kimia
Tuberkulosis sklerosis
Sindrom Ziproski-Margolis

(Albinisme X-linked- dan Sindrom

Tuli)
Sindrom Cross (Cross-McCusickBreen) sindrom okulomotorius
dengan hipopigmetasi

(Albinisme X-linked- dan Sindrom


Tuli)

KOMPLIKASI ALBINISME DAN PERMASALAHAN PIGMENTASI


KONGENITAL
Komplikasi Albinisme
Komplikasi albinisme terjadi kerusakan pada kejelasan penglihatan dan
hipopigmentasi. Komplikasi primer medis adalaha munculnya tampilan tumor
kulit pada individu yang tidak adekuat menggunakan pelindung sinar matahari
pada iklim equator

Komplikasi Permasalahan Pigmentasi Kongenital


Komplikasi permasalahan pigmentasi lebih terkait pada manifestasi seperti
ketulian atau anganglionik megakolon dibandingkan kehilangan pigmentasi.

PROGNOSIS

DAN

KURSUS

KLINIS

ALBINISME

DAN

PERMASALAHAN PIGMENTASI KONGENITAL


Prognosis dan Kursus Klinis Albinisme
Pengecualian pada individu OCA1A, pasien dengan OCA bisa secara
bertahap bisa mendapatkan pigmetasi pada kulit dan rambut selama kursus selama
hidup mereka dan berkembang pada nevi melanotik.
Prognosis dan Kursus Klinis Permasalahan Pigmentasi Kongenital

Selama mengancam jiwa angalionik megakolon pada SW4 dikenali saat


lahir dan dibetulkan secara bedah, prognosis permasalahan pigmentasi kongenital
bergantung kondisi dengan konsekwensi kesehatan jangka lama. Repigmentasi
spontan pada kedua titik telah dilaporkan.
PENGOBATAN
Pengobatan Albinisme
Semua individu dengan albinisme harus dibawah perawatan optalmologi
dan harus pemeriksaan secara keseluruhan hingga remaja. Paling banyak adalah
hipermeropik atau miopik dan banyak astigmatime signifikan secara refraktif
dikoreksi dengan bantuan terhadap performa penglihatan mereka.
Perawatan dermatologik dan perlindungan dari radiasi sinar ultraviolet
kuat lebih disarankan pada individu dengan OCA yang memiliki sedikit atau tidak
ada sama sekali pigmen pada kulit dan rambut mereka. Indikasi termasuk
penggunaan sunscreen, topi, dan baju lengan panjang, dan sebaiknya menghindari
sinar matahari.
Obat

pirfenidon

sekarang

dalam

investigasi

sebagai

pengobatan

komplikasi pulmoner pada HPS. Mengotrol perdarahan secara topikal


menggunakan trombin dan gelfoam. Lebih lanjut melakukan prosedur biopsi
dental, infus intravena 1-desamino-8-arginin vasopresin bisa digunakan sebagai
profilaksis.
Pengobatan Permasalahan Pigmentasi Kongenital

Tidak

pengobatan

yang

dilaporkan

pada

kehilangan

pigmentasi.

Bagaimanapun, penuaan melanosit berbeda pada suspensi sel epidermal sebagai


yang pernah digunakan sebagai pengobatan pada vitiligo stabil mungkin suatu
pilihan untuk dipertimbangkan. Penempatan implan kohklear pada populasi
pediatri dengan SW mempunyai hasil yang bagus. Hal ini penting untuk dikenali
sebagai pendeteksi kehilangan

pendengaran pada awal sehingga managemen

sesuai, termasuk promosi sosial dan perkembangan mental saat sekolah bisa di
implementasi.
PENCEGAHAN ALBINISME DAN PERMASALAHAN PIGMENTASI
KONGENITAL
Konseling genetik bisa membantu individu yang berpengaruh jalan
perpindahan permasalahan pada rencana kehidupan selanjutnya.

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala petunjuk,
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan book reading
dengan judul Albinisme dan Permasalahan Pigmentasi Kongenital ini sebagai
tugas kepanitraan klinik senior di Departement kulit kelamin RSU Haji Medan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyusun paper ini, terutama kepada dr.Dian Erisyawati, Sp.

KK selaku pembimbing. Semoga segala bantuan yang kami terima akan mendapat
balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa book reading ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua untuk menambah
ilmu pengetahuan di bidang kedokteran.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Medan,

September 2016

Fitri Aryani

Book Reading
Albinisme Dan Permasalahan Pigmentasi Kongenital

DISUSUN OLEH:
Fitri Aryani
7112081501

PEMBIMBING:
dr. Dian Erisyawati, Sp.KK

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR DEPARTEMEN KULIT KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDEKOTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
2016

Anda mungkin juga menyukai