Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

A. Genetika Biokimia
Genetika biokimia adalah studi tentang biokimia asam nukleat dan protein,
termasuk enzim. Fungsi dari sebuah gen pada suatu individu dalam arti yang
luas ialah mengawasi dan mempengaruhi fenotip. Akan tetapi diantara gen
dan fenotip terjadi banyak kejadian kompleks, yang tidak mudah untuk
diketahui bagaimanakan sesungguhnya pengawasan itu berlangsung. Pada
tahun 1941 dengan dikekemukakannya mutasi biokimia pada cendawan
Neurospora crassa oleh G.W. Beadle dan E.L. Tatum dapat dikemukakan
suatu konsep yang sangat penting yang disebut dengan hipotesa satu gen-satu
enzim.
Gagasan Beadle dan Tatum mengenai hipotesa satu gen-satu enzim ialah
sebagai berikut:
1. Semua proses biokimia pada semua makhluk adalah dibawah pengawasan
gen
2. Proses-proses biokimia ini keseluruhannya dapat diuraikan dalam suatu
seri reaksi yang berlangsung secara bertahap
3. Tiap reaksi diawasi oleh sebuah gen
4. Mutasi dari sebuah gen menghasilkan perubahan pada kemampuan sel
untuk mengadakan reaksi kimia tertentu
Maka dapat diambil kesimpulan bahwa tiap gen mengawasi pembentukan,
fungsi dan kemampuan suatu enzim tertentu. Dengan demikian hasil terakhir
dari suatu proses metabolisme itu sangat bergantung dari pekerjaan berbagai
macam enzim, yang masing-masing pembentukannya diawasi oleh gen
tertentu.
1. Kesalahan Metabolisme Bawaan
A.E Garold, seorang dokter kebangsaan Inggris, pada tahun 1900
menemukan bahwa beberapa penyakit keturunan pada manusia itu
disebabkan karena adanya kesalahan proses biokimia tertentu dalam tubuh
seseorang. Garold menyebutnya “Inborn errors of metabolism” (kesalahan
metabolisme yang menurun). Beberapa contoh penyakit bawaan pada
manusia yang disebabkan oleh adanya kesalahan metabolisme ialah
sebagai berikut:
a. Phenylketonuria
Phenylketonuria atau PKU ialah suatu penyakit yang disebabkan
karena seseorang tidak mampu merubah asam amino fenilalanin
menjadi tirosin. Ketidakmampuan merubah asam amino fenilalanin
menjadi tirosin disebabkan karena penderita tidak memiliki enzim
fenilalanin hidroksilase (PAH) yang berfungsi merubah asam amino
fenilalanin menjadi asam amino tirosin. Fenilalanin yang bersumber
dari protein makanan akan terakumulasi dan menyebabkan kekurangan
tirosin. Fenilalanin yang berlebihan dapat dimetabolisme menjadi
phenylketones.
Phenylketonuria disebabkan karena gen pada kromosom 12
mengalami mutasi. Gen pengkode protein yang disebut PAH atau
phenylalanin hydroxylase adalah sebuah enzim dalam liver. Enzim ini
bertugas memecah asam amino fenilalanin menjadi produk lain yang
dibutuhkan tubuh, yaitu tirosin. Pada saat gen ini termutasi, bentuk dari
enzim PAH berubah dan menjadi tidak mampu untuk memecah
fenilalanin dengan tepat. Fenilalanin yang tak dapat dipecah tubuh
akhirnya terakumulasi dalam aliran darah dan menjadi racun dalam
otak. Sebagai akibat tidak terurainya fenilalanin menjadi tirosin, maka
tertimbunlah fenilalanin dalam hati dan kelebihannya akan masuk
dalam peredaran darah serta diedarkan ke seluruh tubuh. Kelebihan
fenilalanin dan asam fenilpiruvat dikeluarkan oleh ginjal bersama-sama
dengan air kencing (urine). Urine orang yang mengidap fenilketonuria
(biasanya disingkat dengan PKU, asal dari phenylketonuria)
mengandung 300 –1000 mg fenilalanin per 100 ml, sedangkan pada
orang normal hanya sekitar 30 mg fenilalanin per 100 ml. Plasma darah
penderita PKU mengandung 15 – 65 mg fenilalanin per 100 ml, sedang
pada orang normal hanya 1 – 2 mg fenilalanin per 100 ml.
Pengandungan fenilalanin yang berlebihan dalam darah itu
mengganggu perkembangan dan pekerjaan otak, karena itu penderita
PKU mengalami kelemahan mental dan pigmentasi rambut biasanya
berkurang.
Penyakit ini biasanya terdapat pada bayi sejak lahir. Frekuensinya
1:5000 orang. Gen yang menghalangi terbentuknya enzim yang
diperlukan untuk mengubah fenilalanin menjadi tirosin ialah resesif,
dengan simbol ph. Jadi penderita PKU mempunyai genotip phph. Orang
normal mempunyai genotip PhPh atau heterozigotik Phph. Tetapi
heterozigotik Phph, apabila diselidiki darahnya ternyata memiliki kadar
fenilalanin sedikit lebih tinggi daripada orang normal homozigotik
PhPh. Maka timbul dugaan bahwa penyakit PKU disebabkan oleh lebih
dari satu gen. Gen resesif ph dalam keadaan homozigotik melakukan
blok genetic pada reaksi pengubahan fenilalanin menjadi tirosin.
b. Tirosinosis
Penyakit ini terjadi karena dalam tubuh orang tidak terdapat enzim
tirosin transaminase, yang dapat mengubah tirosin menjadi asam p-
hidroksifenilpiruvat. Yang menyebabkan tidak terbentuknya enzim
yang diperlukan ialah gen resesif.
Tirosin juga merupakan suatu asam amino yang membentuk
protein. Apabila enzim tirosinase absen, seperti halnya pada penderita
yang homozigotik resesif, maka pengandungan tirosin dalam darah
akan bertambah. Ini mengakibatkan penyakit pada hati, kejang pada
otot, gemetar, sering kacau kelakuannya, serangan jantung dan pigmen
kulit ke arah albino. Jika timbulnya penyakit ini diketahui sejak kecil,
keselamatan penderita masih mungkin ditolong dengan diet, yaitu
makan makanan yang sedikit atau tidak mengandung fenilalanin.
Berbeda dengan penderita PKU, penderita tirosinosis mempunyai
intelegensi normal.
c. Alkaptonuria (AKU)
Penyakit ini terjadi karena orang tidak mempunyai enzim yang
seharusnya merubah alkepton (asam homogentisin) menajdi asam
asetoasetat sampai menjadi H2O dan CO2. Alkepton akan keluar dari
tubuh penderita bersama kemih. Setelah terkena udara, kemih akan
berubah menjadi coklat atau hitam. Timbunan alkapton akan
diendapkan pada badan, tulang rawan dan tendon (urat). Kadang-
kadang juga diendapkan pada persendian, sehingga pada usia tua
menimbulkan rasa nyeri di kaki dan tulang punggung.
Alkaptonuria merupakan kesalahan metabolisme bawaan yaitu
sebuah kelainan genetih yang disebabkan karena kurangnya enzim
homogentisate dioxygenase (HGD). Tanpa HGD, penderita tidak dapat
memecah protein menjadi asam amino, seperti tirosin dan fenilalanin,
yang menyebabkan penumpukan asam homogentisin (HGA) di tulang,
tulang rawan dan urin.
HGD terjadi karena mutasi pada gen HGO. Itu diwariskan oleh ibu
dan ayah yang membawa gen yang bermutasi. Ini disebut dengan
pewarisan autosom resesif, dimana orang tua adalah pembawa gen,
meskipun mereka tidak terdapat gejala dari kelainan ini. Jika kedua
orang tua mewarsikan gen ke anak mereka, mereka akan menderita
alkaptonuria.

Gambar: pewarisan autosom resesif


Sumber: AKU Society
Banyak terapi yang telah dicoba. Bagaimanapun, saat ini tidak ada
terapi yang efektif, pengelolaan AKU tetap paliatif dan melibatkan
fisioterapi, operasi penggantian sendi dan kontrol nyeri. Asam askorbik
atau yang dikenal dengan vitamin C, adalah sebuah antioksidan yang
dipercaya dapat mengurangi perubahan HGA menjadi BQA melalui
oksidasi. Namun penyelidikan mengungkapkan bahwa meskipun
vitamin C mengurangi perubahan HGA ke BQA, itu tidak
mempengaruhi HGA pada ekskresi urin.
d. Albinisme
Albinisme disebabkan karena tidaknya tirosin, yang akan diubah
menjadi melanin. Oleh karena tirosin dipergunakan untuk pembentukan
bagian lain dari protein, maka pada orang albino tidak ada penimbunan
tirosin. Berhubung dengan itu, enzim yang tidak ada ialah harus salah
satu enzim yang diperlukan untuk perubahan tirosin menjadi melanin.
Kelainan albino disebabkan oleh gen resesif.
Orang albino tidak memiliki pigmen melanin di kulit, mata dan
rambut, sehingga rambutnya putih. Kulit dan mata sangat sensitif
terhadap cahaya matahari.
e. Kretinisme
Kretinisme merupakan kelainan metabolisme bawaan yang
disebabkan karena gen tidak dapat mengkode pembentukan enzim yang
berperan dalam metabolisme asam amino tirosin. kretinisme dibedakan
menjadi dua yaitu kretinisme endemik dan sporadik. Kretinisme
endemik tidak dialami sejak lahir, sedangkan kretinisme sporadik
dialami sejak lahir. Kretinisme sporadik disebabkan oleh 4 faktor yaitu
tidak adanya kelenjar tiroid, kelainan struktur kelenjar tiroid, lokasi
abnormal dan kesalahan metabolisme bawaan. Berdasarkan keempat
faktor tersebut, hanya kretinisme yang disebabkan karena kesalahan
metabolisme bawaan yang diwariskan. Kesalahan metabolisme bawaan
merupakan suatu keadaan dimana gen tidak dapat mengkode
pembentukan enzim, sehingga enzim tidak dapat terbentuk dan tidak
dapat mengubah suatu zat menjadi zat lain. Kondisi ini mengakibatkan
suatu kelainan.
Kretinisme endemik, disebabkan kekurangan yodium menyangkut
3 hal yaitu epidemiologis, klinis dan pencegahan. Secara epidemiologis
kretin endemic selalu berhubungan dengan defisiensi yodium yang
berat dan secara klinis gejalanya disertai adanya defisiensi mental yang
meliputi gejala neurologis (gangguan pendengaran dan bicara),
gangguan berjalan dan sikap berdiri yang khas. Dari sisi pencegahan,
kretin endemik dapat dicegah dengan menggunakan yodium, dan jika
dilakukan dengan akurat maka terjadinya kretin endemic dapat dicegah.
Seseorang dikatakan kretin endemic jika menunjukkan gejala dua atau
lebih dari 3 gejala ini retardasi mendal, tuli perseptif (sensorineural)
nada tinggi, gangguan neuromuskuler. Kretin endemik dapat disertasi
atau tidak disertai dengan hipotiroidisme.
Pola pewarisan kretinisme diketahui dengan melakukan permisalan
perkawinan yang ada dalam peta silsilah dengan prinsip pewarisan sifat
(terpaut X domian dan resesif, terpaut Y, autosomal dominan dan
autosomal resesif). Berdasarkan analisis peta silsilah, diketahui bahwa
kretinisme diwariskan menurut pola autosomal resesif, artinya pasangan
suami istri normal dapat melahirkan keturunan kretinisme, karena
pasangan ini memiliki alel resesif dan mewariskannya kepada
keturunannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya kesesuaian antara
perkawinan berdasarkan peta silsilah keluarga penderita kretinisme
dengan prinsip pola pewarsan autosomal resesif. Genotipe individu
kretin adalah cc (homozigot resesif), sedangkan individu normal adalah
CC atau Cc.
B. Genetika Populasi
Genetika populasi adalah salah satu cabang ilmu genetika yang
mempelajari variasi genetik dalam suatu populasi. Cabang ilmu genetika ini
banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang, khususnya kesehatan,
pemuliaan, dan konservasi. Genetika populasi mengenali arti penting dari
sifat kuantitatif, karena cara menentukan penyebaran alel tersebut dilakukan
secara matematis. Salah satu saja frekuensi dari suatu gen diketahui dapat
digunakan untuk memprediksi frekuensi gen yang lain. Hal tersebut dapat
diaplikasikan dalam mendiagnosa penyakit genetik.
Dalam genetika populasi, migrasi alel merupakan pertukaran alel dengan
penambahan varian genetik baru ke dalam gene pool spesies atau populasi
tertentu yang telah ada. Populasi akan menjadi suatu gene pool apabila di
dalamnya terdapat keunikan akibat proses saling kawin yang terjadi secara
tertutup (terisolasi), terpisah dari populasi yang lain.
Dalam tahun 1908 G.H. Hardy (seorang ahli matematika berkebangsaan
Inggris) dan W. Weinberg (seorang dokter berkebangsaan Jerman) secara
terpisah menemukan dasar-dasar yang ada hubungannya dengan frekuensi
gen di dalam populasi. Prinsip yang berbentuk pernyataan teoritis itu dikenal
“prinsip ekuilibrum Hardy-Weinberg”. Pernyataan itu menegaskan bahwa
dalam didalam populasi yang ekuilibrum (dalam keseimbangan), maka baik
frekuensi gen maupun frekuensi genotip akan tetap dari satu generasi ke
generasi seterusnya. Ini dijumpai dalam populasi yang besar, dimana
perkawinan berlangsung secara acak (random) dan tidak ada
pilihan/pengaturan atau faktor lain yang dapat merubah frekuensi gen.
Frekuensi gen dan frekuensi genotip merupakan hal penting dalam
melakukan karakterisasi suatu populasi. Berdasarkan frekuensi gen dan
frekuensi genotip inilah kekhasan suatu populasi dapat diketahui. Frekuensi
alel dan genotip dapat berubah oleh adanya evolutionary forces, antara lain
mutasi, migrasi (gene flow), perkawinan tidak acak, genetic drift dan seleksi
alam.
Pemisahan menurut Mendel dapat dikemukakan secara matematis dengan
menggunakan rumus binomium (a+b)n, di mana a adalah kemungkinan bahwa
suatu kejadian akan terjadi, sedangkan b yang mungkin tidak akan terjadi.
Perbandingan 1:2:1 yang memperlihatkan pemisahan dari sepasang alel
tunggal (Aa), pada perkawinan monohybrid dapat digambarkan sebagai
berikut:
(a+b)n = (A+a)2 = 1AA+2Aa+1aa
Untuk menunjukkan bahwa ini dapat diterapkan untuk setiap pasang alel,
maka simbol p dan q digunakan. Dalam keseimbangan frekuensi genotip
menjadi p2 (AA), 2pq (Aa), q2 (aa).
Andaikan frekuensi alel A= p dan frekuensi alel a= q, maka kemungkinan
kombinasi dari spermatozoa dan sel telur pada perkawinan individu
heterozigotik Aa x Aa ialah sebagai berikut:
Spermatozoa
Ovum
A(p) A(q)
2
A(p) AA(p ) Aa(pq)
A(q) Aa (pq) Aa(q2)
Jumlah: p2(AA) + 2 pq + q2(aa)
Jika hanya dua alel yang mengambil peranan, maka p + q= 1. Karena p +
q= 1, p= 1-q.
1. Frekuensi Alel Untuk Warisan Antara
a. Dari 1000 orang penduduk asli Timor Timur yang diperiksa
golongan darahnya MN didapatkan misalnya 640 orang golongan
M, 320 orang MN dan 40 orang N. berapakah frekuensi alel LM
dan LN masing-masing dalam populasi itu?
Jawab: menurut hukum ekuilibrium Hardy-Weinberg:

2. Frekuensi Alel Jika Ada Dominansi


a. Pemerintah Indonesia mendatangkan 1296 ekor domba dari
Australia yang diturunkan dari kapal di pelabuhan Cilacap. Setelah
dihitung, ternyata 1215 ekor berwarna putih, sedangkan sisanya
hitam. Apabila warna putih pada domba itu itu ditentukan oleh gen
dominan W, sedang alelnya resesif w bila dalam keadaan
homozigotik menyebabkan domba berwarna hitam:
1) Berapakah frekuensi alel W dan w masing-masing dalam
populasi domba dari Australia itu?
2) Berapa ekorkah di antara domba-domba putih itu yang
diperkirakan homozigotik dan berapakah yang heterozigotik?
Jawab:
Menurut hukum ekuilibrum Hardy-Weinberg:

3. Frekuensi Alel Ganda


Persamaan p + q = 1 hanya berlaku apabila terdapat dua alel pada
suatu lokus tertentu pada autosom di dalam suatu populasi.
Salah satu sifat menurun adalah tipe golongan darah ABO yang
ditentukan oleh alel ganda. Pemeriksaan tipe golongan darah dapat
dilakukan dengan mudah, cepat dan murah.
Pada golongan darah sistem ABO dikena 3 alel, yaitu IA, IB, dan i.
andaikan p merupakan frekuensi alel IA, q untuk frekuensi alel IB dan r
untuk frekuensi alel I, maka persamaannya menjadi p + q + r = 1.
Berhubungan dengan itu hukum ekuilibrum Hardy-Weinberg untuk
golongan darah sistem ABO berbentuk sebagai berikut:
p2 + 2pq + q2 + 2pr + 2qr + r2 = 1
Contoh:
Misalnya 1000 orang penduduk asli Irian Jaya diperiksa diperiksa
golongan darahnya menurut sistem ABO dan didapatkan hasil sebagai
berikut:
Golongan darah A 320 orang, B 150 orang, AB 40 orang, O 490
orang.
Berapakah frekuensi alel IA, IB, dan i masing-masing pada populasi
itu?
Jawab: menurut hukum ekuilibrum Hardy-Weinberg:

4. Frekuensi Alel Terangkai Kelamin


Alel- alel yang terdapat pada kromosom kelamin mempunyai
frekuensi yang berlainan jika dibandingkan dengan frekuensi alel-alel
yang terdapat pada autosom. Ini disebabkan karena karena adanya
kromosom-kromosom kelamin yang berlainan pada dua kelamin. Pada
makhluk hidup seperti lalat Drosophila dan manusia, yang mengenal
satu kelamin heterogenetik (yaitu jantan/laki-laki = XY), maka ada
kemungkinan genotip, yaitu AA, Aa, aa untuk yang betina/
perempuan, dan A-, a- untuk yang jantan/laki-laki. Oleh karena itu
jumlah frekuensi alel dalam suatu perkawinan tidaklah satu atau
setengah seperti untuk alel-alel pada autosom, melainkan satu,
dupertiga, sepertiga atau tidak ada.
Nilai genotip ekuilibrum untuk gen-gen terangkai kelamin pada
individu-individu yang mempunyai penetuan jenis kelamin
jantan/laki-laki heterogenetik ialah sebagai berikut:

Contoh:
BAB III
KESIMPULAN

Genetika biokimia adalah studi tentang biokimia asam nukleat dan protein,
termasuk enzim. Terdapat beberapa kelainan metabolisme bawaan yaitu
Phenylketonuria (PKU), tirosinosis, alkaptonuria (AKU), albinisme, dan
kretinisme.
Genetika populasi adalah salah satu cabang ilmu genetika yang mempelajari
variasi genetik dalam suatu populasi. Cabang ilmu genetika ini banyak
diaplikasikan dalam berbagai bidang, khususnya kesehatan, pemuliaan, dan
konservasi. Genetika populasi mencakup perhitungan frekuensi alel untuk warisan
antara, frekuensi alel jika ada dominansi, frekuensi alel ganda, dan frekuensi alel
terangkai kelamin.
Daftar Pustaka

Antasari, Galuh Ajeng. 2017. Pengembangan Modul Pengayaan Genetika


Berbasis Fenomena Kretinisme Di Desa Sigedang, Kejajar, Wonosobo
Untuk Kelas XII IPA. Jurnal Prodi Pendidikan Biologi. 6(7): 457.
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/pbio/article/download/8190/77
8. Diakses pada 30 April 2019

Ayoob, Hannah. 2016. Alkaptonuria. AKU Society: Spanyol

Iza, Nikmatul. 2017. Frekuensi Alel, Heterozigositas Dan Migrasi Alel Pada
Populasi Etnis Jawa Dan Madura Di Malang Dan Madura, Jawa Timur,
Indonesia. Jurnal Ilmiah Sains. 17 (1): 50.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JIS/article/download/15289/15320.
Diakses pada 30 April 2019

Khoiriyah, Yustin Nur. 2014. Karakter Genetik Populasi Bedeng 61B Desa
Wonokarto Kabupaten Lampung Timur Pasca Program Kolonisasi
Pemerintah Belanda. Biogenesis. 2(2): 132-133. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/biogenesis/article/view/480. Diakses pada 30 April
2019

Kumorowulan, Suryati, dkk. 2010. Kretin Endemik dan Kretin Sporadik


(Hipotiroid Konengital). MGMI. 1(3): 106-107.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/mgmi/article/view/2851.
Diakses pada 30 April 2019

Mistry, Jemma B, dkk. 2013. Alkaptonuria. Rare Diseases. 1(1): 3.


https://www.researchgate.netpublication. Diakses pada 30 April 2019.
Rubiyanti, Rani. 2018. Review Artikel Mutasi Pada Penyakit Phenylketonuria
(PKU) . Farmaka. 17 (1): 76-77. http://jurnal.unpad.ac.id. Diakses pada 28
April 2019

Suryo. 2013. Genetika. Gadjah Mada University Press: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai