Anda di halaman 1dari 11

Neurometabolic Disorder

Definisi

Neurometabolic disorder atau kelainan neurometabolik merupakan jenis penyakit dengan


karakteristik disfungsi atau kurangnya vitamin atau enzim yang dibutuhkan untuk reaksi kimia
tubuh tertentu. Kondisi ini menyebabkan defisiensi produk yang esensial (metabolit). Produk
esensial ini diperlukan untuk perkembangan otak yang normal. Dampak lain dari defisiensi
produk esensial ini adalah tertimbunnya bahan atau zat lain yang bersifat toksik terhadap otak.
Zat-zat tersebut dalam kondisi lain dapat dimetabolisme dan diuraikan oleh enzim tertentu, akan
tetapi dapat terakumulasi terus menerus. Efek dari akumulasi bahan toksik tersebut adalah
kerusakan sel saraf (neuron) hingga kerusakan gray matter dan white matter.1

Kelainan neurometabolik merupakan kelainan yang diwariskan atau diturunkan dari


orang tua. Hal ini dapat meningkat seiring dengan bertambahnya konsanguinitas (perkawinan
sedarah atau kekerabatan dekat). Istilah kelainan neurometabolik meliputi lebih dari tujuh ratus
penyakit kelainan yang jarang. Secara individual, penyakit ini sebenarnya langka, akan tetapi,
secara berkelompok kelainan ini merupakan beban yang signifikan.1,2

Jenis-jenis Neurometabolic Disorder

Berikut ini merupakan beberapa jenis neurometabolic disorder, kelainan yang mendasari,
tampilan klinis, dan temuan pada pemeriksaan penunjang:1

a) Kelainan Metabolisme Asam Amino: Phenylketonuria (PKU)


Defisiensi dari enzim phenylalanine hydroxylase merupakan penyebab dari penyakit ini.
Enzim ini berfungsi untuk mengubah fenilalanin menjadi tirosin. Efek dari defisiensi enzim
ini adalah terakumulasinya fenilalanin. Fenilalanin akan diubah menjadi phenyl pyruvic acid
dan phenyl lactic acid, lalu dieksresikan di urin. Fenilalanin dan metabolitnya ini bersifat
neurotoksik.1
Temuan klinis yang didapat pada pasien ini adalah ditemukannya kondisi
keterbelakangan mental yang parah jika tidak ditangani. Bayi dengan PKU akan terlihat
normal saat lahir, dan dapat mencapai milestone perkembangan yang normal di awal
kehidupan. Selanjutnya secara perlahan lingkar kepala akan menurun dan terdapat
keterlambatan perkembangan. Pola perilaku yang ditemukan adalah gejala autistik dan
gangguan perilaku. Tanda yang bisa ditemukan pada anak dengan PKU adalah bau apek
(musty), khususnya di dalam urin akibat produk metabolit phenyl lactic acid dan phenyl
pyruvic acid. 1
Pemeriksaan penunjang yang dapat ditemukan abnormalitas adalah pada MRI dan EEG.
Pada MRI, dapat ditemukan dismielinisasi, yang terlihat dengan adanya high intensity pada
daerah periventricular white matter. Hal ini sifatnya reversibel, jika pasien diberikan diet
restriksi fenilalanin. Oleh karena kadar fenilalanin serum memiliki korelasi dengan tingkat
keparahan white matter, maka MRI otak dapat dipertimbangkan sebagai pemeriksaan
penunjang untuk evaluasi jangka panjang pengendalinan fenilalanin. Pada EEG akan
ditemukan abnormalitas berupa generalized paroxysmal activity dan generalized slowing,
bahkan pada pasien yang sudah menerima pengobatan.1,3
b) Maple Syrup Urine Disease
Kelainan ini didasari defisiensi enzim mitochondrial branched chain α-ketoacid
dehydrogenase, yang menyebabkan akumulasi branched chain amino acids dan branched
chain α-ketoacids. MSUD memiliki lima tipe: klasik, intermediate, intermiten, thiamine-
responsif, dan defisiensi dihydrolipoyl dehydrogenase. Manifestasi klinis berbeda tergantung
tingkat aktivitas enzim. Pada MSUD tipe klasik, terdapat ensefalopati berat, yang didahului
gejala sulit makan, hipertonia, postur opistotonik, failure to thrive, respiratory disorders,
kejang, dan urin berbau seperti sirup mapel. Gejala ini dapat ditemukan pada neonatus
maupun satu tahun pertama kehidupan. Bayi dengan gejala-gejala tersebut dapat
dimisdiagnosis dengan sepsis dan meninggal karena kejang dan koma. Hiponatremia dan
edema serebral edema dapat ditemui pada keadaan gangguan metabolik akut. Bayi yang
dapat melalui krisis metabolik akut ini akan mengalami keterlambatan perkembangan yang
berat, serta gangguan penglihatan dan mental. Gambaran MRI biasanya abnormal.1
c) Organic-acidemia
Ketotic hyperglycinemia meliputi propionic-acidemia, methylmalonic-acidemia, dan
isovaleric-acidemia, ketiganya memiliki gambaran klinis yang serupa. Krisis metabolik yang
berat ditandai hiperammonemia, ketoasidosis berat, muntah, sulit makan, letargi, dan koma.
Beberapa yang tidak terdiagnosis bahkan dapat meninggal di usia satu tahun awal. Selama
krisis metabolik akut, penanganan meliputi katabolisme dan restriksi protein.1
Propionic-acidemia merupakan gangguan neurometabolic kongenital yang ditandai
dengan gagguan metabolisme asam organik, dan diwariskan secara resesif. Temuan klinis
meliputi ketoasidosis yang mengancam jiwa, letargi, failure to thrive, dan gangguan
perkembangan. Keluhan awal yang dapat ditemui adalah keterlambatan perkembangan dan
kejang. Kejang refrakter dapat terkendali obat antiepileptik dan L-carnitine. Temuan MRI
meliputi abnormalitas basal ganglia bilateral dan abnormalitas intensitas non-spesifik pada
periventricular white matter.1,4
Methylmalonic-acidemia, salah satu jenis gangguan metabolisme asam amino, memiliki
tampilan klinis meliputi defisit neurologis, asidosis metabolik, muntah, letargi, anoreksia,
dan ketoasidosis berat. Gejala lain meliputi kejang hingga kejang refrakter, yang dapat
dikendalikan setelah diagnosis penanganan terapi khusus methylmalonic-acidemia.
Gambaran MRI yang dapat ditemui adalah atrofi otak, abnormalitas di ganglia basal, dan
regio white matter periventricular.5
Defisiensi biotinidase adalah kelainan neurometabolik dimana pasien merespon baik
dengan pemberian Biotin oral dosis tinggi. Gejala meliputi alopesia, ruam pada kulit,
keterlambatan perkembangan, kejang, dan gangguan visual serta pendengaran. Gejala kejang
dan manifestasi kulit akan berkurang setelah terapi biotin. Pada MRI dapat ditemukan atrofi
otak dan keterlambatan myelinisasi.6
d) Kelainan Metabolisme Karbohidrat
Galactosemia adalah kelainan metabolisme karbohidrat akibat defisiensi enzim galactose
1-phosphate uridyl transferase. Hal ini menimbulkan manifestasi neurologis berupa gangguan
perkembangan mental, muntah, katarak, pseudotumor cerebri, dan edema cerebri. Gejala lain
meliputi hepatomegali dan failure to thrive. Manifestasi klinis biasanya muncul setelah
pemberian air susu dan semakin parah pada hari dan bulan awal kehidupan. Jika semakin
terlambat didiagnosa, perkembangan mental semakin terganggu dan perilaku anak cenderung
lebih hiperaktif. Sebaliknya, jika didiagnosa lebih dini dan restriksi diet dilakukan, maka
perkembangan mental dan kecerdasan akan lebih baik.1
e) Kelainan Mitokondria
Kelainan mitokondria akan berdampak kepada gangguan metabolisme energi. Organ-
organ seperti otak, jantung, dan otot skeletal sangat membutuhkan banyak energi. Oleh
karena itu, organ-organ ini akan akan sangat sensitif terhadap gangguan metabolisme energi.
Manifestasi neurologis merupakan temuan penting pada kelainan ini. Manifestasi neurologis
yang sering meliputi kelemahan otot (otot proksimal lebih terkena dampak daripada otot
distal, dan ekstremitas atas lebih terkena dampak dibandingkan ekstremitas bawah),
hipotonia, neuropati perifer, ataksia, ptosis, ophthalmoplegia, bulbar signs, episode
spastisitas mirip stroke, migraine, nyeri kepala, tremors, chorea, ballismus, dystonia, kejang
dan myoclonus.1
Perjalanan penyakit dari kelainan ini masih belum diketahui, oleh karena itu, untuk
mendiagnosis kelompok penyakit yang heterogen ini cukup sulit. Untuk mendiagnosis
kelainan ini, dapat digunakan kriteria diagnosis yang berasal dari sistem klasifikasi untuk
pasien dewasa, yang dikenal dengan “The Modified Walker Criteria.” Tabel di bawah ini
merupakan kriteria diagnosis tersebut, dimana jika ditemukan dua kriteria mayor atau 1
kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor, maka dapat didiagnosis sebagai kelainan
mitokondria.1,7

Manifestasi klinis dari kelainan mitokondria cukup luas. Kondisi-kondisi tersebut dibagi
menjadi beberapa kelompok1:
a. Defek Nuclear DNA
i. Defek transport substrat
ii. Defisiensi transporter carnitine
iii. Defisiensi Carnitine palmitoyltransferase I
iv. Defisiensi Carnitine–acylcarnitine translocase
v. Defisiensi Carnitine palmitoyltransferase II
vi. Defek utilisasi substrat
vii. Defisiensi Pyruvate carboxylase
viii. Defisiensi kompleks Pyruvate dehydrogenase
ix. Defek beta-oksidasi
x. Defek coupling oxidation–phosphorylation
xi. Defek siklus Krebs
xii. Defek respiratory chain
xiii. Defek protein importation
xiv. Defek lipid milieu membran dalam mitochondria
xv. Defek motilitas, fusi, dan fisi mitochondrial
b. Kelainan diturunkan yang berhubungan dengan defek DNA mitokondria
i. Defek point mutations
ii. Protein-coding genes
iii. Point mutations yang mempengaruhi synthetic genes
iv. Kondisi didapat yang berhubungan dengan disfungsi mitochondria
f) Kelainan Peroksisomal
Merupakan kelompok kelainan neurometabolik akibat disufungsi peroksisom. Kelainan
tersebut meliputi1:
a. Adrenoleukodystrophy
X-linked adrenoleukodystrophy merupakan penyakit neurodegeneratif yang
diturunkan secara resesif dan mengakibatkan bagian white matter dari otak dan
kelenjar adrenal. Kelainan ini diakibatkan oleh mutasi pada gen ABCD1 yang
mengakibatkan defek peroxisomal transport membrane protein, berdampak pada
gangguan beta oksidasi peroksisomal, sehingga terjadi akumulasi rantai asam lemak
yang sangat panjang. Hal ini merupakan penyakit degeneratif yang meliputi
Addison’s disease, demensia, dan penurunan fungsi neurologis. Penyakit ini dapat
muncul di usia kanak-kanak, remaja, maupun dewasa. Gejala yang dapat ditemui
meliputi ataksia, spastisitas, ketulian, gangguan visual, perubahan kepribadian,
kejang, dan insufisiensi adrenal. Temuan MRI pada kelainan ini adalah kelainan
white matter bilateral.1
b. Sindrom Zellweger
Merupakan kelainan neurometabolik akibat berkurangnya atau ketiadaan
peroksisom yang fungsional dalam sel. Kelainan ini juga meliputi Zellweger
syndrome,
neonatal adrenoleukodystrophy (NALD), dan infantile Refsum disease. Pada pasien
dengan kelainan ini akan ditemukan asam lemak dengan rantai sangat panjang.
Manifestasi neurologis meliputi neuronal migrational defects, abnormalitas
craniofacial, kelainan mata, chondrodysplasia punctata, dan hepatomegali.1
c. Neuronal Ceroid-lipofuscinosis
Kelainan neurodegeneratif yang jenisnya meliputi infantile, late infantile,
juvenile, dan dewasa. Penyakit ini umumnya diakibatkan oleh delesi gen CLN3.
Kejang merupakan gejala yang umum ditemui dan dapat bersifat refrakter terhadap
obat anti-epileptik. Pada EEG dapat ditemukan generalized atypical spike dan slow
wave complex. Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk neuronal ceroid-
lipofuscinosis. Penatalaksanaan hanya berfokus kepada penanganan gejala kejang.1
g) Storage Disease: Lysosomal storage disorders
Lisosom berfungsi untuk degradasi berbagai produk sel. Penyakit yang termasuk
kelompok kelainan metabolik ini meliputi: Gaucher disease akibat defisiensi
glucocerebrosidase; Fabry
disease akibat akumulasi alpha-galactosyl sphingolipids oligosaccharida; cystinosis dan sialic
acid storage disorders akibat disfungsi intracellular membrane transport; GM1
gangliosidosis akibat defisiensi beta-galactosidase dan akumulasi ceramides; dan GM2
gangliosidosis seperti Tay-Sachs disease. Oleh karena jenis penyakit ini yang beragam, maka
temuan klinisnya menyesuakan dengan jenis penyakitnya. Pada GM1 misalnya, dapat
ditemukan hepatosplenomegali, deformitas tulang. Kelainan neurologis yang dapat
ditemukan adalah spastisitas, spasme tonik, dan gejala piramidal.1
h) Kelainan Siklus Urea
Kelainan ini meliputi defisiensi carbamylphosphate synthetase, arginosuccinic aciduria,
defisiensi ornithine transcarbamylase, citrullinemia, defisiensi arginase, dan defisiensi N-
acetylglutamate synthetase. Gejala yang timbul akibat kelainan ini meliputi penurunan
kesadaran dan koma akibat hyperammonemia. Kondisi hyperammonemia ini juga akan
menyebabkan alkalosis respiratorik. Pada kondisi akut hyperammonemia, semua asupan
protein atau sumber nitrogen lain harus dihentikan. Beberapa kondisi tertentu bahkan
memerlukan hemodialisa. Pasien yang selamat dari kondisi akut metabolik dan menerima
terapi farmakologis menunjukkan tingkat kesintasan yang tinggi. Akan tetapi, pasien yang
selamat ini sebagian besar mengalami gangguan perkembangan yang signifikan.1

Pendekatan Diagnosis
Dengan kondisi banyaknya jenis kelainan neurometabolik dan gejala yang muncul dapat
sangat beragam dan tidak spesifik, maka pendekatan yang sistematis diperlukan untuk mencapai
diagnosis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mencari riwayat penyakit meliputi: usia
pada saat onset terjadinya gejala; pola penurunan sifat; gejala dan tanda kunci yang berfokus
kepada neuraxis dan keterlibatan extra-neural; perjalanan penyakit; dan tingkat keparahan dari
kerusakan.1,2
a) Usia pada saat onset terjadinya gejala
Kelainan metabolik atau genetik memiliki fenotip yang sangat beragam, dan dipengaruhi
oleh usia onset terjadinya gejala. Jika pasien memiliki baseline dari keterlambatan
perkembangan, usia onset dihitung dari munculnya gejala neurologis atau terjadinya regresi.
Usia onset dapat diklasifikasikan menjadi infancy (1-12 bulan), late infantile/early juvenile
onset period (1-5 tahun), early infantile, late infantile / early juvenile dan late childhood
period (5-15 tahun). Contoh dari pentingnya mengetahui onset adalah pada Tay sachs
disease. Pada infantile GM2 gangliosidosis temuannya adalah neuroregresi dan respon
terkejut yang berlebihan pada suara, sedangkan pada juvenile onset GM2 gangliosidosis
temuannya meliputi neuroregresi, kesulitan berjalan, ataksia, neuropati perifer, dan psikosis.
Temuan MRI pun bisa berbeda pada kelompok usia yang berbeda. Karakterisitik yang
menunjukkan progresivitas penyakit meliputi: kehilangan kemampuan secara perlahan
milestone perkembangan atau kemampuan intelektual yang sudah dicapai sebelumnya;
timbulnya tanda dan gejala neurologis setelah periode perkembangan yang normal atau
terlambat.2,8
b) Pola penurunan sifat
Gangguan atau penyakit yang mungkin diderita oleh anggota keluarga dekat maupun jauh
perlu didokumentasikan untuk membantu diagnosis. Kelainan yang diturunkan secara
autosomal dominan akan ditemui terus menerus pada beberapa generasi. Kelainan yang
sifatnya resesif lebih sulit ditemui, namun biasanya akan ditemui pada saudara kandung.
Kebanyakan gangguan metabolik merupakan kelainan resesif. Kelainan yang diturunkan
secara maternal dapat mengarahkan kepada kelainan mitokondria.2
c) Perjalanan penyakit
Riwayat perkembangan yang detil harus didapat untuk dapat menentukan perolehan atau
kehilangan kemampuan, usia, dan pola onset yang dapat bersifat akut, tersembunyi, atau
perkembangan episodik dari gejala. Onset yang hebat dan tiba-tiba, dengan relaps dan remisi,
berhubungan dengan infeksi, puasa atau asupan makanan tertentu, temuan fisik yang tidak
spesifik serta respon yang baik terhadap terapi simtomatik mengarahkan kepada defek
metabolisme perantara seperti aminoacidopathies, organic acidemias dan gangguan oksidasi
fatty acid. Sebaliknya, onset yang perlahan, gejala yang permanen dan progresif, sugestif
kepada kelainan organel seperti lysosomal storage disorders dan peroxisomal disorders.2
d) Gejala dan tanda kunci yang berfokus kepada neuraxis dan keterlibatan extra-neural
Pada dasarnya, gangguan metabolik bersifat global, akan tetapi kelainan tertentu
memiliki pola keterlibatan anatomi. Dalam menganalisis riwayat penyakit, gejala neurologis
yang penting perlu diidentifikasi untuk diagnosis sindromik. Gejala dan tanda yang
ditemukan dapat berhubungan dengan:2,9
a. gray matter, seperti kejang, gangguan penglihatan dan penurunan fungsi kognitif
b. white matter, seperti gangguan berjalan, tonus yang abnormal (spastisitas/hypotonia),
c. gangguan perilaku atau manifestasi psikiatrik (agresi,iritabilitas, ansietas)
d. sistem extrapyramidal seperti dystonia, tremor, choreo-athetosis dan parkinsonian
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan harus dilakukan secara lengkap secara head to toe untuk skrining adanya
penyakit yang bersifat sistemik. Antropometri yang teliti pun perlu dilakukan. Adanya dismorfik
pada wajah, jari, maupun ekstremitas sugestif onset saat prenatal. Abnormalitas pada kulit dan
rambut dapat menjadi petunjuk adanya penyakit sistemik dengan manifestasi neurologis. Pada
defisiensi biotinidase, dapat ditemukan rambut hipopigmentasi yang jarang, kebotakan, dan ruam
kulit yang berulang pada anak dengan regresi dan kejang yang refrakter. Pengukuran lingkar
kepala dan kecepatan pertumbuhan digunakan untuk mengidentifikasi megalencephaly atau
microcephaly. Mata dianggap sebagai jendela otak, sehingga pemeriksaan fundus diperlukan.
Hal yang perlu dicari adalah keberadaan katarak, dislokasi lensa, corneal clouding, retinitis
pigmentosa, optic atrophy dan cherry red spots. Pemeriksaan neurologis yang lengkap lalu
dilakukan untuk menggambarkan atau mengonfirmasi sindrom klinis yang didapat dari riwayat
penyakit. Hasil dari pemeriksaan ini dapat dikelompokkan menjadi kelainan dengan epilepsi,
kelainan extra pyramidal, ataksia, spastik paraplegia/quadriplegia, dan gejala psikiatrik atau
perilaku.2,10
a. Epilepsi. Epilepsi merupakan gejala yang sering muncul pada banyak kelainan metabolik.
Epilepsi pada anak dengan gangguan metabolik berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan, retardasi mental dan gejala neurologis lain.2
b. Gangguan gerak. Gangguan ekstrapiramidal dapat berupa kelainan distonik, kelainan gerakan
hiperkinetik/choreo-athetosis atau gangguan parkinsonian berupa rigiditas, tremor, dan
kelambatan pergerakan. Diagnosis banding nantinya akan tergantung usia onset gejala.2
c. Manifestasi perilaku/psikiatrik. Hanya sedikit kelainan metabolik yang menimbulkan gejala
ini tanpa kelainan neurologis yang lain. Gangguan perilaku, sulit bicara, kegagalan akademis,
regresi mental, demensia, psikosis dan gejala mirip schizophrenia dapat ditemukan pada
Sanfilippo disease, X-linked adrenoleukodystrophy, Wilson’s disease, homocystinuria klasik,
juvenile onset metachromatic leukodystrophy dan juvenile onset GM2 gangliosidosis.2
d. Spastic paraplegia/quadriplegia. Terdiri dari kelainan yang melibatkan white matter secara
dominan. Kombinasi gejala lower motor neuron dan upper motor neuron seperti spastisitas
dan refleks yang berkurang, hypotonia dengan refleks cepat dan respon extensor plantar
menunjukkan keterlibatan saraf perifer. Hal ini dapat ditemukan pada metachromatic
leukodystrophy.2
e. Ataxia atau inkoordinasi. Gangguan metabolik merupakan penyebab yang jarang dari gejala
ini. Dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi intermiten atau episodik, ataksia stabil atau
progresif. Ataksia dapat ditemukan pada dekompensasi akut atau subakut dari aminoaciduria,
organic acidurias dan urea cycle disorders.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada anak dengan kelainan neurometabolik harus disesuaikan
dengan tampilan klinis, dan harus dimulai dari yang paling tidak invasif. Pemeriksaan awal
meliputi pemeriksaan darah lengkap, serum ammonia, laktat, skrining urin untuk metabolit
abnormal, tandem mass spectrometry untuk aminoacids, plasma dan profil urine acyl carnitine,
magneticresonance imaging, electroencephalography dan evaluasi oftalmologikal yang lengkap.
Hasil dari pemeriksaan ini akan mengarahkan, jika memang dibutuhkan, pemeriksaan tambahan
khusus seperti pemeriksaan elektrofisiologikal, metabolik dan pemeriksaan genetik. Dalam
mendiagnosis kelainan neurometabolik, MRI terbukti memiliki kegunaan yang penting dalam
pemeriksaan awal. Beberapa hal yang perlu diidentikasi dan dicari apakah terdapat abnormalitas
meliputi white matter, cortex, struktur deep ganglionic (basal ganglia, thalamus), batang otak dan
cerebellum.2
Tatalaksana
Penanganan rasional dari kelainan metabolik bergantung kepada proses patofisiologi
yang bertanggung jawab pada penyakit. Prinsip umum dari penanganan meliputi2:
a. Pengurangan jumlah substrat yang masuk ke jalur metabolisme melalui restriksi diet
misalnya dalam phenyl ketonuria, maple syrup urine disease.
b. Memperbaiki defisiensi produk dengan mengganti produk yang kurang, misalnya
dengan suplementasi glukosa dalam glycogen storage disorder melalui frequent
feeding dan nocturnal nasogastric drips.
c. Menurunkan metabolit yang bersifat toksik, contohnya melalui hemodialisa.
d. Stimulasi aktivitas residual dengan pemberian koenzim, misalnya biotin pada
defisiensi biotinidase, pemberian riboflavin pada glutaric aciduria Type 1.
e. Memberikan enzim yang kurang melalui tranplantasi sumsum tulang, transplan organ,
terapi pengganti enzim, dan terapi gen.
Daftar Pustaka
1. Karimzadeh P. Approach to neurometabolic diseases from a pediatric neurological point of
view. Iran J Child Neurol. 2015;9(1):1-16.
2. Bindu PS, Taly AB. Neurometabolic disorders: a diagnostic approach. Indian Journal of
Practical Pediatrics. 2016;18(2):48-59.
3. Karimzadeh P, Ahmadabadi F, Jafari N, Shariatmadari F, Nemati H, Ahadi A, et al. Study on
MRI Changes in Phenylketonuria in Patients Referred to Mofid Hospital/Iran. Iran J Child
Neurol. 2014;8(2):53-56.
4. Karimzadeh P, Jafari N, Ahmad AF, Jabbedari S, Taghdiri MM, Alaee MR, et al. Propionic
acidemia: diagnosis and neuroimaging findings of this neurometabolic disorder. Iran J Child
Neurol. 2014;8(1):58-61.
5. Radmanesh A, Zaman T, Ghanaati H, Molaei S, Robertson RL, Zamani AA.
Methylmalonicacidemia: brain-imaging findings in 52 children and a review of the
literature. Pediatr Radiol 2008 Oct;38(10):1054-6.
6. Karimzadeh P, Ahmadabadi F, Jafari N, Jabbehdari S, Alaee MR, Ghofrani M, et al.
Biotinidase Deficiency: A Reversible Neurometabolic Disorder (An Iranian Pediatric Case
Series). Iran J Child Neurol. 2013;7(4):47- 52.
7. Bernier FP, Boneh A, Dennett X, Chow CW, Cleary MA, Thorburn DR. Diagnostic criteria
for respiratory chain disorders in adults and children. Neurology 2002;59:1406–11.
8. Saudubray JM and Charpentier C. Clinical phenotypes: Diagnosis/Algorithms. In: Scriver
CR BA, Valle D, Sly WS,Childs B, Kinzler KW, et al, editors, (ed.). The Metabolic and
Molecular Basis of Inherited Disease 8th edn. New York: McGraw-Hill 2001; pp1327-403.
9. Gropman AL. Patterns of brain injury in inborn errors of metabolism. Semin Pediatr Neurol
2012; 19: 203-210.
10. Poll-The BT, Maillette de Buy Wenniger-Prick LJ, Barth PG, Duran M. The eye as a window
to inborn errors of metabolism. J Inherit Metab Dis 2003; 26: 229-244.

Anda mungkin juga menyukai