Epidemiologi
Sekitar 500.000 kasus kanker serviks terdeteksi setiap tahun di seluruh dunia,
terhitung hampir 5% dari semua kasus kanker yang terdiagnosis di dunia.
Sebagian besar kasus ini (lebih dari 80%) terjadi di negara berkembang.1,2
Patofisiologi
HPV terdeteksi pada 99,7% karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma, jenis
kanker serviks yang paling umum dijumpai. Ketika infeksi HPV bertahan dalam
epitel metaplastik dari zona transformasi serviks, HPV dapat menyebabkan
perubahan seluler displastik. Meskipun low-grade dysplasia (cervical
intraepithelial neoplasia 1 [CIN1]) biasanya mengalami regresi, namun dapat
berkembang menjadi high-grade dysplasia (CIN2 or CIN3). Kanker serviks
terjadi ketika high-grade lesion melampaui membran basal epitel serviks. Sekitar
20% wanita dengan high-grade dysplasia akan mengalami kanker serviks invasif
dalam waktu lima tahun jika tidak diobati. Kanker serviks menyebar melalui
ekstensi langsung, serta rute limfatik dan hematogen.5
Pada kanker serviks stadium lanjut, umumnya terjadi metastasis ke
beberapa organ. Metastasis biasanya dimulai dari organ yang berdekatan dengan
serviks, misalnya ureter. Jaringan dari tumor serviks yang ganas dapat secara
langsung menginvasi ureter ataupun menyebabkan jaringan parut/striktur ureter
akibat radioterapi atau pembedahan. Dengan demikian, hidronefrosis seringkali
terjadi di antara pasien dengan kanker serviks.6
Stadium
Gambar 1. Tampilan anatomi dari tahapan kanker serviks ditentukan oleh lokasi, luas
tumor, frekuensi presentasi, dan kelangsungan hidup dalam 5 tahun
Tabel 1. Stadium berdasarkan panduan Federation of Gynecology and Obstetrics 2014
Manifestasi klinis
Diagnosis
a. Anamnesis
Poin yang harus diperoleh dari anamnesis adalah Pap smear yang
abnormal, infeksi HPV kronis, dan riwayat displasia serviks.
Riwayat imunosupresi termasuk HIV (kanker serviks adalah
penyakit terdefinisi AIDS pada pasien HIV), riwayat transplantasi
organ, penggunaan steroid kronis atau imunomodulator lain
menempatkan pasien pada risiko lebih tinggi terkena kanker
serviks.
Faktor risiko tambahan yang harus dipastikan meliputi: riwayat
merokok, riwayat penggunaan kontrasepsi oral, berganti-ganti
pasangan seksual, usia dini hubungan seksual pertama.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan spekulum untuk
memvisualisasikan massa dan luasnya serta pemeriksaan
rektovaginal untuk mengevaluasi penyebaran penyakit ke
parametria dan/atau dinding samping pelvis (Gambar 2). Area lain
yang harus diperiksa adalah kelenjar getah bening inguinalis
superfisial, femoralis, dan supraklavikula.
c. Pemeriksaan penunjang
Biopsi lesi abnormal: untuk mengkonfirmasi diagnosis.
CBC: untuk mengevaluasi anemia. Trombositosis juga dapat
ditemukan pada sebagian kecil pasien.
Kimia serum: khususnya tingkat kreatinin untuk mengevaluasi
fungsi ginjal. Fungsi ginjal yang abnormal dapat menjadi tanda
penyakit stadium lanjut. Penilaian fungsi ginjal juga penting pada
pasien yang membutuhkan kemoterapi platinum.
Pencitraan
i. Sistem FIGO pada stadium kanker serviks didasarkan pada
evaluasi klinis. Bagian utama dari evaluasi adalah
pemeriksaan fisik menyeluruh.
ii. X-ray dada dan IVP dapat dilakukan jika ada kecurigaan
klinis tetapi tidak diperlukan.
iii. CT, PET, dan MRI dapat dilakukan untuk menilai tingkat
penyakit, mengukur respons pengobatan, dan mengevaluasi
kekambuhan.
Tatalaksana
Pada penelitian Tan S, dkk, penempatan ureteral stent adalah metode yang
lebih dipilih pada pengobatan hidronefrosis sekunder akibat kanker serviks.
Namun, pada pasien dengan hidronefrosis berat dan obstruksi ureter >3 cm, PCN
lebih dipertimbangkan.12
Komplikasi Terapi
Prognosis
Daftar pustaka