Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengertian
Ca recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rectum. Kanker
colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar)
atau jaringan rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus). Sebagian
besar kanker colorectal adalah adenocarcinoma ( k a n k e r y a n g d i m u l a i d i s e l -
s e l y a n g membuat serta melepaskan lendir dan cairan lainnya).

B. Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor
risiko telah teridentifikasi termasuk riwayat kanker kolon atau polip pada keluarga,
riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak protein dan daging serta
rendah serat. (Brunner & Suddarth)
 Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding
dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas.
Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip
(adenoma) dapat menjadi kanker.
 Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang
menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit
Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.
 Riwayat kanker pribadi: Orang yang sudah pernah terkena kanker  colorectal
dapat terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan
riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai
tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal.
 Riwayat kanker colorectal pada keluarga: Jika mempunyai riwayat kanker
colorectal pada keluarga, maka kemungkinan terkena penyakit ini lebih besar,
khususnya jika ada saudarayang terkena kanker pada usia muda.
 Faktor gaya hidup: Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang
tinggi lemak dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang
lebih besar terkena kanker colorectal.
Usia di atas 50: Kanker colorectal biasa terjadi  pada mereka yang berusia lebih
tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia
50 tahun ke atas.

C. Patofisiologi
Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara pasti.
Polip dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan
sebagai penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang
mungkin berada di colon. Hipotesa penyebab lain adalah penggunaan lemak yang bisa
menyebabkan kanker kolorektal. Tumor-tumor pada recti dan kolon asendens
merupakan lesi yang pada umumnya berkembang dari polip yang meluas ke lumen,
kemudian menembus dinding kolon dan jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi
secara limfogenik, hematogenik atau anak sebar. Hati, peritonium dan organ lain
mungkin dapat terkena.
Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma kolorektal dibagi atas tiga fase.
Fase pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama
sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum
menimbulkan keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga. Kemudian
fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan dan gejala
tersebut berlangsung perlahan-lahan tidak sering, penderita umumnya merasa terbiasa
dan menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya datang berobat dalam stadium
lanjut.
Kanker kolorectal dibagi berdasarkan stadium berikut:
1. Stadium 0: Kanker ditemukan hanya pada lapisan terdalam di kolon atau
rektum. Carcinoma in situ adalah nama lain untuk kanker colorectal Stadium 0.
2. Stadium I: Tumor telah tumbuh ke dinding dalam kolon atau rektum. Tumor
belum tumbuh menembus dinding.
3. Stadium II: Tumor telah berkembang lebih dalam atau menembus dinding
kolon atau rektum.  Kanker ini mungkin telah menyerang jaringan di
sekitarnya, tapi sel-sel kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening,
4. Stadium III: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya,
tapi belum menyebar ke bagian tubuh yang lain.
5. Stadium IV: Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain, misalnya hati
atau paru-paru.
6. Kambuh: Kanker ini merupakan kanker yang sudah diobati tapi kambuh
kembali setelah periode tertentu, karena kanker itu tidak terdeteksi. Penyakit
ini dapat kambuh kembali dalam kolon atau rektum, atau di bagian tubuh yang
lain.(parkwaycancercentre.com)

Menurut klasifikasi duke berdasarkan atas penyebaran sel karsinoma dibagi


menjadi:
Kelas A : Tumor dibatasi mukosa dan submukosa.
Kelas B : Penetrasi atau penyebaran melalui dinding usus.
Kelas C : Invasi kedalam sistem limfe yang mengalir regional.
Kelas D : Metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas

D. Pathway
E. Tanda dan gejala
1. Perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau sembelit/konstipasi)
2. Usus besar terasa tidak kosong seluruhnya
3. Ada darah (baik merah terang atau kehitaman) di kotoran
4. Kotoran lebih sempit dari biasanya
5. Sering kembung atau keram perut, atau merasa kekenyangan
6. Kehilangan berat badan tanpa alasan
7. Selalu merasa sangat letih
8. Mual atau muntah-muntah.

F. Komplikasi yang muncul


1. Hemmoragi (perdarahan)
2. Syok
3. Obstruksi usus partial atau lengkap
4. Perfosi dan dapat mengakibatkan pembentukan abses
5. Peritonitis

G. Pemeriksaan khusus dan penunjang


1. Tes darah samar pada feses/kotoran (Fecal Occult Blood Test – FOBT):
Terkadang kanker atau polip mengeluarkan darah, dan FOBT dapat mendeteksi
jumlah darah yang sangat sedikit dalam kotoran. Karena tes ini hanya
mendeteksi darah, tes-tes lain dibutuhkan untuk menemukan sumber darah
tersebut. Kondisi jinak (seperti hemoroid), juga bisa menyebabkan darah dalam
kotoran.
2. Sigmoidoskopi: Dokter akan memeriksa rektum dan bagian bawah kolon
dengan tabung cahaya (sigmoidoskop). Jika ditemukan polip (pertumbuhan jinak
yang dapat menjadi kanker), maka polip bisa diangkat.
3. Kolonoskopi: Dokter akan memeriksa rektum dan seluruh kolon dengan
menggunakan tabung panjang bercahaya (kolonoskop). Jika ditemukan polip
(pertumbuhan jinak yang dapat menjadi kanker), maka polip bisa diangkat.
4. Enema barium kontras ganda (Double-contrast barium enema): Prosedur ini
mencakup pengisian kolon dan rektum dengan bahan cair putih (barium) untuk
meningkatkan kualitas gambar sinar X. Dengan demikian, ketidaknormalan
(seperti polip) dapat terlihat dengan jelas.
5. Pemeriksaan rektal secara digital: Pemeriksaan rektal seringkali menjadi
bagian pemeriksaan (check-up) fisik rutin. Dokter akan memasukkan jari dengan
sarung tangan yang telah dilumasi ke dalam rektum, untuk merasakan
ketidaknormalan. (parkwaycancercentre.com).

Tes diagnostik

Jenis Pemeriksaan Tujuan/Interpretasi Hasil


1) Pemeriksaan laboratorium :

- Tinja
Untuk mengetahui adanya darah dalam tinja
(makroskopi/mikroskopi)

-CEA (Carcino-embryonic Kurang bermakna untuk diagnosis awal karena


anti-gen) hasilnya yang tidak spesifik serta dapat terjadi
positif / negatif palsu tetapi bermanfaat dalam
mengevaluasi dampak terapi dan kemungkinan
residif atau metastase.

2) Pemeriksaan radiologis Perlu dikerjakan dengan cara kontras ganda


(double contrast) untuk melihat gambaran lesi
secara radiologis.

Endoskopi dengan fiberscope untuk melihat


3) Endoskopi dan biopsi kelainan struktur dari rektum sampai rekti.
Biopsi diperlukan untuk menentukan jenis
tumor secara patologi anatomis.

4) Ultrasonografi
Diperlukan untuk mengetahui adanya
metastasis ke hati.
H. Terapi
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah
terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi standar
untuk kanker rektal yang digunakan antara lain :
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk
stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga
dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode
penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical
treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum
pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotheray, dan pada kanker rektal,
neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada pasien
lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan
kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang
tertinggal.
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain :
a. Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker
ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.
b. Reseksi : jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jika dilakukan pengambilan limfonodi di sekitar rektum lalu
diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.
c. Reseksi dan kolostomi
d. Kolonoskopi, Untuk kanker yang terbatas pada satu sisi.
e. Laser Nd:YAG,Efektif untuk lesi A,B dan C
f. Radiasi pasca bedah diberikan jika sel karsinoma telah menembus tunika
muskularis propia, ada metastase ke kelenjar limfe regional, masih ada
sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh
(Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan besarnya tumor. Pemilihan
prosedur pembedahan tumor sebagai berikut:
a. Reseksi segmental : anastomosis ( pengangkatan tumor dan porsi usus
pada sisi pertumbuhan,pembuluh darah dan nodus limfatik).
b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen
(pengangkatan tumor dan persi sigmoid dan semua rektum dan sfingter
anal).
c. Kolostomi sementara dengan reseksi segmental dan anastomosis serta
reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus
awal dan persiapan usus sebelum reseksi).
d. Kolostmi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi
yang tidak dapat direseksi).
2. Radiasi
Sebagaimana telah disebutkan, untuk banyak kass stadium II dan III lanjut,
radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelun dilakukan pembedahan pada kasus
tumor lokal yang sudah diangkat melalui pembedahan, dan untuk penanganan kasus
metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan
kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah
menurunkan risiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian
sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi telah berguna mengurangi
efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya
digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang
unresectable.
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menangani pasien yang tidak terbukti memiliki
penyakit residual tapi berisiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan
pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang
bergerombol (stadium II dan stadium III). Terapi standarnya adalah dengan
fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam
sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki
respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi
substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira-kira 15
% dan menurunkan angka kematian kira-kira sebesar 10%.
Obat sitostatika diberikan bila : inoperabel, operabel tetapi ada metastasis ke
kelenjar limfe regional, telah menembus tunika muskularis propia atau telah
dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah :
a. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg/BB/hari intravena selama 5 hari berturut-tuut.
Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan
total 6 siklus.
b. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
c. Terapi kombinasi (vincristin + FU + Mthyl CCNU).
Pada penderita inoperabel pemberian sitosstatika sama dengan kasus
operabel hanya lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih
efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit
darah. Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak memberikan hasil yang
memuaskan.

I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi bedah
4. Risiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi rongga abdomen

J. Rencana keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut 1. Kontrol nyeri 1. Manajemen nyeri
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji secara komprehensif
agen injuri keperawatan minimal 3 X 24 tentang nyeri (lokasi,
jam pasien mampu untuk: karakteristik dan onset,
a. mengenal faktor-faktor durasi, frekuensi, kualitas)
penyebab nyeri b. Observasi isyarat-isyarat
b. mengenal onset nyeri non verbal klien terhadap
c. melakukan tindakan ketidanyamanan
pertolongan non analgetik c. Berikan analgetik sesuai
d. melaporkan gejala-gejala dengan anjuran
pada tim kesehatan d. Gunakan komunikasi
e. mengontrol nyeri terapeutik agar pasien
dapat mengekspresikan
2. Tingkat nyeri nyeri
Setelah dilakukan tindakan e. Tentukan dampak dari
keperawatan minimal 3 X 24 ekspansi nyeri terhadap
jam pasien mampu untuk: ualitas hidup, pola tidur,
a. melaporkan nyeri nafsu makan, mood,
b. melaporkan frekuensi nyeri pekerjaan, tanggung jawab
c. melaporkan lamanya f. Kaji pengalaman individu
episode nyeri tentang nyeri
d. mengekspresikan nyeri g. Evaluasi tentang
e. menunjukkan posisi keefektifan dari tindakan
melindungi tubuh mengontrol nyeri yang
f. kegelisahan telah digunakan
g. perubahan RR, TD, HR h. Berikan dukungan
h. kehilangan nafsu makan terhadap pasien dan
keluarga
i. Ajarkan penggunaan tenik
non farmakologis
j. Tingkatkan istirahat yang
cukup

2. Pemberian analgetik
a. Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas dan
keparahan sebelum
pengobatan
b. Berikan obat dengan
prinsip 5 benar
c. Cek riwayat alergi obat
d. Libatkan pasien dalam
pemilihan analgesik yang
aan digunakan
e. Pilih analgesik secara tepat
f. Monitor reaksi dan efek
samping obat

3. Manajemen lingkungan
a. Pilihlah ruangan dengan
lingkungan yang tepat
b. Batasi pengunjung
c. Tentukan hal-hal yang
menyebabkan
ketidaknyamanan pasien
seperti pakaian lembab
d. Sediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
e. Tentukan temperatur
ruangan yang paling
nyaman
f. Sediakan lingkungan
yang tenang
g. Perhatikan hygiene
pasien untuk menjaga
kenyamanan
h. Atur posisi pasien yang
membuat nyaman
2 Gangguan nutrisi Status nutrisi: 1. Manajemen nutrisi
kurang dari kebutuhan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemungkinan alergi
tubuh berhubungan perawatan minimal 3 x 24 jam makanan
dengan intake yang diharapkan: b. Kaji makanan kesukaan
tidak adekuat a. Intake makanan dan klien
minuman c. Kerjasama dengan ahli
b. Intake nutrisi gizi dalam menentukan
c. Kontrol BB jumlah kalori, zat besi,
d. Masa tubuh protein dan vit.c
e. Ukuran biomekanik tubuh d. Tawarkan makanan
f. Kebutuhan energi ringan bila perlu
tercukupi e. Berikan diet tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
f. Berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
klien
g. Pastikan kemampuan
klien untuk memenuhi
kebutuhan gizinya

2. Monitoring gizi
a. Timbang
BB pasien pada interval
waktu tertentu
b. Monitor
kehilangan BB klien
c. Monitor
turgor kulit, rambut
rontok dan kulit kering
d. Monitor mual muntah
e. Monitor albumin, total
protein, Hb, Ht
f. Monitor limfosit
g. Monitor tingkat energi,
malaise, kelemahan dan
pucat
h. Catat adanya edema
3 Risiko infeksi 1. Pengetahuan : kontrol Kontrol infeksi
berhubungan dengan infeksi a. Bersihkan lingkungan
kontaminasi rongga Setelah dilakukan tindakan setelah digunakan oleh
abdomen perawatan selama minimal 3 X pasien
24 jam pasien dapat b. Ganti peralatan pasien
mengetahui: setiap selesai tindakan
a. Cara-cara penyebaran c. Ajarkan cuci tangan untuk
infeksi menjaga kesehatan
b. Faktor-faktor yang individu
berkontribusi dengan d. Cuci tangan sebelum dan
penyebaran sesudah kontak dengan
c. Fanda-tanda dan gejala pasien
d. Aktivitas yang dapat e. Gunakan sarung tangan
meningatkan resistensi steril
terhadap infeksi f. Lakukan tehnik perawatan
luka yang tepat
2. Status nutrisi g. Tingkatkan asupan nutrisi
a. Asupan nutrisi terpenuhi h. Anjurkan asupan cairan
b. Asupan makanan dan yang cukup
cairan baik i. Ajarkan pasien dan
c. Energy adekuat anggota keluarga
d. Masa tubuh bagaimana mencegah
e. Berat badannormal infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.

Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2013. Nursing

Interventions Classification (NIC) 6th Edition. USA: Elsevier Mosby.

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H., Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses:

Definition & Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blakwell.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes

Classification (NOC) 5th Edition. SA: Elsevier Mosby.

Smeltzer, C. S. & Bare, G. B. 2008. Brunner & Suddarth’s Texbook of Medical-

Surgical Nursing11th Edition. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins.

Wijaya, A. S., Putri, Y. M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).

Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai