PENDAHULUAN
dinding uteri terpisah dengan jaringan serosa, disertai ekstrusi bagian fetus atau
cairan amnion ke kavum peritoneum. Penyakit ini bersifat fatal bagi ibu dan janin
dapat dicegah melalui antenatal care yang baik dengan tenaga kesehatan yang
kompeten.
Saat ini ruptur uteri diperkirakan terjadi pada 0,05% kelahiran di seluruh
dunia, dengan insidensi ruptur uteri sekitar 5,3 per 10.000 persalinan. Insidensi
ruptur uteri lebih banyak pada negara berkembang dan negara berpendapatan
menengah dan rendah dibandingkan negara maju. Insidensi pada negara maju
kasus dari 106 persalinan. Adanya bekas sectio caesarea juga meningkatkan risiko
Penyebab ruptur uteri secara persis masih belum diketahui, namun terdapat
beberapa faktor risiko seperti riwayat sectio caesarea atau sikatriks pada uteri,
malpresentasi.
Diagnosis ruptur uteri memiliki tantangan sendiri, karena penyakit ini
memiliki fitur klinis yang tidak spesifik, dan waktu deteksi dan penatalaksanaan
penting untuk mencegah terjadi morbiditas dan mortalitas. Pasien dengan ruptur
uteri dapat datang dengan temuan bradikardia fetus saja, atau disertai tanda gawat
Bila pasien ditemukan dalam kondisi syok, maka perlu dilakukan resusitasi
terlebih dahulu. Setelah kondisi pasien stabil, maka pasien segera dibawa ke ruang
operasi. Prosedur operasi yang dapat dilakukan yaitu repair ruptur, serta
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan
pada saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Ruptur uteri merupakan kondisi
Epidemiologi
Saat ini ruptur uteri diperkirakan terjadi pada 0,05% kelahiran di seluruh dunia,
dengan insidensi ruptur uteri sekitar 5,3 per 10.000 persalinan. Tinjauan
sistematik WHO menunjukkan bahwa prevalensi ruptur uteri pada pasien dengan
Insidensi ruptur uteri lebih banyak pada negara berkembang dan negara
beberapa studi, diketahui bahwa angka insidensi pada negara maju sekitar 74 dari
persalinan. Adanya bekas sectio caesarea juga meningkatkan risiko terjadi ruptur
faktor risiko terjadi ruptur uteri antara lain kondisi uterus, kondisi kehamilan,
Persalinan yang tidak maju ini dapat terjadi karena adanya rintangan misalnya
yang meliputi kecelakaan dan tindakan. Kecelakaan sebagai faktor trauma pada
uterus berarti tidak berkaitan dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya
Patofisiologi
Patofisiologi ruptur uteri merupakan suatu kondisi pemisahan jaringan uterus
dengan jaringan serosa secara spontan atau karena penyebab iatrogenik dan
traumatik. Hal ini menyebabkan isi rahim keluar dari rongga uteri dan masuk ke
rongga peritoneum. Ketika ada robekan, darah dan isi dari rahim akan mengisi
rahim, dan saat kehamilan aterm segmen bawah rahim berada 1-2 cm di atas
simfisis. Saat persalinan kala I dan awal kala II maka batas antara segmen bawah
rahim dan segmen atas rahim dinamakan lingkaran retraksi fisiologis. Saat
segmen atas rahim terus berkontraksi dan makin menebal, maka segmen bawah
rahim semakin tertarik ke atas dan menjadi tipis sehingga batas antara segmen
bawah rahim dan segmen atas rahim akan naik ke atas. Apabila batas tersebut
sudah melampaui pertengahan antara pusat dan simfisis maka lingkaran retraksi
fisiologis menjadi retraksi patologis (Bandl Ring). Apabila persalinan tetap tidak
ada kemajuan, segmen bawah uterus makin lama makin teregang sehingga
akhirnya pada suatu saat regangan yang terus bertambah ini melampaui batas
Klasifikasi
Ruptur uterus diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu ruptur komplit ketika
semua lapisan dinding uterus terpisah, atau inkomplit saat otot uterus terpisah
namun peritoneum viseral masih utuh. Ruptur inkomplit juga sering disebut
sebagai dehiscence uterus. Angka morbiditas dan mortalitas jauh lebih tinggi pada
ruptur komplit. Faktor risiko terbesar untuk kedua bentuk ruptur adalah riwayat
operasi sesar sebelumnya. Dalam tinjauan terhadap semua kasus ruptur uteri di
Nova Scotia antara 1988 hingga 1997, Kieser dan Baskett (2002) melaporkan
bahwa 92 persen terjadi pada wanita dengan riwayat sesar sebelumnya. Holmgren
sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 36 kasus sedang dalam proses persalinan pada
ruptur uteri kadang tidak spesifik. Diagnosis definitif ruptur uteri hanya dapat
Anamnesis
Ruptur uteri bisa bersifat asimtomatis. Sebelum terjadi ruptur, pasien umumnya
mengeluhkan gelisah dan nyeri pada perut bagian bawah. Pasien juga dapat
sudah terjadi ruptur, pasien umumnya merasakan lega yang diikuti dengan
hilangnya rasa kontraksi pada uterus. Pasien juga bisa tidak merasakan gerakan
janin. Apabila perdarahan sangat masif, maka pasien akan mengeluhkan gejala
syok seperti pusing, pingsan, atau keringat dingin. Selain itu, perlu diketahui
adanya riwayat partus yang lama atau macet, riwayat partus dengan manipulasi
oleh penolong, riwayat multiparitas, riwayat operasi pada uterus (misalnya seksio
histerorafi).
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bradikardia pada fetus, tanpa gejala penyerta
lainnya. Sebelum terjadi ruptur bisa didapatkan adanya takikardia dan kontraksi
sulit teraba. Pada beberapa pasien, misalnya dengan partus terhambat, dapat
ditemukan Bandl’s ring, yang merupakan cincin retraksi patologis yang terbentuk
karena penipisan segmen bawah uterus dengan penebalan dan retraksi segmen
atas uterus.
Setelah terjadi ruptur, dapat ditemukan gawat janin dan partus tidak maju.
Pada perabaan uterus, kontur uterus akan sulit diidentifikasi. Bisa teraba lebih dari
satu benjolan, dimana yang satu adalah uterus yang berkontraksi dan beretraksi,
sedangkan benjolan lainnya adalah bagian dari janin yang keluar ke kavum
peritoneum. Perdarahan akibat ruptur bisa sangat masif sehingga pasien dapat
memiliki tanda syok seperti hipotensi, penurunan kesadaran, atau akral dingin.
Pemeriksaan penunjang
kasus ruptur uteri, dimana bradikardia adalah temuan tersering. Tidak ada pola
kontraksi uterus tertentu yang patognomonik terhadap ruptur uteri. Selain itu,
mempersiapkan transfusi.
Gambar 2.2 Deteksi detak jantung janin pada wanita dengan ruptur uteri selama persalinan saat
mengejan. Terjadinya ruptur menstimulasi reflex push, setelah itu tonus uterus berkurang dan
bradikardia janin memburuk.
Diagnosis banding
Diagnosis banding ruptur uteri adalah kegawatdaruratan obstetri lain, misalnya
placental abruption, atonia uteri, atau inversio uteri. Placenta Abruption memiliki
gejala klinis yang tidak khas. Diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan
USG yang ditandai lepasnya plasenta dari uterus sebelum bayi dilahirkan.
kontraksi uterus yang hilang. Secara klinis, pasien atonia uteri dapat menunjukan
tanda perdarahan pervaginam juga terutama setelah kala III dari persalinan. Pada
Inversio uteri terjadi bila tenaga medis melakukan regangan tali pusat
secara kuat saat mengeluarkan plasenta. Hal ini menyebabkan segmen atas uterus
tertarik dan terlihat pada portio atau vagina. Inversio uteri menyebabkan gangguan
Tatalaksana
Penatalaksanaan ruptur uteri perlu dilakukan dengan cepat dan komprehensif
Tatalaksana umum
Langkah utama pada pasien dengan ruptur uteri adalah berikan oksigen serta
merupakan penyebab utama kematian dari pasien dengan ruptur uteri. Selain itu,
perhatikan tanda gawat janin dan anemia. Apabila anemia, persiapkan darah untuk
transfusi. Jika kondisi ibu stabil, lakukan seksio sesarea untuk melahirkan bayi
dan plasenta.
Tatalaksana khusus
Tindakan operasi merupakan terapi definitif dari ruptur uteri. Pemilihan tindakan
operatif yang dilakukan tergantung pada keparahan ruptur dan klinis masing-
Tindakan operasi berupa repair ruptur lebih dipilih terutama pada keadaan
dimana pasien masih memiliki keinginan untuk hamil lagi, low transverse uterine
pendarahan uterus mudah dikontrol, dan tidak ada tanda koagulopati secara klinis
tindakan repair ruptur. Namun, tindakan ini memiliki kemungkinan ruptur ulang
dipilih pada keadaan dimana robekan mencapai broad ligament atau sangat
Gambar 2.3 Spesimen histerektomi supraserviks yang menunjukkan ruptur uteri selama persalinan
spontan dengan robekan vertikal di tepi kiri segmen bawah uterus
Prognosis
Ruptur uteri berkaitan dengan 5% mortalitas perinatal. Dilaporkan pula
penambahan risiko kematian perinatal akibat skar ruptur uteri sebesar 1,4/10.000.
Ruptur yang terjadi pada unscarred uterus dikaitkan dengan peningkatan risiko