Oleh:
dr. Adrian Setiaji
Pembimbing:
dr. Sunaryo B Sastradimaja SpKFR(K)
Penguji:
dr. Rachmat Zulkarnain Goesasi SpKFR(K)
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
BAB I.......................................................................................................................7
PENDAHULUAN...................................................................................................7
BAB II......................................................................................................................9
ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG.............................................................9
2.1 Lapisan Dinding Jantung......................................................................9
2.2 Ruang Jantung....................................................................................10
2.3 Histologi Otot Jantung.......................................................................11
2.4 Kontraksi Serat Otot Kontraktil.........................................................11
2.5 Siklus Kardiak....................................................................................12
BAB III..................................................................................................................13
GAGAL JANTUNG..............................................................................................13
3.1 Definisi...............................................................................................13
3.2 Etiologi...............................................................................................14
3.3 Klasifikasi gagal jantung....................................................................15
3.4 Manifestasi klinis...............................................................................17
3.5 Diagnosis............................................................................................19
3.6 Tatalaksana.........................................................................................21
3.6.1 Tatalaksana non-farmakologi.......................................................21
3.6.2 Tatalaksana farmakologi..............................................................23
BAB IV..................................................................................................................26
HIGH-INTENSITY INTERVAL TRAINING PADA GAGAL JANTUNG KRONIK
................................................................................................................................26
4.1 Definisi...............................................................................................26
4.2 Indikasi dan Kontrindikasi.................................................................26
ii
4.3 Protokol..............................................................................................27
4.4 Keamanan...........................................................................................27
4.5 Efek Fisiologis HIIT Pada Gagal Jantung Kronik.............................29
4.5.1 Efek HIIT terhadap Struktur dan Fungsi Kardiovaskular............30
4.5.2 Efek HIIT terhadap Faktor Risiko Kardiovaskular......................31
4.5.3 Efek HIIT terhadap Kebugaran Kardiorespirasi..........................31
BAB V....................................................................................................................33
PENUTUP..............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35
iii
DAFTAR SINGKATAN
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung kronik adalah sindrom dinamis dan progresif yang ditandai dengan
kebutuhan metabolisme tubuh sehingga menyebabkan sesak nafas dan kelelahan yang
Penderita gagal jantung diperkirakan mencapai lebih dari 26 juta orang di seluruh
dunia.3 Prevalensi gagal jantung di Asia berkisar antara 1,3 sampai 6,7% sedangkan di
Indonesia sebanyak 5%. Gagal jantung pada laki-laki lebih sering terjadi daripada wanita
dan sebanyak 3-6% populasi dewasa didiagnosis dengan gagal jantung kronik. Pada
dewasa diatas 60 tahun sebanyak 13% didiagnosis dengan gagal jantung kronik.4, 5
pada pasien gagal jantung kronik sebagai akibat dari perkembangan penyakit dan
dampak sekunder akibat inaktivitas. Hal ini berhubungan dengan kapasitas fungisonal
dan kualitas hidup yang menurun. Penurunan kebugaran kardiorespi juga berhubungan
Gagal jantung secara klinis juga ditandai dengan intoleransi latihan. Intoleransi latihan
adalah ketidakmampuan individu untuk melakukan level latihan yang sesuai dengan
Program rehabilitasi jantung pada pasien gagal jantung kronik ditujukan untuk
7
meningkatkan kebugaran kardiorespirasi dan kemampuan fungisonal serta kualitas hidup.
memperhatikan keamanan dan efektivitas latihan pada pasien gagal jantung kronik.
Konsep rehabilitasi jantung meliputi latihan aerobik, latihan resistensi, dan latihan
fleksibilitas. Salah satu metode latihan aerobik yang saat ini sedang berkembang adalah
yang diberikan dalam program rehabilitasi jantung pasien gagal jantung kronik. Protokol
latihan ini banyak dikembangkan karena memiliki efektivitas yang lebih baik
dibandingkan latihan kontinyu yang biasa diberikan pada program rehabilitasi jantung.
Penelitian oleh Karatzanos dkk menyatakan bahwa HIIT menyebabkan peningkatan VO2
peak yang lebih baik dibandingkan dengan latihan kontinyu.10 HIIT juga dikaitkan aman
dan tidak menimbulkan adverse event yang signifikan. Penelitian oleh Nathalie dkk
menyatakan bahwa tidak ada adverse event yang muncul pada kelompok HIIT dan
latihan kontinyu.11
8
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG
adalah membran yang melapisi dan melindungi jantung yang menjaga letak jantung di
mediastinum dan memberikan cukup kebebasan untuk dapat berkontraksi cepat dan kuat.
Perikardium terdiri dari dua bagian yaitu perikardium fibrosa dan perikardium serosa.
Perikardium fibrosa terdiri dari jaringan penghubung yang tebal, ireguler, kuat, dan tidak
elastik. Perikardium serosa yang lebih di dalam, lebih tipis, dan teratur yang terdiri dari
dua lapisan yaitu lapisan parietal yang bergabung dengan perikardium fibrosa dan lapisan
viseral yang disebut juga epikardium, dan di antaranya terdapat cairan perikardium yang
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu epikardium (lapisan luar), miokardium
(lapisan tengah), dan endokardium (lapisan dalam). Epikardium terdiri dari mesotelium
dan jaringan penghubung yang memberikan tekstur halus dan licin pada permukaan luar
jantung. Miokardium merupakan otot kardiak yang merupakan 95% bagian jantung dan
berfungsi untuk memompa darah. Otot jantung termasuk dalam lurik seperti otot skeletal,
tetapi bersifat involunter seperti otot polos. Endokardium adalah lapisan dalam yang
merupakan lapisan endotelium tipis yang memberikan permukaan halus pada ruang
9
Gambar 2. 1 Lapisan jantung.
Dikutip dari : Spiro SG, Silvestri GA, Agustí A. Clinical Respiratory Medicine.Elsevier
Saunders;2012.
Jantung memiliki empat ruangan yaitu dua ruang superior (atrium) dan dua ruang
inferior (ventrikel). Atrium kanan membentuk batas kanan jantung dan menerima darah
dari tiga vena yaitu sinus koroner, vena cava superior, dan vena cava inferior. Darah
kemudian lewat dari atrium kanan ke ventrikel kanan melalui katup trikuspid. Atrium
kanan memiliki ketebalan sekitar 2-3 mm. Ventrikel kanan membentuk permukaan
anterior jantung dengan ketebalan rata-rata 4-5 mm. Darah dari ventrikel kanan melewati
katup pulmonal (katup semilunar pulmonal) menuju arteri besar yaitu trunkus pulmonal
Atrium kiri memiliki ketebalan yang hampir sama dengan atrium kanan dan
membentuk dasar jantung. Atrium kiri menerima darah dari paru melalui empat vena
pulmonal. Darah dari atrium kiri masuk ke ventrikel kiri melalui katup bikuspid atau katup
mitral. Ventrikel kiri adalah ruang jantung paling tebal dengan ketebalan 10-15 mm dan
membentuk apeks jantung. Darah dari ventrikel kiri keluar melalui katup aorta (katup
semilunar aorta) menuju aorta asenden. Sebagian darah dari aorta menuju arteri koroner
yang merupakan cabang aorta asenden dan membawa darah menuju ke dinding jantung.
Sisa darah lainnya menuju arkus aorta dan aorta desenden (aorta toraksik dan aorta
10
abdominal) dimana cabang dari aorta tersebut membawa darah ke seluruh tubuh.12
Serat otot jantung memiliki panjang 50- 100 m dan diameter 14 m. Otot jantung
lebih pendek dan kurang sirkuler pada potongan transversal dibandingkan dengan otot
skeletal. Nukleus otot jantung berjumlah satu dan berlokasi di tengah. Ujung serat otot
dari sarkolema yang disebut diskus interkalaris. Diskus ini mengandung desmosom yang
menyatukan dua serat dan terdapat gap junctions yang memungkinkan potensi aksi
berkonduksi dari satu serat ke serat di sebelahnya. Mitokondria pada otot jantung lebih
besar dan lebih banyak dibandingkan otot skeletal. Serat otot jantung memiliki susunan
aktin dan miosin yang sama seperti otot skeletal, serta band, zone dan Z disc yang sama.12
Otot jantung dan otot skeletal memiliki mekanisme kontraksi yang mirip. Aktivitas
Interaksi berulang antara kepala miosin dan filamen aktin disebut cross-bridge cycling.
Hal ini menyebabkan bergesernya aktin terhadap filamen miosin sehingga terjadi
(ATP) mendisosiasi miosin dari aktin. Adanya ATP menyebabkan hubungan antara aktin
dan miosin terus dibuat dan diputus berulang-ulang selama ion kalsium ada. Hubungan
tersebut akan terputus ketika level ion kalsium berada di bawah level kritis dan kompleks
Satu siklus kardiak mencakup semua kejadian yang terjadi pada satu denyut jantung.
Satu siklus kardiak terdiri dari sistolik dan diastolik dari atrium serta sistolik dan diastolik
dari ventrikel. Sistolik atrium berlangsung sekitar 0,1 detik dan atrium akan berkontraksi.
Akhir dari sistolik atrium bersamaan dengan terjadinya diastolik ventrikel (ventrikel
relaksasi). Setiap ventrikel berisi volume darah sebanyak 130 mL pada saat fase diastolik
(relaksasi), hal ini disebut end diaastolic volume (EDV). Sistolik ventrikel berlangsung 0,3
detik dan ventrikel berkontraksi. Pada saat yang sama atrium relaksasi pada diastolik
atrium. Periode relaksasi berlangsung selama 0,4 detik, atrium dan ventrikel bersama-sama
relaksasi. Denyut jantung yang bertambah cepat menyebabkan periode relaksasi semakin
singkat, sehingga durasi sistolik atrium dan sistolik ventrikel juga berkurang.12
12
BAB III
GAGAL JANTUNG
3.1 Definisi
Gagal jantung adalah sindrom klinis dengan berbagai etiologi dan patofisiologi.
Hal ini menyebabkan definisi gagal jantung menjadi lebih kompleks dibandingkan
dengan penyakit yang memiliki pemeriksaan baku emas untuk diagnosa. Terdapat
3.2 Etiologi
Penyakit jantung iskemik dan hipertensi adalah penyebab utama terjadinya gagal
jantung pada negara maju. Data pada negara berkembang masih terbatas, tetapi
Afrika dan Asia. Berikut adalah tabel etiologi mayor gagal jantung.15
14
sindrom Marfan) - penyakit Paget
- neoplasma (metastasis, - karsinoma sel renal
sindrom karsinoid)
4. Hipertensi 8. Penyakit perikardium
- sistemik and pulmonal - perikarditis konstriktif
- efusi perikardial dengan tamponade
Dikutip dari Brahmbhatt DH, Cowie MR. Heart failure: classification and
pathophysiology. Medicine. 2018;46(10):587-93.
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan lokasi defisit dapat dibagi menjadi ventrikel
kiri, ventrikel kanan atau biventrikel. Berdasarkan onset waktu, gagal jantung
15
sesak nafas
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
struktural jantung yang mendasari tetapi aktifitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitas fisik
gejala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna saat istirahat walaupun istirahat. Keluhan meningkat saat
sudah mendapat terapi medis melakukan aktifitas
maksimal (refrakter)
Dikutip dari Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJ, Ponikowski
P, Poole-Wilson PA, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2008. Eur Heart J. 2008;29(19):2388-442.
status fungsional jantung yaitu gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (heart
failure with preserved ejection fraction atau HFpEF) dan dengan fraksi ejeksi
16
dengan fraksi mendiagnosisnya cukup sulit karena
ejeksi normal merupakan diagnosis eksklusi dari
(HFpEF) penyebab gejala-gejala yang mengarah ke
gagal jantung. Terapi yang efektif untuk
kelompok ini belum dapat diidentifikasi
HFpEF, 41 -49 Pasien-pasien dalam kelompok ini termasuk
borderline dalam kelompok borderline atau
intermediate. Karakteristik, pola terapi, dan
keluarannya menyerupai pasien dengan
HFpEF
HFpEF, > 40 Merupakan kategori pasien HFpEF yang
perbaikan sebelumynya HFrEF. Pasien kelompok ini
mengalami perbaikan atau penyembuhan
dari fraksi ejeksi, mungkin secara klimis
berbeda dengan HFpEF dan HFrEF.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui karakteristik pasien kelompok
ini lebih baik
Dikutip dari Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJ, Ponikowski
P, Poole-Wilson PA, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2008. Eur Heart J. 2008;29(19):2388-442.
distensi abdomen dan nyeri hipokondriak kanan oleh karena gagal jantung
kanan. Gagal jantung stadium awal tidak menampakkan tanda yang spesifik
17
tekanan vena jugular, suara napas abnormal (ronki), S3 gallop.1619
Gejala Tanda
Tipikal Tipikal
• Sesak nafas • Peningkatan JVP
• Ortopneu • Refluks hepatojugular
• Paroxysmal nocturnal dyspnoe • Suara jantung S3
(gallop)
• Toleransi aktifitas yang berkurang
• Apex jantung bergeser
• Mudah lelah
ke lateral
• Bengkak di pergelangan kaki
• Bising jantung
Kurang tipikal
Kurang tipikal
• Batuk di malam hari
• Edema perifer
• Mengi
• Krepitasi pulmonal
• Berat badan bertambah > 2
• Suara pekak di basal
kg/minggu
paru pada perkusi
• Berat badan turun (gagal jantung
• Takikardia
stadium lanjut)
• Kembung • Nadi ireguler
• Nafsu makan menurun • Nafas cepat
• Perasaan bingung (terutama • Hepatomegali
pasien usia lanjut) • Asites
• Depresi
• Kaheksia
• Berdebar
• Pingsan
Dikutip dari McMurray JJ, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Bohm M,
Dickstein K, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2012. Eur Heart J. 2012;33(14):1787-847.
3.5 Diagnosis
fisik untuk menentukan ada tidaknya tanda dan gejala klinis, pemeriksaan
18
darah, urinalisa, elektrolit serum, blood urea nitrogen, kreatinin serum, glukosa,
Kriteria Framingham untuk gagal jantung telah diajukan oleh McKee dan
kolega pada tahun 1971 dan telah digunakan secara luas hingga saat ini. Untuk
kriteria mayor dan dua kriteria minor, dengan syarat kriteria minor tidak
Dikutip dari Mahmood SS, Wang TJ. The epidemiology of congestive heart
failure: Contributions from the Framingham Heart Study. Global Heart.
2013;8(1):77-82.
dengan fraksi ejeksi rendah. Uji diagnostik sering kurang sensitif pada pasien
19
gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal. Ekokardiografi merupakan metode
yang paling baik dalam melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan diastolik.19
3.6 Tatalaksana
20
Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-
yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal
prognosis.22
kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertimbangan dokter.22
terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi
cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
21
dan meningkatkan kualitas hidup.22
angka mortalitas. Jika selama 6 bulan terakhir penurunan berat badan > 6 %
dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien
didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-
hati.22
kronik stabil. Menurut ACCF/AHA Guideline tahun 2013, program latihan atau
aktivitas fisik reguler direkomendasikan sebagai hal yang aman dan efektif
Program latihan pada pasien dengan gagal jantung kronik telah memperlihatkan
aerobik merupakan hal utama dalam program latihan dan latihan resistensi
pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak boleh
22
3.6.2 Tatalaksana farmakologi
jantung.17
23
Gambar 3. 2 Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simptomatik.
Dikutip dari : The Canadian Cardiovascular Society Heart Failure
Companion: Bridging Guidelines to Your Practice 2016.
diastolik) sampai saat ini belum ada terapi yang terbukti secara khusus dapat
retensi garam dan cairan serta mengatasi keluhan sesak nafas. Terapi iskemia
miokard dan hipertensi yang adekuat sangat penting dalam tatalaksana kelainan
ini, termasuk tatalaksana pengaturan laju nadi, terutama pada pasien dengan
fibrilasi atrial.22
24
Semua obat yang tidak dianjurkan pemberiannya ataupun yang harus
dihindari pada pasien dengan gagal jantung sistolik, juga berlaku pada gagal
laju nadi.22
Terapi alat non bedah pada gagal jantung sistolik seperti ICD
Therapy) sampai saat ini merupakan alat yang direkomendasikan pada gagal
25
BAB IV
HIGH-INTENSITY INTERVAL TRAINING PADA GAGAL JANTUNG
KRONIK
4.1 Definisi
atau >85% ambilan oksigen puncak (VO2 peak) yang dilakukan berulang dalam
waktu singkat (10 detik-5 menit) dan dipisahkan oleh periode istirahat berupa
latihan dengan intensitas rendah atau istirahat. Bentuk latihan ini memungkinkan
pasien untuk mencapai intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
Indikasi HIIT pada pasien gagal jantung kronik adalah pasien gagal
jantung dengan NYHA kelas 2-3, gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (EF
> 50%), dan kondisi stabil minimal selama 3 bulan. Kontraindikasi program HIIT
pada pasien gagal jantung kronik antara lain gagal jantung yang disebabkan
penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung katup, diabetes tidak terkontrol,
gagal ginjal derajat berat, exercise induced ischemia, penyakit paru obstruksif
kronik derajat berat, penyakit serebrovaskuler simptomatik dalam waktu <6 bulan,
sesak nafas berat pada saat istirahat dan atau exercise intolerance berat,
miokarditis atau perikarditis akut dan endokarditis aktif serta gangguan akut
26
latihan.10, 24
4.3 Protokol
Protokol HIIT yang diberikan pada pasien dengan gagal jantung kronik
Balesta dkk tahun 2019, didapatkan protokol latihan berupa 10 menit pemanasan
dengan intensitas 50% HR peak, diikuti 4 set latihan inti dengan masing-masing
set berupa latihan dosis tinggi intensitas 85 % HRR peak selama 4 menit dan dosis
4.4 Keamanan
penelitian yang melaporkan adanya insiden cardiac event yaitu angina pectoris
yang menyebabkan subjek keluar dari penelitian dan hal ini terjadi pada kedua
muskuloskeletal tetapi jumlahnya hanya sedikit. Tidak ada kematian yang terjadi
Penelitian Kolmos dkk, menyatakan bahwa HIIT aman, efisien dari segi
waktu dan dapat ditoleransi dengan baik pada individu sehat dan pasien dengan
dinding pembuluh darah maupun efek negatif terhadap fungsi endotel setelah
27
latihan. HIIT dinyatakan aman dan menyebabkan perubahan fungsi endotel yang
28
4.5 Efek Fisiologis HIIT Pada Gagal Jantung Kronik
Training), sehingga hal ini menjadi dasar pemberian program HIIT pada pasien-
jantung kronik antara lain meningkatkan nilai VO2 peak yang lebih tinggi, total
waktu latihan lebih panjang, dan efek samping kelelahan atau sesak napas lebih
jarang terjadi.29, 30
dan metabolik. Penelitian oleh Wu dkk, menyatakan bahwa latihan dengan 12%
29
oksidatif pada tingkat seluler sehingga dapat mengurangi risiko pembentukan
VO2 peak adalah jumlah oksigen yang diambil tubuh dalam 1 menit pada
mencapai batas selama aktivitas berat dalam jangka waktu tertentu yang
melibatkan sejumlah kelompok otot-otot besar. Semakin tinggi VO2 peak maka
Gomes dkk pada tahun 2018, menyatakan bahwa HIIT meningkatkan VO2 peak
yang lebih besar daripada MICT dan latihan interval dengan intensitas 85%-95%
jantung tetapi terdapat sedikit perubahan pada fungsi sistolik dan diastolik
terutama pada ventrikel kanan. Penelitian oleh Kolmos dkk menyatakan bahwa
HIIT. Penelitian oleh Rognmo dkk menyatakan bahwa 36 sesi HIIT menurunkan
dilatasi ventrikel kiri, meningkatkan fraksi ejeksi, dan aliran darah sistolik atau
diastolik. Penelitian oleh Madssen dkk, menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
tekanan darah, nadi istirahat, dan analisis gas darah antara kelompok yang
diberikan program HIIT dan MICT. Penelitian klinis terdahulu melaporkan adanya
30
peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih tinggi setelah pemberian latihan
dengan intensitas >60% VO2 peak dibandingkan dengan latihan intensitas sedang.
Penelitian meta analisis oleh Ballesta dkk pada tahun 2018 menyatakan bahwa
pemberian HIIT dengan durasi antara kurang dari 12 minggu atau lebih dari 12
minggu tidak menyebabkan perubahan VO2 peak yang signifikan. Perubahan VO2
peak yang signifikan terjadi pada kelompok HIIT yang mendapat active rest
>40% VO2 peak dengan frekuensi latihan minimal tiga kali seminggu dibandingan
dengan kelompok HIIT yang mendapat active rest <40% VO2 peak dengan
memiliki efek kardioprotektif yang lebih besar. Penelitian oleh Zhang dkk,
menyatakan bahwa kadar LDL dan trigliserida serum tidak meningkat secara
kebugaran fisik. Penelitian oleh Zhang dkk, menyatakan bahwa program HIIT
meningkatkan VO2 peak secara signifikan, tetapi HR peak dan HR istirahat tidak
31
berubah secara signifikan. Variabilitas perubahan VO2 peak berhubungan dengan
Blackwell dkk, menyatakan bahwa HIIT menyebabkan peningkatan VO2 peak dalam
mililiter/kg/menit.33, 36
yang lebih signifikan, dan latihan dengan intensitas lebih tinggi menimbulkan
peningkatkan VO2 max yang lebih besar. Program HIIT secara signifikan
yang lebih besar, sehingga pemberian latihan kurang dari 7 minggu atau lebih dari
Penelitian meta analisis oleh Bacon dkk, menyatakan bahwa peningkatan VO2
max lebih besar sekitar 0.85 liter/menit dengan interval 3-5 menit. Latihan interval
saja atau kombinasi dengan latihan kontinyu dapat meningkatkan VO2 max rata-
rata sebesar 0.5 liter/menit. Hasil tersebut lebih tinggi daripada MICT selama 20
32
33
BAB V
PENUTUP
Gagal jantung kronik adalah sindrom dinamis dan progresif yang ditandai
yang berkontribusi terhadap gangguan fungsional dan kualitas hidup yang buruk.
pada pasien gagal jantung kronik sebagai akibat dari perkembangan penyakit dan
kualitas hidup. Salah satu metode latihan aerobik yang saat ini sedang
latihan yang memungkinkan pasien melakukan latihan intensitas yang lebih tinggi
untuk mendapatkan efek fisiologis yang lebih baik. Latihan ini terbukti aman dan
tidak menimbulkan adverse event yang serius pada pasien gagal jantung kronik.
34
lebih cepat dalam meningkatkan kebugaran kardiorepirasi dibandingkan dengan
35
DAFTAR PUSTAKA
36
10. Karatzanos E, Ferentinos P, Mitsiou G, Dimopoulos S, Ntalianis A, Nanas
S. Acute Cardiorespiratory Responses to Different Exercise Modalities in
Chronic Heart Failure Patients—A Pilot Study. J Cardiovasc Dev Dis.
2021;8(12):164.
11. Benda NM, Seeger JP, Stevens GG, Hijmans-Kersten BT, van Dijk AP,
Bellersen L, et al. Effects of high-intensity interval training versus
continuous training on physical fitness, cardiovascular function and quality
of life in heart failure patients. PLoS One. 2015;10(10):e0141256.
12. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology: Wiley;
2014.
13. Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J.
Harrison's Principles of Internal Medicine, Twentieth Edition (Vol.1 &
Vol.2).McGraw-Hill Education;2018.
14. Bozkurt B, Coats AJ, Tsutsui H, Abdelhamid CM, Adamopoulos S, Albert
N, et al. Universal definition and classification of heart failure: a report of
the heart failure Society of America, heart failure association of the
European Society of cardiology, Japanese heart failure Society and writing
Committee of the universal definition of heart failure: endorsed by the
Canadian heart failure Society, heart failure association of India, cardiac
Society of Australia and New Zealand, and Chinese heart failure
association. Eur J Heart Fail. 2021;23(3):352-80.
15. Brahmbhatt DH, Cowie MR. Heart failure: classification and
pathophysiology. Medicine. 2018;46(10):587-93.
16. Inamdar AA, Inamdar AC. Heart Failure: Diagnosis, Management and
Utilization. Journal of clinical medicine. 2016 Jun 29;5(7).
17. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJ, Ponikowski P,
Poole-Wilson PA, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2008: the Task Force for the Diagnosis and
Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2008 of the European Society
of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart Failure
Association of the ESC (HFA) and endorsed by the European Society of
37
Intensive Care Medicine (ESICM). Eur Heart J. 2008;29(19):2388-442.
18. Yancy Clyde W, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey Donald E, Drazner
Mark H, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart
Failure. Circulation. 2013 2013/10/15;128(16):e240-e327.
19. McMurray JJ, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Bohm M, Dickstein
K, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2012: The Task Force for the Diagnosis and Treatment
of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the European Society of
Cardiology. Developed in collaboration with the Heart Failure Association
(HFA) of the ESC. Eur Heart J. 2012;33(14):1787-847.
20. Neto MG, Martinez BP, Conceicao CS, Silva PE, Carvalho VO. Combined
Exercise and Inspiratory Muscle Training in Patients With Heart Failure:
Systematic Review and Meta-Analysis. J Cardiopulm Rehabil Prev. 2016
Nov/Dec;36(6):395-401.
21. Mahmood SS, Wang TJ. The epidemiology of congestive heart failure:
Contributions from the Framingham Heart Study. Global Heart.
2013;8(1):77-82.
22. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinanto, dkk. Pedoman TataLaksana Gagal
Jantung: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2020.
23. McGregor G, Nichols S, Hamborg T, Bryning L, Tudor-Edwards R,
Markland D, dkk. High-intensity interval training versus moderate-intensity
steady-state training in UK cardiac rehabilitation programmes (HIIT or
MISS UK): study protocol for a multicentre randomised controlled trial and
economic evaluation. BMJ Open [Internet]. 2016 Nov [Disitasi tanggal 25
Maret 2022];6(11):e012843. Tersedia dari:
https://bmjopen.bmj.com/lookup/doi/10.1136/bmjopen-2016-012843.
24. Mueller S, Winzer EB, Duvinage A, Gevaert AB, Edelmann F, Haller B, et
al. Effect of high-intensity interval training, moderate continuous training,
or guideline-based physical activity advice on peak oxygen consumption in
patients with heart failure with preserved ejection fraction: a randomized
clinical trial. JAMA. 2021;325(6):542-51.
38
25. García IB, Arias JÁR, Campo DJR, González-Moro IM, Poyatos MC. High-
intensity interval training dosage for heart failure and coronary artery
disease cardiac rehabilitation. A systematic review and meta-analysis. Rev
Esp Cardiol (Engl Ed). 2019;72(3):233-43.
26. Hannan A, Hing W, Simas V, Climstein M, Coombes J, Jayasinghe R, dkk.
High-intensity interval training versus moderate-intensity continuous
training within cardiac rehabilitation: a systematic review and meta-
analysis. Open Access J Sports Med [Internet]. 2018 Jan [Disitasi tanggal 25
Maret 2022];Volume 9:1–17.
27. Wewege MA, Ahn D, Yu J, Liou K, Keech A. High‐intensity interval
training for patients with cardiovascular disease—is it safe? A systematic
review. Am Heart Assoc. 2018;7(21):e009305.
28. Kolmos M, Krawcyk RS, Kruuse C. Effect of high-intensity training on
endothelial function in patients with cardiovascular and cerebrovascular
disease: A systematic review. SAGE Open Med [Internet]. 2016 Jan 1
[Disitasi tanggal 26 Maret 2022].
29. Callum KJ, Gorely T, Crabtree DR, Muggeridge DJ, Leslie SJ. High-
intensity interval training in patients with heart failure. British Journal of
Cardiac Nursing. 2020;15(4):1-13.
30. Mitchell BL, Lock MJ, Davison K, Parfitt G, Buckley JP, Eston RG. What
is the effect of aerobic exercise intensity on cardiorespiratory fitness in
those undergoing cardiac rehabilitation? A systematic review with meta-
analysis. Br J Sports Med [Internet]. 2019 Nov [Disitasi tanggal 26 Maret
2022];53(21):1341–51.
31. Xie B, Yan X, Cai X, Li J. Effects of High-Intensity Interval Training on
Aerobic Capacity in Cardiac Patients: A Systematic Review with Meta-
Analysis. BioMed Res Int [Internet]. 2017 [Disitasi tanggal 27 Maret
2022];2017:1–16.
32. Wu L-H, Chang S-C, Fu T-C, Huang C-H, Wang J-S. High-intensity
Interval Training Improves Mitochondrial Function and Suppresses
Thrombin Generation in Platelets undergoing Hypoxic Stress. Sci Rep
39
[Internet]. 2017 Dec [Disitasi tanggal 27 Maret 2022];7(1):4191.
33. Maturana FM, Schellhorn P, Erz G, Burgstahler C, Widmann M, Munz B,
dkk. Individual cardiovascular responsiveness to work-matched exercise
within the moderate- and severe- intensity domains. Eur J Appl Physiol
[Internet]. 2021 Jul [Disitasi tanggal 27 Maret 2022];121(7):2039–59.
34. Madssen E, Arbo I, Granøien I, Walderhaug L, Moholdt T. Peak Oxygen
Uptake after Cardiac Rehabilitation: A Randomized Controlled Trial of a
12-Month Maintenance Program versus Usual Care. Quinn TJ, editor. PLoS
ONE [Internet]. 2014 Sep 23 [Disitasi tanggal 27 Maret
2022];9(9):e107924.
35. Zhang X, Xu D, Sun G, Jiang Z, Tian J, Shan Q. Effects of high ‐intensity
interval training in patients with coronary artery disease after percutaneous
coronary intervention: A systematic review and meta‐analysis. Nurs Open
[Internet]. 2021 May [Disitasi tanggal 27 Maret 2022];8(3):1424–35.
36. Blackwell JEM, Doleman B, Herrod PJJ, Ricketts S, Phillips BE, Lund JN,
dkk. Short- Term (<8 wk) High-Intensity Interval Training in Diseased
Cohorts. Med Sci Sports Exerc [Internet]. 2018 Sep [Disitasi tanggal 27
Maret 2022];50(9):1740–9.
37. Bacon AP, Carter RE, Ogle EA, Joyner MJ. VO2max Trainability and
High-intensity Interval Training in Humans: A Meta-Analysis. Earnest CP,
editor. PLoS ONE [Internet]. 2013 Sep 16 [Disitasi tanggal 27 Maret
2022];8(9):e73182.
40