Anda di halaman 1dari 10

CHOREA, ATHETOSIS DAN CHOREA SYDENHAM

(dr. Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S, M.Ked(Neu))

I. Chorea
1. Pendahuluan
Kata chorea berasal dari bahasa Yunani yang diartikan dengan kata menari. Dimana
gerakan yang terjadi adalah gerakan involunter tidak teratur, cepat, singkat, tidak dapat
terduga munculnya, tersentak dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya. Chorea
dapat mengenai pada daerah wajah, lidah. Leher, ekstremitas atas dan bawah tubuh.
2. Epidemiologi
Insidensi kejadian chorea secara keseluruhan masih sulit untuk diketahui meskipun
insidensi nya pada kondisi yang spesifik dapat diketahui. Penyakit Huntington dengan
prevalensi 5 – 10 kasus per 100.000 penduduk di Amerika Serikat dan prevalensi di
seluruh dunia antara 0.4 dan 5.7 per 100.000. Sedangkan Penyakit Wilson ditemukan
prevalensinya hanya 30 kasus per 1 juta orang penduduk. Pada Benign Hereditary
Chorea memiliki prevalensi 1 kasus per 500.000 orang. Chorea dapat terjadi pada seluruh
tingkatan usia, dimana pada usia muda penyebab yang palin sering adalah infeksi, trauma
dan inflamasi. Sedangkan Penyakit Huntington sering ditemukan pada decade keempat
dan kelima kehidupan dan bersifat progresif.
3. Klasifikasi
Chorea diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu :
a. Chorea primer (genetic atau idiopatik) : Penyakit Huntington, Neuroacanthocytosis,
Dentatorubralpallidoluysian atrophy, Benign hereditary chorea, Penyakit Wilson,
Pantothenate kinase associated neurodegeneration, Paroxysmal choreoathetosis,
Senile chorea
b. Chorea sekunder : Chorea Sydenham, Drug induced chorea, Immune mediated
chorea, Infectious chorea, Vascular chorea, Penyakit hormonal
c. Lainnya : Gangguan metabolik, Defisiensi vitamin (vitamin B1 dan B12), Terpapar
toksin, Paraneoplastic syndromes, Postpump choreoathetosis
4. Etiologi
Penyebab terjadinya chorea dibedakan menjadi penyebab genetik dan penyebab non
genetik. Penyakit Huntington merupakan penyebab genetik yang terbanyak sedangkan

1
gangguan metabolik, infeksi dan stroke penyebab non genetik yang paling sering
ditemukan, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Etiologi Chorea ( Genetik dan Non Genetik)
Genetik Non Genetik
Penyakit Huntington Chorea Sydenham
Neuroacanthocytosis Gangguan metabolik
Benign Hereditary Chorea Chorea Gravidarum
Penyakit Wilson Drug Induced Chorea
Dentatorubralpallidoluysian atrophy Senile Chorea
Spinocerebellar ataxia type 2 Vascular Chorea
McLeod Syndrome Infective Chorea

5. Patofisiologi
Adanya perubahan secara patologi pada ganglia basalis menjadi dasar terjadinya chorea.
Dimana seperti kita ketahui bahwa pada ganglia basalis dijumpai adanya ada dua jalur
yaitu jalur langsung dan jalur tidak langsung. Pada jalur langsung dimulai pada daerah
putamen, neuron (terdiri dari GABA, substansia P dan dynorphin, NMDA, reseptor
dopamine D1) di proyeksikan ke globus pallidus internal. Neuron yang berasal dari
nucleus (terdiri atas GABA) di proyeksikan ke thalamus ventral sedangkan neuron
thalamic (terdiri atas glutamate) di proyeksikan ke korteks serebral. Proyeksi yang terjadi
dari thalamus ke korteks bersifat eksitatori. Pada jalur tidak langsung dimulai dari neuron
pada striatum(GABA/encephalin, NMDA, reseptor dopamine D2) lalu di proyeksikan ke
globus palliddus eksternal. Neuron yang berasal dari globus pallidus eksternal (terdiri atas
GABA) diproyeksikan ke nucleus subthalamikus sedangkan neuron dari nucleus
subthalamikus (terdiri atas glutamate) di proyeksikan ke globus pallidus internal dan dari
nuclei yang terdiri atas GABA ke thalamus ventral (glutamate). Jalur tidak langsung
menghambat pergerakan yang tidak dikehendaki atau diinginkan dan selanjutnya
gangguan ini menjadi penyebab adanya pergerakan involunter. Hilangnya inhibisi
subthalamic dari globus pallidus eksternal mengakibatkab hiperaktivitas pada koneksi
thalamokortikal, hal ini dapat dilihat pada gambar 1.

2
Gambar 1. Paatofisiologi Chorea
6. Diagnosis
Dalam menentukan suatu diagnosis dari chorea adalah berdasarkan riwayat keluarga,
riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan klinis yang cermat. Pada pemeriksaan
neurologi antara lain penemuan sindroma lain yang terkait dengan chorea seperti ataksia,
neuropati , demensia. Kemudian pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan
hematologi, kimia darah, skrining antibodi serta tes genetik molekular. Dan pemeriksaan
imaging dengan CT / MRI / PET / SPECT diperlukan untuk konfirmasi diagnosis.
Evaluasi diagnosis untuk chorea dapat di lihat pada gambar 2.

3
7. Diagnosis Banding
Ditemukan ada beberapa diagnosis banding untuk chorea antara lain berdasarkan
idiopatik, herediter, penyakit neurometabolik, obat-obatan, toksin, ganggua metabolik dan
endokrin, infeksi, imunologi, vaskular, tumor, trauma dan penyebab sekunder chorea
lainnya. Diagnosis banding ini dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Diagnosis Banding Chorea

4
8. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan chorea yang pertama kali dilakukan adalah mengetahui penyebab
yang spesifik terjadinya chorea. Dengan tatalaksana farmakologi simptomatis maka
keluhan chorea dapat berkurang atau menghilang.
a. Obat golongan neuroleptik tipikal dan atipikal merupakan salah satu pilihan
pengobatan chorea, dimana neuroleptik tipikal lebih efektif dibandingkan atipikal
akan tetapi memiliki efek samping yang lebih berat. Adapun golongan neuroleptik
atipikal adalah Clozapine, Olanzapine, Quetiapine, Risperidone sedangkan
neuroleptik tipikal adalah Chlorpromazine, Haloperidol, Fluphenazine, Loxapine,
Molindone, Thioridazine. Disebutkan berdasarkan resume dari Bonelli, Haloperidol,
Fluphenazine dan Olanzapine dipertimbangkan sebagai terapi kelas 1.
b. Obat Golongan GABAergic yaitu pemberian benzodiazepine efektif dalam
mengurangi dyskinesia
c. Obat Glutamate Reseptor Antagonis seperti Riluzole, Amantadine, Lamotrigine telah
dilakukan uji percobaan, namun tidak satupun dari jenis ini memiliki efek yang jelas
dalam mengurangi chorea
d. Obat Penurun Dopamine seperti Tetrabenezine efektif digunakan dalam
penatalaksanaan Penyakit Huntington

9. Prognosis
Prognosis pada chorea bergantung kepada penyebab yang mendasari penyakitnya.
Dimana mayoritas penderita Penyakit Huntington memiliki prognosis yang jauh lebih
buruk dibandingkan dengan penyebab yang lainnya. Dikarenakan hal tersebut tadi
penting bagi para klinisi untuk mengenal penyebab dari chorea yang terjadi yang mana
hal ini menjadi sebagai dasar prognosis untuk penderita chorea.

II. Athetosis
1. Pendahuluan
Athetosis adalah suatu bentuk gerakan dari chorea yang lebih lambat dan pelan dimana
tampak gerakan menggeliat seperti dystonia tetapi perbedaan gerakan ini dengan dystonia
adalah gerakan ini tidak berkelanjutan, berpola, berulang dan adanya rasa sakit.
Hubungan yang sangat erat antara athetosis dengan chorea sehingga penamaan dari
penyakitnya disebut menjadi choreoathetosis. Pada penderita dystonia terutama pada
kondisi yang menunjukkan adanya postur opisthotonic sering dijumpai juga adanya

5
athetosis terutama pada anak dengan cerebral palsy. Athetosis sering muncul pada anak
dengan cerebral palsy, dan biasanya disebabkan oleh penyebab yang bervariasi.
2. Epidemiologi
Tidak ditemukan adanya studi epidemiologi untuk kasus athetosis. Hal ini sesuai dengan
beberapa anggapan bahwa kondisi ini menjadi keluhan yang semakin sulit untuk dijumpai
kasus ini nantinya. Yang menjadi alasan utama keadaan ini juga dikarenakan semakin
rendahnya kelahiran anak dengan cerebral palsy.
3. Etiologi
Athetosis biasanya selalu dihubungkan dengan cerebral palsy yang disebabkan oleh
adanya kernicterus yang mana lesi pada sistem saraf pusat berhubungan dengan adanya
jaundice yang sangat berat pada bayi baru lahir. Meskipun sudah di dapatkan
keberhasilan dalam upaya menurunkan mortalitas tetapi angka kejadian cerebral palsy
masih belum berubah dikarenakan frekuensi kejadian kelahiran premature masih tinggi
dan akibatnya frekuensi untuk terjadinya cerebral palsy dengan kondisi diplegik
meningkat dan dalam suatu penelitian juga di temukan 18 % pasien dengan ceberal palsy
dan sebanyak 24% mempunyai gejala gangguan berjalan (gait). Adanya keterlibatan
intrauterine, khususnya chorioamniositis dan pemanjangan dari ruptur membran juga
salah satu penyebab terjadinya cerebral palsy. Ditemukan dari suatu studi terhadap bayi
cukup bulan dengan adanya ensefalopati neonatal, kejang awal atau keduanya dan dengan
pemeriksaan MRI dijumpai adanya kerusakan akut sebanyak 60 – 80 %.
4. Patofisiologi
Belum diketahu secara jelas patofisiologi mendasari terjadinya athetosis
5. Diagnosis
Atheosis dikarakteristikkan dengan pergerakan involuter yang seperti chorea akan tetapi
lebih lambat biasanya mengenai bagian distal dari anggota gerak dan khususnya pada
daerah tangan. Fenomenologi ini biasanya sering kombinasi dengan dystonia dan chorea,
akan tetapi mioklonus dan spastisitas juga dapat dijumpai. Tidak ada kriteria diagnosis
khusus pada athetosis.
6. Penatalaksanaan
Pada pengobatan athetosis biasanya tidak memberikan respon pengobatan yang baik
dengan pemberian terapi farmakologi. Adanya keadaan dystonia yang responsive dengan
dystonia terkadang dapat dikacaukan dengan athetosis pada cerebral palsy. Dan hal ini
perlu menjadi perhatian untuk pengobatan dystonia dan cerebral palsy dengan pemberian

6
levodopa. Terapi fisik menjadi salah satu terapi yang di rekomendasikan akan tidak dapat
mencegah kontraktur sehingga terapi ini belum dapat dibuktikan memiliki keberhasilan.
7. Prognosis
Sama halnya dengan manifestasi ensefalopati statis, athetosis biasanya juga tetap ada
sepanjang waktu. Namun dalam beberapa kepustakaan disebutkan bahwa pada pasien
cerebral palsy, perburukan dari gangguan pergerakan dapat terjadi pada usia yang lebih
dewasa.

III.Chorea Sydenham
1. Pendahuluan
Chorea Sydenham pertama sekali diperkenalkan oleh Thomas Sydenham pada tahun
1686. Merupakan suatu penyakit autoimun dan penyakit ini diawali dengan adanya
infeksi streptococcus haemolytic grup A β dimana fenomenologi penyakit ini tidak hanya
terbatas adanya chorea saja tetapi adanya gejala neurologis lainnya, gangguan psikiatri,
jantung, rematologi dan penyakit lainnya.
2. Epidemiologi
Dilaporkan dari suatu studi bahwa adanya infeksi streptococcal sebelum terjadinya
Chorea Sydenham ditemukan sebanyak 20 – 30 % kasus. Usia terjadinya kasus ini
biasanya antara 5 sampai 15 tahun dengan perempuan lebih sering terkena. Studi lain
dengan 50 subjek pasien dengan demam rematik, artritis di jumpai sebanyak 84 % pada
pasien tanpa chorea dibandingkan dengan pasien dengan chorea sebanyak 31 %. Dengan
keterlibatan pada daerah kepala dan ekstremitas atas lebih dominan di jumpai. Secara
tipikal chorea akan muncul setelah 4 – 5 minggu infeksi streptococcus pada saat
manifestasi lain dari demam rematik tidak di temukan. Sebanyak 20 % pasien pada saat
onset asimetrik chorea yang muncul kemudian disebut dengan hemi chorea.
3. Etiologi
Chorea Sydenham disebabkan adanya infeksi streptococcus haemolytic grup A β.
4. Patofisiologi
Chorea Sydenham akut dihubungkan dengan adanya antibodi yang menyerang
streptococcus haemolytic grup A β dengan mengalami reaksi silang melalui proses
molecular mimicry dengan salah satu pada permukaan neuronal ekstraselular dan antigen
intraselular (sitoplasmik atau sitoskeletal). Proses awalnya terjadinya suatu penyakit
autoimun berdasarkan adanya reaktivitas Imunoglobulin G ke sitoplasma neuronal pada

7
nucleus kaudatus dan nucleus subthalamikus berhubungan dengan durasi dan keparahan
dari penyakit ini.
5. Diagnosis
Diagnosis Chorea Sydenham adalah ditemukan adanya infeksi streptococcus haemolytic
grup A β, onset terjadinya pada usia antara 5 sampai 15 tahun, lebih sering dijumpai pada
perempuan, chorea simetris , adanya perubahan kepribadian, suatu penyakit self limiting
dan dijumpai adanya peningkatan anti streptolysin. Dan pada Chorea Sydenham dijumpai
kontraksi otot lebih lama (>100 msec) dibandingkan dengan pasien penyakit Huntington (
50 – 100 msec).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan standar untuk semua kasus anak dengan Chorea Sydenham, bahkan
kasus yang hanya terbatas dengan chorea saja pemberian prevensi sekunder dengan
Penicillin dapat mengurangi rekurensi chorea khususnya untuk gejala lanjut dari infeksi
streptococcus haemolytic grup A β yang dapat menyebabkan karditis dan gangguan
valvular yang menetap. Rekomendasi terbaru dari Amerika Serikat untuk pengobatan
sampai usia 21 tahun dengan pemberian intramuskular Penicillin per bulan dan Penicillin
secara oral per hari. Walaupun Sefalosporin efektif akan tetapi Penicillin 500 – 1000 mg
4 kali dalam sehari atau pemberian intramuscular 600,000 – 1,200.000 unit menjadi
pilihan utama dalam tatalaksana infeksi streptococcus haemolytic grup A β. Pengobatan
simptomatik seperti tetrabenezine, asam valproate dan carbamazepine diberikan setelah
kondisi utama infeksi sudah mengalami pengurangan. Penatalaksanaan ini dapat dilihat
pada gambar 3.

8
7. Prognosis
Pada Chorea Sydenham diperkirakan gejala akan berkurang dalam waktu 1 – 6 bulan.
Pada suatu studi retrospektif pada 90 pasien menunjukkan adanya remisi yang sempurna
dari gejala motorik sebanyak 85 % dalam kurun waktu 6 bulan dan sebagai tambahan 5 %
mengalami remisi dalam waktu 1 tahun. Studi prospektif dengan 32 pasien Chorea
Sydenham dan diikuti perjalanan penyakitnya selama 2,5 tahun ditemukan gejala menetap
selama 2 tahun dan lebih dari 50 % kasus. Rekurensi chorea tidak sering ditemukan
kejadiannya.

Kepustakaan
1. Fahn Stanley, Jankovic Joseph, Hallet Mark : Chorea, ballism and athetosis in Principles
and Practice of Movement Disorders Elsevier Saunders 2011, p.335-349

9
2. Wolter Erik, Baumann Christian, Jan Roth : Chorea in Parkinson Disease and Other
Movement Disorders VU University Press 2014, p.535-556
3. Jankovic Joseph, Tolosa Eduardo, Cardoso Fransisco : Chorea, Ballism and Athetosis in
Parkinson’s Disease & Movement Disorders Lippincott Williams & Wilkins 2007, p.236-
245
4. Jankovic Joseph, Tolosa Eduardo, Durr Alexandra : Huntington’s Disease in Parkinson’s
Disease & Movement Disorders Lippincott Williams & Wilkins 2007, p.225-235
5. Wolter E.Ch, Laar T, Berendse H.W : Chorea and Huntington’s Disease in Parkinsonism
and Related Diorders VU University Press 2007, p.393-399
6. Pandey Sanjay. 2013. Chorea. Journal of The Association of Physicians of India.61:471-
483
7. Bhidayasiri R, Truong D.D. 2004. Chorea and Related Disorders. Postgrad Med J.
4;80:527-649
8. Dean Shannon, Singer Harvey S. 2017. Treatment of Sydenham’s Chorea : A Review of
the Current Evidence. Tremor and Other Hyperkinetic Movements 1-13
9. Ekici A, Yakut A, Yimenicioglu S, Carman Kursat B, Saylisoy S. 2014. Clinical and
Neuroimaging Findings of Sydenham’s Chorea. Iran J Pediatr.24;3:300-306
10. Feinstein E, Walker R. 2020. Treatment of Secondary Chorea : A Review of the Current
Literature. Tremor and Other Hyperkinetic Movements.10(1):22,pp.1-14

10

Anda mungkin juga menyukai