BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung yang mempunyai otot dan
mengandung banyak jaringan limfoid. Apendiks vermiformis berbentuk tabung
buntu berukuran sebesar jari kelingking yang terletak pada daerah ileosekal, yaitu
pada apeks sekum. Panjangnya kira-kira 6-9 cm, dan berpangkal di sekum.
Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Namun
demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
melebar pada bagian ujung apendiks terletak di intraperitoneal. Kedudukan ini
memungkinkan apendiks dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak
periteritoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi
lateral kolon asendens.1,2
Posisi pertama dan kedua merupakan posisi yang paling sering ditemukan.1
Posisi apendiks sangat variabel dibandingkan daripada organ-organ lainnya.
Yang paling sering, sekitar 75% terletak di belakang sekum. Sekitar 20%
menggantung ke bawah tulang panggul.3
Persarafan apendiks berasal dari saraf parasimpatis cabang dari n.vagus
yang mengikuti arteri mesentrika superior dan a.appendikularis. Sedangkan saraf
simpatis berasal dari n.thorakalis x. karena itu nyeri visceral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilicus.4
2.4 Apendisitis
2.4.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendisitis akut menjadi
salah satu pertimbangan pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang
menunjukkan gejala iritasi peritoneal. Apendisitis akut adalah frekuensi terbanyak
penyebab persisten, progressive abdominal pain pada remaja. Belakangan ini
gejalanya kadang-kadang dibingungkan karena akut abdomen dapat menyerang
semua usia. Tidak ada jalan untuk mencegah perkembangan dari apendisitis. Satu-
satunya cara untuk menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas adalah
apendiktomi sebelum perforasi ataupun gangrene.9
2.4.2 Epidemiologi
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari.4
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30
9
tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi.4
Angka insiden apendisitis per tahun adalah 1/1000 orang dan angka insiden
apendisitis seumur hidup adalah 7%. Terdapat sedikit peningkatan insiden pada
pria dan apendisitis merupakan kedaruratan bedah tersering pada anak-anak.8
2. Bakteriologi
Ini terjadi karena peristaltic untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada
seluruh saluran cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh perut. Mula-
mula daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi
inflamasi (> 6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat
somatik. Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdomen.10
Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin
lama makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya
kontraksi apendiks, distensi dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding
apendiks yang mengalami peradangan Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu
nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus
dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks
18
dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan
dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri
di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan
menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri
somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan
sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk
ataupun berjalan kaki.10
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara
37,50 – 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi. 10
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi
dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari
tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:9
1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran
kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
5. Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas
oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
6. Obturator sign (+). Obturator sign dengan cara fleksikan paha kanan pasien
pada sendi paha dengan lutut ditekuk, dan kemudian lakukan rotasi tungkai
tersebut ke sebelah dalam pada sendi paha. Manuver ini akan meregangkan
muskulus obturator interna.10
21
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik
normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata
akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam
menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka
tidak terdengar bunyi peristaltik usus.9
Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri bila
daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis
pelvika. Didapatkan nyeri pada jam 9-12. Pada yang mengalami komplikasi,
ampula teraba distensi/ cenderung kolaps pada anak-anak tidak perlu dilakuka
rectal toucher karena apendiksnya berbentuk konus atau pendek.9
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor
Alvarado, yaitu:
Tabel 4. Alvarado’s Score.9
Tanda Skor
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan 1
23
Anoreksia 1
Mual atau Muntah 1
Nyeri di fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur (>37,5C) 1
Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 109/L 2
Neutrofilia dari ≥ 75% 1
Total 10
Interpretasi :
- Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin menderita
apendisitis dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali
gejalanya memburuk.
- Skor 5-6 : dipertimbangkan apendisitis akut tapi tidak perlu
operasi segera
- Skor 7-8 : dipertimbangkan mengalami apendisitis akut
- Skor 9-10: hampir defi-nitif mengalami apendisitis akut dan
dibutuhkan tindakan bedah
2. Radiologi
Pemeriksaan apendikogram merupakan salah satu pemeriksaan alternatif
yang dapat dikerjakan pada penderita dengan kecurigaan apendisitis. Prinsip
24
pemeriksaan ini adalah dengan menggunakan bahan kontras barium sulfat serbuk
halus yang diminum hingga masuk ke daerah apendiks. Hasil dari pemeriksaan,
dapat menunjukkan pengisian apendiks secara penuh (full filling appendix) atau
partial filling appendix atau non filling appendix. Pengisian penuh pada apendiks
dapat menyingkirkan kemungkinan adanya apendisitis, sedangkan non filling atau
partial filling appendix yang disertai maupun tanpa disertai adanya efek massa
ekstrinsik pada cecum merupakan tanda kemungkinan adanya apendisitis.5
Berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat membantu melihat
terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus buntu.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada
jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Foto barium
enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak
adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari
seccum; pengisisan menyingkirkan appendicitis.4
3. Analisa urin
Bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah. sediment dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel
pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis
untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.9
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase
Membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG)
Untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.9
6. Pemeriksaan barium enema
Untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema dan
Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.9
7. CT-Scan dan USG
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
25
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.9
Gambaran radiologik foto polos abdomen dapat berupa apendikolit.dengan
enema barium terdapat non felling appendix,apendiks tampak tidak
bergerak,pengisian apendiks tidak rata atau tertekuk dan adanya retensi barium
setelah 24-28 jam.13
Pemeriksaan USG menunjukkan adanya adema apendiks.(radiologi
diagnostik).13
2.4.7 Penatalaksanaan
3. Rehidrasi
Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).9
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi.
Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.9
1. Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)
2. Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)
3. Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)
Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud
Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid
Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik
laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah
terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih
cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat
peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi.
Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut
abdomen, terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi
meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi.9
a. Open Appendectomy
Tindakan operasi untuk apendisitis akut tanpa perforasi adalah dengan
menggunakan insisi pada right lower quadrant muscle splitting Mc.Burney
(oblique) atau rocky davis (transverse). Insisi yang dilakukan harus mencakup
daeran di mana nyeri tekannya maksimal dirasakan atau dimana teraba masa.9
Apabila telah terjadi perforasi dan terdapta tanda-tanda peritonitis, insisi
yang dilakukan adalah lower midline incision untuk mendapatkan eksposur yang
lebih baik pada kavum peritoneum.9
Setelah dilakukan insisi, lakukan identifikasi caecum. Lanjutkan dengan
identifikasi apendiks dengan mengikuti ketiga tinea coli sampai ke pertemuannya,
30
kemudian ujung apendiks dicari sampai seluruh apendiks dapat terekposur dengan
memobilisasi caecum.9
Lakukan pembebasan apendiks dari mesoapendiks sambil melakukan ligasi
a.apendikularis. setelah apendiks terbebas, lakukan appendectomy. Pada apndiks
perforasi atau gangrenous dilakukan pencucian rongga abdomen dengan normal
saline sampai bersih.9
b. Laparoscopy Appendictomy
Penderita harus dipasang kateter urin dan NGT sebelumnya. Operator
berdiri di sisi kiri penderita dengan monitor pada sisi kanan penderita. Kemudian
dibuat keadaan pneumoperitoneum. Trochar canulla sepanjang 10mm
dimasukkan melalui umbilikus. Forward viewing laparoscopy dimasukkan
melalui kanula tersebut dan dilakukan inspeksi cavum peritoneum. Kemudian
trochar 10mm kedua dimasukkan melalui regio suprapubik pada garis tengah dan
additional 5mm port dibuat di abdomen kanan atas dan kanan bawah.9
Eksposure dilakukan dengan merubah posisi pasien menjadi trendelenburg
dengan sisi kanan lebih tinggi. Identifikasi caecum dan apendiks. Kemudian
lakukan mesoapendiks melalui penarikan tip apendiks dengan atraumatic gasper
yang ditempatkan di trocher abdomen kanan atas. Mesoapendiks dipisahkan
dengan alat stapling atau elektrokauter untuk diseksi dan diklips atau ligating loop
untuk mengikat a. Appendikularis.9
Pemisahan mesoapendiks dilakukan sedekat mungkin dengan apendiks.
Setelah basis apendiks terekposue, 2 ligating loop ditempatkan di proksimal dan
distal basis apendiks. Kemudian laukan apendiktomi denga sassor dan
electrocauterization. Apendiks kemudian dibebaskan melalui trochar yang
terletak di suprapubik.9
31
2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran
32
infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan
begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam
lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin
syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang,
kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang.10
3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4
sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa
apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum
masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis,
lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang telah
mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi,
tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan,
lekosit dan netrofil normal.4
2.4.9 Prognosis
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
Usia
Jenis kelamin
Apendisitis
Suku
Pekerjaan
7.Periapendicular
34
abses
3.Pasien berusia
> 30 tahun
Jenis Perbedaan Rekam Observasi 1.Laki-laki Nominal
Kelamin Medis
biologis dan 2.Perempuan
fisiologis
yang dapat
membedakan
laki-laki
dengan
perempuan.
3. SukuMinang
4. Suku Melayu
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Rumah Sakit Haji Medan diresmikan pada tanggal 4 Juni 1992, berlokasi di
jalan Rumah Sakit Haji Estate di areal tanah seluas 6 ha dengan luas bangunan
13.017,59 m2 . Adapun visi, misi Rumah Sakit Haji Medan adalah:
Visi
Mewujudkan Rumah Sakit Haji Medan sebagai rumah sakit yang
bernafaskan Islam dalam semua kegiatannya di Sumatera Utara.
Misi
a. Pelayanan kesehatan yang Islami dan profesional dengan tetap peduli pada
kaum dhua’fa.
b. Melaksanakan dakwah Islamiah dalam setiap kegiatannya.
c. Sebagai sarana untuk menimba ilmu bagi cendikiawan muslim.
Distribusi data pasien apendisitis berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Usia
usia pasien
Frequency Percent
21-30 24 22,4
>30 41 38,3
Dari data di atas dapat dilihat bahwa penderita apendisitis dengan kelompok
usia <20 tahun adalah sebanyak 42 orang (39,3%), kelompok usia 21-30 tahun
adalah sebanyak 24 orang (22,4%), kelompok usia >30 tahun adalah sebanyak 41
orang (38,3%).
Frequency Percent
Laki-laki 56 52,3
Distribusi data pasien apendisitis berdasarkan suku dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Suku
suku pasien
Frequency Percent
Jawa 26 24,3
Minang 35 32,7
Melayu 16 15,0
orang (24,3%), suku minang adalah sebanyak 35 orang (32,7%), suku melayu
adalah sebanyak 16 orang (15,0%).
Frequency Percent
Pelajar 51 47,7
Wiraswasta 22 20,6
Petani 1 ,9
Distribusi data pasien apendistis dapat dilihat pada tabel berikut ii.
Frequency Percent
Tonsil Appendisitis 1 ,9
40
5.2 Pembahasan
5.2.1 Karakteristik Penderita Apendisitis berdasarkan, Usia, Jenis Kelamin,
Suku, Pekerjaan, dan Diagnosis.
Berdasarkan karakteristik usia pada tabel 5.1. dapat dilihat bahwa penderita
apendisitis paling banyak ditemukan pada kelompok usia <20 tahun adalah
sebanyak 42 orang (39,3%), dan yang paling sedikit kelompok usia 21-30 tahun
adalah sebanyak 24 orang (22,4%). Apendisitis bisa terjadi pada semua kategori
usia, namun dari data yang didapat banyak terjadi pada usia < 20 tahun. Hal
tersebut bisa disebabkan oleh apendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan melebar pada bagian ujung apendiks terletak di intraperitoneal.
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin pada tabel 5.2. dapat dilihat bahwa
penderita apendisitis yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini adalah
penderita apendisitis dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 56 orang (52,3%),
dan jenis kelamin perempuan adalah sebanyak 51 orang (47,7%).
Berdasarkan karakteristik suku pada tabel 5.3. dapat dilihat bahwa penderita
apendisitis terbanyak terdapat pada suku minang adalah sebanyak 35 orang
(32,7%), dan yang paling sedikit pada suku melayu adalah sebanyak 16 orang
(15,0%).
Berdasarkan pekerjaan pada tabel 5.4. dapat dilihat bahwa penderita
apendisitis terbanyak ditemukan pada pelajar. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena sering makan, makanan yang siap saji, yang membuat kurangnya serat.
Akibatnya terjadi kesulitan buang air besar yang akan menyebabkan peningkatan
41
tekanan pada rongga usus dan pada akhirnya menyebabkan sumbatan pada saluran
apendiks.
Berdasarkan tabel 5.5. di atas dapat dilihat bahwa penderita apendisitis yang
didiagnosa paling banyak adalah apendisitis akut adalah sebanyak 32 orang
(29,9%), dan yang didiagnosa paling sedikit adalah tonsil apendisitis sebanyak 1
orang (0,9%), yang didiagnosa dengan peri apendicular abses adalah sebanyak 1
orang (0,9%).
42
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
1. Bagi dokter dan tenaga medis lainnya agar hasil penelitian ini dapat
dijadikan data epidemiologi bagi Rumah Sakit Haji Medan, khususnya
bagian bedah, guna mengambil langkah-langka untuk mencegah dan
menurunkan angka kejadian apendisitis seperti mengedukasi, mendeteksi
dini, ataupun memberikan penatalakanaan yang adekuat.
2. Kepada pihak Rumah Sakit Haji Medan, khususnya yang bertanggun
jawab dalam kelengkapan data rekam medis, seperti dokter dan
paramedis untuk melengkapi data rekam medis serta dengan rapi dan
jelas sehingg pembaca dapat memahami dengan benar dan tepat.
3. Bagi penelitian selanjutnya disarankan agar lebih memperluas cakupan
penelitian seperti menambah variabel penelitian yang lain ataupun
melakukan penelitian yang bersifat analitik sehingga dapat lebih
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran
dan kesehatan.
43
LAMPIRAN
Input Data Penderita Apendisitis Berdasarkan Usia, Jenis kelamin, Suku,
Pekerjaan dan Diagnosis.
SOS a tis
perforasi
19 Andi Hakim 32 Laki-laki Batak PNS Appendisi
Nst tis
perforasi
20 Yusnita 38 Perempuan Jawa Tidak Appendisi
bekerja tis
21 Lamsehat 21 Laki-laki Batak Pelajar Appendisi
Simbolon tis akut
22 Bobbi 25 Laki-laki Minang Tidak Appendisi
Gunawan bekerja tis
perforasi
23 Adi dimas 31 Laki-laki Jawa PNS Appendisi
Gunawan tas kronis
24 Arma Nur 21 Perempuan Jawa Pelajar Appendisi
Indah tis kronis
25 Yusman 38 Laki-laki Melayu Wiraswat Appendisi
bahri a tis kronis
26 Annisa lisma 22 Perempuan Jawa Pelajar Appendisi
sari tis
27 Laila Fatzila 25 Perempuan Minang Tidak Appendisi
bekerja tis
perforasi
28 Suhartono 51 Laki-laki Jawa PNS Appendisi
NG tis Kronis
29 Murniati 33 Perempuan Batak Tidak Appendisi
Lubis bekerja tis
30 Mardi 73 Laki-laki Jawa Tidak Peri
bekerja Appendisi
tis Infiltrat
31 Suhartini 34 Perempuan Jawa Tidak Appendisi
bekerja tis kronis
32 Harianda 19 Perempuan Minang Pelajar Appendisi
Zulaika tis akut
33 Nur 40 Perempuan Melayu Tidak Appendisi
Mawanensih bekerja tis kronis
34 Sherla H. 14 Perempuan Minang Pelajar Appendisi
Lesmana tis kronis
35 Rasya Yuda 5 Laki-laki Minang Tidak Appendisi
bekerja tis
perforasi
36 M. Raja 17 Laki-laki Batak Pelajar Appendisi
Siregar tis
perforasi
37 Erwin 47 Laki-laki Batak Wiraswast Appendisi
matondang a tis
38 M. Rino 16 Laki-laki Minang Pelajar Appendisi
45
perforasi
97 Hepira 16 Perempuan Jawa Pelajar Appendisi
Rahayu tis
Perforasi
98 Anida sari 38 Perempuan Minang Wiraswast Appendisi
a tis
99 Widah 24 Perempuan Batak Pelajar Appendisi
Hanum tis akut
Siregar
100 Putri febriani 24 Perempuan Melayu Pelajar Appendisi
tis
perforasi
101 Febri ahadi 23 Laki-laki Minang Pelajar Appendisi
tis
perforasi
102 Annisa 14 Perempuan Batak Pelajar Appendisi
angraini lubis tis kronis
103 Rohmad 63 Laki-laki Minang Tidak Appendisi
bekerja tis
perforasi
104 M.Arif 10 Laki-laki Minang Pelajar Appendisi
Chairullah tis
Yusuf perforasi
105 Suci asrika 20 Perempuan Batak Pelajar Appendisi
Ayu tis
Marpaung
106 Nurhawani 55 Perempuan Batak Tidak Appendisi
dalimunthe bekerja tis Akut
107 Anil Asran 55 Laki-laki Minang Wiraswast Appendisi
a tis
perforasi