Anda di halaman 1dari 61

F1 – Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Judul: Protokol Kesehatan dalam Normal Baru Era Pandemi COVID-19

Latar Belakang:

COVID-19 merupakan sebuat penyakit yang disebabkan oleh novel coronavirus yang pertama kali
diidentifikasi di Wuhan, China pada akhir tahun 2019. Virus tersebut berhubungan dengan family
virus yang sama dengan virus yang menyebabkan penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Virus).
Virus ini ditransmisikan melalui kontak langsung dengan droplet saluran pernapasan dari orang yang
terinfeksi. Droplet-droplet itu diproduksikan ketika seorang yang terjangkit batuk, bersin, atau
berbicara dan ketika seseorang menyentuh permukaan benda yang telah terkontaminasi oleh virus
tersebut. Novel coronavirus ini dapat bertahan pada permukaan benda selama berjam-jam.

Adapun gejala dari COVID-19 ialah demam, batuk, sesak napas. Pada kasus-kasus berat, infeksi dapat
menimbulkan pneumonia yang dapat berakibat fatal. Gejala-gejala tersebut mirip dengan gejala flu
biasa yang menyebabkan kerancuan dalam identifikasi orang yang terjangkit coronavirus. Namun
belakangan ini, ditemukan banyak kasus COVID-19 yang ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium
seperti rapid test ataupun swab PCR, dinyatakan positif, walaupun pasien tidak menunjukkan gejala
apapun. Kasus-kasus seperti inilah yang membuat perlu ditingkatkannya kewaspadaan terhadap OTG
(Orang tanpa Gejala) yang berpotensi menularkan virus tanpa disadari.

Menurut data pada tanggal 1 Juli 2020, pembaharuan jumlah kasus baru yang terdapat di seluruh
dunia ialah 10,5 juta orang. Sedangkan di Indonesia, ditemukan 57.790 kasus (dengan penambahan
1.293 kasus), kasus sembuh 25.595, kasus meninggal 2.934. Provinsi Jawa Barat mencatat cukup
banyak kasus COVID-19, yaitu sebanyak 3.276 kasus, kasus sembuh 1.622, kasus meninggal 177.

Seiring berjalannya waktu, penyebaran dari COVID-19 begitu meningkat sehingga dalam 2 minggu
terakhir terdapat penambahan kasus baru hingga di atas 1000 kasus per hari. Meskipun demikian,
kebijakan pemerintah telah perlahan-lahan mulai membuka kembali dan memberikan ijin terhadap
kegiatan-kegiatan yang sebelumnya dihindari, namun dengan batasan-batasan tertentu. Hal itu
diketahui sebagai era normal baru atau new normal.

Mengingat banyaknya jumlah kasus total dan kasus baru yang ditemukan di Indonesia, terutama di
Jawa Barat, perlu ditingkatkan kewaspadaan dan pengenalan akan protocol Kesehatan di era normal
baru yang saat ini sudah mulai digagas dan dilaksanakan menurut kebijakan pemerintah.

Permasalahan:

- Minimnya pengetahuan masyarakat sekitar akan protokol kesehatan di era normal baru.
- Minimnya kepatuhan masyarakat untuk tertib melakukan protokol kesehatan di era normal
baru, terutama dalam penggunaan masker, cuci tangan dan menjaga jarak fisik.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:


- Melakukan penyuluhan mengenai definisi, dan protokol kesehatan era normal baru,
khususnya di tempat umum, tempat bekerja dan transportasi umum.
- Melakukan pemeragaan pemakaian masker dengan benar, mencuci tangan dengan benar
dan ketertiban dalam menjaga jarak fisik.

Pelaksanaan:

Hari Rabu, 1 Juli 2020, telah dilaksanakan penyuluhan dengan topik Protokol Kesehatan dalam
Normal Baru di Era Pandemi COVID-19. Penyuluhan dilaksanakan di Ruang Tunggu Pasien dan
Pengantar di Puskesmas Cigudeg, pukul 08.30 WIB dan dihadiri oleh 32 orang. Penyuluhan dilakukan
dengan dibantu media visual yaitu powerpoint. Kegiatan tersebut berlangsung selama kurang lebih
15 menit. Materi yang disampaikan ialah protokol-protokol Kesehatan di era normal baru yaitu
pemakaian masker, mencuci tangan lebih sering, serta menjaga jarak di tempat umum, tempat
bekerja dan transportasi umum. Setelah pemaparan materi mengenai normal baru, dilaksanakan
peragaan dalam pemakaian masker dengan baik dan benar yang menutupi hidung mulut serta dagu,
serta terus mengajak pengunjung untuk selalu mengenakan masker setiap kali pergi ke luar rumah.
Kegiatan dilanjutkan peragaan dalam mencuci tangan dengan 6 langkah, dianjurkan dengan air
mengalir dan sabun minimal 20 detik atau dengan menggunakan hand sanitizer. Di area Puskesmas
telah disediakan tempat-tempat hand sanitizer dan diharapkan pengunjung Puskesmas dapat lebih
sering menggunakannya. Telah dilaksanakan pemeragaan jarak yang perlu dijaga dengan orang lain
saat pergi ke luar rumah yaitu sekitar 1,5 meter.

Monitoring:

Memastikan masyarakat kecamatan Cigudeg, terutama pengunjung Puskesmas untuk senantiasa


menggunakan masker dengan benar, rutin mencuci tangan serta menjaga jarak fisik dengan orang
lain minimal 1,5 meter.
F1 – Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Judul: Mencegah Diare dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Latar Belakang:

Gastroenteritis Akut (GEA) ialah penyakit yang terjadi akibat peradangan pada mukosa dinding
lambung yang ditandai dengan keluhan mual, muntah-muntah, diare, dan demam. Penyakit ini
banyak disebabkan oleh infeksi dari bakteri campylobacter, yang dapat menimbulkan dehidrasi,
kehilangan elektrolit, dan jika pada kondisi yang berat maka dapat menimbulkan kematian. GEA
seringkali terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa, bahkan dapat menyebabkan
malnutrisi.

Data epidemiologis pada beberapa literatur menyatakan sekitar 1,7 miliar orang di dunia mengalami
diare setiap tahunnya. Menurut Riskerdas tahun 2007, diare menjadi penyebab kematian nomor
satu pada balita. Pada tahun 2013, sebanyak 3,5 % penduduk di Indonesia mengalami diare dan
sebagian besar pada kelompok balita. Gastroenteritis Akut (GEA) menduduki posisi ke- 4 setelah
Hipertensi, ISPA dan Myalgia di Puskesmas Cigudeg pada tahun 2018.

Timbulnya GEA erat hubungannya dengan sanitasi yang dijaga. Seringkali diare terjadi akibat higiene
yang buruk, seperti makan atau mengolah makanan sebelum mencuci tangan dengan benar, tidak
memerhatikan kebersihan tangan, merebus air tidak sampai matang atau mengolah makanan yang
tidak matang dengan sempurna.

Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kesadaran masyarakat untuk lebih memperhatikan perilaku
hidup yang bersih dan sehat.

Permasalahan:

- Banyaknya pasien yang datang dengan keluhan muntah dan diare.


- Kurangnya perhatian masyarakat akan perilaku hidup bersih dan sehat.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Penyuluhan dengan topik 10 indikator perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga

Pelaksanaan:

Penyuluhan dilaksanakan pada hari Rabu 15 2020 pukul 08.30 di Ruang Tunggu Pasien dan
Pengantar Puskesmas Cigudeg. Kegiatan dihadiri oleh 32 orang pengunjung Puskesmas. Kegiatan
berlangsung selama kurang lebih 15 menit, menyampaikan 10 indikator perilaku hidup bersih dan
sehat di rumah tangga. Adapun kesepuluh indicator tersebut ialah memastikan bahwa persalinan
ditolong oleh tenaga Kesehatan baik dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum
maupun bidan; memberikan ASI eksklusif kepada bayi usia 0-6 bulan, dan ASI dilanjutkan ditambah
dengan makanan pendamping ASI hingga usia 2 tahun; menimbang balita (12-60 bulan) setiap bulan
dan tercatat dalam kartu menuju sehat; menggunakan air bersih untuk kegiatan sehari, memenuhi
syarat air bersih dan sumber air bersih memiliki jarak minimal 10 meter dari sumber pencemar; rajin
mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun; menggunakan jamban sehat; memberantas jentik
nyamuk di rumah minimal 1 kali dalam seminggu; mengonsumsi sayur dan buah setiap hari;
melakukan aktifitas fisik setiap hari minimal 30 menit/hari; tidak merokok di dalam rumah.

Monitoring:

Masyarakat memahami dan mulai membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat, kasus
gastroenteritis berkurang.
F1 – Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Judul: Mencegah Dislipidemia dengan Mengatur Pola Makan

Latar Belakang:

Menurut data yang dihimpun oleh Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO)
pada tahun 2018, sebanyak 37 % laki-laki dan 40 % perempuan di dunia memiliki kadar kolesterol
yang tidak normal. Sebanyak 2,6 juta penduduk di antaranya meninggal dunia. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Badan Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) tahun 2013,
sebanyak 35,5 % penduduk yang berusia diatas atau sama dengan 15 tahun terdeteksi memiliki
kadar kolesterol diatas nilai normal, yang menurut NCEP ATP III, yaitu kolesterol total > 200 mg/dL.
Hanya sejumlah 31,3 % penduduk yang memiliki hiperkolesterolemia tersebut yang menjalankan
pengobatan hingga mencapai target terapi. Padahal, menurut The CEPHEUS Pan-Asian Survey tahun
2011, dislipidemia turut mengambil peran dalam perjalanan penyakit aterosklerosis yang dapat
bermanifestasi dalam penyakit jantung coroner (PJK) dan Stroke. Kedua penyakit tersebut
merupakan dua penyakit yang paling banyak menimbulkan kematian.

Dislipidemia juga merupakan salah satu faktor risiko utama dalam penyakit Hipertensi. Dicantumkan
dalam laporan yang dibuat oleh Riskesdas 2018, jumlah penduduk berusia ≥ 18 tahun yang
terdiagnosis memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi ialah sebanyak 8,8 %. Dimana dalam data
tersebut, provinsi Jawa Barat menempati posisi ke-8 dari 35 provinsi. Tercantum dalam Resume
Profil Kesehatan Kabupaten Bogor pada tahun 2015, Kecamatan Cigudeg memiliki jumlah penduduk
23,417 penduduk. Hanya sebanyak 189 orang dari total jumlah penduduk yang dilakukan
pengukuran tekanan darah, yaitu sebesar 0,81 % dari total jumlah penduduk.

Kadar kolesterol yang tinggi atau dislipidemia merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
dapat dicegah. Upaya pencegahan dari penyakit tersebut salah satunya ialah menjaga kebiasaan
atau pola hidup yang baik, terutama dalam mengatur pola makan. Dengan mengurangi makanan
yang berlemak dan melakukan aktivitas fisik secara rutin maka akan berdampak pula pada kadar
kolesterol dalam darah. Oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan mengenai pola makan yang baik
untuk mencegah dislipidemia.

Permasalahan:

- Banyaknya masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Cigudeg yang berkunjung memiliki


tekanan darah tinggi dan tidak sedikit pula yang setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
ternyata memiliki kadar kolesterol yang abnormal.
- Kebiasan atau pola makan masyarakat yang banyak mengonsumsi lemak dan gorengan
akibat ketidaktahuan akan faktor risiko terjadinya dislipidemia yang diakibatkan oleh pola
makan yang salah.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan penyuluhan mengenai dislipidemia dan cara mencegahnya dengan mengubah


pola makan dan melakukan aktivitas fisik secara teratur.
Pelaksanaan:

Kegiatan dilaksanakan pada hari Kamis, 9 Juli 2020, pk. 08.30 di Ruang Tunggu Pasien dan Pengantar,
Puskesmas Cigudeg. Acara dihadiri oleh 22 orang dan berlangsung selama kurang lebih 15 menit,
menyampaikan definisi dari dislipidemia, faktor risiko, komplikasi dan cara-cara pencegahannya.
Adapun salah satu cara untuk mencegah penyakit tersebut ialah dengan membatasi makanan
berlemak seperti gorengan, jeroan, kuning telur, daging dan lain-lain. Membatasi karbohidrat yang
berlebihan seperti nasi, kentang, mie dll. Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung lemak
baik seperti ikan, alpukat dan kacang-kacangan. Selain mengatur pola makan, masyarakat juga diajak
untuk melakukan aktivitas fisik selama kurang lebih 30 menit setiap harinya, 5-7 kali dalam
seminggu. Aktivitas fisik yang dianjurkan ialah yang berintensitas ringan sampai sedang seperti jalan
pagi, kegiatan-kegiatan membersihkan rumah, bersepeda dan lain-lain.

Monitoring:

- Masyarakat memahami dan menerapkan pola makan yang sehat untuk mencegah
dislipidemia, khususnya bagi pasien-pasien yang sudah memiliki riwayat dislupidemia, agar
kadar kolesterol dalam darah dan tekanan darahnya terkontrol.
F1 – Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Judul: Pre-eklamsia dan Cara Pencegahannya

Latar Belakang:

Preeklamsia adalah sebuah kondisi yang dapat terjadi setelah kehamilan 20 minggu. Kriteria
minimum preeklamsia adalah ditemukannya hipertensi serta proteinuria. Hipertensi dalam
kehamilan ditemukan pada 10% ibu hamil di seluruh dunia, termasuk di dalamnya preeklamsia dan
eklamsia, hipertensi gestasional, dan hipertensi kronis. Preeklamsia dapat menimbulkan masalah
saat kehamilan dan pasca persalinan. Masalah yang timbul saat kehamilan dapat menimbulkan
gangguan kardiovaskuler, paru, ginjal, darah, mata, hepar, hingga menyebabkan kematian. Masalah
yang dapat timbul pada ibu setelah kehamilan dengan preeklamsia juga berbahaya, seperti penyakit
kardiometabolik (seperti hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, dan tromboemboli vena).
Terminasi kehamilan yang harus dilakukan pada ibu hamil dengan preeklamsia menyebabkan bayi
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akibat persalinan prematur. Hal tersebut akan menyebabkan
pertumbuhan bayi terhambat.
Ibu hamil yang mengalami komplikasi kehamilan diperkirakan sebanyak 8 juta wanita per tahun di
seluruh dunia. Sebagian diantaranya yaitu lebih dari setengah juta ibu hamil meninggal dunia.
Sebanyak 99% kematian ibu hamil berasal dari negara-negara berkembang. Target Millenium
Development Goals (MDGs) untuk tahun 2015 perihal Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 102 per
100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara, yaitu
359 per 100.000 kelahiran hidup. Keadaan tersebut menyebabkan tidak tercapainya target yang
telah ditetapkan, yang kemungkinan dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah
kehamilan berisiko.
Menurut World Health Organization (WHO), penyebab kematian ibu terbanyak di dunia adalah
perdarahan, sekitar 30% dari total jumlah kematian ibu. Dilanjutkan dengan hipertensi dalam
kehamilan, yaitu sebesar 25% dari total jumlah kematian ibu yang kemudian diikuti oleh infeksi yang
menempati 12% dari total jumlah kematian ibu. Kasus preeklamsia, yang banyak menyebabkan
kematian ibu, tercatat 7 kali lebih tinggi terjadi di negara-negara berkembang dibandingkan dengan
negara-negara maju. Sekitar 1 per 10 kematian ibu di Asia dan Afrika berhubungan dengan adanya
hipertensi dalam kehamilan.
Insidens preeklamsia di Indonesia berkisar antara 3 – 10%. Diantaranya yang menyebabkan kematian
ibu adalah sebanyak 39,5% pada tahun 2001 dan 55,56% pada tahun 2002. Pada tahun 2019 di
wilayah kerja Puskesmas Cigudeg tercatat sebanyak 4 ibu mengalami pre-eklamsia, 54 ibu
mengalami Pre-eklamsia Berat dan 7 ibu mengalami Eklamsia. Hal tersebut menjadi perhatian
mengingat tingginya risiko bagi ibu dan janin. Berdasarkan deteksi dini yang dilakukan tanggal 10 Juli
2020, ditemukan 3 dari 4 ibu hamil yang ternyata mengalami pre-eklamsia ringan.
Pre-eklamsia memiliki faktor risiko yang sesungguhnya dapat dicegah. Oleh karena itu dirasa perlu
untuk dilakukan penyuluhan agar wanita usia subur pada wilayah kerja Puskesmas Cigudeg dapat
merencanakan kehamilannya bebas pre-eklamsia.

Permasalahan:

- Banyaknya ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Cigudeg yang memiliki riwayat hipertensi.
- Banyaknya jumlah ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Cigudeg yang mengalami pre-
eklamsia dan eklamsia berdasarkan data terakhir tahun 2019.
- Kurangnya kesadaran wanita usia subur akan bahaya pre-eklamsia dan cara-cara
mencegahnya.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Penyuluhan mengenai penyakit pre-eklamsia dan cara mencegahnya dengan faktor risiko
yang dapat dimodifikasi.

Pelaksanaan:

Pada hari Senin, 20 Juli 2020 dilakukan kegiatan berupa penyuluhan di Ruang Tunggu Pasien dan
Pengantar Puskesmas Cigudeg. Kegiatan dilaksanakan pada pukul 08.30 dan dihadiri oleh sebanyak
37 orang dan berlangsung selama sekitra 15 menit. Materi yang disampaikan ialah definisi dari pre-
eklamsia, tanda dan gejalanya, komplikasi yang dapat terjadi, faktor risiko, dan cara-cara
pencegahannya. Adapun cara pencegahannya ialah dengan merencanakan kehamilan pada usia yang
sesuai yaitu antara usia 20-35 tahun, olahraga teratur, membatasi garam dan penyedap rasa,
membatasi makanan dan minuman manis, memeriksakan kehamilannya pada tenaga yang sudah
terlatih sebanyak minimal 4 kali selama kehamilan dan minum cukup air putih.

Monitoring:

Masyarakat memahami bahaya pre-eklamsia dan mengetahui cara pencegahannya. Diharapkan


masyarakat dapat mengikuti pola hidup sehat sesuai yang disampaikan dalam penyuluhan dan
merencanakan kehamilan sesuai yang dianjurkan.
F1 – Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Judul: Edukasi dan Penyuluhan Mengenai Diabetes Mellitus pada Lansia di Desa Banyuwangi,
Kecamatan Cigudeg

Latar Belakang:

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang dapat ditimbulkan akibat pola
gaya hidup atau perilaku yang tidak sehat. Adapun faktor risiko yang dapat memberikan pengaruh
akan timbulnya diabetes mellitus ialah kebiasan makan makanan manis dan minuman manis, banyak
mengonsumsi karbohidrat yang melebihi anjuran, kurangnya konsumsi serat dari sayur atau buah-
buahan dan kurangnya aktifitas fisik.

Pada kegiatan Posbindu di Desa Banyuwangi, Kecamatan Cigudeg, terdapat beberapa lansia yang
memiliki riwayat diabetes mellitus sebelumnya, maupun lansia yang baru terdeteksi memiliki kadar
gula darah sewaktu diatas nilai normal dan terdiagnosis dengan diabetes mellitus. Banyak dari lansia
yang datang kurang mengerti dan menyadari apabila penyakit tersebut dapat diakibatkan oleh faktor
makanan yang sebenarnya mudah untuk dimodifikasi. Untuk mencegah timbulnya diabetes mellitus
ataupun untuk mengontrolnya dan mencegah agar kadar gula dalam darah tidak semakin meningkat
maka diperlukan penyampaian informasi berupa edukasi dan penyuluhan mengenai cara-cara
mencegah dan mengotrol diabetes mellitus.

Permasalahan:

- Banyak lansia di Desa Banyuwangi, Kecamatan Cigudeg yang memiliki riwayat dan terdeteksi
memiliki diabetes mellitus tipe 2.
- Banyak dari lansia tersebut yang kurang memahami cara-cara untuk mencegah dan
mengontrol gula darah, terutama dalam pengobatan non-medikamentosa.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Edukasi dan penyuluhan kepada setiap lansia yang memiliki riwayat atau yang baru
terdiagnosa memiliki diabetes mellitus tipe 2 akan pola hidup yang sehat dengan mengatur
pola makan dan melakukan aktifitas fisik secara teratur.

Pelaksanaan:

Pada hari Jumat, 24 Juli 2020 di Balai Desa, Desa Banyuwangi, Kecamatan Cigudeg, telah dilakukan
skrining atau deteksi dini penyakit tidak menular kepada lansia warga Desa Banyuwangi. Tidak
sedikit di antara lansia tersebut yang ternyata memiliki riwayat diabetes mellitus maupun yang beru
terdiagnosa memiliki diabetes mellitus berdasarkan hasil pemeriksaan GDS yang memiliki nilai diatas
normal (>200 mg/dL). Kepada lansia-lansia tersebut diberikan penyuluhan dan edukasi untuk
mengontrol dan mencegah gula darah semakin tinggi. Adapun informasi yang disampaikan ialah
definisi dari diabetes mellitus berdasarkan hasil pemeriksaan darah (dalam hal ini GDS yang sedang
dilakukan saat Posbindu), bagaimana penyakit ini dapat timbul dikarenakan gaya hidup yang kurang
sehat, menganjurkan lansia untuk makan 3 kali porsi biasa dengan 2 kali selingan, membatasi
konsumsi karbohidrat (nasi putih tidak lebuh dari 1 centong tiap kali makan), membatasi konsumsi
gula (mengurangi makanan dan minuman manis, mengurangi konsumsi buah-buahan musiman),
meningkatkan konsumsi sayur dan buah setiap hari (kurang lebih sebanyak 1 mangkok kecil per porsi
dalam tiap kali makan), melakukan aktifitas fisik intensitas sedang seperti berjalan kaki selama 30
menit per hari sebanyak 3-5 kali per minggu.

Dianjurkan juga kepada lansia yang memiliki diabetes mellitus untuk secara rutin kontrol dan
memeriksakan dirinya ke Puskesmas dan mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter secara
teratur.

Monitoring:

- Lansia dengan diabetes mellitus tipe 2 memahami dan mulai mengubah kebiasaannya
terutama dalam hal pola makan dan aktifitas fisik.
- Lansia dengan diabetes mellitus tipe 2 melakukan pemeriksaan secara rutin di Puskesmas
dan mengonsumsi obat secara teratur.
F2 – Upaya Kesehatan Lingkungan

Judul: Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Latar Belakang:

Gastroenteritis Akut (GEA) ialah penyakit yang terjadi akibat peradangan pada mukosa dinding
lambung yang ditandai dengan keluhan mual, muntah-muntah, diare, dan demam. Penyakit ini
banyak disebabkan oleh infeksi dari bakteri campylobacter, yang dapat menimbulkan dehidrasi,
kehilangan elektrolit, dan jika pada kondisi yang berat maka dapat menimbulkan kematian. GEA
seringkali terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa, bahkan dapat menyebabkan
malnutrisi.

Data epidemiologis pada beberapa literatur menyatakan sekitar 1,7 miliar orang di dunia mengalami
diare setiap tahunnya. Menurut Riskerdas tahun 2007, diare menjadi penyebab kematian nomor
satu pada balita. Pada tahun 2013, sebanyak 3,5 % penduduk di Indonesia mengalami diare dan
sebagian besar pada kelompok balita. Gastroenteritis Akut (GEA) menduduki posisi ke- 4 setelah
Hipertensi, ISPA dan Myalgia di Puskesmas Cigudeg pada tahun 2018.

Timbulnya GEA erat hubungannya dengan sanitasi yang dijaga. Seringkali diare terjadi akibat higiene
yang buruk, seperti makan atau mengolah makanan sebelum mencuci tangan dengan benar, tidak
memerhatikan kebersihan tangan, merebus air tidak sampai matang atau mengolah makanan yang
tidak matang dengan sempurna.

PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di rumah tangga adalah upaya untuk
memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup
bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Tujuan dari upaya
tersebut ialah agar tercapainya lingkungan yang sehat, tidak mudah sakit, anak tumbuh sehat dan
cerdas, masyarakat dapat lebih mengupayakan pemenuhan gizi keluarga.

Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kesadaran masyarakat untuk lebih memperhatikan perilaku
hidup yang bersih dan sehat dan memperhatikan sanitasi yang lebih baik.

Permasalahan:

- Kurangnya perhatian masyarakat akan perilaku hidup bersih dan sehat.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Penyuluhan dengan topik 10 indikator perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga

Pelaksanaan:

Penyuluhan dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Juli 2020 pukul 08.30 di Ruang Tunggu Pasien dan
Pengantar Puskesmas Cigudeg. Kegiatan dihadiri oleh 32 orang pengunjung Puskesmas. Kegiatan
berlangsung selama kurang lebih 15 menit, menyampaikan 10 indikator perilaku hidup bersih dan
sehat di rumah tangga. Adapun kesepuluh indicator tersebut ialah memastikan bahwa persalinan
ditolong oleh tenaga Kesehatan baik dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum
maupun bidan; memberikan ASI eksklusif kepada bayi usia 0-6 bulan, dan ASI dilanjutkan ditambah
dengan makanan pendamping ASI hingga usia 2 tahun; menimbang balita (12-60 bulan) setiap bulan
dan tercatat dalam kartu menuju sehat.

Selain indicator-indikator tersebut, ditekankan juga kepada masyarakat untuk selalu menggunakan
air bersih untuk kegiatan sehari. Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan air bersih
ialah air tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung logam berat dan memiliki
tingkat keasaman atau pH yang normal. Selain itu sumber air bersih harus dipastikan memiliki jarak
minimal 10 meter dari sumber pencemar seperti septic tank, tempat pembuangan sampah atau
libah. Disampaikan juga agar masyarakat lebih rajin mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun,
selama minimal 20 detik. Diharapkan masyarakat juga menggunakan jamban sehat, yang memiliki
lingkungan yang bersih dan tidak berbau, tidak mencemari sumber air yang ada di sekitar dan tidak
mengundang datangnya lalat atau serangga lain yang dapat menularkan penyakit. Masyarakat juga
diharapkan memberantas jentik nyamuk di rumah minimal 1 kali dalam seminggu; mengonsumsi
sayur dan buah setiap hari; melakukan aktifitas fisik setiap hari minimal 30 menit/hari; tidak
merokok di dalam rumah.

Monitoring:

Masyarakat memahami dan mulai membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat, kasus
gastroenteritis berkurang.
F2 – Upaya Kesehatan Lingkungan
Judul: Edukasi Pentingnya Menjaga Kebersihan kepada Keluarga Pasien yang mengalami Gastroenteritis

Latar Belakang:

Pada hari Kamis, 2 Juli 2020, sebanyak tiga orang, jenis kelamin perempuan, usia 46 th, 25 th dan 23
th datang ke IGD Puskesmas Cigudeg dengan keluhan yang sama, yaitu mual-muntah dan BAB cair,
berlendir namun tidak ada darah dan berbau busuk sejak kurang lebih 1 hari yang lalu. Keluhan
tersebut mulai dirasakan sejak mengonsumsi ikan tongkol yang diolah sendiri di rumah. Keluhan lain
yang dirasakan ialah lemas, sakit kepala, demam. Ketiga pasien tersebut memiliki hubungan keluarga
yang tinggal satu rumah. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran kompos mentis pada ketiga
pasien tersebut, tekanan darah bervariasi dari normal hingga hipotensi, frekuensi nadi isi cukup dan
cenderung meningkat, suhu tubuh meningkat, frekuensi napas cenderung meningkat. Pemeriksaan
daerah kepala dan toraks dalam batas normal, pemeriksaan abdomen tampak darat, tidak terlihat
pergerakan dinding usus, bising usus positif meningkat, timpani pada seluruh regio abdomen, dan
terdapat nyeri perut, terutama pada regio epigastric, hipokondriaka sinistra, umbilical, iliaka dextra
et sinistra, serta regio hipogastrik. Turgor kulit masih dalam batas normal. Kepada ketiga pasien
tersebut telah dilakukan perawatan dan diberikan terapi IVFD RL, Ranitidin Inj., Ondansentron Inj,
Paracetamol per oral, Attapulgite per oral dan Cotromoxazole per oral.

Permasalahan:

- Kurangnya kesadaran dan upaya untuk menjaga kebersihan baik dalam pengolahan
makanan maupun kebersihan di rumah dan lingkungan sekitar

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Edukasi mengenai pentingnya selalu menjaga kebersihan terutama dalam mengolah


makanan.

- Edukasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat.

Pelaksanaan:

Edukasi diberikan kepada keluarga pasien yang mengantar di IGD Puskesmas Cigudeg, pada hari
Kamis, 2 Juli 2020. Adapun materi yang disampaikan ialah pentingnya membersihkan bahan
makanan dengan air mengalir, dan diperhatikan dengan baik hingga seluruh bagian bahan makanan
makanan terlihat bersih. Mengolah bahan-bahan makanan tersebut hingga matang menyeluruh.
Selain itu diingatkan juga untuk selalu merebus air minum hingga mendidih, menjelaskan kriteria air
minum yang baik, yaitu air minum yang bening, tanpa bau, tanpa rasa, tidak berwarna dan tidak ada
endapan. Edukasi kepada keluarga untuk sebisa mungkin makan makanan yang dimasak sendiri di
rumah yang lebih terjamin kebersihannya. Menjaga kebersihan lingkungan, seperti memberikan
perhatian pada cara mengolah sampah, memperhatikan lokasi septic tank dan jaraknya dengan
sumber air bersih, membersihkan tempat-tempat penampung air agar terhindar dari penyakit lain.
Monitoring:

Kondisi ketiga pasien yang dirawat semakin baik, diharapkan melakukan kontrol post rawat inap di
poli umum tiga hari setelah lepas rawat inap, serta tidak ada lagi anggota keluarga lain yang
mengalami kejadian serupa.
F2 – Upaya Kesehatan Lingkungan
Judul: Edukasi Pemberantasan Jentik Nyamuk kepada Keluarga Pasien yang Mengalami Demam
Dengue

Latar Belakang:

Demam Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan melalui
gigitan nyamuk aedes. Di Indonesia, penyakit ini banyak ditemukan dikarenakan vektor pembawa
virus tersebut menyebar luas. Penyakit ini menimbulkan gejala demam tinggi bersifat akut, yang jika
berlanjut lebih parah dan menimbulkan perdarahan dapat menjadi demam berdarah dengue yang
dapat pula menimbulkan syok hingga kematian.

Menurut World Health Organisation (WHO) terdapat peningkatan jumlah kasus infeksi dengue
sebanyak 3 kali dalam 50 tahun terakhir. Di Indonesia, berdasarkan data profil Kesehatan Indonesia
pada tahun 2011, kasus dengue mencapai hingga 65.432 kasus.

Pada hari Senin, 6 Juli 2020, datang seorang pasien anak perempuan berusia 12 tahun diantar oleh
ibunya dengan keluhan demam sudah sejak 4 hari yang lalu. Demam tidak kunjung turun walaupun
sudah minum obat penurun panas, namun pada hari ini (hari ke-4) demam turun. Pasien
mengeluhkan nyeri-nyeri pada badan, sakit kepala, lemas, mual. BAB cair dan tanda-tanda
perdarahan disangkal. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, maka
dapat ditegakkan diagnosis Demam Dengue. Pasien kemudian dirawat di ruang rawat inap
Puskesmas dan diberikan terapi sesuai gejala.

Penyakit yang disebabkan virus Dengue ini sebenarnya dapat dicegah apabila masyarakat
memperhatikan tempat-tempat yang berpotensi sebagai sarang nyamuk, seperti tempat-tempat
penampungan air, wadah-wadah tanaman, saluran air dan sebagainya. Jika pada tempat-tempat
tersebut sering dikuras atau dibersihkan maka jentik-jentik nyamuk pembawa virus tersebut akan
mati dan mencegah terjadinya infeksi virus Dengue.

Permasalahan:

- Kurangnya pemahaman masyarakat terutama keluarga pasien yang bersangkutan akan


pentingnya secara rutin memberantas jentik nyamuk.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai cara-cara memberantas jentik nyamuk di
rumah.

Pelaksanaan:

Kegiatan dilaksanakan pada hari Senin, 6 Juli 2020 di ruang IGD kepada pasien dan 2 orang anggota
keluarga lainnya. Edukasi berlangsung selama sekitar 10 menit. Adapun materi yang disampaikan
ialah cara-cara memberantas jentik-jentik nyamuk atau sarang nyamuk. Kegiatan tersebut dikenal
dengan singkatan 3M, yaitu: Menguras, Menutup, Mengubur (plus Menghindari gigitan nyamuk).
Pertama-tama, perlu dilakukan identifikasi tempat-tempat yang sekiranya berpotensi menjadi sarang
nyamuk, yaitu tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, WC, ember berisi air, vas bunga,
talang air, pot, lubang pohon, pagar bambu dan sebagainya. Setelah itu melakukan menguras dan
menyikat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tatakan pot kembang dan tempat air
minum burung. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti lubang pohon, lekukan-
lekukan yang dapat menampung air hujan. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang
dapat menampung air seperti ban bekas, kaleng bekas, plastik-plastik yang dibuang sembarangan
(bekas botol/ gelas aqua, plastik, dan sebagainya. Selain itu dijelaskan juga mengenai cara-cara
menghindari gigitan nyamuk, yaitu dengan menggunakan kelambu saat tidur, memakai obatyang
dapat mencegah gigitan nyamuk, menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar,
mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang baik di dalam rumah, dll.

Monitoring:

Kondisi pasien yang dirawat di Puskesmas semakin baik, diharapkan pasien akan kontrol kembali ke
poli setelah dipulangkan. Saat kontrol akan dievaluasi apakah keluarga sudah memahami dan
melakukan cara-cara memberantas sarang nyamuk. Diharapkan tidak ada anggota keluarga lain yang
mengalami demam dengue.
F2 – Upaya Kesehatan Lingkungan

Judul: Edukasi Eradikasi Sarcoptes Scabiei kepada Keluarga yang Menderita Scabies

Latar Belakang:

Scabies merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat infeksi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei yang
dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan kulit penderita maupun kontak tidak langsung
(melalui benda seperti handuk, sprei dan sebagainya). Kelainan yang terjadi pada kulit disebabkan
oleh garukan akibat gatal dan aktifitas tungau scabies. Gatal yang terjadi dapat terjadi akibat
sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau.

Pada hari Senin 27 Juli 2020 di poli umum Puskesmas Cigudeg terdapat satu keluarga yang
beranggotakan lima orang dengan keluhan yang sama, yaitu gatal-gatal terutama pada sela-sela jari
tangan dan kaki yang semakin hebat dirasakan menjelang malam dan pada malam hari. Kelainan
kulit yang ditemukan pada kelima anggota keluarga tersebut ialah berupa papul, vesikel dan
terdapat lesi berupa erosi, ekskoriasi dan krusta. Pada dua orang anggota keluarga tersebut
ditemukan terdapat infeksi sekunder sehingga ditemukan pus. Melalui hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik maka dapat ditegakkan diagnosis kerja Skabies pada kelima anggota keluarga
tersebut.

Permasalahan:

- Kurangnya pemahaman akan penyakit scabies, cara penularan , pengobatan dan


pencegahannya.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Pengobatan medikamentosa yang sesuai


- Edukasi mengenai definisi penyakit Skabies, cara penularan, pengobatan serta eradikasi
tungai scabies.

Pelaksanaan:

Pada hari Senin, 27 Juli 2020 di Poli Umum Puskesmas Cigudeg telah disampaikan kepada sebuah
keluarga yang beranggotakan lima orang mengenai penyakit yang sedang dideritanya, yaitu Skabies.
Penjelasan mengenai defines scabies, gejalanya seperti gatal pada malam hari, menyerang
sekelompok orang, ditemukan kelainan kulit berupa papul/vesikel dan dapat ditemukan infeksi
sekunder. Menjelaskan cara penularannya yaitu dapat melalui kontak langsung dengan kulit
penderita maupun secara tidak langsung seperti melalui handuk yang dipakai bersama, sprei tempat
tidur, pakaian, dan sebagainya. Cara untuk membasmi atau eradikasi tungau scabies ialah dengan
merendam baju, handuk, sprei yang telah digunakan ke dalam air panas, menjemur tempat tidur,
bantal dan guling di bawah sinar matahari serta menjaga kebersihan diri, mengusahakan untuk tidak
semakin menggaruk area yang terinfeksi agar tidak timbul infeksi sekunder. Kepada pasien juga telah
diberikan penatalaksanaan medikamentosa yang sesuai dan tersedia di Puskesmas.
Monitoring:

- Diharapkan keluarga tersebut kontrol ke Puskesmas untuk mengevaluasi keberhasilan


terapi medikamentosa maupun non-medikamentosa, terutama apabila keluhan masih
berlanjut.
F2 – Upaya Kesehatan Lingkungan

Judul: Edukasi Pemakaian Masker dan Etika Batuk terhadap Pasien dengan Tuberkulosis Paru.

Latar Belakang:

Tuberkulosis paru ialah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang
ditularkan melalui inhalasi droplet nuclei dari penderita ketika ia batuk, bersin, maupun berbicara.
Droplet tersebut kemudian masuk ke saluran napas dan bersarang di jaringan paru orang yang
ditularkannya. Adapun tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan ialah batuk selama lebih dari tiga
minggu disertai dahak dengan atau tanpa darah, lemas dan tidak nafsu makan, berat badan
menurun, keringat malam, nyeri dada dan sesak napas, demam, serta menggigil. Untuk mencegah
atau memutus rantai penularannya, penderita tuberculosis paru diharapkan mematuhi program
pengobatan selama minimal 6 bulan sampai tuntas dan dinyatakan sembuh. Selain itu, sangat
penting untuk diperhatikan bagi pasien TB paru maupun keluarganya untuk mewaspadai
kemungkinan ditularkannya bakteri M. tuberculosis melalui droplet yang menyebar di udara dan
cara-cara untuk mencegah penularannya.

Permasalahan:

Pada hari Selasa, 28 Juli 2020 di IGD Puskesmas Cigudeg datang seorang pasien laki-laki dengan
keluhan sesak napas. Pasien tersebut datang bersama dengan keluarganya dan terlihat tidak
menggunakan masker dengan benar serta kurang memperhatikan etika batuk. Setelah dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien memiliki riwayat tuberculosis paru dan
sedang menjalani masa pengobatan bulan ke-4.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Pengobatan medikamentosa yang sesuai


- Edukasi mengenai definisi penyakit Tuberkulosi paru, cara penularan, pengobatan serta
cara pencegahan penularannya.

Pelaksanaan:

Pada hari Selasa, 28 Juli 2020 di IGD Puskesmas Cigudeg datang seorang pasien laki-laki dengan
keluhan sesak napas. Pasien tersebut datang bersama dengan keluarganya dan terlihat tidak
menggunakan masker dengan benar serta kurang memperhatikan etika batuk. Setelah dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien memiliki riwayat tuberculosis paru dan
sedang menjalani masa pengobatan bulan ke-4. Kepada pasien tersebut diberikan pertolongan
pertama berupa pemberian O2 dengan nasal kanul 4 liter per menit dan pengobatan
medikamentosa yang sesuai. Kepada pasien dan keluarganya juga diberikan edukasi mengenai
pentingnya penggunaan masker dengan benar yang menutupi hidung hingga dagu. Selain itu
disampaikan juga mengenai etika batuk seperti menutup muut dengan lengan atas bagian dalam
atau tisu ketika batuk, membuang tisu yang telah dipakai ke tempat sampah, mencuci tangan
setelah batuk. Disampaikan juga kepada pasien dan keluarganya untuk memperhatikan ventilasi
serta pencahayaan di rumah, untuk senantiasa membuka jendela rumah atau pintu dan membiarkan
sinar matahari dan angin segar masuk. Dalam menjaga pola hidup sehat, dianjurkan bagi pasien dan
keluarganya untuk menjemur alat tidur di bawah sinar matahari, berolahraga secara teratur,
mengonsumsi gizi seimbang dan mencuci tangan sesering mungkin.

Monitoring:

- Evaluasi kebiasaan memakai masker, etika batuk dan gaya hidup sehat ketika pasien dan
keluarganya kembali kontrol ke Puskesmas.
F3 – Upaya KIA dan KB

Judul: Pelayanan Antenatal Care di Poli KIA, Puskesmas Cigudeg

Latar Belakang:

Antenatal Care atau asuhan prenatal ialah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh dokter atau
bidan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik pada ibu hamil sehingga mampu
menghadapi persalinan, masa nifas, persiapan memberikan ASI dan kembalinya Kesehatan
reproduksi secara wajar. Salah satu tujuan lain dari dilakukannya pemeriksaan Kesehatan kehamilan
secara rutin ialah untuk mendeteksi secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama ibu hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, riwayat kebidanan dan
riwayat pembedahan.

Jadwal pemeriksaan Antenatal Care menurut Depkes ialah sebanyak 4 kali. Kunjungan pertama ialah
sebanyak 1 kali pada trimester 1 sebelum minggu ke 16. Kunjungan kedua pada trimester 2 di antara
minggu ke-24 sampai dengan ke-28. Kunjungan ke-3 dan ke-4 dilakukan pada trimester 3 antara
minggu ke -30 sampai dengan ke-32 dan antara minggu ke-36 sampai dengan minggu ke-38. Adapun
pemeriksaan yang dilakukan antara lain menimbang berat badan dan tinggi badan ibu hamil,
melakukan pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, skrining status imunisasi
dan pemberian imunisasi TT (tetanus toksoid), pemberian tablet zat besi, tetapkan status gizi, tes
laboratorium, menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, penatalaksanaan kasus serta
temu wicara persiapan dalam merencanakan kelahiran atau rujukan jika diperlukan.

Puskesmas Cigudeg pada tahun 2019 tercatat melayani total sebanyak 566 ibu melahirkan di poned,
dan 232 ibu hamil yang dirujuk ke fasilitas lebih tinggi untuk penanganan komplikasi.

Permasalahan:

- Diperlukan asuhan prenatal bagi ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Cigudeg.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan pelayanan antenatal care di poli KIA, Puskesmas Cigudeg

Pelaksanaan:

Pelayanan di poli KIA Puskesmas Cigudeg berlangsung dari jam 08.00 hingga 12.00 WIB. Hari Selasa,
30 Juni 2020, sejumlah 4 ibu hamil datang memeriksakan kehamilannya. Dari hasil pemeriksaan,
didapatkan 1 ibu hamil memiliki pre-eklamsia berat pada usia kehamilan 40 minggu, ibu kemudian
dikonsultasikan ke poned untuk dilakukan pemantauan lebih lanjut. Sebanyak tiga ibu hamil lainnya
tidak mengalami komplikasi atau keluhan apapun dan baik ibu maupun janin dinyatakan sehat
sehingga dianjurkan untuk kembali kontrol memeriksakan kehamilannya sesuai jadwal dan diberikan
tablet zat besi.

Monitoring:
- Ibu hamil datang kembali untuk kontrol pemeriksaan kehamilan sesuai jadwal yang telah
ditetapkan.
F3 – Upaya KIA dan KB

Judul: Pelayanan Keluarga Berencana di Poli KIA, Puskesmas Cigudeg

Latar Belakang:

Keluarga berencana atau KB adalah sebuah usaha untuk mengukur jumlah anak dan jarak kelahiran
anak yang diinginkan. Program KB yang dijalankan oleh pemerintah melalui organisasi BKKBN adalah
salah satu upaya yang dilakukan untuk membentuk keluarga kecil yang sesuai dengan kemampuan
sosial ekonomi dari satu keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak agar tercapainya sebuah
keluarga bahagia dan sejahtera, dan kebutuhan hidupnya terpenuhi. Program KB melingkupi
keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, ketahanan dan pemberdayaan keluarga,
penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas, keserasian kebijakan kependudukan,
pengelolaan sumber daya manusia dan penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan
kepemerintahan.

Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh puskesmas Cigudeg dalam mendukung program tersebut
ialah dengan dibukanya poli Keluarga Berencana yang melayani wanita-wanita usia subur yang ingin
menggunakan alat kontrasepsi. Kontrasepsi merupakan usaha untuk mencegah terjadinya
pembuahan sehingga mencegah kehamilan. Usaha-usaha tersebut dapat bersifat sementara atau
permanen.Jenis-jenis alat kontrasepsi yang dilayankan di poli ini, salah satunya ialah kontrasepsi
hormonal seperti implan, pil KB dan kontrasepsi hormonal injeksi.

Permasalahan:

- Kemampuan masyarakat sekitar akan sosial dan ekonomi cenderung rendah, dapat
mengakibatkanya kurangnya kesejahteraan keluarga apabila jumlah dan jarak kelahiran anak tidak
disesuaikan.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Pelayanan edukasi dan pemberian alat kontrasepsi kepada wanita usia subur yang ingin
mengikuti program KB.

Pelaksanaan:

Poli KIA dan KB Puskesmas Cigudeg melayani edukasi dan pemberian alat kontrasepsi kepada wanita
usia subur, diantaranya adalah pil KB dan KB Suntik setiap 3 bulan sekali. Pada hari Selasa, 30 Juni
2020, terdapat 4 WUS (Wanita Usia Subur) yang hendak melanjutkan program KB yang telah
dijalankan sebelumnya. Keempat WUS tersebut datang untuk kontrol dan menjalankan program KB
berupa KB Hormonal jenis suntik tiap 3 bulan. Setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
maka dilakukan penyuntikan Medroxyprogesterone Acetate 150/3mL (Obat Suntik KB I Tiga Bulanan)
pada area superolateral gluteus. Setelah tindakan, kemudian dilakukan pencatatan pada kartu
kontrol WUS dan diingatkan lagi untuk datang 3 bulan kemudian.
Monitoring:

- Kartu kontrol KB, memuat nama, jenis alat kontrasepsi ,TTV, tanggal tindakan dan
tanggal kontrol kembali.
F3 – Upaya KIA dan KB

Judul: Penyuluhan Pemberian ASI Eksklusif

Latar Belakang:

PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di rumah tangga adalah upaya untuk
memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup
bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Tujuan dari upaya
tersebut ialah agar tercapainya lingkungan yang sehat, tidak mudah sakit, anak tumbuh sehat dan
cerdas, masyarakat dapat lebih mengupayakan pemenuhan gizi keluarga.

Salah satu dari sepuluh indikator perilaku hidup bersih dan sehat ialah pemberian ASI ekskulif
sampai anak berusia 2 tahun dan diberikannya makanan pendampi ASI secara bertahap bagi anak-
anak di usia 6 bulan hingga 2 tahun. Jika diperhatikan dan dijalankan dengan baik maka anak akan
tumbuh lebih sehat dan tidak mudah sakit serta memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik.

Selama menjalankan pelayanan di poli umum maupun IGD Puskesmas, didapatkan beberapa ibu
yang tidak memberikan ASI ekslusif kepada anaknya yang berusia di bawah 2 tahun, dan ditemukan
anak yang pertumbuhannya didapatkan kurang berdasarkan pengukuran tinggi badan dan berat
badan setelah dilakukan plotting dalam kurva WHO. Maka dari itu dirasa perlu untuk memberikan
edukasi berupa penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya berperilaku hidup bersih dan
sehat, khususnya dalam pemberian ASI ekslusif dan makanan pendamping ASI.

Permasalahan:

- Kurangnya perhatian masyarakat akan perilaku hidup bersih dan sehat.


- Beberapa ibu tidak menerapkan pemberian ASI eksklusif kepada anak dibawah usia
2 tahun.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan penyuluhan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat.


- Melakukan penyuluhan pemberian ASI Eksklusif serta tahapan pemberian makanan
pendamping ASI hingga anak berusia 2 tahun.

Pelaksanaan:

Penyuluhan dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Juli 2020 pukul 08.30 di Ruang Tunggu Pasien dan
Pengantar Puskesmas Cigudeg. Kegiatan dihadiri oleh 32 orang pengunjung Puskesmas. Kegiatan
berlangsung selama kurang lebih 15 menit, menyampaikan 10 indikator perilaku hidup bersih dan
sehat di rumah tangga.
Adapun kesepuluh indikator tersebut ialah memastikan bahwa persalinan ditolong oleh tenaga
Kesehatan baik dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum maupun bidan. Hal
tersebut dapat dilakukan di tempat praktek bidan, Puskesmas, klinik maupun rumah sakit dengan
tujuan mencegah dan dapat lebih cepat menanggapi jika terjadi komplikasi selama kehamilan dan
persalinan. Setelah anak lahir, ibu diajarkan untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi usia 0-6
bulan, dengan frekuensi sesering mungkin jika anak merasa lapar. Ketika anak beranjak memasuki
usia 6 bulan hingga 2 tahun, maka pemberian ASI tetap dilanjutkan dengan diberikan makanan
tambahan secara bertahap. Pada usia 6-9 bulan, makanan yang diberikan berupa makanan lumat
dan kental dari makanan yang disaring sebanyak 2-3 sendok makan, 2-3 kali sehari, dapat diberikan
selingan sebanyak 1-2 kali sehari. Saat anak berusia 9-12 bulan, dapat diberikan makanan keluarga
yang rasanya disesuaikan, berupa makanan yang ditumbuk atau dicincang sebanyak 3-4 kali sehari
ditambah 1-2 kali selingan. Jika anak sudah berusia 12-24 tahun, anak dapat diberikan makanan
sesuai menu orang dewasa dengan porsi yang cukup sekitar 200-250 mL, ditambah selingan 1-2 kali
sehari.

Selain itu disampaikan juga untuk rutin menimbang balita (12-60 bulan) setiap bulan dan tercatat
dalam kartu menuju sehat; menggunakan air bersih untuk kegiatan sehari, memenuhi syarat air
bersih dan sumber air bersih memiliki jarak minimal 10 meter dari sumber pencemar; rajin mencuci
tangan dengan air mengalir dan sabun; menggunakan jamban sehat; memberantas jentik nyamuk di
rumah minimal 1 kali dalam seminggu; mengonsumsi sayur dan buah setiap hari; melakukan aktifitas
fisik setiap hari minimal 30 menit/hari; tidak merokok di dalam rumah.

Monitoring:

- Masyarakat mulai lebih memperhatikan perilaku hidup bersih dan sehat.


- Ibu yang memiliki anak yang baru lahir memahami pemberian ASI eksklusif dan rutin
memeriksakan tumbuh-kembang anak ke posyandu/Puskesmas.
F3 – Upaya KIA dan KB

Judul: Deteksi dini ibu hamil dengan Resiko Tinggi Pre-eklamsia dan Eklamsia

Latar Belakang:

Preeklamsia adalah sebuah kondisi yang dapat terjadi setelah kehamilan 20 minggu. Kriteria
minimum preeklamsia adalah ditemukannya hipertensi serta proteinuria. Hipertensi dalam
kehamilan ditemukan pada 10% ibu hamil di seluruh dunia, termasuk di dalamnya preeklamsia dan
eklamsia, hipertensi gestasional, dan hipertensi kronis. Preeklamsia dapat menimbulkan masalah
saat kehamilan dan pasca persalinan. Masalah yang timbul saat kehamilan dapat menimbulkan
gangguan kardiovaskuler, paru, ginjal, darah, mata, hepar, hingga menyebabkan kematian. Masalah
yang dapat timbul pada ibu setelah kehamilan dengan preeklamsia juga berbahaya, seperti penyakit
kardiometabolik (seperti hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, dan tromboemboli vena).
Terminasi kehamilan yang harus dilakukan pada ibu hamil dengan preeklamsia menyebabkan bayi
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akibat persalinan prematur. Hal tersebut akan menyebabkan
pertumbuhan bayi terhambat.
Ibu hamil yang mengalami komplikasi kehamilan diperkirakan sebanyak 8 juta wanita per tahun di
seluruh dunia. Sebagian diantaranya yaitu lebih dari setengah juta ibu hamil meninggal dunia.
Sebanyak 99% kematian ibu hamil berasal dari negara-negara berkembang. Target Millenium
Development Goals (MDGs) untuk tahun 2015 perihal Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 102 per
100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara, yaitu
359 per 100.000 kelahiran hidup. Keadaan tersebut menyebabkan tidak tercapainya target yang
telah ditetapkan, yang kemungkinan dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah
kehamilan berisiko.
Menurut World Health Organization (WHO), penyebab kematian ibu terbanyak di dunia adalah
perdarahan, sekitar 30% dari total jumlah kematian ibu. Dilanjutkan dengan hipertensi dalam
kehamilan, yaitu sebesar 25% dari total jumlah kematian ibu yang kemudian diikuti oleh infeksi yang
menempati 12% dari total jumlah kematian ibu. Kasus preeklamsia, yang banyak menyebabkan
kematian ibu, tercatat 7 kali lebih tinggi terjadi di negara-negara berkembang dibandingkan dengan
negara-negara maju. Sekitar 1 per 10 kematian ibu di Asia dan Afrika berhubungan dengan adanya
hipertensi dalam kehamilan.
Insidens preeklamsia di Indonesia berkisar antara 3 – 10%. Diantaranya yang menyebabkan kematian
ibu adalah sebanyak 39,5% pada tahun 2001 dan 55,56% pada tahun 2002. Pada tahun 2019 di
wilayah kerja Puskesmas Cigudeg tercatat sebanyak 4 ibu mengalami pre-eklamsia, 54 ibu
mengalami Pre-eklamsia Berat dan 7 ibu mengalami Eklamsia. Hal tersebut menjadi perhatian
mengingat tingginya risiko bagi ibu dan janin. Diharapkan dengan terdeteksinya ibu dengan risiko
tinggi pre-eklamsia dan eklamsia dapat memberikan tatalaksana sejak dini sehingga ibu dan janin
selamat dalam proses kehamilan dan persalinan.

Permasalahan:

- Banyaknya ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Cigudeg yang memiliki riwayat hipertensi.
- Banyaknya jumlah ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Cigudeg yang mengalami pre-
eklamsia dan eklamsia berdasarkan data terakhir tahun 2019.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Skrining Faktor Risiko dan Pengukuran tekanan darah secara rutin bagi ibu hamil yang
berkunjung memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Cigudeg
- Melakukan pemeriksaan laboratorium protein dalam urin bagi ibu hamil yang terdeteksi
memiliki tekanan darah diatas nilai normal.

Pelaksanaan:

Pada hari Jumat, 10 Juli 2020 dilakukan pemeriksaan antenatal kepada ibu-ibu hamil yang kontrol ke
Puskesmas Cigudeg. Setiap ibu dilakukan pemeriksaan tekanan darah, dan skrining faktor risiko pre-
eklamsia yaitu riwayat kehamilan muda, obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, gangguan pembuluh
darah, nefropati, kehamilan ganda, usia ibu diatas 35 tahun serta riwayat pre-eklamsia atau eklamsia
pada kehamilan sebelumnya. Berdasarkan riwayat faktor risiko dan pemeriksaan tekanan darah,
didapatkan 4 ibu memiliki tekanan darah yang tinggi (≥ 140/90 mmHg). Kemudian ke-4 ibu tersebut
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium protein dalam urin dengan metode carik
celup (dip stick). Sebanyak 3 dari 4 ibu memiliki nilai kualitatif proteinuria +1 Kepada ketiga tersebut
kemudian dilakukan pencatatan dalam buku kontrol, diberikan edukasi untuk istirahat yang cukup.
Kemudian terus dipantau apabila tekanan darah tidak kunjung turun dan berkembang menjadi pre-
eklamsia berat maka dipertimbangkan untuk diberikan terapi antihipertensi.

Monitoring:

- Kontrol ibu yang memiliki faktor risiko dan yang terdeteksi mengalami pre-eklamsia ringan
secara rutin dengan memantau tekanan darah dan proteinuria.
F3 – Upaya KIA dan KB

Judul: Skrining Kanker Serviks dengan IVA Test pada Pasien Wanita yang Terindikasi

Latar Belakang:

Kanker serviks atau karsinoma serviks merupakan kanker terbanyak pada urutan ke-3 dan
merupakan salah satu penyebab kematian yang ditemukan pada perempuan. Penyakit ini lebih
banyak ditemukan oada masyarakat golongan sosioekonomi rendah, perempuan yang memiliki
aktivitas seksual dini, pasangan seksual yang banyak dan memiliki kebiasaan merokok.

Penyebab utama karsinoma serviks ialah Human Papilloma Virus (HPV). Transmisi terjadi akibat
kontak seksual dan seringkali ditemukan pada xona transformasi (squamous-collumnar junction)
pada serviks dan garis pectineal anal. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi timbulnya penyakit
tersebut ialah hubungan seksual pertama di bawah usia 20 tahun, berganti-ganti pasangan, kontak
seksual dengan individu risiko tinggi, riwayat keganasan serviks dalam keluarga, merokok dan kondisi
imunosupresi serta kortikosteroid kronis. Adapun gejala atau keluhan yang dapan muncul ialah
perdarahan abnormal atau perdarahan paskakoitus, perdarahan intermenstrual atau menstrual,
adanya duh tubuh, nyeri lumbosacral, edema ekstremitas bawah dan gejala saat berkemih.

Sebagai pemeriksaan awal pada pasien yang memiliki gejala-gejala atau keluhan di atas, diperlukan
pemeriksaan dengan metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Jika hasil negative maka akan
menyingkirkan diagnosis keganasan atau lesi prakanker, sebaliknya apabila hasil positif (dalam hal ini
ditemukan daerah berwarna putih atau acetowhite pada permukaan serviks) maka diperlukan
pemeriksaan lebih jauh dalam tahap berikutnya (biopsi).

Permasalahan:

- Terdapat beberapa pasien yang memiliki keluhan yang dapat mengarah kepada adanya
kecurigaan akan kanker serviks.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan deteksi dini kanker serviks dengan pemeriksaan awal sederhana berupa IVA-test.

Pelaksanaan:

Selama kegiatan pelayanan pengobatan di Poli Umum Puskesmas Cigudeg berlangsung, terdapat
setidaknya 4 orang perempuan yang datang dengan keluhan nyeri pada kemaluannya terutama
Ketika berhubungan, adanya duh tubuh dan keluhan nyeri perut bagian bawah. Kepada pasien-
pasien tersebut kemudian dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan awal atau deteksi dini
kanker serviks dengan IVA test. Sebelumnya dilakukan pengisian formulir skrining kanker serviks
dengan lengkap yang menanyakan faktor-faktor risiko yang mungkin dimiliki oleh pasien. IVA test
dilakukan di poli KIA Puskesmas Cigudeg bersama dengan dokter umum yang berada di tempat,
berlangsung selama sekitar 5 menit per pasien. Setelah dilakukan IVA test sesuai prosedur dan
ditunggi selama satu menit kemudian permukaan serviks dinilai kembali untuk melihat ada atau
tidaknya perubahan warna permukaan menjdai putih. Pada keempat pasien tersebut yang telah
dilakukan pemeriksaan, didapatkan hasil negative, kemudian diberikan tatalaksana yang sesuai serta
edukasi untuk kembali kontrol apabila keluhan yang dirasakan tidak kuncung membaik.

Monitoring:

- Pasien diharapkan mematuhi anjuran dari dokter dan meminum obat sesuai petunjuk serta
kembali kontrol ke Poli Umum Puskesmas Cigudeg untu memeriksakan diri apabila keluhan
menetap atau bertambah parah.
F4 – Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

Judul: Diet Rendah Purin pada Penderita Hiperurisemia

Latar Belakang:

Hiperurisemia merupakan keadaan diana terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam serum,
yaitu diatas 7,0 mg/dL untuk laki-laki dan diatas 6,0 mg/dL untuk perempuan. Faktor risiko timbulnya
hiperurisemia pada seseorang dapat dipengaruhi oleh usia, kadar kreatinin dalam serum, jenis
kelamin laki-laki, tekanan darah, berat badan, stress, trauma, dislipidemia, gangguan ginjal, dan lain-
lain. Gangguan yang dapat disebabkan oleh hiperurisemia antara lain adalah penumpukan kristal di
persendian akibat tingginya asam urat dan dapat menimbulkan keluhan nyeri. Gejala lain yang dapat
ditimbulkan antara lain ialah kesemutan dan linu, nyeri terutama pada malam hari atau saat baru
bangun tidur, sendi yang terlibat dapat terlihat bengkak, kemerahan, nyeri dan panas. Konsentrasi
bahan makanan yang tinggi protein terutama purin juga mrnjadi salah satu penyebab tinginya kadar
asam urat dalam darah, seperti hati, jatung, otak, paru-paru daging, kacang-kacangan, dan lain-lain.
Banyaknya makanan tinggi purin yang dikonsumsi dapat memicu hiperurisemia.

Permasalahan:

- Banyak ditemukan pasien yang terdeeksi memiliki kadar asam urat dalam serum yang
melebihi nilai normal.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Edukasi kepada setiap pasien yang terdiagnosis hiperurisemia maupun yang memiliki
keluhan serupa atau yang memiliki faktor risiko untuk memperhatikan makanan dan
melakukan diet rendah purin.

Pelaksanaan:

Selama pelayanan di poli Umum maupun IGD Puskesmas Cigudeg, apabila didapatkan pasien yang
memiliki keluhan seperti kesemutan, linu, pegal-pegal, nyeri sendi ataupun bagi yang terdapat
pembengkakan pada daerah sendinya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pengukuran kadar
asam urat dalam serum di laboratorium. Apabila pasien tersebut memiliki kadar asam urat dalam
serum diatas nilai normal, diberikan edukasi berupa anjuran untuk melakukan diet rendah purin.
Bagi pasien hiperurisemia, diet rendah purin disarankan untuk mengurangi kadar asam urat. Purin
biasa ditemukan pada protein hewani. Diet rendah purin dibatasi menjadi 100-150 mg per hari
dengan tetap memerhatikan energi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Diet mengandung karbohidrat
65-75% dari kebutuhan energi total, protein 1-1,2 g/kgBB atau 10-15% dari kebutuhan energi total
dan menghindari sumber protein yang mengandung tinggi purin. Lemak <30%, cairan disesuaikan.
Banyak minum dapat membantu pengeluaran asam urat yang berlebih, mengurangi berat badan
karena dapat membantu mengurangi kadar purin dalam darah. Kepada pasien juga disampaikan
jenis-jenis bahan makanan yang perlu dibatasi yaitu daging, ayam, ikan tongkol, tenggiri, bawal,
bandeng kerang, udang, tempe dan tahu, kacang. Sedangkan makanan yang perlu dihindari ialah
hati, ginjal, jantung, sosis, babat, usus, paru, sarden, kaldu daging, bebek, dan lain-lain.

Monitoring:

Pasien paham dan mulai melakukan diet rendah purin. Pasien dianjurkan kontrol dan menanyakan
mengevaluasi keberhasilan pengobatan medikamentosa dan non-medikamentosa yang telah
diberikan.
F4 – Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

Judul: Pemberian ASI Eksklusif dan Tahapan Pemberian Makanan Pendamping ASI

Latar Belakang:

PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di rumah tangga adalah upaya untuk
memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup
bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Tujuan dari upaya
tersebut ialah agar tercapainya lingkungan yang sehat, tidak mudah sakit, anak tumbuh sehat dan
cerdas, masyarakat dapat lebih mengupayakan pemenuhan gizi keluarga.

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan kurangnya tingg badan atau anak
tergolong pendek. Jika seorang anak mengalami stunting, maka dirinya akan lebih mudah terkena
penyakit, memiliki kecerdasan di bawah normal, dan produktivitas rendah. Berdasarkan data
Kementerian Kesehatan tahun 2016, sebanyak 27,5% dari total populasi di Indonesia mengalami
stunting. Hal tersebut menjadikan Indonesia menempati posisi pertama diantara negara-negara di
Asia Tenggara yang angka prevalensi stunting- nya tertinggi. Di Provinsi Jawa Barat sendiri, sebanyak
25,1% dari total populasi penduduk Jawa Barat mengalami stunting.

Salah satu dari sepuluh indikator perilaku hidup bersih dan sehat ialah pemberian ASI ekskulif
sampai anak berusia 2 tahun dan diberikannya makanan pendampi ASI secara bertahap bagi anak-
anak di usia 6 bulan hingga 2 tahun. Jika diperhatikan dan dijalankan dengan baik maka anak akan
tumbuh lebih sehat dan tidak mudah sakit serta memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik.

Selama menjalankan pelayanan di poli umum maupun IGD Puskesmas, didapatkan beberapa ibu
yang tidak memberikan ASI ekslusif kepada anaknya yang berusia di bawah 2 tahun, dan ditemukan
anak yang pertumbuhannya didapatkan kurang bahkan termasuk dalam kategori stunting
berdasarkan pengukuran tinggi badan dan berat badan setelah dilakukan plotting dalam kurva WHO.
Maka dari itu dirasa perlu untuk memberikan edukasi berupa penyuluhan kepada masyarakat
mengenai pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat, khususnya dalam pemberian ASI ekslusif
dan makanan pendamping ASI.

Permasalahan:

- Kurangnya perhatian masyarakat akan perilaku hidup bersih dan sehat.


- Beberapa ibu tidak menerapkan pemberian ASI eksklusif kepada anak dibawah usia
2 tahun.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan penyuluhan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat.


- Melakukan penyuluhan pemberian ASI Eksklusif serta tahapan pemberian makanan
pendamping ASI hingga anak berusia 2 tahun.
Pelaksanaan:

Penyuluhan dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Juli 2020 pukul 08.30 di Ruang Tunggu Pasien dan
Pengantar Puskesmas Cigudeg. Kegiatan dihadiri oleh 32 orang pengunjung Puskesmas. Kegiatan
berlangsung selama kurang lebih 15 menit, menyampaikan 10 indikator perilaku hidup bersih dan
sehat di rumah tangga.

Adapun kesepuluh indikator tersebut ialah memastikan bahwa persalinan ditolong oleh tenaga
Kesehatan baik dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum maupun bidan. Hal
tersebut dapat dilakukan di tempat praktek bidan, Puskesmas, klinik maupun rumah sakit dengan
tujuan mencegah dan dapat lebih cepat menanggapi jika terjadi komplikasi selama kehamilan dan
persalinan. Setelah anak lahir, ibu diajarkan untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi usia 0-6
bulan, dengan frekuensi sesering mungkin jika anak merasa lapar. Ketika anak beranjak memasuki
usia 6 bulan hingga 2 tahun, maka pemberian ASI tetap dilanjutkan dengan diberikan makanan
tambahan secara bertahap. Pada usia 6-9 bulan, makanan yang diberikan berupa makanan lumat
dan kental dari makanan yang disaring sebanyak 2-3 sendok makan, 2-3 kali sehari, dapat diberikan
selingan sebanyak 1-2 kali sehari. Saat anak berusia 9-12 bulan, dapat diberikan makanan keluarga
yang rasanya disesuaikan, berupa makanan yang ditumbuk atau dicincang sebanyak 3-4 kali sehari
ditambah 1-2 kali selingan. Jika anak sudah berusia 12-24 tahun, anak dapat diberikan makanan
sesuai menu orang dewasa dengan porsi yang cukup sekitar 200-250 mL, ditambah selingan 1-2 kali
sehari.

Selain itu disampaikan juga untuk rutin menimbang balita (12-60 bulan) setiap bulan dan tercatat
dalam kartu menuju sehat; menggunakan air bersih untuk kegiatan sehari, memenuhi syarat air
bersih dan sumber air bersih memiliki jarak minimal 10 meter dari sumber pencemar; rajin mencuci
tangan dengan air mengalir dan sabun; menggunakan jamban sehat; memberantas jentik nyamuk di
rumah minimal 1 kali dalam seminggu; mengonsumsi sayur dan buah setiap hari; melakukan aktifitas
fisik setiap hari minimal 30 menit/hari; tidak merokok di dalam rumah.

Monitoring:

- Masyarakat mulai lebih memperhatikan perilaku hidup bersih dan sehat.


- Ibu yang memiliki anak yang baru lahir memahami pemberian ASI eksklusif dan rutin
memeriksakan tumbuh-kembang anak ke posyandu/Puskesmas.
F4 – Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

Judul: Mencegah Dislipidemia dengan Mengatur Pola Makan

Latar Belakang:

Menurut data yang dihimpun oleh Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO)
pada tahun 2018, sebanyak 37 % laki-laki dan 40 % perempuan di dunia memiliki kadar kolesterol
yang tidak normal. Sebanyak 2,6 juta penduduk di antaranya meninggal dunia. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Badan Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) tahun 2013,
sebanyak 35,5 % penduduk yang berusia diatas atau sama dengan 15 tahun terdeteksi memiliki
kadar kolesterol diatas nilai normal, yang menurut NCEP ATP III, yaitu kolesterol total > 200 mg/dL.
Hanya sejumlah 31,3 % penduduk yang memiliki hiperkolesterolemia tersebut yang menjalankan
pengobatan hingga mencapai target terapi. Padahal, menurut The CEPHEUS Pan-Asian Survey tahun
2011, dislipidemia turut mengambil peran dalam perjalanan penyakit aterosklerosis yang dapat
bermanifestasi dalam penyakit jantung coroner (PJK) dan Stroke. Kedua penyakit tersebut
merupakan dua penyakit yang paling banyak menimbulkan kematian.

Dislipidemia juga merupakan salah satu faktor risiko utama dalam penyakit Hipertensi. Dicantumkan
dalam laporan yang dibuat oleh Riskesdas 2018, jumlah penduduk berusia ≥ 18 tahun yang
terdiagnosis memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi ialah sebanyak 8,8 %. Dimana dalam data
tersebut, provinsi Jawa Barat menempati posisi ke-8 dari 35 provinsi. Tercantum dalam Resume
Profil Kesehatan Kabupaten Bogor pada tahun 2015, Kecamatan Cigudeg memiliki jumlah penduduk
23,417 penduduk. Hanya sebanyak 189 orang dari total jumlah penduduk yang dilakukan
pengukuran tekanan darah, yaitu sebesar 0,81 % dari total jumlah penduduk.

Kadar kolesterol yang tinggi atau dislipidemia merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
dapat dicegah. Upaya pencegahan dari penyakit tersebut salah satunya ialah menjaga kebiasaan
atau pola hidup yang baik, terutama dalam mengatur pola makan. Dengan mengurangi makanan
yang berlemak dan melakukan aktivitas fisik secara rutin maka akan berdampak pula pada kadar
kolesterol dalam darah. Oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan mengenai pola makan yang baik
untuk mencegah dislipidemia.

Permasalahan:

- Banyaknya masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Cigudeg yang berkunjung memiliki


tekanan darah tinggi dan tidak sedikit pula yang setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
ternyata memiliki kadar kolesterol yang abnormal.
- Kebiasan atau pola makan masyarakat yang banyak mengonsumsi lemak dan gorengan
akibat ketidaktahuan akan faktor risiko terjadinya dislipidemia yang diakibatkan oleh pola
makan yang salah.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan penyuluhan mengenai dislipidemia dan cara mencegahnya dengan mengubah


pola makan dan melakukan aktivitas fisik secara teratur.

Pelaksanaan:

Kegiatan dilaksanakan pada hari Senin, 13 Juli 2020, pk. 08.30 di Ruang Tunggu Pasien dan
Pengantar, Puskesmas Cigudeg. Acara dihadiri oleh 34 orang dan berlangsung selama kurang lebih
15 menit, menyampaikan definisi dari dislipidemia, faktor risiko, komplikasi dan cara-cara
pencegahannya. Adapun salah satu cara untuk mencegah penyakit tersebut ialah dengan membatasi
makanan berlemak seperti gorengan, jeroan, kuning telur, daging dan lain-lain. Membatasi
karbohidrat yang berlebihan seperti nasi, kentang, mie dll. Meningkatkan konsumsi makanan yang
mengandung lemak baik seperti ikan, alpukat dan kacang-kacangan. Selain mengatur pola makan,
masyarakat juga diajak untuk melakukan aktivitas fisik selama kurang lebih 30 menit setiap harinya,
5-7 kali dalam seminggu. Aktivitas fisik yang dianjurkan ialah yang berintensitas ringan sampai
sedang seperti jalan pagi, kegiatan-kegiatan membersihkan rumah, bersepeda dan lain-lain.

Monitoring:

- Masyarakat memahami dan menerapkan pola makan yang sehat untuk mencegah
dislipidemia, khususnya bagi pasien-pasien yang sudah memiliki riwayat dislupidemia, agar
kadar kolesterol dalam darah dan tekanan darahnya terkontrol.
F4 – Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

Judul: Edukasi dan Penyuluhan Mengenai Pola Makan pada Lansia yang memiliki Riwayat Diabetes
Mellitus di Desa Banyuwangi, Kecamatan Cigudeg

Latar Belakang:

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang dapat ditimbulkan akibat pola
gaya hidup atau perilaku yang tidak sehat. Adapun faktor risiko yang dapat memberikan pengaruh
akan timbulnya diabetes mellitus ialah kebiasan makan makanan manis dan minuman manis, banyak
mengonsumsi karbohidrat yang melebihi anjuran, kurangnya konsumsi serat dari sayur atau buah-
buahan dan kurangnya aktifitas fisik.

Pada kegiatan Posbindu di Desa Banyuwangi, Kecamatan Cigudeg, terdapat beberapa lansia yang
memiliki riwayat diabetes mellitus sebelumnya, maupun lansia yang baru terdeteksi memiliki kadar
gula darah sewaktu diatas nilai normal dan terdiagnosis dengan diabetes mellitus. Banyak dari lansia
yang datang kurang mengerti dan menyadari apabila penyakit tersebut dapat diakibatkan oleh faktor
makanan yang sebenarnya mudah untuk dimodifikasi. Untuk mencegah timbulnya diabetes mellitus
ataupun untuk mengontrolnya dan mencegah agar kadar gula dalam darah tidak semakin meningkat
maka diperlukan penyampaian informasi berupa edukasi dan penyuluhan mengenai cara-cara
mencegah dan mengotrol diabetes mellitus.

Permasalahan:

- Banyak lansia di Desa Banyuwangi, Kecamatan Cigudeg yang memiliki riwayat dan terdeteksi
memiliki diabetes mellitus tipe 2.
- Banyak dari lansia tersebut yang kurang memahami cara-cara untuk mencegah dan
mengontrol gula darah, terutama dalam pengobatan non-medikamentosa.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Edukasi dan penyuluhan kepada setiap lansia yang memiliki riwayat atau yang baru
terdiagnosa memiliki diabetes mellitus tipe 2 akan pola hidup yang sehat dengan mengatur
pola makan dan melakukan aktifitas fisik secara teratur.

Pelaksanaan:

Pada hari Jumat, 24 Juli 2020 di Balai Desa, Desa Banyuwangi, Kecamatan Cigudeg, telah dilakukan
skrining atau deteksi dini penyakit tidak menular kepada lansia warga Desa Banyuwangi. Tidak
sedikit di antara lansia tersebut yang ternyata memiliki riwayat diabetes mellitus maupun yang beru
terdiagnosa memiliki diabetes mellitus berdasarkan hasil pemeriksaan GDS yang memiliki nilai diatas
normal (>200 mg/dL). Kepada lansia-lansia tersebut diberikan penyuluhan dan edukasi untuk
mengontrol dan mencegah gula darah semakin tinggi. Adapun informasi yang disampaikan ialah
definisi dari diabetes mellitus berdasarkan hasil pemeriksaan darah (dalam hal ini GDS yang sedang
dilakukan saat Posbindu), bagaimana penyakit ini dapat timbul dikarenakan gaya hidup yang kurang
sehat, menganjurkan lansia untuk makan 3 kali porsi biasa dengan 2 kali selingan, membatasi
konsumsi karbohidrat (nasi putih tidak lebuh dari 1 centong tiap kali makan), membatasi konsumsi
gula (mengurangi makanan dan minuman manis, mengurangi konsumsi buah-buahan musiman),
meningkatkan konsumsi sayur dan buah setiap hari (kurang lebih sebanyak 1 mangkok kecil per porsi
dalam tiap kali makan), melakukan aktifitas fisik intensitas sedang seperti berjalan kaki selama 30
menit per hari sebanyak 3-5 kali per minggu.

Dianjurkan juga kepada lansia yang memiliki diabetes mellitus untuk secara rutin kontrol dan
memeriksakan dirinya ke Puskesmas dan mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter secara
teratur.

Monitoring:

- Lansia dengan diabetes mellitus tipe 2 memahami dan mulai mengubah kebiasaannya
terutama dalam hal pola makan dan aktifitas fisik.
- Lansia dengan diabetes mellitus tipe 2 melakukan pemeriksaan secara rutin di Puskesmas
dan mengonsumsi obat secara teratur.
F4 – Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

Judul: Diet Lambung Bagi Penderita Gastritis, Demam Tifoid, dan Diare

Latar Belakang:

Gastritis, demam tifoid dan diare merupakan penyakit-penyakit yang banyak ditemukan pada pasien
yang berobat di Puskesmas Cigudeg. Ketiganya merupakan sebagian dari banyak penyakit yang
melibatkan saluran pencernaan, baik saluran pencernaan atas maupun saluran pencernaan bawah.
Pengurangan beban bagi saluran pencernaan diperlukan agar proses penyembuhan berlangsung
lebih baik dan cepat. Salah satu faktor risiko dari gangguan saluran pencernaan yang dapat
menimbulkan gastritis, demam tifoid maupun diare ialah pola makan atau kebersihan makanan yang
kurang baik. Beberapa diantaranya ialah makanan yang kurang terjaga kebersihannya dan
mengonsumsi makanan yang dapat merangsang produksi asam lambung yang berlebihan. Oleh
karena itu diperlukan sebuah tatalaksana non-medikamentosa yaitu penatalaksanaan gizi yang dapat
membantu menetralisir kelebihan asam lambung dan tidak merangsang produksi asam lambung
dengan memerhatikan kebutuhan gizi yang sesuai.

Permasalahan:

- Terdapat banyak pasien yang menderita gastritis, demam tifoid dan diare.
- Banyak dari pasien yang menderita penyakit diatas yang belum memahami diet atau pola
makan yang baik untuk mencegah kembalinya, mengurangi gejala dan membantu proses
penyembuhan penyakit yang dideritanya.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Edukasi kepada setiap pasien yang terdiagnosis gastritis, demam tifoid dan diare atau
gastroenteritis.

Pelaksanaan:

Kepada setiap pasien yang datang ke poli umum maupun IGD Puskesmas Cigudeg yang terdiagnosis
salah satu penyakit berikut: gastritis, demam tifoid dan diare, diberikan edukasi mengenai
penyakitnya, cara minum obat dan juga yang tidak kalah penting mengenai diet atau pola makan
yang aman bagi lambung. Diet ini bertujuan untuk mengurangi beban saluran cerna, membantu
menetralisir kelebihan asam lambung dan memberikan makanan yang tidak merangsang dengan zat
gizi yang cukup. Yang dimaksud dengan diet lambung ialah makan makanan dalam bentuk lunak
sehingga lebih mudah dicerna. Selain itu dianjurkan juga untuk menghindari makanan yang dapat
merangsang asam lambung seperti makanan asam, pedas, terlalu panas atau dingin dan makanan
yang keras. Disarankan untuk makan dengan porsi kecil namun sering serta mengolah makanan
dengan cara direbus, dikukus, dipanggang atau ditumis. Menghindari makanan atau membatasi
karbohidrat (mie, roti, ketan, kue), makanan berlemak (jeroan, daging olahan, keju, susu full cream),
sayuran dan buah yang menimbulkan gas (kol, kembang kol, loba, sawi, nangka, sayuran mentah,
dll), minuman bersoda dan beralkohol, zat yang dapat mengiritasi lambung (cuka, acar, merica,
cabai), dan makanan yang mengandung santan kental serta gorengan.

Monitoring:

Pasien memahami dan mulai melakukan diet lambung. Pasien dianjurkan kontrol dan menanyakan
mengevaluasi keberhasilan pengobatan medikamentosa dan non-medikamentosa yang telah
diberikan.
F5 – Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak
Menular

Judul: Skrining Penyakit Tidak Menular pada Lansia melalui Kegiatan Posbindu, Desa Banyuwangi,
Kecamatan Cigudeg

Latar Belakang:

Penyakit tidak menular adalah penyakit yang tidak ditularkan dari orang ke orang, yang
perkembangannya berjalan perlahan dalam jangka waktu yang Panjang atau berjalan secara kronis.
Penyakit-penyakit ini tidak disebabkan oleh infeksi kuman dan tergolong dalam penyakit kronis
degeneratif, yaitu seperti penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus, kanker, penyakit paru
obstruktif kronik, dislipidemia, dan lain-lain. Sebagian besar penyakit tidak menular terjadi akibat
pola perilaku dan lingkungan yang tidak sehat. Adapun faktor risiko yang dapat memberi pengaruh
akan timbulnya penyakit-penyakit tidak menular ialah kebiasaan merokok, kurangnya aktifitas fisik,
kurangnya mengonsumsi buah dan sayuran dan konsumsi alcohol.

Untuk mencegah timbulnya penyakit tidak menular, diharapkan masyarakat melakukan kebiasaan-
kebiasaan atau berperilaku hidup sehat seperti tidak merokok, mengonsumsi sayur dan buah setiap
hari, konsumsi garam tidak lebih dari 1 sendok teh per hari, mengonsumsi gula tidak lebih dari 4
sednok makan per hari, mengonsumsi lemak tidak lebih dari 5 sendok makan per hari dan
melakukan aktifitas fisik minimal selama 30 menit per hari sebanyak 3-5 kali per minggu.

Sebagai salah satu pencegahan ialah dengan memeriksakan diri secara rutin sejak dini merupakan
salah satu rekomendasi dari Kementerian Kesehatan Indonesia. Oleh karena itu diperlukan kegiatan
skrining secara rutin yang diutamakan pada lansia.

Permasalahan:

- Banyaknya lansia yang tidak secara rutin memeriksakan diri ke Puskesmas karena akses dan
jarak dari rumah ke Puskesmas cukup jauh dan sulit.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Pencatatan identitas lansia Desa Banyuwangi, Cigudeg


- Pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar perut
- Pengukuran tekanan darah
- Pengecekan kadar kolesterol total dan gula darah sewaktu
- Pencatatan hasil pemeriksaan
- Edukasi dan motivasi lansia untuk membatasi makanan yang menjadi faktor risiko,
memperbanyak latihan fisik dan berobat ke Puskesmas untuk kontrol rutin bagi.

Pelaksanaan:
Posbindu dilakukan di Balai Desa Banyuwangi, Kecamatan Cigudeg pada hari Jumat, 25 Juli 2020
pada pukul 09.00 sampai 11.00. Kegiatan turut dihadiri oleh Ibu Lurah, kader Desa Banyuwangi serta
masyarakat lansia setempat. Dari jumlah keseluruhan lansia yang hadir, yaitu sebanyak 32 orang,
terdapat 1 orang memiliki gula darah sewaktu diatas nilai normal, 4 orang memiliki kadar kolseterol
total dalam darah lebih diatas nilai normal, 20 orang memiliki tekanan darah tinggi. Kepada lansia-
lansia yang memiliki hasil pemeriksaan diluar nilai normal kemudian diberikan penyuluhan untuk
mengurangi faktor risiko, terutama faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu makanan.
Anjuran untuk secara rutin melakukan aktifitas fisik, terpapar sinar matahari dan motivasi untuk mau
berobat rutin ke Puskesmas juga diberikan.

Setelah kegiatan di balai desa selesai, dilanjutkan dengan kunjungan ke rumah lansia resiko tinggi
dengan riwayat diabetes mellitus tipe 2. Pemeriksaan yang sama juga dilayankan kepada lansia
tersebut. Didapatkan hasil kadar gula darah sudah terkontrol dengan minum obat Metformin.
Namun masih ditemukan tekanan darah yang tinggi serta koleseterol total di atas nilai normal.
Dilakukan edukasi kepada pasien.

Monitoring:

Lansia yang terdeteksi memiliki hipertensi atau dislipidemia atau diabetes mellitus tipe 2 dianjurkan
untuk rutin minum obat dan memeriksakan diri ke Puskesmas
F5 – Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak
Menular

Judul: Skrining Gejala dan Faktor Risiko COVID-19

Latar Belakang:

COVID-19 merupakan sebuat penyakit yang disebabkan oleh novel coronavirus yang pertama kali
diidentifikasi di Wuhan, China pada akhir tahun 2019. Virus tersebut berhubungan dengan family
virus yang sama dengan virus yang menyebabkan penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Virus).
Virus ini ditransmisikan melalui kontak langsung dengan droplet saluran pernapasan dari orang yang
terinfeksi. Droplet-droplet itu diproduksikan ketika seorang yang terjangkit batuk, bersin, atau
berbicara dan ketika seseorang menyentuh permukaan benda yang telah terkontaminasi oleh virus
tersebut. Novel coronavirus ini dapat bertahan pada permukaan benda selama berjam-jam.

Adapun gejala dari COVID-19 ialah demam, batuk, sesak napas. Pada kasus-kasus berat, infeksi dapat
menimbulkan pneumonia yang dapat berakibat fatal. Gejala-gejala tersebut mirip dengan gejala flu
biasa yang menyebabkan kerancuan dalam identifikasi orang yang terjangkit coronavirus. Namun
belakangan ini, ditemukan banyak kasus COVID-19 yang ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium
seperti rapid test ataupun swab PCR, dinyatakan positif, walaupun pasien tidak menunjukkan gejala
apapun. Kasus-kasus seperti inilah yang membuat perlu ditingkatkannya kewaspadaan terhadap OTG
(Orang tanpa Gejala) yang berpotensi menularkan virus tanpa disadari.

Menurut data pada tanggal 1 Juli 2020, pembaharuan jumlah kasus baru yang terdapat di seluruh
dunia ialah 10,5 juta orang. Sedangkan di Indonesia, ditemukan 57.790 kasus (dengan penambahan
1.293 kasus), kasus sembuh 25.595, kasus meninggal 2.934. Provinsi Jawa Barat mencatat cukup
banyak kasus COVID-19, yaitu sebanyak 3.276 kasus, kasus sembuh 1.622, kasus meninggal 177.

Seiring berjalannya waktu, penyebaran dari COVID-19 begitu meningkat sehingga dalam 2 minggu
terakhir terdapat penambahan kasus baru hingga di atas 1000 kasus per hari. Meskipun demikian,
kebijakan pemerintah telah perlahan-lahan mulai membuka kembali dan memberikan ijin terhadap
kegiatan-kegiatan yang sebelumnya dihindari, namun dengan batasan-batasan tertentu. Hal itu
diketahui sebagai era normal baru atau new normal.

Mengingat banyaknya jumlah kasus total dan kasus baru yang ditemukan di Indonesia, terutama di
Jawa Barat, perlu ditingkatkan kewaspadaan dan pelaksanaan screening menggunakan formulir
Skiring COVID-19.

Permasalahan:

- Meningkatnya jumlah kasus dan kasus baru COVID-19 di Jawabarat, khususnya Kabupaten
Bogor.
- Minimnya kewaspadaan masyarakat terhadap COVID-19 dan kepatuhan dalam menjalankan
protocol Kesehatan di era normal baru pandemi COVID-19.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan skrining COVID-19 berdasarkan gejala batuk/pilek/nyeri menelan, demam dan


sesak napas, serta Riwayat bepergian dan riwayat kontak dengan pasien COVID-19.
- Melakukan edukasi kepada setiap pengunjung yang berobat ke Puskesmas Cigudeg dan
mengajak masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan di era normal baru.

Pelaksanaan:

Pada hari Selasa, tanggal 23 Juni 2020, dilakukan skrining kepada setiap pengunjung puskesmas yang
datang dengan keluhan utama batuk atau pilek. Setelah itu ditanyakan juga mengenai gejala lain
COVID-19 seperti nyeri menelan, demam dan sesak napas. Menanyakan riwayat bepergian pasien
dan orang-orang terdekatnya, serta menanyakan apakah ada kontak dengan pasien yang
dikonfirmasi menderita COVID-19. Hasil anamnesa kemudian dicatat dalam form skrining COVID-19
yang memuat daftar tilik dari gejala dan faktor risiko tersebut, kemudian menyanyakan nama
lengkap, no. telpon dan alamat pasien untuk kemudian dapat ditindaklanjuti. Bagi pasien yang
tergolong dalam PDP, dilakukan konsultasi dengan dokter umum yang bertugas di tempat. Bagi
pasien yang tergolong dalam ODP dan yang tidak tergolong dalam kedua kategori tersebut, diberikan
tatalaksana yang sesuai dan dianjurkan untuk beristirahat di rumah selama minimal 14 hari, selalu
memakai masker, rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 20 detik dan menjaga
jarak fisik dengan orang lain. Dari hasil skrining pada tanggal tersebut didapatkan 4 orang yang
tergolong dalam ODP, dan 7 orang yang memiliki gejala batuk dan/atau pilek dengan/tanpa keluhan
lainnya, dan tidak memiliki riwayat/faktor risiko sehingga tidak tergolong dalam kategori ODP
maupun PDP.

Monitoring:

Pasien dianjurkan untuk kontrol dan memeriksakan diri kembali ke Puskesmas untuk mengevaluasi
dan memantau gejala apabila keluhan tidak kunjung membaik atau bertambah parah walaupun
telah diberikan terapi pada pertemuan awal.
F5 – Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak
Menular

Judul:

Deteksi Dini Hiperkolesterolemia Terhadap Pengunjung Puskesmas Cigudeg, Kabupaten Bogor.

Latar Belakang:

Menurut data yang dihimpun oleh Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO)
pada tahun 2018, sebanyak 37 % laki-laki dan 40 % perempuan di dunia memiliki kadar kolesterol
yang tidak normal. Sebanyak 2,6 juta penduduk di antaranya meninggal dunia. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Badan Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) tahun 2013,
sebanyak 35,5 % penduduk yang berusia diatas atau sama dengan 15 tahun terdeteksi memiliki
kadar kolesterol diatas nilai normal, yang menurut NCEP ATP III, yaitu kolesterol total > 200 mg/dL.
Hanya sejumlah 31,3 % penduduk yang memiliki hiperkolesterolemia tersebut yang menjalankan
pengobatan hingga mencapai target terapi. Padahal, menurut The CEPHEUS Pan-Asian Survey tahun
2011, dislipidemia turut mengambil peran dalam perjalanan penyakit aterosklerosis yang dapat
bermanifestasi dalam penyakit jantung coroner (PJK) dan Stroke. Kedua penyakit tersebut
merupakan dua penyakit yang paling banyak menimbulkan kematian.

Dislipidemia juga merupakan salah satu faktor risiko utama dalam penyakit Hipertensi. Dicantumkan
dalam laporan yang dibuat oleh Riskesdas 2018, jumlah penduduk berusia ≥ 18 tahun yang
terdiagnosis memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi ialah sebanyak 8,8 %. Dimana dalam data
tersebut, provinsi Jawa Barat menempati posisi ke-8 dari 35 provinsi. Tercantum dalam Resume
Profil Kesehatan Kabupaten Bogor pada tahun 2015, Kecamatan Cigudeg memiliki jumlah penduduk
23,417 penduduk. Hanya sebanyak 189 orang dari total jumlah penduduk yang dilakukan
pengukuran tekanan darah, yaitu sebesar 0,81 % dari total jumlah penduduk.

Penyebab kematian terbanyak di dunia ialah akibat PJK dan stroke, dan hipertensi yang
berhubungan dengan dislipidemia menjadi salah satu faktor risikonya. Untuk melakukan upaya
penurunan kematian akibat hiperkolesterolemia yang merupakan salah satu faktor risiko PJK dan
stroke, maka perlu dilakukan suatu pencegahan.

Permasalahan:

- Sedikitnya jumlah penduduk yang melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin
terutama di masa pandemi COVID-19 ini dikarenakan adanya pembatasan kegiatan di luar
Puskesmas.
- Sedikitnya jumlah penduduk yang melakukan pemeriksaan kadar kolesterol.
- Rendahnya kepatuhan penderita dislipidemia dan hipertensi dalam mengonsumsi obat
hingga target terapi tercapai dan mengubah pola makan serta gaya hidup.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Memastikan setiap pengunjung Puskesmas yang berusia 18 tahun keatas melakukan


pengukuran tekanan darah dengan alat yang terstandardisasi dan terkalibrasi.
- Meningkatkan upaya skrining kadar kolesterol dalam darah, khususnya bagi pengunjung
Puskesmas yang terdeteksi memiliki tekanan darah diatas nilai normal.
- Melakukan edukasi secara personal kepada pasien-pasien yang terdeteksi memiliki
hipertensi dan hiperkolesterolemia untuk mengonsumsi obat secara teratur, mengubah pola
makan dan gaya hidup serta mencegah komplikasi.

Pelaksanaan:

Hari Kamis, 25 Juni 2020, telah dilaksanakan pengobatan dasar di Puskesmas Cigudeg, Kabupaten
Bogor. Sejumlah 56 pasien datang untuk berobat. Seluruh pengunjung Puskesmas yang hendak
berobat yang berusia diatas atau sama dengan 18 tahun dilakukan pemeriksaan tekanan darah.
Sebanyak 12 orang (21,4% dari total pasien) terdeteksi memiliki tekanan darah diatas nilai normal
(120/80 mmHg), 24 orang diantaranya diberikan terapi Amlodipine 5 mg, Amlodipine 10 mg, atau
Captopril 25 mg (dosis disesuaikan). Di antara 12 orang tersebut, sebanyak 4 orang bersedia untuk
melakukan skrining pemeriksaan kadar kolesterol dalam darah di laboratorium Puskesmas, 2 orang
(16,7% dari orang yang terdiagnosa hipertensi) diantaranya memiliki kadar kolesterol total di atas
200 mg/dL dan terdiagnosis hiperkolesterolemia. Pada pasien-pasien tersebut diberikan Simvastatin
10 mg, satu kali sehari 1 tablet, dan telah dilakukan edukasi mengenai kepatuhan minum obat,
perubahan pola makan dan gaya hidup untuk menunjang terapi medikamentosa. Adapun pola
makan yang dianjurkan ialah mengonsumsi makanan yang mengandung rendah garam dan rendah
lemak. Gaya hidup yang dianjurkan ialah melakukan aktivitas fisik intensitas sedang seperti berjalan
kaki atau bersepeda selama 20-30 menit per hari, 5 kali dalam satu minggu. Kepada pasien-pasien
tersebut juga dianjurkan untuk kembali memeriksakan kadar kolesterolnya satu bulan sekali.

Monitoring:

Pasien diedukasikan untuk kembali kontrol memeriksakan tekanan darah dan rutin mengambil obat
di Puskesmas. Untuk memeriksakan kadar kolesterol dalam darah pada bulan berikutnya, dan rutin
periksa satu kali dalam sebulan.
F5 – Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak
Menular

Judul: Skrining Pre-Eklamsia pada Ibu Hamil

Latar Belakang:

Preeklamsia adalah sebuah kondisi yang dapat terjadi setelah kehamilan 20 minggu. Kriteria
minimum preeklamsia adalah ditemukannya hipertensi serta proteinuria. Hipertensi dalam
kehamilan ditemukan pada 10% ibu hamil di seluruh dunia, termasuk di dalamnya preeklamsia dan
eklamsia, hipertensi gestasional, dan hipertensi kronis. Preeklamsia dapat menimbulkan masalah
saat kehamilan dan pasca persalinan. Masalah yang timbul saat kehamilan dapat menimbulkan
gangguan kardiovaskuler, paru, ginjal, darah, mata, hepar, hingga menyebabkan kematian. Masalah
yang dapat timbul pada ibu setelah kehamilan dengan preeklamsia juga berbahaya, seperti penyakit
kardiometabolik (seperti hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, dan tromboemboli vena).
Terminasi kehamilan yang harus dilakukan pada ibu hamil dengan preeklamsia menyebabkan bayi
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akibat persalinan prematur. Hal tersebut akan menyebabkan
pertumbuhan bayi terhambat.
Ibu hamil yang mengalami komplikasi kehamilan diperkirakan sebanyak 8 juta wanita per tahun di
seluruh dunia. Sebagian diantaranya yaitu lebih dari setengah juta ibu hamil meninggal dunia.
Sebanyak 99% kematian ibu hamil berasal dari negara-negara berkembang. Target Millenium
Development Goals (MDGs) untuk tahun 2015 perihal Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 102 per
100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara, yaitu
359 per 100.000 kelahiran hidup. Keadaan tersebut menyebabkan tidak tercapainya target yang
telah ditetapkan, yang kemungkinan dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah
kehamilan berisiko.
Menurut World Health Organization (WHO), penyebab kematian ibu terbanyak di dunia adalah
perdarahan, sekitar 30% dari total jumlah kematian ibu. Dilanjutkan dengan hipertensi dalam
kehamilan, yaitu sebesar 25% dari total jumlah kematian ibu yang kemudian diikuti oleh infeksi yang
menempati 12% dari total jumlah kematian ibu. Kasus preeklamsia, yang banyak menyebabkan
kematian ibu, tercatat 7 kali lebih tinggi terjadi di negara-negara berkembang dibandingkan dengan
negara-negara maju. Sekitar 1 per 10 kematian ibu di Asia dan Afrika berhubungan dengan adanya
hipertensi dalam kehamilan.
Insidens preeklamsia di Indonesia berkisar antara 3 – 10%. Diantaranya yang menyebabkan kematian
ibu adalah sebanyak 39,5% pada tahun 2001 dan 55,56% pada tahun 2002. Pada tahun 2019 di
wilayah kerja Puskesmas Cigudeg tercatat sebanyak 4 ibu mengalami pre-eklamsia, 54 ibu
mengalami Pre-eklamsia Berat dan 7 ibu mengalami Eklamsia. Hal tersebut menjadi perhatian
mengingat tingginya risiko bagi ibu dan janin.

Permasalahan:

- Banyaknya ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Cigudeg yang memiliki riwayat hipertensi.
- Banyaknya jumlah ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Cigudeg yang mengalami pre-
eklamsia dan eklamsia berdasarkan data terakhir tahun 2019.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Skrining Faktor Risiko dan Pengukuran tekanan darah secara rutin bagi ibu hamil yang
berkunjung memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Cigudeg
- Melakukan pemeriksaan laboratorium protein dalam urin bagi ibu hamil yang terdeteksi
memiliki tekanan darah diatas nilai normal.

Pelaksanaan:

Pada hari Jumat, 10 Juli 2020 dilakukan pemeriksaan antenatal kepada ibu-ibu hamil yang kontrol ke
Puskesmas Cigudeg. Setiap ibu dilakukan pemeriksaan tekanan darah, dan skrining faktor risiko pre-
eklamsia yaitu riwayat kehamilan muda, obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, gangguan pembuluh
darah, nefropati, kehamilan ganda, usia ibu diatas 35 tahun serta riwayat pre-eklamsia atau eklamsia
pada kehamilan sebelumnya. Berdasarkan riwayat faktor risiko dan pemeriksaan tekanan darah,
didapatkan 4 ibu memiliki tekanan darah yang tinggi (≥ 140/90 mmHg). Kemudian ke-4 ibu tersebut
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium protein dalam urin dengan metode carik
celup (dip stick). Sebanyak 3 dari 4 ibu memiliki nilai kualitatif proteinuria +1 Kepada ketiga tersebut
kemudian dilakukan pencatatan dalam buku kontrol, diberikan edukasi untuk istirahat yang cukup.
Kemudian terus dipantau apabila tekanan darah tidak kunjung turun dan berkembang menjadi pre-
eklamsia berat maka dipertimbangkan untuk diberikan terapi antihipertensi.

Monitoring:

- Kontrol ibu yang memiliki faktor risiko dan yang terdeteksi mengalami pre-eklamsia ringan
secara rutin dengan memantau tekanan darah dan proteinuria.
F5 – Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak
Menular

Judul: Skrining COVID-19 dengan Rapid Test pada Pedagang dan Pengunjung Pasar Cigudeg

Latar Belakang:

COVID-19 merupakan sebuat penyakit yang disebabkan oleh novel coronavirus yang pertama kali
diidentifikasi di Wuhan, China pada akhir tahun 2019. Virus tersebut berhubungan dengan family
virus yang sama dengan virus yang menyebabkan penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Virus).
Virus ini ditransmisikan melalui kontak langsung dengan droplet saluran pernapasan dari orang yang
terinfeksi. Droplet-droplet itu diproduksikan ketika seorang yang terjangkit batuk, bersin, atau
berbicara dan ketika seseorang menyentuh permukaan benda yang telah terkontaminasi oleh virus
tersebut. Novel coronavirus ini dapat bertahan pada permukaan benda selama berjam-jam.

Adapun gejala dari COVID-19 ialah demam, batuk, sesak napas. Pada kasus-kasus berat, infeksi dapat
menimbulkan pneumonia yang dapat berakibat fatal. Gejala-gejala tersebut mirip dengan gejala flu
biasa yang menyebabkan kerancuan dalam identifikasi orang yang terjangkit coronavirus. Namun
belakangan ini, ditemukan banyak kasus COVID-19 yang ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium
seperti rapid test ataupun swab PCR, dinyatakan positif, walaupun pasien tidak menunjukkan gejala
apapun. Kasus-kasus seperti inilah yang membuat perlu ditingkatkannya kewaspadaan terhadap OTG
(Orang tanpa Gejala) yang berpotensi menularkan virus tanpa disadari.

Menurut data pada tanggal 1 Juli 2020, pembaharuan jumlah kasus baru yang terdapat di seluruh
dunia ialah 10,5 juta orang. Sedangkan di Indonesia, ditemukan 57.790 kasus (dengan penambahan
1.293 kasus), kasus sembuh 25.595, kasus meninggal 2.934. Provinsi Jawa Barat mencatat cukup
banyak kasus COVID-19, yaitu sebanyak 3.276 kasus, kasus sembuh 1.622, kasus meninggal 177.

Seiring berjalannya waktu, penyebaran dari COVID-19 begitu meningkat sehingga dalam 2 minggu
terakhir terdapat penambahan kasus baru hingga di atas 1000 kasus per hari. Meskipun demikian,
kebijakan pemerintah telah perlahan-lahan mulai membuka kembali dan memberikan ijin terhadap
kegiatan-kegiatan yang sebelumnya dihindari, namun dengan batasan-batasan tertentu. Hal itu
diketahui sebagai era normal baru atau new normal.

Mengingat banyaknya jumlah kasus total dan kasus baru yang ditemukan di Indonesia, terutama di
Jawa Barat, perlu ditingkatkan kewaspadaan dan pelaksanaan screening dengan menggunakan Rapid
Test antibody terhadap SARS-CoV-2.

Permasalahan:

- Meningkatnya jumlah kasus dan kasus baru COVID-19 di Jawa Barat, khususnya Kabupaten
Bogor.
- Minimnya kewaspadaan masyarakat terhadap COVID-19 dan kepatuhan dalam menjalankan
protokol Kesehatan di era normal baru pandemi COVID-19.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan skrining COVID-19 dengan menggunakan rapid test antibody terhadap SARS-Cov-
2.
- Melakukan edukasi kepada setiap peserta yang melakukan rapid test untuk tetap disiplin
menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah tertular COVID-19.

Pelaksanaan:

Pada hari Kamis, 16 Juli 2020 di halaman parkir Pasar Tradisional Cigudeg dilaksanakan kegiatan
pemeriksaan massal rapid test antibody terhadap virus SARS-CoV-2. Pemeriksaan tersebut dilakukan
kepada setiap pedagang pasar, pengunjung pasar, pedagang dan pengunjung kio2-kios di sekitarnya
serta tukan ojeg yang mencari penumpang di sekitar Pasar Tradisional Cigudeg. Kegiatan
dilaksanakan pada pukul 08.00 – 12.00 WIB kepada 197 peserta. Dari jumlah total 197 peserta, tidak
ditemukan satu pun hasil yang reaktif. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian disampaikan secara
langsung atau melalui nomor telepon yang ditinggalkan oleh peserta. Kemudian kepada peserta
diberikan edukasi untuk selalu disiplin menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah COVID-19
dengan selalu memakai masker, mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun serta menjaga jarak
fisik sekita 1,5 meter. Kepada peserta juga diingatkan apabila memiliki gejala-gejala serupa COVID-19
ataupun ada orang di sekitarnya yang memiliki gejala serupa, untuk segera memeriksakan diri ke
Puskesmas atau klinik atau praktek dokter dan melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing.

Monitoring:

Hasil pemeriksaan disampaikan kepada peserta secara langsung ataupun melalui nomor telepon
yang ditinggalkan. Jika mengalami gejala-gejala yang menyerupai COVID-19 maka dianjurkan untuk
segera memeriksakan diri kepada petugas medis di Puskesmas.
F6 – Upaya Pengobatan Dasar

Judul: Upaya Pengobatan Dasar IGD Puskesmas Cigudeg

Latar Belakang:

Pengobatan adalah sebuah proses ilmiah yang dilaksanakan oleh seorang dokter berdasarkan
temuan yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan. Pengobatan ialah membuat keputusan
secara ilmuah yang dilandaskan oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi
pengobatan sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi
pasien. Pengobatan yang rasional menurut World Health Organisation (WHO) ialah pengobatan yang
sesuai indikasi, tepat dosis obat, cara, waktu pemberian, tersedia setiap saat serta harga yang
terjangkau.

Puskesmas Cigudeg melaksanakan beberapa upaya pengobatan dasar, salah satunya ialah
pengobatan kegawatdaruratan yang dilakukan di Unit Gawat Darurat Puskesmas Cigudeg. Dengan
dilakukannya upaya pengobatan dasar di UGD tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan
Kesehatan serta intervensi yang tepat dan cepat dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan
yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Cigudeg.

Permasalahan:

- Perlunya upaya pengobatan dasar dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan di


wilayah kerja Puskesmas Cigudeg.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan triase, anamnesis terarah, pemeriksaan fisik terarah, mengajukan pemeriksaan


laboratorium jika diperlukan dan memberikan intervensi secara cepat dan tepat.

Pelaksanaan:

Pada Hari Rabu, 8 Juli 2020 dilakukan pelayanan Kesehatan atau upaya pengobatan dasar terhadap
pasien-pasien yang berkunjung ke Unit Gawat Darurat (UGD) Puskesmas Cigudeg. Didapatkan 5
pasien dengan diagnosa: 1 pasien dengan demam dengue, 1 pasien dengan gastroenteritis akut
dengan dehidrasi sedang, 2 pasien dengan serangan asma akut ringan, dan 1 pasien dengan vulnus
scissum. Kepada kelima pasien tersebut telah diberikan penatalaksanaan yang sesuai dengan
diagnosis masing-masing. Pasien dengan demam dengue dan gastroenteritis akut kemudian dirawat
inap. Tiga pasien lainnya diberikan edukasi mengenai penyakitnya, pemakaian obat, dan penjelasan
akan jadwal kontrol.

Monitoring:

- Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya dan dianjurkan kontrol jika kaluhan tidak
kunjung membaik, atau jika bertambah parah.
- Pasien yang dirawat inap di Puskesmas kemudian di follow up oleh dokter umum di
Puskesmas.
F6 – Upaya Pengobatan Dasar

Judul: Upaya Pengobatan Dasar Poli Umum Puskesmas Cigudeg

Latar Belakang:

Pengobatan adalah sebuah proses ilmiah yang dilaksanakan oleh seorang dokter berdasarkan
temuan yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan. Pengobatan ialah membuat keputusan
secara ilmuah yang dilandaskan oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi
pengobatan sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi
pasien. Pengobatan yang rasional menurut World Health Organisation (WHO) ialah pengobatan yang
sesuai indikasi, tepat dosis obat, cara, waktu pemberian, tersedia setiap saat serta harga yang
terjangkau.

Puskesmas Cigudeg melaksanakan beberapa upaya pengobatan dasar, salah satunya ialah
pengobatan non-kegawatdaruratan yang dilakukan di Poli Umum Puskesmas Cigudeg. Dengan
dilakukannya upaya pengobatan dasar di poli tersebut tersebut diharapkan dapat memberikan
pelayanan kesehatan serta intervensi yang tepat dalam menangani kasus-kasus yang ditemukan di
wilayah kerja Puskesmas Cigudeg.

Permasalahan:

- Perlunya upaya pengobatan dasar dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan di


wilayah kerja Puskesmas Cigudeg.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, mengajukan pemeriksaan laboratorium jika


diperlukan, interpretasi hasil pemeriksaan penunjang, memberikan intervensi secara tepat
dan memberikan edukasi kepada pasien.

Pelaksanaan:

Pada hari Rabu, 15 Juli 2020 dilakukan pelayanan pengobatan dasar di Poli Umum Puskesmas
Cigudeg. Tercatat pasien yang berobat ialah sebanyak 43 pasien. Di antara ke-43 pasien tersebut,
ditegakkan diagnosa terhadap pasien sebagai berikut: 4 orang dengan common cold, 5 orang dengan
ISPA, 9 orang dengan hipertensi, 4 orang dengan dyspepsia, 1 orang dengan vertigo, 1 orang dengan
ektima, 1 orang dengan osteoarthritis, 1 orang dengan otitis media akut, 1 orang dengan karies gigi,
1 orang dengan urtikaria, 2 orang dengan hiperurisemia, 1 orang dengan low back pain, 1 orang
dengan hordeolum, 1 orang dengan kolesistitis, 1 orang dengan morbus Hansen, 1 orang dengan
otitis eksterna, 2 orang dengan katarak senilis, 2 orang dengan scabies, 3 orang dengan myalgia, 1
orang dengan diabetes mellitus tipe 2. Kepada pasien-pasien tersebut telah diberikan
penatalaksanaan yang sesuai dengan diagnosis masing-masing dan diberikan edukasi mengenai
penyakitnya, pemakaian obat, dan penjelasan mengenai jadwal kontrol.

Monitoring:

- Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya dan dianjurkan kontrol jika keluhan tidak
kunjung membaik, atau jika bertambah parah.
F6 – Upaya Pengobatan Dasar

Judul: Upaya Pengobatan Dasar Poli Umum Puskesmas Cigudeg

Latar Belakang:

Pengobatan adalah sebuah proses ilmiah yang dilaksanakan oleh seorang dokter berdasarkan
temuan yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan. Pengobatan ialah membuat keputusan
secara ilmuah yang dilandaskan oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi
pengobatan sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi
pasien. Pengobatan yang rasional menurut World Health Organisation (WHO) ialah pengobatan yang
sesuai indikasi, tepat dosis obat, cara, waktu pemberian, tersedia setiap saat serta harga yang
terjangkau.

Puskesmas Cigudeg melaksanakan beberapa upaya pengobatan dasar, salah satunya ialah
pengobatan non-kegawatdaruratan yang dilakukan di Poli Umum Puskesmas Cigudeg. Dengan
dilakukannya upaya pengobatan dasar di poli tersebut tersebut diharapkan dapat memberikan
pelayanan kesehatan serta intervensi yang tepat dalam menangani kasus-kasus yang ditemukan di
wilayah kerja Puskesmas Cigudeg.

Permasalahan:

- Perlunya upaya pengobatan dasar dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan di


wilayah kerja Puskesmas Cigudeg.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, mengajukan pemeriksaan laboratorium jika


diperlukan, interpretasi hasil pemeriksaan penunjang, memberikan intervensi secara tepat
dan memberikan edukasi kepada pasien.

Pelaksanaan:

Pada hari Kamis, 23 Juli 2020 dilakukan pelayanan pengobatan dasar di poli umum Puskesmas
Cigudeg yang dimulai dari pukul 08.00 hingga 12.00 WIB. Dalam pelayanan tersebut tercatat
terdapat 35 pasien, dengan diagnosis sebagai berikut: 8 orang dengan dispepsia, 2 orang dengan
cefalgia, 1 orang dengan scabies, 1 orang dengan abdominal pain, 7 orang dengan hipertensi, 1
orang abses, 2 orang dengan konjungtivitis, 1 orang dengan myalgia, 1 orang dengan vertigo, 3 orang
dengan faringitis akut, 1 orang dengan diabetes mellitus tipe 2, 1 orang dengan suspek TB paru, 1
orang dengan dermatitis atopik, 1 orang dengan gastroenteritis akut, 1 orang dengan reaksi alergi, 2
orang dengan ISPA, 1 orang dengan limfadenopati coli, 1 orang dengan miliaria, 3 orang dengan
common cold, 1 orang dengan hordeolum, 1 orang dengan dermatitis seboroik, 2 orang dengan
kandidiasis, 1 orang dengan dislipidemia, 1 orang dengan pityriasis rosea. Kepada pasien-pasien
tersebut telah diberikan penatalaksanaan yang sesuai dengan diagnosis masing-masing dan
diberikan edukasi mengenai penyakitnya, pemakaian obat, dan penjelasan mengenai jadwal kontrol.

Monitoring:

- Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya dan dianjurkan kontrol jika keluhan tidak
kunjung membaik, atau jika bertambah parah.
F6 – Upaya Pengobatan Dasar

Judul: Upaya Kesehatan Dasar Unit Gawat Darurat Puskesmas Cigudeg

Latar Belakang:

Pengobatan adalah sebuah proses ilmiah yang dilaksanakan oleh seorang dokter berdasarkan
temuan yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan. Pengobatan ialah membuat keputusan
secara ilmuah yang dilandaskan oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi
pengobatan sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi
pasien. Pengobatan yang rasional menurut World Health Organisation (WHO) ialah pengobatan yang
sesuai indikasi, tepat dosis obat, cara, waktu pemberian, tersedia setiap saat serta harga yang
terjangkau.

Puskesmas Cigudeg melaksanakan beberapa upaya pengobatan dasar, salah satunya ialah
pengobatan kegawatdaruratan yang dilakukan di Unit Gawat Darurat Puskesmas Cigudeg. Dengan
dilakukannya upaya pengobatan dasar di UGD tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan
Kesehatan serta intervensi yang tepat dan cepat dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan
yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Cigudeg.

Permasalahan:

- Perlunya upaya pengobatan dasar dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan di


wilayah kerja Puskesmas Cigudeg.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, mengajukan pemeriksaan laboratorium jika


diperlukan, interpretasi hasil pemeriksaan penunjang, memberikan intervensi secara tepat
dan memberikan edukasi kepada pasien.

Pelaksanaan:

Pada hari Senin, 27 Juli 2020 dilakukan pelayanan kesehatan atau upaya pengobatan dasar terhadap
pasien-pasien yang berkunjung ke Unit Gawat Darurat (UGD) Puskesmas Cigudeg. Tercatat sebanyak
10 pasien datang berobat ke UGD Puskesmas Cigudeg dengan diagnosa: 5 orang dengan vulnus
laceratum, 1 orang dengan BPH, 4 orang dengan gastroenteritis akut. Kepada kesepuluh pasien
tersebut telah diberikan penatalaksanaan yang sesuai dengan diagnosis masing-masing. Kepada
pasien juga diberikan edukasi mengenai penyakitnya, pemakaian obat, dan penjelasan akan jadwal
kontrol dan pasien diperbolehkan pulang serta beristirahat di rumah.
Monitoring:

- Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya dan dianjurkan kontrol sesuai waktu yang
dianjurkan dan/atau jika keluhan tidak kunjung membaik, atau jika bertambah parah.
F6 – Upaya Pengobatan Dasar

Judul: Upaya Pengobatan Dasar Poli Umum Puskesmas Cigudeg

Latar Belakang:

Pengobatan adalah sebuah proses ilmiah yang dilaksanakan oleh seorang dokter berdasarkan
temuan yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan. Pengobatan ialah membuat keputusan
secara ilmuah yang dilandaskan oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi
pengobatan sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi
pasien. Pengobatan yang rasional menurut World Health Organisation (WHO) ialah pengobatan yang
sesuai indikasi, tepat dosis obat, cara, waktu pemberian, tersedia setiap saat serta harga yang
terjangkau.

Puskesmas Cigudeg melaksanakan beberapa upaya pengobatan dasar, salah satunya ialah
pengobatan non-kegawatdaruratan yang dilakukan di Poli Umum Puskesmas Cigudeg. Dengan
dilakukannya upaya pengobatan dasar di poli tersebut tersebut diharapkan dapat memberikan
pelayanan kesehatan serta intervensi yang tepat dalam menangani kasus-kasus yang ditemukan di
wilayah kerja Puskesmas Cigudeg.

Permasalahan:

- Perlunya upaya pengobatan dasar dalam menangani kasus-kasus non-kegawatdaruratan di


wilayah kerja Puskesmas Cigudeg.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

- Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, mengajukan pemeriksaan laboratorium jika


diperlukan, interpretasi hasil pemeriksaan penunjang, memberikan intervensi secara tepat
dan memberikan edukasi kepada pasien.

Pelaksanaan:

Pada hari Selasa, 28 Juli 2020 dilakukan pelayanan pengobatan dasar di poli umum Puskesmas
Cigudeg yang dimulai dari pukul 08.00 hingga 12.00 WIB. Dalam pelayanan tersebut tercatat
terdapat 37 pasien dengan diagnose sebagai berikut: 5 orang dengan dyspepsia, 1 orang dengan
gingivitis, 1 orang dengan BPPV, 12 orang dengan hipertensi, 3 orang dengan low back pain , 6 orang
dengan myalgia, 2 orang dengan TB paru, 4 orang dengan gastroenteritis akut, 1 orang dengan ISPA,
2 orang dengan anemia defisiensi besi, 1 orang dengan hemoroid interna grade 1, 1 orang dengan
tinnitus, 1 orang dengan gastritis, 1 orang dengan perdarahan subkonjungtiva mata, 2 orang dengan
common cold, 1 orang dengan scabies, 1 orang dengan ektima, 1 orang dengan acne, 1 orang dengan
dislipidemia, 1 orang dengan suspek apendisitis akut, 1 orang dengan diabetes mellitus tipe 2, 1
orang dengan infeksi saluran kemih.

Kepada pasien-pasien tersebut telah diberikan penatalaksanaan yang sesuai dengan diagnosis
masing-masing dan diberikan edukasi mengenai penyakitnya, pemakaian obat, dan penjelasan
mengenai jadwal kontrol.

Monitoring:

- Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya dan dianjurkan kontrol jika keluhan tidak
kunjung membaik, atau jika bertambah parah.
F7 – Mini Project

Judul:

Latar Belakang:

Permasalahan:

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:

Pelaksanaan:

Monitoring:

Anda mungkin juga menyukai