RUPTUR TENDON
Disusun oleh:
dr. Muhammad Tsawaby Hasian
Pembimbing :
dr. Mo Tualeka, Sp. B
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tulehu
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Nomor RM : 4368
Bangsal/Kamar : Ruang Perawatan Bedah
Tgl. Masuk RS : 05 Maret 2020
Pukul : 15.55 WIT
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Luka sayat pada telapak tangan kiri
Anamnesis (Alloanamnesis) : Luka sayat pada telapak tangan kiri dialami 30
menit sebelum masuk rumah sakit. Mekanisme trauma, awal mula luka robek di
akibatkan pasien menahan pisau dapur menggunakan tangan kiri karena
perkelahian. Pasien sulit menggerakkan telapak tangannya karena nyeri luka
tersebut. Perdarahan aktif (-). Jumlah darah yang keluar hanya memenuhi sapu
tangan. Tidak di jumpai luka lainnya, riwayat pingsan (-), pusing (+), nyeri ulu
hati (+), Mual (-), Muntah (-). Jari telunjuk dan jari tengah sulit di gerakkan
karena nyeri, BAK: Lancar, BAB : Baik
- Informasi riwayat penyakit terdahulu :-
- Riwayat pengobatan : Tidak Ada
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Primary Survey
Airway and C-spine control
Airway : Patent
C-spine control :-
2. Secondary Survey
1) Status Generalisata :
- Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama, Nyeri tekan (-),
krepitasi (-)
- Perkusi : Sonor
3
- Auskultasi : Paru : Vesicular, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : S1/S2 Reg. Gallop (-/-), murmur (-/-)
Abdomen :
- Inspeksi : Datar, Jejas (-)
- Palpasi : Soepel, nyeri tekan regio epigastrium (-), Hepar dan lien
tidak teraba
- Perkusi : timpani, nyeri ketok CVA (-/-)
- Auskultasi : Peristaltik Usus (+) dalam batas normal
Genital :
- Penis : Tidak tampak kelainan, jejas (-), bloody discharge
OUE (-)
- Skrotum : jejas (-)
- Anus : Luka dan jejas (-), keluar darah dari anus (-)
Ekstremitas :
- Superior : Status lokalisata
- Inferior : Luka dan jejas (-), deformitas (-), krepitasi (-), akral
hangat, CRT <2”
Look : Luka sayat (+) pada bagian volar manus sinistra zona III ukuran
5 x 1 x 1,5 cm, jembatan jaringan (-), tepi luka rata, sudut luka lancip,
perdarahan aktif (-), clot (+)
Feel : Nyeri tekan (+), krepitasi (-)
Move : ROM terbatas karena nyeri, Digiti II, III Tidak bisa fleksi
NVD : Sensibilitas baik, CRT <2 detik, iskemia (-)
4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium :
Darah Lengkap
Leukosit 10.0 x 103 /ul
RBC 4.71 x 106 /ul
HGB 13,8 g/dl
PLT 236 x 103 /ul
MCV 87.3 um3
MCHC 33.6 g/dl
Kimia Darah
Glukosa Sewaktu 114 mg/dl
SGOT 41 U/L
SGPT 23 U/L
Ureum 20,1 mg/dl
Creatinin 0.9 mg/dl
V. DIAGNOSA KERJA
Vulnus Scissum Regio Volar Manus Sinistra Zona III + Susp. Ruptur Tendon
Fleksor Digitorum Superfisial dan Profunda digiti II,III e.c Trauma Tajam
(Pisau)
VI. PENATALAKSANAAN
Rencana terapi :
- Jahit luka situasional
- IVFD RL 28 TPM (makro)
- Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam/ IV
- Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam/ IV
- Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam/ IV
- Rencana Pro Explorasi + Debridement + Repair Tendon
- Pasien masuk ruang perawatan bedah (operasi dilakukan 2 hari setelah
pasien masuk karena pasien baru melakukan persetujuan tindakan operasi).
-
5
VII. INTRA OPERASI
1. Intra Operasi
2. Post Operasi
6
3. Laporan Operasi
7
1) Flexor digitorum superficial dan profunda digiti II total
2) Flexor digitorum superficial dan profunda digiti III parsial
- Dilakukan repair tendon dengan jenis Kessler Modifikasi pada
masing-masing tendon
- Kontrol perdarahan
- Cuci luka dengan saline
- Jahit luka lapis demi lapis
- Tutup dengan kassa dan plester
- Pasang klainert
- Operasi selasai
Instruksi pasca bedah: Tulehu, 07/03/2020
- Awasi tanda-tanda vital Operator :
- IVFD Futrolit 20 TPM Dr. Mo Tualeka, Sp.B
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
- Paracetamol tab 3x500 mg /PO
- Diet biasa
VIII. FOLLOW UP
8
- SpO2: 98% - Konsul dr. Agus Sp.an
9
Eks : Volar manus sinistra tampak
vulnus scissum panjang ± 5cm yang
telah terjahit.
A:
Vulnus Scissum Regio Volar Manus
Sinistra Zona III + Susp. Ruptur Tendon
Fleksor Digitorum Superfisial dan
Profunda digiti II,III e.c Trauma Tajam
(Pisau)
08 Maret S : Nyeri pada luka operasi (+). Demam (-). IVFD Futrolit 20 Tetes/
2020 BAB dan BAK lancar. Perawatan H+1 menit
Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12
O:
KU: Baik, kes: CM jam/ iv
TD : 100/70, HR: 79x, RR: 20x, S: 36 Paracetamol Tablet 500
C, SpO2: 98% mg/ 8 jam/ oral
Volar manus sinistra: luka post op Diet biasa
tertutup verband. Rembesan darah
(-), Nyeri (+)
A:
Vulnus Scissum Regio Volar Manus
Sinistra Zona III + Ruptur Tendon
Fleksor Digitorum Superfisial dan
Profunda digiti II,III e.c Trauma Tajam
(Pisau)
10
C, SpO2: 98% Diet biasa
Volar manus sinistra: luka post op.
jahitan baik. Rembesan darah (-).
A: Nyeri (-)
10 Maret S : Nyeri pada luka operasi (-) . Demam (-). IVFD Futrolit 20 Tetes/
2020 Tidur baik. BAB dan BAK lancar. menit
Perawatan H+3 Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12
jam/ iv
O:
KU: Baik, kes: CM Paracetamol Tablet 500
TD : 110/70, HR: 82x, RR: 20x, S: 36,8 mg/ 8 jam/ oral
C, SpO2: 99% Diet biasa
Volar manus sinistra: luka post op. BLPL
jahitan baik. Rembesan darah (-).
Nyeri(-)
A:
Vulnus Scissum Regio Volar Manus
Sinistra Zona III + Ruptur Tendon
Fleksor Digitorum Superfisial dan
Profunda digiti II,III e.c Trauma Tajam
(Pisau)
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tendon
Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke
tulang. Otot rangka dalam tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan
tulang, sehingga memungkinkan untuk berjalan, melompat, mengangkat, dan
bergerak dalam banyak cara. Ketika otot kontraksi, tendon menarik tulang
dan menyebabkan terjadinya gerakan.
Ada 2 jenis tendon, yang pertama adalah tendon yang terbungkus
yaitu paratenon, dan tendon yang tidak terbungkus. Paratenon adalah tendon
yang masih mendapatkan suplai vaskuler meskipun hanya sedikit, sedangkan
tendon yang tidak terbungkus disebut mesotenon / vinncula yang berada di
area avaskuler, hanya mendapatkan nutrisi dari cara difusi/ osmosis saja.
Dengan demikian tipe yang kaya akan vaskuler yaitu paratenon yang
terbungkus tadi bila terdapat cedera berupa robekan akan mengalami proses
perbaikan yang lebih baik daripada yang sedikit vaskularisasinya
2.1.1 Anatomi ekstensor tendon
Dalam keadaan cedera, tendon ekstensor dibagi dalam 9 zona, dengan
lima zona khusus terkait dengan ibu jari. Zona 9 ditambahkan pada zona
tradisional yang diperkenalkan oleh Kleinert dan Verdan yang hanya terdiri
atas 8 zona. Zona genap umumnya menutupi tulang dan zona bernomor ganjil
meliputi sendi. Berikut ini gambar pembagian zona tendon ekstensor :
12
Gambar 1. Zona tendon ekstensor
A. Zona 1 Terletak pada sendi DIP. Tendon di zona ini tipis dan sulit untuk
dilakukan repair yang adekuat. Tendon ini juga lemah dan rentan
terhadap ruptur pada trauma tertutup.
B. Zona 2 Terletak di phalang medial
C. Zona 3 Terletak di sendi PIP.
D. Zona 4 Terletak pada falang proksimal.
E. Zona 5 Terletak di atas sendi MCP. Tendon ekstensor ekstrinsik ditahan
pada posisi tengah di atas sendi oleh sagital bands. Kapsul sendi di
bawahnya sangat rentan terhadap cedera.
F. Zona 6 Terletak di atas metakarpal.
G. Zona 7 Terletak pada sendi pergelangan tangan. Merupakan bagian
intrasynovial dari tendon ekstensor. Retinakulum ekstensor terbagi dalam
6 compartments yaitu :
13
- Compartement VI : extensor carpi ulnaris
H. Zona 8 Merupakan perbatasan otot dan tendon ekstensor. Pada bagian
proksimal otot EDC terdapat raphe tendon yang penting digunakan untuk
repair cedera pada zona ini.
I. Zona 9 Seluruhnya terdapat di dalam separuh proksimal otot. Berat
ringan cedera tidak memiliki korelasi langsung dengan besar luka yang
terlihat.
J. Ibu jari diklasifikasikan secara berbeda, dengan TI melibatkan sendi
interphalangeal, TII proksimal phalanx, TII MCP joint, TIV the
metacarpal, dan TV carpus
14
Gambar 2. Anatomi tendon ekstensor
Pada pangkal jari, tendon ekstrinsik melewati sendi MCP dan
trifurcates di atas proksimal falang. Bagian tengah berlanjut sebagai pusat slip
dan sisipan di dasar phalanx tengah. Celah lateral tendon ekstensor ekstrinsik
bergabung dengan kontribusi dari interoseus pada kedua sisi dan otot lumbris
pada sisi radial untuk membentuk pita lateral. Pita lateral yang bergabung
kemudian bergabung dorsal dan menyisipkan di dasar phalanx distal untuk
membentuk bagian terminal tendon ekstensor (Gambar 1). Beberapa ligamen
retinakular yang penting menstabilkan bagian distal dari mekanisme
ekstensor. Pada phalanx tengah terdapat ligamen segitiga yang menstabilkan
2 lateral band secara dorsal dan mencegah subluksasi volar mereka ketika
sendi interphalangeal (PIP) proksimal dilenturkan. Ligamen retinakular
oblique berasal dari bagian volar dari phalanx proksimal dan selubung tendon
fleksor untuk dimasukkan ke tendon terminal dan membantu untuk
menghubungkan PIP dan gerakan interphalangeal distal (DIP). Akhirnya,
ligamen retinakular transversa berasal dari lempeng volar di setiap sisi sendi
PIP dan dimasukkan ke dalam pita lateral, mencegah migrasi dorsal mereka
selama fleksi jari.
15
fibrous aponeurosis yang menyelimuti saraf median dan selubung pembuluh
dari ulna pada lengan bawah. Pada bagian tengah lengan bawah, muscle bel
superfisial dibagi menjadi empat, bagian superfisial dan profunda. Bagian
superfisial menjadi tendon pada jari tengah dan jari manis, bagian profunda
menjadi tendon pada jari telunjuk dan jari kelingking. FDS pada jari
kelingking tidak selalu ditemukan pada setiap orang. FDP berorigin pada
anteromedial aspek dari ulna dan jaringan interoseus membran lebih dorsal
dari FDS. FDP dari jari telunjuk, mempunyai muscle belly sendiri. Kleinert
dan Verdan membagi tendon fleksor menjadi lima zona anatomi.
16
dorsal, dan bersatu kembali pada bagian dorsal oleh jaringan ikat yang
disebut sebagai: chiasma camper, dan berakhir sebagai dua buah tendon yang
berinsersi pada setengah proksimal phalang media. FDP berjalan melewati
decusatio FDS dan berinsersi pada bagian proksimal phalang distal.
17
Pulley A2 dan A4 berasal dari periosteum setengah proksimal phalang
proksimal dan pertengahan phalang media, sedangkan pulleys Al, A3 dan A5
merupakan pulley pada persendian yang berasal dari bagian palmar sendi
metacarpophalangeal (MP), proksimal interphalangeal (PIP) dan distal
interphalangeal (DIP). Pulleys palmar apponeurosis terdiri dari fascia palmar
serat vertikal dan serat transversal yang secara klinis penting apabila
komponen selubung tendon bagian proksimal lainnya hilang. Cruciate pulleys
yang tipis terdiri dari Cl yang terletak antara annular pulley A2 dan A3, C2
antara A3 dan A4 dan C3 antara A4 dan A5. Cruciate pulley memfasilitasi
koiap dan ekspansi tendon sheath selama gerakan jari. Selubung tendon jari
mencegah tendon tertarik keluar dari bagian konkaf aspek anterior jari saat
jari fleksi.
18
dengan fibroblas diantaranya. Fibroblas yang berbentuk kumparan hanya
sedikit sekali. Fibril tersusun menjadi suatu gelendong (bundle) yang
dibungkus oleh endotenon. Lapisan peritendineous-nya disebut epitenon dan
lapisan terluar disebut paratenon. Komposisi tendon ini membuat tendon
dapat berfungsi secara ideal untuk menahan gaya regang yang tinggi.
Dibandingkan dengan ligamentum, tendon mengalami deformitas yang
sedikit sekali waktu dibebani. Viskoelastisitas tendon relatif agak kurang bila
dibandingkan dengan jaringan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
komponen matriks.
Fascicle tendon fleksor pada tangan dibungkus oleh lapisan adventitia
visceral dan parietal yang tipis yang disebut dengan paratenon. Yang
termasuk leksor tendon jari adalah : Fleksor digitorum superfisialis ( FDS ),
fleksor digitorum profundus ( FDP ) dan fleksor policis longus ( FPL ).
Tendon FDS biasanya berasal dari satu muscle bundle dan bekerja secara
independent, sedangkan FDP sering mempunyai origo otot communis untuk
beberapa tendon dan menghasilkan fleksi yang simultan dari beberapa jari.
Pada pergelangan tangan, fleksor tendon jari bersama dengan n.
medianus memasuki carpal tunnel disebelah bawah atap pelindung ligamen
transversal carpal ( flexor retinaculum ) dan berada dalam common synovial
sheath. Pada canal ini tendon profundus commmunis terpisah menjadi sendiri
sendiri untuk masing - masing tendon jari tengah, jari manis dan kelingking.
Kira - kira setinggi palmar crease distal masing - masing tendon tendon untuk
ibu jari, telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking serta fleksor policis
longus dari FDP dan FDS masuk ke masing - masing selubung tendon (digital
synovial sheath). Tendon fleksor policis longus masuk ke tangan dibawah
retinaculum fleksor dengan selubung tendon tersendiri. Selubung tendon
berfungsi sebagai pelindung bagi tendon fleksor dan juga untuk memberikan
permukaan gliding yang licin (smooth) pada permukaan synovialnya
sehingga tendon dapat bergerak/sliding secara bebas pada persendian tangan
dan diantara masing-masing tendon selama pergerakan.
Gliding pada tendon fleksor tangan berhubungan langsung dengan
19
sarung tendon (tendon sheath), lapisan sinovium parietal (di dalam sarung)
dan viseral (epitenon/bagian luar tendon) yang menghasilkan cairan sinovium
yang berfungsi untuk lubrikasi dan memberikan nutrisi. Sarung ini
mengarahkan gerakan tendon dan di daerah tendon mengalami lekukan tajam,
sarung tendon mengalami penebalan seperti struktur pulley. Pada daerah ini,
tendon mendapat gaya tekan yang besar, mengakibatkan tendon mengalami
perubahan menjadi menyerupai tulang rawan. Tendon tersebut kadang-
kadang disebut tendon yang avaskular, yang hanya menerima perdarahan dari
vinkula. Tendon ini merupakan jaringan ikat yang kecil, longgar dan
fleksibel, serta berhubungan dengan mesotenon dan paratenon. Tendon ini
diduga menerima nutrisi, sebagian melalui difusi cairan sinovial.
20
insersi di tulang.
Meskipun keberadaan pembuluh darah sudah pasti, tapi perannya
dalam nutrisi dan proses penyembuhan tendon fleksor masih diragukan oleh
beberapa peneliti. Manske, whiteside dan Lesker, menggunakan teknik
pencucian hidrogen (hydrogen washout), menunjukkan bahwa pada ayam,
synovium adalah jalur nutrisi yang bermakna untuk tendon fleksor,
sedangkan pembuluh darah tidak. Lundborg dan Rank menunjukkan bahwa
pada kelinci walaupun suplai darahnya rusak, tapi dapat sembuh dengan
nutrisi yang disuplai melalui difusi cairan synovial.
2.4. Nutrisi tendon
Tendon fleksor mulai dari distal lengan bawah sampai pertengahan
phalank proksimal menerima suplai darah dari pembuluh darah segmental
yang berasal dari paratenon sekelilingnya. Pembuluh darah ini masuk ke
tendon dan berjalan secara longitudinal diantara fasikel-fasikel. Menurut
Ochiai, dkk. system vincula digital sheath terdapat di pertengahan phalank
proksimal. Difusi cairan synovial merupakan alternatif jalur nutrisi dan
lubrikasi yang efektif untuk tendon flexor. Penghantaran nutrisi yang cepat
dipengaruhi oleh mekanisme pompa yang disebut inhibisi dengan cairan
didorong masuk kedalam jaringan interstitial tendon melalui celah sempit
pada permukaan tendon saat jari jaringan interstitial tendon melalui celah
sempit pada permukaan tendon jari.5
21
Gambar 6. Suplai darah sistem vincula.
VBP : Veniculum Brevis Profundus; VLP : Veniculum Longum Profundus; VBS:
Veniculum Brevis Superficialis; VLS : Veniculum Longum Superficialis.
2.5. Biomekanik tendon
Fungsi tendon merupakan suatu kabel fleksibel sebagai penghubung
struktur otot yang dinamis dan struktur tulang yang rigid, sehingga jaringan
ini harus mempunyai kemampuan untuk meredam goncangan (shock
absorbing) dan kemampuan untuk menahan tarikan (tensile strength).
Tendon merupakan penghubung antara otot dan tulang. seperti halnya
tulang rawan, tendon, di sini matriksnya sebagian besar terdiri dari kolagen
tipe 1 dan sedikit proteoglikan. Serat kolagen tersusun longitudinal dengan
pembuluh darah dan saraf yang berada di sekeliling jaringan ikat longgar.
Susunan geometris pembuluh darah dan saraf ini berhubungan dengan fungsi
tendon untuk menahan gaya regangan yang dihasilkan otot untuk diteruskan
ke tulang.
Menurut fungsinya tendon dibagi menjadi tendon yang diselubungi
oleh selubung tendon (tendon sheath) dan tendon yang diselubungi jaringan
ikat longgar paratenon. Selubung tendon memungkinkan tendon untuk
melekuk dan terutama pada tendon fleksor. Pada tendon yang tidak melekuk
22
dikelilingi paratenon. Sekeliling tendon yang berupa jaringan ikat yang
longgar.
2.6 Ruptur tendon
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Ruptur
tendon dalah robek, pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena
tarikan yang melebihi kekuatan tendon atau adanya trauma yang mengenai
tendon tersebut.
2.7 Penilaian klinis
Evaluasi cedera tendon membutuhkan pengetahuan rinci tentang
anatomi aparatus ekstensor maupun flexor, serta karakteristik fungsional dari
setiap segmen. Anamnesis yang akurat sangat penting dan harus mencakup
mekanisme traumatik, posisi tangan pada saat cedera, dan komorbiditas
akhirnya. Biasanya ketika trauma terjadi dengan jari fleksi, kerusakan tendon
sesuai dengan tingkat cedera, sedangkan retraksi tendinous dapat diamati
dalam kasus trauma tinju.
Secara umum, cedera dibagi menjadi dua kategori utama: cedera
terbuka dan cedera tertutup. Cedera terbuka dapat muncul sebagai avulsi, lesi
tajam, atau laserasi. Dalam kondisi terakhir ini, kerusakan yang signifikan
terhadap sekitarnya jaringan sering terjadi dan wajib dilakukan pemeriksaan
neurovaskular. Ruptur tertutup dapat terjadi akibat kondisi morbid yang
melemahkan struktur tendon, seperti RA, penyakit pengendapan kristal, dan
erosi oleh perangkat keras internal yang digunakan untuk fiksasi tulang.
Inspeksi harus mempertimbangkan lokasi cedera, ukuran luka, kehadiran
hilangnya substansi tendon atau retraksi, dan kerusakan terkait. Selanjutnya,
pengamatan yang teliti terhadap tangan mungkin menunjukkan cedera tendon
yang mendasari ketika kaskade fleksi jari tidak normal saat istirahat atau
ketika pergelangan tangan tertekuk dan melebar. dengan efek tenodesis.
Kemudian, pemeriksaan setiap jari tunggal dengan dan tanpa
perlawanan harus dilakukan, untuk mengecualikan tindakan tendina juncturae
yang bisa menutupi entitas nyata dari kerusakan. Di hadapan kelemahan
ekstensi terhadap resistensi, cedera tendon parsial dapat dicurigai. Kadang-
23
kadang rasa sakit tidak memungkinkan pemeriksaan dan diagnosis yang tepat,
sehingga pada kasus tertentu anestesi lokal dapat membantu diagnostik.
2.8 Mekanisme penyembuhan Tendon
Penyembuhan tendon terjadi secara intrinsik maupun ekstrinsik.
Penyembuhan intrinsik didukung oleh suplai intrinsik yang memasok kira-
kira seperempat dari volume tendon. Penyembuhan ekstrinsik adalah hasil
dari stimulasi jaringan peritendinous untuk berproliferasi dan memasok
kebutuhan sel dan kapiler yang dibutuh kan untuk proses penyembuhan.
Proses ini bertanggung jawab untuk pembentukan adhesi tendon untuk semua
struktur yang berdekatan dari luka menjadi satu dan terbentuk scar. Telah
terbukti secara eksperimental bahwa suplai darah intrinsik tidak cukup untuk
mendukung penyembuhan utama tendon dalam banyak kasus.
Penyembuhan tendon di dalam selubung lebih lama dibandingkan dengan
penyembuhan bagian tendon diluar selubung. rutan penyembuhan tendon
adalah sebagai berikut:
1) Fase inflamasi (0-10 hari) Urutan biologis ini sama dengan penyembuhan
luka pada umumnya, kecuali dalam kasus ini, penyembuhan berlangsung
lebih lambat. Bahkan, pada lima sampai tujuh hari setelah terluka, tendon
menjadi lebih lemah.
2) Fase proliferasi (4-21 hari) Sebuah kalus fibrovascular terbentuk di
sekitar tendon dan menyatukansemua struktur luka menjadi satu bagian.
3) Fase Maturasi/Pematangan (28-120 hari) Orientasi longitudinal dari
fibroblas dan fiber dimulai. Pada 45 hari, kolagen lisis dan pembentukan
kolagen mencapai kesetimbangan. Pada 90 hari, pembentukan awal
bundel kolagen mulai terlihat dan pada 120 hari bundel ini tampak seperti
yang terlihat pada tendon normal
24
mempertahankannya selama masa penyembuhan, dengan tetap
memungkinkan dilakukannya latihan gerak dini hari pertama pasca operasi.
Latihan gerak dini aktif diperlukan untuk meminimalkan terjadinya adhesi,
yang hanya dapat dilakukan bila tensile strength jahitan tendonnya kuat.
Tensile strength adalah kekuatan jahitan untuk menerima gaya regang pada
arah yang berlawanan yang bekerja sejajar terhadap serabut kolagen tendon.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tensile strength adalah jenis benang
jahitnya dan teknik jahitan. Eksplorasi pada pembedahan dilakukan dikamar
operasi dengan menggunakan loop untuk pembesaran. Anestesi yang
digunakan dapat umum atau dengan blok aksila.
Terapi awal pada luka terbuka harus mencakup irigasi dan
debridement luka dan repair tendon. Jika pada cedera juga terjadi patah tulang
maka fiksasi pada fraktur sebaiknya dilakukan agar mobilisasi dini tendon
memungkinkan. Penanganan terhadap jaringan lunak pada tangan harus halus
(meticulous). Musuh nomor satu pada reparasi tendon adalah jaringan fibrosis
yang menjerat. Oleh karena itu penanganan jaringan harus minimum. Insisi
yang digunakan adalah midlateral atau insisi Bruner. Berusaha untuk ekstensi
dari laserasi luka bila memungkinkan. Neurovaskular diidentifikasi dan
dipreservasi.
Ujung-ujung tendon yang terputus ditarik ke tempat laserasi melalui
jendela yang dibuat dari selubung tendon fleksor. Perdarahan pada selubung
kadang dapat dijadikan panduan lokasi dari tendon yang retraksi. Dapat
dilakukan “milking” dari ujung tendon dengan pergelangan tangan dan jari-
jari pada posisi fleksi. Atau dengan forcep bergigi yang kecil dan halus.
Penarikan dengan instrumen secara membuta harus dihindari. Apabila tendon
tertarik terlalu jauh maka dapat digunakan kateter pediatrik dengan
melakukan insisi pada telapak tangan secara oblik.
2.9.1 Reparasi ruptur tendon pada zona I
Laserasi dari tendon FDP distal dari insersi FDS atau avulsi dari
tempat insersi pada base phalanx distal didefinisikan dengan cedera pada
zona I dari tendon fleksor. Bila terjadi ruptur dan bagian distal tendon kurang
25
dari 1 cm jaraknya dari tempat insersi maka tendon advancement dan reparasi
primer ke tulang diindikasikan. Bila lebih dari 1 cm panjang tendon yang
tersisa pada bagian distal maka dapat dilakukan tenorrhaphy primer
diindikasikan karena apabila terjadi pemendekan lebih dari 1 cm maka akan
terjadi efek quadrigia. Pada situasi klinis seperti ini laserasi dapat terjadi
diantara pulley A4, sehingga membuat reparasi teknik menjadi sulit.
26
penggunaan teknik Becker sangat baik. Apapun teknik yang digunakan
aposisi dari FDP ke tulang harus dikonfirmasi secara visual. Sebelum
mengencangkan dan mengikat simpul.
B. Avulsi FDP
Leddy dan Packer menggolongkan avulsi FDP ke dalam tiga jenis.
Pada tipe I tendon FDP menarik kembali ke dalam telapak tangan. Sesuai
dengan definisinya terjadi gangguan vincula sehingga aliran darah terganggu.
Selubung tendon setelah beberapa hari menjadi terganggu sehingga gliding
FDP terganggu. Pada avlusi tipe II ujung tendon retraksi ke PIP. kontraktur
pada tendon tidak terjadi. Usaha yang dilakukan adalah memasukan kembali
ujung tendon ke dalam selubung terutama pada pulley A4. Usaha perbaikan
ini sebaiknya dilakukan pada minggu ke 6 atau lebih. Pada tipe III bagian
besar dari tulang di attach ke ujung tendon untuk mencegah penarikan dari
ujung tendon lebih jauh dari pulley A4. Reparasi dari fraktur dapat dilakukan
dengan menggunakan K wire atau Screw.
27
Gambar 9. Avulsi FDP kalsifikasi Leddy dan Pecker.
Suture material
Berbagai macam suture material dapat digunakan, idealnya suture
material bersifat non-reaktif, non-rigid, ukurannya kecil, kuat, mudah
di’pegang’, dan mempunyai kemampuan menahan simpul yang baik. beberapa
jenis yang sering digunakan adalah monofilament stainless steel wire, Prolene,
Ethilon, Supramid, Mersilene, Tevdek dan Silk. Monofilament stainless steel
wire adalah yang paling kuat dan paling non-reaktif, serta sangat baik menahan
simpulnya. Sayangnya bahan ini kurang elastis dan mudah patah, sehingga
tidak menguntungkan terutama di zona II, di terowongan fibroosseous yang
sempit. Akan tetapi, bahan ini merupakan bahan yang sangat baik untuk
reinsersi tendon profundus ke phalank distal dengan teknik pull-out wire and
button dari Bunnel. Di lain pihak, Silk, merupakan bahan yang sangat mudah
di’pegang’, tapi terlalu reaktif. Green lebih menyukai menggunakan Mersilene
28
atau Prolene untuk perbaikan tendon fleksor, Keduanya cukup kuat,
menimbulkan reaksi jaringan yang minimal, dan mudah untuk di’pegang’.
Prolene mempunyai kecenderungan untuk merosot dan lepas simpulnya,
sehingga harus sangat hati-hati saat melakukan simpul. Kekurangan relatif dari
prolene adalah simpulnya agak tebal, sehingga kadang-kadang tersangkut
pulley. Ukuran yang biasa digunakan adalah 4-0, tapi pada zona II atau pada
tendon anak-anak digunakan 5-0.
29
sirkulasi intratendinous. Wray dan Weeks menggunakan fleksor ayam.
Keduanya membandingkan rupture rate dan tensile strength dari tendon jahitan
Bunnel, Kessler, dan Tsuge. Mereka menyimpulkan bahwa keseluruhan teknik
tersebut menunjukkan hasil yang kurang lebih sama. Sehingga kebanyakan ahli
bedah menganjurkan suatu core suture seperti pada teknik Kessler atau
modifikasinya.
Teknik ini memberikan tensile strength yang memuaskan yang dapat
dipertahankan selama fase awal penyembuhan. Teknik ini juga menghindarkan
jahitan memotong dan keluar dari tendon dan sangat berguna pada daerah jari-
jari. Harus diingat bahwa tidak satupun suture material maupun teknik yang
dapat memelihara perbaikan tendon terhadap gerakan aktif tidak terbatas pada
periode awal pasca operasi. Kebanyakan peneliti mengemukakan bahwa
kekuatan perbaikan tendon sangat berkurang pada 10 hari pertama. Setelah itu
kekuatan perbaikan meningkat secara bertahap sampai pada akhir minggu ke
10 – 12 dapat diaplikasikan daya yang cukup kuat selama program rehabilitasi.
Bunnell’s criss-cross adalah contoh klasik dari jenis jahitan ini. Teknik ini
jarang dipakai lagi, karena dianggap jahitan criss-crossnya akan mengganggu
sirkulasi intratendinous.
Teknik Kleinert yang merupakan modifikasi dari Bunnell, dianggap
lebih aman terhadap sirkulasi karena jahitan ini hanya satu kali menyilang, dan
secara teknis lebih mudah melakukannya.
Teknik Kessler merupakan modifikasi dari teknik Mason Allen.
Teknik ini efektif untuk perbaikan tendon di jari dan tangan. Kekurangannya
adalah simpulnya berada di permukaan luar tendon sehingga menghalangi
gliding tendon. Modifikasi Kessler merupakan jahitan dengan dua buah core
suture yang ditambah dengan continous epitendinous suture pada tempat
ruptur. Teknik ini digunakan hanya mengunakan satu buah benang jahit dan
simpulnya diletakan di permukaan dalam tendon yang terpotong.
Kekurangannya adalah benang jahitan sulit untuk menggelincir melalui tendon
untuk mendekatkan kedua ujung tendon yang terpotong. Jarum melalui
permukaan yang terpotong, keluar dari permukaan tendon, kemudian jahitan
30
masuk tendon kembali secara tranversal, keluar di sisi sebelahnya. selanjutnya,
jarum melalui permukaan tendon yang terpotong menyeberang ke potongan
tendon lawannya, keluar tendon, masuk ke tendon kembali secara tranversal,
masuk kembali ke tendon yang terpotong, tendon diaproksimasi dan
disimpulkan.
Teknik Tajima menggunakan dua benang jahit yang double arm (dua
jarum). dengan demikian benangnya dapat dipakai dengan tarikan tendon
melalui selubung tendon dan di bawah pulley di lokasi-lokasi sulit.
Keuntungan lainnya adalah simpulnya terletak di dalam permukaan tendon
yang terpotong.
Teknik Strickland merupakan modifikasi gabungan dari teknik
Kessler dan Tajima. Pada teknik ini selain terdapat dua buah simpul di
permukaan dalam tendon yang terpotong juga terdapat empat simpul yang
diketatkan di dalam tendon, pada empat tempat saat jahitan akan
melintang/tranversal.
31
cross stitch lebih kuat 117% dibandingkan dengan modifikasi Kessler. Dasar
ini dipakai oleh Kubota dalam pemilihan jahitan epitendinous-nya.
2.10. Rehabilitasi
Berdasarkan laporan penelitian dari Gelberman dkk. mengkonfirmasikan
bahwa hasil yang memuaskan akan dapat dicapai dengan menggunakan dua
buah cara teknik mobilisasi. Pertama, metode Kleinert, aktif ekstensi dari jari
32
dapat dicapai dengan teknik pasif fleksi menggunakan karet yang dilekatkan
pada kuku jari dan pergelangan tangan. Teknik kedua metode Harmer, Young
dan Harmon serta Duran dan Houser. Mengontrol gerakan pasif dengan
memblok bagian belakang dari jari. Rentang keamanan lebih meningkat
apabila teknik penjahitan dengan teknik. Multistrand.
33
Gambar 12. Teknik rehabilitasi menurut Duran dan Houser.
2.11. KOMPLIKASI
Komplikasi paling umum dari repair tendon meliputi:
Ruptur
Adhesi
Kontraktur fleksi
Swan neck deformity/boutonniere deformity
Bowstringing
Lumbrical plus finger
Sindrom quadriga
34
pasien untuk melenturkan tubuh terhadap resistensi. Tingkat ruptur setelah
tenolisis tinggi (21% dalam seri Lister). Ini paling sering terjadi di
proksimal lokasi perbaikan.
Sebuah meta-analisis dari 29 penelitian yang meneliti kejadian
komplikasi setelah perbaikan tendon menunjukkan tingkat operasi ulang
6% dan tingkat ruptur tendon dan pembentukan adhesi 4%. Studi tersebut
menemukan bahwa penggunaan teknik Kessler yang dimodifikasi
mengurangi perkembangan adhesi sebesar 57% dan keberadaan jahitan
epitendinous menurunkan laju operasi ulang sebesar 84%.
Deformitas leher angsa terjadi akibat eksisi FDS. Hal ini dapat
dicegah dengan mempertahankan bagian FDS yang ditempelkan vinculum
V2. Ini dikoreksi baik dengan capsulodesis atau dengan konstruksi
ligamentum retinakular miring spiral.
Lumbrical plus terjadi ketika cangkok terlalu panjang dan
ketegangan diambil alih oleh insersi lumbrical, mengakibatkan ekstensi
paradoks dari sendi Interphalanx dengan fleksi paksa. Bagian lumbrical
memperbaiki komplikasi ini. Karena jari yang dicangkokkan mencapai
telapak tangan sebelum jari-jari lainnya, ini menempatkan blok pada fleksi
lebih dulu dari jari-jari lainnya (sindrom quadriga).
2.12. PROGNOSIS
Rigo et al, dalam tinjauan retrospektif hasil perbaikan tendon
fleksor di zona I, II dan III (291 pasien; 356 jari), melaporkan fungsi yang
sangat baik atau baik pada 95 (30%) dari 322 jari pada 8 minggu dan 107
(48%) ) dari 225 jari pada tindak lanjut terakhir (rata-rata, 7 bulan; kisaran,
3-98 bulan). Variabel ditentukan sebagai prediktor hasil negative, yaitu:
Usia - Pasien yang sangat muda dan lanjut usia juga tidak mengalami
peningkatan
Merokok
Pekerjaan - Seringkali, mereka yang memiliki gaya hidup sibuk tidak
mampu menyediakan waktu untuk rehabilitasi
Mekanisme cedera - Semakin luas zona cedera awal, semakin besar
kemungkinan jaringan parutnya; jumlah jaringan parut berbanding terbalik
dengan ROM yang dicapai selanjutnya
Kualitas perawatan awal
Operasi sebelumnya - Kemungkinan keberhasilan berkurang karena
meningkatnya jumlah prosedur yang mendahului operasi.
Penundaan operasi
35
Lister melaporkan 80% hasil baik atau sangat baik di zona II
dengan 85% di luar zona II. FDS dipotong hanya pada 25% pasien dengan
cedera zona II, dan hanya 45% dari 25% tersebut mencapai hasil yang baik
atau sangat baik. Hasil ini sulit untuk dijelaskan, tetapi mungkin
mencerminkan peningkatan suplai darah atau kekuatan yang lebih besar
dengan FDS yang utuh. Hanya 12% pasien yang membutuhkan tenolisis.
Singer dan Maloon melaporkan 80% hasil yang sangat baik atau bagus.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. At A Glance : Ilmu Bedah. Ed.3. 2006.
Jakarta : Erlangga Medical Series
2. Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. 2004.
Jakarta : EGC
3. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Ed.3. 2000. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI
4. Saladin: Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function, Ed.3. 2003.
36
The McGraw Hill Companies.
5. Strickland JW. Flexor tendon – acute injuries. In: Green DID, Hotchkiss RN,
Pederson WC, editor. Green’s operative orthopedic hand surgery. 4th ed.
Philadelpia: Churchill Livingstone; 1999 : 1851 – 83.2. Boyer MI, Strickland
JW. Et al. Flexor Tendon Repair and Rehabilitation : State of The Art in 2002.
JBJS. 2002.
6. Thompson JC. Hand section. In: Netter’’s Concise Atlas of Orthopaedic
Anatomy. 1st ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2002 : 121 – 454.
7. Ricci JL. Tissue anatomy. In: Orthopaedics a study guide. New York: Mc Graw
Hill; 1999: 13 – 14.
8. Thurman RT. Two, four, and six strand zone II flexor tendon repairs: an in situ
biomechanical comparison using a cadaver model. J Hand Surg 1998; 23A:
262 - 56.
9. Leddy JP. Flexor tendons – acute injuries. In: Operative hand surgery. New
York: Churchill Livingstone; 1993: 1823 – 45.
10. Harrison R. Hand surgery – tendon healing project. J hand surg. 2003: 105 –
14.Wright PE. Flexor and extensor tendon injuries. In: Campbell’s operative
orthopaedics. St. Louis: Mosby; 1992 : 3003 – 57.9.
11. Amadio PC. Tendon injuries in the upper extremity. In: Principles of
orthopaedic practice. New York: Mc. Graw-Hill Co; 1998: 699 – 715.
12. Benjamin C Wood, MD, FACS. Flexor Tendon Lacerations Treatment &
Management.[Updated: Nov 26,
2018]://https://emedicine.medscape.com/article/1286303-treatment#d12
37