Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

TUMOR PAROTIS

Pembimbing:
dr.Muharramsyah Rambe, Sp.B

Oleh:
Yunni Yitma Kurnianing Putri
Candra Bima Argandi
Hana Setiapani
Nasrudin

SMF BAGIAN ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

2016

1
BAB I
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Nirwan Darmaga Nasution
Usia : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat :Muara Parlampungan, Kec. Batang Natal Kab.
Madina
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Suku : Batak
No Rm : 24-30-72
Tanggal masuk RS : 31 Januari 2016

II. Anamnesis
Keluhan Utama:
Benjolan di pipi kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli Bedah RSU Haji Medan dengan keluhan terdapat
benjolan pada pipi sebelah kiri. Benjolan dirasakan sudah sejak 8 bulan yang
lalu. Benjolan berawal dikeluhkan hanya benjolan kecil, yang semakin lama
semakin membesar. Pasien menyangkal adanya nyeri pada benjolan tersebut,
pada benjolan tidak pernah bengkak, merah atau panas.
Demam(-), mual(-), muntah(-), sulit menelan(-), penurunan nafsu makan(-),
buang air besar normal, buang air kecil normal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat penyakit serupa disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes melitus (+)
 Riwayat hepatitis disangkal

2
 Riwayat trauma disangkal
 Riwayat alergi makanan dan obat-obatan disangkal
Kebiasaan :
 Kebiasaan merokok disangkal
 Kebiasaan alkohol disangkal
 Kebiasaan minum obat-obatan dan jamu disangkal
Riwayat Keluarga:
 Riwayat penyakit serupa dengan pasien disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat hepatitis disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis; GCS 15 (E=4;M=6;V=5)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Pulsasi : 78 x/menit
Laju pernafasan : 22 x/ menit
Suhu : 36,6oC
Kepala dan Wajah
Kepala : Normocephali, deformitas (-), simetris (+), edema (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
diameter3mm/3mm
Hidung : Deformitas (-), sekret (-), Septum nasi di tengah
Telinga : Deformitas (-/-), sekret (-/-), serumen (-/-)
Mulut : Mukosa oral tidak hiperemis, Mukosa bibir basah, sianosis (-)
Leher : Trakea ditengah, tidak tampak jejas ataupun lesi kulit lain,
KGB tidak teraba

3
Thorak-Paru
Inspeksi :Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (–)
Palpasi :Gerak nafas teraba simetris, stem fremitus kiri = kanan
Perkusi :Sonor di kedua lapang paru, batas paru-hepar di ICS 5
midklavikularis dextra
Auskultasi :Bunyi nafas vesikular ( +/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Thorak-Jantung
Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis sinistra
Perkusi :Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS V linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra
Auskultasi :Bunyi jantung I dan II regular, gallop(-), murmur(-)
Punggung
Inspeksi :Gerak nafas simetris, tidak tampak deformitas
Palpasi :Gerak nafas simetris, stem fremitus kiri = kanan
Perkusi :Sonor pada punggung kanan dan kiri
Auskultasi :Suara nafas vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : kulit tampak normal, dinding abdomen tidak tampak distensi
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-) pada seluruh lapang abdomen; hepar, lien dan
renal tidak teraba
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Status Lokalisata
Inspeksi : tampak benjolan berbentuk oval dengan ukuran ± 4,5cm x
3,5cm, kulit tampak normal.
Palpasi : nyeri tekan (-) teraba kenyal dan berbatas tegas
Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan

4
Pemeriksaan Ekstremitas
Kekuatan otot : Dalam batas normal
Sensibilitas : Dextra dan sinistra tidak ada kelainan

Status Neurologis : Dalam Batas Normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Nilai Pemeriksaan Nilai
Darah Rutin Indek Eritrosit
Hemoglobin 14,7 Mcv 86,7

Eritrosit 5,1 Mch 29,0


Leukosit 8600 Mchc 33,5
Hematokrit 43,8
Trombosit 229000
Hitung jenis Laju Endap Darah 11
Leukosit
Eosinfofil 2
Basofil 0 Kimia Klinik
Netrofil Stab 0 GDS 263
Netrofil Segmen 74
Limfosit 17
Monosit 7
Fungsi Ginjal
Ureum 26
Kreatinin 1,30

CT Scan : Massa hipodens batas tegas di kelenjar parotis sinistra, post kontras
tampak ring enhacement, suggestive abses.

5
Biopsi :
Ekg : Tidak terdapat Kelainan Jantung
V. Diagnosa kerja
Tumor Parotis Sinistra
VI. Diagnosa Banding
Limfadenopati Kelenjar Tiroid
VII. Penatalaksanaan
 Persiapan pre operasi
 Informed consent
 Pasien dipuasakan 8 jam
 Personal higiene
 IVFD Ringer Laktat 20 tetes per menit
VIII. Laporan Operasi
Diagnosis Pra Bedah Tumor Parotis Sinistra
Jenis Pembedahan Superficial Paradectomy
Diagnosis Pasca Bedah Post superficial paradectomy e.c. tumor parotis
sinistra
Tindakan Operasi  Pasien dalam posisi supine
 Tindakan aseptik dan antiseptik
 Insisi sesuai desain menembus kutis, subkutis,
fasia
 Dibuat flap ke arah anterior hingga m.maseter,
dan posterior hingga m.sternokleidomastoideus
 Trunkus n.fascialis dikenali, dicari cabang-
cabang n.fascialis
 Dilakukan superfisial parotidektomi dengan
diseksi secara tajam
 Kontrol perdarahan
 Luka operasi ditutup lapis demi lapis
 Luka operasi dijahit

6
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Instruksi post-op:
• Bed rest
• Diet biasa
• IVFD RL 20 gtt/i
• Ketorolac 30 mg/8jam
• Cefotaxim 1gr/8 jam
• Ranitidin 50 mg/12 jam
X. Follow Up
TANGGA S O A P
L
01 / 02/ Nyeri pada KU : tampak sakit Laki-laki 55  Diet biasa
2016 luka bekas sedang tahun, Hari  IVFD Ringer Laktat
operasi, Kesadaran : compos rawat I, Post 20 tetes per menit
demam (-), mentis Op, Post  Medikamentosa:
mual (-), TD: 130/80 mmHg parotidektomi  Cefotaxim 1 x 1
muntah (-), HR: 80 x/menit superfisial e.c gram IV
flatus (-) RR:24x/menit tumor parotis  Ketorolac
Suhu: 37°C sinistra  Ranitidine 2 x 1
BU (+) ampul (25 mg/ml)
Status lokalis: luka
tertutup kassa,
rembesan darah (-)

02 / 02/ Nyeri KU : tampak sakit Laki-laki 55  Diet biasa


2016 berkurang sedang tahun, Hari  IVFD Ringer Laktat

7
pada luka Kesadaran : compos rawat II, Post 20 tetes per menit
bekas operasi, mentis Op, Post  Medikamentosa:
demam (-), TD: 130/70 mmHg parotidektomi  Cefotaxim 1 x 1
mual (-), HR: 78 x/menit superfisial e.c gram IV
muntah (-), RR:20-22x/menit tumor parotis  Ketorolac
flatus (+) Suhu: 36,5°C sinistra  Ranitidine 2 x 1
Status lokalis: luka ampul (25 mg/ml)
tertutup kassa,
rembesan darah (-)

03 / 02/ Nyeri KU : tampak sakit Laki-laki 55  Rawat jalan


2016 minimal pada ringan tahun, Hari  Edukasi perawatan
bekas operasi, Kesadaran : compos rawat III, Post luka dan kontrol
demam (-), mentis Op, Post jahitan ke poli bedah
mual (-), TD: 120/80 mmHg parotidektomi  Medikamentosa:
muntah (-), HR: 80 x/menit superfisial e.c  Cefotaxim 1 x 1
nafsu makan RR:22x/menit tumor parotis gram IV
baik. Suhu: 37°C sinistra  Ketorolac
Status lokalis: luka  Ranitidine 2 x 1
tertutup kassa, ampul (25 mg/ml)
rembesan darah (-)

8
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam rongga mulut terdapat 3 kelenjar liur besar yaitu kelenjar parotis,
kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis. Kelenjar parotis merupakan
kelenjar liur utama yang terbesar dan menempati ruangan di depan procesus
mastoideus dan liang telinga luar. Tumor ganas parotis pada anak jarang
ditemukan.Tumor paling sering pada anak adalah karsinoma mukoepidermoid,
biasanya jenis derajat rendah. Massa dalam kelenjar liur dapat menjadi ganas
seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi tumor ganas yang biasanya terjadi
pada orang dengan usia lebih dari 40 tahun adalah 25 % tumor parotis, 50 %
tumor submandibula, dan satu setengah sampai dua pertiga dari seluruh tumor
kelenjar liur minor adalah ganas.
Tumor parotis adalah tumor yang menyerang kelenjar parotis. Dari tiap
5 tumor kelenjar liur, 4 terlokalisasi di glandula parotis, 1 berasal dari kelenjar liur
kecil atau submandibularis dan 30 % adalah maligna. Disebutkan bahwa adanya
perbedaan geografik dan suku bangsa pada orang Eskimo tumor ini lebih sering
ditemukan dengan penyebab yang belum diketahui.Sinar yang mengionisasi
diduga sebagai faktor etiologi.
Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya
lambat, dan berbentuk massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya pada 10-29%
pasien dengan keganasan pada kelenjar parotisnya.Rasa nyeri yang bersifat
episodik mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi akibat dari
keganasan itu sendiri.Massa pada kelenjar liur yang tidak nyeri dievaluasi dengan
aspirasi menggunakan jarum halus (Fine Needle Aspiration) atau
biopsi.Pemeriksaan radiologi menggunakan CT-Scan dan MRI sangat membantu
menegakkan diagnosis.Untuk tumor ganas, pengobatan dengan eksisi dan
radioterapi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50% bahkan pada
keganasan dengan derajat tertinggi.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Parotis


Kelenjar parotis adalah kelenjar saliva yang berpasangan, berjumlah
dua.Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar. Masing-masing
beratnya rata-rata 25 gram dan bentuknya irregular, berlobus, berwarna antara
hijau dan kuning (yellowish) terletak dibawah meatus akustikus eksternus
diantara mandibula dan muskulus sternokleidomastoideus. Kelenjar parotis
memiliki saluran untuk mengeluarkan sekresinya yang dinamakan Stensen’s
duct yang akan bermuara di mulut dekat gigi molar 2, lokasi biasanya ditandai
oleh papilla kecil.

Gambar 2.1.Kelenjar Saliva Tampak Lateral

Kelenjar parotis bentuknya bervariasi, jika dilihat dari lateral 50%


berbentuk segitiga, 30% bagian atas dan bawahnya membulat. Biasanya
kelenjar parotis berbentuk seperti piramida terbalik dengan permukaan-
permukaannya sebagai berikut: permukaan superior yang kecil, superficial,
anteromedial, dan posteromedial. Bentuk konkav pada permukaan superior
berhubungan dengan bagian tulang rawan dari meatus akustikus eksternus
dan bagian posterior dari sendi temporomandibular.Disini saraf
auriculotemporal mempersarafi kelenjar parotis.Permukaan superfisialnya

10
ditutup oleh kulit dan fascia superficial yang mengandung cabang fasial dari
saraf aurikuler, nodus limfatikus parotis superficial, dan batas bawah dari
platisma.

Gambar 2.2.Kelenjar parotisTampak lateral

Bagian anterior kelenjar berbatasan dengan tepi posterior ramus


mandibula dan sedikit melapisi tepi posterior muskulus masseter.Bagian
posterior kelenjar dikelilingi oleh telinga, prosesus mastoideus, dan tepi
anterior muskulus sternokleidomastoideus.Bagian dalam yang merupakan
lobus medial meluas ke rongga parafaring, dibatasi oleh prosesus stiloideus
dan ligamentum stilomandibular, muskulus digastrikus, serta selubung
karotis.Di bagian anterior lobus ini terletak bersebelahan dengan bagian
medial pterygoideus.Bagian lateral hanya ditutupi oleh kulit dan jaringan
lemak subkutaneus.Jaringan ikat dan jaringan lemak dari fasia leher dalam
membungkus kelenjar ini.Kelenjar parotis berhubungan erat dengan struktur
penting di sekitarnya yaitu vena jugularis interna beserta cabangnya, arteri
karotis eksterna beserta cabangnya, kelenjar limfa, cabang auriculotemporalis
dari nervus trigerninus dan nervus fasialis.

11
Gambar 2.3. Vaskularisasi Kelenjar Parotis
Vaskularisasi kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna dan
cabang-cabang di dekat kelenjar parotis.Darah vena mengalir ke vena
jugularis eksterna melalui vena yang keluar dari kelenjar parotis.
Nodul kelenjar limfe ditemukan pada kulit yang berada di atas kelenjar
parotis (kelenjar preaurikuler) dan pada bagian dari kelenjar parotis itu
sendiri.Ada 10 kelenjar limfatik yang terdapat pada kelenjar parotis, sebagian
besar ditemukan pada bagian superficial dari kelenjar diatas bidang yang
berhubungan dengan saraf fasialis.Kelenjar limfe yang berasal dari kelenjar
parotis mengalirkan isinya kenodus limfatikus servikal atas.

Gambar 2.4.Kelenjar Parotisdan Nervus Facialis

12
Persarafan kelenjar parotis oleh saraf preganglionic yang berjalan pada
cabang petrosus dari saraf glossopharyngeus dan bersinaps pada ganglion
otikus Serabut postganglionik mencapai kelenjarmelalui saraf
auriculotemporal.
Nervus kranialisVII yang berfungsi motorik untuk wajah, masuk ke
kelenjar parotis dan membaginya menjadi 2 zona surgical (lobus superfisialis
dan profunda). Nervus ini keluar dari skull base melalui foramen
stylomastoid. Trunkus kemedian bercabang dua yakni cabang temporofasialis
(atas, bercabang dua: temporal dan zigomaticus) dan cervicofasialis (bawah,
bercabang tiga: bucal, marginal mandibular, dan cervical).
Nervus fasialis ini dalam kelenjar parotis bercabang menjadi 5, yaitu:
1. Cabang temporal ke otot frontalis
2. Cabang zigoma ke otot orbicularis oculi
3. Cabang bucal ke otot wajah dan bibir atas
4. Cabang mandibular ke otot bibir bawah dagu
5. Cabang cervical ke otot plastisma
Nervus auticulotemporal yang merupakan cabang dari n.
trigeminus bagian mandibularis, berjalan pararel dengan arteri dan vena
temporalis superfisialis. Nervus ini membawa serabut parasimpatik ke parotis
jika cedera akan mengakibatkan terjadinya sindrom Frey’s. nervus
auriculotemporalis ini juga berperan dalam penyebaran tumor parotis ganas
ke basis crania dan intracranial melalui perineuralsheat-nya, terutama untuk
jenis adenoid kistik karsinoma (cylindroma).
Vaskularisasi kelenjar parotis berasal dari arteri karotis eksterna
dan cabang-cabang di dekat kelenjar parotis.Darah vena mengalir ke vena
jugularis eksterna melalui vena yang keluar dari kelenjar parotis. Nodul
kelenjar limfe ditemukan pada kulit yang berada di atas kelenjar
parotis(kelenjar preaurikuler) dan pada bagian dari kelenjar parotis itu sendiri.
Ada 10 kelenjar limfatik yang terdapat pada kelenjar parotis, sebagian besar
ditemukan pada bagian superficial dari kelenjar diatas bidang yang

13
berhubungan dengan saraf fasialis. Kelenjar limfe yang berasal dari kelenjar
parotis mengalirkan isinya ke nodus limfatikus servikal atas.
2.2. Fisiologi Kelenjar Parotis
Setiap hari diproduksi 1 sampai 2 liter air liur dan hampir semuanya
ditelan dan direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf otonom.
Makanan dalam mulut merangsang serabut saraf yang berakhir pada nucleus
pada traktus solitaries dan pada akhirnya merangsang nukleus saliva pada
otak tengah. Pengeluaran air liur juga dirangsang oleh penglihatan,
penciuman melalui impuls dari kerja korteks pada nukleus saliva batang otak.
Aktivitas simpatis yang terus menerus menghambat produksi air lir seperti
pada kecemasan yang menyebabkan mulut kering. Obat-obatan yang
menghambat aktivitas parasimpatis juga menghambat produksi air liur seperti
obat antidepresan, tranquillizers, dan obat analgesic opiate dapat
menyebabkan mulut kering (Xerostomia).
Air liur terdiri atas air dan mucin, membentuk seperti lapisan gel pada
mukosa oral dan membasahi makanan (lubrikasi). Lubrikasi penting untuk
mengunyah dan pembentukan bolus makanan sehingga memudahkan untuk
ditelan. Air liur juga mengandung amylase, yang berperan dalam pencernaan
karbohidrat. Air lir mengandung enzim antibakteri seperti lysozyme dan
immunoglobulin yang membantu mencegah infeksi serius dan mengantur
flora bakteri yang menetap di mulut. Saluran air liur relative impermeabel
terhadap air dan mensekresi kalium, bikarbonat,kalsium, magnesium, ion
fosfat dan air. Jadi produk akhir dari kelenjar air liur adalah hipotonik, cairan
yang bersifat basa yang kaya akan kalsium dan fosfat. Komposisi ini penting
untuk mencegah demineralisasi enamel gigi.
2.3 Definisi
Tumor didefinisikan sebagai massa jaringan abnormal dengan
pertumbuhan berlebihan dan tidak ada koordinasi dengan pertumbuhan
jaringan normal dan tetap tumbuh secara berlebihan setelah stimulus yang
menimbulkan perubahan tersebut berhenti. Tumor parotis adalah tumor yang
meyeang kelenjar saliva.

14
2.4 Epidemiologi
Setiap tahunnya ditemukan 2500 kasus baru tumor glandula salivatorius
dan 80 % kasus merupakan tumor glandula parotis. Adanya massa di
kelenjar parotis, 75 % merupakan tumor sedangkan 25 % sisanya disebabkan
oleh proses non neoplasma infiltrative, seperti kista dan inflamasi. Pada
tumor parotis, 70 sampai dengan 80 % kasus merupakan kasus
benigna.Tumor parotis paling banyak ditemukan pada bangsa kulit putih.
2.5 Etiologi
Penyebab pasti tumor kelenjar liur belum diketahui secara pasti,
dicurigai adanya keterlibatan faktor lingkungan dan faktor genetik. Paparan
radiasi dikaitkan dengan tumor jinak warthin dan tumor ganas karsinoma
mukoepidermoid. Epstein-Barr virus mungkin merupakan salah satu faktor
pemicu timbulnya tumor limfoepitelial kelenjar liur.Kelainan genetik,
misalnya monosomi dan polisomi sedang diteliti sebagai faktor timbulnya
tumor kelenjar liur.
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi Histopatologi WHO/ AJCC
Benign Malignant

plemorphic adenoma ( mixed benign mucoepidermoid carcinoma


tumor)

Warthin’s tumor adenoid cystic carcinoma

Lymphoepithelial lesion Adenocarcinoma

Oncocytoma acinic cell carcinoma

monomorphic adenoma Malignant mixed tumor

Benign cysts epidermoid carcinoma

Other ananplastic carcinoma

15
2.7 Pembagian Tumor
Tumor jinak
1) Pleomorfik adenoma (mixed tumor jinak):
Merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering
terjadi pada kelenjar parotis.Dinamakan pleomorfik karena terbentuk dari
sel-sel epitel dan jaringan ikat.Pertumbuhan tumor ini lambat, berbentuk
bulat, dan konsistensinya lunak.Secara histologi dikarakteristik dengan
struktur yang beraneka ragam.biasanya terlihat seperti gambaran
lembaran, untaian atau seperti pulau-pulau dari spindel atau stellata.
Penatalaksanaanya yaitu eksisi bedah dari kelenjar yang terkena.

Gambar 2.5.Pleomorfik adenoma


2) Warthin's tumor (kistadenoma limfomatosum papiler, adenoma kistik
papiler)
Tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis, memiliki kapsul
apabila terletak pada kelenjar parotis dan terdiri atas kista
multipel.Histologi Warthin's tumor yaitu memiliki stroma limfoid dan sel
epitelial asini.Perubahan menjadi ganas tidak pernah dilaporkan.Lebih
sering ditemukan pada kelenjar mayor.

Gambar 2.6.Bentuk Whartin’s tumor (kanan).Gambaran histologi Whartin’s


tumor dari kelenjar parotis (kiri).

16
3) Papiloma intraduktal
Berbentuk kecil, lunak dan biasanya ditemukan pada lapisan
submukosa.Gambaran mikroskopiknya tampak dilatasi kistik duktus
parsial dengan epitel kuboid.Sangat jarang terjadi pada kelenjar minor.
4) Oxyphil adenoma (oncosistoma)
Sangat jarang ditemukan, lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
pria dengan ratio 2:1.Diameternya kecil (< 5 cm), pertumbuhannya lambat
dan berbentuk sferis. Dapat terjadi rekurens jika eksisi tumor tidak
komplit.
Tumor Ganas Kelenjar Liur
1) Mukoepidermoid karsinoma
Kebanyakan berasal dari kelenjar parotis dan biasanya memiliki gradasi
yang rendah.Sering terjadi pada orang dewasa dan wanita > laki-laki
dekade antara 30-40 tahun.Hampir 75% pasien mempunyai gejala
pembengkakan yang asimtomatis, 13 % dengan rasa sakit, dan sebagian
kecil lainnya dengan paralisis nervus fasialis.Tumor ini tidak berkapsul,
dan metastasis kelenjar limfe ditemukan sebanyak 30-40 %.

Gambar 2.7.Gambaran klinis karsinoma mukoepidermoid


2) Kista Adenoma karsinoma
Merupakan karsinoma yang paling banyak pada kelenjar
minor.Pertumbuhannya lambat dan kebanyakan memiliki gradasi yang
rendah.Dapat berulang setelah dilakukan pembedahan, kadang-kadang
beberapa bulan setelah operasi.Umumnya melibatkan penderita antara
usia 40 dan 60 tahun.

17
Gambar 2.8.Gambaran klinis karsinoma adenokistik
3) Adenokarsinoma
Terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:
a) Karsinoma sel asinik
Paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan pertumbuhannya
lambat.Tumor ini berkapsul, merupakan suatu proliferasi sel-sel yang
membentuk masa bulat, dengan diameter kurang dari 3 cm.

Gambar 2.9.Gambaran klinis pederita karsinoma sel asini


(kanan).Pembedahan pada kasus karsinoma sel asini kelenjar saliva
(kiri).
b) Adenokarsinoma polimorfik
grade rendah Kebanyakan berasal dari kelenjar minor
c) Adenokarsinoma yang tidak dispesifikasikan:
Bila dilihat di mikroskop tumor ini memiliki penempakan yang cukup
untuk disebut adenokarsinoma, tetapi belim memiliki penampakan
untuk dispesifikasikan.sering berasal dari kelenjar parotis dan kelenjar
minor.

18
d) Adenokarsinoma yang jarang:
Contohnya seperti basal sel adenokarsinoma, clear cell
adenokarsinoma, kista adenokarsinoma, sebaceus adenokarsinoma,
musinous adenokarsinoma.
Mixed tumor maligna
Terdiri atas 3 tipe yaitu, karsinoma ex pleomorfik adenoma,
karsinosarkoma dan mixed tumor metastasis. Kasrinoma ex pleomorfik
adenoma merupakan tipe yang paling banyak. Karsinoma ex pleomorfik
adenoma merupakan kanker yang berkembang dari mixed tumor jinak
(pleomorfik adenoma). Kebanyakan terjadi pada kelenjar liur mayor.4
Kanker kelenjar liur lainnya yang jarang
a. Squamous sel karsinoma: terutama pada laki-laki yang tua. Dapat
berkembang setelah terapi radiasi untuk kanker yang lain pada area yang
sama.
b. Epitelial-mioepitelial karsinoma
c. Anaplastik small sel karsinoma
d. Karsinoma yang tidak berdiferensiasi
e. Limfoma non hodgkin .
2.8 Patofisiologi
1. Teori multiseluler: teori ini menyatakan bahwa tumor kelenjar liur
berasal dari diferensiasi sel-sel matur dari unit-unit kelenjar liur. Seperti
tumor asinus berasal dari sel-sel asinar, onkotik tumor berasal dari sel-sel
duktus striated, mixed tumor berasal darisel-sel duktus interkalated dan
mioepitelial, squamous dan mukoepidermoid karsinoma berasal dari sel-
sel duktus ekskretori.
2. Teori biseluler: teori ini menerangkan bahwa sel basal dari glandula
ekskretorius dan duktus interkalated bertindak sebagai stem sel. Stem sel
dari duktus interkalated dapat menimbulkan terjadinya karsinoma acinous,
karsinoma adenoid kistik, mixed tumor, onkotik tumor dan Warthin's
tumor. sedangkan stem sel dari duktus ekskretorius menimbulkan
terbentuknya skuamous dan mukoepidermoid karsinoma.

19
2.9 Manifestasi Klinik
Biasanya terdapat pembengkakan di depan telinga dan kesulitan
menggerakkan salah satu sisi wajah. Pada tumor parotis benigna biasanya
asimtomatis (81%), nyeri didapatkan pada sebagian pasien (12%), dan
paralisis nervus fasialis (7%).Paralisis nervus facialis lebih sering didapatkan
pada pasien dengan tumor parotis maligna, tetapi paralisis nervus facialis
lebih sering berhubungan dengan Bell palsy.Adanya bengkak biasanya
mengurangi kepekaan wilayah tersebut terhadap rangsang (painless) dan
menyebabkan pasien kesulitan dalam menelan.

Pada tumor benigna benjolan bisa digerakkan, soliter, dan keras.


Namun, pada pemeriksaan tumor maligna diperoleh benjolan yang terfiksasi ,
konsistensi keras, dan cepat bertambah besar.

20
Staging tumor Parotis
Union Internationale Contre le Cancer (UICC) tahun 1997 dan American
Joint Commitee (AJCC) tahun 2002, membagi stadium dari tumor ganas
kelenjar parotis berdasarkan ukuran tumor (T), pembesaran kelenjar getah
bening regional (N), dan ada atau tidaknya metastasis (M).
Klasifikasi TNM tumor ganas parotis.

T
T0 Tidak ada tumor primer
T1 Ukuran tumor ≤2 cm, penyebaran
ekstra parenkim (-)
T2 Ukuran tumor 2-4 cm, penyebaran
ekstraparenkim (-)
T3 Ukuran tumor 4-6 cm, atau ada
penyebaran ekstraparenkim tanpa
adanya keterlibatan NVII
T4 Ukuran tumor ≥6 cm, atau ada
keterlibatan NVII, atau ada
infiltrasi intracranial
N
Nx Metastasis kgb belum dapat
ditentukan
N0 Metastasis kgb (-)
N1 Metastasis kgb <3 cm, ipsilateral,
soliter
N2 Metastasis kgb 3-6 cm,
soliter/multipel,
ipsilateral/kontralateral/bilateral
N2a Metastasis kgb 3-6 cm, soliter,
ipsilateral
N2b Metastasis kgb 3-6 cm, multipel,
ipsilateral
N2c Metastasis kgb 3-6 cm, multipel,
bilateral
N3 Metastasis kgb ≥ 6 cm
M
M0 Metastasis jauh (-)
M1 Metastasis jauh (+)

21
Stadium tumor ganas parotis.
Stadium
I T1-2 N0 M0
II T3 N0 M0
III T1-2 N1 M0
IV T4 N0 M0
T3-4 N1 M0
Tany N2-3 M0
Tany Nany M1

2.10Diagnosis
1) Anamnesa
Anamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau
keluarganya tentang :
a.) Keluhan
 Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri, di
pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di submandibula
(tumor sumandibula), atau intraoral (tumor kelenjar liur minor)
 Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan parotis atau
submandibula)
 Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis)
 Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus
profundus parotis terlibat)
 Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus, pleksus
simpatikus (pada karsinoma parotis lanjut)
 Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastase)
b.)Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)
c.) Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala leher, ekspos radiasi)
d.)Pengobatan yang telah diberikan serta bagaimana hasil
pengobatannya
e.) Berapa lama kelambatan.

22
2) Pemeriksaan fisik
a.) Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :
 Penampilan (Karnofski / WHO)
 Keadaan umum
Adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks, abdomen,
ekstremitas,vertebra, pelvis Apakah ada tanda dan gejala ke arah
metastase jauh (paru, tulang tengkorak, dll)
b.)Satus lokal
 Inspeksi (termasuk inraoral, adakah pedesakan tonsil/uvula)
 Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi,
permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar)
 Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII
c.) Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher
ipsilateral dan kontralaeral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya,
jumlahnya, ukuran terbesar, dan mobilitasnya.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis (Atas Indikasi)
a) Imaging
 Foto Polos
Foto polos sekarang jarang digunakan untuk mengevaluasi
glandula salivatorius mayor. Foto polos paling baik untuk
mendeteksi adanya radioopaque ada sialolithiasis, kalsifikasi, dan
penyakit gigi. Foto madibula AP/Eisler, dikerjakan bila tumor
melekat tulang. Sialografi, dibuat bila ada diagnosa banding kista
parotis / submandibula. Foto toraks terkadang dilakukan untuk
mencari metastase jauh. Meskipun foto polos dapat diperoleh
secara cepat dan relatif murah, namun memiliki keterbatasan nilai
klinis karena hanya dapat mengidentifikasi kalsifikasi gigi. Sialolit

23
atau kalsifkasi soft tissue lebih mudah diidentifikasi lebih mudah
diidentifikasi menggunakan USG dan CT Scan.
 USG
USG pada pemeriksaan penunjang berguna untuk evaluasi kelainan
vaskuler dan pembesaran jaringan lunak dari leher dan wajah,
termasuk kelenjar saliva dan kelenjar limfe. Cara ini ideal untuk
membedakan massa yang padat dan kistik. Kerugian USG pada
daerah kepala dan leher adalah penggunaannya terbatas hanya pada
struktur superficial karena tulang akan mengabsopsi gelombang
suara.

Gambar 2.10. Warthin tumor of the right parotid gland: The above sonographic
images of the right parotid gland show an obvious well defined, hypoechoic mass
within the middle third of the gland in this middle aged male. Measuring 2.7 x 1.8
cms., the mass shows mild posterior acoustic enhancement (a feature of pleomorphic
adenoma). Power Doppler image shows few vessels within the mass.

 CT Scan
Gambaran CT tumor parotis adalah suatu penampang yang tajam
dan pada dasarnya mengelilingi lesi homogen yang mempunyai
suatu kepadatan yang lebih tinggi dibanding glandular tisssue.
Tumor mempunyai intensitas yang lebih besar ke area terang
(intermediate brightness. Foci dengan intensitas signal rendah
(area gelap/radiolusen) biasanya menunjukkan area fibrosis atau

24
kalsifikasi distropik. Kalsifikasi ditunjukkan dengan tanda kosong
(signal void) pada neoplasma parotid sebagai tanda diagnosa.7
Pemeriksaan radiografi CT dan MRI berguna untuk
membantu menegakkan diagnosa pada penderita tumor parotid.
Dengan CTI, deteksi tumor 77% pada bidang aksial dan 90% pada
bidang aksial dengan CE CT.
Pemeriksaan Tumor parotis dengan CTI oleh radiolog
untuk mengetahui lokasi dan besar tumor, deteksi lesi, batas tumor,
batas lesi, aspek lesi, kontras antara lesi dengan jaringan
sekitarnya, gambaran intensitas dari lesi, keberhasilan pemakaian
medium kontras, aspek lesi setelah injeksi medium kontras, deteksi
kapsul nya dan resorpsi tulang yang terjadi di sekitar lesi tersebut.8
Deteksi lesi dapat diklasifikasikan menjadi positif atau negatif.
Pinggir lesi dapat diklasifikasikan menjadi kurang jelas atau
semuanya jelas. Batas lesi dapat diklasifikasikan menjadi halus
atau berlobus. Aspek lesi dapat diklasifikasikan menjadi homogen
atau tidak homogen. Kontras antara lesi dengan jaringan sekitarnya
dapat diklasifikasikan menjadi tinggi atau rendah. Gambaran
intensitas dari lesi dengan otot disebelah lesi diklasifikasikan
kedalam empat kelompok: tinggi, intrermediet, rendah, atau
gabungan tinggi dengan rendah. Aspek lesi terhadap injeksi
medium kontras diklasifikasikan menjadi homogen, tidak homogen
dan perifer. Deteksi kapsulnya dan resorpsi tulang diklasifikasikan
menjadi positif atau negatif.
 MRI
Pemeriksaan MRI bisa membantu untuk membedakan massa
parotis yang bersifat benigna atau maligna. Pada massa parotis
benigna, lesi biasanya memiliki tepi yang halus dengan garis
kapsul yang kaku. Namun demikian, pada lesi malignansi dengan
grade rendah terkadang mempunyai pseudokapsul dan memiliki

25
gambaran radiografi seperti lesi benigna.Lesi malignansi dengan
grade tinggi memiliki tepi dengan gambaran infiltrasi.

Gambar 2.11.Karsinoma ex pleomorphic


adenoma
 PET (Positron Emission Tomography)
Alat ini menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai
fluorine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu
mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium
dini.Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk
mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ii akan
bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respon terhadap
sel-sel yang terkena kanker.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine,
SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin,
serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum
dan persiapan operasi.
c) Pemeriksaan Patologi
 FNA
Belum merupakan pemeriksaan baku.Pemeriksaan ini harus
ditunjang oleh ahli sitopatologi handal yang khusus menekuni
pemeriksaan kelenjar liur.
 Biopsi insisional
Dikerjakan pada tumor ganas yang inoperabel.

26
 Biopsi eksisional
 Pada tumor parotis yang operabel dilakukan parotidektomi
superfisial
 Pada tumor submandibula yang operabel dilakukan eksisi
submandibula
 Pada tumor sublingual dan kelenjar liur minor yang operabel
dilakukan eksisi luas ( minimal 1 cm dari batas tumor).
 Pemeriksaan potong beku
Dikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsi eksisional.
2.11 Diagnosis Banding
a. Inflamasi:
1) Abses/sellulitis/reactive adenopathy
2) Benign lymphoepithelialcysts (AIDS)
3) Autoimun/Sjogren syndrome
b. Benign tumor :
1) Benign mixed tumor (pleomorphic adenoma)
2) Warthin tumor
3) Lipoma
c. Malignansi :
1) Mucoepidermoid carcinoma
2) Adenoid cystic carcinoma;
3) Non-Hodgkin lymphoma
4) Malignant mixed tumor;
5) Lainnya: acinar cell carcinoma, adenocarcinoma, squamouscell carcinoma
d. Metastasis:
1) Skin squamous cell carcinoma or melanoma
2) Breast orlung carcinoma
3) Nodal non-Hodgkin lymphoma.

27
2.12Komplikasi
Komplikasi pasca operasi parotis
 Sindrom Frey
 Kelumpuhan saraf fasialis.
 Fistula kelenjar liur.
2.13Penatalaksanaan
Pengobatan tumor parotisadalah multidisipliner termasuk bedah,
neurologi, radiologi diagnostik dan inventersional, onkologi dan
patologi.Faktor tumor dan pasien harus diperhitungkan termasuk
keparahannya, besarnya tumor, tingkat morbiditas serta availabilitas tenaga
ahli dalam bedah, radioterapi dan khemoterapi.
a. Tumor operable
1) Terapi utama
Terapi utama pada tumor parotis yang operable adalah pembedahan, dapat
berupa:
a. Parotidektomi superfisial, dilakukan pada tumor jinak parotis lobus
superfisialis.
b. Parotidektomi total, dilakukan pada :
i. Tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi ekstraparenkim dan n.VII
ii. Tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus
c. Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada tumor ganas parotis yang
sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII
d. Deseksi leher radikal (RND), dikerjakan bila terdapat metastase kelenjar
getah bening leher yang masih operabel.
2) Terapi tambahan
Terapi tambahan berupa radioterapi pasca bedah dan diberikan pada tumor
ganas dengan kriteria :
a. High grade malignancy
b. Masih ada residu makroskopis atau mikroskopis
c. Tumor menempel pada syaraf (n.fasialis, n.lingualis, n.hipoglosus, n.
asesorius )

28
d. Setiap T3,T4
e. Karsinoma residif
f. Karsinoma parotis lobus profundus
Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk
memberikan penyembuhan luka operasi yang adekuat, terutama bila telah
dikerjakan alih tandur syaraf.
- Radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi meliputi bekas insisi
sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.
- Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau high
grade malignancy.
b. Tumor inoperabel
1) Terapi utama
Radioterapi : 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu
2) Terapi tambahan
Kemoterapi :
a) Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma,
malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
 adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
diulang tiap
 5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1 3minggu
 sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
b) Untuk jenis karsinoma sel sqamous (squamous cell carcinoma,
mucoepidermoid carcinoma)
 methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap
3minggu
 sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2.
c. Metastase Kelenjar Getah Bening (N)
1) Terapi utama
a) Operabel : deseksi leher radikal (RND)
b) Inoperabel : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi preoperatif,
kemudian dievaluasi
- menjadi operabel  RND
- tetap inoperabel  radioterapi dilanjutkan sampai 70Gy

29
2) Terapi tambahan
Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy.
d. Metastase Jauh (M)
Terapi paliatif : khemoterapi
1) Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma,
malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
 adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
 5 fluorourasil 500mg/m2 iv pada hari 1
 sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
2) Untuk jenis karsinoma sel squamous (squamous cell carcinoma,
mucoepidermoid carcinoma)
 methotrexate 50mg/m2 iv pd hari ke 1 dan 7
diulang tiap
 sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2. 3minggu

2.14 Prognosis
Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histology, perluasan
local dan besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher.Jika sebelum
penanganan tumor maligna telah ada kehilangan fungsi saraf, maka
prognosisnya lebih buruk.Untuk tumor maligna, pengobatan dengan eksisi
dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50%, bahkan pada
keganasan dengan derajat tertinggi.Ketahanan hidup 5 tahun kira-kira 5%,
namun hal ini masih tetap tergantung kepada histologinya.

30
BAB III
KESIMPULAN

Kelenjar parotis adalah kelenjar liur yang berpasangan, berjumlah 2.Kelenjar


parotis merupakan kelenjar liur yang terbesar.Tumor pada ini relatif jarang terjadi,
persentasenya kurang dari 3% dari seluruh keganasan pada kepala dan
leher.Keganasan pada tumor kelenajar liur berkaitan dengan paparan radiasi,
faktor genetik, dan karsinoma pada dada. Sebagian besar tumor pada kelenjar liur
terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75% - 85% dari seluruh tumor berasal dari
parotis dan 80% dari tumor ini adalah adenoma pleomorphic jinak (benign
pleomorphic adenomas).
Tumor kelenjar parotis baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai suatu
massa berbentuk soliter, berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena.
Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan
perubahan ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan
saraf fasialis (N.VII) umumnya sebagai indikator dari keganasan,walaupun gejala
ini hanya nampak pada 3% dari seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk.
Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya lambat,
dan berbentuk massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya 10-29% pasien dengan
keganasan pada kelenjar parotisnya.Rasa nyeri yang bersifat episodik
mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi daripada akibat dari
keganasan itu sendiri.Massa pada kelenjar liur yang tidak nyeri dievaluasi dengan
aspirasi menggunakan jarum halus (Fine Needle Aspiration) atau
biopsi.Pencitraan menggunakan CT-Scan dan MRI dapat membantu.Untuk tumor
ganas, pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan
sekitar 50%, bahkan pada keganasan dengan derajat tertinggi.
Untuk terapi dilakukan reseksi tergantung dari stadiumnya.Terapi tambahan
berupa radiasi pasca operasi atau kemoterapi dapat diberikan dengan
mempertimbangkan resiko-resiko yang harus dihadapi nantinya.Untuk tumor
maligna, pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan
sekitar 50%, bahkan pada keganasan dengan derajat tertinggi.

31
DAFTAR PUSTAKA

1 Adams LG, Boies RL, Paparella MM. Dalam: Buku Ajar Penyakit THT , Ed.6.
Jakarta : EGC, 1997: 305-319

2 Gregory Masters, Bruce Brockstein. Dalam :Head and Neck Cancer. USA:
Kluwer Academic Publishers,2003: 158-161

3 Beers MH, Porter RS. Dalam: Merck Manual of Diagnosis and Theraphy,
Ver.10.2.3. USA: Merck Research Laboratories,2007

4 Susan, Standring. Dalam: Grays Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical


Practice. USA: Elsevier, 2005: 515-518

5 Grays Anatomy:The Anatomical Basis of Clinical Practice. USA: Elsevier,


2005: 515-518

6 Bate’s Guide To Physical Examination, hal. 115

7 Satish Keshav. Dalam: The Gastrointestinal System At A Glance. Australia:


Blackwell Science Ltd, 2004: 14-15

8 Leegard T, Lindeman H. Salivary gland tumours. Dalam: Clinical picture and


treatment. Acta Otolaryngologica, 1970; 263: 155–9

32

Anda mungkin juga menyukai