Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

RUPTUR TENDON

Disusun oleh:
dr. Muhammad Tsawaby Hasian

Pembimbing :
dr. Mo Tualeka, Sp. B

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


DR. H. ISHAK UMARELLA
MALUKU TENGAH
2020
BAB I
REFLEKSI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tulehu
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Nomor RM : 4368
Bangsal/Kamar : Ruang Perawatan Bedah
Tgl. Masuk RS : 05 Maret 2020

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Luka robek pada tangan kiri
Anamnesis (Alloanamnesis) : Luka robek pada telapak tangan kiri di alami 30
menit sebelum masuk rumah sakit. Mekanisme trauma, awal mula luka robek di
akibatkan pasien menahan pisau dapur menggunakan tangan kiri dikarenakan
perkelahian. Tidak di jumpai luka lainnya, riwayat pingsan (-), pusing (+), nyeri
ulu hati (+), Mual(-), Muntah (-). Jari telunjuk dan jari tengah sulit di gerakkan,
BAK: Lancar, BAB : Baik
- Informasi riwayat penyakit terdahulu :-
- Riwayat pengobatan : Tidak Ada

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Primary Survey
 Airway and C-spine control
Airway : patent
C-spine control :-

 Breathing
Inspeksi : pergerakan dada simetris kiri dan kanan, nafas spontan,
tidak ditemukan jejas. RR : 20x/menit.
Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler

 Circulation : Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 x /menit,reguler,


kuat angkat.

 Disability : GCS E4M6V5 Composmentis, Refleks cahaya +/+, pupil


isokor Ø 2,5 mm ODS.

 Environment : Suhu 36,5°C.

2. Secondary Survey
Status lokalis : Regio volar manus sinistra

 Look : Deformitas (-), oedem (-), hematom (-), luka sayat (+) pada
bagian volar manus sinistra ukuran 5 x 1 x 1,5 cm, jembatan jaringan
(-), tepi luka rata, sudut luka lancip, perdarahan aktif (-).
 Feel : Nyeri tekan (+)
 Move : ROM terbatas Digiti II, III Tidak bisa fleksi
 NVD : Sensibilitas baik, CRT <2 detik.

3
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium :
Darah Lengkap
Leukosit 10.0 x 103 /ul
RBC 4.71 x 106 /ul
HGB 13,8 g/dl
PLT 236 x 103 /ul
MCV 87.3 um3
MCHC 33.6 g/dl
Kimia Darah
Glukosa Sewaktu 114 mg/dl
Kolesterol 169 mg/dl
Asam urat 3.6 mg/dl
SGOT 41 U/L
SGPT 23 U/L
Ureum 20,1 mg/dl
Creatinin 0.9 mg/dl

HbsAg Non Reaktif


CT 5’ 15”
BT 2’ 25”

V. DIAGNOSA KERJA
Vulnus Scissum Regio Volar Manus Sinistra Zona III + Susp. Ruptur
Tendon Fleksor Digitorum Superfisial dan Profunda e.c Trauma Tajam

VI. PENATALAKSANAAN
Rencana terapi :
- Jahit luka situasional
- IVFD RL 28 TPM (makro)
- Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam/ IV
- Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam/ IV
- Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam/ IV

4
- Pro Explorasi + Debridement + Repair Tendon

VII. INTRA OPERASI


1. Laporan Operasi

2. Pelaksanaan Operasi

5
3. Post Operasi

VIII. FOLLOW UP

6
Tanggal Hasil Follow Up Terapi

06 Maret S Luka robek pada telapak tanga kiri.  IVFD RL 28 Tetes/menit


2020 Nyeri pada luka (+), demam (-), pusing  Inj. Ranitidin 50 mg/ 12
(-), perdarahan aktif (-). Sudah di jahit jam/ iv
situasional di IGD.  Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12
jam/ iv
KU: Sakit sedang, Kes. CM  Inj. Ketorolac 30mg/ 8
O:
- TD:100/80 mmHg jam/ iv
- HR: 80x/menit R/ - Cek lab ulang
- RR: 20x/mnit - Debridement
o
- S : 36,5 C - Lapor OK
- SpO2: 98% - Konsul dr. Agus Sp.an

Mata : CA +/+, SI -/-


Thoraks : Simetris, Sp : Vesikuler, Rh
-/-, Wh -/-
Abd : Datar, NT (-), BU (+) Dalam
batas normal
Eks : Volar manus sinistra tampak
vulnus scissum panjang ± 5cm yang
telah terjahit.

Vulnus scissum regio volar manus


A:
sinistra zona III + susp. Ruptur tendon
flexor digitorum superfisial dan
profunda e.c Trauma tajam

07 Maret S : Nyeri berkurang, demam (-), pusing (-),  IVFD RL 28 Tetes/menit


2020 perdarahan aktif (-). Sudah di jahit  Inj. Ranitidin 50 mg/ 12
situasional di IGD. jam/ iv
 Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12

7
O: KU: Sakit sedang, Kes. CM jam/ iv
- TD:110/70 mmHg  Inj. Ketorolac 30 mg/ 8
- HR: 80x/menit jam/ iv
- RR: 20x/mnit R/ - pro ekplorasi +
o
- S : 37 C debridement + repair
- SpO2: 98% tendon

Mata : CA -/-, SI -/-


Thoraks : Simetris, Sp : Vesikuler, Rh
-/-, Wh -/-
Abd : Datar, NT (-), BU (+) Dalam
batas normal
Eks : Volar manus sinistra tampak
vulnus scissum panjang ± 5cm yang
telah terjahit.

A:
Vulnus scissum regio volar manus
sinistra zona III + susp. Ruptur tendon
flexor digitorum superfisia et profunda
e.c Trauma tajam

08 Maret S : nyeri (+) berkurang. Tangan masih  IVFD Futrolit 21 Tetes/


2020 keram jika jari-jari digerakkan. Demam menit
(-). Tidur baik. BAB dan BAK lancar.  Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12
jam/ iv
 Paracetamol Tablet 500
KU: baik, kes: CM mg/ 8 jam/ oral
O:
TD : 100/70, HR: 79x, RR: 20x, S: 36  Diet biasa
C, SpO2: 98%
volar manus sinistra: luka post op
tertutup verband. Rembesan (-). Nyeri
(-)

8
A :Ruptur tendon flexor digitorum
superfisial dan profunda digiti II,III e.c
Trauma tajam post operasi repair tendon
Multiple H-1

09 Maret S : nyeri (-). Tangan masih keram jika jari-  IVFD Futrolit 21 Tetes/
2020 jari digerakkan. Demam (-). Tidur baik. menit
BAB dan BAK lancar.  Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12
jam/ iv
KU: baik, kes: CM  Paracetamol Tablet 500
O:
TD : 100/70, HR: 80x, RR: 20x, S: 36,8 mg/ 8 jam/ oral
C, SpO2: 98%  Diet biasa
volar manus sinistra: luka post op
tertutup verband. Rembesan (-). Nyeri
(-)

Ruptur tendon flexor digitorum


A:
superfisial dan profunda digiti II,III e.c
Trauma tajam post operasi repair tendon
Multiple H-2

10 Maret S : nyeri (-). Tangan masih keram jika jari-  IVFD Futrolit 21 Tetes/
2020 jari digerakkan. Demam (-). Tidur baik. menit
BAB dan BAK lancar.  Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12
jam/ iv
KU: baik, kes: CM  Paracetamol Tablet 500
O:
TD : 110/70, HR: 82x, RR: 20x, S: 36,8 mg/ 8 jam/ oral
C, SpO2: 98%  Diet biasa
volar manus sinistra: luka post op  BLPL
tertutup verband. Rembesan (-). Nyeri
(-)

9
Ruptur tendon flexor digitorum
A:
superfisial dan profunda digiti II,III e.c
Trauma tajam post operasi repair tendon
Multiple H-3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tendon
Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke
tulang. Otot rangka dalam tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan
tulang, sehingga memungkinkan untuk berjalan, melompat, mengangkat, dan
bergerak dalam banyak cara. Ketika otot kontraksi, tendon menarik tulang
dan menyebabkan terjadinya gerakan.
Ada 2 jenis tendon, yang pertama adalah tendon yang terbungkus
yaitu paratenon, dan tendon yang tidak terbungkus. Paratenon adalah tendon
yang masih mendapatkan suplai vaskuler meskipun hanya sedikit, sedangkan
tendon yang tidak terbungkus disebut mesotenon / vinncula yang berada di
area avaskuler, hanya mendapatkan nutrisi dari cara difusi/ osmosis saja.
Dengan demikian tipe yang kaya akan vaskuler yaitu paratenon yang
terbungkus tadi bila terdapat cedera berupa robekan akan mengalami proses
perbaikan yang lebih baik daripada yang sedikit vaskularisasinya
2.1.1 Anatomi ekstensor tendon
Dalam keadaan cedera, tendon ekstensor dibagi dalam 9 zona, dengan
lima zona khusus terkait dengan ibu jari. Zona 9 ditambahkan pada zona
tradisional yang diperkenalkan oleh Kleinert dan Verdan yang hanya terdiri
atas 8 zona. Zona genap umumnya menutupi tulang dan zona bernomor ganjil
meliputi sendi. Berikut ini gambar pembagian zona tendon ekstensor :

10
Gambar 1. Zona tendon ekstensor

A. Zona 1 Terletak pada sendi DIP. Tendon di zona ini tipis dan sulit untuk
dilakukan repair yang adekuat. Tendon ini juga lemah dan rentan
terhadap ruptur pada trauma tertutup.
B. Zona 2 Terletak di phalang medial
C. Zona 3 Terletak di sendi PIP.
D. Zona 4 Terletak pada falang proksimal.
E. Zona 5 Terletak di atas sendi MCP. Tendon ekstensor ekstrinsik ditahan
pada posisi tengah di atas sendi oleh sagital bands. Kapsul sendi di
bawahnya sangat rentan terhadap cedera.
F. Zona 6 Terletak di atas metakarpal.
G. Zona 7 Terletak pada sendi pergelangan tangan. Merupakan bagian
intrasynovial dari tendon ekstensor. Retinakulum ekstensor terbagi dalam
6 compartments yaitu :

- Compartement I : abductor pollicis longus, extensor pollicis brevis


- Compartement II : extensor carpi radialis longus dan extensor carpi
radialis brevis
- Compartement III : extensor pollicis longus
- Compartement IV : extensor indicis proprius, extensor digitorum
communis
- Compartement V : extensor digiti quinti

11
- Compartement VI : extensor carpi ulnaris
H. Zona 8 Merupakan perbatasan otot dan tendon ekstensor. Pada bagian
proksimal otot EDC terdapat raphe tendon yang penting digunakan untuk
repair cedera pada zona ini.
I. Zona 9 Seluruhnya terdapat di dalam separuh proksimal otot. Berat
ringan cedera tidak memiliki korelasi langsung dengan besar luka yang
terlihat.
J. Ibu jari diklasifikasikan secara berbeda, dengan TI melibatkan sendi
interphalangeal, TII proksimal phalanx, TII MCP joint, TIV the
metacarpal, dan TV carpus

Pada tingkat lengan bawah, tendon ekstensor ekstrinsik dapat dibagi


menjadi kelompok-kelompok yang dalam dan superfisial berdasarkan pada
posisi relatif otot-otot mereka. Kelompok superfisial termasuk ekstensor karpi
radialis longus dan brevis (ECRL dan ECRB), ekstensor digitorum communis
(EDC), ekstensor digiti minimi (EDM), dan otot ekstensor carpi ulnaris
(ECU). Kelompok bagian dalam termasuk abductor pollicis longus (APL),
ekstensor pollicis brevis (EPB), ekstensor pollicis longus (EPL), dan otot
extensor indicis proprius (EIP). Tendon ekstensor memasuki 6 kompartemen
fibroosseous terpisah pada tingkat pergelangan tangan yang dibentuk oleh
radius distal dan retinakulum ekstensor dan diberi nomor dari radial ke ulnar.
Kompartemen dorsal pertama berisi tendon APL dan EPB. Yang kedua
termasuk ECRL dan tendon ECRB, dengan yang terakhir berbaring lebih
ulnar. Kompartemen ketiga, terletak ulnaris ke Lister tubercle, termasuk
tendon EPL. Yang keempat berisi tendon EDC dan EIP. Distal, tendon EIP
adalah ulnar ke EDC jari telunjuk pada tingkat sendi indeks
metacarpophalangeal (MCP). Kelima kompartemen memegang EDM tendon
sedangkan keenam berisi tendon ECU. Tendon EDC absen ke jari kelingking
adalah umum, dan tendon EDM sering dua kali lipat.

12
Gambar 2. Anatomi tendon ekstensor
Pada pangkal jari, tendon ekstrinsik melewati sendi MCP dan
trifurcates di atas proksimal falang. Bagian tengah berlanjut sebagai pusat slip
dan sisipan di dasar phalanx tengah. Celah lateral tendon ekstensor ekstrinsik
bergabung dengan kontribusi dari interoseus pada kedua sisi dan otot lumbris
pada sisi radial untuk membentuk pita lateral. Pita lateral yang bergabung
kemudian bergabung dorsal dan menyisipkan di dasar phalanx distal untuk
membentuk bagian terminal tendon ekstensor (Gambar 1). Beberapa ligamen
retinakular yang penting menstabilkan bagian distal dari mekanisme
ekstensor. Pada phalanx tengah terdapat ligamen segitiga yang menstabilkan
2 lateral band secara dorsal dan mencegah subluksasi volar mereka ketika
sendi interphalangeal (PIP) proksimal dilenturkan. Ligamen retinakular
oblique berasal dari bagian volar dari phalanx proksimal dan selubung tendon
fleksor untuk dimasukkan ke tendon terminal dan membantu untuk
menghubungkan PIP dan gerakan interphalangeal distal (DIP). Akhirnya,
ligamen retinakular transversa berasal dari lempeng volar di setiap sisi sendi
PIP dan dimasukkan ke dalam pita lateral, mencegah migrasi dorsal mereka
selama fleksi jari.

2.1.2 Anatomi flexor tendon


Flexor Digitorum Superficialis (FDS) berasal dari berbagai tempat
bagian volar dari distal humerus, ulna dan radius serta dihubungkan jaringa

13
fibrous aponeurosis yang menyelimuti saraf median dan selubung pembuluh
dari ulna pada lengan bawah. Pada bagian tengah lengan bawah, muscle bel
superfisial dibagi menjadi empat, bagian superfisial dan profunda. Bagian
superfisial menjadi tendon pada jari tengah dan jari manis, bagian profunda
menjadi tendon pada jari telunjuk dan jari kelingking. FDS pada jari
kelingking tidak selalu ditemukan pada setiap orang. FDP berorigin pada
anteromedial aspek dari ulna dan jaringan interoseus membran lebih dorsal
dari FDS. FDP dari jari telunjuk, mempunyai muscle belly sendiri. Kleinert
dan Verdan membagi tendon fleksor menjadi lima zona anatomi.

A. Zona V : perbatasan tendon otot sampai dengan pintu masuk canalis


Carpalia.
B. Zona IV : berada pada bagian bawah ligamen transversum carpalia.
C. Zona III : bagian ujung transverse karpal ligamen sampai dengan
fibrooseus palmar crease
D. Zona II : origo dari fibrooseus fleksor sheath sampai dengan insersi
FDS Tendon
E. Zona I : bagian distal dari insersi FDS.

Gambar 3. Zona tendon fleksor

14
FDS tendon terletak sebelah depan ( bagian palmar ) dari FDP hingga
mereka memasuki selubung tendon jari pulley A1. Pada selubung tendon
bagian proksimal didaerah base phalang proksimal, tendon FDS terbelah jadi
dua bagian yang pipih yang membelit FDP secara obliq pada sisi lateral dan
dorsal, dan bersatu kembali pada bagian dorsal oleh jaringan ikat yang
disebut sebagai: chiasma camper, dan berakhir sebagai dua buah tendon yang
berinsersi pada setengah proksimal phalang media. FDP berjalan melewati
decusatio FDS dan berinsersi pada bagian proksimal phalang distal.

Gambar 4. Struktur FDS dan FDP dalam selubung tendon


FDP berfungsi sebagai fleksor jari utama, sedangkan FDS dan
intrinsic muscle bergabung untuk memperkuat cengkeraman. Kekuatan
tendon FDS dua hingga tujuh kali lebih kecil dari pada yang dihasilkan FDP
saat menggenggam dan mencubit Pada jari, tendon fleksor terbungkus oleh
selubung tendon yang dilapisi oleh lapisan synovial visceral.

15
Selubung tendon fleksor jari merupakan suatu terowongan ligamen
yang kuat (fibro osseous tunnel) yang terdiri dari bagian yang tebal yaitu 5
buah annular pulleys (Al - A5 ) dan bagian yang tipis berupa 3 buah cruciate
ligamen / pulleys (C1 - C3 ).
Pulley A2 dan A4 berasal dari periosteum setengah proksimal phalang
proksimal dan pertengahan phalang media, sedangkan pulleys Al, A3 dan A5
merupakan pulley pada persendian yang berasal dari bagian palmar sendi
metacarpophalangeal (MP), proksimal interphalangeal (PIP) dan distal
interphalangeal (DIP). Pulleys palmar apponeurosis terdiri dari fascia palmar
serat vertikal dan serat transversal yang secara klinis penting apabila
komponen selubung tendon bagian proksimal lainnya hilang. Cruciate pulleys
yang tipis terdiri dari Cl yang terletak antara annular pulley A2 dan A3, C2
antara A3 dan A4 dan C3 antara A4 dan A5. Cruciate pulley memfasilitasi
koiap dan ekspansi tendon sheath selama gerakan jari. Selubung tendon jari
mencegah tendon tertarik keluar dari bagian konkaf aspek anterior jari saat
jari fleksi.

Gambar 5. Pulley dan cruciate pulley


2.2. Struktur dan komposisi tendon
Tendon terdiri dari 70% kolagen dengan molekul kolagen panjang
yang terbuat dari rantai peptida dalam bentuk triple helix ( Tropokolagen ).
Fascicle tendon terdiri dari bundle berbentuk spiral panjang dan kecil dari
fibroblast matur (tenocytes ) dan kolagen tipe I.
Kolagen yang menyusun tendon (tipe I), terdiri dari dua rantai, yaitu
polipeptida alfa-1 (I) dan satu rantai polipeptida alfa-2 (I) yang berbentuk

16
triple- helix dengan arah putaran ke kanan, yang dipertahankan oleh hidrogen
dan ikatan kovalen. Pada tingkat mikrofibril susunannya berbentuk quarter
stagger yang memberikan kekuatan yang tinggi dan stabil. Mikrofibril-
mikrofibril ini membentuk fibril bercampur dengan glikoprotein dan air
dengan fibroblas diantaranya. Fibroblas yang berbentuk kumparan hanya
sedikit sekali. Fibril tersusun menjadi suatu gelendong (bundle) yang
dibungkus oleh endotenon. Lapisan peritendineous-nya disebut epitenon dan
lapisan terluar disebut paratenon. Komposisi tendon ini membuat tendon
dapat berfungsi secara ideal untuk menahan gaya regang yang tinggi.
Dibandingkan dengan ligamentum, tendon mengalami deformitas yang
sedikit sekali waktu dibebani. Viskoelastisitas tendon relatif agak kurang bila
dibandingkan dengan jaringan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
komponen matriks.
Fascicle tendon fleksor pada tangan dibungkus oleh lapisan adventitia
visceral dan parietal yang tipis yang disebut dengan paratenon. Yang
termasuk leksor tendon jari adalah : Fleksor digitorum superfisialis ( FDS ),
fleksor digitorum profundus ( FDP ) dan fleksor policis longus ( FPL ).
Tendon FDS biasanya berasal dari satu muscle bundle dan bekerja secara
independent, sedangkan FDP sering mempunyai origo otot communis untuk
beberapa tendon dan menghasilkan fleksi yang simultan dari beberapa jari.
Pada pergelangan tangan, fleksor tendon jari bersama dengan n.
medianus memasuki carpal tunnel disebelah bawah atap pelindung ligamen
transversal carpal ( flexor retinaculum ) dan berada dalam common synovial
sheath. Pada canal ini tendon profundus commmunis terpisah menjadi sendiri
sendiri untuk masing - masing tendon jari tengah, jari manis dan kelingking.
Kira - kira setinggi palmar crease distal masing - masing tendon tendon untuk
ibu jari, telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking serta fleksor policis
longus dari FDP dan FDS masuk ke masing - masing selubung tendon (digital
synovial sheath). Tendon fleksor policis longus masuk ke tangan dibawah
retinaculum fleksor dengan selubung tendon tersendiri. Selubung tendon
berfungsi sebagai pelindung bagi tendon fleksor dan juga untuk memberikan

17
permukaan gliding yang licin (smooth) pada permukaan synovialnya
sehingga tendon dapat bergerak/sliding secara bebas pada persendian tangan
dan diantara masing-masing tendon selama pergerakan.
Gliding pada tendon fleksor tangan berhubungan langsung dengan
sarung tendon (tendon sheath), lapisan sinovium parietal (di dalam sarung)
dan viseral (epitenon/bagian luar tendon) yang menghasilkan cairan sinovium
yang berfungsi untuk lubrikasi dan memberikan nutrisi. Sarung ini
mengarahkan gerakan tendon dan di daerah tendon mengalami lekukan tajam,
sarung tendon mengalami penebalan seperti struktur pulley. Pada daerah ini,
tendon mendapat gaya tekan yang besar, mengakibatkan tendon mengalami
perubahan menjadi menyerupai tulang rawan. Tendon tersebut kadang-
kadang disebut tendon yang avaskular, yang hanya menerima perdarahan dari
vinkula. Tendon ini merupakan jaringan ikat yang kecil, longgar dan
fleksibel, serta berhubungan dengan mesotenon dan paratenon. Tendon ini
diduga menerima nutrisi, sebagian melalui difusi cairan sinovial.

Vaskularisasi tendon tidak berhubungan dengan selubung tendon.


Tendon dikelilingi oleh jaringan ikat paratenon yang longgar yang
berhubungan langsung dengan epitenon dan memberikan vaskularisasi untuk
tendon. Di dalam tendon pembuluh – pembuluh darah ini beranastomosis dan
membentuk sistem kapiler longitudinal dan menembus endotenon. Menurut
Ricci (1999), tendon berfungsi sebagai kabel penyokong tubuh pada
lingkungan dengan kekuatan regangan tinggi. Tendon menghubungkan otot
skelet ke tulang.

2.3. Suplai darah sistem vincula


Vincula adalah lipatan mesotenon yang membawa pembuluh darah
untuk ke dua tendon. Biasanya terdapat dua buah vincula, yaitu vincula
pendek dan vincula panjang, yang masing-masing berfungsi untuk tendon
superficialis dan profundus. Sistem Vincula terdapat pada permukaan dorsal
tendon dan disuplai oleh tranverse communicating branches dari arteri
digitorum communis. Kebanyakan pembuluh-pembuluh intratendinous digital

18
sheath berada di bagian dorsal tendon, karena hal ini menurut beberapa
penulis menganjurkan menempatkan jahitan di setengah bagian volar tendon.
Sebagian kecil suplai darah juga berasal dari musculotendinous junction dan
insersi di tulang.
Meskipun keberadaan pembuluh darah sudah pasti, tapi perannya
dalam nutrisi dan proses penyembuhan tendon fleksor masih diragukan oleh
beberapa peneliti. Manske, whiteside dan Lesker, menggunakan teknik
pencucian hidrogen (hydrogen washout), menunjukkan bahwa pada ayam,
synovium adalah jalur nutrisi yang bermakna untuk tendon fleksor,
sedangkan pembuluh darah tidak. Lundborg dan Rank menunjukkan bahwa
pada kelinci walaupun suplai darahnya rusak, tapi dapat sembuh dengan
nutrisi yang disuplai melalui difusi cairan synovial.
2.4. Nutrisi tendon
Tendon fleksor mulai dari distal lengan bawah sampai pertengahan
phalank proksimal menerima suplai darah dari pembuluh darah segmental
yang berasal dari paratenon sekelilingnya. Pembuluh darah ini masuk ke
tendon dan berjalan secara longitudinal diantara fasikel-fasikel. Menurut
Ochiai, dkk. system vincula digital sheath terdapat di pertengahan phalank
proksimal. Difusi cairan synovial merupakan alternatif jalur nutrisi dan
lubrikasi yang efektif untuk tendon flexor. Penghantaran nutrisi yang cepat
dipengaruhi oleh mekanisme pompa yang disebut inhibisi dengan cairan
didorong masuk kedalam jaringan interstitial tendon melalui celah sempit
pada permukaan tendon saat jari jaringan interstitial tendon melalui celah
sempit pada permukaan tendon jari.5

19
Gambar 6. Suplai darah sistem vincula.
VBP : Veniculum Brevis Profundus; VLP : Veniculum Longum Profundus; VBS:
Veniculum Brevis Superficialis; VLS : Veniculum Longum Superficialis.
2.5. Biomekanik tendon
Fungsi tendon merupakan suatu kabel fleksibel sebagai penghubung
struktur otot yang dinamis dan struktur tulang yang rigid, sehingga jaringan
ini harus mempunyai kemampuan untuk meredam goncangan (shock
absorbing) dan kemampuan untuk menahan tarikan (tensile strength).
Tendon merupakan penghubung antara otot dan tulang. seperti halnya
tulang rawan, tendon, di sini matriksnya sebagian besar terdiri dari kolagen
tipe 1 dan sedikit proteoglikan. Serat kolagen tersusun longitudinal dengan
pembuluh darah dan saraf yang berada di sekeliling jaringan ikat longgar.
Susunan geometris pembuluh darah dan saraf ini berhubungan dengan fungsi
tendon untuk menahan gaya regangan yang dihasilkan otot untuk diteruskan
ke tulang.
Menurut fungsinya tendon dibagi menjadi tendon yang diselubungi
oleh selubung tendon (tendon sheath) dan tendon yang diselubungi jaringan
ikat longgar paratenon. Selubung tendon memungkinkan tendon untuk
melekuk dan terutama pada tendon fleksor. Pada tendon yang tidak melekuk

20
dikelilingi paratenon. Sekeliling tendon yang berupa jaringan ikat yang
longgar.

2.6 Ruptur tendon


Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Ruptur
tendon dalah robek, pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena
tarikan yang melebihi kekuatan tendon atau adanya trauma yang mengenai
tendon tersebut.
2.7 Penilaian klinis
Evaluasi cedera tendon membutuhkan pengetahuan rinci tentang
anatomi aparatus ekstensor maupun flexor, serta karakteristik fungsional dari
setiap segmen. Anamnesis yang akurat sangat penting dan harus mencakup
mekanisme traumatik, posisi tangan pada saat cedera, dan komorbiditas
akhirnya. Biasanya ketika trauma terjadi dengan jari fleksi, kerusakan tendon
sesuai dengan tingkat cedera, sedangkan retraksi tendinous dapat diamati
dalam kasus trauma tinju.
Secara umum, cedera dibagi menjadi dua kategori utama: cedera
terbuka dan cedera tertutup. Cedera terbuka dapat muncul sebagai avulsi, lesi
tajam, atau laserasi. Dalam kondisi terakhir ini, kerusakan yang signifikan
terhadap sekitarnya jaringan sering terjadi dan wajib dilakukan pemeriksaan
neurovaskular. Ruptur tertutup dapat terjadi akibat kondisi morbid yang
melemahkan struktur tendon, seperti RA, penyakit pengendapan kristal, dan
erosi oleh perangkat keras internal yang digunakan untuk fiksasi tulang.
Inspeksi harus mempertimbangkan lokasi cedera, ukuran luka, kehadiran
hilangnya substansi tendon atau retraksi, dan kerusakan terkait. Selanjutnya,
pengamatan yang teliti terhadap tangan mungkin menunjukkan cedera tendon
yang mendasari ketika kaskade fleksi jari tidak normal saat istirahat atau
ketika pergelangan tangan tertekuk dan melebar. dengan efek tenodesis.
Kemudian, pemeriksaan setiap jari tunggal dengan dan tanpa
perlawanan harus dilakukan, untuk mengecualikan tindakan tendina juncturae

21
yang bisa menutupi entitas nyata dari kerusakan. Di hadapan kelemahan
ekstensi terhadap resistensi, cedera tendon parsial dapat dicurigai. Kadang-
kadang rasa sakit tidak memungkinkan pemeriksaan dan diagnosis yang tepat,
sehingga pada kasus tertentu anestesi lokal dapat membantu diagnostik.
2.8 Mekanisme penyembuhan Tendon
Penyembuhan tendon terjadi secara intrinsik maupun ekstrinsik.
Penyembuhan intrinsik didukung oleh suplai intrinsik yang memasok kira-
kira seperempat dari volume tendon. Penyembuhan ekstrinsik adalah hasil
dari stimulasi jaringan peritendinous untuk berproliferasi dan memasok
kebutuhan sel dan kapiler yang dibutuh kan untuk proses penyembuhan.
Proses ini bertanggung jawab untuk pembentukan adhesi tendon untuk semua
struktur yang berdekatan dari luka menjadi satu dan terbentuk scar. Telah
terbukti secara eksperimental bahwa suplai darah intrinsik tidak cukup untuk
mendukung penyembuhan utama tendon dalam banyak kasus.
Penyembuhan tendon di dalam selubung lebih lama dibandingkan dengan
penyembuhan bagian tendon diluar selubung. rutan penyembuhan tendon
adalah sebagai berikut:

1) Fase inflamasi (0-10 hari) Urutan biologis ini sama dengan penyembuhan
luka pada umumnya, kecuali dalam kasus ini, penyembuhan berlangsung
lebih lambat. Bahkan, pada lima sampai tujuh hari setelah terluka, tendon
menjadi lebih lemah.
2) Fase proliferasi (4-21 hari) Sebuah kalus fibrovascular terbentuk di
sekitar tendon dan menyatukansemua struktur luka menjadi satu bagian.
3) Fase Maturasi/Pematangan (28-120 hari) Orientasi longitudinal dari
fibroblas dan fiber dimulai. Pada 45 hari, kolagen lisis dan pembentukan
kolagen mencapai kesetimbangan. Pada 90 hari, pembentukan awal
bundel kolagen mulai terlihat dan pada 120 hari bundel ini tampak seperti
yang terlihat pada tendon normal

2.9 Reparasi tendon

22
Reparasi tendon bertujuan untuk mendekatkan kedua ujung tendon
yang terputus atau melekatkan ujung tendon ke tulang dan
mempertahankannya selama masa penyembuhan, dengan tetap
memungkinkan dilakukannya latihan gerak dini hari pertama pasca operasi.
Latihan gerak dini aktif diperlukan untuk meminimalkan terjadinya adhesi,
yang hanya dapat dilakukan bila tensile strength jahitan tendonnya kuat.
Tensile strength adalah kekuatan jahitan untuk menerima gaya regang pada
arah yang berlawanan yang bekerja sejajar terhadap serabut kolagen tendon.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tensile strength adalah jenis benang
jahitnya dan teknik jahitan. Eksplorasi pada pembedahan dilakukan dikamar
operasi dengan menggunakan loop untuk pembesaran. Anestesi yang
digunakan dapat umum atau dengan blok aksila.
Terapi awal pada luka terbuka harus mencakup irigasi dan
debridement luka dan repair tendon. Jika pada cedera juga terjadi patah tulang
maka fiksasi pada fraktur sebaiknya dilakukan agar mobilisasi dini tendon
memungkinkan. Penanganan terhadap jaringan lunak pada tangan harus halus
(meticulous). Musuh nomor satu pada reparasi tendon adalah jaringan fibrosis
yang menjerat. Oleh karena itu penanganan jaringan harus minimum. Insisi
yang digunakan adalah midlateral atau insisi Bruner. Berusaha untuk ekstensi
dari laserasi luka bila memungkinkan. Neurovaskular diidentifikasi dan
dipreservasi.
Ujung-ujung tendon yang terputus ditarik ke tempat laserasi melalui
jendela yang dibuat dari selubung tendon fleksor. Perdarahan pada selubung
kadang dapat dijadikan panduan lokasi dari tendon yang retraksi. Dapat
dilakukan “milking” dari ujung tendon dengan pergelangan tangan dan jari-
jari pada posisi fleksi. Atau dengan forcep bergigi yang kecil dan halus.
Penarikan dengan instrumen secara membuta harus dihindari. Apabila tendon
tertarik terlalu jauh maka dapat digunakan kateter pediatrik dengan
melakukan insisi pada telapak tangan secara oblik.
2.9.1 Reparasi ruptur tendon pada zona I
Laserasi dari tendon FDP distal dari insersi FDS atau avulsi dari

23
tempat insersi pada base phalanx distal didefinisikan dengan cedera pada
zona I dari tendon fleksor. Bila terjadi ruptur dan bagian distal tendon kurang
dari 1 cm jaraknya dari tempat insersi maka tendon advancement dan reparasi
primer ke tulang diindikasikan. Bila lebih dari 1 cm panjang tendon yang
tersisa pada bagian distal maka dapat dilakukan tenorrhaphy primer
diindikasikan karena apabila terjadi pemendekan lebih dari 1 cm maka akan
terjadi efek quadrigia. Pada situasi klinis seperti ini laserasi dapat terjadi
diantara pulley A4, sehingga membuat reparasi teknik menjadi sulit.

Gambar 7. Salah satu cara melekatkan tendon ke tulang.

A. Reparasi tendon ke tulang


Berbagai teknik untuk melakukan penjahitan inti telah
direkomendasikan untuk menjahit dari ujung tendon ke tulang. Secara teoritis
tekniknya hampir sama dengan penyambungan tendon ke tendon.
Penggunaan material jahit yang sangat kuat yang diabsorbsi setelah beberapa
bulan semakin meningkatkan teknik penjahitan inti. Penggunaan jangkar pada
reparasi fleksor tendon sudah sangat meluas.
Teknik klasik untuk reparasi FDP tendon ke tulang meliputi penarikan

24
ujung stump yang telah dijahit masuk menembus phalang distal dengan
menggunakan jarum lurus dan mengikatkannya pada ujung kancing diatas
kuku bagian distal dari lunula. Penelitian in vivo menunjukkan bahwa
penggunaan teknik Becker sangat baik. Apapun teknik yang digunakan
aposisi dari FDP ke tulang harus dikonfirmasi secara visual. Sebelum
mengencangkan dan mengikat simpul.

Gambar 8. Teknik penjahitan Becker.

B. Avulsi FDP
Leddy dan Packer menggolongkan avulsi FDP ke dalam tiga jenis.
Pada tipe I tendon FDP menarik kembali ke dalam telapak tangan. Sesuai
dengan definisinya terjadi gangguan vincula sehingga aliran darah terganggu.
Selubung tendon setelah beberapa hari menjadi terganggu sehingga gliding
FDP terganggu. Pada avlusi tipe II ujung tendon retraksi ke PIP. kontraktur
pada tendon tidak terjadi. Usaha yang dilakukan adalah memasukan kembali
ujung tendon ke dalam selubung terutama pada pulley A4. Usaha perbaikan
ini sebaiknya dilakukan pada minggu ke 6 atau lebih. Pada tipe III bagian

25
besar dari tulang di attach ke ujung tendon untuk mencegah penarikan dari
ujung tendon lebih jauh dari pulley A4. Reparasi dari fraktur dapat dilakukan
dengan menggunakan K wire atau Screw.

Gambar 9. Avulsi FDP kalsifikasi Leddy dan Pecker.

2.9.2. Reparasi Tendon pada Zona II


Usaha untuk meningkatkan kekuatan hasil reparasi secara dini dengan
menguji berbagai macam teknik dan material yang digunakan pada penjahitan
inti.

 Suture material
Berbagai macam suture material dapat digunakan, idealnya suture
material bersifat non-reaktif, non-rigid, ukurannya kecil, kuat, mudah
di’pegang’, dan mempunyai kemampuan menahan simpul yang baik. beberapa
jenis yang sering digunakan adalah monofilament stainless steel wire, Prolene,
Ethilon, Supramid, Mersilene, Tevdek dan Silk. Monofilament stainless steel
wire adalah yang paling kuat dan paling non-reaktif, serta sangat baik menahan
simpulnya. Sayangnya bahan ini kurang elastis dan mudah patah, sehingga
tidak menguntungkan terutama di zona II, di terowongan fibroosseous yang

26
sempit. Akan tetapi, bahan ini merupakan bahan yang sangat baik untuk
reinsersi tendon profundus ke phalank distal dengan teknik pull-out wire and
button dari Bunnel. Di lain pihak, Silk, merupakan bahan yang sangat mudah
di’pegang’, tapi terlalu reaktif. Green lebih menyukai menggunakan Mersilene
atau Prolene untuk perbaikan tendon fleksor, Keduanya cukup kuat,
menimbulkan reaksi jaringan yang minimal, dan mudah untuk di’pegang’.
Prolene mempunyai kecenderungan untuk merosot dan lepas simpulnya,
sehingga harus sangat hati-hati saat melakukan simpul. Kekurangan relatif dari
prolene adalah simpulnya agak tebal, sehingga kadang-kadang tersangkut
pulley. Ukuran yang biasa digunakan adalah 4-0, tapi pada zona II atau pada
tendon anak-anak digunakan 5-0.

 Teknik jahitan tendon


Terdapat bermacam-macam jenis penjahitan tendon fleksor yang telah
diteliti. Urbaniak membaginya menjadi 3 kelompok.

1) Kelompok pertama (interrupted suture) adalah jahitan yang sederhana,


yang gaya tariknya paralel terhadap gelendong kolagen (collagen
bundles), tegangan jahitan ditransmisikan langsung ke ujung tendon
yang berseberangan.
2) Kelompok kedua adalah penjahitan yang tegangannya ditransmisikan
langsung menyebrangi pertemuan kedua tendon melalui benang jahit,
kekuatan regangannya (tensile strength) bergantung pada kekuatan
penjahitan itu sendiri, sebagai contoh adalah teknik Bunnel.
3) Pada kelompok ketiga, penjahitan ditempatkan perpendicular terhadap
gelendong kolagen (collagen bundles), dan kemudian dikencangkan,
contohnya dalah jahitan Puuvertaft (fish-mouth weave). Urbaniak
menyatakan bahwa teknik jahitan kelompok pertama, menghasilkan
kekuatan regang yang paling lemah, sehingga tidak dianjurkan untuk
perbaikan tendon. Teknik jahitan kelompok ketiga, menghasilkan
kekuatan regang yang paling kuat, tapi mempunyai kekurangannya
yaitu jahitannya menumbung (bulky). sedangkan kelompok kedua

27
berada diantara keduanya.

Beberapa peneliti menyatakan bahwa teknik jahitan intratendinous


crisscross (Bunnel; Kleinert modification of Bunnel) cenderung untuk merusak
sirkulasi intratendinous. Wray dan Weeks menggunakan fleksor ayam.
Keduanya membandingkan rupture rate dan tensile strength dari tendon jahitan
Bunnel, Kessler, dan Tsuge. Mereka menyimpulkan bahwa keseluruhan teknik
tersebut menunjukkan hasil yang kurang lebih sama. Sehingga kebanyakan ahli
bedah menganjurkan suatu core suture seperti pada teknik Kessler atau
modifikasinya.
Teknik ini memberikan tensile strength yang memuaskan yang dapat
dipertahankan selama fase awal penyembuhan. Teknik ini juga menghindarkan
jahitan memotong dan keluar dari tendon dan sangat berguna pada daerah jari-
jari. Harus diingat bahwa tidak satupun suture material maupun teknik yang
dapat memelihara perbaikan tendon terhadap gerakan aktif tidak terbatas pada
periode awal pasca operasi. Kebanyakan peneliti mengemukakan bahwa
kekuatan perbaikan tendon sangat berkurang pada 10 hari pertama. Setelah itu
kekuatan perbaikan meningkat secara bertahap sampai pada akhir minggu ke
10 – 12 dapat diaplikasikan daya yang cukup kuat selama program rehabilitasi.
Bunnell’s criss-cross adalah contoh klasik dari jenis jahitan ini. Teknik ini
jarang dipakai lagi, karena dianggap jahitan criss-crossnya akan mengganggu
sirkulasi intratendinous.
Teknik Kleinert yang merupakan modifikasi dari Bunnell, dianggap
lebih aman terhadap sirkulasi karena jahitan ini hanya satu kali menyilang, dan
secara teknis lebih mudah melakukannya.
Teknik Kessler merupakan modifikasi dari teknik Mason Allen.
Teknik ini efektif untuk perbaikan tendon di jari dan tangan. Kekurangannya
adalah simpulnya berada di permukaan luar tendon sehingga menghalangi
gliding tendon. Modifikasi Kessler merupakan jahitan dengan dua buah core
suture yang ditambah dengan continous epitendinous suture pada tempat
ruptur. Teknik ini digunakan hanya mengunakan satu buah benang jahit dan

28
simpulnya diletakan di permukaan dalam tendon yang terpotong.
Kekurangannya adalah benang jahitan sulit untuk menggelincir melalui tendon
untuk mendekatkan kedua ujung tendon yang terpotong. Jarum melalui
permukaan yang terpotong, keluar dari permukaan tendon, kemudian jahitan
masuk tendon kembali secara tranversal, keluar di sisi sebelahnya. selanjutnya,
jarum melalui permukaan tendon yang terpotong menyeberang ke potongan
tendon lawannya, keluar tendon, masuk ke tendon kembali secara tranversal,
masuk kembali ke tendon yang terpotong, tendon diaproksimasi dan
disimpulkan.
Teknik Tajima menggunakan dua benang jahit yang double arm (dua
jarum). dengan demikian benangnya dapat dipakai dengan tarikan tendon
melalui selubung tendon dan di bawah pulley di lokasi-lokasi sulit.
Keuntungan lainnya adalah simpulnya terletak di dalam permukaan tendon
yang terpotong.
Teknik Strickland merupakan modifikasi gabungan dari teknik
Kessler dan Tajima. Pada teknik ini selain terdapat dua buah simpul di
permukaan dalam tendon yang terpotong juga terdapat empat simpul yang
diketatkan di dalam tendon, pada empat tempat saat jahitan akan
melintang/tranversal.

Teknik Kubota menggunakan four strand core suture, dikombinasikan


dengan cross stitch circumferential suture. Pada dasarnya core suture-nya
adalah core suture Kessler yang diulang satu kali. Mula-mula jarum masuk
secara tranversal ke tendon membuat locking, kemudian ke luar dari
permukaan tendon yang terpotong, menyebrang, membuat locking, masuk
tranversal, membuat locking, ke luar permukaan tendon yang terpotong,
menyebrang, dan selanjutnya prosesnya diulang, pada daerah lebih luar dari
core suture yang pertama, kemudian dibuat simpul. Setelah core suturenya
terbentuk, dilanjutkan dengan cross stitch pada ujung-ujung tendon yang
terpotong. Jahitan dimulai dari tepi tendon, arah miring, kedalaman sekitar 1
mm, kemudian jahitan tranversal ke arah tepi tendon, menyeberang ke ujung

29
tendon lawannya dengan arah miring, tranversal ke arah tepi tendon,
menyeberang. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai seluruh lingkar tendon
terjahit. Silfverskiold meneliti jahitan cross stitch ini dibandingkan dengan
modifikasi Kessler dengan circumferential suture dia mendapatkan jahitan
cross stitch lebih kuat 117% dibandingkan dengan modifikasi Kessler. Dasar
ini dipakai oleh Kubota dalam pemilihan jahitan epitendinous-nya.

Gambar 10. Beberapa teknik penjahitan tendon

2.9.3. Reparasi ruptur Tendon Zona III, IV dan V.


Eksplorasi dan reparasi dari tendon fleksor proksimal dari pulley A1
dilakukan dengan cara yang sama dengan cedera pada bagian distal. Perbedaan
yang penting adalah restriksi akibat adesi lebih jarang terjadi pada bagian
proksimal setelah dilakukan reparasi dari laserasi ataupun tendon ruptur.
Sebagai tambahan laserasi yang kecil dapat menyebabkan ruptur pada beberapa
tendon dan cedera pada struktur neurovaskular. Persiapan preoperasi untuk
reparasi tendon pada segmen ini harus memikirkan mengenai intrumentasi
mikro contohnya mikroskop. Teknik penyambungan dan rehabilitasi pos
operasi sama dengan ruptur zona II.

30
2.10. Rehabilitasi
Berdasarkan laporan penelitian dari Gelberman dkk.
mengkonfirmasikan bahwa hasil yang memuaskan akan dapat dicapai dengan
menggunakan dua buah cara teknik mobilisasi. Pertama, metode Kleinert, aktif
ekstensi dari jari dapat dicapai dengan teknik pasif fleksi menggunakan karet
yang dilekatkan pada kuku jari dan pergelangan tangan. Teknik kedua metode
Harmer, Young dan Harmon serta Duran dan Houser. Mengontrol gerakan
pasif dengan memblok bagian belakang dari jari. Rentang keamanan lebih
meningkat apabila teknik penjahitan dengan teknik. Multistrand.

Gambar 11. Teknik rehabilitasi menurut Kleinert.


Setelah dilakukan reparasi tendon fleksor, pergelangan tangan dan
tangan dilakukan pemasangan bidai posterior. Sebagai tambahan, jari yang
tendonnya putus diposisikan fleksi dengan menggunakan karet yang berjangkar
di pergelangan tangan. Pada posisi ini jari dapat aktif ekstensi dan pasif fleksi.
Pada jangka waktu 3 minggu dilakukan aktif fleksi dan ekstensi terbatas pada
posisi fleksi 40-60 derajat. Pada 3-8 minggu, karet elastik dilekatkan pada
perban elastis di pergelangan tangan. Setelah traksi karet dihilangkan dipasang
bidai pada malam hari selama 6-8 minggu.

31
Gambar 12. Teknik rehabilitasi menurut Duran dan Houser.

2.11. KESIMPULAN
Semakin meningkat dengan semakin banyaknya penelitian. Walaupun
hasil penyambungan tendon dengan berbagai teknik serta rehabilitasi semakin
baik tetapi kita masih mengharapkan pemulihan yang lebih sempurna. Akan
lebih banyak lagi modifikasi di masa depan dan penangan yang lebih baik pada
kasus- kasus sulit.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. At A Glance : Ilmu Bedah. Ed.3. 2006.
Jakarta : Erlangga Medical Series
2. Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. 2004.
Jakarta : EGC
3. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Ed.3. 2000. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI
4. Saladin: Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function, Ed.3. 2003.

32
The McGraw Hill Companies.
5. Strickland JW. Flexor tendon – acute injuries. In: Green DID, Hotchkiss RN,
Pederson WC, editor. Green’s operative orthopedic hand surgery. 4th ed.
Philadelpia: Churchill Livingstone; 1999 : 1851 – 83.2. Boyer MI, Strickland
JW. Et al. Flexor Tendon Repair and Rehabilitation : State of The Art in 2002.
JBJS. 2002.
6. Thompson JC. Hand section. In: Netter’’s Concise Atlas of Orthopaedic
Anatomy. 1st ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2002 : 121 – 454.
7. Ricci JL. Tissue anatomy. In: Orthopaedics a study guide. New York: Mc Graw
Hill; 1999: 13 – 14.
8. Thurman RT. Two, four, and six strand zone II flexor tendon repairs: an in situ
biomechanical comparison using a cadaver model. J Hand Surg 1998; 23A:
262 - 56.
9. Leddy JP. Flexor tendons – acute injuries. In: Operative hand surgery. New
York: Churchill Livingstone; 1993: 1823 – 45.
10. Harrison R. Hand surgery – tendon healing project. J hand surg. 2003: 105 –
14.Wright PE. Flexor and extensor tendon injuries. In: Campbell’s operative
orthopaedics. St. Louis: Mosby; 1992 : 3003 – 57.9.
11. Amadio PC. Tendon injuries in the upper extremity. In: Principles of
orthopaedic practice. New York: Mc. Graw-Hill Co; 1998: 699 – 715.

33

Anda mungkin juga menyukai