Anda di halaman 1dari 38

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT ANTI HIPERTENSI

PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS TANJUNG BERLIAN


KUNDUR UTARA

MINI PROJECT

Disusun Oleh:
dr.Imania
dr.Widyawati
dr. Nurul Aini
dr. Guntur Herlambang

Dokter Pendamping :

dr. Widyaningsih

PUSKESMAS TANJUNG BERLIAN KUNDUR UTARA

PERIODE FEBRUARI 2020– NOVEMBER 2020

1
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN MINI PROJECT DOKTER INTERNSIP

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT ANTI HIPERTENSI


PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS TANJUNG BERLIAN
KUNDUR UTARA

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program Internsip Dokter
Indonesia di Puskesmas Tanjung Berlian Kundur Utara periode Februari 2020 – November 2020

Peserta, Peserta Dokter Pendamping Internsip

dr. Imania dr. Nurul Aini dr. Widyaningsih

Peserta Peserta

dr. Widyawati dr. Guntur Herlambang

2
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah–

Nya penulis dapat menyelesaikan Mini Project ini dalam rangka memenuhi persyaratan dalam

program Internsip di Puskesmas Tanjung Berlian mengenai “Tingkat Kepatuhan Penggunaan

Obat Anti Hipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Tanjung Berlian Kundur Utara”.

Dalam penyusunan tugas dan materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun,

penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,

pendamping semua pihak sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr.

Widyaningsih Sebagai dokter pendamping dalam pembuatan Mini Project ini. Dan tidak lupa

kami ucapakan ribuan terima kasih kepada dokter-dokter yang ada di Puskesmas Tanjung

Berlian serta seluruh stafmya.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan Mini Project ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak. Semoga Mini Project ini dapat bermanfaat dan membantu teman sejawat.

Urung Kundur Utara, 5 Oktober 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................3
DAFTAR ISI..................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................5
I. Latar Belakang...................................................................................................5
II. Rumusan Masalah............................................................................................6
III. Tujuan Penelitian............................................................................................7
Tujuan Umum...............................................................................................7
Tujuan Khusus.............................................................................................7
IV. Manfaat Penelitian..........................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................8
Hipertensi.............................................................................................................8
I. Definisi.............................................................................................................8
II. Etiologi..............................................................................................................9
III. Klasifikasi......................................................................................................10
IV. Mekanisme Terjadinya Hipertensi..................................................................12
V. Komplikasi......................................................................................................16
VI. Diagnosis.......................................................................................................16
VII. Pengobatan ...................................................................................................19
VIII. Kepatuhan.....................................................................................................21
Definisi...........................................................................................................21
Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Kepatuhan............................................21
Metode Penukuran Tingkat Kepatuhan...........................................................21
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................................25
1. Jenis Penelitian ............................................................................................25
2. Ruang Lingkup Kerja...................................................................................25
3. Populasi Dan Sampel...................................................................................25
4. Cara Pengumpulan Data...............................................................................25
5. Instrumen Penelitian....................................................................................25
6. Prosedur Penelitian .....................................................................................26
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................................27
Hasil Penelitian ..................................................................................................27
Tingkat Kepatuhan..............................................................................................27
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................32

4
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah. Yang

dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya

tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit

endokrin, penyakit jantung, gangguan anak ginjal, dll. Hipertensi seringkali tidak menimbulkan

gejala, sementara tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat

menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan

pemeriksaan tekanan darah secara berkala.

Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak

secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah

juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan

lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda paling tinggi di

waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari

Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak dapat terkontrol (seperti

keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang

olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Penderita hipertensi yang sangat

heterogen membuktikan bahwa penyakit ini bagaikan mosaik, diderita oleh orang banyak yang

datang dari berbagai subkelompok berisiko di dalam masyarakat. Hal tersebut juga berarti

bahwa hipertensi dipengaruhi oleh faktor resiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti

5
neurotransmitter, hormon dan genetik, maupun yang bersifat eksogen seperti rokok, nutrisi dan

stressor

Bagi para penderita tekanan darah tinggi, penting mengenal hipertensi dengan membuat

perubahan gaya hidup positif. Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang

baik dan aktivitas fisik yang cukup.

II. RUMUSAN MASALAH

Hipertensi seperti yang telah kita ketahui dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Selain

karena keturunan, umur dan jenis kelamin, faktor lingkungan seperti stress psikososial, obesitas,

kurang olahraga dan konsumsi alkohol dan garam juga berhubungan terhadap timbulnya

hipertensi esensial. Oleh karenanya melalui penelitian ini, diharapkan dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang berkisar:

1. Bagaimana karakteristik masyarakat di Puskesmas Tanjung Belian yang

menderita hipertensi?

2. Bagaimana karakteristik faktor resiko aktivitas fisik dan pola makan terhadap

hipertensi pada masyarakat Puskesmas Tanjung Berlian ?

3. Bagaimana karakteristik faktor resiko istirahat dan merokok terhadap hipertensi

pada masyarakat Puskesmas Tanjung Berlian?

4. Bagaimana tingkat kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi di Puskesmas

Tanjung Berlian ?

6
5. Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat Puskesmas Tanjung Berlian terhadap

hipertensi?

III. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Menggambarkan karakteristik penderita hipertensi di Puskesmas Tanjung Berlian

2 Tujuan Khusus

1. Menggambarkan karakteristik masyarakat di Puskesmas Tanjung Berlian yang

menderita hipertensi

2. Menggambarkan karakteristik faktor resiko aktivitas fisik dan pola makan

terhadap hipertensi pada masyarakat Puskesmas Tanjung Berlian

3. Menggambarkan karakteristik faktor resiko istirahat dan merokok terhadap

hipertensi pada masyarakat puskesmas Kutowinangun

4. Menggambarkan tingkat kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi di

Puskesmas Tanjung Berlian

5. Menggambarkan tingkat pengetahuan masyarakat Puskesmas Tanjung Berlian

terhadap hipertensi

IV. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

Mengetahui karakteristik dan faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada


masyarakat penderita hipertensi di Kecamatan Kundur Utara

7
Hasil penelitian ini bertujuan untuk menerapakan strategi praktis dalam
menurunkan angka morbiditas hipertensi di Kecamatan Kundur Utara
Menambah pengetahuan dan pengalaman sebagai dokter internship dalam
melakukan metodologi penelitian
Memenuhi tugas mini-project program internsip dokter

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI

I. DEFINISI
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah keadaan dimana seseorang

mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama)

di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap

stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Penderita yang

mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg

saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi.1

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi

diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada

saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis

miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca seratus dua puluh per delapan

puluh. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140

mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya.

Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Pada

8
hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi

tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran

normal.1,2

II. ETIOLOGI
Penyebab hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :1-4,7
1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui.
Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti
bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90%
penderita hipertensi tergolong hipertensi primer sedangkan 10% tergolong hipertensi
sekunder.

2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui. Pada
sekitar 5 - 10 % penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1 -
2 %, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya
penyakit kelenjar adrenal / hiperaldosteronisme, penggunaan pil KB).

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :

Penyebab Contoh
Penyakit Ginjal 1. Stenosis arterirenalis
2. Pielonefritis
3. Glomerulonefritis
4. Tumor-tumor ginjal
5. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
6. Trauma ginjal (luka yang mengenai ginjal)

9
7. Terapipenyinaran yang mengenaiginjal
Kelainan Hormonal 1. Hiperaldosteronisme
2. Sindroma Cushing
3. Feokromositoma
Obat-obatan 1. Pil KB
2. Kortikosteroid
3. Siklosporin
4. Eritropoietin
5. Kokain
6. Penyalahgunaan alkohol
7. Kayumanis (dalam jumlah sangat besar)
Penyebab lainnya 1. Koartasio aorta
2. Preeklamsia
3. Porfiriaintermiten akut
4. Keracunan timbal akut

III. KLASIFIKASI
The Seventh Report of the Joint National Committee on the Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure (JNC7) mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa

(usia > 18 th) didasarkan pada rata-rata 2 atau lebih tekanan darah yang diukur secara tepat dari 2

kali atau lebih pengukuran di klinik. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit

tetapi mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi

hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi dan semua pasien pada

kategori ini harus diberi terapi obat. JNC7 mengklasifikasikan tekanan darah dalam 4 kategori

yaitu tekanan darah normal, pre hipertensi, hipertensi grade 1, dan hipertensi grade 2.3

Tabel I. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal < 120 < 80

10
Normal < 130 < 85

Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub grup : perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

Tabel II. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi grade 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi grade 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang

sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ target.

Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg; dikategotikan sebagai hipertensi

emergensi atau hipertensi urgensi. Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim

disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah

harus diturunkan segera (dalam hitungan menit – jam) untuk mencegah kerusakan organ target

lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut: encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal

ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil,

11
dan eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan.2,4

Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ target

yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke nilai tekanan darah

pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari.2,

IV. MEKANISME TERJADINYA HIPERTENSI

1. Mekanisme Humoral
Mekanisme humoral meliputi abnormalitas Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (SRAA),
hormone natriuretik, dan hiperinsulinemia.1,2

2. Abnormalitas SRAA
SRAA adalah sistem endogen kompleks yang telibat pada hampir sebagian besar
komponen tekanan darah arterial. Aktivasi dan regulasi SRAA diperintah oleh ginjal. SRAA
mengatur natrium, kalium, dan keseimbangan cairan. Untuk itu sistem ini secara signifikan
mempengaruhi tonus vaskuler dan aktivitas sistem saraf simpatik serta paling berpengaruh
terhadap pengaturan homeostatis tekanan darah. Secara ringkas mekanisme hipertensi karena
gangguan SRAA dapat dilihat di gambar.2,5
Renin adalah enzim yang disimpan di dalam sel juxtaglomerular yang berada di arteriol
aferen ginjal. Pelepasan renin dimodulasi oleh faktor intrarenal (seperti angiotensin II,
katekolamin, dan tekanan perfusi ginjal), dan juga faktor ekstrarenal (seperti natrium, klorida,
dan kalium).2,4
Sel juxtaglomerular berfungsi sebagai alat sensor, dimana pada penurunan tekanan ateri
ginjal dan aliran darah ginjal dapat dikenali oleh sel ini, dan kemudian menstimulasi pelepasan
renin. Begitu juga dengan peristiwa menurunnya kadar natrium dan klorida yang ditranspor ke
tubulus distal, peningkatan katekolamin, serta penurunan kalium dan/atau kalsium intrasel dapat
memicu sel juxtaglomerular untuk melepaskan renin. Renin mengkatalisis perubahan
angiotensinogen menjadi angiotensin I di dalam darah. Angiotensin I akan diubah menjadi
angiotensin oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Setelah berikatan dengan reseptor
spesifik (yang diklasifikasikan sebagai subtipe AT1 dan AT2), angiotensin II menyebabkan
respon biologis pada beberapa jaringan. Reseptor AT1 terletak di ginjal, otak, miokardium,

12
pembuluh darah perifer, dan kelenjar adrenal. Reseptor ini memediasi sebagian besar respon
penting bagi fungsi ginjal maupun kardiovaskuler, sementara reseptor AT2 tidak mempengaruhi
pengaturan tekanan darah.2,4

Diagram : Pengaruh SRAA terhadap pengaturan tekanan darah

Sirkulasi Angiotensin II dapat meningkatkan tekanan darah melalui efek pressor dan volume.
Efek pressor termasuk diantaranya adalah vasokonstriksi langsung, stimulasi pelepasan
katekolamin dari medulla adrenal, dan peningkatan aktivitas saraf simpatik yang diperantarai
oleh saraf pusat. Angiotensin II juga menstimulasi sintesis aldosteron dari korteks adrenal yang
menyebabkan reabsorpsi air dan natrium yang mengakibatkan peningkatan volume plasma,
tahanan perifer total, dan tentu saja tekanan darah. 2,4,6

3. Hormon Natriuretik

13
Hormon natriuretik menghambat ATPase sodium dan potassium, sehingga mempengaruhi
transpor sodium melewati membrane sel. Secara teoritis peningkatan konsentrasi hormon
natriuretik dalam sirkulasi darah akan meningkatkan sekresi sodium dan potassium melalui urin.
Defek pada kemampuan ginjal mengeliminasi sodium dapat menyebabkan peningkatan volume
darah. 2,4,6
4. Resistensi insulin dan Hiperinsulinemia

Resistensi insulin dan hiperinsulinemia dihubungkan dengan perkembangan hipertensi


karena kejadian tersebut berkaitan dengan sindrom metabolik. Secara hipotesis, peningkatan
knsentrasi hormon insulin dapat menyebabkan hipertensi akibat retensi sodium dan
meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik, lebih jauh lagi insulin memiliki aksi mirip growth
hormon yang dapat menginduksi hipertrofi sel-sel otot polos vaskuler. Insulin dapat
meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan kalsium intraseluler, yang menyebabkan
peningkatan tahanan vaskuler. Mekanisme pasti dari hipertensi akibat resistensi insulin dan
hiperinsulinemia belum diketahui. 2,4,6

5. Pengaturan Neuronal
Sisem saraf pusat dan otonom terlibat banyak dalam pengaturan tekanan darah arteri.
Sejumlah reseptor baik yang meningkatkan atau menghambat pelepasan norepinefrin berada di
permukaan presinaps ujung syaraf simpatis. Reseptor presinaps α dan β berperan dalam umpan
balik negatif dan positif pada vesikel yang mengandung norepinefrin yang berada di dekat ujung
neuronal. Stimulasi reseptor α (α2) presinaps menyebabkan penghambatan negatif pada
pelepasan norepinefrin. Stimulasi reseptor β presinaps menstimulasi pelepasan norepinefrin.
Serat saraf simpatis berada pada permukaan sel efektor yang menginervasi reseptor α dan β,
stimulasi reseptor α (α1) postsinaptik pada arteriol dan venule menyebabkan vasokontriksi.
Terdapat dua postsinaptik reseptor β, yaitu β1 dan β2, keduanya berada di semua jaringan yang di
inervasi oleh sistem saraf simpatis. Stimulasi reseptor β1 pada jantung menyebabkan peningkatan
cardiac output dan kontraktilitas. Sementara itu, stimulasi reseptor β 2 pada arteriol dan venula
menyebabkan vasodilatsi.

14
Sistem refleks baroreseptor adalah mekanisme umpan balik negatif yang mengontrol
aktivitas simpatis. Baroreseptor adalah ujung saraf yang berada di dinding arteri besar,
khususnya arteri karotid dan arkus aortik. Perubahan tekanan arteri dengan cepat mengaktivasi
baroreseptor, yang mentransmisikan impuls ke batang otak melalui saraf kranial pertama dan
nervus vagus. Pada sistem refleks, penurunan tekanan darah arteri menstimulasi baroreseptor,
menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan cardiac output dan memacu kontraksi jantung.
Mekanisme reflek baroreseptor ini bisa mengalami kemunduran pada lansia dan pada penderita
diabetes. Tujuan mekanisme neuronal ini adalah untuk mengatur tekanan darah dan menjaga
homeostasis. Gangguan patologis pada salah satu dari empat komponen utama (serat saraf
otonom, reseptor adrenergik, baroreseptor, atau sistem saraf pusat) dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah secara kronis. Defek pada salah satu komponen juga akan mengubah
fungsi normal yang lainnya dan sekumpulan abnormalitas tersebut bisa menjelaskan
perkembangan hipertensi primer. 2,4,6

6. Elektrolit Dan Zat Kimia Lain


Konsumsi makanan tinggi natrium berpeluang besar untuk menyebabkan hipertensi.
Mekanisme pastinya belum diketahui, akan tetapi diduga berkaitan dengan sirkulasi hormon
natriuretik yang menghambat transport Na intraseluler, menyebabkan peningkatan reaktivitas
vaskuler dan peningkatan tekanan darah.
Perubahan homeostasis Ca juga berperan penting pada pathogenesis hipertensi. Rendahnya
konsumsi Ca secara hipotesis dapat mengganggu keseimbangan konsentrasi Ca intraseluler dan
ekstraseluler, menyebabkan perubahan fungsi otot polos vaskuler dengan meningkatnya tahanan
vaskuler perifer. Percobaan menunjukan konsumsi suplemen Ca menyebabkan penurunan
hipertensi pada pasien.
Hiperurikemia telah diasosiasikan dengan meningkatkan risiko kejadian kardiovaskuler pada
penderita hipertensi namun hal ini masih menjadi kontroversi karena terbatasnya data. 2,4,6

7. Mekanisme Endotelial Vaskuler


Endotelium vaskuler dan otot polos memegang paranan penting dalam mengatur tonus
pembuluh darah dan tekanan darah. Fungsi regulasi ini diperantarai oleh substansi nasoaktif yang
disintesis oleh sel-sel endotelial. Hal ini telah dipostulatkan yaitu defisiensi sintesis lokal dari

15
susbtansi vasodilatasi (contoh : Prostacyclin, dan bradikinin) atau kelebihan substansi
vasokontriksi (contoh : angiotensin II dan endothelin I) berkontribusi terhadap terjadinya
hipertensi primer, arterosklerosis, dan sebagainya.
Nitric oxide diproduksi di endotelium, merelaksasi epitel vaskuler dan merupakan
vasodilator poten. Sistem nitric oxide penting sebagai pengatur tekanan darah arteri. Penderita
hipertensi dapat mengalami defisiensi intrinsic pada pelepasan nitric oxide sehingga
menyebabkan vasodilatasi yang inadekuat. 2,4,6

V. KOMPLIKASI

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung


maupun tidak langsung. Kerusakan organ – organ target yang umum ditemui pada pasien
hipertensi adalah : jantung (hipertrofi ventrikel kiri, angina / infark miokardium, gagal jantung),
otak (strok, transient ischemic attack), penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, retinopati. 1
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ – organ tersebut dapat
melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak
langsung, antara lain adanya autoantibodi aterhadap reseptor AT I angiotensinogen II, stres
oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain – lain.

VI. DIAGNOSIS

Anamnesis

Penilaian awal pasien hipertensi harus mencakup riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik
untuk memastikan diagnosis hipertensi, menyaring faktor resiko penyakit kardiovaskuler yang
lain, menyaring penyebab sekunder hipertensi, identifikasi konsekuensi kardiovaskuler dari
hipertensi dan komorbid yang lain, menilai tekanan darah-berhubungan dengan gaya hidup,
dan menentukan kekuatan untuk intervensi. 25 Kebanyakan pasien dengan hipertensi tidak
memiliki gejala khusus yang dapat merujuk pada peningkatan tekanan darahnya.Walaupun
sangat lazim dianggap sebuah gejala peningkatan tekanan arteri, sakit kepala secara umum
terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi berat.Secara karakteristik,sakit kepala terjadi pada
pagi hari dan terlokalisasi pada daerah oksipital. Gejala tidak spesifik lainnya yang dapat

16
berkaitan dengan peningkatan tekanan darah termasuk pusing, berdebar – debar, mudah lelah,
dan impotensi. Saat gejala muncul, secara umum berhubungan dengan penyakit
kardiovaskular atau manifestasi dari hipertensi sekunder.25

Riwayat relevan dari pasien

Durasi hipertensi
Terapi sebelumnya : respon dan efek samping
Riwayat keluarga penyakit hipertensi atau penyakit kardiovaskular
Riwayat pola makan dan psikososial
Faktor resiko lain : perubahan berat badan, dislipidemia, merokok, diabetes,
inaktif fisik
Bukti hipertensi sekunder : riwayat penyakit ginjal, perubhan penampilan, lemah
otot, berkeringat, berdebar – debar, tremor, erratic sleep, mendengkur, tidur di
siang bolong, gejala hipo- atau hipertiroid, pemakain agen yeng meningkatkan
tekanan
Bukti kerusakan oragan target: riwayat serangan iskemik sementara, stroke, buta
sementara, sakit dada, infark miokard, gagal jantung kongestif, fungsi seksual
Komorbid lainnya

Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah yang nyata bergantung pada perhatian terhadap detil teknik
dan kondisi pengukuran. Akurasi intstrumen tekanan darah terotomatisasi harus
dipastikan.Sebelum mengukur, seseorang harus duduk tenang selama 5 menit di tempat yang
pribadi, tenang dengan suhu ruangan yang nyaman. Pusat dari cuff harus pada ketinggian
jantung, dan lebar dari cuff harus paling tidak menutup 40% lingkar lengan; panjang cuff harus
mengelilingi paling tidak 80 % lingkar lengan. Penting untuk memperhatikan penempatan cuff,
penempatan stetoskop, dan kecepatan pengempisan cuff(2 mmHg/s). Tekanan darah sistolik
adalah yang pertama pada paling tidak dua denyut regular bunyi korotkoff, dan tekanan diastolik
pada titik dimana bunyi korotkoff terakhir terdengar.25

17
Pemeriksaan Fisik

Bentuk tubuh, termasuk tinggi dan berat badan, harus dicatat.Pada pemeriksaan awal,
tekanan darah harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi berbaring, duduk, dan
berdir untuk mengevasluasi hipotensi postural. Bahkan jika pulsasi femoralis normal pada
palpasi, tekanan arteri harus diukur paling tidak sekali di tungkai bawah pada pasien yang
hipertensi ditemukan sebelum usia 30 tahun. Denyut jantung harus dicatat.Seseorang hipertensi
mengalami peningkatan prevalensi fibrilasi atrium.Leher harus dipalpasi untuk pembesaran
kelenjar tiroid, dan pasien harus dinilai untuk tanda- tanda hipo- dan hipertiroi. Pemerikasaan
pembuluh darah dapat memeberikan petunjuk tentang penyakit vaskular yang mendasari dan
harus mencakup pemeriksaan funduskopi, aukultasi untuk bising pada arteri karotis dan
femoralis., dan palpasi pada pulsasi femoralis dan pedalis. Retina adalah satu-satunya jaringan
yang mana arteri dan arteriol dapat diperiksa secara langsung.Dengan meningkatnya keparahan
hipertensi dan penyakit aterosklerotik, perubahan funduskopi yang progresif termasuk
meningkatnya refleks cahaya arteriolar, defek penyilangan arteriovenosus, perdarahan dan
eksudat, dan pada pasien dengna hipertensi maligna, papiledema. Pemeriksaan jantung dapat
menunjukkan S2 mengeras karena penutupan katup aorta dan sebuah S4 gallop, kontraksi atrial
melawan ventrikel kiri yang tidak kompliens. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dideteksi dengan
membesarnya, memanjanganya dan berpindah ke lateralnya iktus kordis.Bising abdomen,
khususnya yang menyamping dan memanjang sepanjang sistol hingga diastol, meningkatkan
kemungkinan hipertensi renovaskuler.Ginjal pada pasien dengan penyakit ginjal polikista dapat
teraba di abdomen. Pemeriksaan fisik harus mencakup evaluasi tanda-tanda gagal ginjal kronik
ddan pemeriksaan neurologis.25

Pemeriksaan Laboratorium

18
Pemeriksaan laboratoirum yang direkomendasikan bertujuan untuk memeriksa komplikasi
yang sedang atau telah terjadi.2

Pengukuran ulang fungsi renal, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lipid harus dilakukan setelah
pemakaian agen antihipertensif yang baru dan per tahun, atau lebih sering jika indikasi klinis.2

VII. PENGOBATAN
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.8,10

I. Pengobatan Non Farmakologik


Meskipun faktor keturunan memegang peranan penting, namun cara dan pola hidup sangat

esensial dalam menjauhi hipertensi. Misalnya makan berlebihan dengan terlalu banyak lemak

dan garam (serta gula), terlampau sedikit gerak badan, dan merokok, dapat mendorong terjadinya

hipertensi. Terapi non farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan

tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit

penyerta lainnya. Pengobatan non farmakologis terdiri dari : 8,10

1. Menurunkan berat badan berlebih

19
2. Mengurangi konsumsi alkohol berlebih

3. Mengurangi asupan garam

4. Membatasi minum kopi

5. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak

6. Menghentikan merokok

7. Cukup istirahat dan tidur

8. Latihan fisik

II. Pengobatan Farmakologik

Pemilihan terapi obat awal tergantung pada tingkat kenaikan tekanan darah dan ada atau
tidaknya compelling indication. Umumnya pasien hipertensi tahap 1 diberikan terapi awal
dengan thiazide. Penggunaan thiazid sebagai lini pertama adalah pada kondisi tanpa compelling
indication dan didasarkan pada angka keberhasilan terapi yang menunjukkan penurunan
mortalitas dan morbiditas. Pada pasien dengan kenaikan tekanan darah yang lebih berat (HTN
tahap 2) diberikan terapi obat kombinasi.
Pengobatan dengan antihipertensi harus selalu dimulai dengan dosis rendah agar tekanan darah
tidak menurun terlalu drastis secara mendadak. Kemudian setiap 1-2 minggu dosis berangsur –
angsur dinaikkan sampai tercapai efek yang diinginkan. Begitu pula penghentian terapi harus
secara berangsur pula. Antihipertensi hanya menghilangkan gejala TD tinggi dan tidak
penyebabnya. Maka obat pada hakikatnya harus diminum seumur hidup, tetapi setelah beberapa
waktu dosis pemeliharaan pada umumnya dapat diturunkan (Tjay dan Kirana, 2007). Terdapat 9
kelas obat antihipertensi, dan 5 kelas berikut paling umum digunakan (antihipertensif primer)
yaitu: diuretika, -blocker (BB), ACE-inhibitor (ACEI), Angiotensin II reseptor blocker (ARB),
dan Calcium Channel Blocker (CCB).3,8,10

Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7

20
Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Terapi Obat Terapi Obat
Tekanan (mmHg) (mmHg) Pola Hidup Awal tanpa awal dengan
darah Indikasi Indikasi
Memaksa Memaksa

Normal < 120 dan < 80 Dianjurkan

Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89 Ya Tidak indikasi Obat-obatan


obat untuk indikasi
yang
memaksa

Hipertensi 140 – 159 atau 90 – 99 Ya Diuretika jenis Obat-obatan


derajat 1 Thiazide untuk untuk indikasi
sebagian besar yang
kasus, dapat memaksa
dipertimbangkan obat
ACEI, ARB, antihipertensi
BB, CCB, atau lain
kombinasi (diuretika,
ACEI, ARB,
BB, CCB)
sesuai
kebutuhan

Hipertensi ≥ 160 atau ≥ 100 Ya Kombinasi 2


derajat 2 obat untuk
sebagian besar
kasus umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan
ACEI atau ARB
atau BB atau

21
CCB

Algoritma penanganan hipertensi bila tekanan darah belum mencapai target yang
diinginkan (diadaptasi dari JNC7).

ALGORITMA PENANGANAN HIPERTENSI


Pemilihan terapi
obat awal

Tanpa compelling Compelling indication


indication

Obat khusus untuk compelling


HTN tahap 1 HTN tahap 2
indication. Antihipertensi lain
TD 140-159/90-99 TD > 160/100 mmHg
(diuretika, ACEI, ARB, BB,
mmHg
CCB) digunakan bila diperlukan

Diuretika golongan Lebih sering kombinasi 2


thiazide, dapat obat, biasanya thiazide, dg.
dipertimbangkan ACEI, atau ARB, atau BB,
penggunaan ACEI, ARB, atau CCB
BB, CCB, atau kombinasi

VIII. KEPATUHAN

DEFINISI

22
Kepatuhan terhadap pengobatan didefinisikan sebagai sejauh mana perilaku
pasien sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh tenaga medis mengenai penyakit dan
pengobatannya. Tingkat kepatuhan untuk setiap pasien biasanya digambarkan sebagai
presentase jumlah obat yang diminum setiap harinya dan waktu minum obat dalam
jangka waktu tertentu.18

FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KEPATUHAN

Kepatuhan pasien terhadap pengobatannya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,


meliputi:

Faktor Demografi
Faktor demografi seperti suku, status ekonomi, dan tingkat pendidikan yang
rendah dikaitkan dengan kepatuhan yang rendah terhadap regimen pengobatan.18
Faktor Psikologi
Faktor psikologi juga dikaitkan dengan kepatuhan terhadap regimen pengobatan.
Kepercayaan terhadap pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan. Sedangkan
factor psikologi, seperti depresi, cemas, dan ganguan makan yang dialami pasien
dikaitkan dengan ketidakpatuhan.18
Faktor Sosial
antara anggota keluarga dan masyarakat juga berperan penting dalam pengelolaan
penyakit. Penelitian menunjukan bahwa pasien dengan tingkat masalah atau
konflik yang rendah dan pasien yang mendapat dukungan dan memiliki
komunikasi yang baik antara keluarga atau masyarakatnya cenderung memiliki
tingkat kepatuhan yang lebih baik. Dukungan sosial juga dapat menurunkan rasa
depresi atau stress bagi penderita.18
Faktor Penyakit kronik yang diderita pasien dan efek samping obat yang terjadi
pada pasien dapat meningkatkan ketidakpatuhan pada pasien.18
Faktor Komunikasi yang rendah dan kurangnya waktu yang dimiliki tenaga
kesehatan, seperti dokter, menyebabkan penyampaian informasi yang kurang
sehingga pasien tidak cukup mengerti dan paham akan pentingnya pengobatan.

23
Keterbatasan tenaga kesehatan lain, waktu dan keahlian juga berpengaruh
terhadap pemahaman pasien mengenai penggunaan obat sehingga cenderung
meningkatkan ketidakpatuhan pasien.18

METODE PENUKURAN TINGKAT KEPATUHAN

Tingkat kepatuhan terhadap pengobatan dapat diukur melalui dua metode,

yaitu :

Metode Langsung

Pengukuran kepatuhan melalui metode langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara,
seperti mengukur konsentrasi obat atau metabolit dalam darah atas urin, mengukur atau
mendeteksi petanda biologi di dalam. Metode ini umumnya memerlukan biaya lebih
besar, tingkat kesulitan lebih tinggi, serta rentan terhadap penolakan pasien.18

Metode Tidak Langsung

Pengukuran kepatuhan melalui metode tidak langsung dapat dilakukan dengan bertanya
kepada pasien tentang penggunaan obat, menggunakan kuisioner, menilai respon klinik
pasien, menghitung jumlah pil obat, serta menghitung tingkat pengambilan kembali resep
obat.18

BAB III

24
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 JENIS PENELITIAN

Pada penelitian ini, kami menggunakan metode deskriptif

III.2 RUANG LINGKUP KERJA

A. Tempat : Puskesmas Tanjung Berlian dan Posyandu Lansia Kundur Utara

B. Waktu : Oktober 2020

III.3 POPULASI DAN SAMPEL

Populasi : Populasi yang menjadi sasaran pada penelitian ini adalah masyarakat
yang datang ke Puskesmas Tanjung Berlian dan Posyandu Lansia

Sampel : Pengambilan sampel secara consecutive random sampling yaitu


pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sampai memenuhi jumlah
sampel penelitian.

III.4 CARA PENGUMPULAN DATA

Pada penelitian ini, kami mengumpulkan data dengan cara :

1. Primer: Peneliti mendapatkan data secara langsung dari sumbernya (responden)


dengan wawancara berdasarkan kuesioner
2. Sekunder : Peneliti mendapatkan data dari sumber yang sudah tersedia (data dari
Puskesmas)

IV.5 INSTRUMEN PENELITIAN

25
Pada penelitian ini, kami mengumpulkan data instrumen berupa kuesioner (daftar pertanyaan)

VI. 6. PROSEDUR PENELITIAN

1. Pengambilan data melalui pengisian kuisioner, baik dilakukan secara mandiri oleh pasien
maupun dengan metode terpimpin
2. Pengambilan data rekam medis mengenai hasil pemeriksaan tekanan darah dan penyakit
yang dialami oleh pasien sebagai komplikasi dari hipertensi
3. Pengumpulan dan pengolahan data dengan menggunakan Microsoft Excel
4. Penulisan laporan

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

26
HASIL PENELITIAN

Berdasarkan karakteristik hasil pengumpulan data penelitian yang dilakukan pada


responden di Puskesmas Tanjung Berlian diperoleh responden berdasarkan usia, jenis kelamin,
pendidikan terakhir dan pekerjaan.

Tabel. Karakteristik sampel penelitian

Usia 45-59 tahun 133


>60 tahun 186
TOTAL 319 100%
Berdasarkan data usia, responden terbanyak berada pada rentang usia >60 tahun berjumlah 186
orang dengan presentase %.

Jenis Kelamin Laki-laki 106


Perempuan 213
TOTAL 319 100%
Berdasarkan jenis kelamin responden terbanyak adalah perempuan berjumlah 213 orang dengan
presentasi %. Sedangkan laki – laki berjumlah 106 orang dengan presentasi %.

Tingkat Pendidikan TidakSekolah 98 %


SD/Sederajat 127 %
SMP/ Sederajat 58 %
SMA/ Sederajat 30 %
Akademi/Universita 6 %
s
TOTAL 319 100%

27
Berdasarkan pendidikan terakhir responden yang terbanyak adalah SD berjumlah 127 orang
dengan presentasi %. Sementara berdasarkan pekerjaan, responden terbanyak bekerja sebagai
petani berjumlah 104 orang dengan presentase %.

Pekerjaan PNS/Polri/TNI/pensiunan 25
Swasta 59 %
Pedagang 56 %
Petani 104 %
Buruh 47 %
Lain2 28 %
TOTAL 319 100%
Berdasarkan pekerjaan responden terbanyak bekerja sebagai petani berjumlah 104 orang dengan
presentasi %.

Faktor Risiko Kolesterol Tinggi 85 0%


DM 27 %
Asam Urat Tinggi 57 %
Berdasarkan riwayat penyakit terbanyak adalah kolesterol tinggi 85 orang terkena Hipertensi
dengan presentase

28
Ya Tidak
1 Apakah terkadang anda lupa 170 149
(%) (%)
minum obat-obatan yang seharusnya anda minum?
2 Seseorang kadang-kadang lupa minum obat karena 162 157
suatu alasan selain lupa. (%) (%)
Coba diingat dalam dua minggu terakhir apakah anda
tidak minum obat?
3 Apakah anda pernah mengurangi atau berhenti minum 287 32 (%)
obat tanpa memberi tahu dokter? (%)
4 Jika anda sedang bepergian atau keluar rumah dalam 165 154
waktu yang cukup lama (%) (%)
apakah anda pernah lupa membawa obat yang harus di
minum?
5 Apakah anda minum semua obat kemarin? 142 177
(%) (%)
6 Jika anda sudah merasa sudah baikan, dan gejala 290 29 (%)
penyakit anda berkurang (%)
apakah anda pernah berhenti untuk minum obat?
7 Minum obat setiap hari merupakan hal yang tidak 309 10 (%)
nyaman bagi sebagian orang. (%)
Apakah anda merasa terganggu dengan rencana
pengobatan yang anda dapatkan?
8 Apakah anda merasa kesulitan untuk mengingat semua 300 19 (%)
obat yang harus anda minum? (%)

29
PEMBAHASAN TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT HIPERTENSI

Tingkat kepatuhan penggunaan obat anti hipertensi pada penderita hipertensi dinilai

berdasarkan kuesioner yang terdiri dari 8 pertanyaan dengan nilai 0-8.

Tabel 6. menunjukkan penggunaan obat pasien hipertensi. Ketidakpatuhan pasien yang

disebabkan oleh gejala penyakit yang berkurang serta berhenti minum obat dengan presentase

90%. Sedangkan kepatuhan mengurangi atau berhenti minum obat tanpa memberitahu dokter

dengan presentase 88%, untuk pasien merasa kesulitan untuk mengingat obat yang harus di

minum dengan presentase 84%. Sedangkan ketidakpatuhan lupa minum obat dengan presentase

78%. Dan ketidakpatuhan dikarenakan pasien tidak meminum obat pada suatu hari dalam 2

minggu terakhir adalah 70%.ketidakpatuhan minum obat setiap hari merupakan yang tidak

nyaman bagi sebagian orang dan merasa terganggu dengan rencana pengobatan dengan

presentase 60%. Ketidakpatuhan jika sedang berpergian atau keluar rumah dalam waktu yg

cukup lama dengan presentasi 52%. Serta ketidakpatuhan minum semua obat kemarin dengen

presentase 46%..

120%

100%

80%

60% Column1
Ya

40%

20%

0%
1 2 3 4 5 6 7 8

30
Grafik Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antihipertensi berdasarkan 8 pertanyaan.

Apakah Bapak/Ibu terkadang lupa meminum obat?

Ya Tidak

22%

78%

Pada pertanyaan pertama mengenai lupa meminum obat 39 orang (78%)menyatakan terkadang
lupa meminum obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa lupa merupakan faktor yang sering
menyebabkan ketidakpatuhan meminum obat. Sebuah penelitian di Jepang menunjukan adanya
hubungan antara frekuensi makan dengan kepatuhan meminum obat. Diperkirakan bahwa
frekuensi makan menjadi salah satu pengingat bagi pasien untuk meminum obat. Intruksi tertulis
bagi pasien menjadi alat pengingat yang lebih baik dibanding dengan instruksi oral.21 22

Frekuensi Lupa Meminum Obat

Ya Tidak

30%

70%

Pada pertanyaan ke delapan, diuraikan lebih rinci mengenai frekuensi lupa meminum obat.
Sebagian besar pasien terkadang lupa meminum obat, dengan jumlah 25 orang atau sama dengan
70%,

31
Data Pertanyaan memgenai Meminum Seluruh Obat Hari Kemarin

Ya Tidak

46%
54%

Sebuah sistematik review oleh Jin J et al, mengemukakan bahwa terdapat banyak faktor yang
berhubungan dengan ketidakpatuhan pasien meminum obat, mulai dari diri pasien seperti tingkat
pengetahuan, kepercayaan, dan psikologis pasien, efek samping pengobatan, gejala penyakit
yang dirasakan, serta hubungan yang baik antara pasien, keluarga, dan petugas medis.30

Data Pertanyaan memgenai Lupa Membawa Obat saat Perjalanan

Ya Tidak

46%
54%

Pada pertanyaan mengenai lupa membawa obat saat melakukan perjalanan. Sebanyak 26 pasien
dengan presentase 52% mengatakan terkadang lupa untuk membawa obat saat melakukan
perjalanan.

32
Ya Tidak
3%

97%

Pertanyaan memgenai Menghentikan Pengobatan saat Kondisi Membaik

Pertanyaan mengenai penghentian obat ketika gejala sudah dirasakan membaik. Terdapat 45
pasien (95%) yang memilih menghentikan pengobatan saat gejala sudah dirasakan membaik.
Pasien-pasien denga penyakit yang tidak bergejala atau fluktuatif, seperti hipertensi, akan
memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Penelitian oleh Kyngas dan Lahdenpera menunjukan
bahwa pasien dengan gejala, kemudian membaik dengan pengobatan, memilki tingkat kepatuhan
yang lebih baik, dibandingkan pasien uang tidak mengalami gejala sejak awal. Beberapa
penelitian lain mengemukan bahwa kondisi klinis pasien sangat mempengaruhi kepatuhan
pengobatan. Pasien dengan kondisi kesehatan yang tidak baik akan termotivasi untuk patuh
meminum obat.

penelitian di Hongkong, terdapat kesenjangan antara pengetahuan dan kepatuhan meminum obat.
Hal yang diketahui pasien berbeda dengan hal yang dilakukannya. Walaupun demikian, edukasi
tetap menjadi hal yang penting untuk melibatkan pasien dalam terapi yang sedang dijalani.
Memberikan penjelasan yang lengkap hingga dosis yang diminum dapat meningkatkan
kepatuhan pasien. Untuk membuat pasien mengingat edukasi yang telah dijelaskan, penjelasan
dalam bentuk tulisan akan lebih baik dibandingkan dengan penjelasan secara lisan saja. Pasien
seringkali tidak mengingat dengan baik penjelasan-penjelasan yang telah disampaikan secara
lisan oleh tenaga medis.

33
Data Pertanyaan memgenai Rasa Terganggu karena Meminum Obat Setiap Hari

Ya Tidak

46%
54%

Selain timbulnya efek samping, sikap pasien terhadap terapi dapat berpengaruh terhadap
kepatuhan obat. Pada pertanyaan ke tujuh mengenai rasa tidak nyaman ketika menggunakan obat
setiap hari, menunjukan bahwa sebanyak 30 orang dengan presentase 60 % merasa tidak nyaman
dengan meminum obat setiap hari. Kondisi ini dapat disebabkan oleh faktor psikologis. Terdapat
15 penelitian yang menunjukan adanya hubungan antara sikap negatif pada pengobatan, seperti
depresi cemas, serta marah akibat penyakit, dengan kepatuhan meminum obat. Sebuah penelitian
menunjukan bahwa dewasa muda yang telah mengikuti sebuah terapi merasa tertekan karena
mereka tidak normal seperti orang-orang disekitarnya. Oleh karena itu, sikap negatif terhadap
terapi dapat menjadi faktor penyebab dalam rendahnya kepatuhan pasien. Selain itu, faktor
psikologis lainnya, seperti kepercayaan serta motivasi pasien, turut berperan dalam
mempengaruhi kepatuhan meminum obat. Beberapa poin penting yang berpengaruh yang dapat
meningkatkan

kepatuhan pengobatan adalah kepercayaan pasien bahwa terapi tersebut efektif dan memberikan
manfaat; pasien tidak nyaman dengan penyakit dan mengetahui bahaya komplikasinya.
Sementara itu, kepercayaan yang salah akan menyebabkan rendahnya kepatuhan penggunaan
obat. Beberapa hal tersebut antara lain, yakin bahwa penyakitnya tidak dapat dikontrol, terapi
tidak efektif jika dilakukan dalam jangka panjang, khawatir ketergantungan pengobatan dalam
jangka waktu lama, serta adanya kepercayaan adat istiadat atau agama yang meningkatkan
ketidakpatuhan pengobatan.

BAB V

34
SIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diperoleh kesimpulan bahwa

sebagian besar tingkat kepatuhan penggunaan obat anti hipertensi pada pasien hipertensi di

wilayah puskesmas kutowinangun kabupaten kebumen masih rendah, yaitu sebanyak 50%.

SARAN

Untuk mendapatkan hal yang lebih baik di kemudian hari, sebaiknya perlu dilakukan hal-hal

sebagai berikut :

a. dapat meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat melalui penyuluhan di


posyandu lansia agar pengetahuan masyarakat mengenai hipertensi semakin
bertambah.
b. Meningkatkan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya memeriksakan
tekanan darah secara berkala puskesmas terdekat.
c. Mempertahankan serta meningkatkan edukasi pasien hipertensi secara personal pada
saat melakukan pemeriksaan.
d. Dapat dilaksanakan penelitian lanjutan dengan desain penelitian yang lebih baik

untuk mengetahui penyebab tingkat kepatuhan yang rendah

DAFTAR PUSTAKA

35
1. Fisher N.D.L, William G.H. Hypertensive Vascular Disease. Harrison’s Principle Of

Internal Medicine.16th Edition. New York: The Mc Graw Hill. 2005. 230: 1463 – 81.

2. Ed. Tanto C Et Al. Kapita Selekta Kedokteran Ed 4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014 :

635-639.

3. The World Health Report 2002-Reducing Risks, Promoting Healthy Life. Geneva,

Switzerland: World Health Organization; 2002.

4. The World Health Organization. A Global Brief Of Hypertention, Silent Killer Global

Public Health Crisis. Geneva : World Health Organization Press. 2013.

5. Kearney PM, Whelton M, Reynolds K, Muntner P, Whelton PK, He J. Global Burden Of

Hypertension: Analysis Of Worldwide Data. The Lancet 2005; 365: 217–223.

6. World Health Organization Media Center. Diunduh Pada

Http://Www.Who.Int/Mediacentre/News/Releases/2013/World_Health_Day_2

0130403/En/

7. Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data Dan Informasi Kesehatan RI: Hipertensi. Jakarta.

8. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta. 2013.

9. Data Puskesmas Kotakaler Kabupaten Sumedang. 2016.

36
10. Departemen Kesehatan R.I.. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Jakarta :

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006.

11. Guyton, A.C. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit Edisi Ketiga, Jakarta:

EGC.2006

12. 70

13. Gunawan. Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5, Departemen Farmakologi Dan

Terapeutik Fakutas Kedokteran UI, Jakarta. 2008.

14. Kearney P, Whelton M, Reynolds K, Whelton P, He J. Worldwide Prevalence Of

Hypertension: A Systematic Review. J Hypertens 2004; 22: 1.19-1.

15. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo Jr JL Et Al. The

Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation,

And Treatment Of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA 2003, 289.219.2560.

16. Elzubier AG, Husain AA, Suleiman IA, Hamid ZA. Drug Compliance Among

Hypertensive Patients In Kassala, Eastern Sudan. East Mediterr Health J2000; 6: 100–

105.

17. Vrijens B, Vincze G, Kristanto P, Urquhart J, Burnier M. Adherence To Prescribed

Antihypertensive Drug Treatments: Longitudinal Study Of Electronically Compiled

Dosing Histories. Br Med J 2008; 336: 1114–1117.

18. Morisky DE, Ang A, Krousel-Wood M, Ward HJ. Predictive Validity Of A Medication

Adherence Measure In An Outpatient Setting. J Clin Hypertens.2008; 10: 348–354.

37
19. Osterberg, Lars, Blashke., Terrence. Adherence To Edication. The New Englandjournal

Of Medecine. 2006; 97: 353-487

20. World Health Organization, International Society Of Hypertension Writing Group. World

Health Organization (WHO)/International Society Of Hypertension (ISH) Statement On

Management Of Hypertension. J Hypertens 2003; 21: 1983–1992.

21. Sluijs E, Dulmen SV, Dijk LV, De Ridder D, Heerdink R, Bensing J. Patient Adherence

To Medical Treatment: A Meta Review. Nivel, Utrecht, 2006.

22. Niven, N. Psikologi Kesehatan, Edisi 2, EGC, Jakarta. 2002.

38

Anda mungkin juga menyukai