Anda di halaman 1dari 11

PENANGANAN STUNTING PADA REMAJA

DI NANIA KOTA AMBON

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh

Nama: Wa Mala

Nim: P07124021094

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN AMBON

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

MEI 2023
DAFTAR ISI

Hamalan Judul

Daftar Isi...................................................................................................................................................i

BAB I Pendahuluan..............................................................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan
Penelitian.................................................................................................2
D. Manfaat Penelitian..............................................................................................3

BAB II Kajian Pustaka............................................................................................................4

A. Pengertian...........................................................................................................4
B. Proses Terjadinnya Stunting...............................................................................4
C. Faktor yang mempengaruhi stunting..................................................................4
D. Mengatasi
stunting..............................................................................................5

BAB III Metode Penelitian.....................................................................................................7

A. Jenis Penelitian....................................................................................................7
B. Lokasi dan waktu Penelitian................................................................................7
C. Data dan sumber Data........................................................................................7
D. Teknik Pengumpulan
Data...................................................................................8
E. Teknik Analisis
Data.............................................................................................9
F. Tahapan Penelitian..............................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................10

LAMPIRAN.............................................................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut usia (TB/U) kurang dari
minus dua standar deviasi (-2SD) atau di bawah rata-rata standar yang ada. Stunting pada
anak merupakan hasil jangka panjang konsumsi diet berkualitas rendah yang dikombinasikan
dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan masalah lingkungan (Semba, et al., 2008).
Kekurangan gizi/ stunting terhadap perkembangan otak sangat merugikan
performance unak. Perkembangan otak anak di masa golden period (0-3 tahun), akan
menyebabkan sel otak tidak tumbuh sempurna. Hal ini disebabkan karena 80-90% jumlah sel
otak terbentuk semenjak masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Apabila gangguan
tersebut terus berlangsung maka akan terjadi penurunan skor tes IQ sebesar 10-13 poin.
Penurunan perkembangan IQ tersebut akan mengakibatkan terjadinya loss generation,
artinya anak-anak tersebut akan menjadi beban masyarakat dan pemerintah, karena
terbukti keluarga dan pemerintah harus mengeluarkan biaya kesehatan yang tinggi akibat
warganya mudah sakit (Caulfield, 2010).
Masa remaja usia 10-24 tahun di dunia berkisar 1,2 milyar jiwa (18%).. merupakan
periode rentan oleh masalah gizi. Kebutuhan gizi pada usia ini relatif lebih tinggi,
dibandingkan kebutuhan pada masa anak-anak<10 tahun (Efendi, 2014). Walaupun remaja
putri tidak disebutkan dalam upaya 1.000 Hari Pertama Kehidupan (IIPK),namun status gizi
remajaputri atau pra nikah memiliki kontribusi besar pada kesehatan dan keselamatan
kehamilan dankelahiran, apabila remaja putri menjadi ibu.Menurut data dari WHO (2011) di
dunia pada tahun 2010 terdapat 171 juta anak yang mengalami stunting dan 167 juta
diantaranya merupakan anak yang tinggal di negara berkembang. WHO menetapkan
stunting Indonesia juga lebih tinggi dibanding sejumlah negara Asia Tenggara seperti
Vietnam 23%, Filipina 20%, Malaysia 17%, dan Thailand 16%. Target global adalah
menurunkan stunting di dunia sebanyak 40% pada tahun 2025 (Kemenkes, 2015).
Menurut UNICEF faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah pelayanan
kesehatan, berat badan pada waktu lahir (penyebab temporal), keadaan gizi ibu hamil,
pemberian ASI eksklusif, kemiskinan (penyebab tidak langsung) dan kejadian diare pada
balita (penyebab langsung). Remaja yang mengalami masalah gizi, akan berpengaruh pada
kualitas sumber daya manusia (SDM) dimana dapat berakibat pada hilangnya generasi muda
serta berdampak pada keadaan perekonomian bangsa dimasa yang akan datang (Aziza,
2016).
Masyarakat khususnya orang tua belum menyadari remaja pendek merupakan suatu
masalah, karena masih terlihat beraktivitas dengan normal, tidak seperti anak kurus yang
harus segera ditanggulangi (Unicef Indonesia, 2013). Tbu yang pendek waktu usia 2 tahun
cenderung bertubuh pendek pada saat menanjak dewasa. Apabila hamil ibu pendek akan
cenderung melahirkan bayi yang BBLR. Ibu hamil yang pendek membatasi aliran darah rahim
dan pertumbuhan uterus, plasenta dan janin sehingga akan ahir dengan berat badan rendah.
Apabila tidak ada perbaikan, terjadinya IUGR dan BBLR akan terus berlangsung di generasi
selanjutnya sehingga terjadi masalah anak pendek intergenerasi. Gizi ibu dan status
kesehatan sangat penting sebagai penentu stunting (Aramico, 2017).
Pola makan dan pola asuh yang kurang baik, dan perilaku remaja yang ingin sekali
memiliki tubuh kurus juga berisiko membuat anak yang nanti akan dilahirkannya menjadi
stunting. Perilaku, pola asuh yang baik oleh orang tua termasuk kebiasaan makan, pola
makan, dan konsumsi makan berperan untuk menghindari risiko kejadian stunting (Kristina,
2014). Menurut Chandra dkk, 2016 stunting menjadi permasalahan karena berhubungan
dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan, kematian, dan perkembangan otak yang
suboptimal Remaja yang terhambat pertumbuhannya asupan makanan yang tidak seimbang,
berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak,
mineral, vitamin, dan air merupakan salah satu faktor yang dikaitkan dengan terjadinya
stunting (Addina, 2015).
Penelitian masalah gizi pada remaja dipengaruhi oleh beberapa hal, yang salah
satunya adalah kurangnya pengetahuan remaja putri tentang gizi seimbang sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara makanan yang dikonsumsi dengan kebutuhan gizi pada remaja
yang akan menimbulkan masalah gizi kurang atau masalah gizi lebih. Pada penelitian
Mokoginta (2016). Pengetahuan remaja tentang gizi seimbang berdasarkan pada Pedoman
Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang memuat 13 pesan dasar gizi seimbang dan menurut
prinsip gizi seimbang pada remaja, sangat berpengaruh terhadap status gizi remaja
Pengetahuan gizi sebaiknya telah ditanamkan sedini mungkin sehingga apabila seseorang
telah memasuki usia remaja atau dewasa mampu memenuhi.
Berdasarkan pemaparan diatas, penelitian ini dianggap pening untuk dilakukan. Oleh
sebab itu ditentukan judul “

“.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah pola makan remaja berpengaruh terhadap kejadian stunting pada remaja di
Nania Kota Ambon Tahun 2023?
2. Apakah dukungan pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap kejadian stunting pada
remaja di Nania Kota Ambon Tahun 2023?

3. Apakah pengetahuan tentang stunting berpengaruh terhadap kejadian stunting pada


remaja di Nania Kota Ambon Tahun 2023?

4. hubungan antara asupan gizi seimbang dengan derajat kesehatan pada remaja serta
pengetahuan masyarakat tentang gejala stunting di Desa Nania Kota Ambon.

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian stunting pada remaja,


sehingga dapat mencegah dan menurunkan angka kejadian stunting diNania kota ambon.
a. Menganalisis pengaruh pola makan remaja terhadap kejadian stunting di kota Ambon
Tahun 2023
b. Menganalisis pengaruh dukungan pelayanan kesehatan terhadap kejadian stunting
pada remaja di Kota Ambon
c. Menganalisis pengaruh pengetahuan tentang stunting terhadap kejadian stunting pada
remaja
d. Menganalisis pengaruh media informasi terhadap kejadian stunting pada remaja
e. Menganalisis pengaruh pola makan remaja, dukungan pelayanan kesehatan.
Pengetahuan tentang stunting,dan media informasi terhadap kejadian stunting pada
remaja di Nania Kota Ambon Tahun 2023

D. Manfaat Penelitian

1) Manfaat bagi peneliti menambah pengetahuan untuk mengetahui berbagai


Permasalahan mengenai masalah remaja khususnya stunting pada remaja .
2) Manfaat bagi responden dan masyarakat (keluarga) agar lebih memperhatikan
pentingnya gizi bagi remaja terutama balita untuk memperoleh status gizi yang baik,
dan dapat menerapkan pola hidup sehat dan penerapan gizi seimbang.
3) Manfaat bagi Institusi Kesehatan (Dinas Kesehatan dan Puskesmas) diharapkan
penelitian ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya penanganan
stunting pada remaja putri dan Dinas Pendidikan agar dapat memberikan
pengetahuan bagi para murid untuk menerapkan PHBS dan penerapan gizi seimbang
disekolah.
4) Manfaat bagi responden dan masyarakat (keluarga) agar lebih memperhatikan
pentingnya gizi bagi remaja putriterutama balita untuk memperoleh status gizi yang
baik, dan dapat menerapkan pola hidup sehat dan penerapan gizi seimbang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Stunting adalah suatu kondisi kekurangan gizi kronis yang terjadi pada saat periode
kritis dari proses tumbuh dan kembang mulai janin. Stunting didefinisikan sebagai kondisi
anak usia 0-59 bulan, dimana tinggi badan menurut umur (TB/U) berada dibawah minus 2
Standar Devaisi (>-2SD) dari standar median WHO (WHO, 2018).
Stunting akan berdampak pada proses tumbuh kembang otak yang terganggu dan
dalam jangka pendek berpengaruh pada kemampuan kognitif. Pada jangka panjang
mengurangi kapasitas untuk berpendidikan lebih baik dan hilangnya kesempatan untuk
peluang kerja dengan pendapatan lebih baik. Dalam jangka panjang anak stunting yang
berhasil mempertahankan hidupnya, pada usia dewasa cenderung menjadi gemuk (obese),
dan berpeluang menderita penyakit tidak menular (PTM), seperti hipertensi, diabetes,
kanker, dan lain-lain (Menon et al., 2018).

B. Proses Terjadinya Stunting Dan Dampak Yang Ditimbulkan Stunting


Terjadi mulai dari prakonsepsi ketika seorang remaja menjadi ibu yang kurang gizi dan
anemia Keadaan menjadi parah ketika ibu hamil dengan asupan gizi yang tidak mencukupi
kebutuhan ditambah dengan sanitasi yang kurang memadai. Berdasarkan Survei Nasional
Konsumsi Makanan Individu (SKMI) tahun 2014 didapatkan sebagian besar ibu hamil
menurut sosial ekonomi bermasalah untuk asupan makanan, baik energi maupun protein.
Kondisi ini disertai dengan ibu hamil dengan tinggi badan yang pendek (<150 cm) berdampak
pada bayi yang dilahirkan mengalami kurang gizi dengan BBLR < 2500 gram dan juga panjang
badan yang kurang dari 48 cm. Bayi yang dilahirkan dengan kondisi BBLR dan panjang badan
kurang dari 48 cm yang diiringi dengan rendahnya IMDakan memicu rendahnya menyusui
ekslusif sampai 6 bulan dan tidak memadainya makanan pendamping ASI (MP-ASI)
(Kemenkes RI, 2018).
Beberapa faktor yang terkait dengan masalah ini terutama berkaitan dengan asupan
gizi yang tidak memadai yang pada akhirnya rentan terhadap infeksi, sehingga sering sakit.
Dalam proses tumbuh kembang selanjutnya akan mengalami penurunan IQ dalam belajar
dan ketika dewasa menjadi tidak produktif (Julianti & Elni, 2020).

C. Faktor yang mempengaruhi Stunting


Terdapat 5 faktor utama yang mempegaruhi stunting yaitu kemiskinan, sosial budaya,
paparan terhadap penyakit infeksi, kerawanan pangan, kurangnya pengetahuan ibu
mengenai gizi sebelum dan pada masa hamil, dan akses masyarakat terhadap layanan
kesehatan (Fore et al., 2020), faktor lanjutan lainnya yaitu:
1. Usia Ibu Hamil
Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir, kehamilan dibawah 20 tahun
merupakan risiko tinggi dibandingkan wanita cukup umur. Akibat perkembangan organ
reproduksi dan fungsi fisiologis belum optimal, kurang siapnya Rahim untuk terjadinya
implantasi bagi embrio sehingga pada saat kehamilan sering terjadi komplikasi dan bayi
yang dilahirkan tidak cukup umur. Dalam tahap lanjut bayi dalam masa pertumbuhan
akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan akibat sering sakit dan
mudah terkena penyakit infeksi.

2. BBLR
BBLR adalah neonates dengan berat badan lahir saat kelahiran ku 2500 gram. BBLR
sangat erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas janin.Keadaan ini dapat
menghambat pertumbuhan dan perkmbangan kognitif, kerentanan terhadap penyakit
kronis di kemudian hari.Secara populasi proporsi bayi dengan BBLR adalah gambaran
multimasalah kesehatam masyarakat yang mencakup ibu kekurangan gizi jangka
panjang, kesehatan yang buruk, perawatan kesehatan dan kehamilan yang buruk.BBLR
merupakan prediktor penting dalam kesehatan dan kelangsungan hidup bayi yang baru
lahir dan berhubugan dengan risiko tinggi pada kematian bayi dan anak.
3. ASI ekslusif
Air susu ibu ekslusif atau sering disebut ASI ekslusif adalah ASI yang diberikan
kepada bayi sejak dilahirkan sampai bayi berusia 6 bulan tanpa menambahkan dan
atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. WHO menyatakan pertumbuhan
dan perekembangan bayi yang diberikan ASI ekslusif selama 6 bulan tidak mengalami
deficit pertumbuhan panjang badan dan berat badan dibandingkan dengan bayi yang
mendapatkan ASI ekslusif yang lebih singkat (3-4 bulan
4. Riwayat penyakit infeksi (diare dan ISPA)
Diare dan ISPA merupakan penyakit infeksi yang banyak ditemui pada balita,
Beberapa penelitian menunjukkan polusi udara dapat meningkat insiden penyakit
saluran pernafasan (ISPA). Hal ini karena masih tingginya angka kesakitan dan kematian
akibat ISPA pada bati dan balita. Kematian akibat diare umumnya karena buang air
besar terus menerus sehingga penderita kehilangan cairan dan elektrolit sehingga
menyebabkan terjadinya dehidrasi.
5. Keberagaman konsumsi makanan
Masalah gizi kurang sering terjadi pada bayi setelah usia 6 bulan akibat ASI yang
diberikan tidak lagi mencukupi kebutuhan fisio;ogis bayi. MP ASI diberikan tepat pada
usia 6-24 bulan karena pada usia tersebut merupakan waktu yang sangatrawat
terjadinya malnutrisi dan pencernaan bayi sudah mulai kuat. Untuk pedoman MP-ASI
menurut WHO/UNICEF setiap bayi usia 6-23 bulan mengkonsumsi sekurangnya 4
kelompok jenis makanan (dari 7 kelompok bahan makanan: serelia, umbi-umbian,
kacang-kacangan, buah dan olahan, susu dan olahan, telur dan olahan. Dagiang dan
olahan) dengan frekuensi minimal 3x sehari (minimum acceptable diet). Terjadinya
gagal tumbuh (growth faltering) mulai sejak bayi berusia 2 bulan, dampak dari calon
ibu hamil (remaja puteri) yang sudah bermasalah, dilanjutkan dengan ibu hamil yang
juga bermasalah (Rabacarisoa et al., 2017).

D. Mengatasi Stunting
Merujuk pada pola pikir UNICEF masalah stunting terutama disebabkan karena ada
pengaruh dari pola asuh, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan, lingkungan, dan
ketahanan pangan.Dari kedua kondisi ini dikaitkan dengan strategi implementasi progaram
yang harus dilaksanakan. Pola asuh (caring), termasuk didalamnya adalah IMD, menyusui
ekslusif sampai dengan 6 bulan, pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sampai usia
2 tahun merupakan proses untuk membantu tumbuh kembang bayi dan anak (Batiro et al.,
2017).
Kebijakan dan strategi yang mengatur pola asuh terdapat pada UU No 36 tahun 2009
tentang Kesehatan pasal 128, peraturan pemerintah No 33 tahun 2012 tentang ASI dan
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019. KeputusanMenteri Kesehatan No
HK.02.02/MENKES/52/2015. Adapaun amanat UU tersebut di atur dalam PP Nomor 33
tahun 2013 tentang ASI yaitu setiap ibu yang melahirkan wajib memberikan ASI ekslusif.
Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan wajib melakukan IMD terhadap
bayi yang baru lahir kepada ibunya paling sedikit selama 1 (satu) jam, IMD sebagaimana
dimaksud dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu
sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu ((Kemenkes RI. 2018).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross
sectional yaitu untuk melihat hubungan dua variabel (variabel independen dan variabel
dependen) dalam waktu yang bersamaan (Creswel, 2016). Variabel yang diteliti yaitu
faktor stunting pada remaja (variabel independen) dan variabel dependen yaitu
pengetahuan ibu tentang gizi, tingkat pendapatan keluarga, jumlah anggota dalam
keluarga, rerata durasi sakit (ISPA,diare), frekwensi sakit (ISPA, diare), kelengkapan
imunisasi dasar

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian.
Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Nania dengan pertimbangan jumlah
angka kejadian stunting yang tinggi yaitu 22,8%.
2. Waktu Penelitian
Penelitian direncanakan dilakukan pada bulan Mei 2023.

C. Populasi, Sampel dan Sampling


a. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti
untuk kemudian ditarik kesimpulan (Masturoh Imas. 2018). Populasi penelitian
adalah seluruh ibu yang membawa balita usia 24-59 bulan ke posyandu yang berada
di wilayah Puskesmas RI Sidomulyo. Dari posyandu yang ada, dipilih 3 posyandu
yang memiliki balita dengan stunting dan kriteria inklusi terbanyak. Sehingga
didapatkan jumlah populasi sebanyak 228 orang..
b. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
Populasi.besar sampel dihitung menggunakan rumus Lemeshow (2000) Berdasarkan
asumsi proporsi kasus 50%, tingkat kepercayaan 95% dan presisi 5%, sehingga
jumlah sampel.
c. Sampling adalah cara atau teknik-teknik tertentu dalam mengambil sampel yang
dapat dapat mewakili populasi. Pengambilan sampel dilakukan melalui dua tahap.
Tahap pertama secara purposive sampling yaitu memilih posyandu yang memiliki
balita dengan jumlah stunting yang tinggi, yang kedua melakukan pengambilan
sampel secara random pada ketiga posyandu terpilih. Adapun kriteria inklusi: ibu
yang mempunyai bayi berusia 24-59 bulan, ibu mau berpartisipasi dalam penelitian,
ibu mematuhi protokol kesehatan (menggunakan masker, mencuci tangan, dan
menjaga jarak).
D. Teknik Pengumpulan data
Penelitian pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah Data diperoleh
dengan melakukan pengukuran TB terhadap anak dengan menggunakan microtoise,
wawacara, dan pengisian kuesioner terhadap ibu. Hasil pengukuran TB selanjutnya
diolah untuk mendapatkan status gizi anak dengan menggunakan standar WHO 2005
(WHO, 2018) yaitu Z-score indeks TB/U. Data mengenai tingkat asupan nutrisi (energy
dan protein) diperoleh dengan pengisian Food Frequency Questionnaire (FFQ) semi
kuantitatif kemudian di olah dengan melalui panduan Survey Konsumsi Pangan (Surmita,
Sirajuddin, 2018). Data mengenai frekuensi riwayat penyakit infeksi (ISPA dan diare),
status pemberian ASI ekslusif, kunjungan ibu ke pelayanan kesehatan diperoleh melalui
wawancara dan pengisian kuesioner oleh Ibu.

E. Teknik Analisis Data


Metode analisa data dengan mengunakan teknik yaitu:

a. Analisis univariat digunakan untuk menyajikan data deskriptif setiap variabel


melalui distribusi frekwensi yaitu variabel dependen stunting pada balita dan
variabel independen yaitu tingkat asupan energy, tingkat asupan protein, frekwensi
sakit diare, frekwensi sakit ISPA, kunjungan ibu ke pelayanan kesehatan
b. Analisis bivariatedigunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu
variabel independen dan variabel dependen denganmenggunakan uji chi square
(data katagorik dan katagorik). Tolak hipotesis nol jika p value< 0.05 yang artinya
ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
DAFTAR PUSTAKA

Almajwal, A., AL-zahrani, S., Abulmeaty, M., Alam, L., Razzak, S., & Alqahtani, A. (2018).
Development of Food Frequency Questionnaire (FFQ) for the assessment of dietary
intake among overweight and obese Saudi young children. Nutrire, 43(1).
https://doi.org/10.1186/s41110-018-0088-8
Aryastami Ni Ketut, dan Ingan Tarigan. (2017) Kajian Kebijakan dan Penanggulangan Masalah
Gizi Stunting di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. 45(4): 233–240.
Batiro, B., Demissie, T., Halala, Y., & Anjulo, A. A. (2017). Determinants of stunting among
children aged 6-59 months at Kindo Didaye woreda, Wolaita Zone, Southern
Ethiopia: Unmatched case control study. PLOS ONE, 12(12), 1-15.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0189106
Brolin Ribacke, K. J., Van Duinen, A. J., Nordenstedt, H., Höijer, J., Molnes, R., Froseth, T. W.,
Koroma, A. P., Darj, E., Bolkan, H. A., & Ekström, A. M. (2016).
The impact of the West Africa Ebola outbreak on obstetric health care in Sierra Leone, PLoS
ONE, 11(2),1-12. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0150080
Dinas Kesehatan. (2019). Profil Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru Tahun 2019. Kementerian
Kesehatan RI.
julianti, E., & Elni. (2020). Determinants of stunting in children aged 12-59 months. Nurse
Media Journal of Nursing, 10(1), 36-45. https://doi.org/10.14710/nmjn.v10i1.25770
Kemenkes RI. (2018). Buletin Stunting. Kementerian Kesehatan RI, 301(5), 1163-
1178. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). Kementerian Kesehatan
Tahun 2011 Kementerian Kesehatan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2020.
WHO. (2018). Reducing Stunting In Children. In Equity considerations for achieving the
Global Nutrition Targets 2025.
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/260202/9789241513647-
eng.pdf?sequence=1

Anda mungkin juga menyukai