i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
DAFTAR ISI
iii
E. Definisi Operasional ................................................................................................. 26
F. Alur Penelitian ......................................................................................................... 29
G. Instrumen Penelitian ................................................................................................. 30
H. Validitas dan Reliabilitas .......................................................................................... 30
1. Uji Validitas ............................................................................................................. 30
2. Reabilitas ................................................................................................................. 30
I. Sumber Data............................................................................................................. 31
J. Analisis Data ............................................................................................................ 31
K. Etika Penelitian ........................................................................................................ 32
L. Jadwal Penelitian ...................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 34
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Health Belief Model dalam Mukhtar (2020) .................... 19
Gambar 2.2 Kerangka Konsep ......................................................................................... 20
Gambar 3.1 Alur Penelitian .............................................................................................. 30
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit umum pada balita yang dapat
mengganggu kesehatan dan pertumbuhanny, negara – negara berkembang kerap
menjadi wilayah yang memiliki kasus diare pada balita yang tinggi. Diare
merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan seringnya buang air besar dengan
tekstur cair atau encer, yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau
parasit, polusi air, sanitasi yang buruk, dan praktik kesehatan yang tidak
memadai (Hartati & Nurazila, 2018). Diare dianggap sebagai penyakit yang
mematikan karena dapat mengakibatkan balita mengalami dehidrasi, masalah
pertumbuhan, hingga kematian.
1
makan, hingga riwayat paparan infeksi (Saputra, Wandaputri, Idris, & Amalia,
2022).
Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk meneliti variabel – variabel
yang berpotensi menjadi penyebab penyakit diare pada balita di Puskesmas
Purwaharja 2 seperti kondisi sanitas, sistem pembuangan limbah, kualitas
air/akses ke air bersih, status sosial ekonomi keluarga, pendidikan orang tua,
akses ke layanan kesehatan, riwayat vaksinasi, status gizi, pola makan, dan
riwayat paparan infeksi. Variabel – variabel tersebut dikerucutkan menjadi 3
variabel yang akan ditelaah oleh penulis dalam penelitian ini, yaitu faktor
lingkungan, faktor sosial ekonomi, dan faktor biologis yang terjadi dalam
2
masyarakat di sekitar Puskesmas Purwaharja 2. Judul penelitian yang dipilih
yaitu “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Balita di
Puskesmas Purwaharja 2 Kota Banjar Jawa Barat”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, maka
berikut adalah rumusan masalah dari penelitian ini:
2. Apakah faktor sosial dan ekonomi keluarga, seperti pendidikan orang tua,
akses ke layanan kesehatan, dan status sosial ekonomi keluarga, berkaitan
dengan prevalensi diare pada balita di Puskesmas Purwaharja 2, Kota
Banjar, Jawa Barat?
3. Apakah faktor biologis, seperti status gizi, riwayat vaksinasi, pola makan,
hingga riwayat paparan infeksi memberikan dampak signifikan terhadap
prevalensi kejadian diare pada balita di Puskesmas Purwaharja 2, Kota
Banjar, Jawa Barat?
3
prevalensi diare. Dengan fokus pada lokasi spesifik ini, penelitian ini juga
bermaksud untuk memberikan wawasan mendalam tentang konteks lokal yang
dapat mempengaruhi faktor-faktor tersebut. Tujuan khusus ini ditujukan untuk
akademisi dan Puskesmas Purwaharja 2, yaitu:
4
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
4. Bagi Umum
5
a. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya
faktor-faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam
pencegahan diare pada balita.
F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
6
7-11 Tahun Di penelitian kuantitatif ada disekitar Puskesmas
Desa Tahalak menggunakan Purwaharja 2,
Ujung Gading pendekatan analitik. sementara penelitian
Kecamatan sebelumnya membawa
Batang Angkola responden anak umur 7-
Kabupaten 11 tahun dan penelitian
Tapanuli Selatan sebelumnya memeliti
Tahun 2020 anak yang ada di Desa
Tahalak Ujung Gading
Kecamatan Batang
Angkola Kabupaten
Tapanuli Selatan.
Nia Indriana Faktor-Faktor Persamaan penelitian Penelitian yang akan
Sari, Bagoes Yang ini dan penelitian dilaksakanan membawa
Widjnarko, Berhubungan sebelum nya sama- responden balita umur
Aditya Dengan Perilaku sama membawa kasus 12-24 bulan dan
Kusumawati Hidup Bersih Dan diare dengan metode meneliti pada anak yang
Sehat Sebagai penelitian kuantitatif ada disekitar Puskesmas
Upaya Untuk menggunakan Purwaharja 2,
Pencegahan pendekatan analitik. sementara penelitian
Penyakit Diare sebelumnya membawa
Pada Siswa Di responden anak SD
SDN Karangtowo umur 5-14 tahun dan
Kecamatan penelitian sebelumnya
Karangtengah memeliti anak yang
Kabupaten bersekolah di SDN
Demak Karangtowo.
Nurul Utami, Faktor-Faktor Persamaan penelitian Penelitian yang akan
Nabila Yang ini dan penelitian dilaksanakan membawa
Luthfiana Mempengaruhi sebelum nya sama- responden balita
Kejadian Diare sama membawa kasus dibawah umur 12-24
Pada Anak diare. bulan sementara
penelitian sebelumnya
7
membawa responden
anak umur 6-11 tahun.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Diare
Diare merupakan penyakit yang menyebabkan perubahan bentuk dan
konsistensi tinja dari lunak menjadi cair, disertai dengan peningkatan frekuensi
buang air besar melebihi tiga kali sehari. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(World Health Organization) (2022), gejala seperti muntah atau tinja berdarah
juga bisa muncul. Diare merupakan penyebab kematian anak balita yang
signifikan, menyumbang 16% kematian di seluruh dunia, setelah pneumonia
yang menyebabkan 17% (Arda, Hartaty, & Hasriani, 2020). Balita lebih rentan
terkena diare karena lemahnya sistem kekebalan tubuh, terutama pada fase oral.
Meskipun diare dapat menyerang semua usia, namun penyakit ini menimbulkan
risiko yang signifikan terhadap bayi dan balita dengan angka kematian yang
tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk infeksi bakteri,
virus, dan parasit, serta obat-obatan tertentu, intoleransi makanan, dan kondisi
kesehatan yang mendasarinya (Qisti, Putri, Fitriana, Irayani, & Pitaloka, 2021).
Diare juga bisa disertai gejala seperti sakit perut, kram, kembung, mual, muntah,
dan demam. Kondisi ini sangat berbahaya bagi anak kecil karena dapat dengan
cepat menyebabkan dehidrasi dan komplikasi lainnya. Yang mengejutkan, diare
merupakan penyebab kematian nomor dua pada anak balita di seluruh dunia,
yaitu sebesar 16% dari seluruh kematian, dan pneumonia sebesar 17%
(Wahyuni, 2021). Sayangnya, kematian akibat diare pada anak meningkat
sebesar 40% setiap tahunnya.
Diare lebih sering terjadi pada balita karena daya tahan tubuh balita yang
lebih lemah dan rentan terhadap bakteri penyebab diare, menurut Kementerian
Kesehatan (2019). Penyakit ini ditandai dengan perubahan bentuk dan tekstur
tinja. Gejalanya berupa buang air besar yang sering, lunak, dan encer yang terjadi
lebih dari tiga kali sehari. Pada dasarnya diare adalah buang air besar dalam
bentuk cair atau setengah cair, dengan kadar air lebih tinggi dari normal (100-
200 ml per jam buang air besar) (Maharani, 2020). Meskipun diare umum terjadi,
diare bisa bersifat akut dan berbahaya, dan pengobatan yang terlambat dapat
9
menyebabkan kematian. Patut dicatat bahwa diare merupakan penyebab
kesakitan dan kematian nomor dua pada anak, terutama pada anak balita. Di
Indonesia, survei yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) pada tahun 2009 menunjukkan bahwa diare
menduduki peringkat pertama dari sepuluh besar penyakit penyebab rawat inap.
a. Klasifikasi
A.P Ariani (2016) mengklasifikasikan diare menjadi beberapa jenis
berdasarkan durasinya dan jumlah kehilangan cairan dalam tubuh. Klasifikasi
pertama berdasarkan lamanya diare, terbagi menjadi diare akut, diare persisten,
dan diare kronis. Diare akut terjadi secara tiba-tiba, dengan frekuensi buang air
besar yang meningkat, konsistensi tinja lunak atau cair, dan berlangsung kurang
dari 2 jam. Diare persisten adalah diare akut yang berlangsung lebih dari 14 hari,
dengan atau tanpa disertai darah. Jika terjadi dehidrasi sedang atau berat, diare
persisten tergolong parah dan dianggap penyakit kronis yang disebabkan oleh
faktor lain. Diare kronis merupakan suatu kondisi yang berlangsung lebih dari 4
minggu yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Diare dehidrasi sedang atau ringan ditandai dengan rewel, gelisah, mata
cekung, rakus minum, haus, dan lambatnya kembalinya kulit setelah dicubit
(Halim, Warouw, Rampengan, & Salendu, 2017). Penderita mengalami diare
sebanyak tiga kali atau lebih; diare dehidrasi ringan ditandai dengan kehilangan
cairan hingga 5% dari berat badan, sedangkan diare dengan kehilangan cairan 6-
10% dari berat badan dianggap sedang. Pengobatan diare dehidrasi sedang atau
ringan dapat dilakukan di rumah dengan memberikan cairan dan makanan,
10
seperti oralit, serta pemberian ASI yang lebih sering dan lebih lama (Zubaidah
& Maria, 2020).
b. Gejala Klinis
Tanda awal timbulnya diare pada balita adalah manifestasi gelisah dan
cengeng pada bayi, balita, atau anak. Mereka mungkin menunjukkan kelemahan
dan kelesuan, disertai peningkatan suhu tubuh. Nafsu makan biasanya berkurang
atau bahkan tidak ada, yang kemudian diikuti oleh munculnya diare. Kondisi ini
dapat terlihat dari tinja yang menjadi cair, mungkin disertai lendir atau darah.
Jika tidak diatasi, kondisi ini dapat menyebabkan dehidrasi (Dewandaru, et al.,
2019).
c. Dampak Diare
Menurut penelitian oleh Widowati (2016), diare yang berlangsung dalam
waktu yang lama dapat mengakibatkan beberapa dampak negatif pada tubuh,
antara lain:
d. Etiologi
Penyakit diare sering terkait dengan infeksi makanan, dimana
penularannya terjadi melalui oral-fekal melalui konsumsi makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Kasus ini lebih umum pada balita karena
kecenderungan mereka yang aktif bermain dengan benda asing dan mungkin
memasukkannya ke dalam mulut. Penularan juga dapat terjadi melalui tangan
yang kotor saat makan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019).
Selain itu, kontaminasi makanan bisa disebabkan oleh makanan dan minuman
yang tidak dimasak dengan baik, mengonsumsi makanan mentah, dan kurangnya
praktik kebersihan pribadi, terutama pada orang yang menyiapkan makanan,
seperti ibu yang merawat anak, yang dapat menyebabkan penularan melalui
kontak langsung. Penularan secara tidak langsung juga dapat terjadi melalui lalat
12
yang berinteraksi dengan lima fokus utama, yaitu tinja, lalat, makanan, cairan,
dan jari (Soetanto & Tima, 2015).
1) Faktor Infeksi
2) Faktor Malabsorpsi
13
risiko terkena diare dan masalah kesehatan terkait (Anam & Susanto, 2022).
Meskipun vaksinasi merupakan faktor penting dalam pencegahan, penting untuk
menyadari bahwa kebersihan pribadi, sanitasi lingkungan, dan pola makan juga
memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan balita.
Pola makan berperan penting dalam kasus diare pada balita karena
makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi keseimbangan mikroorganisme
dalam saluran pencernaan (Angliana, Sakung, & Amalinda, 2019). Pola makan
yang tidak seimbang atau mengandung bahan-bahan tertentu yang sulit dicerna
oleh sistem pencernaan balita dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan iritasi
pada usus, yang pada gilirannya dapat memicu diare. Terlalu banyak konsumsi
makanan yang mengandung gula atau lemak berlebihan, misalnya, dapat
mengganggu proses pencernaan normal dan memicu respons diare sebagai
upaya tubuh untuk mengeluarkan zat-zat yang tidak diinginkan. Selain itu,
infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus yang dapat masuk melalui
makanan yang terkontaminasi juga merupakan risiko yang terkait dengan pola
makan. Balita cenderung lebih rentan terhadap infeksi karena sistem kekebalan
tubuh mereka masih berkembang. Oleh karena itu, pola makan yang tidak
higienis atau mengandung makanan yang terkontaminasi dapat menyebabkan
infeksi usus, yang sering kali disertai dengan diare sebagai respons tubuh
terhadap infeksi tersebut (Asmiati, Hartono, Amir, & Asikin, 2018). Dalam
konteks ini, pemahaman dan penerapan pola makan yang sehat dan higienis
menjadi sangat penting untuk mencegah kasus diare pada balita.
e. Epidemiologi
1) Faktor Sosial Ekonomi
14
pola makan dan nutrisi balita, yang pada gilirannya dapat memengaruhi sistem
kekebalan tubuh dan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Oleh karena itu,
peningkatan status sosial ekonomi keluarga dapat berkontribusi pada
pengurangan insiden diare melalui peningkatan akses terhadap fasilitas
kesehatan, air bersih, sanitasi, dan asupan nutrisi yang memadai.
Pendidikan orang tua memiliki peran penting dalam mencegah kasus diare
pada balita. Pengetahuan orang tua tentang pola makan dan nutrisi yang tepat
dapat meminimalkan risiko malabsorpsi karbohidrat dan lemak pada anak-anak.
Orang tua yang teredukasi cenderung lebih mampu memilih jenis makanan yang
sesuai dengan kebutuhan gizi anak, menghindari pemberian susu formula yang
mungkin menyebabkan intoleransi, dan memahami pentingnya enzim seperti
lipase dalam proses pencernaan lemak (Hapsari & Heriana, 2020). Selain itu,
pendidikan orang tua juga memainkan peran kunci dalam membentuk kebiasaan
hidup bersih dan sehat, seperti mencuci tangan secara rutin, yang dapat
mencegah penyebaran infeksi penyebab diare pada balita. Dengan demikian,
tingkat pendidikan orang tua dapat menjadi faktor penentu dalam upaya
pencegahan diare pada anak-anak melalui pemahaman yang lebih baik tentang
aspek-aspek kesehatan dan nutrisi.
15
penanganan yang tepat dan mencegah komplikasi yang mungkin timbul akibat
diare pada balita.
2) Faktor Lingkungan
Ketersediaan air bersih memiliki peran krusial dalam kasus diare pada
balita. Diare seringkali menyebabkan dehidrasi karena tubuh kehilangan cairan
dengan cepat melalui tinja yang cair (Poernomo, Setiawati, Hadisaputro, Budhi,
& Adi, 2016). Dalam konteks ini, ketersediaan air bersih menjadi kunci untuk
menghindari komplikasi serius. Balita yang mengalami diare membutuhkan
lebih banyak cairan untuk menggantikan kehilangan yang terjadi. Jika air bersih
tidak tersedia dengan cukup, risiko dehidrasi meningkat secara signifikan. Oleh
karena itu, penyediaan sumber air bersih yang aman dan cukup sangat penting
untuk mendukung pemulihan balita yang mengalami diare, membantu mencegah
dehidrasi, dan menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh mereka.
b) Kualitas Sanitasi
Kualitas sanitasi memainkan peran kritis dalam kasus diare pada balita.
Lingkungan yang kurang higienis, terutama terkait dengan air bersih, sanitasi
personal, dan sanitasi lingkungan, dapat menjadi sumber infeksi bakteri, virus,
atau parasit yang seringkali menyebabkan diare. Pajanan balita terhadap kuman
patogen yang berasal dari air minum yang terkontaminasi, makanan yang tidak
higienis, atau kontak dengan permukaan yang tidak bersih dapat meningkatkan
risiko infeksi saluran pencernaan (Sidhi, Raharjo, & Dewanti, 2016). Oleh
karena itu, peningkatan kualitas sanitasi, termasuk akses yang lebih baik
terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang aman, dapat secara signifikan
mengurangi risiko penularan penyakit diare pada balita dan berkontribusi pada
kesehatan yang lebih baik secara keseluruhan.
Kondisi tempat tinggal dapat memengaruhi kasus diare pada balita karena
faktor-faktor lingkungan yang berperan dalam penyebaran penyakit. Faktor
sanitasi yang buruk, akses terbatas terhadap air bersih, dan kebersihan
lingkungan yang rendah dapat meningkatkan risiko paparan patogen penyebab
16
diare. Di daerah dengan sanitasi yang kurang memadai, kontaminasi air minum
dan makanan menjadi lebih mungkin terjadi, meningkatkan peluang infeksi usus
pada balita (Maharani, Muniroh, & Abihail, 2023). Selain itu, lingkungan yang
kumuh dan tidak higienis juga dapat memicu penyebaran penyakit infeksi. Oleh
karena itu, kondisi tempat tinggal yang tidak memadai dapat memberikan
kontribusi signifikan terhadap tingginya kasus diare pada balita, mengingat
mereka lebih rentan terhadap infeksi dan dampak kesehatan yang lebih parah.
f. Patofisiologi
Diare akut infeksi dapat dibedakan secara klinis dan patofisiologis menjadi
dua jenis, yaitu diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi
disebabkan oleh serangan bakteri dan sitotoksin di kolon, yang menunjukkan
gejala sindroma disentri, seperti diare disertai lendir dan darah. Pasien juga
mengalami gejala klinis abdomen, mulai dari mulas hingga nyeri kolik, mual,
muntah, demam, dan tanda-tanda dehidrasi. Pemeriksaan tinja rutin
menunjukkan adanya lendir dan/atau darah, serta sel leukosit polimorfonuklear
(Zein, Sagala, dan Ginting, 2004).
Diare dapat terjadi baik secara akut maupun kronis dengan mekanisme
yang dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif, dan
gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi karena bahan yang tidak dapat diserap
meningkatkan osmolaritas dalam lumen usus, menarik air dari plasma dan
menyebabkan diare. Contoh kasus termasuk malabsorbsi karbohidrat akibat
defisiensi laktase atau garam magnesium (Ngastiyah, 2005; Zein, Sagala, dan
17
Ginting, 2004). Diare sekretorik terjadi ketika terjadi gangguan transport
elektrolit, baik dengan penurunan absorbsi maupun peningkatan sekresi. Ini
dapat disebabkan oleh toksin bakteri seperti toksin kolera atau pengaruh hormon
usus seperti gastrin dan vasoactive intestinal polypeptide (VIP) (Ngastiyah,
2005; Zein, Sagala, dan Ginting, 2004).
18
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori Health Belief Model dalam Mukhtar (2020)
Sumber: Rosenstock (1994) dalam (Mukhtar, 2020)
Health Belief Model (HBM) adalah suatu kerangka teori yang digunakan
untuk memahami perilaku kesehatan individu. Dalam konteks variabel yang
Anda sebutkan, berikut adalah Health Belief Model yang dapat digunakan untuk
menggambarkan cara faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi persepsi dan
perilaku terkait kesehatan:
19
2. Persepsi Manfaat (Perceived Benefits: Keyakinan keluarga terhadap
efektivitas tindakan pencegahan, seperti vaksinasi, pola makan sehat,
dan perbaikan sanitasi, dalam mengurangi risiko diare pada balita.
C. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
20
1. Terdapat hubungan signifikan antara status
sosial ekonomi keluarga dan kejadian diare
pada balita di Puskesmas Purwaharja 2 Kota
Banjar, Jawa Barat, dimana keluarga
dengan status sosial ekonomi rendah lebih
mungkin mengalami kasus diare pada balita.
21
yang lebih rendah dibandingkan dengan
mereka yang tidak mendapatkan vaksinasi
secara lengkap.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian observasional merupakan jenis penelitian yang meliputi
pengamatan terhadap berbagai kegiatan untuk mengetahui apakah lingkungan
bersih dan sehat serta perilaku anak bersih dan sehat agar terhindar dari diare.
Penelitian ini merupakan metode penelitian kuantitatif dengan metode analisis
menggunakan pendekatan cross-sectional, yaitu pengumpulan data variabel
dependen dan independen secara bersamaan. Pendekatan cross-sectional dipilih
karena dapat dilakukan dalam waktu singkat dan relatif murah. Selanjutnya
penelitian ini menggunakan metode wawancara untuk mengumpulkan data
tentang perilaku hidup bersih dan sehat balita penderita diare di lingkungan
melalui wawancara langsung. Wawancara dilakukan terhadap beberapa balita
yang tercatat menderita diare dan balita yang mempunyai pola makan tidak
seimbang di Puskesmas Purwaharja 2. Data juga dikumpulkan dari orang tua dan
masyarakat sekitar yang dianggap berdampak terhadap masalah penyakit diare
di daerah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menciptakan gambaran,
gambaran, sistematis, faktual, dan dimensional mengenai fakta-fakta dari
fenomena yang diteliti. Jumlah sampel yang digunakan untuk mengambil sampel
balita yang terkena diare sebanyak 90 sampel di wilayah Purwaharja 2 Kota
Banjar Jawa Barat. Jumlah responden yang digunakan mengacu pada penelitian
eksperimen sederhana dengan kontrol eksperimen yang ketat (ukuran hingga
kecil antara 10-20) sehingga terfokus pada pertanyaan kuesioner untuk
menjawab tujuan penelitian ini. Penelitian dilakukan dengan observasi langsung
dan penyebaran kuesioner kepada orang tua yang memiliki anak balita dan
orang-orang yang mempunyai pengaruh terhadap penelitian ini dan pihak-pihak
terkait lainnya.
23
yaitu Puskesmas, pembagian kuisioner dan menanyakan isi kuisioner kepada ibu
yang mempunyai balita dan memiliki penyakit diare.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal Juli-Agustus 2023
24
atau aksesibilitas informasi medis dan demografis yang
diperlukan.
a. Usia: Penelitian ini akan berfokus pada balita yang berusia dari 1 –
5 tahun, anak – anak lain diluar dari jangkauan usia tersebut akan
dikecualikan
2. Sampel Penelitian
Definisi sampel menurut Sugiyono (2012:73) adalah sebagian dari
keseluruhan jumlah dan ciri-ciri yang dimiliki oleh populasi tersebut, dan sampel
yang diambil dari populasi tersebut harus sepenuhnya mewakili populasi
tersebut. Ukuran sampel mencakup seberapa banyak sampel yang akan diambil
dari suatu populasi. Rumus untuk menghitung ukuran sampel dalam penelitian
cross-sectional dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor, termasuk
tingkat kepercayaan (confidence level), margin of error (tingkat kesalahan), dan
proporsi populasi yang diharapkan. Salah satu rumus yang umum digunakan
dalam penelitian cross-sectional adalah rumus slovin (Zulaikhah, Ratnawati, &
Istyoratih, 2019) untuk menghitung ukuran sampel untuk populasi proporsi.
Berikut adalah rumusnya:
𝑁
𝑛=
𝑍 2 . 𝑝. 𝑞
25
703
𝑛=
1,962 . 0,5.0,5
703
𝑛=
3,84.0,25
𝑛 = 90
Keterangan:
𝑛 = 90
D. Variabel
3. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang diasumsikan
dapat memengaruhi kejadian diare pada balita di Puskesmas Purwaharja 2, Kota
Banjar, Jawa Barat. Variabel bebas ini mencakup kualitas sanitasi, kondisi
tempat tinggal, ketersediaan air bersih, status sosial ekonomi keluarga,
pendidikan orang tua, akses ke layanan kesehatan, pola makan, riwayat
vaksinasi, dan paparan infeksi.
4. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada balita di
Puskesmas Purwaharja 2, Kota Banjar, Jawa Barat.
E. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
26
1 Kualitas Ketersediaan dan kondisi Kuesioner Kriteria penilaian: Ordinal
Sanitasi toilet, fasilitas Baik = 56-100%
pembuangan sampah, Kurang Baik =
dan tempat cuci tangan di <56%
rumah balita.
2 Kondisi Kebersihan rumah Kuesioner Kriteria penilaian: Interval
Tempat tangga balita, termasuk Baik = 56-100%
Tinggal kebersihan lantai, Kurang Baik =
dinding, dan <56%
perlengkapan rumah
tangga.
3 Ketersediaan Ketersediaan air bersih Kuesioner Kriteria penilaian: Nominal
Air Bersih dengan memeriksa Baik = 56-100%
sumber air yang Kurang Baik =
digunakan untuk <56%
kebutuhan sehari-hari
dan ketersediaan fasilitas
penyediaan air minum.
4 Status Sosial Status sosial ekonomi Kuesioner Kriteria penilaian: Nominal
Ekonomi keluarga diukur Baik = 56-100%
Keluarga menggunakan indikator Kurang Baik =
seperti pendapatan <56%
keluarga, tingkat
pendidikan orang tua,
dan pekerjaan orang tua.
5 Pendidikan Pemahaman orang tua Kuesioner Kriteria penilaian: Nominal
Orang Tua tentang praktik sanitasi, Baik = 56-100%
termasuk cara menjaga Kurang Baik =
kebersihan lingkungan <56%
dan pengelolaan limbah.
6 Akses ke Sejauh mana balita Kuesioner Kriteria penilaian: Nominal
Layanan memiliki kemampuan Baik = 56-100%
Kesehatan dan ketersediaan untuk
27
mendapatkan perawatan Kurang Baik =
kesehatan yang tepat <56%
waktu dan efektif,
mencakup faktor seperti
jarak fisik, ketersediaan
fasilitas kesehatan, dan
aksesibilitas finansial.
7 Pola Makan Pola makan diukur Kuesioner Kriteria penilaian: Ordinal
melalui frekuensi dan Baik = 56-100%
jumlah asupan makanan Kurang Baik =
harian, termasuk jenis <56%
makanan, gizi yang
diperoleh, dan pola
pemberian makanan
tambahan pada balita
yang berusia 6 bulan
hingga 5 tahun.
8 Riwayat Pengukuran riwayat Kuesioner Kriteria penilaian: Nominal
Vaksinasi vaksinasi dilakukan Baik = 56-100%
dengan mencatat jumlah Kurang Baik =
dan jenis vaksin yang <56%
telah diterima oleh balita,
termasuk tanggal
pelaksanaan, untuk
mengevaluasi tingkat
kepatuhan vaksinasi dan
potensi dampaknya
terhadap kejadian diare.
9 Paparan Paparan infeksi diukur Kuesioner Kriteria penilaian: Nominal
Infeksi sebagai keberadaan atau Baik = 56-100%
riwayat kontak langsung Kurang Baik =
dengan sumber infeksi <56%
potensial, termasuk
28
interaksi dengan individu
sakit atau lingkungan
yang dapat memicu
penularan penyakit pada
balita yang menjadi
subjek penelitian.
F. Alur Penelitian
29
Gambar 3.1 Alur Penelitian
G. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data sebuah penelitian yang dilakukan dengan berbagai
metode-metode penelitian seperti observasi, wawancara, studi pustaka dan
dokumentasi, memerlukan alat bantu sebagai instrument. Instrument yang
dimaksud yaitu kameram telepon genggam untuk record, pensil, bollpoint, buku.
6. Reabilitas
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang
mempunyai asal kata rely yang artinya percaya dan reliabel yang artinya dapat
dipercaya. Kepercayaan adalahtentang akurasi dan konsistensi (Siyoto & Sodik
2015). Uji reliabilitas perangkat ini menggunakan aplikasi SPSS 18. Alpha
Cronbach 0,910 diperoleh dari hasil pengujian reliabilitas dengan lima elemen
pencahayaan, 8 butir soal kebersihan tempat tidur didapatkan alpha Cronbach
0,803 yang berarti sangat reliabel, Delapan Pertanyaan Tentang Kebersihan
Pakaian/Tempat Sholat Clonbach mendapat Alpha 0,836.Enam pertanyaan
30
tentang kebersihan handuk mendapat Alpha 0,789. Sabun menerima Cronbach's
Alpha 0,752. (Marminingrum 2018)
I. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari
mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua
sumber data yaitu :
J. Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini
adalah analisis deskriptif kuntitatif, dimana peneliti selain mengolah dan
menyajikan data, juga melakukan analisi data kuantitatif. Hal ini dimaksudkan
agar mendapatkan hasil yang valid antara beberapa data yang telah didapatkan
dengan berbagai literature maupun data-data lain yang telah dipersiapkan.
Apabila data yang diperlukan telah terkumpul dan dengan metode analisis
deskripsi kuantitatif tersebut di atas, maka langkah selanjutnya dalam proses
pengolahan dan penganalisaan data, peneliti dalam analisis data mengupayakan
31
langkah dengan meyusun secara induktif metode analisis yang bertumpu dari
kaidah-kaidah khusus kemudian ditarik menjadi kaidah umum.
K. Etika Penelitian
Etika penelitian diperlukan untuk menghindari terjadinya tindakan yang
tidak etis dalam melakukan penelitian, maka dilakukan prinsip-prinsip sebagai
berikut :
8. Confidentiality (kerahasiaan)
Confidentiality yaitu tidak akan menginformasikan data dan hasil
penelitian berdasarkan data individual, namun data dilaporkan berdasarkan
kelompok.
9. Responden
Peneliti bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau tekanan secara
langsung maupun tidak langsung dari peneliti kepada calon responden atau
sampel yang akan diteliti.
L. Jadwal Penelitian
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
Waktu Kegiatan
No Kegiatan Juli Agustus September Oktober
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
32
1. Persiapan dan
penyusunan
proposal
2. Seminar
Proposal
3. Perbaikan
4. Pengambilan
data dan
wawancara
5. Pengolahan Data
6. Supervisi
7. Penyusunan
Hasil
8. Seminar Hasil
9. Perbaikan
33
DAFTAR PUSTAKA
34
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Diare. Retrieved from Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia: https://ayosehat.kemkes.go.id/topik-penyakit/penyakit-
pencernaan/diare
Maharani, F. P., Muniroh, L., & Abihail, C. T. (2023). Hubungan Antara Usia Balita,
Pemberian ASI dan Daerah Tempat Tinggal dengan Kejadian Diare pada Balita di
Indonesia. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 3057-3062.
Maharani, S. (2020). Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan elektrolit pada Anak yang mengalami
Diare. Pelita Media.
Mu'is, A., Ismanto, A. Y., & Onibala, F. (2014). Hubungan Penerapan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) Diare dengan Kesembuhan Diare Pada Balita di Puskesmas Bahu
Kota Manado. Jurnal Keperawatan.
Mukhtar, S. (2020). Mental health and emotional impact of COVID-19: applying health belief
model for medical staff to general public of Pakistan. Brain, Behaviour, and Immunity,
28.
Poernomo, H., Setiawati, M., Hadisaputro, S., Budhi, K., & Adi, M. S. (2016). Faktor Risiko
Kejadian Diare Akut pada Anak Balita (Studi Epidemiologis di Puskesmas Baamang
Unit I Kabupaten Kotawaringin Timur). Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas,
77-82.
Puspandhani, M. E. (2019). Analisis Pengolahan Makanan Oleh Ibu Berdasarkan Klasifikasi
Diare Pada ANak Usia Dini (1-3 Tahun) Di Wilayah Kerja Puskesmas Klangenan
Kabupaten Cirebon Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Indonesia, 62-74.
Qisti, D. A., Putri, E. N., Fitriana, H., Irayani, S. P., & Pitaloka, S. A. (2021). Analisis Aspek
Lingkungan dan Perilaku Terhadap Kejadian Diare pada Balita di Tanah Sareal. Jurnal
Inovasi Penelitian, 1661-1668.
Rosenstock, I. M., Strecher, V. J., & Becker, M. H. (1994). The Health Belief Model and HIV
risk behavior change. In R. J. DiClemente & J. L. Peterson (Eds.). Preventing AIDS:
Theories and methods of behavioral interventions, 5-24.
Saputra, J. D., Wandaputri, I. S., Idris, J. A., & Amalia, R. (2022). Hubungan Pemberian Susu
Formula Dengan Kejadian Diare pada Balita di Indonesia: A Systematic Review.
Jurnal Kesehatan Tambusai, 153-161.
Sidhi, A. N., Raharjo, M., & Dewanti, N. A. (2016). Hubungan kualitas sanitasi lingkungan
dan bakteriologis air bersih terhadap kejadian diare pada balita di wilayah kerja
puskesmas adiwerna kabupaten tegal. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 665-676.
Soetanto, T., & Tima, I. S. (2015). Identifikasi Etiologi Diare Akut Pada Anak Dengan
Teknologi Gabungan Reaksi Rantai Polimerase Dan Spektrometri Massa Di Rumah
Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso. The Indonesian Journal of Infectious
Diseases, 1-10.
Tantri, D. A., Mawarni, D., Marpaung, F. A., Siregar, P. A., & Purba, H. N. (2023).
Epidemiologi Penyakit Diare. Jurnal Kesehatan, 36-42.
35
UCSF Medical Center. (2017, July 3). Pregnancy The Three Trimesters Conditions &
Treatments. Retrieved from UCSF Medical Center: www.ucsfhealth.org
UNICEF. (2022, December). Diarrhoea. Retrieved from UNICEF Data:
https://data.unicef.org/topic/child-health/diarrhoeal-disease/
Vinandyanata, I. M., Mahayani, N. P., & Paramasatiari, A. A. (2021). Hubungan Vaksinasi
Rotavirus Pentavalent dengan kejadian Diare pada Anak Usia 6-24 Bulan di Denpasar.
AMJ (Aesculapius Medical Journal), 20-26.
Wahyuni, N. T. (2021). Faktor Risiko Kejadian Diare pada Balita Systematic Review Bidang
Kesehatan Masyarakat. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, 270-278.
WHO. (2022, December 1). Diarrhoea. Retrieved from World Health Organization:
https://www.who.int/health-
topics/diarrhoea#:~:text=Diarrhoeal%20disease%20is%20the%20second,posed%20b
y%20diarrhoea%20is%20dehydration.
Widowati, T., Mulyani, N. S., Nirwati, H., & Soenarto, Y. (2016). Diare Rotavirus Pada Anak
Usia Balita. Sari Pediatri, 340.
Wittman, K. J., Ariani, A. P., & Daneliya, M. (2016). The Mysidae (Crustacea: Peracarida:
Mysida) in fresh and oligohaline waters of the Mediterranean. Taxonomy,
biogeography, and bioinvasion. Zootaxa, 1-70.
Zubaidah, Z., & Maria, I. (2020). Hubungan Penatalaksanaan Pemberian Cairan Dirumah
Dengan Tingkat Dehidrasi Pada Balita Yang Mengalami Diare. Jurnal Keperawatan
Suaka Insan, 121-126.
36