Anda di halaman 1dari 3

KEJADIAN LUAR BIASA 7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501Tahun 2010 adalah : 1.

Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak adaatau tidak dikenal pada suatu daerah 2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktudalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya 3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan denganperiode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya 4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkankenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlahper bulan dalam tahun sebelumnya 5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahunmenunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya 6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periodesebelumnya dalam kurun waktu yang sama 7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satuperiode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periodesebelumnya dalam kurun waktu yang sama Kegiatan penanggulangan KLB 1. Penetapan populasi rentan thd KLB berdasarkan waktu, tempat pada kelompk masyarakat 2. Langkah-langkah penetapan populasi rentan : Memperkirakan adanya pop rentan KLB berdasar informasi dan data sertamempelajari gambaran klinis (gejala,cara penularan,cara pengobatan) dangambaran epid (sumber&cara penularan, klp masy yg sering terserang, jmlkasus,kematian, faktor ling, budaya yg berpengaruh thd KLB) 3. Pengumpulan data (laporan rutin, data penyelidikan epid, laporan rutin datakesakitan&kematian dr puskesmas/RS yg teratur & lengkap, data lab ygmemberikn infoms penyebab peny, data faktor risiko 4. Pengolahan dan penyajian data (tabel, grafk, peta) 5. Analisis dan interpretasi 6. Deseminasi informasiSelain yang dsebut diatas juga yang perlu diperhatikan dalam penanggulanganKLB adalah sebagai berikut: Melakukan upaya pencegahan melalui perbaikan faktor risiko yg menyebabkan timbulnya kerentanan dlm suatu pop Upaya penanggulangan ditujukan pd: o Memantapkan pelaksanaan sistem kewaspadaan dini KLB penyakit o Memantapkan keadaan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan tjd KLB o Penyelidikan dan penanggulangan pd saat tjd KLB

Difteri
Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Penyebab Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernapasan, terutama laring, amandel dan tenggorokan. Tetapi tak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf dan jantung. Gambaran klinik Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan yang mudah berdarah bila disentuh. Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf. Masa tunas 2 7 hari Penderita mengeluh sakit menelan dan napasnya terdengar ngorok (stridor), pada anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala. Penderita tampak sesak napas dengan atau tanpa tanda obstruksi napas. Demam tidak tinggi. Tampak pembesaran kelenjar limfe di leher (bullneck) Gejala ini tidak selalu ada: 1. Sumbatan jalan napas sehingga penderita sianosis

2. Napas bau 3. Perdarahan hidung Inflamasi lokal dengan banyak sekali eksudat faring, eksudat yang lekat di mukosa berwarna kelabu atau gelap dan edema jaringan lunak. Pada anak, fase penyakit ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas. Penyakit sistemik yang disebabkan oleh toksin bakteri dimulai 1 2 minggu sesudah gejala lokal. Toksin mempengaruhi jantung (miokarditis, aritmia terutama selama minggu kedua penyakit) dan sistem syaraf (paralisis, neuritis 2 7 minggu sesudah onset penyakit). Bila pasien sembuh dari fase akut penyakit, biasanya sembuh tanpa kelainan penyerta. Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu : 1. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan. 2. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring. 3. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal). Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien : 1. Difteri hidung bila penderita menderita pilek dengan ingus yang bercampur darah. 2. Difteri faring dan tonsil dengan gejala radang akut tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher. Pada difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga mulut sampai dengan dinding belakang mulut (faring). 3. Difteri laring dengan gejala tidak bisa bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas. 4. Difteri kutaneus dan vaginal dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membran diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi cenderung tidak terasa apa apa. Diagnosis Kebutuhan untuk mendapat terapi diputuskan atas dasar anamnesis dan gambaran klinis. Diagnosis dikonfirmasi dengan kultur bakteri yang diambil dari eksudat ke dalam tabung untuk sampel bakteri. Sampel harus dikultur pada media khusus, untuk itu perlu terlebih dahulu memberitahu laboratorium. Sediaan apus diambil 3 hari berturut-turut. Penatalaksanaan Untuk Pasien yang asimtomatik diberikan profilaktik antibiotik eritromisin. Tetapi, melihat bahayanya penyakit ini maka bila ada anak yang sakit dan ditemukan gejala diatas maka harus segera dibawa ke dokter atau rumah sakit untuk segera mendapatkan penanganan. Pasien biasanya akan masuk rumah sakit untuk diopname dan diisolasi dari orang lain guna mencegah penularan. Di rumah sakit akan dilakukan pengawasan yang ketat terhadap fungsi fungsi vital penderita untuk mencegah terjadinya komplikasi. Mengenai obat, penderita umumnya akan diberikan antibiotika, steroid, dan ADS (Anti Diphteria Serum).

Anda mungkin juga menyukai