Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

Perbandingan Gambaran Status Gizi Anak dengan Sindrom Down

Disusun oleh:
Erika Yuli Susanti (201820401011156)

Pembimbing:
dr. Dyah Retno Wulan, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS
“Perbandingan Gambaran Status Gizi Anak dengan Sindrom Down”

Laporan Kasus “Perbandingan Gambaran Status Gizi Anak dengan


Sindrom Down” yang disusun oleh Erika Yuli Susanti (201820401011156) telah
diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi
kepaniteraan klinik Dokter Muda di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Haji
Surabaya.

Surabaya, 10 Juni 2019


Pembimbing

dr. Dyah Retno Wulan, Sp. A


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom Down (SD) adalah suatu kelainan kongenital multipel akibat


kelebihan materi genetik pada kromosom 21 (trisomi). Sindrom Down diambil
dari nama seorang dokter berkebangsaan Inggris, John Langdon Down yang pada
tahun 1866 menguraikan gambaran sekelompok individu yang tinggal di
Earlswood Asylum for Idiots di Surrey, Inggris di tempat dr. Down tersebut
bertugas, anak dengan retardasi mental dan memiliki penampakan wajah yang
khas dan mirip satu sama lain. Dasar biologis kelainan ini baru dapat diungkapkan
tahun 1959 saat Jerome LeJeune menemukan bahwa semua individu dengan
gambaran khas tersebut memiliki cetakan ketiga (third copy) kromosom 21
sehingga individu tersebut memiliki 47 kromosom.1,2
Sindrom Down berkaitan dengan retardasi mental, kelainan kongenital
terutama jantung, dan disfungsi/ penyakit pada beberapa organ tubuh.3 Derajat
retardasi mental bervariasi, mulai dari retardasi mental ringan (IQ:50-70) hingga
sedang (IQ:35-49), dan kadang (jarang) ditemukan retardasi mental berat (IQ: 20-
34).4,5 Derajat retardasi mental pada anak Sindrom Down adalah ringan dan
sedang. Anak dengan SD memiliki berbagai kelainan kongenital dan masalah
kesehatan, di antaranya gangguan pendengaran (75%), otitis media (50%-70%),
kelainan mata (60%) termasuk katarak (15%) dan gangguan refraksi berat (50%),
kelainan jantung bawaan (50%), obstructive sleep apnea (50%-75%), penyakit
tiroid (15%), atresia gastrointestinal (12%), dislokasi sendi panggul yang didapat
(6%), leukemia dan penyakit Hirschprung (<1%).2,3
Insidens Sindrom Down di Amerika Serikat diperkirakan terjadi tiap 600-
800 kelahiran hidup, sedangkan di Indonesia angka yang definitif masih belum
diketahui. Meskipun demikian, sebuah penelitian di Universitas Indonesia
memperkirakan bahwa 300.000 anak dengan Sindrom Down lahir per tahunnya.4
Kelainan kromosom tersebut menyebabkan anak Down syndrome memiliki
gangguan intelektual dan lebih beresiko terhadap beberapa masalah kesehatan,
tidak terkecuali masalah terkait gizi.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Membandingkan status gizi anak dengan Sindrom Down menggunakan
WHO/CDC Grow Chart dan Down Syndrome Grow Chart.
2. Mengetahui faktor-faktor yang berperan pada status gizi anak dengan
Sindrom Down.
BAB II

TINJAUAN KASUS

Studi kasus ini mengambil dari 15 permasalahan yang sama pada pasien
anak yang diperiksa di poli tumbuh kembang RSU Haji Surabaya, yakni 15 pasien
anak yang mengalami Sindrom Down. Kelima belas pasien anak tersebut diambil
data berupa berat badan dan tinggi badan kemudian ditentukan status gizinya pada
2 grafik pertumbuhan, yakni WHO/CDC Grow Chart dan Down Syndrome Grow
Chart.

No. Nama Jenis Kelamin Usia BB PB/TB


1. An. N Perempuan 3 tahun 7 bulan 13 kg 93 cm
2. An. T Laki-laki 8 bulan 15 hari 7,1 kg 64 cm
3. An. H Laki-laki 5 tahun 4 hari 16 kg 104 cm
4. An. A Laki-laki 5 bulan 2 hari 5,1 kg 59,5 cm
5. An. A Laki-laki 2 tahun 7 bulan 13 kg 87 cm
6. An. A Laki-laki 8 bulan 25 hari 4,6 kg 61 cm
7. An. K Perempuan 10 hari 2,2 kg 43 cm
8. An. M Laki-laki 2 tahun 10 bulan 11,5 kg 86,5 cm
9. An. A Perempuan 3 bulan 22 hari 5,7 kg 61 cm
10 An. R Laki-laki 3 bulan 3,7 kg 54 cm
11. An. A Perempuan 5 bulan 18 hari 5 kg 64 cm
12. An. A Perempuan 1 tahun 19 hari 9 kg 70 cm
13. An. F Perempuan 13 tahun 8 bulan 44 kg 134 cm
14. An. K Perempuan 7 tahun 7 bulan 19 kg 106 cm
15. An. A Laki-laki 6 tahun 4 bulan 15,5 kg 96 cm
Tabel 2.1
Data pasien Sindrom Down
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Hasil
Hasil studi kasus ini didapatkan dari 15 orang pasien, dengan jumlah pasien
anak laki-laki sebanyak 8 orang dan perempuan sebanyak 7 orang pasien. Pasien
yang berusia kurang dari 1 tahun sebanyak 7 orang, pasien yang berusia 1-5 tahun
sebanyak 5 orang pasien dan pasien yang berusia di atas 5 tahun sebanyak 3
pasien. Pasien yang diukur menggunakan WHO Growth Chart memiliki status
gizi kurang sebanyak 2 orang pasien, status gizi saat ini normal namun dulunya
kurang gizi sebanyak 3 orang, status gizi normal sebanyak 7 orang pasien, status
gizi overweight sebanyak 2 orang pasien dan status gizi obesitas sebanyak 1 orang
pasien. Pasien yang diukur menggunakan Down Syndrome Growth Chart
memiliki status gizi kurang sebanyak 2 orang pasien, status gizi normal sebanyak
7 orang pasien, status gizi overweight sebanyak 2 orang pasien dan status gizi
obesitas sebanyak 4 orang pasien.
8.2

7.8

7.6

7.4

7.2 Series 1

6.8

6.6

6.4
Laki-laki Perempuan

Grafik 2.1
Data sampel pasien berdasarkan jenis kelamin
8

5
< 1 tahun
4 1-5 tahun
> 5 tahun
3

Grafik 2.2
Data sampel pasien berdasarkan usia
8

6
Gizi kurang
5
Normal, dulu kurang
4 Normal
Overweight
3
Obesitas
2

Grafik 2.3
Data status gizi pasien berdasarkan WHO Growth Chart
8

5 Gizi kurang
Normal
4
Overweight
3 Obesitas

Grafik 2.4
Data status gizi pasien berdasarkan Down Syndrome Growth Chart
Berdasarkan tabel 2.2, data BB/U sesuai usia pada Down Syndrome Growth
Chart sebanyak 14 orang pasien, sedangkan pada WHO Growth Chart data BB/U
yang menunjukkan gizi baik dan sesuai usia sebanyak 8 orang pasien, gizi kurang
sebanyak 2 orang, gizi buruk sebanyak 3 orang dan tidak sesuai usia sebanyak 2
orang. Hal ini menunjukkan kecenderungan status gizi anak dengan sindrom
Down berdasarkan BB/U menurun pada WHO Growth Chart.
16

14

12

10

8 Normal
Rendah
6

0
WHO DS
Grafik 2.5
Perbandingan data status gizi pasien berdasarkan BB/U

Berdasarkan tabel 2.2, data TB/U sesuai usia pada Down Syndrome Growth
Chart sebanyak 13 orang pasien dan yang tidak sesuai usia sebanyak 2 orang,
sedangkan pada WHO Growth Chart data BB/U yang menunjukkan nilai normal
dan sesuai usia sebanyak 6 orang pasien, pendek sebanyak 1 orang, sangat pendek
sebanyak 5 orang dan tidak sesuai usia sebanyak 3 orang. Hal ini menunjukkan
kecenderungan anak dengan sindrom Down lebih pendek pada WHO Growth
Chart.
14

12

10

8
Normal
6 Rendah

0
WHO DS

Grafik 2.6
Perbandingan data status gizi pasien berdasarkan TB/U

Berdasarkan tabel 2.2, data BB/TB yang normal pada Down Syndrome
Growth Chart sebanyak 7 orang pasien, gizi kurang sebanyak 2 orang, overweight
sebanyak 2 orang dan obesitas sebanyak 4 orang, sedangkan pada WHO Growth
Chart data BB/U yang menunjukkan status gizi kurang sebanyak 2 orang, normal
sebanyak 10 orang, overweight sebanyak 2 orang dan obesitas sebanyak 1 orang.
Hal ini menunjukkan kecenderungan status gizi anak dengan sindrom Down
berdasarkan BB/TB meningkat pada Down Syndrome Growth Chart dibandingkan
pada WHO Growth Chart.
12

10

8
kurang

6 normal
overweight
4 obesitas

0
WHO DS

Grafik 2.7
Perbandingan data status gizi pasien berdasarkan BB/TB

2.2 Pembahasan

Pada anak dengan Sindrom Down mengalami gangguan pertumbuhan, dapat


dilihat pada tinggi dan berat badan, serta lingkar kepala lebih kecil dibanding
anak-anak seusianya. Orang dewasa dengan Sindrom Down cenderung memiliki
perawakan pendek dan membungkuk dengan ketinggian rata-rata padak pria
adalah 5 kaki 1 inci (154 cm) dan bagi perempuan adalah 4 kaki 9 inci (144 cm).
Perawakan pendek merupakan tanda kardinal anak dengan Sindrom Down.
Retardasi pertumbuhan sudah terjadi sejak masa prenatal. Setelah lahir, penurunan
kecepatan pertumbuhan paling banyak terjadi saat anak berusia 6 bulan sampai 3
tahun. Beberapa kondisi yang menyebabkan pertumbuhan terlambat adalah
penyakit jantung bawaan, defisiensi hormon tiroid, coeliac disease, obstuksi
saluran nafas atas, dan defisiensi zat gizi akibat kesulitan makan.6
Pubertas muncul lebih awal dan terjadi gangguan percepatan pertumbuhan
(growth spurt).7 Pada penelitian yang dilakukan oleh Kimura dkk, anak Sindrom
Down Jepang didapatkan hasil nilai tengah tinggi badan anak SD sebelum
pubertas adalah sekitar -2SD lebih rendah dibandingkan anak normal. Percepatan
pertumbuhan terjadi 1 tahun lebih awal.8
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak dengan Sindrom Down :
1. Feeding Skill
Penderita Sindrom Down mempunyai kelainan genetik berupa aberasi jumlah
kromosom, yakni adanya kromosom ekstra pada pasangan kromosom ke 21.
Selain terdapat abnormalitas pertumbuhan dentokraniofasial, pada penderita ini
juga terlihat adanya kelainan neurologis berupa hipotonia otot dan retardasi
mental. Hipotoia otot terlihat pada ekspresi wajah dan disfungsi oral. Disfungsi
oral yang ditemukan pada penderita Sindrom Down adalah mulut terbuka, lidah
menjulur, kesulitan mengunyah, menelan dan berbicara. Di samping itu juga
sering dijumpai keadaan drooling (selalu mengeluarkan saliva) dan bernapas
melalui mulut.9,10
Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada
esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Saluran esofagus
yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran sama sekali di bagian tertentu
esofagus. Biasanya ia dapat dekesan semasa berumur 1 – 2 hari dimana bayi
mengalami masalah menelan air liurnya. Saluran usus kecil duodenum yang tidak
terbuka penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini
disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan
mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana
perut membuncit dan susah untuk buang air besar. Saluran usus rectum atau
bagian usus yang paling akhir (dubur) yang tidak terbuka langsung atau
penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan
sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami
masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut
membuncit dan susah untuk buang air besar Apabila anak sudah mengalami
sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah.10
2. Overfeeding
Tingginya asupan energi dan zat gizi makro pada subjek anak Sindrom
Down dibandingkan dengan anak normal dapat disebabkan oleh ketidakmampuan
anak dengan Sindrom Down untuk mengontrol nafsu makan sehingga
mengakibatkan overfeeding. Overfeeding pada anak dengan Sindrom Down
diduga karena resistensi leptin. Resistensi leptin merupakan kondisi kegagalan
dari tingginya kadar leptin untuk menekan nafsu makan. Anak dengan Sindrom
Down memiliki kadar leptin yang lebih tinggi dibandingkan saudaranya yang
normal.11,12 Kadar Leptin yang lebih tinggi sejalan dengan persentase lemak
tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal. Fungsi hormon leptin
adalah untuk menurunkan nafsu makan dengan cara meningkatkan produksi
anorexigenic pro-opiomelanocrtin (POMC)-derived peptide. Akan tetapi,
peningkatan lemak tubuh dapat menyebabkan leptin gagal untuk menekan nafsu
13
makan dan kadar leptin terus mengalami peningkatan. Selain itu, penelitian
cross-sectional study yang dilakukan oleh Tenneti et al. (2017) ditemukan hasil
bahwa tingginya kadar leptin sejalan dengan peningkatan resistensi leptin pada
anak Down syndrome.14
Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan pada studi kasus ini yang
menunjukkan kecenderungan anak dengan sindrom Down memiliki status gizi
yang lebih meningkat pada Down Syndrome Growth Chart dibandingkan pada
WHO Growth Chart.
3. Kondisi Rongga Mulut
Adapun karakteristik khas pada rongga mulut anak sindrom Down antara
lain adanya gigitan terbuka, macroglossia, bibir dan lidah yang berfisur, angular
cheilitis, terlambatnya erupsi gigi, oligodontia, microdontia, bruxism, kebersihan
rongga mulut yang buruk, tingginya insidensi penyakit periodontal, dan
rendahnya insidensi karies gigi. Bell, Kaidonis, dan Towsend melaporkan bahwa
atrisi dan erosi gigi cenderung lebih besar terjadi pada anak sindrom Down
daripada anak normal.15
4. Defisiensi Hormon Tiroid (Hipotiroidisme)
Penelitian di China menunjukkan adanya keterkaitan antara Sindrom Down
dengan hipotiroid yang ditandai dengan abnormalnya nilai TSH, T3 dan T4. Hal
ini menyebabkan rendahnya metabolisme tubuh, retensi nitrogen berkurang, dan
fungsi sebagian besar sistem organ di bawah normal.16 Hipotiroid pada masa bayi
atau anak-anak dapat berakibat kelainan metabolik pada masa dewasa dan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Setelah usia 3 tahun,
hipotiroidisme akan mengakibatkan pertumbuhan yang lambat dan keterlambatan
maturasi tulang. Jaringan tulang masih tetap tidak matang karena terlambatnya
maturasi epifise sehingga mengakibatkan terlambatnya pertumbuhan tulang-
tulang panjang.17
Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan pada studi kasus ini yang
menunjukkan status gizi TB/U lebih menurun pada WHO Growth Chart
dibandingkan pada Down Syndrome Growth Chart.
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan serta penghitungan status gizi pada kelima


belas pasien dengan Sindrom Down, dapat disimpulkan bahwa anak dengan
Sindrom Down memiliki kecenderungan menurun baik dalam aspek BB/U, TB/U
maupun BB/TB jika dibandingkan pada grafik pertumbuhan WHO atau CDC.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak dengan Sindrom Down
antara lain feeding skill yang kurang mumpuni akibat hipotonia otot-otot terutama
pada otot kraniofasial dan organ-organ pencernaan sehingga pasien sulit untuk
berbicara, mengunyah, menelan serta mencerna makanan; overfeeding akibat
resistensi hormon leptin sehingga pasien tidak bisa menahan nafsu makannya;
kondisi rongga mulut yang kurang bisa menunjang feeding skill yang baik serta
defisiensi hormon tiroid yang menyebabkan penurunan metabolisme terutama
dalam hal keterlambatan maturasi tulang sehingga pertumbuhan tulang-tulang
panjang terlambat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Van Cleve SN, Cohen WI. Part 1: Clinical practice guidelines with Down
syndrome from birth to 12 years. J Pediatric Health Care 2006; 20:47-54.
2. Committee on Genetics American Academy of Pediatrics. Health supervision
for children with Down syndrome. Pediatrics 2001; 107;2:442-9.
3. Cohen WI. Down syndrome. Dalam: Maria BL, Gilliam JE, Darby CP,
penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-3. London: BC
Decker Inc; 2005.h. 297-303.
4. Leshin L. A brief history. Diunduh dari www.dshealth.com. Diakses tanggal 8
Juni 2019.
5. Sularyo TS, Kadim M. Retardasi mental. Sari Pediatri 2000; 2:170-7.
6. Styles ME, Cole TJ, Dennis J, Preece MA. New crosssectional stature,
weight, and head circumference references for Down’s syndrome in the UK
and Republic of Ireland. Arch Dis Child 2002; 87:104-8.
7. Myrelid A, Gustafsson, Ollars B, Anneren G. Growth charts for Down’s
syndrome from birth to 18 years of age. Arch Dis Child 2002; 87:97-103.
8. Kimura J, Tachibana K, Imaizumi K, Kurosawa K, Kuroki Y. Longitudinal
growth and height velocity of Japanese children with Down’s syndrome. Acta
Paediatry 2003; 92:1039-42.
9. Limbrock GJ, Hoyer H, Scheying H. Regulation Therapy by Castillo-
Moralles in Children with Down Syndrome: Primary and Secondary
Orofacial Pathology. J Dent Child 1990; 437-41.
10. Glatz-Noll E, Berg R. Oral Disfunction in Children with Down Syndrome :
An Evaluation of Treatment Effects by Means of Video-registration. Eur J
Orthod 1991; 13:446-51.
11. Magge SN, O’Neill KL, Shults J, Stallings VA, Stettler N. 2008. Leptin
levels among prepubertal children with Down syndrome compared with their
siblings. J Pediatr. 152(3):321–326.
12. Sridevi S, Adalarasan, Babu RN, Sathyamurthi B, Seeralar ATA, Srilakshmi
R. 2016. Serum leptin levels in Down syndrome versus normal children.
International Journal of Scientific Study. 4(2):175-178
13. Watterson KR, Bestow D, Gallagher J, Hamilton DL, Ashford FB, Meakin
PJ, Ashford MLJ. 2012. Anorexigenic and orexigenic hormone modulation of
mammalian target of rapamycin complex 1 activity and the regulation of
hypothalamic agouti-related protein mRNA expression. Neurosignals. 21(1-
2):28-41.
14. Tenneti N, Dayal D, Sharda S, Panigrahi L, Didi M, Attri SV, Sachdeva N,
Bhalla AK. 2017. Concentarions of leptin, adiponectin, and other metabolic
parameters in non-obes children with Down syndrome. J. Pediatr.
Endocrinol. 30:831-837.
15. Nixon DW. 2018. Down syndrome, obesity, alzheimer’s disease, and cancer:
A brief review and hypothesis. Brain Sci. 8(53):1-14.
16. Praser VP. 1999. Suspect Down Syndrome and Thyroid Disorder : A Review.
Suspect Down Syndrome Research and Practice. (1);25-42.
17. Soetjiningsih, K. 1995. Tmbuh Kembang Anak. ECG:Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai