Anda di halaman 1dari 24

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infeksi kuman Mycibacterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga

dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang merupakan

lokasi primer (IDAI, 2016).

2.2 Epidemiologi

Proporsi kasus TB anak di antara semua kasus TB di Indonesia pada tahun 2010

adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011; 8,2% pada tahun 2012; 7,9%

pada tahun 2013; 7,16% pada tahun 2014, dan 9% di tahun 2015. Proporsi tersebut

bervariasi antar provinsi, dari 1,2% sampai 17,3%. Variasi proporsi ini mungkin

menunjukan endemisitas yang berbeda antara provinsi. Tetapi bisa juga karena

perbedaan kualitas diaganosis TB anak pada level provinsi. (IDAI, 2016).

Dari seluruh prevalensi tuberkulosis, kejadian sakit tuberkulosis pada anak

15%. Anak yang terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB, 10%-15% yang

terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Pemberian terapi pencegahan pada anak infeksi

TB mengurangi kemungkinan berkembangnya sakit TB (Yustikarini, 2015).

2.3 Faktor resiko

Perkembangan TB pada manusia melalui 2 proses, yaitu pertama seseorang

yang rentan bila terpajan oleh kasus TB yang infeksius akan menjadi tertular TB

(infectious TB) dan setelah beberapa lama kemudin baru menjadi sakit. Oleh karena
4

itu faktor resiko untuk infeksi berbeda degan faktor resiko menjadi sakit TB. Faktor

resiko terbagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresifitas infeksi

menjadi penyakit (resiko penyakit) (Yustikarini, 2015).

2.3 Faktor resiko

Perkembangan TB pada manusia melalui 2 proses, yaitu pertama seseorang

yang rentan bila terpajan oleh kasus TB yang infeksius akan menjadi tertular TB

(infectious TB) dan setelah beberapa lama kemudin baru menjadi sakit. Oleh karena

itu faktor resiko untuk infeksi berbeda degan faktor resiko menjadi sakit TB. Faktor

resiko terbagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresifitas infeksi

menjadi penyakit (resiko penyakit) (Yustikarini, 2015).

 Resiko infeksi Tuberkulosis  Usia < 5 tahun

 Paparan TB aktif dari orang  Malnutrisi

dewasa  Immunocompromised

 Daerah endemis  DM

 Kemiskinan

 Lingkungan tidak sehat

(higine dan sanitasi tidak

baik)

 Lamanya tinggal serumah

dengan pasien

 Pernah sakit TB

 Resiko sakit Tuberkulosis


5

2.4 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis adalah agen etiologi tuberkulosis pada manusia.

Manusia adalah satu-satunya reservoir untuk bakteri. Mycobacterium tuberculosis

adalah bakteri berbentuk batang nonmotile yang cukup besar yang berada jauh di

sebelah Actinomycetes. Banyak mikobakteri non patogenik adalah komponen flora

normal manusia, paling sering ditemukan di daerah kering dan berminyak. Batang

memiliki panjang 2-4 mikrometer dan lebar 0,2-0,5 um.

Bakteri Mikobakterium tuberkulosa

2.5 Patogenesis

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan

keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat

menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada/tidaknya sinar ultra

violet, ventilasi yang buruk dan kelembapan. Dalam suasana lembab dan gelap kuman

dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh

orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat

masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama
6

kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini biakan mati

atau dibersihkan makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan

silia dengan sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang

bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis primer kecil dan disebut

sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat

terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah

efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe,

orofaring dan kulit, terjadi limfodenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam
7

vena dan menjalar ke seluruh organ, seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke

arteri pulmonalis, maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfaenitis

regional). Sarang primer limfadenitis lokal + limfadenitis regional + kompleks primer

(Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini

selanjutnya menjadi:

 Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat

 Sembuh dengan menimbulkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm

dan ± 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang

dormant

 Berkomplikasi dan menyebar secara:

a. Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya

b. Secara bronkogen padaparu yang bersangkutan maupun paru yang

disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah

sehingga menyebar ke usus

c. Secara limfogen dan hematogen, ke organ lainnnya

Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post


8

primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.

Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol,

penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai

dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus

superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke

nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula juga terbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10

minggu, sarang ini menjadi tuberkel, yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel

Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh

sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

TB pasca primer juaga dapat berasal dari reinfeksi eksogen dari usia muda

menjadi TB usia tua (eldery tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya

dan imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi:

 Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

 Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan

jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan

perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang

menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami

nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan ekju

dibatukkan keluar kan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding

tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam


9

jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya

perkijauan dan kaviatas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat

oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin

dengan TNF-nya. Bentuk perkijauan lain yang jarang adalah cryptic

disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut.

Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat:

a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas

ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat

juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan

selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti

perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi ruptur ke

pleura;

b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.

Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat kembali

menjadi dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi

fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma;

c. Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga

menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang

berakhir sebagai kavitas yang terbungkus,menciut dan berbentuk seperti

bintang disebut stellate shaped.


10

2.5 Manifestasi klinis

 Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:

1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan

adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi

yang baik.

2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan

demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya

tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada

anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.

3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau

intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat

disingkirkan.

4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure

to thrive).

5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan

baku diare.

2.6 Penegakkan Diagnosis

 Anamnesis

 Identitas
 Keluhan utama
 Riwayat penyakit sekarang (RPS)
11

 Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


 Riwayat Keluarga
 Riwayat psychosocial (social)
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi

Bakteri spesifik indentik dengan


Mikrobacterium tuberkolosis. Dapat menyerang
pada anak-anak dan dewasa, karena itu gambaran
penderita TB pada anak-anak dan dewasa berbeda.
Pada anak-anak disebut sebagai proses primer.
Gambaran rontgen dari proses primer ini sendiri
adalah:
1. Kelainan dapat mengenai seluruh jaringan paru
2. Juga dapat mengenai kelenjar limphe hilus. Yang biasanya gambaran hampir sama
dengan pneumonia.

Pada dewasa disebut sebagai proses reinfeksi. Gambaran spesifik pada dewasa adalah:

1. Proses spesifik mempunyai predileksi diapex lobus superior


2. Di apical lobus inferior (segmen 10 dextra)
3. Berupa infiltrat bercak konsolidasi/ kesuraman, di regio tersebut
b. Laboratorium

- Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kurang sensitive
dan spesifik. Pada tuberkulasis baru mulai aktif akan ditemukan leukosit
meningkat dangan hitung pergeseran kekiri. Laju endap darah juga meninggi dan
jumlah limfosit masih normal. Bila keaadaan sembuh maka leukosit akan kembali
normal dan laju endap darah turun dan kembali normal.
12

Hasil pemeriksaan juga di dapat:


1. Anemia ringan dengan gambaran nomokrom dan normositer
2. Gama globulin meningkat
3. Kadar natrium darah menurun
Pemeriksaan serologi yang pernah dipakai adalah reaksi Takahasi. Pemeriksaan
ini dapat menunjukan proses tuberculosis aktif atau tidak namun tidak dipakai lagi
karena banyak memberikan positif palsu dan negative palsu. Pemeriksaan serologi
lainnya yang banyak dipakai Peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB) yang memiliki
nilai sensitive dan spesifik yang cukup tinggi. Prinsip dasar uji ini ialah dengan
menentukan adanya antibody IgG yang spesifik pada antigen M. tuberculosis.
Tetapi tes serologi ini kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal
untuk diagnosis TB.
- Sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena akan ditemukan kuman BTA,
diagnosis sudah pasti dan dapat sebagai evaluasi pengobatan. Cara kerjanya
diharuskan pada pasien setu hari sebelum pemeriksaan minum sebanyak 2 liter
dan dianjurkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan
tambahan obat-obatan mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam
hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit dapat dilakukan dengan cara
bronkoscopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho
alveolar lavage). BTA dari sputum dapat juga dengan menggunakan bilasan
lambung yang biasanya dilakukan pada anak-anak karena anak-anak sangat sulit
untuk mengeluarkan dahak.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada sediaan atau 5000 kuman dalam 1 ml sputum. Untuk
pewarnaan memakai Tan Thiam Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara
pulasan Kinyoun dan Gabbet. Cara pemeriksaan sputum yang dilakukan adalah :
 Pemeriksaan langsung dengan mikroskop biasa
 Pemeriksaan langsung dengan mikroskop flurosensi (pewarnaan khusus)
 Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
13

 Pemeriksaan terhadap resisten obat


- Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk


menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering
digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada
½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam
kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

Anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif
100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun
51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka
hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan
pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.
Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang
biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah),
dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh
sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti:
14

paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-
lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

1. Pembengkakan : 0–4mm,uji mantoux negatif.


(Indurasi) Arti klinis : tidak ada infeksi
Mikobakterium tuberkulosa.

2. Pembengkakan : 3–9mm,uji mantoux meragukan.


(Indurasi) Hal ini bisa karena kesalahan
teknik, reaksi silang dengan
Mikobakterium atipik atau setelah
vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan : ≥ 10mm,uji mantoux positif.


(Indurasi) Arti klinis : sedang atau pernah
terinfeksi Mikobakterium
tuberkulosa.

Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi


primer terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan.
Ditemukannya kuman Mikobakterium tuberkulosa dari kultur merupakan
diagnostik TBC yang positif, namun tidak mudah untuk menemukannya
15

- Sistem skoring

Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat

dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia,

dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring. Sistem

skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para ahli

yang IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO dan disepakati sebagai salah satu cara

untuk mempermudah penegakan diagnosis TB anak terutama di fasilitas pelayanan

kesehatan dasar.
16

Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut:

• Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai

nilai tertinggi yaitu 3.

• Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosis

TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.

• Pasien dengan jumlah skor ≥6 dari total skor 13 harus ditatalaksana sebagai pasien

TB dan mendapat OAT.

Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT

harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat terhadap respon klinis

pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik, maka OAT dapat

dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak baik maka sebaiknya

pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut.


17

2.7 Tatalaksana

Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan

profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan

profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang

terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder). Prinsip pengobatan TB anak:

• OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk mencegah

terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan

ekstraseluler

• Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang

selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan

terjadinya kekambuhan

• Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:

 Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan

minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan

berat ringannya penyakit.


18

 Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil

pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit. Selama tahap

intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk

mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika

obat tidak diminum setiap hari.

• Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal

seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain dirujuk ke fasilitas

pelayanan kesehatan rujukan.

• Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB

endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid

(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal

prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu

dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan

pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi

perlekatan jaringan.

• Panduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian

Tuberkulosis di Indonesia adalah:

o Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR

o Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR

• Panduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi

Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis

obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini

dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.


19

 Kombinasi dosis tetap OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination)

Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan

minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket

dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi

obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150

mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang

dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut.


20

2.9 Pemantauan pengobatan

Pada fase intensif pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihat

kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada fase

lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon

pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila

gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam

menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka

pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respon

pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi

pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skoring hanya digunakan

untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan.

Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan

melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto

toraks. Pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk

pemantauan pengobatan, karena uji tuberkulin yang positif masih akan

memberikan hasil yang positif. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan


21

perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka

pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai.

TB PARU DENGAN HIV / AIDS


Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan
kemungkinan koinfeksi TB-HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan
untuk seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah
dengan prevalens HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV hanya diindikasi
pada pasien TB dengan keluhan dan tanda tanda yang diduga berhubungan dengan HIV
dan pada pasien TB dengan riwayat risiko tinggi terpajan HIV.
Jadi tidak semua pasien TB paru perlu diuji HIV. Hanya pasien TB paru tertentu
saja yang memerlukan uji HIV, misalnya:
a. Ada riwayat perilaku risiko tinggi tertular HIV
b. Hasil pengobatan OAT tidak memuaskan
c. MDR TB / TB kronik Pemeriksaan minimal yang perlu dilakukan untuk
memastikan diagnosis TB paru adalah pemeriksaan BTA dahak, foto toraks dan
jika memungkinkan dilakukan pemeriksaan CD4.

Pengobatan OAT pada TB-HIV:


 Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS.
 Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat dalam
jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu yang tepat
22

 Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena akan


menyebabkan efek toksik berat pada kulit. Injeksi streptomisin hanya boleh
diberikan jika tersedia alat suntik sekali pakai yang steril.
 Desensitisasi obat (INH, rifampisin) tidak boleh dilakukan karena
mengakibatkan toksik yang serius pada hati
 Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap
pengobatan, selain dipikirkan terdapat resistensi terhadap obat juga harus
dipikirkan terdapatnya malabsorpsi obat. Pada pasien HIV/AIDS terdapat
korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat penyerapan, karenanya
dosis standar OAT yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi obat rendah
dalam serum
 Saat pemberian obat pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah
limfosit CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada
23

Keterangan:
a. Saat mengawali ART harus didasarkan atas pertimbangan klinis sehubungan
dengan adanya tanda lain dari imunodefisiensi. Untuk TB ekstraparu, ART
harus diberikan secepatnya setelah terapi TB dapat ditoleransi, tanpa
memandang CD4
b. Sebagai alternatif untuk EFV adalah: SQV/r (400/400 mg 2 kali sehari atau cgc
1600/200 1 kali sehari), LPV/r (400/400 mg 2 kali sehari) dan ABC (300 mg 2
kali sehari)
c. NVP (200 mg sehari selama 2 minggu diikuti dengan 200 mg 2 kali sehari)
sebagai pengganti EFV bila tidak ada pilihan lain. Rejimen yang mengandung
NVP adalah d4T/3TC/NVP atau ZDV/3TC/NVP
d. Paduan yang mengandung EFV adalah d4T/3TC/EFV dan ZDV / 3TC / EFV
e. Kecuali pada HIV stadium IV, mulai ART setelah terapi TB selesai
f. Bila tidak ada tanda lain dari imunodefisiensi dan penderita menunjukkan
perbaikan setelah pemberian terapi TB, ART diberikan setelah terapi TB
diselesaikan
Interaksi obat TB dengan ARV (Anti Retrovirus)
 Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya efek toksik OAT
 Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida,
kecuali Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT karena
bersifat sebagai buffer antasida
 Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan ART golongan nonnukleotida
dan inhibitor protease. Rifampisin jangan diberikan bersama dengan nelfinavir
karena rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%. Rifampisin
dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37%, tetapi sampai saat ini belum
ada peningkatan dosis nevirapin yang direkomendasikan
24

Jenis ART
25

Pembahasan
Teori Pasien

 Batuk lama ≥3 minggu, batuk  Panas badan naik turun sejak


bersifat non-remitting (tidak pernah 3,5 tahun yang lalu (sejak ibu
reda atau intensitas semakin lama pasien mulai meninggal)
semakin parah).
 Berat badan turun perlahan
 Demam lama ≥2 minggu demam namun nafsu makan anak
umumnya tidak tinggi. normal
 Berat badan turun tanpa sebab yang  Ibu meninggal dengan riw.
jelas atau berat badan tidak naik Sakit terakhir vertigo, berat
badan turun dan panas saat
 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) malam
atau berkurang, disertai gagal
tumbuh (failure to thrive)  Ayah pasien meninggal saat
pasien berusia 7 bulan
 Lesu atau malaise, anak kurang aktif
dengan keluhan diare
bermain. berkepanjangan

Pemeriksaan fisik
Teori Pasien

 Pembesaran kelenjar limfe colli,  Tidak ditemukan


axila dan inguinal
 Pembengkakan progresif deformitas
tulang dan sendi
 Uji tuberculin positif

Pemeriksaan penunjang
Teori Pasien

Laboratorium
 Leukosit meningkat  Hb 9,9 (anemia hipokrom
anisopoikilositosis, sel target
(++)
26

 Anemia ringan dengan gambaran  Leukosit 6.130


nomokrom dan normositer  Natrium 141
 Kadar natrium darah menurun
Foto thorax
 Kelainan dapat mengenai seluruh  BRPN
jaringan paru  Tulang dan cor normal
 Juga dapat mengenai kelenjar limphe
hilus. Yang biasanya gambaran
hampir sama dengan pneumonia
paling sering terkena adalah lobus
kanan

Terapi
Teori Pasien

 Panduan OAT untuk anak yang  Paracetamol Syr 3x5ml


digunakan oleh Program Nasional  FDC Intensif 1x1 tab
Pengendalian Tuberkulosis di  Diet TKTP
Indonesia adalah:  ARV tunda setelah klinis
 Kategori Anak dengan 3 macam membaik
obat: 2HRZ/4HR
 Paket KDT untuk anak berisi obat
fase intensif, yaitu rifampisin (R)
75mg, INH (H) 50 mg, dan
pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat
fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H
50 mg dalam satu paket. BB 17-22
2RHZ (4 Tab)/4 HR (4 tab)
 Mulai terapi ARV setelah OAT
dapat ditorelansi

Anda mungkin juga menyukai