Anda di halaman 1dari 20

BAB I

KONSEP TEORI

1.1 Pengertian

Gagal ginjal kronis atau chronic kidney disease merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat dunia, kerusakan ginjal yang terjadi membuat
ginjal tidak bisa membuang racun dan produk sisa dalam darah yang diatandai
dengan adanya protein dalam urine serta menurunnya laju filtrasi glomerulus
(Andriani dan mailani, 2017).
Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang menyebabkan fungsi
organ ginjal mengalami penurunan hingga dimana tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolism dan keseimbanga cairan dan elektrolit sehingga
menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Masi dan
Kundre, 2018).
Chronic Kidney Disease (CKD) atau yang biasa disebut gagal ginjal kronis
adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa
kelainan pada struktural atau fungsional ginjal dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dengan manifestasi patologis dan tanda kelainan ginjal
antara lain kelainan komposisi darah atau urin (Rahman dan Santika, 2021).
Gagal ginjal kronik merupakan istilah yang digunakan oleh tenaga medis
untuk menggambarkan terjadinya kerusakan ginjal yang telah berlangsung lebih
dari 3 bulan dan bersifat progresif, kerusakan yang bisa terjadi berupa gangguan
bentuk dari ginjal bahkan gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan
laju penyaringan ginjal (LFG) dengan nilai <60 ml/menit yang memberikan
implikasi kepada kesehatan (Rasyid, 2017)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah
kerusakan pada ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan fungsional
dan structural pada ginjal sehingga tidak mampu mempertahankan lingkungan
yang cocok untuk kelangsungan hidup.
1.2 Etiologi

Menurut (sylvia, 2017), banyak kondisi klinis yang menyebabkan terjadinya gagal
ginjal kronis. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan gagal
ginjal kronis (GGK) dapat disebabkan dari ginjal sendiri maupun luar ginjal.
a. Penyakit dari ginjal
1 Penyakit dari saringan (glomerulus) glomerulonephritis
2 Infeksi kuman, peilonefritis, urethritis
3 Batu ginjal (nefrolitiasis)
4 Kista di ginjal ( polcystis kidney)
5 Trauma langsung pada ginjal
6 Keganasan pada ginjal
7 Sumbatan : batu, tumor, penyempitan
b. Penyakit umum diluar ginjal
1 Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
2 Dyslipidemia
3 Systemic lupus erythematosus (SLE)
4 Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
5 Preeklamsia
6 Obat-obatan

1.3 Tanda Dan Gejala

Manifestasi klinis menurut Rasyid, (2017) sebagai berikut :


1. Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas, akibat perikarditis, effuse
persikardie dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema.
2. Gangguan Pulmonal
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak
suara krekels.
3. Gangguan Gastrointestinal
Anoreksia, nausea dan fortinus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
4. Gangguan Musculoskeletal
Resiles reg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu di
gerakkan), Burning feet sindrom (rasa kesemutan dan terbakar terutama
di telapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertrofi otot-otot
ekstremitas.
5. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6. Gangguan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam basa Biasanya
retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemis, hipomagnesemia, hipokalsemia.

1.4 Masalah keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita gagal ginjal
kronis antara lain :
1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas.
2 Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
3 Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi (uremia).
4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
5 Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

1.5 Pemeriksaan Diagnostic

Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang mendukung diagnosis antara


lain :
1. Peningkatan kadar ureum dari kreatinin serum.
2. Urinalisis : Proteinuria, diduga akibat gangguan pada glomerulus atau
tubulointerstitial
3. Sinar-X Abdomen
Melihat gambaran batu radio atau nefrokalsinosi
4. Ultrasonografi ginjal
Untuk melihat ginjal polikistik dan hidronefrosis, yang tidak terlihat pada
awal obstruksi, Ukuran ginjal biasanya normal pada nefropati diabetic.
5. CT Scan
Untuk melihat massa dan batu ginjal yang dapat menjadi penyebab GGK
6. MRI
Untuk diagnosis thrombosis vena ginjal. Angiografi untuk diagnosis stenosis
arteri ginjal, meskipun arteriografi ginjal masih menjadi pemeriksaan
standart.

1.6 Penatalaksanaan Medis

Menurut sylvia, (2017) Penatalaksanaan pada pasien dengan CKD dibagi


menjadi tiga yaitu :

1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialysis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)

b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :

- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri


- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke
jantung)
c. Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam


praktik keperawatan. Hal ini dapat disebut sebagai suatu pendekatan untuk
memecahkan masalah (problem solving) yang memerlukan ilmu, tehnik, dan
keterampilan interpersonal yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien,
keluarga, dan masyarakat. Proses keperawatanj terdiri atas lima tahap yang
berurutan dan saling berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.

Data fokus yang berhubungan dengan gagal ginjal kronis meliputi adanya
tingkat kesadaran, nyeri pinggang, mual-mual sampai muntah, sakit kepala,
kelemahan, kulit kering dan bersisik, Menurut Sylvia (2017) pengkajian yang
perlu dilakukan pada pasien dengan diagnose gagal ginjal kronis antara lain :

1. Biodata
a. Nama
b. Nomor registrasi
Merupakan nomor rekam medic pasien yang bersifat rahasia
dikarenakan terdapat data-data penting mengenai pasien.
c. Usia
Usia pasien gagal ginjal kronik bervariasi tidak hanya di usia lansia
saja, namun juga ada pada usia dewasa (usia 30-60 tahun)
d. Jenis kelamin
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian ggal ginjal, namun laki-
laki sering muncul resiko lebih tinggi karena terkait pekerjaan dan pada
pola hidup sehat
e. Alamat
Alamat tempat tinggal sekarang dan ditulis secara lengkap seperti nama
jalan, RT, RW, Desa atau kelurahan, dan blok.

2. Airway
Adanya sumbatan jalan napas atau tidak.
3. Breathing
Pasien belum sadar dilakukan evaluasi seperti pola napas, tanda-tanda
obstruksi, pernapasan cuping hidung, frekuensi napas, pengerakan rongga
dada: apakah simetris atau tidak, suara napas tambahan: apakah tidak ada
obstruksi total, udara napas yang keluar dari hidung, sianosis pada
ekstremitas, auskultasi: adanya wheezing atau ronkhi.
4. Sirculation
Tanda-tanda vital biasanya naik terutama tekanan darah dan pernapasan,
terdapat nyeri pada pinggang sampai tembus ke perut depan, terdapat
kondisi pasien mual mual hingga muntah
5. Disability
Adanya lemah atau letargi, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan
kasadaran bisa sampai koma. Penilaiannya menggunakan Glasgow Coma
Scal atau GCS dengan memperhatikan 3 aspek yaitu eye (E), verbal (V),
dan Motorik (M). Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score)
dengan rentang angka 1-6 tergantung responnya
- Compos Mentis(conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
- Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.Delirium, yaitu gelisah, disorientasi
(orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal.
- Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal
- Stupor (stupor koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri
- Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya),
6. Pengkajian sekunder
a. keluhan utama: keluhan utama biasanya nyeri pada pinggang, kencing
sedikit, edema pada kaki, mual,muntah, mulut terasa kering, rasa lelah
dan sesak nafas.
b. Keluhan penyakit saat ini: mekanisme terjadinya.
c. Riwayat penyakit terdahulu: Kaji adanya riwayat gagal ginjal akut, Kaji
adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan
yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada
masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk
dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu

7. Pemeriksaan fisik head to toe

a. Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir
kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
b. Leher
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher
c. Dada
Biasanya terdapat Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-
debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (ronkhi basah), terdapat pembesaran
jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
d. Abdomen
Biasanya perut Nampak buncit, palpasi terdengar suara timpani pada regio
2 karena terdapat gas pada lambung, Terjadi peningkatan nyeri, penurunan
peristaltik, turgor menurun
e. Ekstremitas
Secara abnormal urin keruh, mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, mioglubin, forfirin.
f. Genitalia
Kegagalan ginjal secara menyeluruh dapat mengakibatkan penurunan
output urine sekitar 500-700 ml/hari, Secara abnormal urin keruh,
mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat lunak,
sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglubin,
forfirin.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita gagal ginjal
kronis antara lain :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas.
2. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
3. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi (uremia).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
5. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
2.3 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi


keperawatan
1. Pola napas Menurut Tim Pokja Menurut Tim Pokja PPNI (2018).
tidak PPNI (2019) kriteria Intervensi pada Pola napas tidak
efektif hasil yang didapatkan efektif adalah
adalah
Pemantauan Respirasi (I.01014)

Pola Napas (L.01004)


Observasi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1. Monitor frekuensi, irama,
diharapkan pola napas kedalaman, dan upaya
membaik dengan kriteria napas
hasil: 2. Monitor pola napas (seperti
1. Ventilasi semenit bradipnea, takipnea,
meningkat hiperventilasi, Kussmaul,
2. Kapasitas vital Cheyne-Stokes, Biot,
meningkat ataksik0
3. Diameter thoraks 3. Monitor kemampuan batuk
anterior-posterior efektif
meningkat 4. Monitor adanya produksi
4. Tekanan sputum
ekspirasi 5. Monitor adanya sumbatan
meningkat jalan napas
5. Tekanan inspirasi 6. Palpasi kesimetrisan
meningkat ekspansi paru
6. Dyspnea 7. Auskultasi bunyi napas
menurun 8. Monitor saturasi oksigen
7. Penggunaan otot 9. Monitor nilai AGD
bantu napas 10. Monitor hasil x-ray
menurun
8. Pemanjangan toraks
fase ekspirasi
Terapeutik
menurun
9. Orthopnea
1. Atur interval waktu
menurun
pemantauan respirasi sesuai
10. Pernapasan
kondisi pasien
pursed-tip
2. Dokumentasikan hasil
menurun
pemantauan
11. Pernapasan
cuping hidung Edukasi
menurun
1. Jelaskan tujuan dan
12. Frekuensi napas
prosedur pemantauan
membaik
2. Informasikan hasil
13. Kedalaman napas
pemantauan, jika perlu
membaik
14. Ekskursi dada
membaik
2 hipervolem Menurut Tim Pokja Menurut Tim Pokja PPNI (2018),
ia PPNI (2019) kriteria intervensi keperawatan pada gangguan
hasil yang didapatkan hipervolemia adalah
adalah
Manajemen Hipervolemia (I.03114)
Status Cairan (L03028)
Observasi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
1. Periksa tanda dan gejala
diharapkan
hypervolemia
keseimbangan cairan
2. Identifikasi penyebab
meningkat dengan
hypervolemia
kriteria hasil:
3. Monitor status hemodinamik,
1. Kekuatan nadi
tekanan darah, MAP, CVP,
meningkat
PAP, PCWP, CO jika
2. Turgor kulit
tersedia
meningkat 4. Monitor intaje dan output
3. Output urine cairan
meningkat 5. Monitor tanda
4. Pengisian vena hemokonsentrasi ( kadar
meningkat Natrium, BUN, hematocrit,
5. Ortopnea berat jenis urine)
menurun 6. Monitor tanda peningkatan
6. Dyspnea tekanan onkotik plasma
menurun 7. Monitor kecepatan infus
7. PND menurun secara ketat
8. Edema anasarka 8. Monitor efek samping
menurun diuretic
9. Edema perifer
Terapeutik
menurun
10. Berat badan
1. Timbang berat bada setiap
menurun
hari pada waktu yang sama
11. Distensi vena
2. Batasi asupan cairan dan
jugularis
garam
menurun
3. Tinggikan kepala tempat
12. Suara napas
tidur 30-40 derajat
tambahan
menurun Edukasi
13. Kongesti paru
1. Anjurkan melapor jika
menurun
haluaran urine <0.5
14. Perasaan lemah
ml/kg/jam dalam 6 jam
menurun
2. Anjurkan melapor jika BB
15. Keluhan haus
bertambah > 1 kg dalam
menurun
sehari
16. Konsentrasi urine
3. Ajarkan cara mengukur dan
menurun
mencatat asupan dan haluaran
17. Frekuensi nadi
cairan
membaik
4. Ajarkan cara membatasi
18. Tekanan darah cairan
membaik
Kolaborasi
19. Tekanan nadi
membaik
1. Kolaborasi pemberian diuritik
20. Membrane
2. Kolaborasi penggantian
mukosa membaik
kehilangan kalium akibat
21. JVP membaik
diuretic
22. Kadar Hb
3. Kolaborasi pemberian
membaik
continuous renal replacement
23. Kadar Ht
therapy
membaik
24. Berat badan
membaik
25. Hepatomegaly
membaik
26. Oliguria
membaik
27. Intake cairan
membaik
28. Suhu tubuh
membaik

3 Nausea Menurut Tim Pokja Menurut Tim Pokja PPNI (2018).


PPNI (2019) kriteria Intervensi pada nausea adalah
hasil yang didapatkan
Menejemen Mual (I. 03117)
adalah

Observasi
Tingkat Nausea
(L.08065) 1. Identifikasi pengalaman mual
Setelah dilakukan 2. Identifikasi isyarat nonverbal
tindakan keperawatan ketidak nyamanan (mis. Bayi,
diharapkan tingkat anak-anak, dan mereka yang
nausea menurun dengan
kriteria hasil tidak dapat berkomunikasi
1. Nafsu makan secara efektif)
meningkat 3. Identifikasi dampak mual
2. Keluhan mual terhadapkualitas hidup (mis.
menurun Nafsu makan, aktivitas,
3. Perasaan ingin kinerja, tanggung jawab
muntah menurun peran, dan tidur)
4. Perasaan asam 4. Identifikasi faktor penyebab
dimulut menurun mual (mis. Pengobatan dan
5. Sensasi panas prosedur)
menurun 5. Identifikasi antiemetik untuk
6. Sensasi dingin mencegah mual (kecuali mual
menurun pada kehamilan)
7. Frekuensi 6. Monitor mual (mis.
menelan Frekuensi, durasi, dan tingkat
menurun keparahan)
8. Diaphoresis 7. Monitor asupan nutrisi dan
menurun kalori
9. Jumlah saliva
Terapeutik
menurun
10. Pucat membaik
1. Kendalikan faktor lingkungan
11. Takikardia
penyebab mual (mis. Bau tak
membaik
sedap, suara, dan rangsangan
12. Dilatasi pupil
visual yang tidak
membaik
menyenangkan)
2. Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual (mis.
Kecemasan, ketakutan,
kelelahan)
3. Berikan makan dalam jumlah
kecil dan menarik
4. Berikan makanan dingin,
cairan bening, tidak berbau
dan tidak berwarna, jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan istirahat dan tidur


yang cukup
2. Anjurkan sering
membersihkan mulut, kecuali
jika merangsang mual
3. Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak
4. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi mual (mis.
Biofeedback, hipnosis,
relaksasi, terapi musik,
akupresur)

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu

4 Intoleransi Menurut Tim Pokja Menurut Tim Pokja PPNI (2018).


Aktivitas PPNI (2019) kriteria Intervensi pada intoleransi aktivitas
hasil yang didapatkan adalah
adalah
Manajemen Energi (I. 05178)

Toleransi Aktivitas
Observasi
(L.05047)
Setelah dilakukan 1. Identifkasi gangguan fungsi
tindakan keperawatan tubuh yang mengakibatkan
diharapkan toleransi
kelelahan
Aktivitas meningkat
2. Monitor kelelahan fisik dan
dengan kriteria hasil:
emosional
1. Frekuensi nadi
3. Monitor pola dan jam tidur
meningkat
4. Monitor lokasi dan
2. Saturasi oksigen
ketidaknyamanan selama
meningkat
melakukan aktivitas
3. Kemudahan
dalam melakukan
Terapeutik
aktivtas sehari
hari meningkat 1. Sediakan lingkungan nyaman
4. Kecepatan dan rendah stimulus (mis.
berjalan cahaya, suara, kunjungan)
meningkat 2. Lakukan rentang gerak pasif
5. Jarak berjalan dan/atau aktif
meningkat 3. Berikan aktivitas distraksi
6. Kekuatan tubuh yang menyenangkan
bagian atas 4. Fasilitas duduk di sisi tempat
meningkat tidur, jika tidak dapat
7. Kekuatan tubuh berpindah atau berjalan
bagian bawah
Edukasi
meningkat
8. Toleransi dalam
1. Anjurkan tirah baring
menaiki tangga
2. Anjurkan melakukan
meningkat
aktivitas secara bertahap
9. Keluhan lelah
3. Anjurkan menghubungi
menurun
perawat jika tanda dan gejala
10. Dyspnea saat
kelelahan tidak berkurang
aktivitas
4. Ajarkan strategi koping untuk
menurun
mengurangi kelelahan
11. Dyspnea setelah
aktivitas
menurun
12. Perasaan lemah
menurun Kolaborasi
13. Aritmia saat
aktivitas 1. Kolaborasi dengan ahli gizi
menurun tentang cara meningkatkan
14. Aritmia setelah asupan makanan
aktivitas
menurun
15. Sianosis menurun
16. Warna kulit
membaik
17. Tekanan darah
membaik
18. Frekuensi napas
membaik
19. EKG iskemia
membaik
5 Resiko Menurut Tim Pokja Menurut Tim Pokja PPNI (2018).
jatuh PPNI (2019) kriteria Intervensi pada Resiko jatuh adalah
hasil yang didapatkan
Pencegahan jatuh (I.14540)
adalah

Observasi
Tingkat Jatuh
(L.14138) 1 Identifikasi faktor risiko jatuh (
Setelah dilakukan mis usia > 65 tahun ,
tindakan keperawatan penurunan tingkat kesadaran ,
diharapkan tingkat jatuh defisit kognitif , hipotensi
menurun dengan kriteria ortostatik , gangguan
hasil keseimbangan , gangguan
1. Jatuh dari tempat penglihatan , neuropat )
tidur menurun 2 Identifikasi risiko jatuh
2. Jatuh saat berdiri setidaknya sekali setiap shift
menurun atau sesuai dengan kebijakan
3. Jatuh saat duduk institusi
menurun 3 Identifikasi faktor lingkungan
4. Jatuh saat yang meningkatkan risiko
berjalan menurun jatuh ( mis . lantai licin ,
5. Jatuh saat penerangan kurang )
dipindahkan 4 Hitung risiko jatuh dengan
menurun menggunakan skala ( mis . Fall
6. Jatuh saat naik Morse Scale , Humpty Dumpty
tangga menurun Scale ) , Jika perlu
7. Jatuh saat di 5 Monitor kemampuan
kamar mandi berpindah dari tempat tidur ke
menurun kursi roda dan sebaliknya
8. Jatuh saat 6 Terapeutik
membungkuk 7 Orientasikan ruangan pada
menurun pasien dan keluarga
8 Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
9 Pasang handrall tempat tidur
10 Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
11 Tempatkan pasien berisiko
tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari nurse
station
12 Gunakan alat bantu berjalan
( mis . kursi roda , walker )
13 Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi

1. Anjurkan memanggil perawat


jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas
kakl yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
5. Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, R. F., & Mailani, F. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan


Kepatuhan Diet Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis. Jurnal Endurance 2(3) October 2017 (416-423)
Masi, G. N. M., & Kundre, R. (2018). Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal
Ginjal Kronik Dengan Comorbid Faktor Diabetes Melitus Dan Hipertensi
Di Ruangan Hemodialisa RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-Jurnal
Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 2, 3 April 2018
PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Rahman, Shahrul., & Shantika. Kasih. (2021). Faktor Penyebab Penyakit Ginjal
Kronik Pada Pasien Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Unit
Hemodialisis Rumah Sakit Khusus Ginjal Rasyida Medan Tahun 2019.
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 5 No. 2 Mei 2021
Rasyid, Nur. (2017). Milestones of kidney transplantation in Indonesia. Medical
Journal of Indonesia, 26(3), 229-36.
Sylvia P & Lorraine W. (2017). Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

Anda mungkin juga menyukai