Oleh:
.
Gambar Struktur tulang rawan normal
Pada sendi sinovial atau diarthrodial, dua ujung tulang tidak tersambung
secara langsung, namun menyatu dalam kapsul sendi fibrosa yang
mengelilingi dan menopang sendi. Terdapat dua lapisan kapsul, yaitu lapisan
luar dan lapisan dalam yang disebut membran sinovial. Membran sinovial
menutupi tendon yang menghubungkan tulang dengan otot dan ligamen yang
menghubungkan tulang satu dengan lainnya, serta menyekresi cairan licin
yang melumasi sendi. Cairan ini disebut cairan sinovial yang juga bertindak
sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Asam hialuronat adalah
senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan
disintesis oleh membran sinovial (Chang et al., 2010). Selain itu beberapa
sendi (seperti bahu dan lutut) mempunyai kantong bursa (bursae), yaitu
kantung kecil berisi cairan yang berfungsi sebagai bantalan sendi dan
mengurangi gesekan (Fadhilah, 2016).
Kartilago sendi tidak memiliki jaringan vaskular dan persarafan
sehingga mudah dikompresi, hingga kehilangan 40% dari kandungan semula.
Dalam sendi sinovial, kartilago sendi ditemukan diantara rongga sinovial, dan
penyempitan jaringan kalsifikasi diatas tulang subkhondral (Pearle et al.,
2005). Tulang kartilago terdiri dari bahan yang kompleks, hidrofilik, dan
matriks ekstraselular dengan tebal 2–3 mm dan mengandung sekitar 75%-
85% air, 2%-5% kondrosit, protein kolagen, proteoglikan, dan asam
hialuronat (Buys dan Elliott, 2008). Tulang rawan kartilago memiliki struktur
berlapis dan terorganisir yang dapat bekerja secara fungsional dan struktural.
Tulang rawan ini dibagi menjadi empat zona, yaitu: zona dangkal atau
tangensial, zona tengah atau transisi, zona dalam atau radial, dan zona
kartilago yang mengandung kalsium (Fadhilah, 2016).
B. Konsep Medis
1. Definisi
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang
berjalan secara progesif lambat ditandai dengan kerusakan tulang rawan
sendi dan struktur sendi diarthrodial. Penggunaan tulang rawan yang
berlebihan akan mempengaruhi sendi dan meremas tulang rawan termasuk
lutut, pinggul, jari, dan daerah tulang belakang bawah sehingga
menyebabkan nyeri sendi dan gangguan mobilitas. Gangguan tersebut
semakin parah dan dapat menimbulkan kecacatan. Osteoarthritis ditandai
dengan perubahan degeneratif pada tulang, tulang rawan, menisci,
ligamen, dan jaringan sinovial. Bagian yang paling sering terkena OA
adalah vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki (Fadhilah, 2016).
Osteoartritis (OA) merupakan kegagalan pembaikan kerusakan di
sendi yang disebabkan oleh stress mekanik yang berlebihan. Penyakit ini
bersifat degeneratif kronik non inflamasi serta progresif lambat, ditandai
dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi tulang pada
tepinya, sklerosis tulang subkondral, perubahan pada membran sinovial,
disertai nyeri, biasanya setelah aktivitas berkepanjangan, dan kekakuan,
khususnya pada pagi hari atau setelah inaktivitas. Penyakit ini disebut juga
degenerative arthritis, hypertrophic arthritis, dan degenerative joint
disease. Osteoartritis adalah bentuk artritis yang paling umum terjadi yang
mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dan salah satu penyebab
terbanyak kecacatan di negara berkembang (Zin, 2017).
Osteoarthritis pada sendi panggul (osteoarthritis hip) juga merupakan
kasus tersering setelah osteoarthritis pada lutut. Gejala yang dirasakan juga
hampir sama dengan osteoarthritis pada lutut, namun bedanya pada kasus
ini gejala akan terasa pada bagian panggul.
2. Klasifikasi
Menurut Zin (2017) pada umumnya diagnosis osteoarthritis
didasarkan pada gabungan gejala klinik dan perubahan radiografi. Gejala
klinik perlu diperhatikan, oleh karena tidak semua pasien dengan
perubahan radiografi osteoarthritis mempunyai keluhan pada sendi.
Terdapat 4 kelainan radiografi utama pada osteoarthritis, yaitu:
penyempitan rongga sendi, pengerasan tulang bawah rawan sendi,
pembentukan kista di bawah rawan sendi dan pembentukan osteofit,
sendi yang dapat terkena osteoarthritis antara lain:
a. Osteoarthritis sendi lutut.
b. Osteoarthritis sendi panggul (Hip)
c. Osteoarthritis sendi-sendi kaki
d. Osteoarthritis sendi bahu.
e. Osteoarthritis sendi-sendi tangan.
f. Osteoarthritis tulang belakang
Namun ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis
berdasarkan primer dan sekunder seperti yang dilakukan Atman et al.
dalam Zin (2017)
Berdasarkan etiologi, OA dibagi menjadi 2 yaitu OA primer dan
OA sekunder.
a. Osteoartritis Primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui
penyebabnya dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. Meski demikian,
osteoartritis primer banyak dihubungkan pada penuaan (Zin, 2017).
Pada orang tua, volume air dari tulang muda meningkat dan
susunan protein tulang mengalami degenerasi. Akhirnya, kartilago
mulai degenerasi dengan mengelupas atau membentuk tulang muda
yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan total dari bantal
kartilago antara tulang-tulang dan sendi- sendi. Penggunaan berulang
dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat membuat
bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri
dan pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini
menyebabkan gesekan antar tulang, menjurus pada nyeri dan
keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan dari kartilago dapat juga
menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru yang terbentuk
di sekitar sendi-sendi (Zin, 2017).
Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu
maupun banyak sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul,
lutut), sendi- sendi kecil (carpometacarpal, metacarpophalangeal),
sendi apophyseal dan atau intervertebral pada tulang belakang,
maupun variasi lainnya seperti OA inflamatorik erosif, OA
generalisata, chondromalacia patella, atau Diffuse Idiopathic Skeletal
Hyperostosis (DISH) (Zin, 2017).
Menurut Fadhilah (2016) osteoartritis primer dibagi atas:
1) Osteoarthritis Lokal (menyerang satu atau dua sendi)
a) Tangan: Nodus Heberden dan Bouchard (nodal), arthritis
erosi antar jari tangan (non nodal), karpal-metakarpal
pertama.
b) Kaki: Halluks valgus, halluks rigidus, jempol terkontraksi
talonavikularis.
c) Lutut: kompartemen medial, kompartemen lateral,
kompartemen patelofemoralis.
d) Panggul: Eksentrik (superior), konsentrik (aksial, medial),
difus (koksa senilis)
e) Tulang belakang: Sendi apofisialis, antarvertebra (diskus),
spondilosis (osteofit), ligamentosa (hyperostosis, penyakit
Forestier, difus hiperostosis rangka idiopatik)
f) Tempat tunggal lainnya: glenohumeralis,
akromioklavikularis, tibiotalar, sakroiliaka,
temporomandibularis.
2) Osteoarthritis Generalisata (menyerang tiga sendi atau lebih)
a) Kecil (peripheral) dan tulang belakang
b) Besar (sentral) dan tulang belakang
3) Campuran (peripheral dan sentral) dan tulang belakang
b. Osteoartritis Sekunder
Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit
atau kondisi lainnya, seperti pada post-traumatik, kelainan
kongenital dan pertumbuhan (baik lokal maupun generalisata),
kelainan tulang dan sendi, penyakit akibat deposit kalsium, kelainan
endokrin, metabolik, inflamasi, imobilitas yang terlalu lama, serta
faktor risiko lainnya seperti obesitas, operasi yang berulangkali pada
struktur-struktur sendi, dan sebagainya
3. Etiologi
OA primer (idiopatik) terjadi karena kelainan genetik, yaitu adanya
degenerasi artikular yang belum jelas penyebabnya (Maharani, 2007).
Sedangkan OA sekunder sering disebabkan oleh trauma dan imobilitas
yang terlalu lama, kelainan endokrin, penyakit metabolik, faktor bawaan,
inflamasi, infeksi dan sebab lainnya. Pada OA sekunder, tulang rawan
artikular dapat rusak oleh trauma atau gangguan inflamasi sebelumnya,
sehingga dapat meremas sintesis proteoglikan dengan cara perilisan
enzim oleh sel sinovial dan leukosit yang dapat menyebabkan
pengurangan proteoglikan dari matriks, dan pengurangan cairan sinovial
yang diturunkan interleukin-1 (IL-1) (Solomon et al., 2010 dalam
Fadhilah, 2016).
Menurut Fadhilah (2016) penyebab dari osteoartritis sekunder
adalah sebagai berikut:
a. Trauma (akut, kronik)
b. Konginental atau perkembangan:
1) Penyakit lokal: Legg-Calve-Perthes, dislokasi panggul
konginental, epifisis selip
2) Faktor mekanik: panjang ekstremitas bawah yang tidak sama,
deformitas
3) Valgus/varus, sindroma hipermobilitas
c. Displasia tulang: displasia epifis, displasia spondiloapofisis,
osteonikondistrofi
d. Metabolik (Okronosis, hemakromatosis, penyakit Wilson, penyakit
Gaucher)
e. Endokrin (akromegali, hiperparatiroidisme, diabetes mellitus,
kegemukan, hipotiroidisme)
f. Penyakit endapan kalsium:
a) Lokal: fraktur, nekrosis avaskuler, infeksi, gout
b) Difus: arthritis rheumatoid, penyakit Paget, osteopetrosis,
osteokondriti (Neuropatik (sendi Charcot)
g. Endemik (Kashin-Beck, mseleni)
h. Lain-lain (Frosibite, penyakit Casson, hemoglobinopati)
4. Faktor Risiko
Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA yaitu
faktor predisposisi dan faktor biomekanis. Faktor predisposisi merupakan
faktor yang memudahkan seseorang untuk terserang OA. Sedangkan
faktor biomekanik lebih cenderung kepada faktor mekanis/ gerak tubuh
yang memberikan beban atau tekanan pada sendi lutut sebagai alat gerak
tubuh, sehingga meningkatkan risiko terjadinya OA (Adhiputra, 2017).
a. Faktor Predisposisi
1) Usia
Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan
kelemahan di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi kalsifikasi
tulang rawan dan menurunkan fungsi kondrosit yang semuanya
mendukung terjadinya OA.
2) Jenis Kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih
tinggi dibandingkan perempuan. Tetapi setelah usia lebih dari 50
tahun prevalensi perempuan lebih tinggi menderita OA
dibandingkan laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi semakin
berkurang setelah menginjak usia 50- 80 tahun. Hal trsebut
diperkirakan karena pada masa usia 50-80 tahun wanita
mengalami pengurangan hormone estrogen yang signifikan.
3) Ras/Etnis
Prevalensi OA lutut pada pasien di Negara Eropa dan
Amerika tidak berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan
bahwa ras Afrika- Amerika memiliki risiko menderita OA lutut 2
kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia.
4) Faktor genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA
lutut, hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetik
untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan.
5) Faktor Gaya hidup
Kebiasaan merokok Banyaknya penelitian telah
membuktikan bahwa ada hubungan positif antara merokok
meningkatkan kandungan racun dalam darah dan mematikan
jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan
terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat merusak sel
tulang rawan sendi. Hubungan anatara merokok dengan hilangnya
tulang rawan pada OA dapat dijelaskan sebgai berikut:
a) Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel
tulang rawan sendi.
b) Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang
mempengaruhi hilangnya tulang rawan.
c) Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida
dalam darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan
dapat menghambat pembentukan tulang rawan.
6) Penyakit lain
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus,
hipertensi dan hiperurikemia, dengan catatan pasien tidak
mengalami obesitas
7) Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat di
modifikasi. Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada
sendi. Peningkatan berat badan akan melipat gandakan beban
sendi saat berjalan terutama sendi lutut.
8) Osteoporosis
Osteoporosi merupakan salah satu faktor risiko yang dapat
menyebabkan osteoartritis. Salah satu faktor resiko osteopororsis
adalah minum-minum alkohol. Sehingga semakin banyak orang
mengkonsumsi alkohol sehingga akan mudah menjadi
osteoporosis dan osteoporosis akan menyebabkan osteoartritis.
b. Faktor Biomekanis
1) Riwayat trauma lutut
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligament
krusiatum dan meniscus merupakan faktor risiko timbulnya OA
lutut. Studi Framingham menemukan bahwa orang dengan
riwayat trauma lutut memiliki risiko 5-6 kali lipat lebih tinggi
untuk menderita OA lutut. Hal tersebut biasanya terjadi pada
kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan
kecacatan yang lama dan pengangguran.
2) Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutu anatara lain kelainan local
pada sendi lutut seperti genu varum, genu valgus, legg-calve
Perthes disease dan dysplasia asetubulum. Kelemahan otot
quadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi lutut termasuk
kelainan local yang juga menjadi faktor risiko OA lutut.
3) Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat
terutama yang banyak menggunakan kekuatan bertumpu pada
lutut dan pinggang. Prevalensi lebih tinggi menderita OA lutut
ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan penambang
dibandingkan pekerja yang tidak menggunakan kekuatan lutut
seperti pekerja administrasi. Terdapat hubungan signifikan
anatara pekerjaan yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian
OA lutut.
4) Aktivitas fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih
setiap hari), berjalan jauh (2 jam atau lebih setiap hari),
mengangkat barang berat (10kg-20 kg) selama 10 kali atau lebih
setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor
risiko OA lutut.
5) Atlit
Olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti
sepak bola, lari marathon dan kung fu memiliki risiko
meningkatkan untuk menderita OA lutut. Kelemahan otot
quadrisep primer merupakan faktor risiko bagi terjadinya OA
dengan proses menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi shock
yang menyerap materi otot. Tetapi, disisi lain seseorang yang
memliki aktivitas minim sehari-hari juga berisiko mengalami OA.
Ketika seseorang tidak mengalami gerakan, aliran cairan sendi
akan berkurang dan berakibat aliran makanan yang masuk ke
sendi juga berkurang. Hal tersebut akan menyebabkan proses
degeneratif berlebihan
5. Manifestasi Klinis
Menurut Adhiputra (2017) manifestasi klienis yang dapat
ditimbulkan karena osteoartritis adalah sebagai berikut:
a. Persendiaan terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan. Pada mulanya
hanya terjadi pagi hari, tetapi apabila dibiarkan akan bertambah buruk
dan menimbulkan rasa sakit setiap melakukan gerakan tertentu,
terutama pada waktu menopang berat badan, namun bisa membaik
bila diistirahatkan. Pada beberapa pasien, nyeri sendi dapat timbul
setelah istirahat lama, misalnya duduk dikursi atau di jok mobil dalam
perjalanan jauh. Kaku sendi pada OA tidak lebih dari 15-30 menit dan
timbul istirahat beberapa saat misalnya setelah bangun tidur.
b. Adanya pembengkakan/peradangan pada persendiaan. Pembengkakan
bisa pada salah satu tulang sendi atau lebih. Hal ini disebabkan karena
reaksi radang yang menyebabkan pengumpulan cairan dalam ruang
sendi, biasanya teraba panas tanpa ada kemerahan.
c. Nyeri sendi terus-menerus atau hilang timbul, terutama apabila
bergerak atau menanggung beban.
d. Persendian yang sakit berwarna kemerah-merahan.
e. Kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendiaan
f. Kesulitan menggunakan persendiaan
g. Bunyi pada setiap persendiaan (krepitus). Gejala ini tidak
menimbulkan rasa nyeri, hanya rasa tidak nyaman pada setiap
persendiaan (umumnya tulang lutut)
h. Perubahan bentuk tulang.
6. Pathopysiological Pathway
Osteoarthritis ditandai dengan faktor kerusakan sendi dan struktur
sendi diarthrodial yang ditandai oleh kerusakan progresif tulang rawan
sendi, hilangnya artikular hialin tulang rawan, penebalan tulang
subkondral dan kapsul sendi, renovasi tulang, pembentukan osteofit,
sinovitis ringan, dan perubahan lainnya. Osteoarthritis terbentuk pada
dua keadaan, yaitu (1) sifat kartilago sendi dan tulang subkhondral
normal, tetapi terjadi beban berlebihan terhadap sendi sehingga jaringan
rusak; (2) beban yang ada secara fisiologis normal, tetapi sifat kartilago
sendi atau tulang kurang baik. Penggunaan terus-menerus dari sendi
mengakibatkan hilangnya tulang rawan karena kontak dari tulang ke
tulang yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya OA (Fadhilah, 2016).
Secara makroskopik, perubahan tulang rawan OA dapat dilihat
sebagai pelunakan atau kondromalasia, fibrilasi, erosi, kerusakan tulang
rawan dan kegagalan perbaikan tulang rawan, hilangnya lapisan tulang
rawan, nekrosis seluler, kondrosit kloning, dan duplikasi tidemark. Pada
stadium awal, tulang rawan lebih tebal daripada bentuk normal, tetapi
tulang rawan melunak, integritas tulang terputus, dan terbentuk celah
vertikal (fibrilisasi) yang dapat mengakibatkan remodeling dan hipertrofi
tulang. Pelunakan tulang rawan tersebut dikarenakan adanya peningkatan
kadar enzim protease, seperti matriks metalloproteinase (MMPs). Enzim
protease katabolik ini memiliki peran penting dalam inisiasi dan
perkembangan OA. Selanjutnya, ditandai dengan meningkatnya kadar air
dan pelunakan tulang rawan berat dan sendi. Hal tersebut dapat
membentuk ulkus kartilago dalam yang meluas ke tulang, sehingga
terjadi kemampuan menahan stres mekanik dengan cara perbaikan
kartilaginosa. Pertumbuhan kartilago dan tulang di tepi sendi
menyebabkan terbentuknya osteofit, yang mengubah kontur sendi dan
membatasi gerakan (Fadhilah, 2016).
Penurunan kelenturan sendi, penurunan hormon estrogen, Kelemahan otot, beban sendi
abnormalitas sintesis kolagen, perusakan sel tulang rawan, berlebih
beban berlebih sendi
Kerusakan progresif tulang rawan sendi, hilangnya artikular sendi, penebalan tulang subkondrial dan kapsul sendi
Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow
Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan TIK 4
c. Gangguan citra tubuh b.d perubahan fungsi tubuh d.d struktur tubuh
berubah
Tujuan dan Intervensi Keperawatan
Luaran yang
Diharapkan
Tujuan: 1. Observasi
Setelah dilakukan a. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan
tindakan tahap perkembangan
keperawatan b. Identifikasi perubahan citra tubuh yang
diharapkan citra menyebabkan isolasi sosial
tubuh meningkat c. Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap
Luaran yang diri sendiri
diharapkan: 2. Edukasi
1. Verbalisasi a. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
perasaan negatif b. Diskusikan perbedaan penampilan fisik
tentang terhadap harga diri
perubahan tubuh c. Diskusikan cara mengembangkan harapan
menurun citra tubuh secara realistis
2. Verbalisasi 3. Terapiutik
kekhawatiran a. Jelaskan pada keluarga tentang perawatan
pada reaksi orang perubahan citra tubuh
lain menurun b. Anjurkan menggunakan alat bantu
3. Melihat bagian c. Anjurkan mengikuti kelompok pendukung
tubuh neburun d. Latih fungsi tubuh yang dimiliki
4. Menyentuh
bagian tubuh
menurun