Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan jaman, pola hidup masyarakat juga ikut

mengalami perubahan. Masyarakat sekarang maunya semua serba cepat, mudah

dan praktis. Orang semakin malas berjalan untuk pergi ke suatu tempat dalam jarak

dekat dan lebih memilih memakai sepeda motor atau mobil lebih karena lebih cepat

dan tidak melelahkan. Gaya hidup serba cepat juga terjadi dalam pola makan dan

minum yang berpotensi mengakibatkan peningkatan kadar kolesterol ataupun

kelebihan berat badan. Hal tersebut nantinya akan memicu munculnya berbagai

penyakit, dan salah satunya adalah osteoatritis atau masyarakat sering menyebutnya

pengapuran sendi.

Dari 5 juta penduduk Inggris, 80% dari penderita osteoarthritis adalah

berusia diatas 70 tahun. Demikian juga dari 40 juta penduduk Amerika,

diperkirakan 70- 90% penderita osteoarthritis adalah usia 75 tahun. Secara umum

pravelensi penyakit sendi di Indonesia sangat tinggi sebesar 30,3%. Di Indonesia

pravelensi osteoarthritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60

tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk osteoarthritis lutut pravelensinya cukup

tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita (Koentjoro,2010). Di Jawa

Tengah, kejadian penyakit osteoarthritis sebesar 5,1% dari semua penduduk

(Maharani, 2007) .

Dari prevalensi tersebut didapatkan bahwa penderita osteoarthritis di

Indonesia cukup besar, dimana pada tahun 1997 terdapat 12 juta penduduk

menderita osteoarthritis sehingga cukup beralasan jika sampai tahun 2025

1
osteoarthritis dan kelainan sendi lainnya merupakan penyebab 25% dari seluruh

kondisi ketidakmampuan, karena itu WHO (1998) telah melaporkan bahwa 355 juta

penduduk dunia menderita osteoarthritis dan merupakan penyebab utama bagi

kecacatan sehingga mengakibatkan biaya pemeliharaan kesehatan melonjak pada

orang dewasa tua (Aras, 2010).

Osteoartritis merupakan suatu patologi yang mengenai kartilago hialin dari

sendi, dimana terjadi pembentukan osteofit pada tulang rawan sendi dan jaringan

subchondral yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi (Bambang 2011).

Osteoartritis didefinisikan pula sebagai penyakit yang diakibatkan oleh

kejadian biologis dan mekanik yang menyebabkan gangguan keseimbangan antara

proses degradasi dan sintesis dari kondrosit matriks ekstraseluler tulang rawan

sendi dan tulang subkondral.(Misnadiarly, 2010).

Gejala klinis utama osteoartritis sendi lutut adalah nyeri. Keluhan nyeri

akan memburuk saat terjadi peningkatan pembebanan sendi, misalnya saat berjalan,

naik tangga atau jongkok. Gejala lain meliputi morning stiffness yaitu rasa kaku

pada sendi di pagi hari yang semakin membaik bila sendi semakin sering

digerakkan. Beberapa penderita osteoarthritis menunjukkan proses inflamasi sendi

dan krepitasi. Pada kondisi lanjut biasanya akan terjadi penurunan kekuatan otot

dan deformitas sendi (Husney, 2007).

Kombinasi gejala-gejala klinis di atas akan menyebabkan penderita

membatasi aktivitasnya. Kemampuan fungsional penderita untuk melakukan

aktivitas sehari-hari jelas akan turun. Penderita menjadi tergantung pada orang lain

untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga secara normal individu akan berpikir

2
untuk mengurangi gejala yang dirasakan saat sakit dan hal tersebut, dilakukan

untuk meminimalkan rasa tidak nyaman yang didapat (Potter & Perry, 2005).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Osteoarthritis Knee

1. Definisi Osteoarthritis Knee

Osteoartritis merupakan suatu patologi yang mengenai kartilago

hialin dari sendi, dimana terjadi pembentukan osteofit pada tulang rawan

sendi dan jaringan subchondral yang menyebabkan penurunan elastisitas

dari sendi (Bambang 2011).

Osteoartritis didefinisikan pula sebagai penyakit yang diakibatkan

oleh kejadian biologis dan mekanik yang menyebabkan gangguan

keseimbangan antara proses degradasi dan sintesis dari kondrosit matriks

ekstraseluler tulang rawan sendi dan tulang subkondral.(Misnadiarly, 2010).

Osteoarthritis Knee joint adalah penyakit degenerasi sendi yang

menyebabkan kerusakan cartilago pada knee joint, atau penyakit sendi yang

ditandai dengan hilangnya dan erosi cartilago knee joint serta pertumbuhan

tulang baru (osteofit) pada tepi-tepi sendi knee.

2. Anatomi Biomekanik Knee Joint

Sendi lutut (knee joint) merupakan sendi terbesar dibanding sendi

tubuh yang lain. Sendi ini terletak diantara sendi ankle dengan sendi hip

yang berfungsi sebagai stabilisator dan penggerak. Sendi lutut merupakan

sendi sinovial, dimana sendi ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a) Permukaan artikular dilapisi tulang rawan hialin

b) Mempunyai kapsul sendi

4
c) Mempunyai membran sinovial yang memproduksi cairan sinovial

d) Intraartikular di beberapa sendi terdapat miniskus yang berfungsi

sebagai peredam kejut

e) Persarafan umumnya dari saraf yang memasok otot-otot yang bekerja

pada sendi

f) Akhir saraf (nerves ending) mechanoreceptors terdapat pada kapsul dan

ligamen, proprioceptor sebagai sensasi posisi dan gerak serta nociceptor

sebagai sensasi sakit, ada juga ujung saraf simpatik (saraf otonom)

terdapat di pembuluh darah.

Semua komponen tersebut mempunyai pembuluh darah sebagai

suplai nutrisinya, kecuali tulang rawan sendi tidak mempunyai pembuluh

darah. Suplai nutrisi tulang rawan sendi diperoleh dari cairan synovial,

disamping itu cairan synovial juga berfungsi sebagai pelumasan sendi.

a. Tulang pembentuk sendi lutut

Sendi lutut komplek terdiri atas: sendi tibiofemoral, sendi

patellofemoral dan sendi proksimal tibiofibular. Sendi-sendi tersebut,

dibentuk oleh beberapa tulang yaitu: tulang femur, tibia, patella dan

fibula.

Tulang femur; ujung distal femur terdiri dari dua kondilus

besar, yakni kondilus medialis dan kondilus lateralis. Kedua kondilus

ini di posterior dipisahkan oleh lekukan interkondilaris yang sangat

dalam dan dari anterior dipisahkan oleh alur patella, dimana tempat

patella meluncur. Kedua kondilus tersebut panjangnya tidak sama,

5
menurut Hertling. Dilihat dari depan kondilus medial jauh lebih

panjang dari pada kondilus lateral, sehingga ketika berdiri dengan

permukaan kondilus femur dan tibia membentuk sudut valgus sekitar

10°, Perbedaan panjang kedua kondilus tersebut berperan dalam rotasi

dan mekanisme penguncian lutut (Darlene, 2006).

b. Jaringan lunak sekitar sendi lutut

Tulang rawan sendi atau kartilago sendi merupakan tulang

rawan hialin yang berwarna putih kebiru-biruan, yang terdiri dari

kondrosit (sel rawan sendi) dan matrik ekstraseluler. Kondrosit

berfungsi mensintesis dan memelihara matrik rawan sehingga fungsi

bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik.

Matriks ekstraseluler substansi dasarnya terdiri dari 65-80%

air, 15-25% kolagen dan 10% proteoglikan. Tulang rawan pada

permukaan sendi yang menyangga berat badan mengandung lebih

banyak glikosaminoglikan (chondroitin sulfate) dari pada tulang rawan

pada permukaan sendi yang kurang menyangga berat badan. Fungsi

kartilago sebagai penunjang jaringan lunak lain, karena permukaannya

licin dan berdaya kenyal, maka kartilago merupakan daerah peredam

guncangan dan mencegah gesekan pada permukaan sendi. Kartilago

tidak memiliki jaringan saraf dan juga tidak mempunyai pembuluh

darah, untuk mendapatkan makanannya melalui difusi dari kapiler

dalam jaringan ikat yang berdekatan (perikondrium) atau melalui

cairan sinovial. Karena kartilago tidak atau kurang mengandung

6
pembuluh darah maka bagian dalamnya mudah mengalami proses

degenerasi yang dipicu oleh “pembukaan selubung (demasking)”

seperti yang terlihat pada mikroskop. Bila kandungan air dan

chondroitin sulfat berkurang, sesuai dengan bertambahnya usia, maka

kemampuan menahan tekanan menjadi berkurang.

c. Kapsul sendi lutut

Kapsul sendi lutut biasanya disebut sebagai kapsular

ligamentum bentuknya lebar dan longgar, tipis di depan dan di

samping, dan berisi patella, ligamen, meniskus dan bursa. Kapsul sendi

lutut terdiri dari dua lapisan yaitu stratum fibrosa dan stratum sinovium.

Stratum sinovium bersatu dengan bursa suprapatellaris,

stratum sinovium sangat bervariasi tetapi seringkali memiliki dua

lapisan. Lapisan luar atau subintima yang berserat dan berlemak.

Lapisan dalam atau intimal, terdiri dari lembaran sel tipis, lebih tipis

dari selembar kertas. Sel-sel intimal ada dua jenis, jenis fibroblas dan

makrofag. Jenis fibroblas memproduksi polimer rantai gula panjang

disebut Hyaluronan yang membuat "cairan sinovial" kental seperti telur

putih, bersama dengan molekul yang disebut lubricin , yang berfungsi

untuk melumasi permukaan sendi dan nutrisi kartilago sendi. Makrofag

bertanggung jawab untuk menghilangkan zat yang tidak diinginkan dari

cairan sinovial. Kapsul sendi lutut ini termasuk jaringan fibros yang

avasculer sehingga jika cedera sulit untuk sembuhan.

7
d. Ligamen

Ligamentum mempunyai fungsi sebagai stabilisator pasif dan

pengarah gerak. Ligamen merupakan penebalan dari tunika fibrosa

kapsul sendi atau merupakan jaringan ikat yang berdiri sendiri. Ada

beberapa ligamen yang memberikan stabilisasi sendi lutut antara lain

ligamen krusiatum anterior, ligamen krusiatum posterior, ligament

kolateral lateral ligamen kolateral medial serta ligamentum tansversum.

e. Meniskus

Meniskus berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber),

meniscus menjadikan permukaan sendi lebih kongruen dan

memperbaiki retribusi, meniscus juga mengurangi gerusan (friksi)

selama gerakan dan membantu kapsul ligament mencegah

hiperekstensi. Meniskus terdiri dari jaringan penyambung yang berisi

serabut-serabut kolagen yang juga mengandung sel-sel seperti tulang

rawan. Pada potongan tranversal meniscus tampak rata kemedial, pada

permukaan luar bergabung dengan membrane sinovialis kapsula

artikularis. Meniskus bagian perifer mendapat nutrisi yang disuplai dari

arteria genu media dan arteria genu inferior yang bersama-sama

membentuk arcade arteria perimeniskus marginalis. Saat bergerak

fleksi, kedua meniscus bergerak ke posterior, meniscus lateral bergerak

lebih cepat dari meniscus medial.

Meniskus medial berbentuk setengah lingkaran dan bersatu

dengan ligamentum kolaterale medial, bagian posterior meniscus

8
medial lebih lebar dan tebal dibanding bagian anterior. Rotasi eksternal

tungkai bawah menyebabkan pergeseran dan regangan lebih besar,

sedangkan pada rotasi internal meniscus dalam keadaan longgar.

Meniskus lateralis hampir berbentuk lingkaran, meniscus ini tidak

menyatu dengan ligament kolateral laterale oleh karena itu meniscus ini

tidak banyak mendapat regangan pada macam-macam gerakan.

f. Bursa

Bursa merupakan kantong berdinding tipis dan dibatasi oleh

membrane synovial yang berisi cairan, berfungsi sebagai memudahkan

gerakan dan mencegah terjadinya friksi satu jaringan dengan jaringan

yang lain. Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara

lain: (a) bursa popliteus, (b) bursa supra patellaris, (c) bursa infra

patellaris, (d) bursa subcutan prapatellaris, (e) bursa sub patellaris.

g. Otot-otot penggerak sendi lutut

Otot berfungsi sebagi stabilisator aktif dan penggerak sendi.

Ditinjau dari segi tipe kerjanya, otot daerah sendi lutut terdiri dari otot

tipe tonik dan phasik. Yang termasuk otot tipe tonik adalah m. rektus

femoris, m. hamstring, m. tensor fasialatta dan m. gastrocnemius.

Sedangkan Otot yang termasuk tipe phasik adalah m. Sartorius, m.

grasilis dan m. plantaris. Otot-otot tipe tonik tersebut mempunyai

kecenderungan patologis ketegangan dan kontraktur, sedang otot tipe

phasik tersebut mempunyai kecenderungan patologis lemah dan atrofi.

9
Ditijau dari segi fungsinya otot daerah lulut dapat dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu kelompok otot ekstensor dan kelompok

otot fleksor, kelompok otot tersebut adalah: Kelompok otot-otot

ekstensor, terdiri dari 4 (empat) otot yang bersatu membentuk satu

tendon yang ber insertio pada tuberositas tibia. Keempat otot tersebut

disebut juga otot quadriceps femoris, yang terdiri dari: m. rektus

femoris, m. vastus medialis, m. vastus intermedius dan vastus lateralis.

M. Rektus femoris juga melakukan gerakan fleksi sendi panggul karena

origo otot tersebut berada pada spina illiaca anterior superior,

sedangkan otot-otot vastus berorigo pada femur. Kelompok otot

quadriceps femoris di innervasi oleh nervus glu- teus superior ( L 4, 5

dan Sacral).

Kelompok otot-otot fleksor sendi lutut. Kelompok otot ini

disebut otot hamstring, otot hamstring dapat dibagi menjadi dua bagian

yaitu otot-otot bagian medial dan lateral. Otot bagian medial terdiri dari

m. semi tendinosus dan m.semi membranosus, otot-otot tersebut

berperan dalam melakukan gerakan fleksi lutut selain itu m.gracilis dan

m.sartorius juga turut berperan dalam gerakan fleksi sendi lutut.

Tendon-tendon dari m.semitendinosus, m.sartorius dan m.gracilis saling

bertemu di dalam pes anserinus superficialis yang ber insersio pada

bagian anteromedial dari tuberositas tibia. M.semimembranosus

berakhir sebagai pes anserinus profundus yang melekat pada berbagai

tempat, antara lain di simpai sendi bagian belakang dan pada meniscus

10
medialis. Sedangkan otot bagian lateral terdiri dari m.biceps femoris,

otot ini juga berperan dalam gerakan endorotasi lutut.

M. Biceps femoris mempunyai kaput longum yang berorigo

pada tuber ischiadicus dan kaput brevis yang berorigo pada sepertiga

tengah labium lateral linea aspera dan septum inter muscular lateral,

kedua kaput tersebut bersatu membentuk m. Biceps femoris yang ber

insertio pada kapitulum fibula, kaput longus dari m.Biceps femoris dan

di inervasi oleh n.tibialis (L5, S1 dan S2). Selain kelompok otot

Hamstring dan Quadriceps, fungsi sendi lutut dibantu pula oleh

m.gastroknemius, m.plantaris dan m.popliteus.

h. Osteokinematik dan arthrokinematik sendi lutut

Osteokinematik adalah analisa gerak dimana gerak dipandang

dari tulang pembentuk sendi. Gerakannya dapat diukur dengan

goneometer. Gerak tersebut terdiri atas, gerak fleksi-ekstensi,

eksorotasi-endorotasi (lutut posisi fleksi), disebut gerak angulasi.

Arthrokinematik adalah analisa gerak dimana gerak dipandang

dari permukaan sendinya, juga disebut gerak intra articular, terdiri dari

gerak traksi, kompresi, slade/translasi, roll-slade dan spin.

Sendi Tibiofemoral

Merupakan bentuk sendi hinge joint dengan gerak rotasi ayun

dalam bidang sagital sebagai gerak fleksi-ekstensi, rotasi spin pada

posisi menekuk dalam bidang transversal sebagai rotasi internal dan

11
eksternal. Pada ekstensi terahir terjadi rotasi eksternal tibia yang

dikenal dengan closed rotation phenomenon.

Traksi dengan arah kaudal searah sumbu longitudinal tibia dan

kompresi dengan arah kranial searah sumbu longitudinal tibia. Saat

gerak fleksi terjadi translasi tibia ke dorsal dan saat gerak ekstensi

terjadi translasi tibia ke ventral. Disamping itu terjadi juga gerak

translasi tibia kemedial saat fleksi dan translasi tibia kelateral saat

ekstensi.

Sendi Patellofemoral

Sendi ini merupakan modified plane joint, permukaan patella

tertutup cartilago yang tebal. Fungsi dari sendi ini adalah membantu

mekanisme kerja dan mengurangi gesekan quadriceps. Kerja otot

quadriceps lebih efisien pada ekstensi 300 terakhir. Mal aligment

menimbulkan patellafemoral athralgia. Gerak geser patella terhadap

femur mengikuti pola seperti hurup C, dari ekstensi ke fleksi dan untuk

kebalikannya, patella bergerak melengkungan dari medial ke lateral

selama ekstensi lutut. Hal ini kemung- kinan besar terkait dengan

mekanisme rotasi bersamaan tibia dan bentuk dan keselarasan dari

kondilus femoralis. Gerak geser patella ke proksimal dan ke distal

sekitar 7-8 cm saat eks- tensi dan fleksi. Saat ekstensi disertai gerak ge-

ser patella ke medial hingga kembali lurus.

12
Sendi Patellofemoral

Sendi ini merupakan modified plane joint, permukaan patella

tertutup cartilago yang tebal. Fungsi dari sendi ini adalah membantu

mekanisme kerja dan mengurangi gesekan quadriceps. Kerja otot

quadriceps lebih efisien pada ekstensi 300 terakhir.

Mal aligment menimbulkan patellafemoral athralgia. Gerak

geser patella terhadap femur mengikuti pola seperti hurup C, dari

ekstensi ke fleksi dan untuk kebalikannya, patella bergerak

melengkungan dari medial ke lateral selama ekstensi lutut. Hal ini

kemungkinan besar terkait dengan mekanisme rotasi bersamaan tibia

dan bentuk dan keselarasan dari kondilus femoralis. Gerak geser patella

ke proksimal dan ke distal sekitar 7-8 cm saat ekstensi dan fleksi. Saat

ekstensi disertai gerak geser patella ke medial hingga kembali lurus.

2. Etiologi Osteoarthritis Knee

Etiologi osteoarthritis dapat diketahui berdasarkan klasifikasi

osteoarthritis. Klasifikasi osteoarthritis terdiri atas osteoarthritis primer dan

sekunder.

a. Osteoarthritis Primer

Pada osteoarthritis primer, tidak diketahui penyebabnya yang

jelas. Hal ini disebabkan oleh perubahan intrinsik dari jaringan sendi itu

sendiri. Osteoarthritis primer dapat mempengaruhi beberapa sendi dalam

pola yang klasik dan umumnya terjadi pada wanita pascamenopause

yang secara khas memperlihatkan nodul heberden.

13
Faktor genetik dapat terlibat dalam osteoarthritis primer, dimana

node Heberden menjadi 10 kali lebih berisiko terjadi osteoarthritis pada

perempuan dibandingkan laki-laki, juga ibu dan saudara perempuannya

yang terkena menjadi 2–3 kali lebih berisiko terjadi osteoarthritis primer.

Peningkatan frekuensi human leukosit antigen (HLA) Al dan B8 dapat

terjadi pada orang-orang dengan kondisi osteoarthritis. Proinflammatory

Cytokines dapat terlibat dalam proses terjadinya osteoarthritis, dan

terdapat bukti/fakta yang kuat bahwa nitric oxide yang merupakan

inorganik radikal bebas dapat berperan besar terhadap degradasi

kartilago. Iklim tampaknya tidak secara langsung terkait dengan

perubahan patologis osteoarthritis, tetapi setiap orang yang tinggal di

daerah dingin sering mengalami nyeri yang hebat akibat iklim lembab.

b. Osteoarthritis Sekunder

Osteoarthritis sekunder muncul sebagai konsekuensi dari

kondisi lain. Penyebab Osteoarthritis sekunder dapat dibagi kedalam

empat kategori yaitu : metabolisme, anatomical, traumatik atau inflamasi

(Stuart, 2003).

Osteoarthritis lebih sering muncul pada orang-orang yang

memiliki riwayat cedera atau fraktur sebelumnya pada sendi tertentu.

Trauma ringan atau kecil yang berulang-ulang dapat menyebabkan mikro

fraktur dan akhirnya terjadi osteoarthritis. Faktor-faktor pekerjaan

dianggap penting dalam perkembangan munculnya osteoarthritis

sekunder. Knee joint pada penambang memiliki risiko terkena

14
osteoarthritis, sendi carpometacarpal dan metacarpophalangeal pertama

pada penjahit juga memiliki risiko terkena osteoarthritis, elbow dan

shoulder pada operator bor juga memiliki risiko terkena osteoarthritis.

Adanya deformitas dapat meningkatkan risiko terjadinya

osteoarthritis, sebagai contoh fraktur yang menyebabkan perubahan

biomekanik atau kerusakan kartilago secara langsung jika fraktur

melibatkan permukaan sendi.

Overweight sangat berhubungan dengan perkembangan

osteoarthritis di beberapa sendi yang menumpu berat badan namun tidak

terjadi pada sendi lain. Beberapa penelitian menunjukkan ada korelasi

antara indeks massa tubuh yang tinggi dengan osteoarthritis knee,

dimana dapat diakibatkan oleh deformitas varus pada orang obesitas.

Overweight dapat menyebabkan kelelahan otot yang prematur,

selanjutnya dapat menyebabkan abnormal kinematika dan akhirnya

berkembang osteoarthritis. Overweight tampaknya memiliki hubungan

yang lebih kuat pada wanita. Peningkatan beban di sendi jelas sangat

berpengaruh, tetapi kelainan hormonal yang berhubungan dengan

obesitas juga dapat menjadi penyebab, sebagaimana telah dijelaskan

adanya peningkatan, meskipun sederhana, dapat menyebabkan

osteoarthritis pada wanita obesitas.

3. Patofisiologi Osteoarthritis Knee

Proses patologi pada osteoartritis sendi lutut harus

mempertimbangkan hubungan dengan “Struktur jaringan sekitar sendi

15
sebagai berikut: Tulang rawan sendi, tulang, membran synovial, kapsul,

ligamen dan jaringan otot”. Osteoartritis bermula dari terjadinya erosi dan

kerusakan tulang rawan sendi yang progresif tapi lambat. Tulang rawan

sendi mengalami erosi, hal ini terjadi pada pusat dan daerah penumpuan

berat badan. Selama tahap awal, sendi biasanya tanpa gejala nyeri karena

tulang rawan yang avaskular dan aneural, tetapi rasa nyeri menjadi konstan

pada tahap berikutnya. Kemudian rawan sendi mengalami fibrilasi yang

menyebabkan pelunakan, pemecahan dan fragmentasi pada daerah yang

menumpu berat ba- dan maupun yang tidak menumpu berat badan.

permukaan tulang rawan sendi menjadi tidak homogen, terpecah dengan

robekan-robekan dan timbul ulserasi. Dengan berkembangnya penyakit,

tulang rawan sendi dapat terkelupas atau hilang seluruhnya sehingga tulang

dibawahnya menjadi terbuka. Serpihan tulang rawan yang patah dapat

terjebak diantara permukaan sendi yang akan menyebabkan penguncian dan

peradangan sehingga timbul nyeri, di samping itu dipinggir tulang rawan

terjadi proliferasi.

Tulang mengalami eburnasi dimana permukaan tulang menjadi

keras/sclerosis dan licin karena tulang kehilangan perlindungan dari tulang

rawan, sehingga timbul nyeri saat berjalan karena rangsangan pada

periosteum dimana periosteum kaya akan serabut-serabut saraf penerima

rangsang nyeri (neves ending). Terbentuk kiste pada rongga tulang

subchondral, tulang menjadi rapuh dan terjadi micro fraktur (patah tulang

kecil-kecil), hal ini memungkinkan cairan sinovial masuk kedalam jaringan

16
tulang. Ada juga bendungan vena di tulang subchondral. Terbentuk osteopit

di tepi permukaan artikular di mana osteopit dapat terjadi dalam sendi atau

ke dalam kapsul dan ligamen. Dan terjadi perubahan pada kondilus tibialis

dimana kondilus tibia menjadi rata.

Membran sinovial mengalami hipertropi dan terjadi oedema.

Kemudian terjadi degenerasi serat/fibrous. Sekresi cairan sinovial

menurunan sehingga nutrisi rawan sendi berkurang dan demikian pula

pelumasan pada rawan sendinya. Pada kondisi kekurangan cairan sinovial

lapisan kartilago yang menutup ujung tulang akan ber- gesekan satu sama

lain. Gesekan tersebut akan membuat lapisan tersebut semakin tipis dan

pada akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri.

Kelaianan lebih lanjut dapat terjadi pada jaringan kapsul ligamen

yang dapat terjadi hipermobile atau sebaliknya terjadi hipomobile. Sendi

lutut menjadi tidak stabil atau hipermobile, hal ini terjadi karena menipisnya

tulang rawan sendi menyebabkan jarak antar sendi menyempit, kemudian

kapsula ligamen sendi lutut mengendur. Pada perkembangan lebih lanjut

sendi akan mengalami deformitas valgus tibia. Atau sendi lutut menjadi

hipomobile, dimana kapsul sendi mengalami degenerasi dan proses

peradangan kronis. Hal tersebut mengakibatkan menurunnya elastisitas

kemudian menjadi kontraktur dan menyebabkan keterbatasan gerak dan

nyeri. Adanya keterbatasan gerak dan nyeri, menyebabkan terganggunya

aktifitas sehingga sendi cendrung immobilisasi.

17
Selama immobilisasi, dan berkurangnya gerakan dan regangan

pada kapsul-ligamenter, maka akan terjadi penurunan mikrosirkulasi

selanjutnya terjadi perubahan pada serabut kolagen jaringan ikat disekitar

sendi, perubahan juga terjadi pada substansi intercellular Glikosaminoglikan

(GAG) dan cairan. Kadar cairan dan GAG menurun sehingga jaringan

kurang elastis, selain itu juga timbul fibrosis, hal ini terjadi karena

pembentukan dan penimbunan kolagen yang berlebihan. Selanjutnya

menyebabkan sera- but kolagen membentuk pola acak/waving dan terjadi

perlengketan/abnormal cross link yang mengakibatkan kekakuan, kontraktur

dan nyeri regang.

Otot mengalami ketegangan/spasme ataupun kontraksi secara

terus-menerus, terutama otot hamstring, hal ini akan menyebabkan spasme

lokal pada extrafusal otot yang kemudian akan menyebabkan vasokontriksi

yang disebabkan penjepitan mikrosirkulasi. Akibat dari penjepitan

mikrosirkulasi, mikrosirkulasi menjadi menurun sehingga suplai nutrisi dan

oksigen ke otot berkurang, selanjutnya otot akan mengalami hypogizi atau

hipoksia yang kemudian akan menyebabkan ischemic pada spasme lokal.

Berkurangnya O2 pada otot juga akan menimbulkan reaksi pada tubuh

berupa inflamasi dimana terjadi vasodilatasi pembuluh darah dalam keadaan

otot yang menegang (neurogenik inflamation). Sementara pada serabut otot

yang tidak tegang, terjadi vasokonstriksi sehingga menyebabkan kurang

baiknya penyerapan tropocolagen. Kondisi ini akan menyebabkan nyeri,

dimana nyeri akan menyebabkan spasme, spasme akan menyebabkan

18
ischemic, ischemic akan menyebabkan nyeri dan seterusnya disebut viscous

cyrcle of pain.

Adanya inaktivitas karena nyeri dan keterbatasan gerak, hal ini

akan menyebabkan menurunannya jumlah motor unit, disamping adanya

gangguan sirkulasi pada otot serta berkurangnya kualitas otot akibat proses

degenerasi dan penuaan akan menyebabkan kelemahan otot. Otot yang

sering mengalami adalah otot Quadriceps, terutama otot vastus medialis.

(Kellgren & Lawrence)

4. Gambaran Klinis Osteoarthritis Knee

Akibat patologi tersebut diatas akan diikuti patologi fungsional:

berupa nyeri, antalgic gait, kelemahan otot, keterbatasan lingkup gerak

sendi, instabilitas sendi atau deformitas.

a. Nyeri, sumber nyeri dapat berasal dari tiga tempat yaitu sinovium,

jaringan lunak sendi sekitar dan tulang. Nyeri sinovium dapat terjadi

akibat reaksi radang yang timbul akibat adanya debris dan kristal dalam

cairan sendi. Selain itu juga dapat terjadi akibat kontak dengan rawan

sendi pada waktu sendi bergerak. Kerusakan pada jaringan lunak sendi

dapat menimbulkan nyeri, misalnya kerobekan ligamen dan kapsul

sendi, peradangan pada bursa atau kerusakan meniskus. Nyeri yang

berasal dari tulang biasanya akibat rangsangan pada periosteum karena

periosteum kaya akan serabut-serabut penerima nyeri.

b. Antalgic gait atau jalan pincang, dimana saat berjalan, pada phase mid

stand timbul nyeri sehingga temponya dipercepat untuk menghidari

19
nyeri, hal ini disebabkan oleh karena adanya ketegangan membrana

sinovial atau pembebanan pada permukaan tulang akibat rangsangan

pada periosteum dimana periosteum kaya akan serabut-serabut saraf

penerima rangsang nyeri.

c. Kelemahan otot, adanya inaktivitas karena nyeri dan keterbatasan

gerak, hal ini akan menyebabkan menurunannya jumlah motor unit,

disamping adanya gangguan sirkulasi pada otot serta berkurangnya

kualitas otot akibat proses degenerasi dan penuaan. Otot sekitar sendi

lutut yang sering mengalami kelemahan adalah otot Quadriceps,

terutama otot vastus medialis.

d. Keterbatasan lingkup gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin

bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa

nyeri. Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada osteoartritis

yang masih dini dan biasanya bertambah berat dengan semakin

beratnya penyakit. Hambatan gerak dapat seluruh arah gerakan, maupun

salah satu arah gerakan saja. Hal tersebut akibat auto immobilisasi

karena nyeri, inflamasi membran sinovial, spasme otot dan atau

kontraktur kapsul-ligamenter.

e. Rasa kaku, kaku sendi merupakan gejala yang sering ditemukan, tetapi

biasanya tidak lebih dari 30 menit. Kaku sendi biasanya muncul pada

pagi hari atau setelah immobilitas seperti duduk dikursi atau mobil

dalam waktu cukup lama atau setelah bangun tidur.

20
f. Instabilitas, dimana sendi lutut tidak stabil disebabkan karena

kelemahan otot dan adanya ligamen laksiti sendi lutut.

g. Deformitas, sendi mengalami kecacatan berupa genu valgus, genu varus

atau genu rekurvatum, hal ini dapat terjadi karena disbalance kekuatan

otot akibat adanya kelemahan otot dan atau ligament laksiti. Disamping

itu dapat juga ditemukan sendi lutut terlihat membesar (Bony

Enlargement).

Gambaran khas pada OA lutut adalah adanya osteofit dan

penyempitan celah sendi. Berdasarkan pemeriksaan radiologi, Kellgren

& Lawrence menyusun gradasi OA lutut menjadi :

1) Grade 0 : tidak ada OA

2) Grade 1 : sendi dalam batas normal dengan osteofit meragukan

3) Grade 2 : terdapat osteofit yang jelas tetapi tepi celah sendi baik

dan tak nampak deformitas tulang.

4) Grade 3 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan

penyempitan celah sendi.

5) Grade 4 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan

disertai hilangnya celah sendi.

B. Tinjauan Pengukuran Fisioterapi

1. Visual Analog Scale (VAS)

Visual analog Scale atau VAS adalah sebuah pengukuran intensitas

nyeri unidimensional, yang secara luas banyak digunakan dalam penelitian

klinis.

21
VAS digunakan untuk mebgukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang

pasien rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai dari

“tidak nyeri, ringan, sedang, atau berat”.

Secara operasional VAS umumnya berupa sebuah garis horizontal

atau vertikal, panjang 10cm (100mm). Pasien menandai garis dengan

memberikan sebuah titik yang mewakili keadaan nyeri yang dirasakan saat

ini.

2. Pemeriksaan Kekuatan Otot (MMT)

Pemeriksaan kekuatan otot ini dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosa fisioterapi dan jenis latihan yang akan diberikan,

serta dapat menentukan prognosis dan dapat digunakan sebagai bahan

evaluasi. Maka pemeriksaan kekuatan otot dianggap penting. Parameter

yang digunakan untuk mengetahui nilai kekuatan otot adalah pemeriksaan

kekuatan otot secara manual atau sering disebut Manual Muscle Testing

(MMT) dengan ketentuan sebagai berikut :

Nilai Keterangan

Nilai 0 Otot benar-benar diam pada palpasi atau inspeksi visual

(tidak ada kontraksi)

Nilai 1 Otot ada kontraksi, baik dilihat secara visual atau palpasi, ada

kontraksi satu atau lebih dari satu otot

Nilai 2 Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya gravitasi. Posisi

ini sering digambarkan sebagai bidang horizontal gerakan

tidak full ROM

22
Nilai 3 Gerak melawan gravitasi dan full ROM

Nilai 4 Resistance Minimal

Nilai 5 Resistance Maksimal

3. Pengukuran ROM

Pengukuran ROM diperlukan untuk menilai biomekanik dan

anthrokinematik dari suatu persendian, termasuk fleksibilitas dan

karakteristik gerakan. Tes dan pengukuran ROM dilakukan dengan

menggunakan alat instrument yaitu goniometer. Adapun ROM yang diukur

adalah ROM dari setiap gerakan pada regio hip, knee, dan ankle. Adapun

tata cara pengukuran ROM menggunakan goniometer adalah sebagai

berikut :

Gerakan Letak Goniometer ROM Normal

Epicondylus lat. Femur S. 0° - 0° - 135°


Ekstensi / Fleksi Knee

Calcaneus R. 40° - 0° - 30°


Ekso / Endorotsi Knee

4. Pengukuran Kemampuan Fungsional menggunakan Skala Jette

Untuk menilai kemampuan bangkit dari posisi duduk, berjalan

(15m) dan naik turun tang, dapat digunakan indeks status fungsional jette

(modifikasi fisher) (Jette AM, 1980). Indeks ini pertama kali digunakan

dalam the pilot geriatric Arthritis Program, Wilconsin Usit tahun 1977

berdasarkan indeks ini, status fungsional mempunyai 3 dimensi yang saling

23
berkaitan yaitu : (1) Nyeri, derajat nyeri saat melakukan aktivitas terdiri dari

1 = tidak nyeri, 2 = Nyeri, 3 = Nyeri sedang, 4 = Sangat nyeri. (2) Kesulitan,

derajat kesukaran untuk melakukan aktifitas terdiri dari 1 = Sangat mudah, 2

= Agak mudah, 3 = Tidak mudah tetapi tidak sulit, 4 = Agak sulit, 5 =

Sangat sulit. (3) Ketergantungan, derajat ketergantungan seseorang untuk

melakukan aktivitas terdiri dari 1 = Tanpa bantuan, 2 = Butuh bantuan alat,

3 = Butuh bantuan orang, 4 = Butuh bantuan alat dan orang, 5 = Tidak dapat

melakukan aktifitas (Parjoto, 2000).

C. Tinjauan Intervensi Fisioterapi

1. Transcutaneus Eelectrical Nerves Stimulation (TENS)

TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna

merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk

merangsang berbagai tipe nyeri. TENS mampu mengaktivasi baik saraf

berdia-meter besar maupun kecil yang akan menyampaikan berbagai

informasi sensoris ke saraf pusat. Efektifitas TENS dapat diterangkan lewat

teori gerbang kontrol. Pada TENS mempunyai bentuk pulsa monophasic,

biphasic dan polyphasic. Monophasic mempunyai bentuk gelombang

retranguler, trianguler dan gelombang separuh sinus searah. Pada biphasic

bentuk pulsa rectanguler biphasic simetris dan sinusoidal biphasic.

Sedangkan pada pola polyphasic ada rangkaian gelombang sinus dan bentuk

interferensi atau campuran. Pulsa monophasic selalu mengakibatkan

pengum-pulan muatan listrik pulsa dalam jaringan sehingga akan terjadi

24
reaksi elektrokimia dalam jaringan yang ditandai dangan rasa panas dan

nyeri apabila penggunaan intensitas dan durasi terlalu tinggi.

( Ronatiur, 2007).

TENS banyak digunakan untuk solusi kasus nyeri lutut yang

diakibatkan osteoarthritis. TENS merupakan pengabungan perangkat kecil

untuk mengarahkan pulsa listrik ringan ke saraf di area yang sakit. Selama

penanganan stimulasi dengan TENS, elektroda diletakkan atau ditempelkan

pada kulit didaerah yang mengalami keluhan nyeri (triggerpoint). Elektroda

dihubungkan dengan kabel ke stimulator bertenaga listrik. Beberapa unit

TENS bekerja dengan cara memblokir impuls nyeri melalui stimulasi

serabur saraf besar. Jenis lain TENS bekerja dengan menyebabkan tubuh

melepaskan endorphin (zat kimia saraf yang terjadi secara alami dalam otak

yang memiliki sifat menghilangkan rasa sakit). Dan apabila nyeri sudah

berkurang maka kemampuan fungsional akan meningkat.

2. Mikrowave Diathermi (MWD)

Micro wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan

menggunakan stessor fisis radiant berupa energi elektromagnetik yang

dihasilkan oleh arus bolak-balik dengan frekuensi 2450 MHz dengan

panjang gelombang 12,25 cm.

Pemberian terapi MWD akan mengakibatkan peningkatan suhu

lokal sehingga akan meningkatkan sirkulasi dan metabolisme serta

membantu penyerapan zat zat algogen dan juga mengaktifkan sodium

potasium pump yang akan mempengaruhi keseimbangan ion secara normal,

25
juga menurunkan aksi potensial, yang akan menghambat serabut afferen Aβ

dan mengurangi iritasi nosiseptor sehingga nyeri akan berkurang. Penurunan

nyeri akibat pengurangan iritan nosisensorik dikenal sebagai modulasi

tingkat sensorik.

Pengurangan nyeri pada level spinal terjadi adanya mild heating

yang merangsang saraf afferen A β dan proprioceptor untuk mem- blokade

serabut A delta dan C di Posterior Horn Cell (PHC) medula spinalis.

Pengurangan nyeri supra spinal level, terjadi adanya panas tinggi yang akan

merangsang hipotalamus menghasilkan opiath endogen yang dikenal

sebagai endorphin yang mampu menurunkan nyeri dan timbul efek

mengantuk.

Efek pada jaringan kapsul diperoleh peningkatan kelenturan

sebagai akibat meningkatnya kadar air dalam matiks jaringan ikat sehingga

terjadi peningkatan kelenturan jaringan kapsul ligamen dan fasia. Hal ini

akan menurunkan nyeri regang sendi bahu. Efek pada jaringan otot terjadi

rileksasi sehingga tegangan intra muskuler menurun dan mampu mengatasi

ischemic jaringan sehingga nyeri menurun.

3. Static Kontraksi

Static Contraction merupakan kontraksi otot tanpa disertai

perubahan panjang otot dan perubahan LGS. Static Contraction dapat

mengurangi oedem sehingga nyeri berkurang dan dapat memperlancar

aliran darah dan menajaga kekuatan otot agar tdk terjadi artropi.

26
4. Hold Relax

Merupakan suatu teknik yang mengarah pada kontraksi isometrik

rileksasi optimal dan kelompok otot antagonis yang memendek, kemudian

otot tersebut rikeks, cara pelaksanaannya teknik hold relax, (1) gerakan atau

dimana nyeri terasa timbul, (2) terapis memberi tahanan pada kelompok

antagonus yang meningkat perlahan-lahan dan pasien harus meningkat

perlahan-lahan dan pasien harus melawan tahanan tersebut, (3) instruksi

yang diberikan tahan disini, (4) rileksasi pada kelompok otot antagonis,

tunggu beberapa saat sampai ototnya rileks, (5) gerakan aktif dalam pola

agonis Kisner, 1996).

5. Strenghtening

Strengthening exercise/latihan penguatan meliputi quadriceps dan

hamstring exercise seperti berjalan, bersepeda, berenang. Tujuan exercise

ini antara lain memperbaiki fungsi sendi, meningkatkan kekuatan sendi,

proteksi sendi dari kerusakan dengan mengurangi stres pada sendi,

mencegah kecacatan dan meningkatkan kebugaran jasmani. Latihan ini

tentunya disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan pasien. Latihan

Penguatan Otot (Strengthening Exercise) dibagi menjadi tiga jenis latihan

utama, yaitu :

a. Isometrik/static exercise/static contraction

b. Isotonik/dynamic contraction dan Isotonik/dynamic contraction dan

c. Isokinetik

27
Kelemahan otot, terutama otot quadrisep, telah diketahui sangat

berhubungan OA genue. Kelemahan otot genue. Kelemahan otot quadrisep

pada OA genue disebabkan quadrisep pada OA oleh inhibisi neuromuskuler

karena nyeri karena nyeri dan efusi, dan disuse atrophy karena inaktivitas.

Penelitian menunjukkan bahwa kelemahan otot quadrisep juga bisa terjadi

sebelum OA dan menjadi terjadi sebelum OA dan menjadi faktor risiko OA

genue. Oleh karena itu, OA genue. Oleh karena itu, penguatan otot

quadrisep menjadi fokus latihan penguatan pasien OA genue. Sebagian

besar manajemen OA bertujuan untuk mengurangi nyeri secara

farmakologis. Pemberian latihan juga umum diberikan,tetapi masih banyak

difokuskan hanya pada impairment lokal sekitar sendi yang terkena seperti

kelemahan otot, keterbatasan luas gerak sendi, dan nyeri. Manajemen yang

efektif seharusnya juga memperhatikan keterbatasan fungsional dan

disabilitas sekunder karena impairment local OA. Prinsip umum program

rehabilitasi medik untuk pasien OA terdiri dari beberapa komponen.

28
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien

Nama : Tn. J

Umur : 74 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pekerja kebun

Agama : Islam

Alamat : Beroangin

Diagnosa Medis : Osteoarthritis Genu

B. Anamnesis Khusus

1. Keluhan Utama : Nyeri pada knee dextra

2. Lokasi Keluhan : Knee dextra

3. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien merasakan nyeri pada awal tahun 2019 secara tiba-tiba saat

sedang bekerja di kebun. Nyeri memburuk saat di pagi hari dan cuaca dingin,

serta saat berjalan jauh. Pasien kesulitan pada aktifitas sehari-hari yang

melibatkan pergerakan lutut seperti naik turun tangga, shalat, dan jongkok,

serta sulit berdiri setelah duduk lama. Riwayat trauma (-).

4. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi

C. Pemeriksaan Vital Sign

1. Tekanan Darah : 170/90 mmHg

2. Denyut Nadi : 80x / menit


29
3. Pernapasan : 20x / menit

4. Suhu : 36,5 ̊C

D. Inspeksi

1. Statis

Pinggul tampak asimetris, pinggul sebelah kanan tampak lebih rendah dari

pinggul kiri.

2. Dinamis

a. Pasien kesulitan saat berjalan

b. Pasien kesulitan untuk mengubah posisi dari jongkok ke berdiri dan

sebaliknya.

E. Palpasi

1. Tidak adanya spasme otot

2. Suhu normal

3. Tidak teraba adanya oedem

F. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

1. Orientasi Test

Squat and Bounching

30
Hasil : Pasien tidak mampu melakukan gerakan jongkok ke berdiri

begitupun sebaliknya.

2. Pemeriksaan Gerak Aktif

Pada pemeriksaan gerak aktif, pasien diinstruksikan untuk menggerakkan

ekstremitas inferiornya secara mandiri tanpa bantuan dari fisioterapis. Adapun

gerakan aktif pada ekstremitas inferior adalah sebagai berikut :

Jenis Gerakan Knee Sinistra

Fleksi Nyeri dan ada keterbatasan gerak

Ekstensi Nyeri dan ada keterbatasan gerak

Eksorotasi Nyeri dan ada keterbatasan gerak

Endorotasi Nyeri dan ada keterbatasan gerak

Interpretasi = Pasien merasakan nyeri pada saat melakukan gerakan dan

terdapat keterbatasan gerak.

3. Pemeriksaan Gerak Pasif

Pada pemeriksaan gerak pasif, fisioterapis menggerakkan ekstremitas inferior

pasien tanpa adanya upaya dari pasien untuk menggerakkannya. Adapun

gerakan pasif pada ekstremitas inferior adalah sebagai berikut :

Jenis Gerakan Knee Sinistra

Fleksi Nyeri, ada keterbatasan gerak, firm end feel

Ekstensi Nyeri, ada keterbatasan gerak, firm endfeel

Eksorotasi Nyeri, ada keterbatasan gerak, firm endfeel

Endorotasi Nyeri, ada keterbatasan gerak, firm endfeel

31
Interpretasi = Pasien merasakan nyeri saat fisioterapis menggerakkan

fleksi-ekstensi & endo-eksorotasi kneenya dan dirasakan firm endfeel

yang berarti terdapat pembatasan oleh kapsul ligament yang memendek.

4. TIMT (Test Isometrik Melawan Tahanan)

Jenis Gerakan Knee Sinistra

Fleksi Nyeri dan kekuatan otot minimal

Ekstensi Nyeri dan kekuatan otot minimal

Eksorotasi Nyeri dan kekuatan otot minimal

Endorotasi Nyeri dan kekuatan otot minimal

Interpretasi = Pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan tahanan

gerakan fleksi-ekstensi & endo-eksorotasi knee dan pasien hanya mampu

melawan tahanan minimal pada keseluruhan gerakan knee.

G. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi

1. Pengukuran Intensitas Nyeri Menggunakan VAS

Gambar 3.1 Visual Analog Scale (VAS)

32
Parameter VAS :

0-1 = tidak nyeri

1-2 = nyeri ringan

3-6 = nyeri sedang

7-8 = nyeri berat

9-10 = nyeri sangat berat

Hasil = 6 (Nyeri sedang)

2. Pemeriksaan Kekuatan Otot (MMT)

Item Knee Dextra Knee Sinistra

4 5
Flexor

4 5
Ekstensor

4 5
Eksorotasi

4 5
Endorotasi

Interpretasi = Otot flexor, ekstensor, eksorotasi, dan endorotasi hanya

mampu melawanan tahanan minimal.

3. Pengukuran ROM

Gerakan Letak Goniometer ROM Normal Hasil

Epicondylus lat. S. 0° - 0° - 135° S. 0° - 0° - 90°


Ekstensi / Fleksi
Femur
Knee

33
Calcaneus R. 40° - 0° - 30° R. 25° - 0° - 20°
Ekso / Endorotsi

Knee

Interpretasi : Terdapat keterbatasan luas gerak sendi

4. Ballotement Test

Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada cairan pada lutut

Tehnik : Recessus suprapatellaris dikosongkan dengan cara

menekannya dengan satu tangan dansementara itu dengan jari-jari tangan

lainnya patella ditekan ke bawah. Dalam keadaan normal patella itu tidak dapat

ditekan kebawah : dia sudah terletak di atas kedua condyli dari femur. Bila ada

(banyak) cairan dalam lutut, maka patella sepertinya terangkat, yang

memungkinkan adanya sedikit gerakan.

Hasil : (-) Negatif

Interpretasi : Tidak terdapat cairan pada lutut pasien

5. Patellar Grind Test

Tujuan : Untuk mengidentifikasi adanya OA atau kerusakan pada

kartilago

Tehnik : Letakkan tangan di depan lutut. Pasien diminta melakukan

gerakan fleksi dan ekstensi knee. Bila ada masalah pada kartilagonya, maka
34
akan terdapat bunyi (krepitasi) pada persendiannya karena permukaan sendi

yang kasar karena degradasi rawan sendi

Hasil : (+) Adanya bunyi krepitasi

Interpretasi : Teridentifikasi adanya OA dengan adanya kerusakan pada

kartilago pasien

6. Knee anterior/ posterior drawer test

Tujuan : Untuk mengetahui adanya kelainan pada lig. Cruciatum anterior

dan posterior

Tehnik : Pemeriksa meletakkan tangan pada bagian proksimal tungkai

bawah dan ibu jari berada dibagian distal tulang patela kemudian di dorong ke

arah belakang. Tes ini positif jika ditemukan tulang tibia bergeser ke belakang.

Hasil : Negatif

Interpretasi : Tidak ada kelainan pada lig. Cruciatum anterior dan

posterior

7. Appley Test Compression

Tehnik : Pasien tengkurap dengan knee fleksi 900 Lakukan fiksasi pada

paha dengan menggunakan lutut/tangan pemeriksa. Lakukan gerakan rotasi

medial dan lateral dikombinasikan dengan compressi.

Tujuan : Untuk mengidentifikasi adanya gangguan pada meniskus

35
Hasil : Negatif

Interpretasi : Tidak adanya gangguan pada meniskus

8. Pemeriksaan Kemampuan Fungsional Menggunakan Skala Jette

Jenis Aktivitas Fungsional Nyeri Kesulitan Ketergantungan

3 4 2
Bangkit dari posisi duduk

3 3 1
Berjalan 15 meter

3 4 2
Naik dan turun tangga

Interpretasi = Pasien merasakan nyeri sedang saat merubah posisi dari

duduk ke berdiri, berjalan, dan saat naik turun tangga. Pasien kesulitan

saat naik turun tangga dan bangkit dari posisi duduk, serta

membutuhkan alat untuk berpegangan.

H. Diagnosa Fisioterapi

“Hipomobilitas Knee Dextra et causa Osteoarthritis Knee Dextra”

I. Problematik Fisioterapi

1. Impairment

a. Nyeri pada lutut kanan

b. Kelemahan otot flexor, ekstensor, eksorotasi, dan endorotasi knee


36
2. Activity Limitation

a. Kesulitan melakukan aktivitas jongkok ke berdiri ataupun sebaliknya

b. Kesulitan saat naik dan turun tangga

c. Kesulitan berjalan jauh

3. Participation Restriction

a. Hambatan aktivitas pekerjaan di kebun

b. Hambatan aktivitas bersosialisasi di lingkungannya

J. Tujuan Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Pendek

a. Mengurangi nyeri pada lutut

b. Meningkatkan kekuatan otot flexor, ekstensor, eksorotasi, dan endorotasi

knee

2. Tujuan Jangka Panjang

Memperbaiki kemampuan fungsional seperti jongkok ke berdiri dan

sebaliknya, naik-turun tangga, dan berjalan agar dapat melakukan aktifitas

sehari-harinya tanpa adanya hambatan.

K. Program Intervensi Fisioterapi

1. TENS

a. Tujuan : Tujuannya untuk mengurangi nyeri dan melancarkan

sirkulasi darah.

b. Posisi pasien : Tidur terlentang di bed secara comfortable

c. Posisi fisioterapi: Berdiri di samping pasien

37
d. Tehnik : Pasien tidur terlentang di bed lalu kedua pad diletakkan

pada bagian latereal dan medial lutut kirinya

e. Dosis :

F : 2 kali/bulan

I : 30 mA

T : 2 pad

T : 15 menit

2. Static contraction

a. Tujuan : Mengkontraksikan otot tanpa disertai perubahan panjang otot

dan maupun pergerakan sendi.

b. Teknik : Pasien tidur terlentang, fisioterapis meletakkan salah satu lengan

di bawah kedua lutut pasien kemudian minta pasien menekan lengan

fisioterapis.

c. Dosis

F : 2 kali/bulan

I : Toleransi pasien

T : Aktif

T : 5-8 kali
3. Hold Relax
a. Tujuan : Menguatkan pola agonis sehingga dapat menambah Lingkup
gerak sendi
b. Teknik : Terapis memberi tahanan di bagian distal sendi lutut yang
bergerak dengan arah berlawanan dari gerakan pasien. kemudian pasien
diminta mengkontraksikan kelompok antagonis tersebut tanpa terjadi
gerakan atau kontraksi isometric

38
c. Dosis :

F : 2x sebulan

I : Toleransi pasien

T : Aktif

T : 5-8 kali

4. Strenghtening

a. Tujuan : Untuk meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan lingkup

gerak sendi (ROM).

b. Teknik : Dapat dimulai dengan posisi pasien tidur telentang maupun

dengan duduk bersandar dan tungkai diusahakan lurus, kemudian tungkai

dilipat perlahan-lahan dengan tarikan melakukan gerakan fleksi-ekstensi

knee hingga batas ketidaknyamanan (rasa nyeri) yang dialami pasien,

pertahankan posisi tersebut selama 10-30 detik, dengan repetisi 5-10 kali,

serta istirahat 2-5 detik antar repetisinya.

c. Dosis :

F : 2x sebulan

I : Toleransi pasien

T : Aktif

T : 5-8 kali

L. Evaluasi

No Problematic Intervensi Evaluasi


Nyeri berkurang dari nilai 6 ke
1 Nyeri TENS
5
Strenghtening Kekuatan otot dari grade 4
2 Kelemahan otot
dan Static menjadi grade 4+

39
kontraksi
Fleksi-Ekstensi S. 0°-0°-90°
Strenghtening,
Ekso-Endorotasi R. 25°-0°-20°
3 Keterbatasan LGS Hold relax, dan
(Belum adanya perubahan
Static kontraksi
ROM)

40
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Osteoartritis merupakan suatu patologi yang mengenai kartilago hialin dari

sendi, dimana terjadi pembentukan osteofit pada tulang rawan sendi dan jaringan

subchondral yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi (Bambang 2011).

Osteoartritis didefinisikan pula sebagai penyakit yang diakibatkan oleh

kejadian biologis dan mekanik yang menyebabkan gangguan keseimbangan antara

proses degradasi dan sintesis dari kondrosit matriks ekstraseluler tulang rawan sendi dan

tulang subkondral.(Misnadiarly, 2010).

Etiologi osteoarthritis dapat diketahui berdasarkan klasifikasi

osteoarthritis. Klasifikasi osteoarthritis terdiri atas osteoarthritis primer dan sekunder.

Adapun gejala klinis dari Osteoarthitis knee adalah berupa nyeri, antalgic gait,

kelemahan otot, keterbatasan lingkup gerak sendi, instabilitas sendi atau deformitas.

Berdasarkan gambaran klinisnya, intervensi yang dapat diberikan adalah

berupa modalitas Trancutaneus Electrical Nerves Stimulation (TENS), Microwave

Diathermi (MWD), Muscle Enery Technique (MET), dan Strenghtening.

41
DAFTAR PUSTAKA

Kuntono, H. P. 2011. Nyeri Secara Umum dan Osteoarthritis Lutut dari Segi Fisioterapi,

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Caesario Mohammad, “Osteoartritis Pada Lutut, Cegah Sekarang Juga!”, available at,

http://m.medicalera.com/?Kanal=17&page=3&t=4239, diakses tanggal 7 Februari

2020.

Cook, Chad, 2007, “Orthopedic Manual Therapy”, New Jersey, Upper Saddle.

Handayani, Resty Dwi, “Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya osteoartritis pada

lansia”, available at, http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhu b-gdl-s1-2009-

handayanir-9938, (Surabaya: Instalasi rehabilitasi medik RSU Haji Surabaya,

2008), diakses tanggal 7 Februari 2020.

Harrier Wittink, Theresia H.M, 2002, ”Chonic Pain Management For Physical

Therapist”, USA, Elsiver science.Kisner, 2010. Pengaruh Efek Neuromuscular

Electrical Stimulation Dan Exercise Terhadap Kekuatan Otot Quadriceps

Penderita Osteoarthritis.

Availabel from http://eprints.ums.ac.id/25415/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf.

Hardjono, 2008. Pemberian Terapi Micro Wave Diathermy (Mwd) Dan Quadriceps

Exercise (Qe) Lebih Baik Dari Pada Pemberian Terapi Ultrasonik (Us) Dan Quadriceps

Exercise(Qe) Terhadap Pengurangan Nyeri Pada Penderita Osteoarthrosis Sendi

Lutut.Availabel:http://download.portalgaruda.org/article.php?article=151085&val

=977.

42

Anda mungkin juga menyukai