Anda di halaman 1dari 26

MODUL MUSKULOSKELETAL

FISIOTERAPI MANAJEMEN NYERI PADA KONDISI


MUSKULOSKELETAL

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

Kampus Terpadu:
Jl. Siliwangi No. 63 Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta. 55292,
Telepon: (0274) 4469199, Fax.: (0274) 4469204 email: info@unisayogya.ac.id

2021
LEMBAR PENGESAHAN

MODUL MUSKULOSKELETAL
FISIOTERAPI PADA MANAJEMEN NYERI PADA
KONDISI MUSKULOSKELETAL
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI S1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

Yogyakarta, 28 Agustus 2021

Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisioterapi S1 Koordinator Modul

Dika Rizki I, SSt.,Ft., M.Fis Andry Ariyanto, SSt.Ft., M.Or


DAFTAR ISI

Halaman Depan .............................................................................................. 1


Halaman Pengesahan ..................................................................................... 2
Daftar Isi ........................................................................................................ 3
Kata Pengantar ............................................................................................... 4

I. Visi, Misi, Keunggulan dan Tujuan .................................................................... 5

II. Tinjuan Modul ..................................................................................................... 6

III. Pendahuluan........................................................................................................ 7

IV. Materi pembelajaran .......................................................................................... 8

A. NEUROANATOMY .................................................................................... 8

B. NEUROPHYSIOLOGY ................................................................................ 9

C. PAIN ASSESMENT ................................................................................... 16

D. PAIN TREATMENT ................................................................................... 18

V. Latihan .................................................................................................... 23
VI. Rangkuman ........................................................................................... 23
VII. Test formatif .......................................................................................... 24
VIII. Umpan Balik ........................................................................................ 24
VIII. Kunci Test ........................................................................................... 25
X. Daftar Pustaka ........................................................................................ 26

3
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirobbil ‟alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas


segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan modul Muskuloskeletal Penyusunan modul ini bertujuan untuk
memberikan panduan mahasiswa dalam belajar aktif dan mandiri.
Penyusunan buku ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. Warsiti, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Mat selaku Rektor Universitas „Aisyiyah
Yogyakarta.
2. Moh. Ali Imron, M.Fis Selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas „Aisyiyah Yogyakarta.
3. Dika Rizki Imania, M.Fis selaku Ketua Program Studi Fisioterapi S1
Universitas „Aisyiyah Yogyakarta
4. TA Internasional Prof. Goh Ah Ceng selaku pembicara
5. Rekan – rekan dosen fisioterapi
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu diperlukan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan
penyusunan yang akan datang.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarakatuh

Yogyakarta, Agustus 2021

Tim Modul Muskuloskeletal

4
I. VISI KEILMUAN, MISI DAN TUJUAN PROGRAM STUDI
FISIOTERAPI S1 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
‘AISYIYAH YOGYAKARTA

Visi Keilmuan
Program studi Fisioterapi pilihan dan unggul di bidang fisioterapi ortopedik
muskuloskeletal berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan nilai-
nilai islam berkemajuan.

Misi

1. Menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada


masyarakat berwawasan kesehatan dan berdasarkan nilai-nilai Islam
Berkemajuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

2. Mengembangkan kajian dan pemberdayaan perempuan dalam kerangka


Islam Berkemajuan.

Tujuan

Menghasilkan ahli Fisioterapi yang berkompeten, profesional dan


mampu menerapkan nilai qurani dalam pelayanan Fisioterapi kepada
individu, kelompok dan komunitas masyarakat, dengan kompetensi sebagai
berikut:
1. Menghasilkan lulusan fisioterapi yang bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
berwawasan kesehatan, profesional, berjiwa entrepreneur, dan menjadi
kekuatan penggerak (driving force) dalam memajukan kehidupan bangsa.
2. Menghasilkan karya-karya ilmiah yang menjadi rujukan dalam pemecahan
masalah.
3. Menghasilkan karya inovatif dan aplikatif yang berkontribusi pada
pemberdayaan dan pencerahan.
4. Menghasilkan model berbasis praksis pemberdayaan perempuan
berlandaskan nilai-nilai Islam Berkemajuan.
5. Menghasilkan pemikiran Islam Berkemajuan dan sebagai penguat moral
spiritual dalam implementasi pendidikan, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat khususnya bidang fisioterapi.

5
II. TINJAUAN MODUL

A. Deskripsi modul

Pada modul ini berisikan pengetahuan tentang Manajemen Nyeri pada


kondisi Muskuloskeletal. Pemahaman yang mendalam pada modul ini akan
memunculkan motivasi dan upaya belajar mahasiswa untuk selanjutnya. Selain
itu pada modul ini mahasiswa mulai mampu menguasai konsep-konsep teoritis
kefisioterapian dan ilmu-ilmu dasarnya dari Fisioterapi.

B. Kegunaan Modul
Adapaun kegunaan modul ini antara lain :
1. Bahan ajar mandiri.
Meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk belajar sendiri tanpa
tergantung kepada kehadiran dosen
2. Pengganti fungsi dosen.
3. Sebagai alat evaluasi.
Dengan modul ini, mahasiswa dituntut untuk dapat mengukur dan
menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang telah
dipelajari.
4. Sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa

C. Capaian Pembelajaran

1. Mampu menguasai konsep teoritis Manajemen nyeri pada kondisi Muskuloskeletal


berupa Neuroanatomi.

2. Konsep manajemen nyeri pada kondisi musculoskeletal berupa


Neurofisiologi.

3. Konsep manajemen nyeri pada kondisi musculoskeletal berupa pain


assessment.

4. Konsep manajemen nyeri pada kondisi musculoskeletal berupa pain


treatment.

6
D. Bahan Kajian

1. Konsep manajemen nyeri pada kondisi musculoskeletal berupa


Neuroanatomi
2. Konsep manajemen nyeri pada kondisi musculoskeletal berupa
Neurofisiologi
3. Konsep manajemen nyeri pada kondisi musculoskeletal berupa pain
assesment
4. Konsep manajemen nyeri pada kondisi musculoskeletal berupa pain
treatment

E. Sasaran Belajar

Modul ini diperuntukkan mahasiswa fisioterapi unisa Yogyakarta yang ingin


menambah pengetahuan tentang bagaimana manajemen nyeri pada kondisi
Muskuloskeletal

F. Petunjuk Belajar bagi Mahasiswa dalam mempelajari modul

Mahasiswa bisa mempelajari dan membaca modul ini sehingga bisa


memahami dan mampu mengaplikasikan bagaiman memanaemen nyeri pada
kondisi muskuloskeletal dan juga bisa membaca jurnal dan menonton video
yang telah di susun.

III. PENDAHULUAN

A. Sasaran pembelajaran yang ingin dicapai

Mahasiswa mampu menguasai konsep teoritis dan mengaplikasikan


Manajemen Nyeri pada Kondisi Muskuloskeletal. Modul ini mampu
menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks
pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
memperhatikandan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang
keahliannya mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur.
B. Ruang lingkup bahan modul

Pada modul ini mahasiswa akan dibekali pengetahuan tentang bagaiman


konsep dari Manajemen Nyeri pada kondisi Muskuloskeletal.
Pemahaman yang mendalam pada modul ini akan memunculkan motivasi
dan upaya belajar mahasiswa untuk selanjutnya

7
C. Manfaat mempelajari modul

Setelah mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa :


a. Dapat menjelaskan dan menguasai konsep dari manajemen nyeri berupa
neuroanatomy

b. Dapat menjelaskan dan menguasai konsep dari manajemen nyeri berupa


neurofisiologi

c. Dapat menjelaskan konsep dari manajemen nyeri berupa pain assessment

d. Dapat menjelaskan dan menguasai konsep dari manajemen nyeri berupa


pain treatment

D. Urutan pembahasan

1. Neuroanatomy
2. Neurophysiologi
3. Pain Assesment
4. Paint Treatment

IV. MATERI PEMBELAJARAN

A. NEUROANATOMY
1. Sistem Saraf Pusat

Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan


medulla spinalis, yang merupakan pusat integrasi dan kontrol
seluruh aktifitas tubuh. Bagian fungsional pada susunan saraf
pusat adalah axon sebagai penghubung dan transmisi elektrik
antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang menunjang
secara mekanik dan metabolik (Bahrudin, 2013).

2. Medulla Spinalis

Medulla Spinalis terletak memanjang di dalam rongga


tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-
ruas tulang pinggang yang kedua. Medulla Spinalis terbagi
8
menjadi dua bagian yaitu (white area) dan lapisan dalam
berwarna kelabu (grey area). Lapisan luar mengandung serabut
saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf. Di dalam
Medulla spinalis terdapat saraf sensorik, saraf motorik dan
saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls
dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks
(Bahrudin, 2013).

B. NEUROHYSIOLOGI
The International Association for the Study of Pain (IASP)
mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman
kerusakan jaringan. Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan
suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik
nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis).
Berikut beberapa penjelasan tentang teori nyeri :
1. Teori Nyeri

a). Specifity Theory

Bagian tertentu dari sistem saraf berperan dalam membawa


nyeri dari reseptor nyeri ke pusat nyeri di sistem saraf pusat.
Sejumlah serabut saraf memberi respon terhadap stimulus
yang berada di sekitar noksius. Namun ketika nyeri dirasakan
maka tidak bisa disimpulkan nyeri dalam keadaan yang
bersifat klinik maupun eksperimental.

Menurut teori ini, Rangsangan sakit masuk ke spinal cord


melalui dorsalis yang bersinaps di daerah posterior kemudian
naik ke traktus hemisfer dan menyilang ke garis medial ke
sisi lainnya dan berakhir di korteks serebri, dimana
rangsangan nyeri tersebut diteruskan. Teori ini bertanggung
jawab atas timbulnya rasa nyeri yang diakibatkan oleh
Tekanan ringan (Merkel’s Corpuscle), Getaran (Meissner’s
9
Corpuscle), Tekanan (Pacinian Corpuscle), Nyeri (Free
Never Endings).

b). Pattern Theory

Keterbatasan Specifity theory menyebabkan


berkembangnya Pattern Theory. Menurut teori ini sensasi
nyeri dihasilkan oleh stimulasi reseptor seperti Tekanan
ringan (Merkel’s Corpuscle), Getaran (Meissner’s Corpuscle),
Tekanan (Pacinian Corpuscle), Nyeri (Free Never Endings).
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal
medulla spinalis dan rangsangan aktifitas sel T. Hal ini
mengakibatkan suatu respon yang merangsang kebagian yang
lebih tinggi yaitu korteks serebri dan menimbulkan persepsi,
lalu otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi
dipengaruhi oleh modalitas respons dari reaksi sel T
(Meoyedi, 2013).

Berikut beberapa sensasi yang dihasilkan dari tipe


reseptor sensori yang berbeda :

c). Current Theory

Teori saat ini mengintegrasikan komponen specifity theory


dan pattern theory dengan menemukan teori terbaru dari
beberapa teori nyeri sebelumnya mengenai anatomi saraf dan

10
fungsi neurotransmitter endogen. Teori terbaru saat ini
menunjukkan bahwa ujung saraf (Nosiseptor) merespon semua
rangsangan nyeri dan jenis sarat tertentu (yaitu serat Aδ kecil
bermielin dan serat C tidak bermielin) menyampaikan sensasi
nyeri dari ujung saraf ke spinal cord dan di teruskan ke central
nerve system.

Berikut beberapa sensasi yang dihasilkan dari tipe reseptor


sensori berbeda:

Type of Types of sensory Sensation


Stimulation receptors
Energy
Mechanical Mechanoreceptor Somatic sensory
s (touch), auditory,
vestibular
Electromagn Photoreceptors Visual
etic (Light) Terdap
Chemical Chemoreceptors Olfactory, taste
Temperature Thermoreceptors Somatic sensory
(thermal)
Noxious Nociceptors Somatic sensory (pain)

Terdapat klasifikasi nyeri pada Current Theory yaitu :


- Nyeri Akut (Nociceptive pain)
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,
penyakit, atau tindakan pembedahan. Karena kerusakan
jaringan baik somatic maupun visceral. Stimulasi nosiseptor
baik secara langsung maupun tidak langsung akan
mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi dari
jaringan, sel imun dan ujung saraf sensoris dan simpatik.

- Nyeri Neurogenik (Neurogenic pain)


Nyeri yang disebabkan oleh lesi pada system saraf perifer,
umunya penderita merasakan sensasi ditusuk-tusuk disertai
sensasi panas dan tidak mengenakkan pada fungsi perabaan.
Nyeri neurogenic dapat menyebabkan terjadinya allodynia.
Hal ini terjadi karena peningkatan sensitivitas dari
noradrenalin yang kemudian menghasilkan sympathetically
11
maintenated pain (SMP) yang merupakan komponen nyeri
kronik.
- Nyeri Neuropatik (Chronic Pain)
Sensari nyeri yang disebakan oleh lesi atau disfungsi pada
system saraf pusat atau perifer. Rasa nyeri tidak selalu
berlokasi pada daerah saraf yang rusak.

- Nyeri Psikogenik (Phycogenic Pain)


Nyeri yang berhubungan dengan adanya gangguan jiwa
seperti cemas dan depresi. Nyeri akan hilang apabila
keadaan pasien merasa tenang.

2. Mekanisme Nyeri

Proses fisiologis yang berhubungan dengan persepsi nyeri


diartikan sebagai nosisepsi. Terdapat 4 proses dalam
mekanisme nyeri, yaitu :

a. Transduksi

Proses dimana stimulus nyeri (Noxious stimuli) dirubah


menjadi aktifitas listrik yang diterima ujung saraf. Stimulus
dapat berupa tekanan, suhu, dan kimia. Terjadi perubahan
patofisiologis karena mediator nyeri (Prostaglandin,
bradikinin, serotonin, histamine, zat P) yang mengaktifkan
reseptor nyeri.

Reseptor nyeri merupakan anyaman ujung-ujung bebas serat


afferent A delta dan C. Reseptor ini dijumpai pada jaringan
kulit, periosteum, di dalam pulpa gigi dan jaringan tubuh
lainnya. Serat saraf afferent A delta dan C mempunyai fungsi
untuk meneruskan sensorik nyeri dari perifer ke central nerve
system. Interaksi antara mediator nyeri dan reseptor nyeri
menyebabkan terbentuknya impuls nyeri.

12
b. Konduksi

Merupakan interaksi antara system analgesik endogen


dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior. Impuls
nyeri yang diteruskan serat A delta dan C ke sel-sel neuron
nosisepsi di kornua dorsalis medulla spinalis tidak semuanya
di teruskan ke central nerve system melalui traktus
spinotalamikus. Di daerah ini akan terjadi interaksi antara
impuls yang masuk dengan system inhibisi endogen maupun
eksogen. Tergantung mana yang lebih dominan. Bila impuls
yang masuk lebih dominan, maka penderita akan merasakan
nyeri. Sedangkan bila efek sistem inhibisi yang lebih kuat,
maka penderita tidak akan merasakan nyeri.

c. Transmisi

Proses perambatan impuls nyeri melalui A delta dan C


diteruskan ke central nerveus system yaitu medulla spinalis
ke sel neuron di kornua dorsalis. Serat aferent A delta dan C
yang berfungsi meneruskan impuls nyeri. Sel-sel neuron di
medulla spinalis kornua dorsalis yang berfungsi dalam
fisiologi nyeri ini disebut sel-sel neuron nosisepsi. Pada nyeri
akut, sebagian dari impuls nyeri oleh serat aferen A delta dan
C diteruskan ke sel neuron yang berada di kornua antero-
lateral dan sebagian lagi ke sel neuron yang berada di kornua
anterior medulla spinalis.

Aktifasi sel-sel neuron di kornua antero-lateral akan


menimbulkan peningkatan tonus system saraf otonom
simpatis dengan segala efek yang ditimbulkan. Sedangkan
aktifasi sel di kornua anterior medulla spinalis akan
meningkatkan otot di skeletal daerah cedera.

13
d. Persepsi

Persepsi dari nyeri melibatkan proses sensori, persepsi


merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.

Ada saraf yang peka terjadap stimulus noksius yaitu serabut


saraf A yang bermielin (Konduksi cepat) dan serabut C yang
tidak bermielin (Konduksi lambat). Serat A delta mempunyai
diameter lebih besar dibanding dengan serat C. Serat A delta
menghantarkan impuls lebih cepat (12-30 m/dtk)
dibandingkan dengan serat C (0.5-5m/dtk). Walaupun
keduanya peka terhadap rangsang noksius, namun keduanya
memiliki perbedaan, baik reseptor maupun neurotransmiter
yang dilepaskan pada presinaps di kornu posterior. Reseptor
(nosiseptor) serabut A hanya peka terhadap stimulus mekanik
dan termal, sedangkan serabut C peka terhadap berbagai
stimulus noksius, meliputi mekanik, termal dan kimiawi.

Impuls yang diteruskan akan mengalami proses yang sangat


kompleks, termasuk proses interpretasi dan persepsi yang
akhirnya menghasilkan sensibel nyeri. Stimulus nyeri
ditransmisikan ke medulla spinalis ke thalamus dan
mesenchepalon. Dari thalamus, serabut mentransmisikan
pesan nyeri ke berbagai area di otak termasuk korteks sensori
dan korteks asosiasi (di kedua lobus parientalis), lobus
frontalis, dan system limbic. Selanjutnya diterjemahkan
berupa tanggapan terhadap nyeri.

3. Sistem Inhibisi Terhadap Nyeri

Tidak semua stimulus nyeri akan menghasilkan sensibel nyeri.


Hal ini dapat terjadi karena suatu proses modulasi di kornua
dorsalis medulla spinalis. Sehingga terjadi proses inhibisi.
Inhibisi terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti :

14
a. Stimulasi serat afferent berdiameter besar
Stimulasi serat afferent ini dapat menghasilkan suatu efek
berupa aktifasi interneuron inhibisi di kornua dorsalis.
Stimulasi halus berulang serat A beta atau menggunakan alat
TENS dapat menghambat transmisi nyeri.
b. Serat inhibisi desendens
Ada 3 lintasan dari mesenchepalon ke kornua dorsalis
medulla spinalis, yaitu :
- Lintasan I : Berawal dari nucleus raphe magnus
- Lintasan II : Berawal dari nucleus lokus seruleus
- Lintasan III : Berawal dari nucleus edinger
wesphal.
Ketiga lintasan ini menimbulkan hambatan fungsi respon
nyeri neuron nosisepsi di kornu dorsalis medula spinalis.
Bila diaktifkan, ketiga lintasan ini akan melepaskan
serotonin, norepinefrin dan cholecystokinin. Periaquaductal
gray (PAG) mempunyai hubungan dengan ketiga lintasan ini.
PAG kaya dengan reseptor opioid. Bila reseptor ini
diaktifkan, PAG akan mengaktifkan ketiga lintasan ini.
Reseptor opioid PAG dapat diaktifkan oleh endorphin yang
dilepaskan secara endogen dan opioid yang diberikan secara
eksogen. Pelepasan endorphin dapat dipicu oleh nyeri dan
stress.
c. Betha Endorphin
Diproduksi di hipotalamus dan disalurkan ke ventrikulus
tertius. Oleh liquor zat ini dibawa ke medula spinalis
menimbulkan efek depresi konduksi nyeri di substansia
gelatinosa.
d. Opioid
PAG kaya dengen reseptor nyeri. Substansia gelatinosa
kornu dorsalis medula spinalis juga kaya dengan reseptor
opioid. Opioid bekerja dengan mengaktifkan sistem inhibisi
15
desendens atau mengaktifkan reseptor opioid di substansia
gelatinosa.

C. PAIN ASSESMENT
Ada beberapa metode yang umumnya digunakan untuk menilai
intensitas nyeri, antara lain (Hawker, 2011) :
1. Visual Analog Scale (VAS)

Skala berupa suatu garis lurus yang panjangnya biasanya 10cm,


dengan penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya,
seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 10 (nyeri terberat).
Nilai VAS 0 - <4 = nyeri ringan, 4 - <7 = nyeri sedang dan 7 –
10 = nyeri berat.

2. Visua Rating Scale (VRS)

Metode ini menggunakan suatu word list untuk mendiskripsikan


nyeri yang dirasakan. Metoda ini dapat digunakan untuk
mengetahui intensitas nyeri dari saat pertama kali muncul
sampai tahap penyembuhan.
16
3. Numeric Rating Scale (NRS)

Metode ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan


range dari intensitas nyeri. Umumnya pasien akan
menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan dari angka 0-
10. ”0”menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan ”10”
menggambarkan nyeri yang hebat.

D. PAIN TREATMENT
1. Osteoarthritis

The Osteoarthritis Research Society International Disease State


Working mendefinisikan osteoarthritis adalah penyakit
progresif yang menggambarkan kegagalan perbaikan kerusakan
sendi diakibatkan oleh terbentuknya osteofit yang mengiritasi
membrane synovial dan menjepit ujung saraf polimodal
sehingga penderita mengalami nyeri tekan dan nyeri gerak yang
mengakibatkan mekanisme gerak sendi terhambat dan
keterbatasan fungsisonal saat berjalan, berdiri dan duduk
(Hochberg, 2013). Pada kondisi tersebut seorang fisioterapi bisa
memberikan Electrophysical agent (EPA) berupa TENS untuk
mengurangi nyeri pada kondisi osteoartrhritis.

17
2. Elektrotherapy untuk Manajemen Nyeri

Terdapat 3 efek dalam pemberian Elektrophysical Agent, yaitu


bioelectrical effect, Physiological Effect dan Clinical Effect,
untuk mempersingkat berikut skema dibawah ini :

3. Transutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS)

Berdasarkan penelitian, pemberian Transcutaneus Elektrical


Nerve Stimulation (TENS) dapat menurunkan nyeri. Proses
nosiseptif dihambat dengan memblok nyeri dengan merangsang
serat afferent yang dapat mengurangi transmisi sinyal rasa nyeri
(Itoah et al, 2008). Serta pelepasan hormon endorphin pada
tubuh proses inflamasi akan menimbulkan efek relaksasi.
Persepsi nyeri ditentukan oleh aktifitas A delta dan C
dibandingkan A Beta, ketika serabut saraf A beta diproduksi
oleh stimulasi listrik maka persepsi nyeri akan berkurang
(Rosyid, 2010).

Nyeri merupakan sesuatu yang komplit, TENS tidak bisa


memberikan efektifitas dalam berbagai kondisi nyeri baik akut
maupun kronik, tetapi dapat dimaksimalkan dengan pendekatan
individual berdasarkan evaluasi pasien, penyesuaian parameter
18
yang tepat, dan penempatan elektroda yang optimal berdasarkan
nyeri.

1). Hiperstimulasi pada Tens

Seiring berkembangnya teknologi maka terdapat beberapa mode


untuk Electro Physical Agent (EPA) berupa TENS. Mode yang
berbeda diidentifikasi oleh rentang parameter amplitudo,
frekuensi, dan durasi pulse.

Berikut beberapa mode dalam penggunaan Tens berdasarkan


parameter amplitude, frekuensi, dan durasi pulse:

19
2). Menentukan tujuan dan memilih modalitas

3). Penempatan Elektroda Tens

Untuk menargetkan mekanisme nyeri maka perlu menempatkan elektroda


yang benar, terdapat contoh penempatan elektroda tens berdasarkan
perkembangan zaman, yaitu :

Mekanisme nyeri :
A. Periphery : NO
B. Dorsal Horn : YES
C. Neuronal Descending Pathway :
YES
D. Hormonal System : NO
E. Cortical Level : NO

Mekanisme nyeri :
A. Periphery : YES
B. Dorsal Horn : YES
C. Neuronal Descending Pathway : YES
D. Hormonal System : NO
E. Cortical Level : NO

20
Mekanisme nyeri :
A. Periphery : YES
B. Dorsal Horn : YES
C. Neuronal Descending Pathway : YES
D. Hormonal System : YES
E. Cortical Level : NO

Mekanisme nyeri :
A. Periphery : YES
B. Dorsal Horn : YES
C. Neuronal Descending Pathway : YES
D. Hormonal System : NO
E. Cortical Level : NO

Mekanisme nyeri :
A. Periphery :?
B. Dorsal Horn : ?
C. Neuronal Descending Pathway : ?
D. Hormonal System : NO
E. Cortical Level : NO

21
Mekanisme nyeri :
A. Periphery : NO
B. Dorsal Horn : NO
C. Neuronal Descending Pathway : ?
D. Hormonal System : YES
E. Cortical Level : NO

Mekanisme nyeri :
A. Periphery : NO
B. Dorsal Horn : NO
C. Neuronal Descending Pathway : YES
D. Hormonal System : YES
E. Cortical Level : NO

4). Target penempatan elektroda sesuai dengan mekanisme nyeri

22
5). Menyesuaikan amplitudo sampai stimulasi dengan dosis yang sesuai agar
mencapai efek yang diharapkan

V. LATIHAN

Pasien Ny. D Usia 60 Tahun, datang ke Praktek Mandiri Fisioterapi


dengan keluhan nyeri dan kaku pada kedua lutut. Ketika istirahat nyeri
berkurang dan ketika bangun pagi merasakan kaku dan bunyi “klik” pada
kedua lututnya. Ketika ingin duduk dan jongkok kedua lututnya terasa
sakit apalagi ketika sedang naik turun tangga merasakan nyeri. 1 minggu
yang lalu pasien diajak ke rumah sakit untuk melakukan check up dan
rontgent. Didapatkan hasil glukosa 200 mg/dL dan hasil rontgent
didapatkan osteofit pada kedua lutut pasien tesebut. Bagaimana peran
Fisioterapi dalam manajemen nyeri pada kondisi tersebut ?

VI. RANGKUMAN

The International Association for the Study of Pain (IASP)


mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan
jaringan. Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan
dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen
subjektif (aspek emosional dan psikologis).
Terdapat teori nyeri yaitu : Specifity Theory, Pattern Theory dan
Current Theory. Yang dapat menunjang berbagai hasil dari teori yang
berada hingga saat ini. Kemudian terdapat mekanisme nyeri yaitu
:Tranduksi, konduksi, transmisi dan persepsi. Di keempat mekanisme
tersebut proses terjadinya nyeri.
Pada kondisi musculoskeletal bisa kita ambil contoh osteoarthritis
dengan menggunakan EPA yaitu TENS untuk menurunkan nyeri pada
penderita.
23
VII. TES FORMATIF
1. Ada beberapa teori tentang manajemen nyeri secara umum, berikut
teori terbaru saat ini adalah ?
a Specifity theory
b Current theory
c Pattern theory
d Specifity theory dan patter theory
e Semuanya benar
2. Mediator nyeri atau disebut sebagai senyawa nyeri yang aktif ketika
terjadi tekanan, subu dan kimia pada tubuh. Mediator nyeri yang
dimaksud adalah ?
a. Serat Afferent A delta

b. Serat Afferent C

c. Prostaglandin dan serotonin

d. Prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamine, zat P

e. bradikinin, serotonin, Serat Afferent A delta

3. Proses fisiologis yang berhubungan dengan persepsi nyeri diartikan


sebagai nosisepsi. Terdapat proses dalam mekanisme nyeri, yaitu ?

a. Tranduksi
b. konduksi
c. Transmisi
d. Persepsi
e. Semuanya benar

VIII. UMPAN BALIK ATAU TINDAK LANJUT

Materi ini bisa digunakan sebagai sumber referensi dalam bagaimana


manajemen nyeri pada kondisi Muskuloskeletal. pada cidera ini banyak
permasalahan yang terjadi, sehingga sangat komplek, serta perlunya
memperbanyak sumber referensi yang lain demi meningkatkan kualitas
24
pelayanan fisioterapi di masa yang akan datang.

IX. Kunci Tes Formatif

1. B

2. D

3. E

25
X. Daftar Pustaka

Bahrudin, M. Neurologi Klinis. Malang : UMM Press. 2013


Cohen M, Quintner J, van Rysewyk S. Reconsidering the IASP definition
of pain. PAIN Reports 2018.

Hawker, G., Mian, S., Kendzerska, T., & French, M. (2011). Measures of Adult
Pain Visual Analog Scale for Pain (VAS Pain), Numeric Rating Scale for
Pain (NRS Pain, McGill Pain Questionnaire (MPQ), Short-Form McGill
Pain Questionnaire (SF-MPQ), Chronic Pain Grade Scale (GPGS), Short
Form-36 Bodily Pain Scale (SF-36 BPS), and Measure of Intermittent and
Constant Osteoarthritis Pain (ICOAP). Arthritis Care & Research.

Hocherg, M.C., 2013. Osteoarthritis : New Approaches. Medicographia,


XXXV(02), pp.140 41.

International Association for the Study of Pain (IASP). (2017). Pain.

Itoh, K. et al., 2008. A Pilot Study on Using Acupuncture and Transcutaneous


Electrical Nerve Stimulation (TENS) to Treat Knee Osteoarthritis (OA).
Chinese Medicine Journal, 3(2).

Kozier, B, 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan


Praktik, Edisi 7, Volume 1, EGC, Jakarta

Moayedi M, Davis KD. Theories of pain: from specificity to gate control. J


Neurophysiol 2013; 109:5-12

Rosyid, F. (2010). Perbandingan Keefektifan Stimulasi Saraf Elektrik Transkutan


(Tens) dan Terapi Es Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien
Simple Simple Fraktur di Ruang Premedikasi Instalasi Bedah Sentral RSU
Haji Surabaya, Jurnal Gaster, 7(2): 564-573.

26

Anda mungkin juga menyukai