Disusun Oleh
Mengetahui,
Penyusun
Halaman Judul i
Halaman Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar isi iv
Visi, Misi dan Tujuan Program Studi S1 Fisioterapi ……………… v
Ayat Suci Al Qur’an ………………………………………………. vii
Sesungguhnya Dia hanya mengharaman atasmu bangkai, darah, daging babi dan
(daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang
siapa terpaksa memakanna dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosanya.
Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Al mu’minun ayat 51
Wahai Orang-orang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan
yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama
suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu.
Al Araf ayat 31
Wahai anak cucu ada! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid.
Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang
yang berlebih-lebihan.
Modul ini akan dijalankan dalam 7 minggu pada tahun 2019-2020 untuk
mahasiswa semester tiga. Pada modul ini mahasiswa akan dibekali pengetahuan
tentang Gizi dan kesehatan Masyarakat. Pemahaman yang mendalam pada
modul ini akan memunculkan motivasi dan upaya belajar mahasiswa untuk
selanjutnya. Selain itu pada modul ini mahasiswa mulai mampu menguasai
konsep-konsep teoritis kefisioterapian dan ilmu-ilmu dasarnya dari Fisioterapi Gizi
dan Kesehatan Masyarakat.
Modul Fisioterapi Gizi dan Kesehatan Masyarakat yang dipelajari oleh
mahasiswa meliputi konsep dasar ilmu gizi, konsep diet masyarakat pada
penderita hypertensi, Dm, Diabetes dan Obesitas, Gizi seimbang pada ibu hamil,
menyusui dan ABK, proses fisioterapi pada syndrome metabolik (assesment dan
pemeriksaan fisik), Konsep prevention (palliative care) cardio pulmonal, konsep
prevention musculo dan integumen, konsep prevention neuromuscular for
cancer, pengantar ilmu kesehatan kesehatan Masyarakat, dasar epidimiologi dan
pencegahan penyakit endemik, konsep dasar fisioterapi dalam kesehatan
masyarakat (konsep sehat sakit, derajat kesehatan factor yang mempngaruhi),
pemeriksaan dan intervensi pada kesehatan masyarakat, konsep participation
restriction dan disabilitas pada komunitas masyarakat.
Konsep fisioterapi
preventif musculo dan
integumen
Konsep fisioterapi
Preventif cardio
pulmonal
B. KARAKTERISTIK MAHASISWA
Modul ini diikuti oleh mahasiswa semester tiga tahun 2017/2018 Program Studi
S1 Fisioterapi Reguler.
Minggu 2
NO TOPIC STRATEGY DEPARTMEN LECTURER DURATION
T
F. AKTIFITAS PEMBELAJARAN
Aktivitas pembelajaran berikut ini dipersiapkan untuk memandu pada
mahasiswa agar dapat mencapai tujuan pembelajaran modul ini.
Step 3 : Brainstorming
Step 7 : Reporting
4. Konsultasi Pakar
Pada kesempatan ini mahasiswa diberikan kesempatan, secara
perorangan atau kelompok, untuk mendiskusikan secara khusus mengenai
suatu informasi dengan pakar yang bersangkutan. Diharapkkan
mahasiswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mantap sesuai
dengan informasi yang didiskusikan.
5. Pembelajaran mandiri
Aktivitas pembelajaran mandiri merupakan inti dari kegiatan pembelajaran
yang didasarkan pada paradigm pembelajaran mahasiswa aktif (student-
ceneter learning-SCL) Dalam hal ini secara bertahap mahasiswa dilatih
dan dibiasakan untuk belajar secara mandiri (tidak harus manunggu saat
ujian atau atas permintaan dosen).
6. Diskusi Kelas
Diskusi ini dilakukan dengan peserta seluruh mahasiswa dalam kelas.
Diskusi ini akan dihadiri oleh dosen pakar. Tujuan aktivitas pembelajaran
ini ialah untuk lebih memantapkan pemahaman semua informasi yang
telah ditelaah.
Hasil penilaian, baik dinyatakan secara absolut maupun secara huruf untuk
menggambarkan mutu, didasarkan pada perolehan nilai:
5 Tugas 20% 20
Jumlah 100
B. Pengertian
Sindrom metabolik adalah kondisi yang ditandai oleh adanya penyakit diabetes,
obesitas dan tekanan darah tinggi. Kondisi ini meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskular seperti stroke dan penyakit jantung. Individual, diabetes, tekanan darah
tinggi dan obesitas dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah, namun kombinasi
dari penyakit ini sangat berbahaya.
Kondisi ini sangat umum, sindrom metabolik diperkirakan mempengaruhi sebanyak satu
dari empat orang dewasa di Inggris.
C. Gejala
D. Penyebab
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko sindrom metabolik termasuk
kecenderungan genetik memiliki resistensi insulin, kelebihan berat badan dan aktivitas
fisik. Oleh karena itu, individu dengan kecenderungan genetik terhadap resistensi insulin
lebih mungkin untuk mengidap sindrom jika mereka gagal untuk mempertahankan berat
badan yang ideal dan berolahraga secara teratur. Sindrom metabolik adalah sangat umum
pada orang keturunan Asia dan Afrika-Karibia dan pada wanita yang memiliki sindrom
ovarium polikistik.
E. Pencegahan
Risiko sindrom metabolik berkembang dapat dikurangi jika orang membuat
perubahan gaya hidup tertentu, beberapa di antaranya : menurunkan berat badan, olah
raga secara teratur, tidak konsumsi alkohol, mengikuti diet yang sehat, mengkonsumsi
obat yang diresepkan untuk glukosa darah tinggi atau kolesterol tinggi.
Sindrom metabolik adalah kondisi yang ditandai oleh kombinasi dari diabetes, obesitas
dan tekanan darah tinggi. Individual, kondisi ini semua meningkatkan kemungkinan
kerusakan pembuluh darah, tetapi dalam kombinasi, mereka sangat berbahaya dan secara
signifikan meningkatkan risiko masalah kardiovaskular seperti penyakit jantung atau
stroke.
Orang-orang yang berada pada risiko sindrom metabolik karena harus mengikuti
perubahan gaya hidup yang dianjurkan yang dapat mengurangi resiko terkena syndrome
metabolik. Beberapa tindakan pencegahan ini meliputi berikut ini:
Pemeriksaan fisik penting pada pasien dengan sindrom metabolik, sebagai hasil
dari tekanan darah tinggi dan obesitas abdomen 2 dari 5 kriteria giagnostik. Pengukuran
dan dokumentasi lingkar pinggang adalah hal yang penting selalu dilakukan ketika
skrining untuk syndrome metabolic.
Pemeriksaan mungkin juga akan menemukan hal hal yang lain, sebagai contoh
pasien dengan hyperglikemia dan resistensi insulin atau dengan diabetes militus mungkin
memiliki acanthus nigricans, hisustism, neuropati perifereral dan retinopati. Pasien yang
memiliki dyslipidemia parah mungkin memiliki xanthomas atau xanthelasmas. Selain itu
resiko pada komplikasi kardiovaskuler juga memungkinkan.
Saat ini berbagai perubahan gaya hidup, perilaku dan lingkungan telah
menyebabkan meningkatnya obesitas dan diabetes militus tipe 2. Obesitas merupakan
salah satu faktor terjadinya sindrom metabolik. Seiring dengan meningkatnya obesitas,
maka angka prevalensi sindrom metabolik juga meningkat. Sindrom Metabolik adalah
kumpulan kelainan metabolik lemak dan karbohidrat yang dikaitkan dengan peningkatan
risiko diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskuler. Menurut WHO definisi Sindrome
Metabolik didasari pada asumsi bahwa resistensi insulin merupakan salah satu faktor
yang berperan pada Syndrome Metabolik, yang diidentifikasi dengan adanya toleransi
glukosa terganggu atau Diabetes Militus. Selain itu kriteria tersebut ditambah dua faktor
risiko yang terdiri dari hipertensi, obesitas, kadar trigliserida yang meningkat atau
kolesterol HDL yang rendah.
The International Diabetes Federation(IDF) tahun 2005 mengeluarkan kriteria
yang dianggap lebih dapat diaplikasikan sesuai ras dan etnik yang ada. Kriteria ini
menempatkan obesitas sentral dengan lingkar pinggang pada pria > 90 cm dan pada
Pemeriksaan Laboratorium
Berdasarkan kriteria sindrom metabolik, maka pemeriksaan laboratorium yang perlu
dilakukan antara lain:
1. Resistensi Insulin
2. Glukosa darah puasa
3. Profil Lipid :
- Kolesterol total
- Kolesterol HDL
- Kolesterol LDL
- Trigliserida
4. Mikroalbuminuria (Rasio albumin/kreatinin
Syndrome metabolic adalah multiple resiko yang timbul dari resistensi insulin
yang menyertai abnormal adipose endapan dan fungsi. Ini adalah faltor resiko untuk
penyakit jantung koroner, serta untuk diabetes, lemak dan beberapa jenis kanker.
Kerusakan organ terjadi melalui berbagai mekanisme di sindrom metabolic. Penyakit
individu yang mengarah ke sindrom metabolic menghasilkan konsekuensi klinis yang
merugikan. Sebagai contoh tekanan darah tinggi dalam syndrome metabolic
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri perifer dan disfungsi ginjal.
Namun, risiko sindrom metabolik kumulatif tampaknya menyebabkan disfungsi mikrovas
kuler, yang lebih menguatkan resistensi insulin dan mempromosikan hipertensi.
Syndrome metabolic terjadi juga dari penyakit jantung koroner melalui beberapa
mekanisme. Hal ini meningkatkan thrombogenicity pada darah, sebagaian dnegan
meningkatkan plasminogen activator tipe 1 dan tingkat adipokine dan itu menyebabkan
disfungsi endotel. Metabolik syndrome mungkin juga meningkatkan resiko
kardiovaskuler dengan meningkatkam kekakuan arteri
Faktor-faktor resiko syndrome metabolic termasuk sejarah keluarga, tidak pernah
diet, dan olah raga yang tidak memadai
Syndrome metabolic dianggap disebabkan oleh jaringan adipose disfungsi dan
resistensi insulin. Disfungsional jaringan adipose juga memainkan peranan penting dalam
pathogenesis resistensi insulin terkait obesitas. Kedua sel adipose pembesaran dan
infiltrasi makrofag ke jaringan adipose menyebabkan pelepasan sitokin pro inflamasi dan
mempromosikan resistensi insulin. Resistensi insulin tampaknya menjadi pengantara
primer sindrom metabolik. insulin menyebabkan penyerapan glukosa otot, lemak, dan sel
hati dan dapat mempengaruhi lipolisis dan produksi glukosa olehhepatosit.
Kontributor resistensi insulin tambahan mencakup kelainan dalam sekresi insulin dan
insulin reseptor signaling, pembuangan glukosa terganggu, dan sitokin pro-inflamasi.
MODUL FISIOTERAPI PADA GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT
Kelainan ini, pada gilirannya, dapat mengakibatkan dari obesitas dengan terkait
peningkatan kadar asam lemakbebas dan perubahan dalam distribusi insulin (insulin
menumpuk lemak).
Distribusi jaringan adiposa tampaknya mempengaruhi perannya dalamsindrom
metabolik. Lemak yang mendalam atau intra-abdomen berkorelasi dengan peradangan,
sedangkan lemak subkutan tidak. Ada sejumlah potensi penjelasan untuk ini, termasuk
pengamatan eksperimental bahwa lemak omental lebih tahan terhadap insulin dan
mengakibatkan konsentrasi yang lebih tinggi dari asam lemak bebas beracun dalam
sirkulasi portal.
Lemak perut dikenal untuk memproduksi kadar sitokin, seperti faktor nekrosis
tumor, adiponectin, leptin, resistin, dan plasminogen aktivator inhibitor berpotensi
berbahaya.
Obesitas adalah kondisi dimana tubuh kelebihan berat badan akibat penimbunan
lemak (The Asia Pasific Perspective, 2000). Berdasar indeks massa tubuh (IMT)
dibedakan antara over weight (kelebihan berat badan) dengan nilai 30 (Insel,
2002).indeks 25 – 30, dengan obesitas yang memiliki nilai indeks Menurut kriteria Asia
Pacifik disebut over weight bila IMT ≥ 23 – < 25, sedang obesitas klas I bila IMT 25 – <
30, dan obesitas klas II bila ≥ 30.
Sebuah penelitian, 68% dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat saat ini
diperkirakan kelebihan berat badan, dan sekitar 36% mengalami obesitas. Hal ini juga
memperkirakan bahwa 10% dari anak-anak di Amerika Serikat yang berusia 2 sampai 5
tahun, 15% dari anak usia 6 sampai 11 tahun, dan 16% dari remaja berusia 12 sampai 19
tahun kelebihan berat badan. Obesitas meningkatkan kemungkinan kematian dini; sekitar
325.000 kematian di Amerika Serikat setiap tahun dikaitkan dengan obesitas.
Orang dewasa dan anak-anak dapat diklasifikasikan sebagai normal, kelebihan
berat badan, atau obesitas dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) berdasarkan
tinggi dan berat badan mereka. Misalnya, orang dewasa dianggap kelebihan berat badan
jika BMI mereka 25 sampai 29, dan obesitas jika BMI mereka adalah 30 atau lebih
tinggi.
Obesitas dapat dipicu oleh genetik, lingkungan, perilaku, sosial, fisiologis, dan
faktor budaya. gaya hidup menetap dan asupan kelebihan kalori dianggap terutama
bertanggung jawab untuk peningkatan di seluruh dunia dramatis dalam obesitas selama 2
dekade terakhir.
Obesitas mempengaruhi orang-orang dari segala usia, ras, dan tingkat sosial
ekonomi. Ini memberikan kontribusi untuk banyak penyakit kronis dan bahkan dapat
menyebabkan kematian dini. Hal ini dapat berkontribusi untuk nyeri sendi, karena
peningkatan stres yang menempatkan kelebihan berat badan pada sendi, otot, dan cakram
Banyak pilihan untuk mengobati obesitas yang tersedia saat ini, termasuk diet
rendah kalori, latihan fisik, modifikasi perilaku, obat-obatan, dan pembedahan. terapis
fisik ahli dalam latihan fisik, dan dapat mengembangkan rencana aktivitas fisik individual
bagi individu yang kelebihan berat badan atau obesitas untuk mengelola berat badan,
mencegah perkembangan obesitas, atau memerangi dampaknya.
Obesitas adalah suatu kondisi yang melibatkan penyimpanan kelebihan lemak
tubuh disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan kalori (jumlah kalori yang
dimakan) dan pengeluaran energi (jumlah kalori yang terbakar) yang terjadi selama
jangka waktu. Sesedikit 100 kalori ekstra per hari akan menyebabkan 4,5 kg [10 lb] berat
badan setiap tahun, yang dapat menyebabkan masalah berat badan dari waktu ke waktu.
Obesitas mempengaruhi tubuh dalam banyak cara negatif dan dapat menyebabkan
masalah kesehatan lainnya, seperti: penyakit kardiovaskular, diabetes, tekanan darah
tinggi, kanker (payudara, liver, endometrium, prostat, dan usus besar), osteoarthritis,
lymphedema (pembengkakan lengan dan kaki), masalah pernapasan, termasuk asma dan
sleep apnea, depresi, orang gemuk mengalami kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari
karena berat meningkat tubuh mereka bawa, mereka kehilangan kondisi fisik, dan
keterbatasan gerakan mereka.
Masyarakat modern, terutama dalam 20 tahun terakhir, begitu mudah
mendapatkan makananan yang murah, termasuk makanan berkalori tinggi dengan nilai
gizi yang buruk yang tersedia (yaitu, "fast food" dan "junk food"). Juga didorong untuk
mengkonsumsi porsi besar tidak wajar makanan dengan "supersized" pilihan makanan
cepat saji, dan iklan makanan dan makan sebagai cara untuk obligasi dan merayakan
acara-acara khusus liburan pesta juga dapat berkontribusi. Pertumbuhan gaya hidup
menetap atau tidak aktif juga berkontribusi besar terhadap obesitas. Menghabiskan lebih
Ciri – Ciri Obesitas adalah: Kelelahan saat melakukan aktivitas sehari-hari yang
sederhana, nyeri sendi terutama di kaki dan meningkatnya stres yang kelebihan lemak
dan berat badan menempatkan pada sendi dan otot-otot tubuh, kesulitan melakukan
kegiatan sehari-hari, seperti berjalan, naik tangga, atau bermain game aktif secara fisik.
Frustrasi atau depresi tentang kondisi dan ketidakmampuan untuk menurunkan berat bad
Masalah gizi tidak terlepas dari masalah makanan karena masalah gizi timbul
sebagai akibat kekurangan atau kelebihan kandungan zat gizi dalam makanan. Kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang melebihi kecukupan gizi menimbulkan masalah gizi lebih
yang terutama terjadi di kalangan masyarakat perkotaan. Dilain pihak empat masalah gizi
kurang seperti gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), anemia gizi besi (AGB),
kurang viatmin A(KVA), kurang energi protein (KEP) masih tetap merupakan gangguan
khususnya di pedesaan.
Ada pergeseran konsep standar gizi yang digunakan pada masa lalu dan masa
kini. Pada masa lalu hanya dibuat satu standar gizi, yaitu angka kecukupan gizi yang
dianjurkan (recommended dietary allowances, RDA) untuk keperluan berbagai tujuan.
Pada masa kini standar gizi dibuat tidak tunggal lagi, tergantung tujuan penggunaannya,
yaitu kebutuhan rata-rata (estimated average requirement, EAR), asupan gizi yang cukup
(Adequate Intake, AI), kecukupan gizi (recommended dietary allowances, RDA), dan
batas atas asupan (Tolerable Upper Intake Level, UL). Untuk keperluan di Indonesia hasil
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 menetapkan tiga standar gizi,
yaitu angka kecukupan gizi (AKG), batas atas asupan (UL), dan acuan label gizi (ALG).
Ketidak seimbangan atau gangguan dari masalah gizi bisa karena kekurangan
asupan bisa juga karena kelebihan asupan. Dari berbagai penelitian dan pemantauan pada
konsumsi gizi masyarakat, ketidak seimbangan atau gangguan yang muncul dapat
mengakibatkan :
2. Gangguan pertumbuhan fisik pada siklus kehidupan manusia sejak janin, bayi baru
lahir,balita yang dapat berdampak sampai dewasa
3. Gangguan perkembangan otak pada janin, bayi dan balita yang berdampak pada
kecerdasan pada usia sekolah
Jenis masalah gizi didasarkan pada ketidak seimbangan asupan makanan terhadap
kebutuhan tubuh, yaitu yang pertama adalah ketidak seimbangan karena kekurangan
asupan dari kebutuhan tubuh dan yang kedua adalah ketidak seimbangan karena
kelebihan asupan dari kebutuhan tubuh akan zat-zat (gizi) yang terdapat dalam makanan
Jenis masalah gizi yang pertama adalah ketidak seimbangan karena kekurangan
asupan makanan dari kebutuhan tubuh biasa disebut dengan gizi yang kurang atau yang
lazim disebut dengan “gizi kurang” atau biasa juga diistilahkan dengan “kelaparan”,
MODUL FISIOTERAPI PADA GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT
baik yang kentara maupun tidak kentara. Gizi kurang juga dibedakan atas kekurangan
komponen-komponen gizinya yaitu “gizi kurang makro” dan “gizi kurang mikro”.
Gizi kurang makro dikenal dengan “kurang energy protein”. Sedang gizi kurang mikro
yang banyak ditemukan atau menjadi masalah adalah Kurang Zat Yodium, Kurang Zat
Besi, Kurang Vitamin A, Kurang Zat Zeng, Kurang Asam Folat, Kurang Vitamin B12
dan lain-lain.
Jenis masalah gizi yang kedua adalah ketidak seimbangan karena kelebihan
asupan dari kebutuhan tubuh, dikenal dengan istilah “gizi lebih”, contohnya kegemukan
dan penyakit Degeneratif. Gizi lebih ini lebih dikenal dengan “lebih Karbohirat” atau
banyak makan dan juga “lebih lemak” atau banyak makan lemak/minyak masakan.
Kesemuanya dikenal dengan istilah “energy Lebih”. Contoh penyakit gizinya, bila
kelebihan Karbohidrat maka dalam darah akan kelebihan glukosa, bila glukosa ini sempat
diproses menjadi glikogen maka seseorang akan terlihat Kegemukan, bila glukosa tidak
sempat diproses menjadi glikogen alias glukosa darah tetap tinggi maka seseorang akan
menderita penyakit gula, akan lebih parah lagi bila seseorang telah mengalami proses
degeneratif. Ini terjadi juga pada keadan gizi lebih karena “lebih lemak” atau banyak
makan lemak/minyak masakan, lemak yang dimakan akan tertimbun pada pembulu darah
dan ini akan menimbulkan penyakit jantung, penyakit darah tinggi dan akibat-akibat
lainnya.
1. Bahan makanan mempunyai tiga fungsi bagi seseorang, yaitu fungsi biologi, psikologi
dan sosial.
2. Makanan dapat dikelompokkan menurut slogan empat sehat lima sempurna menjadi
lima golongan, yaitu makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, buah dan susu
4. Dalam memilih bahan makanan perlu memperhatikan jenis dan tanda kerusakan
bahan makanan serta ciri-ciri bahan makanan yang baik
5. Pengertian menu seimbang adalah susunan hidangan beberapa macam makanan yang
mengandung energi dan zat gizi secara cukup, baik jenis maupun jumlahnya.
6. Manfaat yang diperoleh dari menyusun menu seimbang adalah kebutuhan zat gizi
dapat terpenuhi; dapat memilih bahan makanan yang baik, dan sesuai dengan
keadaan sosial, ekonomi dan budaya; mengurangi kehilangan zat gizi selama
penyiapan makanan; serta mengurangi kebosanan akan menu makanan
8. Proses yang harus dilakukan dalam menyusun menu adalah menentukan kecukupan
gizi, menentukan hidangan, penentuan pemilihan bahan makanan, serta pengolahan
bahan makanan
Indikasi :
diberikan kepada penderita yang mempunyai kadar kolesterol dan atau kadar lemak
dalam darah tinggi dengan atau tanpa penyakit lain
Tujuan Diet :
1. Menurunkan kadar kolesterol dan lemak dalam darah
2. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk
Prinsip Diet :
1. Penggunaan lemak dibatasi (terutama lemak je nuh)
2. Lebih banyak menggunakan lemak tak jenuh
3. Penggunaan bahan makanan yang mengandung banyak kolesterol (hewani dibatasi)
4. Jumlah kalori dibatasi pada penderita yang gemuk
5. Protein sesuai kebutuhan
6. Tinggi serat
Contoh Menu
Diet Garam atau Diet untuk Hypertensi disebut juga Dietary Approaches to Stop
Hypertension (DASH) adalah diet makan kaya buah-buahan, sayuran, biji-bijian, ikan,
unggas, kacang-kacangan, kacang-kacangan, dan susu rendah lemak. makanan ini tinggi
nutrisi kunci seperti kalium, magnesium, kalsium, serat, dan protein.
Diet DASH dapat menurunkan tekanan darah karena memiliki lebih sedikit garam
dan gula dari makanan khas Amerika. Diet DASH memotong makanan penutup,
minuman manis, lemak, daging merah, dan daging olahan.
Contoh menu DASH
Biji-bijian: 7-8 porsi setiap hari (ukuran porsi: 1 iris roti, 1/2 cangkir nasi atau
pasta, 1 ons sereal kering)
Sayuran: 4-5 porsi setiap hari (1 cangkir mentah sayuran hijau, 1/2 cangkir
dimasak sayur)
Buah: 4-5 porsi setiap hari (1 buah sedang, 1/2 cangkir buah segar atau beku, 1/4
cangkir buah kering, 6 ons jus buah)
Rendah lemak atau bebas lemak produk susu: 2-3 porsi setiap hari (8 ons susu, 1
cangkir yogurt, 1,5 ons keju)
daging tanpa lemak, unggas, dan ikan: 2 atau lebih sedikit porsi sehari (3 ons
daging yang dimasak, unggas, atau ikan)
Kacang-kacangan, biji-bijian, dan kacang-kacangan: 4-5 porsi per minggu (1/3
cangkir kacang-kacangan, 2 sendok makan biji, 1/2 cangkir dimasak biji kering
atau kacang polong)
Lemak dan minyak: 2-3 porsi setiap hari (1 sendok teh minyak sayur atau
margarin lembut, 1 sendok makan mayones rendah lemak, 2 sendok makan salad
ringan saus)
Permen: kurang dari 5 porsi per minggu. (1 sendok makan gula, jelly, atau selai)
Gunakan buku harian makanan untuk melacak garam dalam makanan yang di
makan, kurang dari 2.300 miligram (sekitar 1 sendok teh garam) setiap hari.
Membaca label fakta gizi pada setiap paket makanan.
Pilih makanan yang memiliki 5% atau kurang dari "Daily Value" natrium.
Hindari makanan yang memiliki 20% atau lebih Nilai Harian natrium.
Hindari makanan kalengan, makanan olahan, daging makan siang, dan makanan
cepat.
Gunakan bumbu bebas garam.
Kalium, magnesium, dan serat, di sisi lain, dapat membantu mengontrol tekanan
darah. Buah-buahan dan sayuran yang tinggi kalium, magnesium, dan serat, dan
mereka rendah sodium. Menempel seluruh buah-buahan dan sayuran. Jus kurang
bermanfaat, karena serat akan dihapus. Juga, kacang-kacangan, biji-bijian,
kacang-kacangan, daging tanpa lemak, dan unggas merupakan sumber yang baik
dari magnesium.
Syarat kebutuhan kalori untuk penderita diabetes mellitus harus sesuai untuk
mencapai kadar glukosa normal dan mempertahankan berat badan normal. Komposisi
energi adalah 60-70 % dari karbohidrat, 10-15 % dari protein, 2025 % dari lemak.
Makanlah aneka ragam makanan yang mengandung sumber zat tenaga, sumber zat
pembangun serta zat pengatur.
Makanan sumber zat tenaga mengandung zat gizi karbohidrat, lemak dan protein
yang bersumber dari nasi serta penggantinya seperti: roti, mie, kentang dan lain-lain.
Makanan sumber zat pembangun mengandung zat gizi protein dan mineral.
Makanan sumber zat pembangun seperti kacang-kacangan, tempe, tahu, telur, ikan, ayam,
daging, susu, keju dan lain-lain. c. Makanan sumber zat pengatur mengandung vitamin
dan mineral. Makanan sumber zat pengatur antara lain: sayuran dan buah-buahan. Ada
beberapa jenis diet dan jumlah kalori untuk penderita diabetes mellitus menurut
kandungan energi, karbohidrat, protein dan lemak.
Banyak yang beranggapan bahwa penderita diabetes mellitus harus makan
makanan khusus, anggapan tersebut tidak selalu benar karena tujuan utamanya adalah
menjaga kadar glukosa darah pada batas normal. Untuk itu sangat penting bagi kita
terutama penderita diabetes mellitus untuk mengetahui efek dari makanan pada glukosa
darah. Jenis makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus adalah makanan
yang kaya serat seperti sayur-mayur dan buah-buahan segar. Hal yang terpenting adalah
jangan terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan mengakibatkan kadar gula darah
yang sangat rendah (hypoglikemia) dan juga jangan terlalu banyak makan makanan yang
memperparah penyakit diabetes mellitus. Universitas Sumatera Utara Ada beberapa jenis
makanan yang dianjurkan dan jenis makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi bagi
penderita diabetes mellitus yaitu: a. Jenis bahan makanan yang dianjurkan untuk
penderita diabetes mellitus adalah: 1). Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti,
mie, kentang, singkong, ubi dan sagu. 2). Sumber protein rendah lemak seperti ikan,
3. Kalsium
Kalsium sangat dibutuhkan ibu hamil atau menyusui. Janin sangat
membutuhkan kalsium. Apabila kalsium yang dikonsumsi ibunhamil kurang mencukupi,
maka janin akan mengambil kalsium dari tulang ibu hamil yang akan mengakibatkan
tulang ibu hamil menjadi lemah. Kalsium yang dibutuhkan ibu hamil atau menuyusui
kurang lebih 1000mg/hari. Sumber kalsium yang baik, didapatkan dari susu, yogurt, tahu.
Sayur hijau, ikan, kacang almond dan sereal.
4. Protein
Asupan makanan yang bergizi amat penting untuk si kecil agar bisa tumbuh
dan berkembang dengan optimal. Karena itu pastikan bahwa menu yang disajikan
bagi si kecil memenuhi kebutuhan nutrisi hariannya. Di usia ini anak memasuki usia
pra sekolah dan mempunyai risiko besar terkena gizi kurang. Pada usia ini anak
tumbuh dan berkembang dengan cepat sehingga membutuhkan zat gizi yang lebih
banyak, sementara mereka mengalami penurunan nafsu makan dan daya tahan
tubuhnya masih rentan sehingga lebih mudah terkena infeksi dibandingkan anak
dengan usia lebih tua. Zat gizi yang mereka perlukan adalah Karbohidrat berfungsi
sebagai penghasil energy bagi tubuh dan menunjang aktivitas anak yang mulai aktif
bergerak. Mereka biasanya membutuhkan sebesar 1300 kkal per hari. Protein
berfungsi untuk membangun dan memperbaiki sel tubuh dan menghasilkan energy.
Mereka membutuhkan protein sebesar 35 gram per hari Mineral dan vitamin yang
penting pada makanan anak adalah iodium, kalsium, zinc, asam folat, asam folat, zat
besi, vitamin A,B,C,D,E, dan K. Mineral dan vitamin ini berperan dalam
perkembangan motorik, pertumbuhan, dan kecerdasan anak serta menjaga kondisi
tubuh anak agar tetap sehat. Sementara pertumbuhan fisik tubuh sedikit melambat,
karenanya anak perlu makan makanan yang memberikan asupan gizi yang
mendukung pertumbuhan otaknya.
1) Tepat kombinasi zat gizinya, antara kebutuhan karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral serta kebutuhan cairan tubuh anak, yaitu 1-1,5 liter/hari.
2) Tepat jumlah atau porsinya, sesuia yang diperlukan tubuh berdasarkan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) harian.
3) Tepat dengan tahap perkembangan anak, artinya kebutuhan aklori anak
berdasarkan berat badan dan usia anak.
4) Pola Makan balita harus terdiri dari:
Natrium
Meskipun kemajuan luar biasa yang telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir
dalam diagnosis, pencegahan, dan terapi untuk ventilator-associated pneumonia (VAP),
penyakit ini terus menciptakan komplikasi selama pengobatan dalam proporsi yang
signifikan dari pasien saat menerima ventilasi mekanis.
Pneumonia adalah infeksi nosokomial yang paling umum tunggal antara pasien
yang menjalani perawatan di unit perawatan intensif (ICU). Meskipun kemajuan yang
telah dicapai pada masa lalu dalam diagnosis, pencegahan, dan terapi infeksi didapat di
rumah sakit, ventilator-associated pneumonia (VAP) terus menciptakan komplikasi
selama pengobatan dalam kasus proporsi yang signifikan dari pasien menerima ventilasi
mekanis. tingkat kematian di antara pasien dengan VAP telah dilaporkan meningkat pada
proporsi yang mengkhawatirkan untuk mendaftarkan angka kematian setinggi 72%, dan
morbiditas terkait dengan VAP juga diketahui dapat jauh berkontribusi terhadap
peningkatan jumlah hari dari rumah sakit tinggal serta peningkatan besar dalam biaya
kesehatan.
Banyak faktor risiko telah dikaitkan dengan VAP, yang meliputi antara lain adanya
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), intubasi jalan napas, mengurangi keadaan sadar,
pemantauan intracranial, reintubation saluran napas, ventilasi mekanis lebih besar dari 7
hari, penggunaan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) dan posisi pasien telentang.
Airway intubasi dan ventilasi mekanik, khususnya, mengurangi clearance normal sekresi
saluran napas, meningkatkan risiko VAP. Ada bukti yang menunjukkan bahwa langkah-
langkah pencegahan yang agresif dapat mengurangi tingginya angka morbiditas terkait
dengan VAP pada pasien yang sakit kritis. [2] Ada juga bukti yang mendukung
menegaskan bahwa berbagai kombinasi fisioterapi dada telah memainkan peran penting
masing-masing untuk membantu dalam re-ekspansi paru dan menganugerahkan
perbaikan jangka pendek secara total kepatuhan paru-thorax dan laju aliran ekspirasi. [3]
Kondisi medis yang terkait dengan kulit, rambut atau kuku dapat di indikasikan
sebagai terjadinya gangguan sistem, yang mungkin baik ringan atau melibatkan sejumlah
besar tingkat keparahan dan kompleksitas. Bahkan ada kondisi tertentu yang dapat
mengancam kehidupan pasien, misalnya, kanker kulit. Tergantung pada jenis dan
intensitas gangguan tertentu, tindakan kuratif yang tepat disarankan oleh konsultan
kesehatan khusus. Kadang-kadang, pengobatan yang cepat, mudah dan murah tapi di lain
kali itu harus dilakukan untuk waktu yang lama dan biaya banyak uang. Demi
menghindari semua konsekuensi merepotkan, dan sering tak tertahankan,, orang bijak
selalu memilih untuk mengambil langkah-langkah pencegahan, sehingga mencegah
kemungkinan terjadinya setiap penyakit tersebut. Di antara kondisi kulit yang umum
terjadi, ada termasuk eksim, jerawat, psoriasis, ruam, dermatitis, selulitis, kutil,
melanoma, ketombe, rosacea, abses kulit, actinic keratosis, karsinoma sel basal, dan
banyak lagi. Berikut berikut penjelasan singkat dari beberapa kondisi gangguan kulit:
1. Karsinoma Sel Basal
Menjadi bentuk paling umum dari kanker kulit, karsinoma sel basal untuk sekitar 90%
dari semua kasus kanker kulit di Amerika Serikat. Meskipun kanker tersebut tidak
bermetastasis atau menyebar ke bagian lain dari tubuh, tetapi tidak tumbuh dalam ukuran
dan menyerang jaringan sekitarnya. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
perkembangannya termasuk sistem kekebalan tubuh melemah, paparan berlebihan
terhadap sinar matahari dan warna lebih ringan dari kulit. Jadi mengejutkan, dalam 20%
kasus, daerah yang terkena biasanya tidak terkena sinar matahari, seperti kulit kepala,
kaki, lengan, dada dan punggung. Awalnya muncul sebagai benjolan berbentuk kubah,
tekstur tempat seperti sering terlihat mengkilap dan mutiara, tetapi mungkin juga gelap
dalam penampilan karena adanya pigmen melanin. Sebagian besar muncul setelah usia
50, karsinoma sel basal tumbuh sangat lambat dan, dalam sebagian besar kasus,
mempengaruhi kulit wajah. Setelah diagnosa yang tepat melalui biopsi, dapat berhasil
Kajian informal literatur tentang olahraga dan kanker dilakukan untuk meneliti
peran olahraga dalam pencegahan kanker, pengobatan, rehabilitasi, dan akhir ketahanan
hidup. studi populasi menunjukkan bahwa insiden kanker berkurang dengan
meningkatnya tingkat aktivitas fisik. Latihan dapat mengurangi efek samping dari terapi
antikanker, dan dapat membantu dalam pemulihan dan rehabilitasi setelah kemoterapi,
radiasi, dan pembedahan. studi observasi dari payudara, usus besar, dan penderita kanker
prostat menunjukkan asosiasi yang kuat antara olahraga postdiagnosis dan penurunan
angka kematian kanker tertentu. Selain itu, semua penyebab kematian di selamat dari
kanker menurun dengan meningkatnya jumlah latihan. Jumlah dan intensitas latihan yang
diperlukan untuk mengukur manfaat kelangsungan hidup tampak bervariasi menurut jenis
tumor primer. Penurunan angka kematian kanker payudara terlihat dengan setara dengan
3 jam berjalan per minggu, dan penurunan angka kematian kanker usus besar dengan 6
jam berjalan per minggu. Untuk tumor ini, lebih giat berlatih mungkin tidak
meningkatkan kelangsungan hidup. Nambun, setelah diagnosis kanker prostat, latihan
lebih intens dikaitkan dengan kelangsungan hidup lebih unggul jika dibandingkan dengan
berjalan kaki. Mekanisme di balik perbedaan ini tetap harus dijelaskan. Penelitian lebih
lanjut juga diperlukan untuk menentukan berbagai jumlah dan intensitas latihan yang
diperlukan untuk pencegahan optimal kanker, pemulihan, dan kelangsungan hidup.
"Kurangnya aktivitas menghancurkan kondisi baik setiap manusia, sementara gerakan
dan latihan fisik metodis simpan dan melestarikannya" - Plato (427-347 SM)
Aktivitas fisik bersimpangan dengan onkologi baik di pra-diagnosis dan
pengaturan ketahanan hidup. Bahwa aktivitas fisik berperan dalam pencegahan kanker
banyak dikenal, seperti peran olahraga dalam mengurangi efek samping pengobatan,
mempercepat pemulihan setelah diagnosis kanker, dan meningkatkan kelangsungan
hidup. Artikel ini akan meninjau persimpangan latihan dan onkologi, membahas
mekanisme dikenal oleh yang berolahraga diberikannya efek yang bermanfaat, serta
develop an implementation plan that specifies the time frame for each
phase of the development and implementation of the prevention
program;
monitor the progress of the implementation of the preventive
measures; and
review the time frame of the implementation plan regularly and, as
necessary, revise it.
Step 1: Process for consultation with and participation of the policy committee
(or the work place committee or the health and safety representative) during
each step of the program.
Step 2: Education of employees and health and safety committee members.
Step 3: Methodology for hazard identification and assessment.
Step 4: Hazard identification and assessment.
Step 5: Preventive measures.
Step 6: Program evaluation.
The implementation plan must establish time frames for each phase in the development
and implementation of the program. Be realistic in establishing the schedule. If the
hazard prevention program at the work place has never included MSI prevention, it may
take a few years to address all the ergonomics-related hazards.
The size and complexity of the work place, as well as other health and safety priorities,
will be factors in the time required. If most employees in the work place perform roughly
the same tasks, it may not take as long to implement the program and address the
ergonomics-related hazards.
The implementation plan must be monitored periodically to ensure that the process is on
schedule. If for some unforeseen reason the time frames in the implementation plan
cannot be met, they may need to be revised.
MODUL FISIOTERAPI PADA GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT
Hazard Prevention Program for Ergonomics-Related Hazards Steps flow
chart
Des
cription of Hazard Prevention Program for Ergonomics-Related Hazards Steps flow chart
MODUL FISIOTERAPI PADA GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT
Employed education
The employer shall provide health and safety education, including education
relating to ergonomics, to each employee which shall include the following:
The employer shall review the employee education program, and, if necessary,
revise it
Ergonomics-related factors
Many factors must be considered in hazard identification and assessment. The following
are some ergonomics-related factors that can cause or contribute to MSIs. When an
employee is exposed to two or more factors at the same time, the risk of injury is higher.
Force:
Force is the effort exerted by the employee to do the work. All work requires some level
of force and in most cases the work can be done without harmful effects. However, if the
force exerted (for example, when lifting an extremely heavy object) is more than the
musculoskeletal system can handle it can lead to injury.
overlap);
Twisting the neck to talk to someone seated to the side while using a keyboard directly
in front;
Bending the neck down to do detailed drawings on paper laid flat on the desk;
Looking up frequently at a security screen high on the wall to monitor access points to
the building, while working on a desktop computer;
Contact Stress:
Contact stress occurs when a hard or sharp object comes in contact with the skin. Soft
tissues, including nerves and blood vessels, can be injured due to the pressure caused by
contact stress.
Here are some things that can lead to contact stress:
Using body parts to strike hard surfaces
Using the hand to knock metal parts into place while assembling machinery;
MODUL FISIOTERAPI PADA GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT
Kicking the carpet-stretcher with the part of the leg right above the knee when installing
carpet;
Having the sharp edge of a desk dig into the forearm or wrist while typing
Repetition:
Using the same muscles, tendons and other soft tissues repeatedly with little chance for
rest or recovery can lead to musculoskeletal injury when the muscles get tired. Repetition
increases the risk of injury when other factors such as forceful exertion and awkward
posture are also present.
Highly repetitious tasks can affect large muscles (for example, repeatedly lifting and
stacking heavy objects) as well as small muscles (repeatedly operating a small syringe
assembly).
Working in a hot or humid environment also imposes strain on the body. It increases the
body temperature and causes dehydration, leading to muscle tiredness. People working in
commercial kitchens or working outside during the summer are exposed to hot, humid
work environments.
Example:
An employee is assigned to transfer items from one conveyor to another. When
is he most likely to injure himself?
Adapting the work space and the work equipment to fit the operator and the kind of
work being performed, to promote preferred body postures;
Providing sufficient space for body movements;
Providing variety in tasks and movements to avoid body tension caused by static
postures;
Designing work to allow machinery to do or assist with highly repetitive tasks, leaving
more variable tasks to human operators;
Placing controls within easy reach;
Keeping loads close to the body and handling them with neutral postures;
Keeping physical demands compatible with the physical capacities of the employee;
Using mechanical assistance if the strength demanded exceeds the capacity of muscle
groups.
As part of the preventive measures, the employer shall develop and implement
a preventive maintenance program in order to avoid failures that could result in
a hazard to employees.
The employer shall ensure that any preventive measure shall not in itself create
a hazard and shall take into account the effects on the work place.
The preventive measures shall include steps to address
The employer shall ensure that any person assigned to implement ergonomics-
related prevention measures has the necessary instruction and training.
The Regulations specify the order of priority for the types of preventive measures, or risk
controls, that must be used to deal with ergonomics-related hazards.
1. What experiences have others had with the solution? (Is there a proven or benchmark
solution to the problem?)
2. Will any new hazards be created?
3. What are the costs and/or benefits of the preventive measure?
4. Are there non-monetary benefits to one option over another?
5. If there is disruption to work, productivity and/or quality of service during
implementation, how will it be managed?
6. What training is required?
7. What feedback have employees provided? What option would they prefer?
8. What maintenance requirements will there be?
9. How will the success of the implementation evaluated?
Use tools that allow employees to grip the tool using the whole hand (a power grip);
Choose tools that have triggers that can be operated using several fingers rather than
one finger or a thumb;
Choose tools that can be used with the wrist straight;
Choose tools with features that reduce vibration;
Choose tools that are lighter and designed to reduce hand torque and kickback;
Ensure the tool is balanced and does not require extra muscular effort to hold it in
position ;
Ensure the handle of a tool does not create pressure points in the palm of the hand;
Use tools with handles that fit the hand (for example, use a smooth hand grip rather
than one with hard ridges that space the fingers);
Use rubber or sponge-type grips on tool handles;
Choose tools that can be safely used by either left handed or right handed employees;
Maintain tools regularly;
Inspect tools regularly;
Ensure worn or damaged tools are fixed or replaced;
Improve grip while handling slippery objects by using friction-enhanced, well-fitting
gloves;
Reduce the total time the employee spends manually gripping objects;
Rather than have the employee spend one long period continuously gripping a tool,
break the time into shorter periods.
Minimize the distance between the load and the employee by removing any obstacles
between them or using a turntable;
Use height-adjustable pallet trucks/scissor lifts to keep loads off the floor and above
knee height;
Use carts that have vertical or height adjustable handles to enable different sized
workers to position their hands between waist and shoulder height;
Use larger wheels on carts and bins as this reduces push and pull forces and makes it
easier to roll over cracks or holes in the floor;
Ensure that wheels/casters are suitable for the load being transported and are
compatible with the type of flooring;
Determine the most suitable swivel arrangement of casters - 2 or 4, front or back;
Ensure there is enough space so the worker does not have to use awkward postures to
move the cart;
o Keep the monitor or objects that need to be viewed at a height that will not
require tilting the head to look up or down;
o Avoid twisting the neck (e.g., using a keyboard in front and looking at a person
seated to the side);
o Avoid bending the neck (e.g., to hold the telephone receiver);
Minimize awkward posture of the shoulder:
o Reduce the need to reach forward or sideways by moving objects closer and by
adjusting the work height (e.g., tilted position);
o Minimize reaching behind by moving objects to the front;
o Minimize reaching across the body by moving closer to the objects or by
transferring objects from one hand to the other;
Minimize forearm rotation by using power tools or mechanical turners;
Minimize awkward posture of the wrist by using tools with appropriate handles (e.g.,
angled handles, drop down tools);
o Reduce forward bending by increasing the work height or moving objects closer
(i.e., improved work place layout);
o Minimize side bending by reducing the reach distance or moving objects to the
front of the employee;
o Minimize twisting by improving the layout of the work area;
Minimize squatting or kneeling by raising the task;
Incorporate adjustability into tools and equipment:
o Have work surfaces whose height can be adjusted to suit the type of work being
done (i.e., precision, light or heavy work);
o Use a tilted surface for drafting;
o Use tilted bins and bins with false bottoms for easier access inside;
o Have height adjustable chairs;
Minimize static or fixed postures:
Contact stress
Eliminate or minimize exposure to contact stress:
Change or modify equipment (e.g., use a long-handled screwdriver to prevent the butt
from digging into the palm);
Change or modify the work area to prevent sharp edges from digging into skin (e.g., pad
sharp or metal edges);
Use personal protective equipment (e.g., use knee pads while kneeling; use padded
gloves when lifting heavy objects by means of narrow plastic strapping);
Improve or change work practices to reduce resting or leaning against sharp edges;
Avoid using body parts (e.g., palm or knee) as a hammer.
Repetition
Eliminate highly repetitious tasks by using preventive measures such as automation or
mechanization (e.g., power tools). If that is not reasonably possible, consider options
such as the following to minimize the risk to employees:
Daerah penting dari pekerja sosial medis di rumah sakit, pusat rehabilitasi
narkoba, lembaga kesehatan masyarakat, rumah jompo, fasilitas kesehatan mental dan
klinik. Yang paling penting seorang pekerja sosial medis bekerja untuk memastikan
bahwa kepentingan terbaik dari pasien terpenuhi.
1. Konseling
Memberikan saran dan nasihat pada pasien dan keluarga mereka, menjelaskan
sifat dari penyakit mereka ,menyarankan mereka bagaimana untuk secara efektif
menangani gejala dan pengobatan. Berfungsi sebagai konselor untuk membantu mereka
mengatasi trauma mengalami kronis atau penyakit akut.
2. Perencanaan Perawatan
Keluarga dan pasien sering tidak tahu ke mana harus berpaling untuk
mendapatkan perawatan medis.
membantu pasien dan keluarga dalam mencari dan mengatur layanan seperti
dalam perawatan rumah, perawatan di rumah dan konseling
bekerja dengan tim medis dan membahas tentang perencanaan perawatan.
3.Bantuan Financial
Biaya untuk penyakit akut dan kronis sangat tinggi, keluarga mungkin tidak dapat
memberikan finansial untuk perawatan dari anggota keluarga yang sakit Jika orang yang
sakit adalah orang tua, dukungan keuangan untuk perawatan tanggungan juga harus
ditangani. Pekerja social medis merujuk dan membantu pasien dalam memperoleh
bantuan keuangan, bantuan makanan dan cakupan pelayanan kesehatan melalui program
pemerintah
4.Assessment
Pekerja social medic menilai pasien apakah dia sangat sakit mental, adalah
pecandu narkoba atau merupakan korban pelecehan dengan kebutuhan dokter atau
perawat. Pendapat dari pekerja social medic sangat dibutuhkan oleh staf rumah sakit.
MODUL FISIOTERAPI PADA GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT
Pekerja Sosial Medik mengevaluasi pasien dan laporan kembali ke staf rumah sakit.
Bersama staf rumah sakit dan MSW berkolaborasi untuk menemukan pendekatan yang
terbaik untuk membantu sakit mental, mental di kompeten, obat kecanduan atau
dilecehkan pasien.
5.Advocacy
Pekerja Sosial Medik bertindak sebagai advokat pasien Pekerja Sosial Medik
bertindak sebagai intermediatory antara pasien dan komunitas medis Mereka adalah suara
untuk orang yang memiliki hambatan komunikasi atau perbedaan budaya yang membuat
komunikasi yang efektif menantang. Tanpa Pekerja Sosial Medis, pasien sering jatuh
antara celah-celah-mereka kesehatan dan kebutuhan emosional yang tidak diketahui
7.Bantuan Legal
Pekerja sosial medis mulai dengan menilai pasien untuk masalah psikososial,
yang mereka mungkin perlu bantuan dengan. Mereka menentukan apa masalah
psikologis, sosial atau keuangan pasien mengalami karena kondisi kesehatan mereka.
Rumah sakit pekerja sosial tidak akan melihat setiap pasien yang datang ke rumah
sakit. Mereka biasanya akan menerima rujukan dari dokter atau perawat untuk pelayanan
pekerjaan sosial.
Setelah menilai kebutuhan pasien, pekerja sosial akan melakukan intervensi jika
diperlukan. Bantuan yang dibutuhkan dapat bervariasi, tergantung pada kebutuhan
pasien. Sebagai contoh, beberapa pasien mungkin memerlukan bantuan menghubungkan
dengan layanan di komunitas mereka, seperti tempat penampungan atau terapi obat
dukungan tunawisma. Pasien lain mungkin perlu bantuan memahami kondisi kesehatan
mereka dan menavigasi semuanya terlibat dengan mereka tinggal di rumah sakit.
pekerja sosial juga menyediakan pendidikan pasien tentang pilihan pengobatan dan
membantu mengkoordinasikan layanan yang dibutuhkan setelah debit, seperti peralatan
Dalam kebanyakan kasus, lisensi memerlukan kerja sejumlah tertentu dari jam di
bawah pengawasan seorang pekerja sosial berlisensi. Beberapa fasilitas medis dapat
menyewa pekerja sosial yang bekerja menuju lisensi. sertifikasi opsional juga tersedia
melalui Asosiasi Nasional Pekerja Sosial. Setelah memenuhi persyaratan, pekerja sosial
dapat mengajukan permohonan untuk menjadi bersertifikat di daerah, seperti perawatan
kesehatan, rumah sakit dan perawatan paliatif dan geriatri. Meskipun sertifikasi mungkin
tidak diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan, itu menunjukkan dedikasi tambahan dan
pengetahuan di lapangan.
The American Physical Therapy Association (APTA) is committed to meeting the physical
therapy needs of society, to meeting the needs and interests of its members, and to developing
and improving the art and science of physical therapy, including practice, education and
research. To help meet these responsibilities, APTA’s Board of Directors has approved the
following guidelines for physical therapy documentation. It is recognized that these guidelines
do not reflect all of the unique documentation requirements associated with the many specialty
areas within the physical therapy profession. Applicable for both hand written and electronic
documentation systems, these guidelines are intended to be used as a foundation for the
development of more specific documentation guidelines in clinical areas, while at the same time
providing guidance for the physical therapy profession across all practice settings.
Documentation may also need to address additional regulatory or payer requirements. Finally,
be aware that these guidelines are intended to address documentation of patient/client
management, not to describe the provision of physical therapy services. Other APTA documents,
including APTA Standards of Practice for Physical Therapy, Code of Ethics and Guide for
Professional Conduct, and the Guide to Physical Therapist Practice, address provision of physical
therapy services and patient/client management.
APTA POSITION ON DOCUMENTATION
OPERATIONAL DEFINITIONS
Guidelines
APTA defines a "guideline" as a statement of advice.
Authentication
The process used to verify that an entry is complete, accurate and final. Indications of
authentication can include original written signatures and computer "signatures" on secured
electronic record systems only. The following describes the main documentation elements of
patient/client management:
1)initial examination/evaluation
2) visit/encounter
3) reexamination
4) discharge or discontinuation summary.
Initial Examination/Evaluation
Documentation of the initial encounter is typically called the “initial examination,”
“initial evaluation,” or “initial examination/evaluation.” Completion of the initial examination/
evaluation is typically completed in one visit, but may occur over more than one visit.
Documentation elements for the initial examination/evaluation include the following:
1. Examination
Includes data obtained from the history, systems review, and tests and measures.
2. Evaluation
Evaluation is a thought process that may not include formal documentation. It may
include documentation of the assessment of the data collected in the examination and
identification of problems pertinent to patient/client management.
3. Diagnosis
Indicates level of impairment, activity limitation and participation restriction determined
by the physical therapist. May be indicated by selecting one or more preferred practice patterns
from the Guide to Physical Therapist Practice.
4. Prognosis
Dalam skenario lain, pasien bisa memiliki kondisi yang beragam dan menjadi
menerima perawatan beragam sebagai bagian dari kelompok yang terapis fisik
memberikan kehadiran konstan dan memberikan yang berbeda-beda, tapi terampil,
layanan sesuai dengan pertimbangan profesional nya. Pasien dapat melakukan, di
perusahaan masing-masing, rutinitas latihan individual ditentukan oleh terapis fisik
secara khusus sebagai bagian dari rencana masing-masing pasien perawatan. Selama
periode di mana pasien ini berolahraga secara bersamaan, terapis fisik memenuhi
persyaratan kehadiran konstan dengan menyediakan keahlian klinis dan penilaian
seperti menawarkan umpan balik, memberikan instruksi lebih lanjut individual,
menerapkan modifikasi dan progresi dari program latihan untuk setiap pasien, atau
mengukur tanggapan masing-masing pasien terhadap pengobatan.
2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang
lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah
kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.
3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya
sendiri.
1. Dimensi sasaran
c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early diagnostic
and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat
menghindari dari resiko kecacatan.
2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu
penyelesaiannya.
3) Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran, penuh
pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar atau
kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung pada
besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun
rendah.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok ;
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya
menggunakan atau melalui media massa. Contoh :
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional, misalnya oleh
menteri atau pejabat kesehatan lain.
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya adalah juga
bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard ”Ayo ke Posyandu”.
Andalah yang dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
a. Pengertian ;
- alat yang tidak diproyeksikan ; untuk dua dimensi misalnya gambar, peta,
bagan ; untuk tiga dimensi misalnya bola dunia, boneka, dsb.
3) Alat bantu lihat dengar (audio visual aids) ; televisi dan VCD.
Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat bantu belajar dan tetap harus
diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar dengan sendirinya. Kita harus
mengembangkan ketrampilan dalam memilih, mengadakan alat peraga secara tepat
sehingga mempunyai hasil yang maksimal.
Contoh : satu set flip chart tentang makanan sehat untuk bayi/anak-anak harus
diperlihatkan satu persatu secara berurutan sambil menerangkan tiap-tiap
gambar beserta pesannya. Kemudian diadakan pembahasan sesuai
dengan kebutuhan pendengarnya agar terjadi komunikasi dua arah.
Apabila kita tidak mempersiapkan diri dan hanya mempertunjukkan
lembaran-lembaran flip chart satu demi satu tanpa menerangkan atau
membahasnya maka penggunaan flip chart tersebut mungkin gagal.
6) Bila perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan suasana dan sebagainya.
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (audio
visual aids/AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat
saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan
untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau ”klien”.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini
dibagi menjadi 3 (tiga) : Cetak, elektronik, media papan (bill board)
1) Media cetak
1) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun
gambar.
2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya.
4) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik.
Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar
peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan
dengan gambar tersebut.
2) Media elektronik
2) Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, radio
spot, dll.
Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan
pesan-pesan atau informasi – informasi kesehatan. Media papan di sini juga
mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada
kendaraan umum (bus/taksi).
E. Perilaku kesehatan
1. Konsep perilaku
b. Operant Respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan
berkembang diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsang semacam ini disebut
reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsangan-perangsangan tersebut
memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh karena itu,
perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku
tertentu yang telah dilakukan. Contoh : Apabila seorang anak belajar atau telah
melakukan suatu perbuatan, kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi
lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan
kata lain, responsnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.
2. Perilaku kesehatan
Yaitu suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku
kesehatan mencakup 4 (empat) :
1) Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan
atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya,
2) Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang individu yang merasakan sakit, untuk merasakan merasakan dan
mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, termasuk kemampuan atau
pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta
usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang
dilakuakan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga
berpengaruh terhadap orang lain, terutama anak-anak yang belum mempunyai
kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
3. Bentuk perilaku
Secara lebih operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau
seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons berbentuk
2 (dua) macam :
a. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan
tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misal tanggapan atau sikap
batin dan pengetahuan. Misalnya ; seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu mencegah
suatu penyakit tertentu, meski ia tak membawa anaknya ke puskesmas, seseorang
yang menganjurkan orang lain untuk ber-KB, meski ia tidak ikut KB. Dari contoh di
atas ibu itu telah tahu guna imunisasi dan orang tersebut punya sikap positif
mendukung KB, meski mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap
kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (covert
behavior).
b. Bentuk aktif, yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada
kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi
a. Menurut Bloom
2) Afektif (emosi )
c. Ahli-ahli lain
2) Attitude (sikap), yaitu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau obyek. Ahli lain menyatakan kesiapan/kesediaan seseorang
untuk bertindak.
Tugas baca
Simposium
Panel
Konferensi
Contoh : dua orang yang berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang
sama.
Contoh : kakak-beradik yang menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu
mereka membawa coklat (ganjaran). Adiknya juga mengikuti. Adiknya yang
semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain waktu meski kakaknya tak
ada, ia akan lari menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar.
1) Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah laku baru
melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
3) Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah laku-tingkah laku yang sudah
pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati
tingkah laku model.
Budioro, Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Badan Penerbit UNDIP Semarang, 2001
Dainur, Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat, Widya Medika, Jakarta, 1999.
Depkes, 2005. Dr. J. Leimena, Peletak Konsep Dasar Pelayanan Kesehatan Primer
(Puskesmas),http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=1099&Ite
mid=2
Siti Khadijah Nasution, Artikel Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara, 2009
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-
2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta.
1. Pengertian
2. Definisi
a. W.H. Welch
Studi tentang distribusi dan determinan dari penyakit dan kecelakaan pada populasi
manusia.
c. Last
Studi tentang distribusi dan determinan tentang keadaan atau kejadian yang
berkaitan dengan kesehatan pada populasi tertentu dan aplikasi studi untuk
menanggulangi masalah kesehatan.
e. Omran
f. W.H. Frost
Epidemiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari timbulnya, distribusi, dan jenis
penyakit pada manusia menurut waktu dan tempat.
g. Azrul Azwar
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 3 komponen penting yang ada
dalam epidemiologi, sebagai berikut :
3. Peranan
c. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau telah
dilakukan.
4. Ruang lingkup
1. Pre Patogenesis
Pada tahap ini biit penyakit masuk ke tubuh penjamu, tetapi gejala-gejala penyakit
belum nampak. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang berbeda. Kolera 1-2
hari, yang bersifat menahun misalnya kanker paru, AIDS dll.
Tahap ini mulai dihitung dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada tahap ini penjamu
sudah jatuh sakit tetapi masih ringan dan masih bisa melakukan aktifitas sehari-hari. Bila
penyakit segera diobati, mungkin bisa sembuh, tetapi jika tidak, bisa bertambah parah.
Hal ini terganting daya tahan tubuh manusia itu sendiri, seperti gizi, istirahat dan
perawatan yang baik di rumah (self care).
a. Sembuh sempurna (bentuk dan fungsi tubuh penjamu kembali berfungsi seperti
keadaan sebelumnya/bebeas dari penyakit)
c. Karier : pada karier perjalanan penyakit seolah terhenti, karena gejala penyakit tak
tampak lagi, tetapi dalam tubuh penjamu masih terdapat bibit penyakit, yang pada
suatu saat bila daya tahan tubuh penjamu menurun akan dapat kembuh kembali.
Keadaan ini tak hanya membahayakan penjamu sendiri, tapi dapat berbahaya
terhadap orang lain/masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan penyakit
(human reservoir)
d. Kronis ; pada tahap ini perjalanan penyakit tampak terhenti, tapi gejala-gejala
penyakit tidak berubah. Dengan kata lain tidak bertambah berat maupun ringan.
Keadaan ini penjamu masih tetap berada dalam keadaan sakit.
e. Meninggal ; Apabila keadaan penyakit bertambah parah dan tak dapat diobati lagi,
sehingga berhentinya perjalanan penyakit karena penjamu meninggal dunia.
Keadaan ini bukanlah keadaan yang diinginkan.
b. Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misal yang terkena flu burung.
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early diagnosis
and prompt treatment)
c. Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita penyakit menular
(contact person) untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan
pengobatan.
a. Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak terjadi
komplikasi.
D. Penelitian epidemiologi
Secarasederhana, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut :
a. Non eksperimental :
3) Studi ekologik. Studi ini memakai sumber ekologi sebagai bahan untuk
penyelidikan secara empiris faktor resiko atau karakteristik yang berada
dalam keadaan konstan di masyarakat. Misalnya, polusi udara akibat sisa
pembakaran BBM yang terjadi di kota-kota besar.
a) Pemberian obat hipertensi pada orang dengan tekanan darah tinggi untuk
mencegah terjadinya stroke.
2) Community Trial. Contoh :Studi Pemberian zat flourida pada air minum.
Riwayat alamiah penyakit perlu dipelajari. Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit
sama pentingnya dengan kausa penyakit untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit.
Dengan mengetahui perilaku dan karakteristik masing-masing penyakit maka bisa dikembangkan
intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi maupun mengatasi problem penyakit tersebut
(Gordis, 2000). Gambar di bawah menyajikan kerangka umum riwayat alamiah penyakit.
Periode waktu sejak infeksi hingga terdeteksinya infeksi melalui tes laboratorium/ skrining
disebut “window period”. Dalam “window period” individu telah terinfeksi, sehingga dapat
menularkan penyakit, meskipun infeksi tersebut belum terdeteksi oleh tes laboratorium.
Implikasinya, tes laboratorium hendaknya tidak dilakukan selama “window period”, sebab
infeksi tidak akan terdeteksi. Contoh, antibodi HIV (human immuno-deficiency virus) hanya akan
muncul 3 minggu hingga 6 bulan setelah infeksi. Jika tes HIV dilakukan dalam “window period”,
maka sebagian besar orang tidak akan menunjukkan hasil positif, sebab dalam tubuhnya belum
diproduksi antibodi. Karena itu tes HIV hendaknya ditunda hingga paling sedikit 12 minggu (3
Selanjutnya berlangsung proses promosi pada tahap preklinis, yaitu keadaan patologis yang
ireversibel dan asimtomatis ditingkatkan derajatnya menjadi keadaan dengan manifestasi klinis
(Kleinbaum et al., 1982; Rothman, 2002). Melalui proses promosi agen kausal akan
meningkatkan aktivitasnya, masuk dalam formasi tubuh, menyebabkan transformasi sel atau
disfungsi sel, sehingga penyakit menunjukkan tanda dan gejala klinis. Dewasa ini telah
dikembangkan sejumlah tes skrining atau tes laboratorium untuk mendeteksi keberadaan tahap
preklinis penyakit (US Preventive Services Task Force, 2002; Barratt et al., 2002; Champion dan
Rawl, 2005). Waktu sejak penyakit terdeteksi oleh skrining hingga timbul manifestasi klinik,
disebut “sojourn time”, atau detectable preclinical period (Brookmeyer, 1990; Last, 2001;
Barratt et al., 2002). Makin panjang sojourn time, makin berguna melakukan skrining, sebab
makin panjang tenggang waktu untuk melakukan pengobatan dini (prompt treatment) agar
proses patologis tidak termanifestasi klinis. Kofaktor yang mempercepat progresi menuju
penyakit secara klinis pada sojourn time (detectable preclinical period) disebut akselerator atau
progresor (Achenbach et al., 2005).
Waktu yang diperlukan mulai dari paparan agen kausal hingga timbulnya manifestasi klinis
disebut masa inkubasi (penyakit infeksi) atau masa laten (penyakit kronis). Pada fase ini penyakit
belum menampakkan tanda dan gejala klinis, disebut penyakit subklinis (asimtomatis). Masa
inkubasi bisa berlangsung dalam hitungan detik pada reaksi toksik atau hipersentivitas. Contoh,
gejala kolera timbul beberapa jam hingga 2-3 hari sejak paparan dengan Vibrio cholera yang
toksigenik. Pada penyakit kronis masa inkubasi (masa laten) bisa berlangsung sampai beberapa
dekade. Kovariat yang berperan dalam masa laten (masa inkubasi), yakni faktor yang
meningkatkan risiko terjadinya penyakit secara klinis, disebut faktor risiko. Sebaliknya, faktor
yang menurunkan risiko terjadinya penyakit secara klinis disebut faktor protektif.
Selanjutnya terjadi inisiasi penyakit klinis. Pada saat ini mulai timbul tanda (sign) dan gejala
(symptom) penyakit secara klinis, dan penjamu yang mengalami manifestasi klinis disebut kasus
klinis. Gejala klinis paling awal disebut gejala prodromal. Selama tahap klinis, manifestasi klinis
KARAKTERISTIK AGEN
Dalam epidemiologi penyakit infeksi, individu yang terpapar belum tentu terinfeksi.
Hanya jika agen kausal penyakit infeksi terpapar pada individu lalu memasuki tubuh dan sel (cell
entry), lalu melakukan multiplikasi dan maturasi, dan menimbulkan perubahan patologis yang
dapat dideteksi secara laboratoris atau terwujud secara klinis, maka individu tersebut dikatakan
mengalami infeksi. Dalam riwayat alamiah penyakit infeksi, proses terjadinya infeksi, penyakit
klinis, maupun kematian dari suatu penyakit tergantung dari berbagai determinan, baik intrinsik
maupun ekstrinsik, yang mempengaruhi penjamu maupun agen kausal. Tergantung tingkat
kerentanan (atau imunitas), individu sebagai penjamu yang terpapar oleh agen kausal dapat
tetap sehat, atau mengalami infeksi (jika penyakit infeksi) dan mengalami perubahan patologi
yang ireversibel. Ukuran yang menunjukkan kemampuan agen penyakit untuk mempengaruhi
riwayat alamiah penyakit sebagai berikut: (1) infektivitas, (2) patogenesitas, dan (3) virulensi.
1. Infektivitas - kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan terjadinya infeksi. Dihitung dari
jumlah individu yang terinfeksi dibagi dengan jumlah individu yang terpapar.
2. Patogenesitas – kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan penyakit klinis. Dihitung dari
jumlah kasus klinis dibagi dengan jumlah individu yang terinfeksi. 3. Virulensi – kemampuan
Contoh, Ca serviks merupakan kanker bagian bawah (leher) uterus yang berhubungan
dengan vagina. Kanker tersebut merupakan kanker kedua terbanyak pada wanita dan penyebab
kematian karena kanker paling utama di negara-negara berkembang. Sekitar 466,000 kasus baru
Ca serviks terjadi pada wanita di seluruh dunia setiap tahun, sebagian besar di negara
berkembang. Dari 231,000 wanita yang meninggal karena Ca serviks setiap tahun, sekitar 80
persen berasal dari negara berkembang (Alliance for Cervical Cancer Prevention, 2007). Riwayat
alamiah penyakit Ca serviks sebagai berikut.
Agen kausal utama (70%) Ca serviks adalah human papillomavirus (HPV) tipe 16/18,
ditularkan melalui kontak genital (Brookmeyer, 1990; Bosch et al., 1997; The FUTURE II Study
Group, 2007). Gambar di bawah ini menyajikan riwayat alamiah infeksi HPV dan potensi menjadi
kanker.
Sebagian besar Ca serviks dimulai dengan infeksi awal oleh HPV, tetapi sebagian besar
infeksi HPV tidak berkembang menjadi Ca serviks. Infeksi awal HPV dapat berlanjut dan menjadi
displasia atau hilang dengan spontan. Sebagian besar wanita yang terinfeksi HPV akan
mengalami displasia tingkat rendah, disebut CIN 1 (cervical intraepithelial neoplasia 1), dalam
beberapa bulan atau tahun terinfeksi. Sebagian besar (60%) dari CIN 1 mengalami regresi dan
Sekitar 15% infeksi HPV yang persisten akan berkembang menjadi CIN 2/3 dalam tempo
3-4 tahun, baik dengan atau tanpa melalui CIN 1. CIN 2/3 merupakan prekursor Ca serviks,
karena itu harus diobati. Perjalanan Ca serviks memiliki masa laten sangat panjang, hingga 20
tahun. Risiko perkembangan dari lesi prekanker (CIN 2/3) menjadi kanker invasif adalah sekitar
30-70% (rata-rata
32 persen) dalam tempo 10 tahun. Ca serviks paling sering terjadi pada wanita setelah usia 40
tahun, lebih-lebih wanita di usia 50 dan 60 tahunan (Parkin et al., 1997).
FENOMENA GUNUNG ES
Berdasarkan masa inkubasi, laten, dan durasi, maka penyakit dapat diklasifikasi ke
dalam 4 kategori:
Batas waktu panjang pendek antara 4-12 bulan (Kleinbaum et al., 1982).
Masa laten dan durasi penyakit mempengaruhi strategi pencegahan penyakit. Makin
pendek masa laten, makin urgen upaya pencegahan primer dan sekunder. Makin pendek
“sojourn time”, makin kurang bermanfaat melakukan skrining. Makin pendek durasi, makin
mendesak upaya pencegahan tersier. Makin panjang durasi, makin besar peluang untuk
melakukan upaya
pencegahan akibat penyakit dengan lebih seksama. Meski demikian, sejumlah penyakit kronis
memiliki karakteristik paradoksal: sekalipun durasi panjang tetapi bisa menyebabkan kematian
mendadak (sudden death) (misalnya, stroke dan serangan jantung).
PENCEGAHAAN PENYAKIT
Pencegahan primer. Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau
mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan
pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya
kasus baru penyakit (AHA Task Force, 1998). Tabel 4.3 menyajikan contoh penyakit dan
pencegahan primer. Terma yang berkaitan dengan pencegahan primer adalah “pencegahan
primordial” dan “reduksi kerugian”. Pencegahan primordial adalah strategi pencegahan penyakit
dengan menciptakan lingkungan yang dapat mengeliminasi faktor risiko, sehingga tidak
diperlukan intervensi preventif lainnya (Wallace, 2007).
Contoh:
(1) Program eliminasi global cacar (variola), sehingga tidak diperlukan imunisasi cacar;
(2) Penciptaan lingkungan bersih sehingga tidak diperlukan pengabutan nyamuk Aedes agypti;
(3) Program eliminasi garam dari semua makanan yang jika tercapai sangat efektif untuk
mencegah hipertensi.
Pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan pada fase penyakit
asimtomatis, tepatnya pada tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara
klinis melalui deteksi dini (early detection). Jika deteksi tidak dilakukan dini dan terapi tidak
diberikan segera maka akan terjadi gejala klinis yang merugikan. Deteksi dini penyakit sering
disebut “skrining”. Skrining adalah identifikasi yang menduga adanya penyakit atau kecacatan
yang belum diketahui dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan, atau prosedur lainnya, yang
dapat dilakukan dengan cepat. Tes skrining memilah orang-orang yang tampaknya mengalami
penyakit dari orang-orang yang tampaknya tidak mengalami penyakit. Tes skrining tidak
dimaksudkan sebagai diagnostik. Orang-orang yang ditemukan positif atau mencurigakan
dirujuk ke dokter untuk penentuan diagnosis dan pemberian pengobatan yang diperlukan (Last,
2001).
Skrining yang dilakukan pada subpopulasi berisiko tinggi dapat mendeteksi dini penyakit dengan
lebih efisien daripada populasi umum. Tetapi skrining yang diterapkan pada populasi yang lebih
luas (populasi umum) tidak hanya tidak efisien tetapi sering kali juga tidak etis. Skrining tidak
etis dilakukan jika tidak tersedia obat yang efektif untuk mengatasi penyakit yang bersangkutan,
atau menimbulkan trauma, stigma, dan diskriminasi bagi individu yang menjalani skrining.
Sebagai contoh, skrining HIV tidak etis dilakukan pada kelompok risiko tinggi jika tidak tersedia
Deteksi dini pada tahap preklinis memungkinkan dilakukan pengobatan segera (prompt
treatment) yang diharapkan memberikan prognosis yang lebih baik tentang kesudahan penyakit
daripada diberikan terlambat. Tabel 4.4 menyajikan contoh penyakit dan pencegahan sekunder.
Pencegahan tersier. Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah
berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien.
Pencegahan tersier biasanya dilakukan oleh para dokter dan sejumlah profesi kesehatan
misalnya, fisioterapis. Pencegahan tersier dibedakan dengan pengobatan (cure), meskipun batas
perbedaan itu tidak selalu jelas. Jenis intervensi yang dilakukan sebagai pencegahan tersier bisa
saja merupakan pengobatan. Tetapi dalam pencegahan tersier, target yang ingin dicapai lebih
kepada mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan dan organ, mengurangi
sekulae, disfungsi, dan keparahan akibat penyakit, mengurangi komplikasi penyakit, mencegah
serangan ulang penyakit, dan memperpanjang hidup. Sedang target pengobatan adalah
menyembuhkan pasien dari gejala dan tanda klinis yang telah terjadi. Tabel 4.5 menyajikan
contoh berbagai penyakit/ kondisi dan pencegahan tersier. Sebagai contoh, menurut CDC
(dikutip Library Index, 2008), perbaikan yang sedangsedang saja dalam pengendalian glukose
darah dapat membantu mencegah retinopati, neuropati, dan penyakit ginjal pada orang dengan
diabetes. Menurunkan tekanan darah bisa mengurangi komplikasi kardiovaskuler (penyakit
jantung dan stroke) sebesar 50%, dan mengurangi risiko retinopati, neuropati, dan penyakit
ginjal.
B. PENCEGAHAN PENYAKIT
1. Pengertian Pencegahan
Pencegahan adalah mengambil suatu tindakan yang diambil terlebih dahulu sebelum
kejadian, dengan didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis
epidemiologi atau hasil pengamatan/penelitian epidemiologi (Nasry, 2006). Pencegahan
merupakan komponen yang paling penting dari berbagai aspek kebijakan publik (sebagai contoh
pencegahan kejahatan, pencegahan penyalahgunaan anak, keselamatan berkendara), banyak
juga yang berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung untuk kesehatan. Konsep
pencegahan adalah suatu bentuk upaya sosial untuk promosi, melindungi, dan
mempertahankan kesehatan pada suatu populasi tertentu (National Public Health Partnership,
2006).
2. Tingkat pencegahan
Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit adalah untuk
dipakai dalam merumuskan dan melakukan upaya pencegahan. Artinya, dengan mengetahui
perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta perubahan yang terjadi di setiap masa/fase
tersebut, dapat dipikirkan upaya-upaya pencegahan apa yang sesuai dan dapat dilakukan
sehingga penyakit itu dapat dihambat perkembangannya sehingga tidak menjadi lebih berat,
bahkan dapat disembuhkan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai dengan
perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan itu di
bagi atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit.
Pencegahan tingkat awal dan pertama berhubungan dengan keadaan penyakit yang
masih dalam tahap prepatogenesis, sedangkan pencegahan tingkat kedua dan ketiga sudah
berada dalam keadaan pathogenesis atau penyakit sudah tampak. Bentuk-bentuk upaya
pencegahan yang dilakukan pada setiap tingkat itu meliputi 5 bentuk upaya pencegahan sebagai
berikut :
Diagnosis awal dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt treatment)
Pembatasan kecacatan (disability limitation)
4. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)
Rehabilitasi (rehabilitation)
Tingkat pencegahan dan kelompok targetnya menurut fase penyakit
Specific protection
Disability limitation
Rehabilitation
Tertiary prevention
Salah satu teori public health yang berkaitan dengan pencegahan timbulnya penyakit
dikenal dengan istilah 5 Level Of Prevention Against Diseases. Leavel dan Clark dalam bukunya
Preventive Medicine For The Doctor In His Community mengemukakan adanya tiga tingkatan
dalam proses pencegahan terhadap timbulnya suatu penyakit. Kedua tingkatan utama tersebut
meliputi hal-hal sebagai berikut :
Pada dasarnya ada 4 tingkat pencegahan penyakit secara umum, yakni pencegahan
tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang
meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary
prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat
ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap terjadinya cacat dan terakhir
adalah rehabilitasi. Keempat tingkat pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga
dalam pelaksanaannya sering dijumpai keadaan yang tumpang tindih.
Tujuan primordial prevention ini adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup
social-ekonomi dan cultural yang mendorong peningkatan risiko penyakit . upaya ini terutama
sesuai untuk ditujukan kepada masalah penyakit tidak menular yang dewasa ini cenderung
menunjukan peningkatannya.
Pencegahan ini meliputi usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau pola
hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang dapat mencegah meningkatnya risiko terhadap
penyakit dengan melestarikan pola atau kebiasaan hidup sehat yang dapat mencegah atau
mengurangi tingkat risiko terhadap penyakit tertentu atau terhadap berbagai penyakit secara
umum. Contohnya seperti memelihara cara makan, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan
Selain itu pencegahan tingkat dasar ini dapat dilakukan dengan usaha mencegah
timbulnya kebiasaan baru dalam masyarakat atau mencegah generasi yang sedang tumbuh
untuk tidak melakukan kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan risiko terhadap berbagai
penyakit seperti kebiasaan merokok, minum alkhohol dan sebagainya. Sasaran pencegahan
tingkat dasar ini terutama kelompok masyarakat usia muda dan remaja dengan tidak
mengabaikan orang dewasa dan kelompok manula. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pencegahan awal ini diarahkan kepada mempertahankan kondisi dasar atau status kesehatan
masyarakat yang bersifat positif yang dapat mengurangi kemungkinan suatu penyakit atau
factor risiko dapat berkembang atau memberikan efek patologis. Factor-faktor itu tampaknya
banyak bersifat social atau berhubungan dengan gaya hidup atau pola makan. Upaya awal
terhadap tingkat pencegahan primordial ini merupakan upaya mempertahankan kondisi
kesehatan yang positif yang dapat melindungi masyarakat dari gangguan kondisi kesehatan yang
sudah baik.
Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa usaha pencegahan primordial ini sering kali
disadari pentingnya apabila sudah terlambat. Oleh karena itu, epidemiologi sangat penting
dalam upaya pencegahan penyakit.
Usaha pencegahan penyakit tingkat pertama secara garis besarnya dapat dibagi dalam
usaha peningkatan derajat kesehatan dan usaha pencegahan khusus. Usaha peningkatan derajat
kesehatan (health promotion) atau pencegahan umum yakni meningkatkan derajat kesehatan
perorangan dan masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab dan derajat risiko
serta meningkatkan lingkungan yang sehat secara optimal. contohnya makan makanan bergizi
seimbang, berperilaku sehat, meningkatkan kualitas lingkungan untuk mencegah terjadinya
penyakit misalnya, menghilangkan tempat berkembang biaknya kuman penyakit, mengurangi
dan mencegah polusi udara, menghilangkan tempat berkembang biaknya vektor penyakit
misalnya genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes atau terhadap
agent penyakit seperti misalnya dengan memberikan antibiotic untuk membunuh kuman.
Terdapat dua macam strategi pokok dalam usaha pencegahan primer, yakni : (1) strategi
dengan sasaran populasi secara keseluruhan dan (2) strategi dengan sasaran hanya terbatas
pada kelompok risiko tinggi. Strategi pertama memiliki sasaran lebih luas sehingga lebih bersifat
radikal, memiliki potensi yang besar pada populasi dan sangat sesuai untuk sasaran perilaku.
Sedangkan pada strategi kedua, sangat mudah diterapkan secara individual, motivasi subjek dan
pelaksana cukup tinggi serta rasio antara manfaat dan tingkat risiko cukup baik.
Pencegahan pertama dilakukan pada masa sebelum sakit yang dapat berupa :
Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal
mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis (seperti pemasangan protese),
rehabilitasi mental (psychorehabilitation) dan rehabilitasi sosial, sehingga setiap individu
dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif
Sumber :
http://remizapratama.blogspot.com/2011/01/apakah-fisioterapi-itu.html
MATERI IV
Tahun 1927 – STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi) berubah menjadi
sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947 berubah menjadi FKUI. Sekolah
dokter tersebut punya andil besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang
mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia
Tahun 1930 – Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan
Tahun 1935 – Dilakukan program pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan
penyemprotan DDT dan vaksinasi massal. Tahun 1951 -Diperkenalkannya konsep Bandung
(Bandung Plan) oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian dikenal dengan Patah-
Leimena), yang intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan
preventif tidak dapat dipisahkan. konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa
gagasan inilah yang kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan
kesehatan tingkat primer dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas
Kesehatan Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan
kemudian disebut Puskesmas.
Tahun 1952 – Pelatihan intensif dukun bayi
Tahun 1956 – Dr.Y.Sulianti mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai proyek percontohan/model
pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan,sebuah model
keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis.
Tahun 1979 Tidak dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada satu tipe Puskesmas
saja, yang dikepalai seorang dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata
dan standard). Selanjutnya Puskesmas dilengkapi dengan piranti manajerial yang lain, yaitu
Micro Planning untuk perencanaan, dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk pengorganisasian
kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.
Tahun 1984 Dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana di
Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare, Immunisasi). Awal tahun 1990-an Puskesmas
menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memberdayakan peran serta masyarakat,
selain memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Kesehatan masyarakat tidak terlepas dari dua tokoh Yunani yaitu Asclepius & Higeia.
- Asclepius (Pendekatan Kuratif)
Sasaran –> individual, kontak dengan pasien sekali saja, jarak antara petugas & pasien
cenderung jauh. Bersifat reaktif. Secara partial
• Joseph Lister penemu asam karbol (carbolic acid) untuk sterilisasi ruangan operasi
Pada tahun 1967, diadakan seminar yang merumuskan program kesehatan masyarakat
terpadu. Dibuat konsep Puskesmas oleh Dr Ahmad Dipodilogo yang mengacu pada konsep
Bandung dan Bekasi.
Menurut Ikatan Dokter Amerika (1948), kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni
memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha
pengorganisasian masyarakat.
Disiplin ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat antara lain, mencakup :
a. Ilmu biologi
b. Ilmu kedokteran
c. Ilmu kimia
d. Fisika
e. Ilmu Lingkungan
f. Sosiologi
g. Antropologi (ilmu yang mempelajari budaya pada masyarakat)
h. Psikologi
i. Ilmu pendidikan
Oleh karena itu ilmu kesehatan masyarakat merupakan ilmu yang multidisiplin.
Secara garis besar, disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan masyarakat, atau sering disebut
sebagai pilar utama Ilmu Kesehatan Masyarakat ini antara lain sbb :
1. Epidemiologi.
2. Biostatistik/Statistik Kesehatan.
3. Kesehatan Lingkungan.
4. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
1. Perilaku
2. Lingkungan
3. Keturunan
4. Pelayanan Kesehatan.
Dari ke 4 faktor di atas ternyata pengaruh perilaku cukup besar diikuti oleh pengaruh faktor
lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan. Ke empat faktor di atas sangat berkaitan dan
saling mempengaruhi. Perilaku sehat akan menunjang meningkatnya derajat kesehatan, hal ini
dapat dilihat dari banyaknya penyakit berbasis perilaku dan gaya hidup. Kebiasaan pola makan
yang sehat dapat menghindarkan diri kita dari banyak penyakit, diantaranya penyakit jantung,
darah tinggi, stroke, kegemukan, diabetes mellitus dan lain lain. Perilaku / kebiasaan mencuci
tangan sebelum makan juga dapat menghindarkan kita dari penyakit saluran cerna seperti
mencret mencret dan lainnya.
Saat ini pemerintah telah berusaha memenuhi 3 aspek yang sangat terkait dengan upaya
pelayanan kesehatan, yaitu upaya memenuhi ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan
membangun Puskesmas, Pustu, Bidan Desa, Pos Obat Desa, dan jejaring lainnya. Pelayanan
rujukan juga ditingkatkan dengan munculnya rumah sakit rumah sakit baru di setiap kabupaten /
kota.
Upaya meningkatkan akses ke fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat secara langsung juga
dipermudah dengan adanya program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) bagi
masyarakat kurang mampu. Program ini berjalan secara sinergi dengan program pemerintah
lainnya seperti Program bantuan langsung tunai (BLT), Wajib Belajar dan lain lain.
Ke 4 faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat di atas tidak berdiri sendiri
sendiri, namun saling berpengaruh. Oleh karena itu upaya pembangunan harus dilaksanakan
secara simultan dan saling mendukung. Upaya kesehatan yang dilaksanakan harus bersifat
komprehensif, hal ini berarti bahwa upaya kesehatan harus mencakup upaya preventif /
promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dengan berbagai upaya di atas, diharapkan peran pemerintah sebagai pembuat regulasi, dan
pelaksana pembangunan dapat dilaksanakan untuk meningkatkan Derajat Kesehatan
Masyarakat
Sumber :
http://remizapratama.blogspot.com/2011/01/apakah-fisioterapi-itu.html
Sebagian besar individu dan masyarakat dahulu memandang sehat dan sakit
sebagai sesuatu Hitam atau Putih. Dimana kesehatan merupakan kondisi kebalikan dari
penyakit atau kondisi yang terbebas dari penyakit. Anggapan atau sikap yang sederhana
ini tentu dapat diterapkan dengan mudah; akan tetapi mengabaikan adanya rentang sehat-
sakit.
Pendekatan yang digunakan pada abad ke-21, sehat dipandang dengan perspektif
yang lebih luas. Luasnya aspek itu meliputi rasa memiliki kekuasaan, hubungan kasih
sayang, semangat hidup, jaringan dukungan sosial yang kuat, rasa berarti dalam hidup,
atau tingkat kemandirian tertentu (Haber, 1994).
A. Definisi Sehat
Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi
juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan
spiritual.Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang
sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan (WHO, 1947).Definisi WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang
dapat meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):
Sedangkan Sakit merupakan proses dimana fungsi individu dalam satu atau lebih
dimensi yang ada mengalami perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi
individu sebelumnya. Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai
tingkatan sehingga akan lebih akurat jika ditentukan seseuai titik-titik tertentu pada skala
Rentang Sehat-Sakit. Dengan model ini dapat menentukan tingkat kesehatan klien sesuai
dengan rentang sehat-sakitnya. Sehingga faktor resiko klien yang merupakan merupakan faktor
yang penting untuk diperhatikan dalam mengidentifikasi tingkat kesehatan klien. Faktor-faktor
resiko itu meliputi variabel genetik dan psikologis.
Kekurangan dari model ini adalah sulitnya menentukan tingkat kesehatan klien sesuai
dengan titik tertentu yang ada diantara dua titik ekstrim pada rentang itu (Kesejahteraan
Tingkat Tinggi – Kematian). Misalnya: apakah seseorang yang mengalami fraktur kaki tapi ia
Model yang dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara memaksimalkan
potensi sehat pada individu melalui perubahan perilaku. Pada pendekatn model ini perawat
melakukan intervnsi keperawatan yang dapat membantu klien mengubah perilaku tertentu yang
mengandung resiko tinggi terhadap kesehatan.
Model ini berhasil diterapkan untuk perawatan lansia, dan juga digunakan dalam
keperawatan keluarga maupun komunitas.
3. Model Agen-Pejamu-Lingkungan
Menurut pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau kelompok
ditentukan oleh hubungan dinamis antara Agen, Pejamu, dan Lingkungan. Agen :Berbagai faktor
internal-eksternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau
sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis, atau psikososial. Jadi Agen ini bisa
berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang meningkatkan kesehatan (nutrisi,
dll).
Pejamu: Sesorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit/sakit tertentu.
Faktor pejamu antara lain: situasi atau kondisi fisik dan psikososoial yang menyebabkan
seseorang yang beresiko menjadi sakit.Misalnya: Riwayat keluarga, usia, gaya hidup dll.
Lingkungan: seluruh faktor yang ada diluar pejamu. Lingkungan fisik: tingkat ekonomi,
iklim, kondisi tempat tinggal, penerangan, kebisingan. Lingkungan sosial: Hal-hal yang berkaitan
dengan interaksi sosial, misalnys: stress, konflik, kesulitan ekonomi, krisis hidup.
Selain dalam keperawatan komunitas model ini juga dikembangkan dalam teori umum
tentang berbagai penyebab penyakit.
4. Model Keyakinan-Kesehatan
Misal: seorang klien perlu mengenal adanya pernyakit koroner melalui riwayat keluarganya,
apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal maka klien mungkin merasakan resiko
mengalami penyakit jantung.
c. Persepsi Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.
Dikemukakan oleh Pender (1982,1993,1996) yang dibuat untuk menjadi sebuah model
yang menyeimbangkan dengan model perlindungan kesehatan. Fokus dari model ini adalah
menjelaskan alasan keterlibatan klien dalam aktivitas kesehatan (kognitif-persepsi dan faktor
pengubah).
Faktor Internal
a. Tahap Perkembangan
Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia)
memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
Untuk itulah perlu mengkaji tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yiatu
tentang cara klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat keletihan, sesak napas, atau nyeri),
juga data objektif yang aktual (seperti, tekanan darah, tinggi badan, dan bunyi paru).
Informasi ini memungkinkan perawat merencanakan dan mengimplementasikan perawatan
klien secara lebih berhasil.
d. Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara
melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan
hidupnya cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan
cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.
Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons
emosional yang kecil selama ia sakit. Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping
secara emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya gejala
e. Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya,
mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman,
dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
a. Praktik di Keluarga
b. Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan
mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.
Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja.
Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi
sebagai mekanisme koping. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
1. Faktor Internal
1. Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat
mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari. Misal: Tukang Kayu yang menderitas
sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan
mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang
sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan
bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
2. Faktor Eksternal
1. Gejala yang Dapat Dilihat
Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan
Perilaku Sakit. Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah
2. Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit,
atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit. Misalnya: Ada 2 orang
wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal dari dua
kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada
Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya
dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong
mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak;
sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan biasa
dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
3. Latar Belakang Budaya
4. Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat
tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera
mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
6. Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang
bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai
kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan
(aerobik, senam POCO-POCO dll). Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti,
kolam renang, lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak Bola, dll.
Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ”. Mereka mengenali
sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu. Persepsi
individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan,
dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut
merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon emosional. Jika gejala itu dianggap merupakan
suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari
pertolongan.
Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat. Orang yang sakit akan melakukan
konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit
sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.
Menimbulkan perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik.
Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung beratnya penyakit,
Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli,
mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan implikasi penyakit
terhadap kesehatan dimasa yang akan datang. Profesi kesehatan mungkin akan menentukan
bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita
penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. à klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa
tersebut.
Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah
ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan
kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai
mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai
mereka menerima diagnosa awal yang telah ditetapkan. Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan
sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia
memperoleh diagnosa yang diinginkan
Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam
kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa kesehatan
atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka
ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang
sebenarnya.
Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada
pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada. Klien menerima
perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya. Secara sosial
Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya
penurunan demam. Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh
perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis. Tidak
semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan kecepatan
atau dengan sikap yang sama. Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu
perawat dalam mengidentifikasi perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama
klien membuat rencana perawatan yang efektif
E. DAMPAK SAKIT
Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu)
Kapasitas adaptasi
Kecepatan perubahan
Dukungan yang tersedia.
Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup
bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi
juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.
Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa
terobservasi dibandingkan perubahan peran. Konsep diri berperan penting dalam hubungan
seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep diri
Sumber :
Hendrik E.Blum menyatakan bahwa untuk bisa mengerti suatu proses perencanaan terhadap
kesehatan masyarakat, kita perlu mengerti tentang dua paradigm yaitu:
Faktor lingkungan/Environment
Contoh : Akses terhadap air bersih, Jamban/ tempat BAB, Sampah, Lantai Rumah, Breeding
places, Polusi, Sanitasi tempat umum, Bahan Beracun Berbahaya (B3), Kebersihan TPU (Tempat
Pelayanan Umum)
Contoh : alkohol, rokok, promiscuity: tempat-tempat berisiko, narkoba, olah raga dan Health
seeking behavior : Kalau tidak sakit parah tidak akan pergi ke puskesmas
Contoh : ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan (balai pengobatan) maupun rujukan
(rumah sakit), ketersediaan tenaga, peralatan kesehatan bersumberdaya masyarakat;
Kinerja/cakupan serta pembiayaan /anggaran.
Perilaku sehat adalah segala tindakan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya (Becker 1979). Perilaku sendiri dapat dikategorikan dengan perilaku terselubung
(covert behavior) dan perilaku tidak terselubung (Overt behavior). Perilaku terselubung tersebut
berupa pengetahuan dan sikap seseorang terhadap suatu objek sedangkan perilaku tidak
terselubung adalah perilaku yang sudah merupakan aksi atau tindakan. Usaha yang paling
efektif dalam mengubah perilaku, dari perilaku yang merugikan kesehatan ke arah perilaku yang
menguntungkan kesehatan adalah melalui pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan
Pendidikan tidak lepas dari proses belajar, dan faktor-faktor manusia yang berperan
dalam proses belajar adalah kematangan, pengetahuan dan motivasi. Menurut Notoadmodjo
(2003), pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada
perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Untuk mengubah pemahaman
perilaku belum sehat menjadi perilaku sehat. Menurut Azwar (1983), membagi menjadi 3
macam, yaitu: 1) Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat
sehingga kader kesehatan mempunyai tanggung jawab didalam penyuluhannya mengarahkan
cara hidup sehat menjadi kebiasaan masyarakat sehari-hari. 2) Secara mandiri mampu
Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni: input adalah sasaran pendidikan
(individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan); proses (upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain); output (melakukan apa yang diharapkan atau
perilaku). Proses pendidikan tersebut berlangsung didalam suatu lingkungan pendidikan atau
tempat dimana pendidikan itu berlangsung, biasanya dibedakan menjadi tiga yaitu tri pusat
pendidikan yaitu didalam keluarga (pendidikan informal), di dalam sekolah (pendidikan formal),
dan didalam masyarakat.
Proses pendidikan kesehatan juga mengikuti proses tersebut, dan unsur-unsurnya pun
sama. Yang bertindak selaku pendidik kesehatan disini adalah semua petugas kesehatan dan
siapa saja yang berusaha untuk mempengaruhi individu atau masyarakat guna meningkatkan
kesehatan mereka. Karena itu individu, kelompok ataupun masyarakat, disamping dianggap
sebagai sasaran (obyek) pendidikan, juga dapat berlaku sebagai subyek (pelaku) pendidikan
kesehatan masyarakat apabila mereka di ikutsertakan didalam usaha kesehatan masyarakat.
Yang diartikan anak didik atau sasaran pendidikan adalah masyarakat atau individu, baik yang
sakit maupun yang tidak belum sakit, baik anak-anak maupun orang dewasa. Jadi, lingkungan
pendidikan kesehatan juga mengikuti tri pusat pendidikan, yaitu :
1. Pendidikan kesehatan didalam keluarga yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab para
orangtua, dengan menitikberatkan pada penanaman kebiasaan-kebiasaan, norma-
norma, dan sikap hidup sehat.
2. Pendidikan kesehatan didalam sekolah adalah tanggung jawab para guru sekolah. Hal inl
terwujud dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Tujuan pendidikan kesehatan
disekolah, disamping melanjutkan penanaman kebiasaan dan norma-norma hidup
sehat kepada murid, juga memberikan pengetahuan kesehatan.
Dapat dikatakan bahwa kesehatan yang kita miliki adalah karena “upaya” kita sendiri.
Oleh sebab itu kesehatan perorangan atau kesehatan pribadi memegang peranan penting.
Kesehatan pribadi adalah kesehatan bagian-bagian tubuh kita masing-masing yaitu meliputi;
kesehatan kulit rambut dan kuku kesehatan mata, hidung, telinga mulut dan gigi, tangan dan
kaki, memakai pakaian yang bersih serta melakukan gerak dan istirahat. Berbagai macam
penyakit dapat dicegah dengan menjaga kebersihan. Oleh sebab itu, memelihara kesehatan
pribadi dimulai dengan memelihara kebersihan bagian-bagian tubuh kita. Perlu diperhatikan
pula masalah pengaruh sinar matahari pada kulit kita. Diwaktu pagi hari, sinar matahari berguna
untuk kulit, yaitu mengubah pro vitamin D menjadi vitamin D yang penting bagi kulit. Tetapi
berjemur atau berpanas-panasan secara berlebihan di bawah sinar matahari yang terik tidak
baik bagi kulit dan kesehatan. Dalam jangka waktu yang panjang, sinar ultraviolet dalam sinar
matahari, dapat menembus sampai lapisan epidermis dan dapat menyebabkan kanker kulit.
Makan merupakan kebutuhan penting, tidak saja bagi penyediaan energi untuk tubuh
kita, tetapi juga merupakan kebutuhan penting untuk kesehatan dan kelangsungan hidup.
Makanan menyediakan zat-zat gizi yang diperlukan untuk berbagai proses didalam tubuh kita.
Perlu diketahui, bahwa tidak ada makanan yang mengandung semua zat gizi secara komplit.
Oleh sebab itu, kita perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan untuk menjamin terpenuhinya
sedikit makanan daripada orang yang bekerja keras. Untuk mendapatkan berat badan yang
sehat, perlu diperhatikan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran energi. Artinya bila kita
makan terus menerus melebihi kebutuhan tubuh kita atau tidak seimbang dengan aktivttas fisik
yang klta lakukan, maka akan terjadi kelebihan energi. Semua ke lebihan energi akan diubah
menjadi lemak sehingga kita akan mengalami kegemukan.
Hidup sehat memerlukan situasi, kondisi, dan lingkungan yang sehat. Oleh karena itu,
kondisi lingkungan perlu benar-benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Kesehatan
lingkungan harus dipelihara agar mendukung kesehatan setiap orang yang hidup di sekitarnya.
Memelihara berarti menjaga kebersihannya. Lingkungan kotor dapat menjadi sumber penyakit.
Dalam memelihara kebersihan dan kesehatan lingkungan ada 3 faktor yang harus-
pertama-tama diperhatikan, yaitu : Tersedianya air bersih, Pembuangan sampah dan air limbah,
Menjaga kebersihan dan kesehatan kamar mandi, jamban atau WC . Selain faktor tersebut,
kualitas udara perlu juga mendapat perhatian. Karena kualitas udara dalam suatu ruangan
merupakan ukuran dari keamanan setiap orang yang berada atau bekerja di ruangan tersebut.
Bila seseorang telah lama berada atau bekerja dalam bangunan yang udaranya tercemar, ia
dapat mengalami apa yang disebut Sick Building Syndrome atau Sindroma Penyakit Bangunan.
Selain hal-hal yang perlu kita lakukan dalam rangka memelihara kesehatan diri kita
sendiri, ada satu hal yang perlu kita lakukan juga, yaitu pemeriksaan kesehatan secara berkala
Dengan pemeriksaan kesehatan ini maka kemungkinan adanya gangguan kesehatan atau
gangguan penyakit akan diketahui lebih dini atau lebih awal. Sehingga pengobatannya akan
lebih mudah daripada bila penyakitnya sudah parah. Bagi mereka yang dibawah 40 tahun,
pemeriksaan kesehatan cukup dilakukan 2 tahun sekali. Tetapi bagi mereka yang berumur 40
tahun keatas, sebaiknya melakukannya satu tahun sekali. Pemeriksaan kesehatan berkala
dengan memeriksakan diri pada tempat-tempat pelayanan kesehatan yang ada (rumah sakit,
klinik).
Beberapa kebiasaan buruk yang perlu dihindari adalah :1) Jangan merokok, karena asap
yang ditimbulkan dari merokok sangat membahayakan kesehatan paru-paru, baik bagi si
perokok maupun orang-orang disekitarnya.Tidak benar bila berhenti merokok dapat bertambah
berat badan. Mengendalikan berat badan dapat dilakukan dengan pengaturan makanan dan
latihan jasmani yang teratur. Tidak benar merokok dapat membantu memusatkan dan
menjernihkan pikiran. Hal yang terjadi justru sebaliknya, merokok dapat merusak kerja sistem
syaraf kita. 2) Jangan minum alkohol dan makan obat terlarang, karena dapat mengakibatkan
hilangnya kesadaran, kecanduan dan ketergantungan. Alkohol dan obat terlarang dapat
merusak lambung, hati jantung dan sistem syaraf. 3) Jangan mengadakan kontak langsung atau
bergaul rapat dengan orang yang menderita penyakit menular. 4) Jangan memakai
perlengkapan pribadi orang lain, seperti handuk, pakaian, sendok,piring, sikat gigi, sisir, apalagi
milik penderita penyakit menular
5) Jaga kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan 6) Jangan melakukan hubungan seksual
diluar nikah atau berperilaku seksual yang menyimpang (homoseks, seks bebas), karena dapat
terkena penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV AIDS.
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan adalah semboyan yang paling tepat dalam
usaha kesehatan masyarakat sekaligus dalam meningkatkan status kesehatan. Salah satu upaya
Sumber :
Anonim, 2011. Meingkatkan Derajat Kesehatan Melalui Pendidikan Kesehatan dan Penerapan
Pola Hidup Sehat. Diakses Mei 2013.
http://kesehatan.kompasiana.com/alternatif/2011/10/17/meningkatkan-derajat-kesehatan-
melalui-pendidikan-kesehatan-dan-penerapan-pola-hidup-sehat-404056.html
Fisioterapis secara khusus memandang tubuh dan kebutuhan potensi gerak merupakan
pusat penentuan diagnosis dan strategi intervensi dan konsiten dengan bentuk apapun dimana
praktek fisioterapi dilakukan.
b)Diagnosa fisioterapi
c)Perencanaan fisioterapi
d)Intervensi fisioterapi
e)Evaluasi/re-evaluasi/re-asesmen.
2. Kuratif dan Rehabilitatif, pelayanan Fisioterapi dapat dilakukan pada Rumah Sakit, Rumah
Perawatan, Panti Asuhan, Pusat Rehabilitasi, Tempat Praktik, Klinik Privat, Klinik Rawat Jalan,
Puskesmas, Pusat Pendiikan dan Penelitian.
a. Jangka pendek :
keadaan yang mengancam
menunjang pada jangka panjang
b. Jangka panjang :
Perubahan perilaku
Perubahan perilaku dari yang merugikan menjadi menguntungkan
Asesmen termasuk pemeriksaan pada perorangan atau kelompok, nyata atau yang
berpotensi untuk terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau kondisi
kesehatan lain dengan cara pengambilan perjalanan penyakit (history taking), skreening, test
khusus, pengukuran dan
evaluasi dari hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesa dalam sebuah proses
pertimbangan klinis.
1. Perilaku
2. Lingkungan
3. Keturunan
4. Pelayanan Kesehatan.
Perilaku sehat akan menunjang meningkatnya derajat kesehatan, hal ini dapat
dilihat dari banyaknya penyakit berbasis perilaku dan gaya hidup. Kebiasaan pola makan
yang sehat dapat menghindarkan diri kita dari banyak penyakit, diantaranya penyakit
jantung, darah tinggi, stroke, kegemukan, diabetes mellitus dan lain lain. Perilaku /
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan juga dapat menghindarkan kita dari penyakit
saluran cerna seperti mencret mencret dan lainnya.
Saat ini pemerintah telah berusaha memenuhi 3 aspek yang sangat terkait dengan
upaya pelayanan kesehatan, yaitu upaya memenuhi ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dengan membangun Puskesmas, Pustu, Bidan Desa, Pos Obat Desa, dan
jejaring lainnya. Pelayanan rujukan juga ditingkatkan dengan munculnya rumah sakit
rumah sakit baru di setiap kabupaten / kota.
a. Meningkatkan kemandirian
b. Menekankan upaya promotif dan preventif
c. Konsisten dan berkesinambungan
d. Peran serta aktif anggota kelompok
e. Pembinaan perubahan perilaku kesehatan
f. Pembinaan kader organisasi
g. Menuju self supporting
h. Dasar community development
Tujuan dalam pelaksanaan fisioterapi kesmas :
Kelompok
Kelompok khusus
• Kelompok masyarakat
• Ancaman gerak & fungsi
• Gangguan gerak dan fungsi
• Resiko lebih jelek
• Menggangu orang lain
• Menular orang lain
Klasifikasi
• Asma
MODUL FISIOTERAPI PADA GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT
• Stroke
• Osteoporosis
• hamil
• sex
• Pekerja
• Anak sekolah
Sumber :
http://remizapratama.blogspot.com/2011/01/apakah-fisioterapi-itu.html
A. Upaya Kesehatan
Menurut undang-undang kesehatan RI, untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat diperlukan penyelenggaraan upaya kesehatan dengan pendekatan :
1. Intervensi perilaku
2. Intervensi lingkungan
3. Intervensi managemen
Lingkup program kesehatan masyarakat mencakup bidang yang luas. Untuk ditjen bina kesmas,
lingkup program tersebut dibatasi pada :
Misi :
Sumber :
http://remizapratama.blogspot.com/2011/01/apakah-fisioterapi-itu.html
PENYAKIT ENDEMIC
A. PENGERTIAN
Endemik adalah suatu keadaan dimana penyakit secara menetap berada dalam
masyarakat pada suatu tempat / populasi tertentu. Epidemik ialah mewabahnya penyakit
dalam komunitas / daerah tertentu dalam jumlah yang melebihi batas jumlah normal atau
yang biasa.Sedangkan pandemik ialah epidemik yang terjadi dalam daerah yang sangat luas
dan mencakup populasi yang banyak di berbagai daerah / negara di dunia.
Suatu infeksi dikatakan sebagai endemik pada suatu populasi jika infeksi tersebut
berlangsung di dalam populasi tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar. Suatu infeksi
penyakit dikatakan sebagai endemik bila setiap orang yang terinfeksi penyakit tersebut
menularkannya kepada tepat satu orang lain (secara rata-rata). Bila infeksi tersebut tidak
lenyap dan jumlah orang yang terinfeksi tidak bertambah secara eksponsial, suatu infeksi
dikatakan berada dalam keadaan tunak endemik (endemic steady state) suatu infeksi yang
dimulai sebagai suatu epidemik pada akhirnya akan lenyap atau mencapai tunak endemik,
bergantung pada sejumlah faktor termasuk virotensi dan cara penulisan penyakit
bersangkutan.
Dalam bahasa percakapan, penyakit endemik sering diartikan sebagai suatu penyakit
yang ditemukan pada daerah tertentu, sebagai contoh AIDS sering dikatakan “endemik” di
Afrika. Walaupun kasus AIDS di Afrika masih terus meningkat (sehingga tidak dalam keadaan
tunak endemik) lebih tepat untuk menyebut kasus AIDS di Afrika sebagai suatu epidemi.
1. Epidemi
Dalam peraturan yang berlaku di Indonesia , pengertian wabah dapat dikatakan sama
dengan epidemi, yaitu “kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat
yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
2. Endemi
Endemi adalah penyakit yang umum terjadi pada laju konstan namun cukup tinggi pada
suatu populasi. Berasal dari bahasa Yunani “en” yang artinya di dalam dan “demos” yang
artinya rakyat. Terjadi pada suatu populasi dan hanya berlangsung di dalam populasi
tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar.
3. Pandemi
Pandemi atau epidemi global atau wabah global adalah kondisi dimana terjangkitnya
penyakit menular pada banyak orang dalam daerah geografi yang luas. Berasal dari bahasa
Yunani “pan” yang artinya semua dan “demos” yang artinya rakyat.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), suatu pandemi dikatakan terjadi bila ketiga
syarat berikut telah terpenuhi :
• Timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal baru pada populasi bersangkutan,
• Agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan pada manusia.
Suatu penyakit atau keadaan tidak dapat dikatakan sebagai pandemic hanya karena
menewaskan banyak orang. Sebagai contoh, kelas penyakit yang dikenal sebagai kanker
menimbulkan angka kematian yang tinggi namun tidak digolongkan sebagai pandemi karena
tidak ditularkan.
Penyakit endemik merupakan penyakit yang umum terjadi pada laju konstan namun cukup
tinggi pada suatu populasi. Adapun Macam-macamnya antara lain:
1. Anthrax
Anthrax merupakan penyakit hewan yang dapat menular pada manusia dan bersifat
akut. Penyebabnya adalah bakteri Bacillus anthracis. Penularannya bisa melalui kontak
langsung spora yang ada di dalam tanah, tanaman, maupun bahan dari hewan sakit
(kulit, daging, tulang atau darah).
Penyakit anthrax termasuk kelompok penyakit yang dapat menular dari hewan
kepada manusia (zoonosis). Penyakit ini paling sering menyerang hewan ternak seperti
sapi, kambing, kuda dan babi. Bila situasi lingkungan cocok bagi pertumbuhan kuman,
misalnya karena tergenang air, bacillus anthracis akan mudah muncul dan menyerang
hewan dan bersifat bahaya laten.
Upaya pencegahan:
Menghindari kontak langsung dengan bahan atau makanan yang berasal dari hewan
yang dicurigai terkena anthrax.
Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
Mencuci buah-buahan atau sayur-sayuran sebelum dimakan.
Memasak daging sampai matang sempurna.
Upaya pencegahan:
Selalu bersihkan lingkungan rumah agar tidak menjadi tempat perindukan nyamuk
sehingga bebas dari nyamuk Aedes aegypti.
Periksa rumah dan lingkungan sekitar sekurang-kurangnya seminggu sekali untuk
memastikan tidak ada pembiakan nyamuk Aedes aegypti.
Segera memeriksakan diri ke klinik atau Rumah sakit terdekat apabila mengalami tanda
dan gejala penyakit chikungunya.
3. Demam berdarah (DB)
Demam berdarah (DB) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue,
yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,
seperti Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyebab utama penyakit demam
berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus dari famili Flaviviridae.
Upaya pencegahan:
Upaya pencegahan:
Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza.
Penularan virus ini melalui hewan ternak seperti: ayam, itik, burung dan unggas. Virus ini hidup
dalam saluran pencernaan dan dikeluarkan bersama kotoran. Penularan terjadi dari kotoran
secara oral atau melalui saluran pernapasan.
Gejalanya adalah seperti erkena flu biasa, yang ditunjukkan dengan batuk, demam,
lemas, sakit kepala, nyeri otot, sesak, beringus, sakit tenggorokan, sesak napas kadang-kadang
disertai dengan diare, tetapi kondisinya cepat menurun drastis. Serangan yang lebih berat
Upaya pencegahan:
Mencuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir sebelum dan sesudah melakukan
suatu pekerjaan.
Menjaga kebersihan lingkungan.
Rajin membersihkan diri.
Menggunakan masker atau kacamata khusus pada saat berhubungan dengan hewan
ternak yang rentan terkena flu burung.
Membakar atau menanam kotoran unggas.
Mencuci alat-alat yang digunakan dalam peternakan dengan desinfektan.
Mengonsumsi daging unggas yang telah dimasak dengan suhu 8000C selama satu menit,
sedangkan telur unggas dipanaskan dengan suhu 6400C selama lima menit.
5. Malaria
Malaria merupakan penyakit infeksi yang tidak hanya menyerang manusia melainkan
mahluk hidup lainnya seperti unggas, primata, hewan melata bahkan hewan pengerat.
Secara epidemiologi, infeksi malaria terhadap manusia dapat menyerang tanpa
memandang usia dan jenis kelamin karena penularan penyakit malaria merupakan
penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles yang membawa
mikroorganisme uniselular berupa protozoa parasit yang tergolong dalam golongan
Plasmodium.
Gejalanya adalah demam yang menggigil, muka pucat, dan pembesaran organ.
Faktor yang dapat menyebabkan penyebaran malaria antara lain:
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis (TB). Sebagian besar penyakit ini menyerang paru-paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya. Penularannya melalui penderita TB positif. Pada saat batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman dalam bentuk percikan dahak. Percikan dahak
tersebut yang mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis (TB) dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Seseorang dapat terinfeksi jika udara tersebut terhirup
ke dalam saluran pernapasan.
Gejala umum penyakit ini ialah batuk terus-menerus dan berdahak selama tiga minggu
atau lebih, dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah,
nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan, berkeringat malam
walaupun tanpa kegiatan, dan demam lebih dari sebulan.
Upaya pencegahan:
Sumber :
Jevusca. 2008. Macam-macam Penyakit Endemik dan Pengertiannya. Diakses Agustus 2013.
(http:// Jevusca.com/2008/05/07. Macam-macam-Penyakit-Endemik-dan-
Pengertiannya.html?m=1)
A. PENGERTIAN
Beberapa Pengertian atau Istilah Dalam Gizi antara lain sebagai berikut:
1. Ilmu Gizi (Nutrience Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang
makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal/ tubuh.
2. Zat Gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya,
yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-
proses kehidupan.
3. Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dri organ-organ, serta menghasilkan energi.
4. Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan.
5. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur/
ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan
ke dalam tubuh.
7. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-
zat gizi.
1. Secara Klasik : gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh (menyediakan energi,
membangun, memelihara jaringan tubuh, mengatur proses-proses kehidupan dalam
tubuh).
2. Sekarang : selain untuk kesehatan, juga dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang
karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, produktivitas kerja.
Sejarah Perkembangan Ilmu GiziBerdiri tahun 1926, oleh Mary Swartz Rose saat
dikukuhkan sebagai profesor ilmu gizi di Universitas Columbia, New York, AS. Pada zaman
purba, makanan penting untuk kelangsungan hidup. Sedangkan pada zaman Yunani, tahun
400 SM ada teori Hipocrates yang menyatakan bahwa makanan sebagai panas yang
dibutuhkan manusia, artinya manusia butuh makan.
Beberapa penelitian yang menegaskan bahwa ilmu gizi sudah ada sejak dulu, antara
lain:
1. Penelitian tentang Pernafasan dan Kalorimetri – Pertama dipelajari oleh Antoine Lavoisier
(1743-1794). Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan energi makanan
yang meliputi proses pernafasan, oksidasi dan kalorimetri. Kemudian berkembang hingga
awal abad 20, adanya penelitian tentang pertukaran energi dan sifat-sifat bahan makanan
pokok.
2. Penemuan Mineral – Sejak lama mineral telah diketahui dalam tulang dan gigi. Pada tahun
1808 ditemukan kalsium. Tahun 1808, Boussingault menemukan zat besi sebagai zat
esensial. Ringer (1885) dan Locke (1990), menemukan cairan tubuh perlu konsentrasi
elektrolit tertentu. Awal abad 20, penelitian Loeb tentang pengaruh konsentrasi garam
natrium, kalium dan kalsium klorida terhadap jaringan hidup.
4. Penelitian Tingkat Molekular dan Selular – Penelitian ini dimulai tahun 1955, dan diperoleh
pengertian tentang struktur sel yang rumit serta peranan kompleks dan vital zat gizi dalam
pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel. Setelah tahun 1960, penelitian bergeser dari zat-
zat gizi esensial ke inter relationship antara zat-zat gizi, peranan biologik spesifik,
penetapan kebutuhan zat gizi manusia dan pengolahan makanan thdp kandungan zat gizi.
5. Keadaan Sekarang – Muncul konsep-konsep baru antara lain: pengaruh keturunan terhadap
kebutuhan gizi; pengaruh gizi terhadap perkembangan otak dan perilaku, kemampuan
bekerja dan produktivitas serta daya tahan terhadap penyakit infeksi. Pada bidang
teknologi pangan ditemukan : cara mengolah makanan bergizi, fortifikasi bahan pangan
dengan zat-zat gizi esensial, pemanfaatan sifat struktural bahan pangan, dsb. FAO dan WHO
mengeluarkan Codex Alimentaris (peraturan food labeling dan batas keracunan).
Ruang lingkup cukup luas, dimulai dari cara produksi pangan, perubahan pascapanen
(penyediaan pangan, distribusi dan pengolahan pangan, konsumsi makanan serta cara
pemanfaatan makanan oleh tubuh yang sehat dan sakit).
Ilmu gizi berkaitan dengan ilmu agronomi, peternakan, ilmu pangan, mikrobiologi, biokimia,
faal, biologi molekular dan kedokteran.
Informasi gizi yang diberikan pada masyarakat, yang meliputi gizi individu, keluarga dan
masyarakat; gizi institusi dan gizi olahraga.
Diluar Indonesia
Menulis peranan makanan terhadap penyembuhan penyakit, yang merupakan landasan salah
satu cabang ilmu gizi, yaitu ilmu Dietetika atau gizi klinik.
Menyatakan makanan yang diatur dengan baik dapat memperpanjang umur, sehingga setelah
abad 16 berkembang doktrin hubungan makanan dan panjang umur.
- Vasco De Gama
Dalam pelayanan ke Indonesia tahun 1697 kehilangan 0,5 ABK akibat scorbuit (sariawan). Baru
abad 20 diketahui bahwa scorbut karena kekurangan vitamin C.
- At Water (1868)
Di Amerika dia dikenal sebagai Bapak Ilmu Gizi Amerika, dan dikatakan pakar gizi dikenal sebagai
perumus angka faktor = 4 : 4 : 9, yaitu angka konversi perhitungan energi dari karbohidrat,
protein dan lemak.
Di Indonesia
Pada tanggal 15 Januari 1888 di Jakarta oleh pemerintah kolonial Belanda didirikan laboratorium
kesehatan (Het Geneeskundig Laboratorium). Dari laboratorium ini Eijkman (1896) menemukan
Dari lembaga ini Grijns, venderment, Janson, Donath, Van Veen melakukan penelitian
“Perintisan Penemuan Vitamin”.
Prof. Dr. Poorivo Soedarmo (pimpinan IMR) memulai programnya dengan pendidikan tenaga
gizi, penyuluhan gizi masyarakat dan penelitian gizi. Berkeat rintisan Prof. Poorivo pendidikan
gizi maupun ilmu gizi di Indonesia berkembang sampai saat ini. Atas jasanya Prof. Poorivo
dikukuhkan sebagai Gizi Indonesia.
Melakukan penelitian tentang Hubungan Kekurangan Vitamin A dengan Resiko Kehamilan Balita
di Aceh dan Jawa Barat”.b dari penelitian ini terbukti dengan pemberian suplemen kapsul
vitamin A dosis tinggi, (200.000 i) sekali dalam 6bulan pada anak berumur 1 – 6 tahun dapat
menurunkan resiko kematian Balita 34 – 46 %. Jika pembuktian penelitian ini dapat diterima
para pakar gizi, maka Indonesia tercatat telah 2 kali berperan dalam perkembangan ilmu gizi
dunia.
Sumber :
DAN ENERGI
KARBOHIDRAT
LEMAK
PROTEIN
VITAMIN
MINERAL
AIR
Zat-zat makanan tersebut memiliki 3 fungsi yaitu :
Sebagai penghasil energi, yang bersal dari karbohidrat, lemak dan protein.
Sebagai pembangun dan perbaikan jaringan yang rusak, berasal dari protein, vitamin
dan mineral.
Sebagai pelindung dan pengatur kegiatan tubuh, berasal dari vitamin dan mineral.
a. KARBOHIDRAT
Karbohidrat atau Hidrat arang adalah nama umum untuk bahan yang mengandung
unsur Karbon(C), Hidrogen(H), Oksigen(O). Karbohidrat tersusun oleh ketiga unsur tersebut
dengan komposisi CnH2nOn. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber panas dan energi utama
dalam tubuh.
Karbohidrat yang kita konsumsi sehari-hari dalam bentuk du macam yaitu gula dan zat tepung.
Bahan makanan sumber karbohidrat antara lain jagung, gandum, beras, umbi-umbian, dan gula.
Bahan makanan yang mengandung karbohidrat dapat diketahui dengan cara menguji bahan
makanan tersebut menggunkan zat penguji. Adanya zat tepung/amilum dalam makanan dapat
diuji dengan cara menetesi bahan makanan tersebut dengan larutan lugol dan iodine. Bila
menunjukkan warna biru sampai hitam berarti bahan makanan tersebut mengandung amilum
atau zat tepung.Sedangkan bahan makanan yang mengandung gula dapat diuji dengan larutan
Fehling A dan B (warna biru). Bahan makanan yang sudah dihaluskan atau dibuat larutan
ditetesi dengan Fehling A dan B kemudian dipanaskan. Bila larutan berubah dari warna biru
menjadi warn oranye sampai merah maka baha makanan tersebut mengandung gula.
b. LEMAK
Lemak tersusun atas unsur Karbon(C), Hidrogen(H), dan Oksigen(O). Perbedaan antara
lemak dan karbohidrat adalah jumlah unsur O lebih sedikit, sehingga saat terjadi proses oksidasi
lemak akan memerlukan oksigen lebih banyak, akibatnya energy yang dihasilkan jauh lebih
banyak. Selain berfungsi sebagai sumber energy terbesar, lemak juga berfungsi sebagai:
Lemak hewani, adalah lemak yang berasal dari hewan. Bahan makanan yang merupakan
sumber lemak hewani antara lain telur, daging, susu, keju, dan mentega. Telur Keju
Susu Daging
Dalam proses pencernaan, bahan makanan yang mengandung lemak akan disederhanakan
menjadi asam lemak dan gliserol. Bila keperluan energy sudah tercukupi lemak akan disimpan
tubuh di bawah lapisan kulit dan sekitar organ-organ dalam.
Bahan makanan yang mengandung lemak dapat diuji keberadaannya dengan menggunakan
beberapa cara, antara lain menggunakan kertas koran dan larutan diterjen. Bahan makanan
yang akan diuji dibuat larutan, kemudian diteteskan di kertas Koran. Bila kertas tampak
transparan berarti makanan tersebut mengandung lemak. Sedangkan dengan menggunakan
deterjen, caranya bahan makanan yang sudah dibuat larutan ditetesi larutan deterjen kemudian
dikocok-kocok. Jika terbentuk elmusi putih keruh mengambang diatas, berarti bahan makanan
tersebut mengandung lemak.
c. PROTEIN
Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling utama”) adalah
senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-
monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein
mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein
berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam
fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi
sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali
dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam
transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino
bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).
Sumber energi
Pembetukan dan perbaikan sel dan jaringan
Sebagai sintesis hormon,enzim, dan antibodi
Pengatur keseimbangan kadar asam basa dalam sel
Protein dikelompokkan menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu :
Protein hewani, adalah protein yang berasal dari hewan. Bahan makanan yang
merupakan sumber protein hewani yaitu telur, ikan, dan daging. Telur Ikan
Protein nabati, adalah protein yang bersal dari tumbuhan. Bahan makanan yang
termasuk sumber protein nabati yaitu kacang kedelai, kacang panjang, dan kacang hijau
.
kacang kedelai kacang panjang
Sintese protein: Dari makanan kita memperoleh Protein. Di sistem pencernaan protein akan
diuraikan menjadi peptid peptid yang strukturnya lebih sederhana terdiri dari asam amino. Hal
ini dilakukan dengan bantuan enzim. Tubuh manusia memerlukan 9 asam amino. Artinya
kesembilan asam amino ini tidak dapat disintesa sendiri oleh tubuh esensiil, sedangkan sebagian
asam amino dapat disintesa sendiri atau tidak esensiil oleh tubuh. Keseluruhan berjumlah 21
asam amino. Setelah penyerapan di usus maka akan diberikan ke darah. Darah membawa asam
amino itu ke setiap sel tubuh. Kode untuk asam amino tidak esensiil dapat disintesa oleh DNA.
Ini disebut dengan DNAtranskripsi. Kemudian mRNA hasil transkripsi di proses lebih lanjut di
ribosom atau retikulum endoplasma, disebut sebagai translasi. Kekurangan protein dapat
mengakibatkan (Kwashiorkor).
d. VITAMIN
Vitamin adalah sekelompok senyawa organik berbobot molekul kecil yang memiliki
fungsi vital dalam metabolisme organisme. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim),
vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Istilah “vitamin”
Vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E dan K .Vitamin ini memiliki sifa
dapat disimpan dan bila jumlah yag tersedia sudah mencukupi tubuh, maka dapat
disimpan lebih lama
Vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B dan C. Vitamin ini bila jumlahnya melebihi
kebutuhan tubuh, akan dibuang bersama urine.
Sebagai salah satu komponen gizi, vitamin diperlukan memperlancar proses metabolisme tubuh,
dan tidak berfungsi menghasilkan energi. Vitamin terlibat dalam proses enzimatik. Tubuh
memerlukan vitamin dalam jumlah sedikit, tetapi jika kebutuhan yang sedikit itu diabaikan, akan
mengakibatkan terganggunya metabolisme di dalam tubuh kita karena fungsinya tidak dapat
digantikan oleh senyawa lain. Kondisi kekurang vitamin disebut avitaminosis.
Pada umumnya vitamin tidak dapat dibuat sendiri oleh hewan (atau manusia) karena mereka
tidak memiliki enzim untuk membentuknya, sehingga harus dipasok dari makanan. Akan tetapi,
ada beberapa vitamin yang dapat dibuat dari zat-zat tertentu (disebut provitamin) di dalam
tubuh. Contoh vitamin yang mempunyai provitamin adalah vitamin D. Provitamin D banyak
terdapat di jaringan bawah kulit. Vitamin lain yang disintetis di dalam tubuh adalah vitamin K
dan vitamin B12. Kedua macam vitamin tersebut disintetis di dalam usus oleh bakteri.
Kalsium (Ca) -Membantu proses pembekuan darah Susu, telur, Rakhitis dan
sayuran, ikan osteoporosis
-Bersama magnesium membentuk tulang
Flour (F) -Mencegah kerusakan gigi dan gusi Susu, sayuran Kerusakan gigi
f. AIR
Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang
diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71%
permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³) tersedia di bumi. Air
sebagian besar terdapat di laut (air asin) dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-
puncak gunung), akan tetapi juga dapat hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar,
danau, uap air, dan lautan es. Air dalam obyek-obyek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus
air, yaitu: melalui penguapan, hujan, dan aliran air di atas permukaan tanah (runoff, meliputi
mata air, sungai, muara) menuju laut. Air bersih penting bagi kehidupan manusia. Di banyak
tempat di dunia terjadi kekurangan persediaan air. Selain di bumi, sejumlah besar air juga
diperkirakan terdapat pada kutub utara dan selatan planet Mars, serta pada bulan-bulan Europa
dan Enceladus. Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uap air). Air merupakan
satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya
tersebut. Pengelolaan sumber daya air yang kurang baik dapat menyebakan kekurangan air,
monopolisasi serta privatisasi dan bahkan menyulut konflik. Indonesia telah memiliki undang-
undang yang mengatur sumber daya air sejak tahun 2004, yakni Undang Undang nomor 7 tahun
2004 tentang Sumber Daya Air.
Molekul air dapat diuraikan menjadi unsur-unsur asalnya dengan mengalirinya arus
listrik. Proses ini disebut elektrolisis air. Pada katoda, dua molekul air bereaksi dengan
menangkap dua elektron, tereduksi menjadi gas H2 dan ion hidrokida (OH-). Sementara itu pada
anoda, dua molekul air lain terurai menjadi gas oksigen (O2), melepaskan 4 ion H+ serta
mengalirkan elektron ke katoda. Ion H+ dan OH- mengalami netralisasi sehingga terbentuk
kembali beberapa molekul air. Reaksi keseluruhan yang setara dari elektrolisis air dapat
dituliskan sebagai berikut.
MODUL FISIOTERAPI PADA GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT
2H2O(l) 2H2(g)+O2(g)
Gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari reaksi ini membentuk gelembung pada
elektroda dan dapat Dikumpulkan. Prinsip ini kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan
hidrogen dan hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan
hidrogen.
KESIMPULAN
Jadi dari beberapa contoh zat makanan yang dibutuhkan oleh manusia seperti
karbohidrat, lemak, protein, air, dan mineral tersebut sangat penting bagi tubuh kita.
Kesimpulan dari pengertian beberapa contoh zat adalah jika kita banyak mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung zat yang kita butuhkan maka tubuh kita akan menjadi sehat,
kuat dan tidak mudah terserang penyakit, contohnya wortel jika kita banyak makan wortel maka
mata kita akan lebih sehat karena mengandung vitamin A. Lalu jika kita banyak makan nasi,
minum susu, makan sayuran, telur, air, ikan dan buah maka tubuh kita banyak mengandung
karbohidrat, lemak, air, mineral, dan protein.
ENERGI
Kita ketahui bersama bahwa segala sesuatu yang kita lakukan memerlukan energi :
misalnya bermain, belajar, dan bekerja kita memerlukan energi.
1. Pengertian Energi
Energi adalah kemampuan untukmelakukan usaha. Dua contoh yang akan menunjukan
definisi ini. Anda akan merasa lelah ketika anda berlari karena anda mengeluarkan energi. Jika
Mobil dapat melaju dijalan karena ada sumber energi kimia yang dikandung dalam bahan
bakar bensin. Jika bensin habis maka mobil kehabisan energi dan akibatnya mobil tidak dapat
lagi melakukan usaha (melaju lagi).
Perubahan bentuk energi kebentuk yang lain dapat kitaamati didalam kehidupan sehari-
hari. Manusia dapat melakukan kegiatan karena memiliki energi didalam tubuh. Manusia
memperoleh energi dari makanan yan dimakannya. Oleh karena itu, makanan menyebabkan
manusia dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti bekerja, berolah raga, belajar, menyanyi
dan sebagainya.
Didalam tubuh, makanan yang kita makan akan bereaksi dengan zat-zat lain. Akibat
reaksi itu terjadi penguraian bahan makanan sehingga sehingga menghasilkan energi. Makanan
sesungguhnya merupakan bahan-bahan kimia alami. Didalam makanan tersimpan energi yang
disebut energi potensial kimia.
Kebutuhan energi merupakan prioritas yang utama bagi atlet. Keseimbangan energi
untuk menjaga masa jaringan-jaringan, imun dan fungsi-fungsi reproduksi, dan penampilan
optimal atlet. Keseimbangan energi ini didefinisikan sebagai pemasukan energi (energi yang
dihasilkan dari makanan, cairan, dan produk suplement) dikali pengeluaran energi (pengeluaran
energi, basal metabolisme, efek-efek dari pemasukan makanan, dan aktivitas fisik). Dengan
pemasukan energi, lemak dan masa otot dapat digunakan oleh tubuh untuk sumber cadangan
energi.
Agar cukup energi yang dikonsumsi untuk latihan pembentukan otot, makanan harus
mengandung 60% karbohidrat dan 15% protein dari total energi. Kedengarannya aneh, tetapi
sesungguhnya seorang atlet binaragawan dan pelari marathon dapat mengkonsumsi makanan
dari hidangan yang sama. Seorang binaragawan cenderung berotot lebih besar dari pelari,
karena itu ia membutuhkan lebih banyak energi.
Makanan yang terbaik untuk atlet harus mensuplai cukup protein tetapi tidak
berlebihan untuk keperluan perkembangan dan perbaikan jaringan otot yang aus, produksi
hormon, dan mengganti sel-sel darah merah yang mati dengan yang baru. Seringkali atlet
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi protein, sehingga mereka mendapatkan dobel
dari kebutuhannya. Kebutuhan protein bagi individu yang bukan atlet berkisar antara 0.8-1 g/ kg
BB/ hari dengan perbandingan protein hewani terhadap nabati 1:1. Kebutuhan protein untuk
seorang atlet yang masih aktif berlatih, sedikit meningkat, mencapai 1-1,2 g/ kg BB/ hari. Bagi
Sebetulnya suatu menu yang seimbang/ adekuat yang terdiri dari makanan biasa akan
memberikan semua protein yang dibutuhkan atlet untuk performance yang maksimal. Dari
penyelidikan Peteenhofer dan Volt ternyata bahwa pembakaran protein diwaktu latihan berat
tidak lebih tinggi dari pada waktu istirahat, juga setelah cadangan glikogen habis, sedangkan bila
latihan diteruskan tidak didapati eksresi nitrogen yang berarti. Namun pemberian protein yang
cukup tinggi dianjurkan terutama pada musim awal latihan, misalnya 1-2 bulan. Apalagi
mengingat keadaan gizi atlet sering belum memuaskan pada waktu masuk pusat latihan. Dalam
waktu permulaan ini memang banyak protein dibutuhkan selain untuk aktivitas enzim yang
optimal juga untuk membangun otot. Apalagi bagi mereka dengan olahraga yang memerlukan
pertumbuhan otot yang banyak. Diperlukan keseimbangan nitrogen yang selalu positif,
sedangkan dengan pemberian protein 1 g/ kg BB/ hari pada waktu ,latihan, keseimbangan
nitrogen positif sulit dipertahankan. Jadi dianjurkan pemberian protein 1,2-1,5 g/ kg BB/ hari
pada permulaan masa latihan, tergantung dari sifat/ macam olahraganya. Untuk olahraga yang
memerlukan banyak tenaga dianjurkan untuk lebih banyak lagi protein daripada untuk olahraga
yang mementingkan kecepatan.
Selain itu, atlet perlu memilah-milah makanan untuk kebutuhan saat akan bertanding.
Atlet sebaiknya mengkonsumsi makanan yang mudah dicerna oleh sistem pencernaan
contohnya makanan yang mengandung karbohidrat dan protein, seperti pisang, telur, susu, dll.
karena makanan yang mudah dicerna akan lebih cepat diproses oleh enzim-enzim pencernaan
Untuk makanan yang sulit dicerna yaitu makanan yang megandung selulosa seperti
tumbuhan-tumbuhan. Contoh lain makanan yang sulit dicerna yaitu lemak. Tetapi lemak
memiliki jumlah kalori yang besar dibandingkan zat-zat makanan yang lain. Oleh karena itu, atlet
yang mengkonsumsi makanan yang berlemak akan mendapatkan energi yang besar.
Seperti telah disinggung sebelumnya, makanan yang kita makan dan minuman yang kita
minum mengandung energi kimia. Zat-zat kimia yang terkandung di dalam makanan dan
minuman tersebut dapat menghasilkan energi kimia karena di dalam tubuh kita sebenarnya
terjadi reaksi kimia yang mengubah zat-zat yang terkandung dalam makanan menjadi energi.
Energi kimia yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi akan dirubah menjadi energi gerak.
Seperti halnya seorang atlet yang memerlukan energi untuk membentuk tubuh,
menghasilkan gerak untuk berlatih atau bertanding. Seorang atlet dapat beraktifitas berkat
adanya energi yang dihasilkan dari makanan. Dalam proses pemenuhan energi diperlukan
makanan yang dapat diproses menjadi energi melalui proses pencernaan.
Sumber :
http://vistabunda.com/kesehatan/13-pesan-dasar-pedoman-umum-gizi-seimbang/
MODUL FISIOTERAPI PADA GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT
Anonim. 2007. Ciri-Ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal Kesehatan Online
Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika Online.
Almatsier, S. ”Prinsip Dasar Ilmu Gizi”. Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta : 2006.
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/ November
2005: Inovasi Online
Supriasa, I. D. N., B. Bakri., I. Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.
Sediaoetama, Drs. Ahmad Djaeni. ”Ilmu Gizi”. Penerbit : Dian Rakyat. Jakarta : 2006
MATERI XII
STATUS GIZI DAN GIZI TERAPAN
Tanda-tanda yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan keseimbangan antara asupan
dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh: contoh: pertumbuhan fisik _ ukuran tubuh_antropometri
(berat badan, tinggi badan, dan lainnya)
Status Gizi Normal : keadaan tubuh yang mencerminkan keseimbangan antara konsumsi
dan penggunaan gizi oleh tubuh (adeequattee)
Mallnutrition : keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun
absolut satu atau lebih zat gizi.
Ada empat bentuk:
a. Undeer nutrition : kekurangan konsumsi pangan secara relattif atau absolut untuk periode
tertentu.
b. Speecciffic deficiency:: kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan iodium,, Fe dll
d. Imbalance : keadaan disproporsi zat gizi,, misalnya tinggi kolesterol karena tidak imbangnya
kadar LDL,, HDL danVLDL..
Tinggi badan
Normal ≥ -2 SD sampai +2 SD
Pendek < -2 SD
ANTROPOMETRI :
-Kelemahan : Dipengaruhi ascites/udema, harus tahu jelas tgl lahir, sering salah dlm
pengukuran
TB/U
-Keuntungan : alat mudah murah, fleksibel, bisa mengukur gizi masa lampau
GIZI TERAPAN
Meningkatkan diet yang mengandung phytoestrogen spt susu kedele, tempe, & produk
kedele,gandum utuh, kacang2an tetapi estrogen jg memiliki dampak : meningkatkan
risiko ca mammae.
Fokus nutrisi : Mempertahankan BB termasuk massa otot saat mencegah kelebihan
lemak dan mempertahankan kesehatan
Penggunaan energi puncak dicapai pada masa ini kemudian diikuti penurunan scr
bertahap
Terjadi penurunan intake 22% dari 2700 menjadi 2100 calories pada usia antara 30-80
thn
RMR wanita turun 2-4% setelah usia 50 thn
Energi terpakai akan tetap konstan selama massa tubuh bebas lemaknya konstan
Setelah usia 40 thn BB laki2 terus naik 0,3 kg/thn dan wanita 0,55 kg/thn
Faktor Aktifitas
Menurunkan asupan total lemak hingga 30%, lemak jenuh kurang dari 10% dr total kkal,
kolesterol tidak lebih dr 300 mg/hr, Membatasi lemak tdk jenuh ganda tdk lebih dr 10%
% atau lebih sajian sayur dan buah setiap hari
Mempertahankan diet protein
Menyeimbangkan asupan makan & aktivitas
Tidak mengkonsumsi alkohol
Batasi garam < 6 gram
Adekuat kalsium intake
Cegah suplemen berlebihan dari RDA
Rekomendasi Diet
Sumber :
Lusa. Konsep Dasar Ilmu Gizi . http://www.lusa.web.id/. Diakses tanggal 03 oktober 2010.
Marsetyo.1990.Ilmu Gizi. Rineka cipta. Jakarta.
Supriasa, I. D. N., B. Bakri., I. Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.
Almatsier, S. ”Prinsip Dasar Ilmu Gizi”. Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta : 2006.
Sediaoetama, Drs. Ahmad Djaeni. ”Ilmu Gizi”. Penerbit : Dian Rakyat. Jakarta : 2006
MATERI XIII
1. Pendahuluan
Dengan meningkatnya taraf hidup sebagian masyarakat yang tinggal baik di perkotaan
maupun di pedesaan akan memberikan perubahan pada gaya hidup. Pemilihan makanan yang
cenderung menyukai makanan siap santap dimana kandungan gizinya tidak seimbang. Rata-rata
makanan jenis ini mengandung lemak dan garam tinggi, tetapi kandungan serat yang rendah.
Disamping itu masih banyak masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan dimana
pemenuhan kebutuhan makanan kurang sehingga timbul masalah gizi kurang. Jadi masalah gizi
yang timbul, baik masalah gizi kurang maupun masalah gizi lebih sebenarnya disebabkan oleh
perilaku makan seseorang yang salah yaitu tidak adanya keseimbangan antara konsumsi gizi
dengan kecukupan gizinya.
Ada pergeseran konsep standar gizi yang digunakan pada masa lalu dan masa kini. Pada
masa lalu hanya dibuat satu standar gizi, yaitu angka kecukupan gizi yang dianjurkan
(recommended dietary allowances, RDA) untuk keperluan berbagai tujuan. Pada masa kini
standar gizi dibuat tidak tunggal lagi, tergantung tujuan penggunaannya, yaitu kebutuhan rata-
rata (estimated average requirement, EAR), asupan gizi yang cukup (Adequate Intake, AI),
kecukupan gizi (recommended dietary allowances, RDA), dan batas atas asupan (Tolerable
Upper Intake Level, UL). Untuk keperluan di Indonesia hasil Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi VIII tahun 2004 menetapkan tiga standar gizi, yaitu angka kecukupan gizi (AKG), batas atas
asupan (UL), dan acuan label gizi (ALG).
Ketidak seimbangan atau gangguan dari masalah gizi bisa karena kekurangan asupan
bisa juga karena kelebihan asupan. Dari berbagai penelitian dan pemantauan pada konsumsi gizi
masyarakat, ketidak seimbangan atau gangguan yang muncul dapat mengakibatkan :
2. Gangguan pertumbuhan fisik pada siklus kehidupan manusia sejak janin, bayi baru
lahir,balita yang dapat berdampak sampai dewasa
3. Gangguan perkembangan otak pada janin, bayi dan balita yang berdampak pada
kecerdasan pada usia sekolah
Jenis masalah gizi didasarkan pada ketidak seimbangan asupan makanan terhadap
kebutuhan tubuh, yaitu yang pertama adalah ketidak seimbangan karena kekurangan asupan
dari kebutuhan tubuh dan yang kedua adalah ketidak seimbangan karena kelebihan asupan dari
kebutuhan tubuh akan zat-zat (gizi) yang terdapat dalam makanan
Jenis masalah gizi yang pertama adalah ketidak seimbangan karena kekurangan asupan
makanan dari kebutuhan tubuh biasa disebut dengan gizi yang kurang atau yang lazim disebut
dengan “gizi kurang” atau biasa juga diistilahkan dengan “kelaparan”, baik yang kentara
maupun tidak kentara. Gizi kurang juga dibedakan atas kekurangan komponen-komponen
gizinya yaitu “gizi kurang makro” dan “gizi kurang mikro”. Gizi kurang makro dikenal dengan
“kurang energy protein”. Sedang gizi kurang mikro yang banyak ditemukan atau menjadi
masalah adalah Kurang Zat Yodium, Kurang Zat Besi, Kurang Vitamin A, Kurang Zat Zeng, Kurang
Asam Folat, Kurang Vitamin B12 dan lain-lain.
Angka kecukupan gizi (AKG) adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang
diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua penduduk menurut kelompok
umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis, seperti kehamilan dan menyusui. Konsep kecukupan
energi kelompok penduduk adalah nilai rata-rata kebutuhan, sedangkan pada kecukupan
protein dan zat gizi lain adalah nilai rata-rata kebutuhan ditambah dengan 2 kali simpangan
baku(2 SD).
1. Untuk menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi, makanan bagi
penduduk/golongan masyarakat tertentu yang didapatkan dari hasil survei
gizi/makanan;
4. Untuk patokan label gizi makanan yang dikemas apabila perbandingan dengan angka
kecukupan gizi diperlukan;
3. Jenis kelamin.
6. Kegiatan fisik.
7. Lingkungan.
8. Mutu makanan.
9. Gaya hidup.
Angka kecukupan gizi yang sudah ditetapkan untuk orang Indonesia meliputi energi,
protein, vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, vitamin C, tiamin, riboflavin, niacin,
piridoksin, vitamin B12, asam folat, kalsium, fosfor, magnesium, besi, seng, iodium, mangan,
selenium, dan fluor. Angka kecukupan energi tingkat nasional yang pada taraf konsumsi 2000
kkal dan taraf persediaan 2200 kkal. Sedangkan angka kecukupan protein tingkat nasional pada
taraf konsumsi 52 gram dan taraf persediaan 57 gram. Kecukupan gizi untuk pelabelan produk
makanan yang dikemas disebut dengan acuan label gizi (ALG).
1. Bahan makanan mempunyai tiga fungsi bagi seseorang, yaitu fungsi biologi, psikologi
dan sosial.
2. Makanan dapat dikelompokkan menurut slogan empat sehat lima sempurna menjadi
lima golongan, yaitu makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, buah dan susu
4. Dalam memilih bahan makanan perlu memperhatikan jenis dan tanda kerusakan
bahan makanan serta ciri-ciri bahan makanan yang baik
5. Pengertian menu seimbang adalah susunan hidangan beberapa macam makanan yang
mengandung energi dan zat gizi secara cukup, baik jenis maupun jumlahnya.
6. Manfaat yang diperoleh dari menyusun menu seimbang adalah kebutuhan zat gizi
dapat terpenuhi; dapat memilih bahan makanan yang baik, dan sesuai dengan
keadaan sosial, ekonomi dan budaya; mengurangi kehilangan zat gizi selama
penyiapan makanan; serta mengurangi kebosanan akan menu makanan
8. Proses yang harus dilakukan dalam menyusun menu adalah menentukan kecukupan
gizi, menentukan hidangan, penentuan pemilihan bahan makanan, serta pengolahan
bahan makanan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) setiap individu akan berbeda sesuai dengankondisi masing-
masing. Untuk mengukur AKG bagi orang dewasa secara cepat,kebutuhan kalori/energi dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
Prinsip untuk menentukan Angka Kecukupan Energi didasarkan pada pengeluaran energi
dimana komponen Basal Metabolic Rate merupakan komponen utama. Nilai BMR ditentukan
oleh berat dan susunan tubuh serta umur dan jenis kelamin. Secara sederhana nilai BMR dapat
ditaksir dengan menggunakan rumus regresi linier sebagai berikut
Sumber : FAO/WHO/UNU, 1985 (dengan penyesuaian) (dikutip dari Widyakarya Pangan dan Gizi
VI, 1998)
Keterangan :
BB = Berat Badan (dapat digunakan actual weight atau BB ideal/norma tergantung tujuan)
(9 gram protein ikan, 6 gram protein hewani lain dan 40 gram protein nabati)
AKG diatas bila kita jabarkan menurut takaran konsumsi makanan sehari pada orang dewasa
umur 20-59 tahun, yaitu: nasi/pengganti 4-5 piring, lauk hewani 3-4 potong, lauk nabati 2-4
potong, sayuran 1 ½ - 2 mangkok dan buah-buahan 2-3 potong. Dengan catatan dalam keadaan
berat badan ideal.
Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun
beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi
keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan
psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan
sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat.
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya
bertindak menyediakan energy bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki
jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan.
Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal akan
meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang
disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan
menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi
dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang
selanjutnya dapat menyebabkan kematian.
Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin
dan fisiologis tertentu. Nilai asupan harian zat gizi yang diperkirakan dapat memenuhi
kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis
tertentu disebut dengan kebutuhan gizi.
Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ukuran
tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim dan adaptasi. Untuk kecukupan protein
dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologi, kualitas
protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi.
Susu sebagaimana bahan pangan hewani lainnya yang dikenal kaya dengan kandungan
gizi, tingkat konsumsinya semakin meningkat di seluruh dunia. Konsumsi susu dan produk
olahannya di negara-negara berkembang konsumsinya diperkirakan akan meningkat dari 45 kg
menjadi 66 kg per kapita dan di negara-negara maju meningkat dari 212 kg menjadi 221 kg per
Selain mengandung kalsium, susu juga mengandung hampir seluruh dari zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Pada pedoman gizi empat sehat lima sempurna (4S5S), yang
pertama kali dicetuskan oleh ”Bapak Gizi Indonesia” yaitu Prof. Poerwo Sudarmo pada tahun
1950-an, susu dikategorikan sebagai bahan pangan yang dapat menyempurnakan. Konsumsi
susu secara nyata memacu perbaikan minera tulang pada wanita remaja. Wanita berusia 12
tahun yang mengonsumsi dua gelas susu dengan kadar lemak rendah setiap hari mempunyai
peningkatan yang sangat besar pada kepadatan dan massa tulang, akan tetapi tidak menambah
berat massa lemak dibandingkan dengan kelompok kontrol. Susu mempunyai peranan penting
untuk mencegah osteoporosis. Susu adalah sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting
untuk pembentukan tulang. Kalsium dan fosfor dari susu lebih mudah dicerna, hal ini terutama
dihubungkan dengan adanya kasein yang merupakan protein utama susu, yang dapat
membantu meningkatkan daya serap kalsium.
Berbagai faktor, seperti genetik dan lingkungan (gizi dan aktivitas fisik) mempengaruhi
kesehatan tulang dan risiko terhadap osteoporosis. Di antara faktor gizi, kecukupan konsumsi
kalsium adalah faktor yang penting pada seluruh tahap kehidupan. Usia muda adalah saat untuk
memaksimalkan kemampuan genetis dalam pencapaian massa puncak pertumbuhan tulang,
dan usia lanjut adalah saat untuk memelihara massa tulang dan meminimalkan kehilangan
massa tulang seiring dengan bertambahnya usia.
Selain kalsium terdapat zat gizi lain seperti protein, fosfor, magnesium, potasium, seng,
vitamin A dan D yang juga membantu menjaga kesehatan tulang. Walaupun banyak para
peneliti lebih menitikberatkan penelitiannya pada zat gizi tunggal, akan tetapi fakta bahwa
mengonsumsi zat gizi secara alami dari pangan yang kaya zat gizi seperti susu dan produk olahan
lainnya dapat memperbaiki status mineral tulang dan membantu mengurangi risiko terjadinya
Wanita usia remaja yang meningkatkan asupan kalsium untuk memenuhi kecukupan
yang dianjurkan dengan mengonsumsi lebih banyak susu, keju dan yogurt pada menu makanan
mereka, memperlihatkan peningkatan kepadatan tulang dibandingkan dengan wanita yang
hanya mengonsumsi makanan secara normal.
Peningkatan asupan susu atau produk olahannya juga ternyata tidak berhubungan
dengan peningkatan lemak tubuh.
untuk mencapai massa tulang puncak optimal dan mengurangi laju kehilangan tulang karena
bertambahnya usia. Suatu keseimbangan kalsium positif dibutuhkan sebelum pertumbuhan
tulang terjadi. Asupan kalsium dan pembentukan tulang menentukan keseimbangan kalsium
selama pertumbuhan.
Kalsium adalah zat gizi yang penting, yang melibatkan sangat banyak proses metabolis
dan memberikan kekuatan mekanis pada tulang dan gigi. Homeostatis kalsium negatif
disebabkan oleh kurangnya asupan makanan, penyerapan yang lemah atau pengeluaran yang
berlebihan yang mengakibatkan kehilangan kalsium dari tulang dan selanjutnya dapat
meningkatkan kejadian patah tulang. Dalam hal ini terdapat data secara epidemiologis yang
menunjukkan adanya hubungan positif antara asupan kaslium dan kepadatan tulang.
Selain jumlah kalsium yang cukup dalam makanan yang dikonsumsi, penyerapan
kalsium dari makanan tersebut juga merupakan faktor penting yang menentukan kalsium untuk
membangun dan memelihara tulang. Dengan demikian, diperlukan identifikasi komponen
pangan dan atau komposisi pangan fungsional yang secara positif dapat mempengaruhi
penyerapan kalsium yang dapat menjamin bahwa bioavailabilitas kalsium dari bahan pangan
dapat diharapkan dengan baik.
Vitamin secara umum merupakan senyawa organik yang selalu dibutuhkan tubuh
yang berfungsi untuk metabolisme sel secara normal, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan
tubuh. Salah satu vitamin yang terkait dengan pembentukan jaringan tulang adalah vitamin D.
Vitamin D merupakan salah satu vitamin yang fungsinya di dalam tubuh cukup unik
karena mirip dengan fungsi hormon. Fungsi biologis utama dari vitamin D adalah
mempertahankan konsentrasi kalsium dan fosfor serum dalam kisaran normal dengan
meningkatkan efisiensi usus halus untuk menyerap mineral-mineral tersebut dari makanan.
Sumber utama vitamin D terutama diperoleh dari susu serta berbagai produk.
Status vitamin D yang rendah banyak terjadi pada lansia yang kurang terkena sinar
matahari dan vitamin D plasma yang rendah, dihubungkan dengan peningkatan risiko patah
Selain vitamin D, vitamin C juga cukup mempunyai peranan dalam pembentukan tulang.
Fungsi vitamin C antara lain adalah sebagai antioksidan yang larut dalam air dan juga berperan
dalam berbagai reaksi hidroksilasi yang dibutuhkan untuk sintesis kolagen, karnitin dan seronin.
Dengan demikian vitamin C bermanfaat untuk meningkatkan aktivitas tubuh. Selain itu, fungsi
vitamin C pada tubuh juga sebagai anti radang gusi (scurvy), antioksidan, pertahanan tubuh dan
penyembuhan luka. Sumber utama dapat diperoleh dari buah dan sayuran segar.
Pada proses pembentukan tulang, vitamin C berfungsi untuk stabilitas kolagen dan
pembentukan tulang. Defisiensi vitamin C dihubungkan dengan terganggunya hubungan antar
jaringan tubuh. Serum asam askorbat (vitamin C) pada pria berhubungan nyata dengan
kepadatan tulang . Pada wanita pasca menopause dengan sejarah merokok dan penggunaan
esterogen, peningkatan 1 standar deviasi (SD) kadar serum asam askorbat dapat dihubungkan
dengan penurunan prevalensi patah tulang sebesar 45%. Akan tetapi, pada wanita dengan
sejarah tidak merokok dan tidak menggunakan esterogen, kadar serum asam askorbat tidak
tampak berhubungan dengan rendahnya kepadatan tulang.
Sebagai suatu bahan anorganik, jumlah fosfor dalam tubuh manusia terbanyak ke dua
setelah kalsium, di mana 85% fosfor ini terikat dalam kerangka. Fosfor dapat diperoleh dari
berbagai bahan pangan, seperti daging, unggas, ikan, telur, susu dan produk olahannya, kacang-
kacangan, biji-bijian dan sayur-sayuran. Tujuan utama mengonsumsi fosfor adalah untuk
menunjang pertumbuhan dan sebagai pengganti fosfor yang hilang dari tubuh. Konsumsi fosfor
telah meningkat 10% hingga 15% lebih dari 20 tahun terakhir karena peningkatan penggunaan
garam fosfat sebagai bahan pangan tambahan (food additives) dan pada minuman berkarbonat.
Asupan protein harian seseorang seimbang dengan nitrogen yang dikeluarkan tubuh
untuk menjaga keseimbangan energi pada tingkat aktivitas sedang. Sumber utama protein
adalah susu, ikan, telur, daging dan kacang-kacangan.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa asupan protein yang tinggi terkait erat
dengan keluarnya kalsium melalui urin. Hal ini karena adanya peningkatan muatan asam yang
bertindak sebagai buffer kalsium tulang, asupan protein yang lebih tinggi diperkirakan dapat
dihubungkan dengan lebih rendahnya kepadatan tulang. Secara umum juga diasumsikan bahwa
kandungan belerang yang relatif tinggi pada daging menyebabkan adanya muatan asam
endogenus yang menyebabkan berkurangnya kepadatan tulang. Asam dari protein hewani tidak
lebih tinggi daripada protein nabati. Produk asam bikarbonat zat non-protein dari tumbuhan
yang disebabkan asupan tinggi protein. Penelitian lain menunjukkan bahwa tidak terdapat
keterkaitan yang nyata antara asupan protein dengan kepadatan tulang.
Peningkatan asupan energi dapat meningkatkan berat dan tinggi badan. Terdapat
hubungan yang konsisten antara berat badan dan kepadatan tulang. Pengaruh positif yang kuat
yang terdapat pada berat badan dan kepadatan tulang diduga disebabkan adanya tekanan dari
berat badan pada kerangka tubuh. Demikian juga, kehilangan berat badan 10% dapat
menyebabkan menurunnya kepadatan tulang sebesar 1% hingga 2%. Kondisi kehilangan berat
badan yang lebih berat karena kekurangan gizi dapat menimbulkan faktor risiko osteoporosis.
Risiko ini juga dipengaruhi oleh banyak faktor seperti rendahnya asupan gizi makro (termasuk
protein) dan mikro (termasuk kalsium, vitamin D, vitamin K), yang dapat meningkatkan
kecenderungan mudah jatuh karena lemahnya kekuatan otot dan berkurangnya perlindungan
lapisan lembut pada bagian panggul.
Zat besi merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Defisiensi zat besi dapat
menyebabkan menurunnya kemampuan untuk beraktivitas, kelelahan, dan muka pucat.
Keberadaan zat besi besi dalam tubuh dapat dilihat dari keberadaan hemoglobin (Hb), ferritin
dan transferin. Pengukuran Hb, ferritin dan transferin selain mudah dilakukan, juga lebih dapat
dipercaya untuk menggambarkan status besi dalam darah. Dari hasil penelitian yang dilakukan,
terdapat hubungan antara massa tulang dengan ferritin dalam percobaan klinis selama empat
tahun melalui pemberian suplementasi kalsium pada wanita remaja. Terdapat suatu
kecenderungan hubungan yang positif antara kepadatan tulang lengan bawah dan ferritin
serum awal.
Suatu kecenderungan yang sama terjadi antara kepadatan tulang tubuh total dan
kandungan ferritin serum selama empat tahun studi, tetapi hanya pada kelompok plasebo.
Studi-studi berikutnya sangat diperlukan untuk menjelaskan kecenderungan tersebut,
khususnya pada masyarakat yang menderita defisiensi zat besi. Penyerapan zat besi dapat
dihambat oleh asupan yang tinggi mineral lainnya dan trace element, khususnya kalsium.
Sejumlah studi telah menunjukkan adanya pengaruh hambatan dari kalsium pada zat besi dari
berbagai suplemen (garam) atau bahan pangan yang mengandung kalsium.
Angka kematian ibu melahirkan turun drastic dari 230 tahun 1992 menjadi 17 per
100.000 tahun 1996. Salah satu kebijakan dan program gizi di Thailand memberikan
perhatian besar terhadap data status gizi anak. Sejak tahun 1982 mereka mempunyai
datanasional tahunan perkembangan berat badan balita dan anak sekolah. Dalam kebijakan
pembangunan nasional secara konsisten memasukkan status gizi anak sebagai salah satu
indikator kemiskinan. Atas dasar perkembangan status gizi anak program gizi disusun sebagai
bagian dari program penanggulangan kemiskinan. Thailand mengukur kemajuan kesejahtraan
rakyatnya antara lain dengan indikator pertumbuhan berat badan anak, bukan hanya dengan
berapa rata-rata persediaan atau konsumsi energi dan protein penduduk seperti yang sering kita
lakukan di Indonesia. Paradigma kebijakan gizi di Thailand adalah paradigma outcome yaitu
pertumbuhan anak dan status gizi.
Banyak faktor lain yang dapat mengganggu proses terwujudnya outcome sesuai dengan
yng diharapkan. Paradigma input sering melupakan faktor lain tersebut, diantaranya air
bersih, kebersihan lingkungan dan pelayanan kesehatan dasar.
Gizi dan masalah gizi selama ini dipahami sebagai hubungan sebab- akibat antara
makanan (input) dengan kesehatan (outcome). Pada satu pihak masalah gizi dapat dilihat
Selama kebijakan program gizi mengikuti paradigma input, maka indikator masalah gizi
akan mengikuti indikator agregatif pertanian dan ekonomi makro seperti produksi, persediaan
(impor-ekspor), harga dan konsumsi pangan rata- rata. Indikator makro ini memberi
gambaran masalah gizi rata-rata rumah tangga dan orang dewasa. Hukum Bennet misalnya
memprediksi apabila pendapatan rata-rata rumah tangga meningkat akan diikuti perbaikan
kualitas makanan (orang dewasa). Proporsi energi dari sumber karbohidrat menurun dan
dari sumber lemak dan protein meningkat. Hukum Bennet tidak dapat menggambarkan apa
yang terjadi pada diri anggota keluarga, terutama anak dan wanita hamil, apabila terjadi
peningkatan pendapatan keluarga, termasuk eksesnya bagi orang dewasa
perkotaan. Peningkatan konsumsi makanan hewani sumber lemak dapat menjurus ke masalah
gizi lebih. Pendekatan agregatif semacam ini, tidak menyentuh ukuran status gizi. Oleh karena
itu tidak mengherankan apabila pada suatu saat terjadi letusan gizi buruk pada masa persediaan
pangan berlimpah. Indikator agregatif tidak akan menjangkau masalah gizi mikro.
(1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan
yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan
sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
(2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya
beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
(1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat;
(2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak;
(3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada
balita, yaitu:
(3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan
dan diare.
Kwasiorkor
Memiliki ciri:
1). edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah)
membulat dan lembab;
(2) pandangan mata sayu;
(3) rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa
(6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk;
(7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
Marasmus
Memiliki ciri-ciri:
(1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit;
(5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celan longgar);
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor
dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
Pencegahan
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
(1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai
dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan
umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
(2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak,
vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori
yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
(4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola
dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
(5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi
dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah
sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula
suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil
yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi
kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang
permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
GagalNTumbuh
Gagal tumbuh adalah bayi atau anak dengan pertumbuhan fisik kurang secara bermakna
dibanding anak sebayanya.
Tanda-tandanya:
Faktor penyebab:
(1) Faktor sosial, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingya makanan bergizi
Pengobatan
Akibatnya program gizi lebih sering menjadi program sektoral yang masing-masing
berdiri sendiri dengan persepsi berbeda mengenai masalah gizi dan indikatornya. Kebijakan
ini dalam makalah ini saya sebut sebagai kebijakan dengan paradigma input. Salah satu
kelemahan paradigma input bagi program perbaikan gizi adalah digunakannya indikator
agregatif makro seperti persediaan energi dan protein perkapita. Indikator ini tidak dapat
menggambarkan keadaan sesungguhnya diri individu anggota keluarga terutama anak dan
wanita. Paradigma ini tidak mengenal indikator pertumbuhan anak dan status gizi
yang mengukur “the real thing”. Sudah saatnya indikator pertumbuhan dan status gizi anak
menjadi salah satu indikator kesejahteraan. Untuk itu program gizi memerlukan
Pertama, dalam menangani masalah gizi makro, khususnya kurang energi protein, titik
tolak kebijakannya terletak pada adanya pertumbuhan dan status gizi anak yang tidak normal.
Dengan demikian tujuan program adalah memperbaiki pola pertumbuhan anak dan status gizi
anak dari tidak normal menjadi normal atau lebih baik. Oleh karena pola pertumbuhan dan
status gizi anak tidak hanya disebabkan oleh makanan, maka pendekatan ini mengharuskan
program gizi dikaitkan dengan kegiatan program lain diluar program pangan secara konvergen
seperti dengan program air bersih dan kesehatan lingkungan, imunisasi, penyediaan lapangan
kerja dan penanggulangan kemiskinan. Dengan program yang bersifat terintegrasi seperti itu,
program gizi akan rasional untuk menjadi bagian dari pembangunan nasional secara
keseluruhan. Kebijakan ini pada dasarnya telah diberlakukan pada Repelita II sampai VI dalam
Bab Pangan dan Gizi. Sayangnya banyak kebijakan Repelita yang lalu tidak terlaksana dengan
semestinya.
Kedua, kegiatan pemantauan berat badan dan tinggi badan anak balita dan sekolah
akan menjadi modal utama bagi program gizi. Survei gizi nasional secara periodik dan
terprogram seharusnya menjadi kebijakan nasional seperti dilakukan di Thailand dan di banyak
negara lain. Pelaksanaannya dapat melalui Susenas atau lembaga lain yang ada. Kegiatan ini
perlu didukung oleh sistem pemantauan status gizi anak yang representatif mewakili daerah-
daerah yang tidak terjangkau survey gizi nasional.
REFERENSI:
Kepustakaan:
Bushby K, Finkel R, Birnkrant DJ, et al. 2010. Diagnosis and management of Duchenne
muscular dystrophy, part 2: implementation of multidisciplinary care. Lancet Neurology
9:177-189.
Chen MD, Rimmer JH. 2011. Effects of exercise on quality of life in stroke survivors: a
meta-analysis. Stroke 42:832-837.
Cooke EV, Mares K, Clark A, Tallis RC, Pomeroy VM. 2010. The effects of increased
dose of exercise-based therapies to enhance motor recovery after stroke: a systematic
review and meta-analysis. BMC Medicine 8:60.
Critchley DJ, Ratcliffe J, Noonan S, Jones RH, Hurley MV. 2007. Effectiveness and cost-
effectiveness of three types of physiotherapy used to reduce chronic low back pain
disability: a pragmatic randomized trial with economic evaluation. Spine 32:1474-1481.
Dean E. 2009. Physical therapy in the 21st century (Part I): toward practice informed by
epidemiology and the crisis of lifestyle conditions. Physiotherapy: Theory and Practice
25:330-353.
Deshpande AD, Dodson EA, Gorman I, Brownson RC. 2008. Physical activity and
diabetes: opportunities for prevention through policy. Physical Therapy 88:1425-1435.
Fabian KM. 2010. Evaluation of lung function, chest mobility, and physical fitness during
rehabilitation of scoliotic girls. Ortopedia Traumatologia Rehabilitacja 12:301-309.
Gellhorn AC, Chan L, Martin B, Friedly J. 2010. Management Patterns in Acute Low
Back Pain: The Role of Physical Therapy. Spine.
Gharib NM, Abd El-Maksoud GM, Rezk-Allah SS. 2011. Efficacy of gait trainer as an
adjunct to traditional physical therapy on walking performance in hemiparetic cerebral
palsied children: a randomized controlled trial. Clinical Rehabilitation.
Handoll HH, Ollivere BJ. 2010. Interventions for treating proximal humeral fractures in
adults. Cochrane Database of Systematic Reviews CD000434.
Handoll HH, Sherrington C, Mak JC. 2011. Interventions for improving mobility after hip
fracture surgery in adults. Cochrane Database of Systematic Reviews CD001704.
Heathcock JC, Lobo M, Galloway JC. 2008. Movement training advances the
emergence of reaching in infants born at less than 33 weeks of gestational age: a
randomized clinical trial. Physical Therapy 88:310-322.
Kruse RL, Lemaster JW, Madsen RW. 2010. Fall and balance outcomes after an
intervention to promote leg strength, balance, and walking in people with diabetic
peripheral neuropathy: "feet first" randomized controlled trial. Physical Therapy 90:1568-
1579.
Michael YL, Whitlock EP, Lin JS, Fu R, O'Connor EA, Gold R. 2010. Primary care-
relevant interventions to prevent falling in older adults: a systematic evidence review for
the U.S. Preventive Services Task Force. Annals of Internal Medicine 153:815-825.
Miller KL, Magel JR, Hayes JG. 2010. The effects of a home-based exercise program on
balance confidence, balance performance, and gait in debilitated, ambulatory
community-dwelling older adults: a pilot study. Journal of Geriatric Physical Therapy
33:85-91.
Neugebauer CT, Serghiou M, Herndon DN, Suman OE. 2008. Effects of a 12-week
rehabilitation program with music & exercise groups on range of motion in young
children with severe burns. Journal of Burn Care Research 29:939-948.
Shaw WS, Main CJ, Johnston V. 2011. Addressing Occupational Factors in the
Management of Low Back Pain: Implications for Physical Therapist Practice. Physical
Therapy.
Springer BA, Doukas WC. 2006. Process of care for battle casualties at Walter Reed
Army Medical Center: Part II. Physical therapy service. Military Medicine 171:203-205.
Taylor NF, Dodd KJ, Shields N, Bruder A. 2007. Therapeutic exercise in physiotherapy
practice is beneficial: a summary of systematic reviews 2002-2005. Australian Journal of
Physiotherapy 53:7-16.
van Langeveld SA, Post MW, van Asbeck FW, et al. 2011. Comparing content of therapy
for people with a spinal cord injury in postacute inpatient rehabilitation in Australia,
Norway, and The Netherlands. Physical Therapy 91:210-224.
van Rijn RM, van Ochten J, Luijsterburg PA, van Middelkoop M, Koes BW, Bierma-
Zeinstra SM. 2010. Effectiveness of additional supervised exercises compared with
conventional treatment alone in patients with acute lateral ankle sprains: systematic
review. BMJ 341:c5688.
van den Berg-Emons RJ, Bussmann JB, Balk AH, Stam HJ. 2005. Factors associated
with the level of movement-related everyday activity and quality of life in people with
chronic heart failure. Physical Therapy 85:1340-1348.
Wang CY, Yeh CJ, Wang CW, Wang CF, Lin YL. 2011. The health benefits following
regular ongoing exercise lifestyle in independent community-dwelling older Taiwanese
adults. Australasian Journal on Ageing 30:22-26.
Wilson DJ, Mitchell JM, Kemp BJ, Adkins RH, Mann W. 2009. Effects of assistive
technology on functional decline in people aging with a disability. Assistive Technology
21:208-217.
Almatsier, S. ”Prinsip Dasar Ilmu Gizi”. Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta : 2006.
Anonim, 2011. Meingkatkan Derajat Kesehatan Melalui Pendidikan Kesehatan dan Penerapan
Pola Hidup Sehat. Diakses Mei 2013.
http://kesehatan.kompasiana.com/alternatif/2011/10/17/meningkatkan-derajat-kesehatan-
melalui-pendidikan-kesehatan-dan-penerapan-pola-hidup-sehat-404056.html
Anonim. 2007. Ciri-Ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal Kesehatan Online
Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika Online.
Budioro, Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Badan Penerbit UNDIP Semarang, 2001
Budiarto, Eko & Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi edisi 2. Jakarta : EGC.
C.Timmreck, Thomas. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar edisi 2. Jakarta : EGC.
Dainur, Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat, Widya Medika, Jakarta, 1999.
Depkes, 2005. Dr. J. Leimena, Peletak Konsep Dasar Pelayanan Kesehatan Primer
(Puskesmas),http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=10
99&Itemid=2 diakses tanggal 5 Agustus 2005
Jevusca. 2008. Macam-macam Penyakit Endemik dan Pengertiannya. Diakses Agustus 2013.
(http:// Jevusca.com/2008/05/07. Macam-macam-Penyakit-Endemik-dan-
Pengertiannya.html?m=1)
http://remizapratama.blogspot.com/2011/01/apakah-fisioterapi-itu.html
Lusa. Konsep Dasar Ilmu Gizi . http://www.lusa.web.id/. Diakses tanggal 03 oktober 2010.
Marsetyo.1990.Ilmu Gizi. Rineka cipta. Jakarta.
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/ November
2005: Inovasi Online
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-
2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Kebidanan. Jakarta : EGC
Ryadi, slamet & T. Wijayanti. 2010. Dasar-Dasar Epidemiologi. Jakarta : Salemba Medika.
Siti Khadijah Nasution, Artikel Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara, 2009
Supriasa, I. D. N., B. Bakri., I. Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.
Sediaoetama, Drs. Ahmad Djaeni. ”Ilmu Gizi”. Penerbit : Dian Rakyat. Jakarta : 2006